LAPORAN AKHIR TAHUN ANGGARAN 2015 PERBANYAKAN BENIH SUMBER KEDELAI DI PROVINSI SUMATERA BARAT Tim Peneliti: Atman Roja Zul Irfan Syahrul Zen Farida Artati Misran Dasmal Zulkifli Syafrial Anwar Fadli Taufik Mulyasdi BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN SUMATERA BARAT BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015
33
Embed
LAPORAN AKHIR TAHUN ANGGARAN 2015 PERBANYAKAN …sumbar.litbang.pertanian.go.id/images/benih2015.pdf · kedelai sampai laporan ini ditulis dapat disimpulkan, antara lain: (1) Kegiatan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAPORAN AKHIR TAHUN ANGGARAN 2015
PERBANYAKAN BENIH SUMBER KEDELAI
DI PROVINSI SUMATERA BARAT
Tim Peneliti:
Atman Roja
Zul Irfan
Syahrul Zen Farida Artati
Misran
Dasmal Zulkifli Syafrial
Anwar Fadli Taufik
Mulyasdi
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN SUMATERA BARAT BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN
2015
ii
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN AKHIR TAHUN 2015
1. Judul Kegiatan : Perbanyakan Benih Sumber Kedelai di
Provinsi Sumatera Barat
2. Unit Kerja : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Sumatera Barat
3. Alamat Unit Kerja : Jln. Raya Padang-Solok KM 40 Sukarami
V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 23
VI. KINERJA KEGIATAN .................................................................. 24
6.1. Keluaran yang dicapai ........................................................ 24
6.2. Hasil yang dicapai .............................................................. 24
6.3. Manfaat yang dicapai .......................................................... 24
6.4. Dampak yang dicapai ......................................................... 24
6.4. Kisah Sukses ...................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 25
v
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1 Realisasi tanam kegiatan perbanyakan benih sumber kedelai
sampai akhir tahun 2015.
15
2 Hasil calon benih dan benih kedelai bersertifikat pada kegiatan perbanyakan benih sumber kedelai sampai akhir tahun 2015.
21
3 Distribusi benih kedelai bersertifikat pada kegiatan perbanyakan benih sumber kedelai sampai akhir tahun 2015.
22
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1 Kegiatan rapat koordinasi perbenihan lingkup Balitbangtan di
Jakarta.
14
2 Kegiatan sosialisasi dan pelatihan perbanyakan benih sumber kedelai di Sumatera Barat.
16
3 Kegiatan perbanyakan benih sumber kedelai di Keltan Muaro Sikabau, Sawahlunto Sumatera Barat.
17
4 Kegiatan perbanyakan benih sumber kedelai di Keltan Buah
Palo, Sawahlunto Sumatera Barat.
18
5 Kegiatan perbanyakan benih sumber kedelai di Keltan Ujung Tanjung Ngalau, Sawahlunto Sumatera Barat.
18
6 Kegiatan perbanyakan benih sumber kedelai di Keltan Pacicingan, Sijunjung Sumatera Barat.
19
7 Kegiatan perbanyakan benih sumber kedelai di Keltan Jambu Sakato, Sijunjung Sumatera Barat.
19
8 Kegiatan perbanyakan benih sumber kedelai kelas SS di KP Rambatan, Batusangkar Sumatera Barat.
20
9 Kegiatan perbanyakan benih sumber kedelai kelas FS di KP Rambatan, Batusangkar Sumatera Barat.
20
vii
RINGKASAN
Salah satu kendala dalam peningkatan produksi kedelai adalah ketersediaan
benih bermutu. Sejak tahun 2007 pemerintah melaksanakan program benih kedelai berbantuan kepada para petani guna mengatasi permasalahan ketersediaan benih bermutu di tingkat petani. Sebagai lembaga penghasil inovasi
teknologi, Balitbangtan dituntut untuk berperan aktif dalam program nasional tersebut melalui penyediaan benih sumber, terutama dalam kaitannya dengan upaya percepatan pengembangan varietas unggul baru. Kegiatan ini diharapkan
dapat memberikan kontribusi dalam peningkatan produksi, produktivitas, dan mutu benih kedelai yang sesuai dengan kebutuhan pengguna. Kegiatan ini bertujuan utama untuk memperkuat sistem perbenihan dan penangkar benih
kedelai di Provinsi Sumatera Barat. Secara terperinci, tujuan dari pelaksanaan kegiatan ini antara lain untuk: (a) memproduksi benih sumber varietas unggul kedelai kelas benih dasar (FS) sebanyak 1,0 ton; dan (2) memproduksi benih
sumber varietas unggul kedelai kelas benih pokok (SS) sebanyak 29,97 ton. Kegiatan dilaksanakan pada berbagai lokasi di Provinsi Sumatera Barat (Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Sijunjung, dan Kota Sawahlunto) seluas 31,5 ha untuk memproduksi benih kelas SS dan 1,0 ha untuk memproduksi benih
kelas FS. Varietas unggul yang digunakan sebagai sumber benih kelas SS adalah: Anjasmoro, Panderman, Bueangrang, dan Gepak Kuning. Sedangkan untuk benih kelas FS adalah Anjasmoro. Komponen teknologi sesuai anjuran Balitbangtan
diterapkan dalam kegiatan ini. Hasil sementara kegiatan perbanyakan benih kedelai sampai laporan ini ditulis dapat disimpulkan, antara lain: (1) Kegiatan perbanyakan benih kedelai terealisasi seluas 31,5 ha untuk menghasilkan benih
kelas SS varietas Anjasmoro, Panderman, Burangrang, dan Gepak Kuning. Sedangkan untuk kelas benih FS varietas Anjasmoro seluas 1,0 ha; (2) Calon benih kedelai yang dihasilkan sebanyak 8.673 kg. Dari calon benih ini, dihasilkan
benih bersertifikat kelas benih SS sebanyak 4.825 kg; (3) Masih akan dihasilkan lagi benih kelas SS yang saat ini dalam proses pasca panen di tingkat petani dan seleksi benih di UPBS; dan (4) Benih kelas FS saat ini masih stadia mulai
berbunga. Diperkirakan panen pada awal Februari 2016.
