LAPORAN AKHIR INSENTIF RISET SINAS PENGEMBANGAN TEKNIK EX VITRO ROOTING UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI BIBIT KELAPA KOPYOR TRUE-TO-TYPE SECARA IN VITRO Kode Proposal: RD-2015-0117 Bidang Prioritas: Riset Pengembangan Perkebunan (benih unggul, budidaya, rekayasa alat dan mesin, produk turunan kelapa sawit dan kakao) Jenis Riset: Insentif Riset Dasar (RD) Universitas Muhammadiyah Purwokerto Kampus Dukuhwaluh, Kembaran, Purwokerto, 53182 Jawa Tengah DESEMBER 2015
47
Embed
LAPORAN AKHIR INSENTIF RISET SINASdigital.library.ump.ac.id/140/1/Laporan Full Text.pdf · 2019. 3. 11. · LAPORAN AKHIR INSENTIF RISET SINAS PENGEMBANGAN TEKNIK EX VITRO ROOTING
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAPORAN AKHIR
INSENTIF RISET SINAS
PENGEMBANGAN TEKNIK EX VITRO ROOTING UNTUK
MENINGKATKAN PRODUKSI BIBIT KELAPA KOPYOR TRUE-TO-TYPE
SECARA IN VITRO
Kode Proposal: RD-2015-0117
Bidang Prioritas: Riset Pengembangan Perkebunan (benih unggul,
budidaya, rekayasa alat dan mesin, produk turunan kelapa sawit dan kakao)
Jenis Riset: Insentif Riset Dasar (RD)
Universitas Muhammadiyah Purwokerto
Kampus Dukuhwaluh, Kembaran, Purwokerto, 53182 Jawa Tengah DESEMBER 2015
RINGKASAN EKSEKUTIF Kelapa kopyor merupakan plasma nutfah Indonesia yang bernilai ekonomi tinggi sehingga dapat digunakan dalam program pemberantasan kemiskinan petani secara nasional. Namun, program tersebut mengalami kendala karena pembibitan kelapa kopyor true-to-type yang mampu menghasilkan 100 % buah kopyor belum dapat dilakukan. Satu -satunya alternatif untuk memecahkan permasalah tersebut adalah dengan menggunakan kultur embryo karena pembibitan secara alami tidak dapat dilakukan. Namun, kendala utama yang dihadapi dalam aplikasi kultur embryo kelapa kopyor adalah rendahnya persentase keberhasilan pada tahap aklimatisasi (kurang dari 30 %) sebagai akibat belum ditemukannya protokol aklimatisasi yang tepat untuk kelapa kopyor. Disamping itu, hampir 50 % dari plantlet yang dihasilkan kultur embryo tidak memiliki akar ataupun memiliki akar yang tidak fungsional, akibatnya hampir seluruh plantlet akan mati jika diaklimatisasikan. Oleh karena itu ditambahan tahap induksi akar pada teknik kultur embryo. Penambahan satu tahapan induksi akar pada kultur embryo menjadikan teknik tersebut lebih lama (1-3 bulan lebih lama), kurang efisien, resiko kegagalan yang meningkat akibat kontaminasi serta meningkatkan biaya produksi. Oleh karena itu upaya untuk mencari protokol kultur embryo yang lebih singkat dan efisien perlu dilakukan. Pada penelitian ini dilakukan optimasi induksi akar dan aklimatisasi yang dilakukan secara bersamaan melalui teknik ex vitro rooting.
Dua topik utama yang akan dilakukan selama 10 bulan, yaitu optimasi teknik ex vitro rooting untuk aklimatisasi bibit kelapa kopyor dengan target meningkatkan keberhasilan aklimatisasi plantlet kelapa kopyor tanpa akar dari 0 % menjadi 70 %. Pada penelitian ini akan dilakukan uji pengaruh zat pengatur tumbuh dan uji pengaruh lingkungan. Topik penelitian kedua adalah studi perbandingan morfologi, anatomi dan biokimia antara bibit kelapa kopyor yang berhasil diaklimatisasikan dengan bibit kelapa yang dihasilkan secara alami guna menjelaskan faktor penyebab kegagalan aklimatisasi bibit kelapa kopyor.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa teknik ex vitro rooting berhasil diaplikasikan untuk induksi akar dan aklimatisasi bibit kelapa kopyor yang dihasilkan secara in vitro dengan tingkat keberhasilan yang tinggi (di atas 90 %). Bahkan, plantlet yang semula tidak memiliki akar berhasil diinduksi pembentukan akar primer maupun sekunder secara ex vitro bersamaan dengan proses aklimatisasi selama 3 bulan dengan tingkat keberhasilan di atas 65 %. Perlakuan terbaik yang digunakan untuk menginduksi pembentukan akar secara ex vitro sekaligus dilakukan aklimatisasi adalah dengan menggunakan mini growth chamber yang didalamnya diisi medium tanam dengan penambahan 10-6 M asam indole butirat (IBA).
Pemeliharaan bibit kelapa kopyor dengan menggunakan teknik ex vitro rooting yang dipelihara dengan
intensitas cahaya yang tinggi, sinar matahari secara langsung (10.000 - 12.000 lux) maupun di bawah screen house (5.000 - 6.000 lux) tidak mampu menghasilkan bibit dengan persentase keberhasilan yang tinggi.
