A. TUJUAN Mengamati efek anti analgetik dari bahan obat terhadap hewan coba yang diinduksi asam asetat glasial dengan metode syndrome menggeliat. B. TEORI Analgesik adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri dan akhirnya akan memberikan rasa nyaman pada orang yang menderita. Nyeri merupakan suatu pengalaman sensorik dan motorik yang tidak menyenangkan, berhubungan dengan adanya potensi kerusakan jaringan atau kondisi yang menggambarkan kerusakan tersebut. Sedangkanantipiretik adalah obat yang dapat menurunkan demam (suhu tubuh yang tinggi). Pada umumnya (sekitar 90%) analgesik mempunyai efek antipiretik. 3 Analgetika pada umumnya diartikan sebagai suatu obat yang efektif untuk menghilangkan sakit kepala, nyeri otot, nyeri sendi, dan nyeri lain misalnya nyeri pasca bedah dan pasca bersalin, dismenor (nyeri haid) dan lain-lain sampai pada nyeri hebat yang sulit dikendalikan. Hampir semua analgesik ternyata memiliki efek antipiretik dan antiinflamasi. 2 Asam salisilat, paracetamol mampu menangani nyeri ringan sampai sedang sedangkan nyeri yang hebat membutuhkan analgesik sentral yaitu analgesik narkotik. Efek antipiretik menyebabkan obat tersebut mampu menurunkan suhu tubuh pada keadaan demam sedangkan sifat antiinflamasi berguna untuk
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
A. TUJUAN
Mengamati efek anti analgetik dari bahan obat terhadap hewan coba
yang diinduksi asam asetat glasial dengan metode syndrome menggeliat.
B. TEORI
Analgesik adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan rasa
nyeri dan akhirnya akan memberikan rasa nyaman pada orang yang menderita.
Nyeri merupakan suatu pengalaman sensorik dan motorik yang tidak
menyenangkan, berhubungan dengan adanya potensi kerusakan jaringan atau
kondisi yang menggambarkan kerusakan tersebut. Sedangkanantipiretik adalah
obat yang dapat menurunkan demam (suhu tubuh yang tinggi). Pada umumnya
(sekitar 90%) analgesik mempunyai efek antipiretik.3
Analgetika pada umumnya diartikan sebagai suatu obat yang efektif untuk
menghilangkan sakit kepala, nyeri otot, nyeri sendi, dan nyeri lain misalnya nyeri
pasca bedah dan pasca bersalin, dismenor (nyeri haid) dan lain-lain sampai pada
nyeri hebat yang sulit dikendalikan. Hampir semua analgesik ternyata memiliki
efek antipiretik dan antiinflamasi.2
Asam salisilat, paracetamol mampu menangani nyeri ringan sampai
sedang sedangkan nyeri yang hebat membutuhkan analgesik sentral yaitu
analgesik narkotik. Efek antipiretik menyebabkan obat tersebut mampu
menurunkan suhu tubuh pada keadaan demam sedangkan sifat antiinflamasi
berguna untuk mengobati radang sendi termasuk pirai/gout yaitu kelebihan asam
urat sehingga pada daerah sendi terjadi pembengkakan dan timbul rasa nyeri.2
Analgesik antiinflamasi diduga bekerja berdasarkan penghambatan
sintesis prostaglandin (penyebab rasa nyeri). Rasa nyeri tersebut dapat
dibedakan dalam 3 kategori:2
1. Nyeri ringan (sakit gigi, sakit kepala, nyeri otot, nyeri haid), dapat diobati
dengan asetosal, paracetamol bahkan placebo.
2. Nyeri sedang (sakit punggung, migrain, rheumatik), memerlukan analgesik
perifer kuat.
3. Nyeri hebat (kolik/kejang usus, kolik batu empedu, kolik batu ginjal, kanker),
harus diatasi dengan anlgesik sentral atau analgesik narkotik.
Analgetik dibagi dalam 2 golongan besar:
1. Analgetik narkotik (analgetik sentral)
Analgetika narkotika bekerja di SSP, memiliki daya penghilang nyeri yang
hebat sekali. Dalam dosis besar dapat bersifat depresan umum (mengurangi
kesadaran), mempunyai efek samping menimbulkan rasa nyaman (euforia).
Hampir semua perasaan tidak nyaman dapat dihilangkan oleh analgetik narkotik
kecuali sensasi kulit. Harus hati-hati menggunakan anlgetika ini karena
mempunyai resiko besar terhadap ketergantungan obat (adiksi) dan
kecenderungan penyalahgunaan obat. Obat ini hanya dibenarkan untuk
penggunaan insidentiil pada rasa nyeri hebat (trauma hebat, patah tulang, nyeri
infark).