viii
SUMMARY
One of the obstacles in increasing soybean production is the availability of quality seed. Since 2007 the government implement the program assisted soybean seeds to farmers in order to overcome the problems of availability of quality seed
at the farm level. As an institution and technological innovation, Balitbangtan required to actively participate in the national program through the provision of seed sources, particularly in relation to efforts to accelerate the development of
new varieties. This activity is expected to contribute to increased production, productivity, and quality of soybean seeds according to user needs. The main aim of this activity is to strengthen seed systems and seed soybeans in the
province of West Sumatra. In detail, the purpose of the implementation of these activities, among other things: (a) produce seeds soybean varieties resource class basic seed (FS) as much as 1.0 tons; and (2) produce seeds soybean
varieties resource class staple seeds (SS) as much as 29.97 tons. The event was held at various locations in the province of West Sumatra (Tanah Datar, Sijunjung, and Sawahlunto) covering an area of 31.5 ha to produce seed class SS and 1.0 ha to produce seed FS class. Yielding varieties that are used as seed
sources SS class is: Anjasmoro, Panderman, Bueangrang, and Gepak Yellow. As for FS grade seed is Anjasmoro. Technology components as recommended Balitbangtan applied in this activity. Preliminary results of soybean seed
multiplication activities until the writing of this report concluded, among other things: (1) The activities of soybean seed multiplication realized measuring 31.5 ha to produce seed varieties Anjasmoro SS class, panderman, Burangrang, and
Gepak Yellow. As for the class FS seed varieties Anjasmoro area of 1.0 ha; (2) Prospective soybean seed produced as much as 8673 kg. From the prospective of this seed, certified seed produced seed class SS as much as 4,825 kg; (3) There
will still be produced more seeds SS class that is currently in the process of post-harvest at farm level and the selection of seeds in UPBS; and (4) Seed class stadia FS still start flowering. It is estimated that the harvest in early February
2016.
ix
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kedelai termasuk komoditas pangan yang perlu dipercepat upaya
peningkatan produksinya, karena hingga saat ini produksi nasional baru mampu
memenuhi 35-40% dari kebutuhan dalam negeri. Dalam beberapa tahun terakhir,
produksi kedelai dalam negeri hanya mencapai angka 600-700 ribu ton per tahun,
sementara kebutuhan telah mencapai lebih 2,2 juta ton (Balitkabi, 2013). Untuk
menutupi kekurangan produksi, pemerintah harus selalu mengimpor kedelai dan
kondisi ini terjadi sepanjang tahun.
Salah satu kendala dalam peningkatan produksi kedelai adalah
ketersediaan benih bermutu. Alur benih kedelai bersertifikat mulai dari BS – FS –
SS – ES sering bermasalah dan berhenti atau macet tidak sampai pada ES, yang
akibatnya persediaan benih bermutu (bersertifikat) di tingkat petani tidak
mencukupi. Akibatnya, sebagian besar petani menggunakan benih asalan atau
benih sendiri yang kualitasnya tidak dapat dipertanggungjawabkan. Akhirnya,
produktivitas aktual kedelai jauh di bawah potensi genetiknya.
Perbanyakan benih kedelai diawali dari penyediaan benih penjenis (BS)
oleh Balai Penelitian komoditas, sebagai sumber untuk perbanyakan benih dasar
(FS), benih pokok (SS), dan benih sebar (ES). Kesinambungan alur perbanyakan
benih tersebut sangat berpengaruh terhadap ketersediaan benih sumber yang
sesuai dengan kebutuhan produsen atau penangkar benih dan menentukan
proses produksi benih sebar. Kelancaran alur perbanyakan benih juga sangat
menentukan kecepatan penyebaran varietas unggul baru kepada para petani
(Suyamto et al., 2007).
Selanjutnya Suyamto et al. (2007) menyatakan bahwa beberapa
permasalahan yang dihadapi dalam perbenihan kedelai adalah: (1) belum semua
varietas unggul yang dilepas dapat diadopsi petani atau pengguna benih; (2)
ketersediaan benih sumber dan benih sebar secara “enam tepat” (varietas, mutu,
jumlah, waktu, lokasi, dan harga) belum dapat dipenuhi; (3) belum optimalnya
kinerja lembaga produksi dan pengawasan mutu benih; (4) penurunan mutu
benih secara cepat dan harga benih belum kompetitif, serta (5) belum semua
petani menggunakan benih unggul bermutu/bersertifikat.
Sejak tahun 2007 pemerintah melaksanakan program benih kedelai
x
berbantuan kepada para petani guna mengatasi permasalahan ketersediaan
benih bermutu di tingkat petani. Sebagai lembaga penghasil inovasi teknologi,
Balitbangtan dituntut untuk berperan aktif dalam program nasional tersebut
melalui penyediaan benih sumber, terutama dalam kaitannya dengan upaya
percepatan pengembangan varietas unggul baru. Kegiatan ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi dalam peningkatan produksi, produktivitas, dan mutu
benih kedelai yang sesuai dengan kebutuhan pengguna. Peran BPTP melalui Unit
Produksi Benih Sumber (UPBS) di masing-masing provinsi dalam hal ini sangat
menentukan.
1.2. Dasar Pertimbangan
Sebagai sarana produksi yang membawa sifat-sifat varietas tanaman,
benih berperan penting dalam menentukan tingkat hasil yang akan diperoleh.
Varietas unggul kedelai umumnya dirakit untuk memiliki sifat-sifat yang
menguntungkan, antara lain: (1) daya hasil tinggi, (2) tahan terhadap hama dan
penyakit, (30 umur genjah, (4) mutu hasil panen sesuai dengan keinginan
konsumen, dan (5) sifat-sifat unggul lainnya yang lebih baik dibanding varietas
lokal atau varietas yang ada sebelumnya.
Keunggulan dari suatu varietas juga ditentukan oleh mutu benih sumber
yang digunakan, yakni benih penjenis (BS), benih dasar (FS), benih pokok (SS),
dan benih sebar (ES). Benih sumber harus menjadi jaminan mutu bagi benih,
baik dari segi genetic dan fisiologis maupun fisik. Dalam penyediaan benih
sumber seyogianya tidak mengorbankan mutu karena akan merusak sistem
perbenihan.
Sistem perbenihan kedelai secara formal belum berjalan sebagaimana
yang diharapkan. Hingga saat ini sedikit sekali petani yang menggunakan benih
kedelai bermutu, sebagaimana yang tercermin dari penggunaan benih
kacang-kacangan bersertifikat yang kurang dari 3%. Untuk memenuhi kebutuhan
benih kedelai bermutu dalam upaya peningkatan produksi dan pendapatan
petani perlu dibangun sistem perbenihan yang kuat dan dibina usaha
penangkaran benih, terutama di daerah sentra produksi kedelai.
Kemampuan industri benih untuk memasok benih bermutu sampai ke
pedesaan merupakan prasyarat dalam mempercepat pengembangan varietas
unggul baru. Sebagaimana halnya sistem perbenihan komoditas pangan lainnya,
sistem perbenihan kedelai juga harus mengacu kepada aspek efisiensi, daya
xi
saing, dan kontinyuitas.
Penguatan sistem perbenihan kedelai memiliki aspek yang sangat luas.
Melalui kegiatan ini diharapkan peningkatan produksi benih sumber dengan
menggunakan teknologi baku/standar agar mutu benih yang dihasilkan terjamin.