Hasil penelitian studi perbadingan anatomi bibit kelapa kopyor in vitro dengan bibit kelapa kopyor sesudah
ex vitro rooting dan aklimatisasi di screen house menunjukkan adanya peningkatan ketebalan daun khususnya dalam hal ketebalan jaringan palisade parenkim maupun jumlah stoma khususnya pada jumlah stomata pada permukaan bagian bawah daun, serta kadar klorofil a dan klorofil total. Berdasarkan studi anatomi dapat disimpulkan bahwa bibit kelapa kopyor hasil kultur embryo membutuhkan perlakuan khusus selama proses aklimatisasi sebelum bibit tersebut ditanaman di lapang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik ex vitro rooting memberikan terobosan baru dalam menginduksi
akar bibit hasil kultur jaringan secara efisien sekaligus dilakukan aklimatisasi. Langkah selanjutnya sampai saat ini masih dilakukan studi perbandingan biokimia antara bibit kelapa kopyor yang berhasil diaklimatisasikan dengan bibit kelapa yang dihasilkan secara alami serta analisis data yang telah diperoleh maupun penulisan artikel ilmiah untuk dipublikasi di jurnal internasional. Kata kunci : Kultur embryo; Kelapa kopyor; Mini growth chamber; ex vitro rooting, aklimatisasi
Halaman Lembar Identitas dan Pengesahan ................................................................................. i Ringkasan Eksekutif ....................................................................................................... ii Daftar Isi ......................................................................................................................... iii Daftar Tabel .................................................................................................................... v Daftar Gambar ................................................................................................................ vi BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1 1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1 BAB II STUDI PUSTAKA........................................................................................ 3 2.1 Kelapa dan Kelapa Kopyor .................................................................... 3 2.2 Perbanyakan Kelapa Kopyor Secara In Vitro …………………………… 4 2.3 Research ProgressAklimatisasi Bibit Kelapa Kopyor ........................... 5 2.4 Research progress tentang Uji Keragaman Genetika Kelapa Kopyor
Hasil Kultur Jaringan serta Kemungkinan Aplikasinya pad kelapa Kopyor .................................................................................................
7
2.5 Peta Jalan Penelitian .............................................................................. 7BABIII TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN............................................... 13 3.1 Tujuan Penelitian ................................................................................... 13 3.2 Manfaat Penelitian.................................................................................. 13BABIV METODE PENELITIAN ............................................................................. 16 4.1 Lokasi dan Bahan Penelitian .................................................................. 16 4.2 Optimasi Teknik Ex Vitro Rooting.................................................. 16 4.3 Uji Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)...................................... 18 4.4 Uji Pengaruh Lingkungan ............................................................... 18 4.5 Studi Perbandingan Morfologi, Anatomi dan Biokimia ................... 19 4.5.1 Uji Morfologi ………………………………………………….. 19 4.5.2 Uji Anatomi…………………………………………………….. 20 4.5.3 Uji Biokimia …………………………………........................... 20 4.6 Analisis Data ………………………………………………………….. 20BABV RENCANA CAPAIAN, HASIL DAN PEMBAHASAN........................... 21 5.1 Rencana Capaian .................................................................................... 21 5.2 Hasil ....................................................................................................... 21 5.2.1 Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Keberhasilan Ex Vitro
Rooting dan Aklimatisasi Bibit Kelapa Kopyor .................................
21 5.2.2 Pengaruh Faktor Lingkungan Terhadap Keberhasilan Ex Vitro
Rooting dan Aklimatisasi Bibit Kelapa Kopyor .................................
26 5.2.3 Studi Perbandingan Anatomi dan Biokimia Bibit Kelapa Kopyor
Hasil Kultur Jaringan .........................................................................
27 5.3 Pembahasan ............................................................................................ 31BABVI KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 35
DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 2.1 Road map penelitian kelapa kopyor di Laboratorium Genetika dan Botani,
Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Huruf dengan warna merah menunjukkan penelitian telah dilakukan, biru menunjukkan penelitian tahun pertama, hijau menunjukkan penelitian tahun kedua, ungu menunjukkan penelitian tahun ketiga, sedangkan warna hitam merupakan progam penelitian lanjutan sesudah kegiatan penelitian ini berakhir...................................................
4.2 Mini growth chamber yang akan digunakan dalam induksi kalus secara ex vitro (ex vitro rooting) untuk kategori plantlet dengan akar yang tidak fungsional …..
19 5.1 Bibit kelapa kopyor tanpa akar sebelum percobaan (A) dibandingkan dengan
bibit kelapa kopyor sesudah 3 bulan kultur pada medium dengan penambahan asam indol butirat (IBA) dengan konsentrasi 10-6 M (B), 5x10-6 M (C) dan 10-5 M (D). Bibit ditanam di dalam mini growth chamber dengan menggunakan teknik ex vitro rooting. …………………………………………………………..
22 5.2 Hasil uji pengaruh zat pengatur tumbuh asam indol butirat (IBA; ) dan asam
naftalena asetat (NAA ; ) yang ditambahkan ke dalam medium tanam terhadap tingkat kelulushidupan (survival rate) dari bibit kelapa kopyor tanpa akar yang ditanam dengan menggunakan teknik ex vitro rooting (A) dan persentase bibit yang berhasil diinduksi akar (B) setelah 3 bulan kultur di dalam mini growth chamber. Huruf yang sama yang mengikuti setiap diagram batang menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda secara signifikan berdasarkan uji Fisher’s Least Significant Differences (LSD) dengan tingkat kepercayaan 95 %.