Penggolongan analgetika narkotik adalah sebagai berikut:
a. Alkaloid alam : morfin, codein
b. Derivat semi sintetis : heroin
c. Derivat sintetik : metadon, fentanil
d. Antagonis morfin : nalorfin, nalokson dan pentazocin
2. Analgetik non opioid (non narkotik)
Disebut juga analgetika perifer karena tidak mempengaruhi susunan saraf
pusat. Semua nalgetika perifer memiliki khasiat sebagai antipiretik yaitu
menurunkan suhu badan saat demam. Khasiatnya berdasarkan rangsangan
terhadap pusat pengatur kalor di hipotalamus, mengakibatkan vasodilatasi perifer
di kulit dengan bertambahnya pengeluaran kalor disertai keluarnya banyak
keringat. Misalnya paracetamol, asetosal. Dan berkhasiat pula sebagai
antiinflamasi.
Antiinflamasi sama kuat dengan analgetik, digunakan sebagai anti nyeri
atau rheumatik contohnya asetosal, asam mefenamat, ibuprofen. Anti radang
yang lebih kuat contohnya fenilbutazon. Sedangkan yang bekerja srentak
sebagai anti radang dan analgetik contohnya indometazin.
Berdasarkan rumus kimiamya analgetik perifer digolongkan menjadi:
a. Golongan salisilat : asetosal
b. Golongan para-aminophenol : paracetamol, fenasetin
c. Golongan pirazolon (dipiron) : fenilbutazon
d. Golongan antranilat : asam mefenamat
AINS adalah obat-obat analgesik yang selain memiliki efek analgesik
njuga memiliki efek antiinflamasi, sehingga oba0obat jenis ini digunakan dalam
pengobatan rheumatik dan gout. Contohnya ibuprofen, diklofenak, fenilbutazon
dan piroxicam. Sebagian besar penyakit rheumatik membutuhkan pengobatan
simptomatis, untuk meredakan rasa nyeri penyakit sendi degeneratif seperti
osteoartritis, analgesik tunggal atau campuran masih bisa digunakan. Tetapi bila
nyeri dan kekakuan disebabkan penyakit rheumatik yang meradang harus
diberikan pengobatan dengan AINS.
Efek terapi dan efek samping dari obat golongan NSAIDs sebagian besar
tergantung dari penghambatan biosintesis prostaglandin. Namun, obat golongan
NSAIDs secara umum tidak menghambat biosintesis leukotrien yang berperan
dalam peradangan. Golongan obat NSAIDs bekerja dengan menghambat enzim
siklo-oksigenase, sehingga dapat mengganggu perubahan asam arakhidonat
menjadi prostaglandin. Setiap obat menghambat enzim siklo-oksigenase dengan
cara yang berbeda.
Parasetamol dapat menghambat biosintesis prostaglandin apabila
lingkungannya mempunyai kadar peroksida yang rendah seperti di hipotalamus,
sehingga parasetamol mempunyai efek anti-inflamasi yang rendah karena lokasi
peradangan biasanya mengandung banyak peroksida yang dihasilkan oleh
leukosit. Aspirin dapat menghambat biosintesis prostaglandin dengan cara
mengasetilasi gugus aktif serin dari enzim siklo-oksigenase. Thrombosit sangat
rentan terhadap penghambatan enzim siklo-oksigenase karena thrombosit tidak
mampu mengadakan regenerasi enzim siklo-oksigenase. Semua obat golongan
NSAIDs bersifat antipiretik, analgesik, dan anti-inflamasi.
Efek samping obat golongan NSAIDs didasari oleh hambatan pada
sistem biosintesis prostaglandin. Selain itu, sebagian besar obat bersifat asam
sehingga lebih banyak terkumpul dalam sel yang bersifat asam seperti di
lambung, ginjal, dan jaringan inflamasi. Efek samping lain diantaranya adalah
gangguan fungsi thrombosit akibat penghambatan biosintesis tromboksan A2
dengan akibat terjadinya perpanjangan waktu perdarahan. Namun, efek ini telah
dimanfaatkan untuk terapi terhadap thrombo-emboli. Selain itu, efek samping lain
diantaranya adalah ulkus lambung dan perdarahan saluran cerna, hal ini
disebabkan oleh adanya iritasi akibat hambatan biosintesis prostaglandin PGE2
dan prostacyclin. PGE2 dan PGI2 banyak ditemukan di mukosa lambung dengan
fungsi untuk menghambat sekresi asam lambung dan merangsang sekresi