Benih sumber kedelai yang akan diproduksi meliputi benih dasar (FS) dan benih
pokok (SS). Dalam pelaksanaannya, kegiatan produksi benih berkoordinasi
dengan Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB), Balai Benih Induk (BBI),
dan institusi produsen benih sebar untuk kelancaran proses produksi dan
penyaluran benih sumber
1.3. Tujuan
Tujuan utama kegiatan ini adalah untuk memperkuat sistem perbenihan
dan penangkar benih kedelai di Provinsi Sumatera Barat. Secara terperinci, tujuan
dari pelaksanaan kegiatan ini antara lain untuk:
c. Memproduksi benih sumber varietas unggul kedelai kelas benih dasar (FS)
sebanyak 1,0 ton.
d. Memproduksi benih sumber varietas unggul kedelai kelas benih pokok (SS)
sebanyak 29,97 ton.
1.4. Keluaran Yang Diharapkan
Keluaran yang diharapkan dapat diperoleh dari kegiatan Perbanyakan Benih
Sumber Kedelai di Provinsi Sumatera Barat ini adalah :
a. Benih sumber varietas unggul kedelai kelas FS sebanyak 1,0 ton.
b. Benih sumber varietas unggul kedelai kelas SS sebanyak 29,97 ton.
1.5. Hasil Yang Diharapkan
Tersedianya benih sumber kedelai sebanyak 1,0 ton kelas FS dan 29,97
ton kelas SS yang akan digunakan penangkar benih kedelai untuk dijadikan benih
sebar (BS) di Provinsi Sumatera Barat atau pun provinsi tetangga.
1.6. Manfaat Yang Diharapkan
Dengan diproduksinya benih sumber kedelai kelas SS sebanyak 29,97 ton
maka kebutuhan benih bagi penangkar benih kedelai, termasuk Satgas BBI,
untuk memproduksi benih sebar kedelai di Provinsi Sumatera Barat akan dapat
terpenuhi dan sistem perbenihan kedelai pun sekaligus akan menjadi lebih kuat.
Peranan UPBS BPTP Sumatera Barat dalam memperkuat sistem perbenihan
kedelai di provinsi ini akan semakin dirasakan oleh pihak-pihak lain yang terkait.
Penggunaan varietas unggul pada kegiatan ini akan mempercepat sosialisasi dan
xii
diseminasi varietas unggul kepada penangkar benih dan petani kedelai di daerah
ini.
Dilakukannya pembinaan melalui kerjasama dengan penangkar benih
tentunya diharapkan akan memperkuat atau meningkatkan kapasitas penangkar
benih kedelai di Provinsi Sumatera Barat. Pada awal kegiatan ini penangkar benih
kedelai di Sumatera Barat hanya satu, melalui kegiatan ini jumlah penangkar
benih kedelai diharapkan akan bertambah, karena lokasi penangkaran akan
tersebar pada beberapa kabupaten sentra produksi kedelai di daerah ini.
Keadaan ini akan mempermudah pengembangan usahatani kedelai di masa yang
akan datang.
1.7. Dampak Yang Diharapkan
Produksi benih sumber kedelai dalam jumlah yang besar (benih pokok
29,97 ton) dan sekaligus dilakukannya pembinaan terhadap penangkar benih
kedelai diperkirakan akan menjadi media sosialisasi dan promosi yang bermakna
untuk mengangkat status kedelai sebagai salah satu komoditas pangan utama di
Provinsi Sumatera Barat. Apabila status kedelai meningkat, maka tidak tertutup
kemungkinan bahwa Provinsi Sumatera Barat akan menjadi salah satu dari 17
provinsi pendukung tercapainya swasembada kedelai di Indonesia.
xiii
II. TINJAUAN PUSTAKA
Ketahanan pangan berperan penting dalam mewujudkan empat target
utama pembangunan pertanian ke depan, yaitu: (1) pencapaian swasembada
dan swasembada berkelanjutan, (2) peningkatan diversifikasi pangan, (3)
peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor, dan (4) peningkatan
kesejahteraan petani. Pembangunan sistem dan usaha agribisnis membuka
peluang bagi berkembangnya industri sarana produksi dan jasa pelayanan.
Penerapan teknologi yang merupakan komponen utama agribisnis akan
meningkatkan kebutuhan sarana produksi untuk efisiensi produksi, distribusi, dan
pemasaran hasil pertanian.
Menurut Sundari dan Nugrahaeni (2013), salah satu komponen produksi
yang sangat dibutuhkan oleh petani adalah benih bermutu. Ketersediaan benih
bermutu dinilai strategis karena sangat menentukan keberhasilan budidaya
tanaman. Potensi genetik tanaman juga bergantung pada penggunaan benih
bermutu. Mengingat pentingnya fungsi benih dalam pengembangan agribisnis
dan ketahanan pangan, maka penggunaan varietas unggul yang sesuai dengan
preferensi konsumen dan sistem produksi benih secara berkelanjutan menjadi
semakin penting.
Sebagai sarana produksi yang membawa sifat-sifat varietas tanaman,
benih berperan penting dalam menentukan tingkat hasil yang akan diperoleh.
Varietas unggul kedelai umumnya dirakit untuk memiliki sifat-sifat yang
menguntungkan, antara lain: (1) daya hasil tinggi, (2) tahan terhadap hama dan
penyakit, (3) umur genjah, dan (4) mutu hasil panen sesuai dengan keinginan
konsumen (Suyamto et al., 2007). Dalam pertanaman di lapangan, sifat-sifat
yang menguntungkan tersebut akan muncul apabila benih yang digunakan
bermutu tinggi dengan teknologi budidaya yang optimal.
Menurut Adie (2013), selama kurun waktu 95 tahun (1918 hingga
November 2013), Kementerian Pertanian telah melepas sebanyak 78 varietas
unggul kedelai. Dari 78 varietas kedelai di Indonesia tersebut, sebagian besar
dibentuk melalui persilangan (38 varietas), 19 varietas hasil seleksi dari varietas
introduksi, 11 varietas berasal dari seleksi varietas lokal, 9 varietas asal mutasi,
xiv
dan 1 varietas merupakan segregasi alami. Varietas-varietas kedelai yang dilepas
12 tahun terakhir, tidak hanya mempunyai produktivitas tinggi, tetapi telah
direkomendasikan dengan sifat-sifat lain seperti adaptif terhadap lahan kering
masam, adaptif lahan pasang surut, toleran kekeringan, toleran naungan, sesuai
untuk bahan baku industri dan berkandungan nutrisi tinggi, khususnya protein.
Selanjutnya dijelaskan, bahwa sebagai salah satu komponen teknologi dasar,
varietas unggul memiliki berbagai keunggulan dan menjadi komponen teknologi
budidaya yang paling ditunggu kehadirannya dan paling mudah diadopsi oleh
pengguna.