23
5.3 Hasil pengukuran ciri-ciri morfologi bibit kelapa kopyor yang berhasil diaklimatisasikan dengan menggunakan teknik ex vitro rooting setelah tiga bulan tanam. Tinggi bibit (A), berat basah (B) dan jumlah daun yang terbuka (C) pada bibit yang digunakan pada awal percobaan ( ) dibandingkan dengan bibit yang dipelihara pada medium tanam dengan penambahan IBA ( ) dan NAA ( ) pada konsentrasi 10-6- 10-5 M maupun pada medium tanpa penambahan ZPT (kontrol). Huruf yang sama yang mengikuti setiap diagram batang menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda secara signifikan berdasarkan uji Fisher’s Least Significant Differences (LSD) dengan tingkat kepercayaan 95 %..........................................................................................
25 5.4 Bibit hasil ex vitro rooting yang telah dipindahkan ke lingkungan ekternal
selama 2 bulan dengan tingkat keberhasilan yang tinggi (A). Bibit tanpa akar maupun dengan akar berhasil tumbuh dengan baik dan terinduksi akar selama
tahap penanaman pada lingkungan ekternal di screen house ................................ 5.5 Hasil uji pengaruh intensitas cahaya terhadap keberhasilan induksi akar dan
aklimatisasi bibit kelapa kopyor. A. Seluruh bibit yang ditanam di bawah sinar matahari secara langsung (intensitas cahaya 10.000-12000 lux) mati karena terbakar, B. Bibit yang ditanam dibawah screen house dengan intensitas cahaya 5000 - 6000 lux mengakibatkan sebagian besar bibit mati dan hanya sekitar 20 % dari bibit yang ditanam mampu bertahan setelah 3 bulan aklimatisasi (C) ......
27 5.6 Hasil pengukuran anatomi perbandingan ketebalan daun antara daun yang
diisolasi dari bibit kelapa kopyor dalam kondisi in vitro maupun bibit kelapa kopyor setelah perlakuan ex vitro rooting selama 3 bulan dengan bibit kelapa kopyor sesudah aklimatisasi selama tiga bulan di screen house dengan pembanding bibit kelapa kopyor yang ditumbuhkan secara alami.........................
28 5.7 Contoh irisan melintang yang dilakukan pada daun bibit kelapa in vitro (A),
bibit setelah ex vitro rooting selama 3 bulan (B), bibit setelah aklimatisasi di screen house selama 3 bulan, serta bibit kelapa kopyor yang dipelihara secara alami sebagai kontrol (D).......................................................................................
29 5.8 Hasil penghitungan jumlah stoma pada permukaan atas dan permukaan bawah
daun kelapa yang diisolasi dari bibit in vitro, bibit hasil ex vitro rooting selama 3 bulan, bibit hasil aklimatisasi selama 3 bulan di screen house serta bibit kelapa kopyor hasil pembibitan secara alami sebagai kontrol...............................
30 5.9 Hasil pengukuran kadar klorofil a dan b pada daun bibit kelapa yang hidup
dalam kondisi in vitro, bibit setelah mengalami ex vitro rooting selama 3 bulan dan bibit setelah 3 bulan di screenhouse dibandingkan dengan bibit kelapa kopyor hasil pembibitan secara alami sebagai kontrol ..........................................
Kendala Lain yang dihadapi dalam menghasilkan bibit kelapa kopyor secara in vitro adalah pada tahap aklimatisasi, Sampai saat ini teknik aklimatisasi yang dapat digunakan untuk kelapa kopyor belum berkembang dengan baik. Teknik aklimatisasi dengan cara bibit disungkup satu-per satu dengan menggunakan plastik selama beberapa bulan sebelum dipindahkan ke lingkungan luar memiliki keberhasilan cukup tinggi (80 %) khususnya pada bibit yang memiliki akar yang lengkap, namun teknik tersebut membutuhkan tenaga kerja yang banyak serta kurang efisien (Magdalita et al., 2010b). Teknik tersebut juga memberikan hasil yang rendah (kurang dari 20 %0 ketika diaplikasikan pada bibit kelapa kopyor (Mashud and Manaroinsong, 2007; Sukendah, 2009). Teknik lain dengan menggunakan tenda plastik menunjukkan keberhasilan aklimatisasi yang cukup baik, yaitu sekitar 80 %, namun hanya untuk bibit yang memiliki akar lengkap (Orense et al., 2011). Teknik yang memiliki keberhasilan paling tinggi (di atas 95 %) adalah dengan menggunakan sistem photoautotropic (Samosir and Adkins, 2014) , namun teknik ini membutuhkan biaya besar dengan sistem yang komplek untuk gas CO2 dan peralatannya serta belum dapat diaplikasikan pada kelapa kopyor.
Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan perbaikan protokol induksi akar dan aklimatisasi bibit kelapa kopyor yang dihasilkan dari kultur embryo menggunakan teknik ex vitro rooting yang sedang dikembangkan di Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Permasalahn yang lain berupa studi perbandingan morfologi, anatomi dan biokimia antara bibit kelapa kopyor yang dihasilkan dari kultur embryo dengan bibit kelapa yang dihasilkan secara in vitro juga belum pernah dilakukan sampai saat ini. Oleh karena itu dalam penelitian ini dilaporkan studi tentang hal tersebut untuk pertama kalinya.
Gambar 2.1 Road map penelitian kelapa kopyor di Laboratorium Genetika dan Botani,
Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Huruf dengan warna dan dalam kotak dengan tulisan SINAS 2015 merupakan progam penelitian yang akan dilakukan dalam kegiatan ini.
5. Uji kompetensi dan keragaman genetika akan dilakukan pada bibit yang ditanam di
Kebun plasma nutfah kelapa kopyor hasil penelitian pada tahun kedua dari proyek
seperti movie world, dream world dan sea world, namun dalam hal ini coconut world.
Proyek theme park ini merupakan gabungan dari rekreasi dan pendidikan.
Dari kegiatan tersebut telah dihasilkan 5 artikel yang telah dipublikasi di journal
internasional ternama dengan impact factor antara 1 ,0 - 3,6, satu hak paten, beberapa
paper yang presentasikan di seminar nasional dan internasional. Artikel yang telah
dipublikasikan tersebut antara lain :
Sisunandar, Rival, A., Turquay, P., Samosir, Y. & Adkins, S. W. (2010). Cryopreservation of coconut (Cocos nucifera L.) zygotic embryos does not induce morphological, cytological or molecular changes in recovered seedlings. Planta. 232: 435 - 447.
Sisunandar, Sopade, P. A., Samosir, Y., Rival, A. & Adkins, S. W. (2010). Dehydration improves cryopreservation of coconut (Cocos nucifera L.). Cryobiology. 61: 289–296.
Sisunandar, Sopade, P. A., Samosir, Y., Rival, A. & Adkins, S. W. (2012). Conservation of coconut (Cocos nucifera L.) germplasm at sub-zero temperature. CryoLetters. 33: 465-475.
Sisunandar, Novarianto, H., Mashud, N., Samosir, Y.M.S.& Adkins, S.W. (2014). Embryo maturity plays an important role for the successful cryopreservation of coconut (Cocos nucifera). In vitro Cellular & Developmental Biology-Plant. 50 : 688-685.
Nguyen, Q.T., Bandupriya, H.D.D., Lopez-Villalobos, A., Sisunandar, Foale, M., &Adkins, S.W. (2015). Tissue culture and assoociated biotechnological interventions for the improvement of coconut (Cocos nucifera L.) : A review. Planta. 242 : 1059 - 1076.
Sisunandar, Alkhikmah, Husin, A.& Suyadi, A. (2015). Embryo incision as a new technique to double seedling production of Indonesian elite coconut type "Kopyor". Journal of Mathematical and Fundamental Sciences. 47 : 252 - 260.
Uji Pengaruh zat pengatur tumbuh dan Pengaruh lingkungan
Tingkat keberhasilan induksi akar dan aklimatisasi kurang dari 20 %
Tingkat keberhasilan aklimatisasi di atas 75 %
Tidak ada protokol induksi akar yang dilakukan bersamaan dengan aklimatisasi
Tersedia protokol induksi akar sekaligus aklimatisasi melalui teknik ex vitro rooting sehingga mempersingkat waktu dan menurunkan biaya produksi bibit kelapa kopyor true-to-type yang siap diajukan untuk pengurusan hak atas kekayaan intelektual (Hak Patent).
Studi perbandingan anatomi, morfologi dan biokimia
Tidak tersedia informasi tentang studi perbandingan anatomi, morfologi dan biokimia pada bibit kelapa kopyor sebelum dilakukan aklimatisasi dengan bibit yang berhasil diaklimatisasi
Tersedia informasi tentang studi perbandingan tersebut dan tersedia artikel dengan tema : "Physiological and morphological diferences between in vitro germinated and normal seedlings of coconut Kopyor" akan siap untuk disubmit pda jurnal nasional terakreditasi dengan target journal : Journal of Mathematical and Fundamental Sciences (ITB; terakreditasi B).
5.2 Hasil
5.2.1 Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Keberhasilan Ex Vitro Rooting dan Aklimatisasi Bibit Kelapa Kopyor
Sampai saat ini (80 % pertanggungjawaban), penelitian tentang Uji pengaruh Zat
Pengatur Tumbuh (ZPT) telah dilakukan dengan menggunakan dua macam ZPT, yaitu
asam indol butirat (IBA) dan asam indol asetat (NAA) dengan konsentrasi tiga buah
Hasil penelitian pada bibit kelapa kopyor tanpa akar (Gambar 5.1 A) yang ditanam
pada medium dengan penambahan asam indol butirat (IBA) menunjukkan bahwa teknik
ex vitro rooting berhasil menginduksi akar secara ex vitro serta meningkatkan
kelulushidupan bibit selama proses induksi akar dan aklimatisasi. Teknik ex vitro rooting
tanpa tanpa penambahan ZPT berhasil meningkatkan keberhasilan aklimatisasi sampai 60
% (Gambar 5.2 A), sedangkan pemeliharaan bibit pada medium dengan penambahan 10-6
M IBA berhasil meningkatkan tingkat kelulushidupan sampai di atas 90 % (Gambar 5.1 B
dan Gambar 5.2 A). Pemberian perlakuan dengan menggunakan IBA pada konsentrasi
yang lebih tinggi (5x10-6 dan 10-5 M) tidak menghasilkan tingkat kelulushidupan yang
lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan sebelumnya (Gambar 5.1 C-D serta Gambar
5.2 A).
Gambar 5.1 Bibit kelapa kopyor tanpa akar sebelum percobaan (A) dibandingkan dengan bibit kelapa kopyor sesudah 3 bulan kultur pada medium dengan penambahan asam indol butirat (IBA) dengan konsentrasi 10-6 M (B), 5x10-6 M (C) dan 10-5 M (D). Bibit ditanam di dalam mini growth chamber dengan menggunakan teknik ex vitro rooting.