Nugrahaeni (2013) menyatakan bahwa benih bermutu berperan penting
pada keberhasilan usahatani kedelai. Benih bermutu merupakan wahana
pembawa teknologi, termasuk varietas unggul. Prinsip produksi benih adalah
mempertahankan kemurnian genetik. Tenologi produksi benih mencakup
prinsip-prinsip agronomi untuk mempertahan-kan mutu benih yang tinggi. Mutu
benih yang tinggi didapatkan pada pemahaman dan penerapan teknologi
prapanen dan pascapanen yang baik.
Menurut Taufiq (2013), kedelai di Indonesia dibudidayakan pada berbagai
agroekologi, yaitu lahan kering (tegal) dalam pola tanam kedelai-palawija lain
atau palawija lain-kedelai, pada lahan sawah tadah hujan dalam pola tanam
kedelai-padi, pada lahan sawah beririgasi terbatas dalam pola tanam padi-kedelai,
dan pada lahan sawah beririgasi teknis dalam pola tanam padi-padi-kedelai.
Pertumbuhan dan produksi tanaman pada semua agroekologi tersebut sangat
tergantung pada kesuburan tanah. Kekurangan unsur hara menyebabkan
pertumbuhan tanaman tidak normal, gagal menyelesaikan pertumbuhan
vegetatif maupun generatif dengan baik sehingga hasil yang diperoleh tidak
optimal.
Marwoto (2013) menyatakan bahwa salah satu kendala utama dalam
peningkatan produksi kedelai, termasuk pertanaman untuk benih, adalah
gangguan hama. Kerugian akibat serangan hama pada tanaman kedelai dapat
menurunkan hasil sampai 80%, bahkan puso, apabila tidak ada tindakan
pengendalian. Tanaman kedelai sangat disukai oleh hama, terbukti dengan
banyaknya hama yang menyerang yakni hama dalam tanah, hama bibit, hama
daun, hama penggerek batang, dan hama polong kedelai. Dengan kata lain,
tanaman kedelai sejak tumbuh ke permukaan tanah hingga tanaman tua tidak
xv
akan luput dari serangan hama.
Selanjutnya dijelaskan bahwa pengendalian hama pada tanaman kedelai
harus berlandaskan strategi penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT), yaitu
suatu cara pendekatan atau cara pengendalian hama yang didasarkan pada
pertimbangan ekologi dan efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan ekosistem
yang berwawasan lingkungan secara berkelanjutan. Strategi PHT adalah
mendukung secara kompatibel semua teknik atau metode pengendalian hama
yang didasarkan pada azas ekologi dan ekonomi.
Tidak hanya hama, kendala dalam usaha peningkatan produksi kedelai
termasuk usaha perbenihan adalah penyakit. Oleh karena itu, menurut Prayogo
(2013), para produsen benih harus lebih memahami tentang diagnosis penyebab
penyakit atau identifikasi patogen yang menginfeksi tanaman kedelai. Hal ini
terkait dengan beberapa hal, sebagai berikut: (1) penyakit utama kedelai
umumnya patogen terbawa benih, kecuali penyakit yang bersifat obligat,
sehingga dalam budidayanya tanaman kedelai harus dilindungi secara maksimal
supaya benih yang dihasilkan terbebas dari patogen, (2) jenis-jenis patogen dan
bioekologinya perlu dipahami supaya teknologi pengendalian yang diterapkan
lebih efektif dan lebih efisien, (3) keberadaan patogen dapat diminimalisasi
dengan cara memahami epidemiologi penyakit sehingga patogen tidak dapat
berkembang normal, dan (4) perlakuan benih (seed treatment) merupakan
tindakan pencegahan dini terhadap berkembangnya suatu penyakit untuk
melindungi produksi benih yang akan dihasilkan.
Sundari dan Nugrahaeni (2013) menjelaskan bahwa sejalan dengan
upaya peningkatan ketersediaan benih bermutu, maka benih sumber menempati
posisi strategis dalam industri perbenihan nasional, karena menjadi sumber bagi
produksi benih kelas di bawahnya yang akan digunakan petani. Oleh karena itu,
ketersediaan dan upaya pengendalian mutu benih sumber perlu ditingkatkan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No. 39 tahun 2006, mekanisme
pengendalian mutu dalam produksi benih dapat dilakukan melalui: (i) sistem
sertifikasi benih yaitu pengawasan pertanaman dan/atau uji laboratorium oleh
BPSB, atau (ii) penerapan sistem manajemen mutu (quality menegement
system), atau (iii) sertifikasi produk.
Terdapat empat kelas benih berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No.
39/Permentan/OT.140/8/2006 dalam sistem sertifikasi benih di Indonesia, yaitu:
xvi
1. Benih Penjenis (Breeder seed=BS), yaitu benih yang diproduksi di bawah
pengawasan pemulia yang bersangkutan dengan prosedur baku yang
memenuhi sertifikasi sistem mutu sehingga tingkat kemurnian genetik
varietas terpelihara dengan sempurna, ditandai dengan label kuning.
2. Benih Dasar (Foundation seed=FS/BD), yaitu keturunan pertama dari benih
penjenis yang memenuhi standar mutu kelas benih dasar, ditandai dengan
label putih.
3. Benih Pokok (Stock seed=SS/BP), yakni keturunan pertama dari benih
penjenis yang memenuhi standar mutu kelas benih pokok, ditandai dengan
label ungu.
4. Benih Sebar (Extention seed=ES/BR), yaitu keturunan pertama dari benih
pokok, benih dasar, atau benih penjenis yang memenuhi standar mutu kelas
benih sebar, ditandai dengan label biru.
Menurut Atman (2014), benih bermutu adalah benih yang mempunyai
kemurnian genetik, kemurnian fisik, dan kemurnian fisiologis yang cukup tinggi.
Karakteristik gabungan mutu genetik, mutu fisik, dan mutu fisiologis diantaranya
adalah: (1) murni dan diketahui nama varietasnya, (2) bernas, tidak keriput,
tidak ada bekas gigitan serangga, serta kering, (3) bersih, tidak tercampur
dengan kotoran, biji gulma atau biji tanaman lain, (4) daya berkecambah dan
vigor tinggi sehingga mampu tumbuh baik, dan (5) sehat, tidak terinfeksi oleh
jamur atau serangga hama (Nugrahaeni, 2013). Selain melalui teknologi
budidaya kedelai untuk benih yang optimal, mutu benih yang dihasilkan juga
dipengaruhi oleh teknik prosesing (panen, pengeringan, perontokan) dan
penyimpanan benih yang dilakukan (Tastra dan Patriyawati, 2013).
xvii
III. METODOLOGI
3.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan pada berbagai lokasi di Provinsi Sumatera Barat
(Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Sijunjung, dan Kota Sawahlunto), sebagai
berikut:
a. Perbanyakan benih kelas FS dilakukan di KP Rambatan Kabupaten Tanah
Datar, seluas + 1 hektare, menggunakan varietas Anjasmoro.
b. Perbanyakan benih kelas SS seluas 31,5 hektare dilakukan di KP Rambatan
dan di lahan petani dengan melibatkan penangkar atau kelompok penangkar
benih binaan, yaitu:
1. KP Rambatan, Kabupaten Tanah Datar (seluas + 1 ha, menggunakan
varietas Anjasmoro).