Namun demikian, hasil yang berlawanan ditunjukkan pada medium tanan dengan
penambahan NAA (Gambar 5.2 A). Penambahan NAA ke dalam medium tanam justru
menurunkan tingkat kelulushidupan bibit yang diaklimatisasi, bahkan pada medium
dengan penambahan 10-5 M NAA hanya menghasilkan bibit dengan tingkat
kelulushidupan sekitar 20 %.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tidak semua bibit yang berhasil hidup
setelah tiga bulan kultur mampu diinduksi pembentukan akarnya secara ex vitro (Gambar
5.2 B). Pada medium tanpa penambahan ZPT, tingkat keberhasilan induksi akar secara ex
vitro berkisar 60 %, sedangkan pada medium dengan penambahan 10-6 M IBA berhasil
menginduksi akar hampir 70 %. Penambahan ZPT dengan konsentrasi yang lebih tinggi
justru menurunkan keberhasilan induksi akar secara ex vitro. Hal yang sama juga
ditunjukkan dengan penambahan NAA ke dalam medium tanam ayng tidak efektif
meningkatkan keberhasilan induksi akar.
Gambar 5.2 Hasil uji pengaruh zat pengatur tumbuh asam indol butirat (IBA; ) dan asam naftalena asetat (NAA ; ) yang ditambahkan ke dalam medium tanam terhadap tingkat kelulushidupan (survival rate) dari bibit kelapa kopyor tanpa akar yang ditanam dengan menggunakan teknik ex vitro rooting (A) dan persentase bibit yang berhasil diinduksi akar (B) setelah 3 bulan kultur di dalam mini growth chamber. Huruf yang sama yang mengikuti setiap diagram batang menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda secara signifikan berdasarkan uji Fisher’s Least Significant Differences (LSD) dengan tingkat kepercayaan 95 %.
Hasil pengukuran terhadap bibit yang berhasil hidup setelah tiga bulan aklimatisasi
dengan menggunakan teknik ex vitro rooting menunjukkan bahwa penambahan IBA ke
dalam medium tanam berhasil meningkatkan tinggi bibit, berat basah maupun jumlah daun
Gambar 5.3 Hasil pengukuran ciri-ciri morfologi bibit kelapa kopyor yang berhasil diaklimatisasikan dengan menggunakan teknik ex vitro rooting setelah tiga bulan tanam. Tinggi bibit (A), berat basah (B) dan jumlah daun yang terbuka (C) pada bibit yang digunakan pada awal percobaan ( ) dibandingkan dengan bibit yang dipelihara pada medium tanam dengan penambahan IBA ( ) dan NAA ( ) pada konsentrasi 10-6- 10-5 M maupun pada medium tanpa penambahan ZPT (kontrol). Huruf yang sama yang mengikuti setiap diagram batang menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda secara signifikan berdasarkan uji Fisher’s Least Significant Differences (LSD) dengan tingkat kepercayaan 95 %.
Gambar 5.4 Bibit hasil ex vitro rooting yang telah dipindahkan ke lingkungan ekternal selama 2 bulan dengan tingkat keberhasilan yang tinggi (A). Bibit tanpa akar maupun dengan akar berhasil tumbuh dengan baik dan terinduksi akar selama tahap penanaman pada lingkungan ekternal di screen house. 5.2.2 Pengaruh Faktor Lingkungan Terhadap Keberhasilan Ex Vitro Rooting dan
Aklimatisasi Bibit Kelapa Kopyor
Hasil penelitian pengaruh intensitas cahaya terhadap keberhasilan ex vitro rooting
bibit kelapa kopyor menunjukkan bahwa pemeliharaan pada intensitas cahaya yang tinggi
(10.000 - 12.000 lux) dengan cara dipelihara di bawah sinar matahari secara langsung
mengakibatkan seluruh bibit yang ditanam mati hanya dalam waktu 5 hari (Gambar 5.5).
Hasil pengukuran temperatur dan kelembapan udara menunjukkan bahwa penempatan alat
mini growth chamber di bawah sinar matahari secara langsung mengakibatkan temperatur
meningkat sampai 48 0C pada siang hari dari pukul 10.00 - 13.00 sedangkan temperatur
turun menjadi sekitar 30 0C pada malam hari. Tingginya temperatur udara tersebut
mengakibatkan seluruh bibit yang dipelihara di dalam alat tersebut memiliki daun yang
terbakar (Gambar 5.5.A).
Penelitian dengan menggunakan intensitas cahaya yang lebih rendah (5.000 - 6.000
lux) dengan cara memelihara bibit di bawah screen house juga mengakibatkan sebagian
besar bibit mati selama proses aklimatisasi (Gambar 5.5.B). Hanya sekitar 20 % dari bibit
tetap hidup setelah 3 bulan aklimatisasi sedangkan siswanya mati (Gambar 5.5.C)
Gambar 5.5 Hasil uji pengaruh intensitas cahaya terhadap keberhasilan induksi akar dan aklimatisasi bibit kelapa kopyor. A. Seluruh bibit yang ditanam di bawah sinar matahari secara langsung (intensitas cahaya 10.000-12000 lux) mati karena terbakar, B. Bibit yang ditanam dibawah screen house dengan intensitas cahaya 5000 - 6000 lux mengakibatkan sebagian besar bibit mati dan hanya sekitar 20 % dari bibit yang ditanam mampu bertahan setelah 3 bulan aklimatisasi (C). 5.2.3 Studi Perbandingan Anatomi dan Biokimia Bibit Kelapa Kopyor Hasil Kultur
Jaringan
Hasil studi perbadingan anatomi daun bibit kelapa antara bibit kelapa hasil kultur
jaringan dalam kondisi in vitro dengan bibit kelapa setelah melalui tahapan ex vitro rooting
selama 3 bulan serta bibit kelapa setelah melewati tahapan aklimatisasi di screen house
selama 3 bulan maupun dibandingkan dengan bibit kelapa kopyor yang dipelihara secara
alami menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara kelompok bibit tersebut.