2. Keltan Muaro Sikabau, Kota Sawahlunto (seluas + 6 ha, menggunakan
varietas Panderman).
3. Keltan Buah Palo, Kota Sawahlunto (seluas + 7,5 ha, menggunakan
varietas Burangrang).
4. Keltan Ujung Tanjung Ngalau, Kota Sawahlunto (seluas + 7 ha,
menggunakan varietas Gepak Kuning).
5. Keltan Pacicingan, Kabupaten Sijunjung (seluas + 5 ha, menggunakan
varietas Gepak Kuning).
6. Keltan Jambu Sakato, Kabupaten Sijunjung (seluas + 5 ha, menggunakan
varietas Gepak Kuning).
3.2. Prosedur Pelaksanaan
Pengolahan lahan ditujukan untuk mendukung keserempakan
perkecambahan. Fase perkecambahan benih merupakan fase kritis dalam
pertumbuhan tanaman kedelai. Kelembaban tanah (70-90% kapasitas lapang)
dan kedalaman lubang tanam (lebih kurang 2,5-3 cm) yang tepat perlu
diperhatikan. Lahan sawah bekas tanaman padi tidak perlu diolah (tanpa olah
tanah = TOT), tetapi sebelum tanam lahan harus bersih dari gulma. Jika
menggunakan lahan bekas tanaman palawija lainnya atau lahan tegalan perlu
pengolahan tanah sempurna, yaitu dua kali bajak kemudian diratakan.
Selanjutnya perlu dibuat saluran drainase dengan jarak 3-5 meter sedalam 25-30
xviii
cm dan lebar 30 cm. Saluran drainase ini berfungsi untuk mengurangi kelebihan
air dan meratakan air pada waktu pengairan.
Populasi tanaman berperan penting terhadap produksi kedelai. Produksi
benih mensyaratkan jarak tanam yang teratur. Penanaman dengan cara tugal,
1-2 benih per lubang tanam, jarak tanam 40 x 10-15 cm, tidak dilakukan
penyulaman. Setelah tanaman berumur 2 minggu diperjarang dengan
meningggalkan hanya 1-2 tanaman/rumpun. Pada lahan sawah bekas padi,
kedelai dianjurkan ditanam tidak lebih dari lima hari setelah tanaman padi
dipanen, agar tanaman tidak kekurangan air.
Jika sudah diketahui lahan yang digunakan merupakan endemik hama
atau penyakit yang menyerang saat fase kecambah, maka sebaiknya dilakukan
seed treatment. Setelah benih ditanam, tutup lubang dengan abu (kering), pasir,
tanah berpasir, atau pupuk kandang agar benih tumbuh serempak.
Tanaman kedelai dapat tumbuh sehat apabila mendapatkan nutrisi yang
cukup, baik yang berasal dari tanah melalui penambahan. Takaran pupuk untuk
kedelai secara umum adalah 50-75 kg Urea, 100 kg SP36, dan 75-100 kg KCl per
hektar atau menggunakan pupuk majemuk NPK, seluruhnya diberikan pada saat
tanam atau seminggu setelah tanam. Pada lahan sawah yang subur atau pada
bekas tanaman padi sawah yang dipupuk dengan dosis tinggi, tanaman kedelai
tidak memerlukan tambahan pupuk buatan.
Pengendalian gulma dilakukan dengan menggunakan mulsa jerami bila
kedelai ditanam di lahan sawah bekas tanaman padi, dengan penyiangan, dan
dengan herbisida, sebagai berikut:
a. Pengendalian gulma dengan herbisida dilakukan dengan jalan menyemprotkan
herbisida pratumbuh satu hari setelah benih kedelai ditanam.
b. Pengendalian gulma menggunakan mulsa jerami, bila kedelai ditanam di lahan
sawah bekas tanaman padi:
Mulsa jerami diberikan 5 t/ha, dihamparkan merata dengan ketebalan <10
cm di atas permukaan tanah setelah benih kedelai ditanam.
Pengendalian gulma dengan penyiangan, umur 10-15 hari dan 21-28 HST.
c. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan berdasarkan konsep PHT
(pengendalian hama terpadu)
Pemeliharaan mutu genetik di pertanaman dilakukan dengan membuang
tipe simpang (roguing). Pada pertanaman kedelai untuk benih, minimal dilakukan
xix
tiga kali roguing, yaitu pada awal pertumbuhan, saat berbunga, dan saat masak
fisiologis.
a. Awal pertumbuhan (fase juvenil)
Roguing pada fase awal pertumbuhan ini dilakukan pada umur 15-20 hari
setelah tanam, didasarkan pada warna hipokoti, ukuran keeping biji, dan bentuk
biji. Kedelai hanya memiliki warna hipokotil hijau dan ungu. Tanaman dengan
warna hipokotil menyimpang langsung dibuang. Parameter lain yang juga perlu
dilihat adalah bentuk dan ukuran daun pertama. Biji berukuran besar memiliki
keeping biji dan daun pertama yang juga berukuran besar. Bentuk biji bulat akan
diikuti oleh bentuk daun yang semakin mendekati bulat.
b. Fase berbunga
Roguing pada fase ini didasarkan pada warna bunga, umur berbunga,
warna dan kerapatan bulu pada tangkai daun, dan bentuk tanaman secara
keseluruhan. Kedelai yang hipokotilnya berwarna hijau akan mempunyai warna
mahkota bunga putih, sedangkan yang warna hipokotilnya ungu akan
mempunyai warna mahkota bunga ungu. Warna ini terlihat jelas pada saat
bunga mekar. Tanaman yang umur berbunganya tidak sama dengan yang lain
atau karakteristik lainnya menyimpang dari deskripsinya lebih baik dicabut dan
dibuang.
c. Fase masak fisiologis
Pada fase ini pertumbuhan tanaman telah mendekati optimal. Hal-hal yang
perlu diperhatikan pada fase ini adalah keragaan tanaman secara keseluruhan,
kerapatan dan warna bulu, umur polong masak, dan tipe tumbuh tanaman.
Posisi daun, polong, dan bentuk daun merupakan parameter yang dapat
digunakan untuk konfirmasi terhadap penilaian pada fase sebelumnya. Panjang
pendek, kerapatan, dan warna bulu yang terdapat pada batang dan polong
adalah penilai penting pada fase masak fisiologis. Warna bulu kedelai hanya dua,
yaitu putih dan coklat. Karena itu, yang lebih perlu diperhatikan adalah kerapatan
bulu, baik pada batang maupun polong. Tanaman yang menyimpang, termasuk
umur polong masaknya, dari tanaman dominan harus dicabut.
Panen dilakukan pada saat mutu benih mencapai masimal, yang ditandai
bila sekitar 95% polong telah berwarna coklat atau kehitaman (warna polong
masak) dan sebagian besar daun tanaman sudah rontok. Panen dilakukan
dengan cara memotong pangkal batang. Brangkasan kedelai hasil panen
xx
langsung dikeringkan (dihamparkan) di bawah sinar matahari dengan ketebalan
10-15 cm selama 2-3 hari (tergantung cuaca) menggunakan alas terpal plastik,
tikar atau anyaman bambu. Pengeringan dilakukan hingga kadar air benih
mencapai sekitar 14%. Usahakan untuk tidak menumpuk berangkasan basah
lebih dari 2 hari sebab akan menyebabkan benih berjamur dan mutunya rendah.
Mengingat sulitnya pengeringan brangkasan atau polong pada musim
hujan (sinar matahari terbatas), maka brangkasan atau polong perlu
diangin-anginkan dengan cara dihamparkan (tidak ditumpuk). Untuk
mempercepat proses penurunan kadar air benih, disarankan brangkasan
dihembus dengan udara panas dari pemanas buatan (dryer).
Brangkasan kedelai yang telah kering perlu segera dirontok. Perontokan
dapat dilakukan secara manual (dipukul-pukul) pada kadar air biji 12-13% atau
secara mekanis menggunakan pedal thresher atau power thresher pada kadar air
biji 14-15% dengan kecepatan putaran silinder tidak lebih dari 400 rpm. Secara
umum, perontokan benih perlu dilakukan secara hati-hati untuk menghindari
benih pecah kulit, benih retak, atau kotiledon terlepas karena hal itu akan
mempercepat laju penurunan daya tumbuh dan vigor benih selama
penyimpanan.
Benih yang telah dirontok langsung dibersihkan dari kotoran benih, seperti
potongan batang, cabang tanaman, dan tanah. Pembersihan dapat dilakukan
dengan cara ditampi (manual) atau menggunakan blower (cara mekanis).
Selanjutnya akan dilakukan sortasi untuk mendapatkan benih yang berukuran
seragam, benih yang berukran kecil tidak dimasukkan ke dalam lot benih.
Selain memisahkan biji-biji yang berukuran kecil, sortasi juga diperlukan
untuk membuang biji yang ciri-cirinya menyimpang dari sifat-sifat yang
tercantum dalam deskripsi varietas, antara lain warna hilum, warna kulit, dan
bentuk benih. Membuang biji yang ciri-cirinya menyimpang dilakukan dari benih
ke benih (seed-to-seed). Kegiatan ini penting artinya dalam upaya perbaikan
mutu genetik benih dari varietas bersangkutan.
Benih yang sudah bersih dan ukurannya seragam segera dikeringkan
hingga mencapai kadar air 9%. Untuk menghindari timbulnya kerusakan mutu
fisiologis benih akibat lamanya proses sortasi, maka benih dapat dikeringkan
terlebih dahulu hingga kadar air 9% baru kemudian disortasi. Pengeringan benih
dilakukan dengan menjemur di bawah sinar matahari, menggunakan alas terpal
xxi
plastik atau tikar pada lantai jemur yang kering, dengan ketebalan benih sekitar
2-3 lapis benih. Pembalikan benih pada saat penjemuran dilakukan setiap 2-3
jam agar benih kering secara merata. Pada saat cuaca cerah, penjemuran dapat
dimulai sejak pukul 8.00 hingga pukul 12.00, selama 2-3 hari berturut-turut.
Hindari sengatan sinar matahari yang terlalu panas pada saat penjemuran.
Benih dikemas menggunakan bahan kedap udara untuk menghambat
masuknya uap air dari luar. Kantong plastik kapasitas 2 atau 5 kg dengan
ketebalan 0,08 mm satu lapis atau 0,05 mm dua lapis cukup baik digunakan. Sak
plastik kapasitas 25 kg dengan terlebih dahulu dilapisi plastik inner dengan
ketebalan 0,08 mm. Kemasan ditutup rapat dengan cara diikat atau delaminating.
Kaleng/blek bertutup rapat dengan kapasitas 10-15 kg dapat juga digunakan.
Benih dalam kemasan dapat disimpan di dalam ruangan beralas kayu atau
pada rak-rak kayu agar kemasan tidak bersinggungan langsung dengan lantai
semen. Benih dalam penyimpanan harus terhindar dari serangan hama tikus atau
hewan pengganggu lainnya yang dapat merusak kemasan maupun benih.
Usahakan menyimpan benih pada ruangan tersendiri yang ber-AC dan memakai
dehumidifier, jangan menyimpan benih bersama bahan-bahan lain yang dapat
menyebabkan ruangan menjadi lembab.
Benih disimpan secara teratur. Selama penyimpanan perlu adanya
pemisahan benih varietas yang satu dari varietas lainnya. Setiap tumpukan benih
dilengkapi dengan kartu pengawasan yang berisi informasi : nama varietas,
tanggal panen, asal petak produksi, kuantitas benih asal (pada saat awal
penyimpanan), kuantitas pada saat pemeriksaan stok terakhir, dan hasil uji daya
kecambah terakhir (tanggal, % daya kecambah).
3.3. Parameter yang diamati
Pengamatan dilakukan terhadap hasil polong kering yang lulus dalam
sertifikasi benih.
3.4. Analisis Data
Data pengamatan di tabulasi dan ditampilkan dalam bentuk tabel.
xxii
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pelaksanaan Koordinasi
Koordinasi dilakukan mulai dari tingkat propinsi, kabupaten sampai
dengan kecamatan. Koordinasi ke UPTD BBI TPPH Provinsi Sumatera Barat
dilakukan dalam rangka persiapan turun ke lapangan dan perencanaan
penggunaan BBI Rambatan untuk perbanyakan benih sumber kedelai.
Koordinasi di tingkat kabupaten dilaksanakan dalam rangka CP/CL kelompok tani
penangkar di Kabupaten Tanahdatar, Kabupaten Sijunjung, dan Kota
Sawahlunto.