Hasil pengukuran ketebalan daun menunjukkan adanya kecenderungan dengan
semakin bertambahya usia bibit akan memiliki daun yang semakin tebal. Pada bibit kelapa
kopyor dalam kondisi in vitro berumur 4 bulan memiliki daun dengan ketebalan rata-rata
sekitar 155 µm. Ketebalan daun meningkat menjadi sekitar 190 µm pada bibit kelapa
kopyor setelah melewati periode ex vitro rooting maupun aklimatisasi. Namun demikian,
ketebalan daun tersebut masih lebih rendah dari tanaman kontrol berupa bibit kelapa
kopyor hasil pembibitan secara alami yang memiliki ketebalan daun hampir mencapai 250
Hasil pengukuran menunjukkan bahwa ketebalan jaringan palisade parenkim juga
menunjukkan peningkatan yang signifikan dengan bertambahnya umur bibit. Perlakuan ex
vitro rooting mampu meningkatkan ketebalan jaringan palisade parenkim secara signifikan
jika dibandingkan dengan bibit yang dipelihara secara in vitro. Namun demikian ketebalan
jaringan palisade parenkim pada bibit hasil kultur jaringan masih lebih tipis jika
dibandingkan dengan bibit kelapa kopyor hasil pembibitan secara alami (Gambar 5.6 dan
5.7). Pada pengukuran jaringa yang lain seperti ketebalan jaringan spon parenkim, lapisan
epidermis atas maupun lapisan epidermis bawah tidak menunjukkan perbedaan yang
signifikan antara bibit kelapa kopyor in vitro dibandingkan dengan bibit kelapa kopyor
setelah ex vitro rooting selama 3 bulan maupun pemeliharaan di screen house selama 3
bulan (Gambar 5.6).
Gambar 5.6 Hasil pengukuran anatomi perbandingan ketebalan daun antara daun yang diisolasi dari bibit kelapa kopyor dalam kondisi in vitro maupun bibit kelapa kopyor setelah perlakuan ex vitro rooting selama 3 bulan dengan bibit kelapa kopyor sesudah aklimatisasi selama tiga bulan di screen house dengan pembanding bibit kelapa kopyor yang ditumbuhkan secara alami.
Gambar 5.7 Contoh irisan melintang yang dilakukan pada daun bibit kelapa in vitro (A), bibit setelah ex vitro rooting selama 3 bulan (B), bibit setelah aklimatisasi di screen house selama 3 bulan, serta bibit kelapa kopyor yang dipelihara secara alami sebagai kontrol (D).
Hasil penghitungan jumlah stomata setiap mm2 daun menunjukkan adanya
peningkatan jumlah stomata yang signifikan antara bibit kelapa kopyor dalam kondisi in
vitro dibandingkan dengan bibit kelapa kopyor setelah proses ex vitro rooting selama 3
bulan maupun bibit kelapa kopyor setelah aklimatisasi di screen house selama 3 bulan.
Namun demikian, peningkatan jumlah stomata yang signifikan hanya terjadi pada
permukaan bawah daun, sedangkan pada permukaan atas daun tidak ada perubahan secara
signifikan (Gambar 5.8). Jika dibandingkan dengan tanaman kontrol, jumlah stomata
setiap mm2 luas yang lebih tinggi berhasil diamati pada daun yang berasal dari bibit yang
diaklimatisasi di screen house selama 3 bulan. Perbedaan yang signifikan tersebut hanya
terjadi pada permukaan atas daun, sedangkan pada permukaan bawah daun tidak berbeda
secara signifikan.
Hasil pengukuran kadar klorofil pada setiap gram berat basah daun menunjukkan
adanya peningkatan kadar klorofil-a yang signifikan antara bibit yang dipelihara dalam
kondisi in vitro maupun selama dalam proses ex vitro rooting maupun aklimatisasi
dibandingkan dengan tanaman kontrol (Gambar 5.9). Hal sebaliknya terjadi pada klorofil-
b dimana terjadi penurunan kadar klorofil antara bibit yang dipelihara dalam kondisi in
vitro maupun selama dalam proses ex vitro rooting maupun aklimatisasi dibandingkan
Gambar 5.8 Hasil penghitungan jumlah stoma pada permukaan atas dan permukaan bawah daun kelapa yang diisolasi dari bibit in vitro, bibit hasil ex vitro rooting selama 3 bulan, bibit hasil aklimatisasi selama 3 bulan di screen house serta bibit kelapa kopyor hasil pembibitan secara alami sebagai kontrol.
Gambar 5.9 Hasil pengukuran kadar klorofil a dan b pada daun bibit kelapa yang hidup dalam kondisi in vitro, bibit setelah mengalami ex vitro rooting selama 3 bulan dan bibit setelah 3 bulan di screenhouse dibandingkan dengan bibit kelapa kopyor hasil pembibitan secara alami sebagai kontrol.
hasil penelitian juga menunjukkan bahwa bibit selama proses ex vitro rooting dan
aklimatisasi memiliki kadar klorofil total yang lebih rendah dibandingkan dengan bibit
selama proses in vitro (Gambar 5.9). Hal ini sesuai dengan penelitian-penelitian
sebelumnya yang menunjukkan bahwa pada beberapa tanaman proses aklimatisasi akan
menurunkan kadar klorofil total (Paspisilova et al., 1999). Akibatnya tanaman akan
mengalami penurunan laju pertumbuhan selama proses adaptasi dengan kondisi ex vitro
(Minocha et al., 2009). Kadar klorofil total akan meningkat dengan berjalannya waktu
setelah tanaman melewati tahap adaptasi. Hal ini terbukti dengan meningkatnya kadar
klorofil total selama proses ex vitro rooting dan aklimatisasi, meskipun peningkatan
tersebut tidak sifnifikan. Hal ini sesuai dengan penelitian Minocha et al. (2009) yang
menunjukkan adanya peningkatan kadar klorofil total setelah tanaman berhasil
diaklimatisasi dengan kondisi ex vitro.