Koordinasi di tingkat pusat dilakukan dalam kegiatan, yaitu: (1) Rapat
Koordinasi dan Sinergi antar UK/UPT terkait Pengelolaan Sistem Informasi UPBS;
dan (2) Rapat Koordinasi Peningkatan Produksi Benih Sumber dan Penguatan
Penangkar. Pada rapat koordinasi tersebut diantaranya dibicarakan tentang
pelaksanaan kegiatan perbenihan dijajaran Balitbangtan. Kegiatan koordinasi
disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Kegiatan rapat koordinasi perbenihan lingkup Balitbangtan di Jakarta.
4.2. Realisasi Kegiatan
Sampai akhir tahun 2015, realisasi tanam untuk menghasilkan benih kelas
SS telah direalisasikan seluas + 31,5 ha. Sedangkan untuk menghasilkan benih
kelas FS telah direalisasikan seluas 1 ha. Realisasi kegiatan disajikan pada Tabel
1.
Tabel 1. Realisasi tanam kegiatan perbanyakan benih sumber kedelai sampai
xxiii
akhir tahun 2015.
No Lokasi Kelas Benih
Varietas Luas Tanam
Tanam
1 KP Rambatan, Kab. Tanahdatar
SS Anjasmoro 1 Maret 2015
2 Keltan Muaro
Sikabau, Kota Sawahlunto
SS Panderman 6 April 2015
3 Keltan Buah Palo,
Kota Sawahlunto
SS Burangrang 7,5 April 2015
4 Keltan Ujung Tanjung Ngalau,
Kota Sawahlunto
SS Gepak Kuning
7 Juli 2015
5 Keltan Jambu Sakato, Kabupaten
Sijunjung
SS Gepak Kuning
5 Agustus 2015
6 Keltan Pacicingan, Kabupaten Sijunjung
SS Gepak Kuning
5 September 2015
Jumlah 31,5
1 KP Rambatan, Kab.
Tanahdatar
FS Anjasmoro 1 November
2015
Jumlah 1
4.3. Pelaksanaan Sosialisasi dan Pelatihan
Pertemuan dengan anggota kelompok tani kooperator dilakukan dalam
bentuk sosialisasi dan pelatihan. Pelaksanaan kegiatan sosialisasi dan pelatihan
tentang topik “Perbanyakan Benih Kedelai” dilakukan sebelum penanaman
kedelai di lapangan. Pelatihan selanjutnya dengan topik “rouging” dilaksanakan
di lapangan. Pada pertemuan ini, juga dihadiri oleh penyuluh, PBT, aparat
nagari/desa, dan lain-lain. Kegiatan sosialisasi dan pelatihan disajikan pada
Gambar 2.
xxiv
Keltan Buah Palo, Kota Sawahlunto
Keltan Muaro Sikabau, Kota Sawahlunto
Keltan Ujung Tanjung Ngalau, Kota Sawahlunto
Keltan Pacicingan, Kabupaten Sijunjung
Keltan Jambu Sakato, Kabupaten Sijunjung
Gambar 2. Kegiatan sosialisasi dan pelatihan perbanyakan benih sumber
kedelai di Sumatera Barat.
xxv
4.4. Pelaksanaan Lapangan
Pelaksanaan di lapangan dan tampilan tanaman kedelai disajikan pada
Gambar 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9.
Gambar 3. Kegiatan perbanyakan benih sumber kedelai di Keltan Muaro
Sikabau, Sawahlunto Sumatera Barat.
xxvi
Gambar 4. Kegiatan perbanyakan benih sumber kedelai di Keltan Buah Palo,
Sawahlunto Sumatera Barat.
Gambar 5. Kegiatan perbanyakan benih sumber kedelai di Keltan Ujung
Tanjung Ngalau, Sawahlunto Sumatera Barat.
xxvii
Gambar 6. Kegiatan perbanyakan benih sumber kedelai di Keltan Pacicingan,
Sijunjung Sumatera Barat.
Gambar 7. Kegiatan perbanyakan benih sumber kedelai di Keltan Jambu Sakato,
Sijunjung Sumatera Barat.
xxviii
Gambar 8. Kegiatan perbanyakan benih sumber kedelai kelas SS di KP
Rambatan, Batusangkar Sumatera Barat.
Gambar 9. Kegiatan perbanyakan benih sumber kedelai kelas FS di KP
Rambatan, Batusangkar Sumatera Barat.
xxix
4.5. Hasil Calon Benih dan Benih Bersertifikat
Hasil sementara calon benih kedelai yang didapatkan dari kegiatan ini
adalah sebanyak 8.673 kg dan yang telah diproses menjadi benih bersertifikat
kelas SS sebanyak 4.825 kg, yang terdiri dari: 795 kg varietas Anjasmoro, 3.050
kg varietas Burangrang, dan 980 kg varietas Gepak Kuning (Tabel 2).
Tabel 2. Hasil calon benih dan benih kedelai bersertifikat pada kegiatan perbanyakan benih sumber kedelai sampai akhir tahun 2015.
No Varietas Kelas
Benih
Calon
Benih (kg)
Benih
Bersertifikat (kg)
Keterangan
1 Anjasmoro SS 990 795 -
2 Burangrang SS 3.658 3.050 Serangan hama ulat grayak
3 Panderman SS 0 0 Kekeringan dan serangan
hama/penyakit polong.
4 Gepak Kuning SS 1.275 980 Kekeringan dan serangan hama
monyet
5 Gepak Kuning SS 2.750 Dalam proses seleksi di UPBS
6 Gepak Kuning SS 1.117 Dalam proses seleksi di UPBS
7 Gepak Kuning SS Dalam proses
pasca panen di tingkat petani
8 Anjasmoro FS Stadia mulai
berbunga
Jumlah 9.790 4.825
Catatan: calon benih kelas SS (Gepak Kuning) yang akan diproses diperkirakan sebanyak + 2 ton, dan kelas FS (Anjasmoro) sebanyak 1,5- 2,0 ton.
Secara umum terlihat bahwa jumlah calon benih dan benih bersertifikat
yang dihasilkan relatif rendah. Hal ini dikarenakan adanya deraan lingkungan,
seperti kekeringan, serangan hama/penyakit, kebanjiran, dan saat panen
bertepatan dengan musim hujan. Di Keltan Muaro Sikabau Sawahlunto, tidak
dapat dilakukan panen untuk varietas Panderman kelas benih SS karena deraan
kekeringan dan tingginya serangan hama/penyakit polong. Di Keltan Ujung
Tanjung Sawahlunto, hasil yang didapatkan sangat rendah karena deraan
kekeringan dan serangan hama monyet saat tanaman masih stadia vegetatif
(muda). Di Keltan Buah Palo Sawahlunto, hasil yang didapat relatif rendah
xxx
karena pada beberapa lokasi diserang hama ulat grayak. Sementara itu, di Keltan
Pacicingan dan Keltan Jambu Sakato di Sijunjung, rendahnya hasil disebabkan
kebanjiran dan waktu panen yang bertepatan dengan musim hujan sehingga
calon benih tidak bisa diproses menjadi benih karena banyak biji kedelai yang
berwarna hitam akibat serangan cendawan.