Secara umum penelitian ini berhasil membuktikan bahwa bibit yang dihasilkan dengan
menggunakan teknik in vitro membutuhkan perlakuan khusus selama proses aklimatisasi
sebelum bibit tersebut ditanaman di lapang.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diperoleh hasil sebagai berikut
(Tabel 5.3).
Tabel 5.3 Kontribusi penelitian INSINAS 2015 terhadap kondisi kultur embryo kelapa kopyor di Indonesia.
Kondisi Sebelum Dilakukan
Penelitian Hasil yang diperoleh sesudah
penelitian Keterangan
Seluruh bibit kelapa kopyor hasil kultur jaringan yang tidak memiliki akar mati jika diaklimatisasikan (Mashud, 2010; Sukendah, 2009; Sukendah et al., 2008)
90 % bibit tanpa akar berhasil diaklimatisasikan selama tiga bulan dengan teknik ex vitro rooting
Medium ditambahkan 10-6 M IBA
Seluruh bibit yang digunakan tidak memiliki akar, baik primer maupun sekunder
65 % bibit memiliki akar primer dan sekuder
Medium ditambahkan 10-6 M IBA
Tingkat keberhasilan induksi akar dan aklimatisasi kurang dari 20 %
Tingkat keberhasilan aklimatisasi di atas 90 %
Tidak ada alat aklimatisasi bibit kelapa kopyor
Tersedia alat aklimatisasi : "MINI GROWTH CHAMBER"
Proses Pendaftaran Patent.
Tidak tersedia protokol kultur embryo yang singkat rata-rarta antara 9 - 12 bulan (Samosir and Adkins, 2014)
Tersedia protokol kultur embryo yang lebih singkat (2 - 3 bulan lebih cepat) dibandingkan dengan protokol konvensional
Tidak ada protokol induksi akar yang dilakukan bersamaan dengan aklimatisasi
Tersedia protokol induksi akar sekaligus aklimatisasi melalui teknik ex vitro rooting sehingga mempersingkat waktu dan menurunkan biaya produksi bibit kelapa kopyor true-to-type.
Tersedia poster
Tidak ada publikasi ilmiah di jurnal internasional tentang kemajuan bioteknologi kelapa
Dihasilkan artikel yang sudah dipublikasikan di journal internasional "PLANTA" dengan impact factor 3,26. Artikel pertama dengan judul " Tissue culture and associated biotechnological intervenstions for the improvement of coconut (Cocos nucifera L.) : a review"
Sedang dipersiapakan Sudah terbit
Tidak ada artikel di jurnal nasional terakreditasi dengan judul : Ex vitro rooting and acclimatization : A new efficeient protocol for seedling production of kopyor coconut"
Dihasilkan artikel dengan judul Ex vitro rooting and acclimatization : A new efficeient protocol for seedling production of kopyor coconut yang siap dipublikasikan di jurnal HAYATI , Journal of Bioscience(Terakreditasi A).
Batugal P., Oliver J., Jayashree K. (2005) Poverty reduction in coconut growing
communities:Astrategyforcoconutinsitu/on-farmconservation.In:BatugalP.,RamanathaRaoV.,OliverJ.(eds),CoconutGeneticResources.InternationalPlant Genetic Resources Institute-Regional Office for Asia, the Pacific andOceania(IPGRI-APO),Serdang,SelangorDE,Malaysia:161-189.
Engelmann F., Batugal P. (2002) Background on the development andimplementationofthecoconutembryoinvitrocultureproject.In:EngelmannF., Batugal P., Oliver J. (eds), Coconut Embryo In Vitro Culture Part II.International Plant Genetic Resources Institute-Regional Office for Asia, thePacificandOceania(IPGRI-APO),Serdang,SelangorDE,Malaysia:1-6.
Coconut Revival-New Posibilities for the 'Tree of Life'. Proceeding of theInternationalCoconutForumheldinCairns,Australia,22-24November2005,ACIARProceedingNo.125:49-56.
KarunA.,SajiniK.K., ParthasarathyV.A. (2002) Increasing theefficiencyofembryoculturetopromotegermplasmcollectinginIndia.In:EngelmannF.,BatugalP.,Oliver J. (eds), CoconutEmbryo InVtroCulture : Part II. InternationalPlantGenetic Resources Institute-Regional Office for Asia, the Pacific and Oceania(IPGRI-APO),,Serdang,SelangorDE,Malaysia:7-29.
LienV.T.M.(2002)CoconutembryocultureinVietnam.In:EngelmannF.,BatugalP.,Oliver J. (eds), CoconutEmbryo InVtroCulture : Part II. InternationalPlant
Genetic Resources Institute-Regional Office for Asia, the Pacific and Oceania(IPGRI-APO),,Serdang,SelangorDE,Malaysia:89-108.
MagdalitaP.M.,DamascoO.P., Adkins S.W. (2010a)Effect ofmedium replenishmentand acclimatization technique on growth and survival of embryo culturedcoconutseedlings.PhilippineScienceLetters,3,1-9.
Mahmud Z., Ferry Y. (2005) Prospek pengolahan hasil samping buah kelapa.Perspektif,4,55-63.
Mashud N. (2010) Pengembangan metode kultur embryo kelapa kopyor yang lebihefisien (30 %). In: Laporan Penelitian Program Insentif Riset Terapan, BalaiPenelitianTanamanKelapadanPalmaLain,Manado.
Mashud N., Manaroinsong E. (2007) Teknik Kultur embryo untuk pengembangankelapakopyor.BuletinPalma,33,37-44.
Maskromo I., Novarianto H. (2007) Potensi genetik kelapa kopyor genjah. WartaPenelitiandanPengembanganPertanian,29,3-5.
Maskromo I., Novarianto H. (2008) Perbanyakan kelapa kopyor secara alami. In:MonograpKelapaKopyor. BalaiPenelitianTanamanKelapadanPalmaLain,Manado,Indonesia.
Minocha R., Martinez G., Lyons B., Long S. (2009) Development of a standardizedmethodology for quantifying total chlorophyll and carotenoids from foliage ofhardwood and conifer tree species. Canadian Journal of Forest Research,39,849-861.
Montero-CortesM.,SaenzT.,CordovaI.,QuirozA.,VerdeilJ.L.,OropezaC.(2010)GA3stimulates the formation and germination of somatic embryops and theexpressionofaKNOTTED-likehomeoboxgeneofCocosnucifera(L.).PlantCellReport,29,1049-1059.
N'NanO.,HockerV.,Verdeil J.L.,Konan J.L.,BaloK.,MondeilF., MalaurieB. (2008)Cryopreservation by encapsulation-dehydration of plumules of coconut (CocosnuciferaL,).CryoLetters,29,339-350.
NordstomJ.E. (1991)Effectofexogenous indole-3-aceticacidand indole -3-butyricacid on internal levels of the respective auxins and their conjugation withaspartic acid during adventitious root formation in Pea cuttings. PlantPhysiology,96,856-861.
Novarianto H., Akuba R.H., Mashud N., Tenda E., Kumaunang J. (2005) Status ofcoconut genetic resources research in Indonesia. In: Batugal P., RamanathaRaoV.,OliverJ.(eds),CoconutGeneticResources. InternationalPlantGenetic
Perera P.I.P., Yakandawala D.M.D., Hocher V., Verdeil J.L., Weerakoon L.K. (2009b)Effect of growth regulators on microspore embryogenesis in coconut anthers.PlantCellandTissueOrganCulture,96,171-180.
Perez-Nunez M.T., Chan J.L., Saenz T., Gonzales T., Verdeil J.L., Oropeza C. (2006)Improved somatic embryogenesis from Cocos nucifera L. plumule explans. InvitroPlantCellular&DevelopmentalBiology,42,37-43.
Persley G.J. (1992)Replanting the tree of life: Towards an international agenda forcoconutplamresearch.CAB-ACIAR,Oxon-UK.
PhillipsR.L.,KaepplerS.M.,OlhoftP.(1994)Geneticinstabilityofplanttissueculture:Breakdownof normal controls. ProceedingNationalAcademic of Science,91,5222-5226.
Raghavan V. (2003)One hundred years of zygotic embryo culture investigations. InvitroPlantCellular&DevelopmentalBiology,39,437-442.
Rani V., Raina S.N. (2000) Genetic fidelity of organized meristem-derivedmicropropagation plants: A critical reappraisal. In Vitro Cellular andDevelopmentalBiology-Plant,36,319-330.
RilloE.P.(2004)Importingandgrowingembryosforthecoconutgenebank.In:IkinR., Batugal P. (eds), GermplasmHealthManagement for COGENT'sMulti-siteInternational Coconut Genebank. International Plant Genetic ResourcesInstitute-Regional Office for Asia, the Pacific and Oceania (IPGRI-APO),Serdang,SelangorDE,Malaysia:62-68.
Rillo E.P., Cueto C.A., MendesW.R., Areza-Ubaldo M.B. (2002) Development of animproved embryo culture protocol for coconut in the Philippines. In:EngelmannF.,BatugalP.,OliverJ.(eds),CoconutEmbryoInVtroCulture:PartII.InternationalPlantGeneticResourcesInstitute-RegionalOfficeforAsia,thePacificandOceania(IPGRI-APO),,Serdang,SelangorDE,Malaysia:41-66.
Salisbury F.B., Ross C.W. (1992) Plant Physiology. Calif Wadsworth PublishingCompany,Belmont.
Samosir Y., Adkins S.W. (2014) Improving acclimatization through thephotoautotropiccultureofcoconut(Cocosnucifera)seedlings:Aninvitrosystemfor the efficient exchange of germplasm. In Vitro Cellular & DevelopmentalBiology-Plant.InvitroCellular&DevelopmentalBiology-Plant,31,144-149.
SamosirY.,MashudN.,NovariantoH.,LienV.T.M.,RilloE.P.,MagdalitaP.M.,DamascoO.P.,KembuA.,FaureM.G.,AdkinsS.W.(2008)Anewembryocultureprotocolfor coconut germplasm conservation and elite-type seedling production.AustralianCentreforInternationalAgriculturalResearch,Canberra.
Sisunandar,RivalA.,TurquayP.,SamosirY.,AdkinsS.W.(2010a)Cryopreservationofcoconut (Cocos nucifera L.) zygotic embryos does not induce morphological,cytologicalormolecularchangesinrecoveredseedlings.Planta,232,435-447.
Sukendah, Sudarsono, Witjaksono, Khumaida N. (2008) Perbaikan teknik kulturembrio kelapa kopyor (Cocos nucifera L.) asal Sumenep, Jawa Timur melaluipenambahanbahanaditifdanpengujianperiodesubkultur.BuletinAgronomi,36,16-23.