4.6. Distribusi Benih Bersertifikat
Sampai laporan ini dibuat, distribusi benih bersertifikat kelas SS yang sudah
distribusikan ke penangkar benih kedelai sebanyak 1.000 kg, yang terdiri dari:
795 kg varietas Anjasmoro dan 205 kg varietas Burangrang (Tabel 3).
Tabel 3. Distribusi benih kedelai bersertifikat pada kegiatan perbanyakan benih sumber kedelai sampai akhir tahun 2015.
No Varietas Kelas
Benih
Jumlah
(kg)
Asal Penangkar
1 Anjasmoro SS 795 Prov. Jambi
2 Burangrang SS 205 Prov. Jambi
Jumlah 1.000
xxxi
V. KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil kegiatan perbanyakan benih kedelai sampai laporan ini ditulis
dapat disimpulkan, antara lain:
1. Kegiatan perbanyakan benih kedelai terealisasi seluas 31,5 ha untuk
menghasilkan benih kelas SS varietas Anjasmoro, Panderman, Burangrang,
dan Gepak Kuning. Sedangkan untuk kelas benih FS varietas Anjasmoro
seluas 1,0 ha.
2. Calon benih kedelai yang dihasilkan sebanyak 8.673 kg. Dari calon benih ini,
dihasilkan benih bersertifikat kelas benih SS sebanyak 4.825 kg.
3. Masih akan dihasilkan lagi benih kelas SS yang saat ini dalam proses pasca
panen di tingkat petani dan seleksi benih di UPBS.
4. Benih kelas FS saat ini masih stadia mulai berbunga. Diperkirakan panen pada
bulan Februari 2016.
xxxii
VI. KINERJA KEGIATAN
6.1 Keluaran Yang Dicapai
Keluaran sementara yang telah dicapai dari kegiatan Perbanyakan Benih
Sumber Kedelai di Provinsi Sumatera Barat ini adalah: (1) Benih sumber kedelai
varietas Anjasmoro kelas FS sebanyak 0 ton (masih dipertanaman); dan (2)
Benih sumber kedelai varietas Anjasmoro, Burangrang, dan Gepak Kuning
sebanyak 4,825 ton.
6.2. Hasil Yang Dicapai
Tersedianya benih sumber kedelai sebanyak 4,825 ton kelas SS yang
sebagian telah digunakan penangkar benih kedelai untuk dijadikan benih sebar
(BS) di Provinsi Jambi.
6.3. Manfaat Yang Dicapai
Dengan diproduksinya benih sumber kedelai kelas SS sebanyak 4,825 ton
maka kebutuhan benih bagi penangkar benih kedelai, termasuk Satgas BBI,
untuk memproduksi benih sebar kedelai di Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi
Jambi akan dapat terpenuhi dan sistem perbenihan kedelai pun sekaligus akan
menjadi lebih kuat.
6.4. Dampak Yang Dicapai
Dampak yang dicapai dalam kegiatan ini antara lain: (1) meningkatnya
keahlian kelompok penangkar benih dalam memproduksi benih kedelai; (2)
bertambahnya jumlah kelompok penangkar yang mampu memperbanyak benih
kedelai; dan (3) makin banyaknya petani yang berminat bertanam kedelai.
6.5. Kisah Sukses
Kota Sawahlunto mempunyai empat kecamatan, yaitu: Talawi, Barangin,
Lembah Segar, dan Silungkang. Pada awal tahun 2000an, kota ini merupakan
daerah sentra produksi kedelai. Namun, perlahan-lahan petani mulai
meninggalkan komoditas ini. Dengan adanya kegiatan perbanyakan benih
sumber kedelai di Kota Sawahlunto tahun 2015 ini mampu merangsang minat
petani untuk kembali bertanam kedelai. Ada kelompok tani yang bertanam
kedelai secara mandiri di kecamatan yang sama pada tahun 2015 dan banyak
petani yang berminat bertanam kedelai pada tahun-tahun selanjutnya.
xxxiii
Tersedianya benih sumber kedelai sebanyak 4,825 ton kelas SS saat ini, dapat
digunakan untuk sumber benih bagi kelompok penangkar di Kota ini.
DAFTAR PUSTAKA
Adie, M.M. 2013. Varietas Unggul Kedelai di Indonesia. Materi Workshop Teknik Produksi Benih Kedelai Bagi Petugas UPBS BPTP dan Penangkar.
Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi, Malang. Atman. 2014. Produksi Kedelai: Strategi Meningkatkan Produksi Kedelai Melalui
PTT. Penerbit Graha Ilmu Yogyakarta; 141 hlm.
Balitkabi. 2013. Panduan dan Materi Workshop Teknik Produksi Benih Kedelai Bagi Petugas UPBS BPTP dan Penangkar. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi, Malang.
Departemen Pertanian. 2006. Peraturan Menteri Pertanian Nomor
39/Permantan/ OT.140/8/2006 tentang Produksi, Sertifikasi, dan Peredaran Benih Bina.
Marwoto. 2013. Hama Kedelai dan Cara Pengendaliannya. Materi Workshop
Teknik Produksi Benih Kedelai Bagi Petugas UPBS BPTP dan Penangkar. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi, Malang.
Musaddad, A. 2012. Teknologi Produksi Kedelai, Kacang Tanah, Kacang Hijau,
Ubi Kayu, dan Ubi Jalar. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Malang.
Nugrahaeni, N. 2013. Teknik Produksi Benih Kedelai. Materi Workshop Teknik
Produksi Benih Kedelai Bagi Petugas UPBS BPTP dan Penangkar. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi, Malang.
Prayogo, Y. 2013. Identifikasi Penyakit Utama Kedelai dan Cara
Pengendaliannya. Materi Workshop Teknik Produksi Benih Kedelai Bagi Petugas UPBS BPTP dan Penangkar. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi, Malang.
Suyamto, R. Suhendi, Marwoto, Subandi, dan R. Hidayat. 2007. Pedoman Umum Produksi Benih Sumber Kedelai. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta.
Sundari, T. dan N. Nugrahaeni. 2013. Petunjuk Teknis Produksi Benih Sumber Kedelai. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta.
Tastra, I.K. dan N.R. Patriyawaty. 2013. Teknik Prosesing dan Penyimpanan
Benih Kedelai. Materi Workshop Teknik Produksi Benih Kedelai Bagi Petugas UPBS BPTP dan Penangkar. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi, Malang.
Taufiq, A. 2013. Masalah Unsur Hara dan Pemupukan Spesifik Lokasi pada Tanaman Kedelai. Materi Workshop Teknik Produksi Benih Kedelai Bagi Petugas UPBS BPTP dan Penangkar. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi, Malang.