i LAPORAN AKHIR HIBAH GRUP RISET UNIVERSITAS UDAYANA IMPLEMENTASI TRI HITA KARANA DALAM PENGELOLAAN WARISAN BUDAYA DUNIA SEBAGAI DAYA TARIK PARIWISATA DI BALI TIM PENELITI Ketua: Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A. (0018025201) Anggota : 1. Dr. I Nyoman Dhana, M.A. (0016095702) 2. Dr. I Ketut Setiawan, M.HUM. (0028025810) Dibiayai oleh DIPA PNBP Universitas Udayana Sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan Penelitian Nomor: 246-353/UN14.2/PNL.01.03.00/2015, tanggal 21 April 2015 FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA UNIVERSITAS UDAYANA OKTOBER, TAHUN 2015
140
Embed
LAPORAN AKHIR HIBAH GRUP RISET UNIVERSITAS UDAYANA · universal value) yang dimiliki oleh filosofi Tri Hita Karana. Beberapa situs yang telah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
i
LAPORAN AKHIRHIBAH GRUP RISET
UNIVERSITAS UDAYANA
IMPLEMENTASI TRI HITA KARANA DALAM PENGELOLAAN WARISANBUDAYA DUNIA SEBAGAI DAYA TARIK PARIWISATA DI BALI
TIM PENELITI
Ketua: Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A. (0018025201)Anggota : 1. Dr. I Nyoman Dhana, M.A. (0016095702)
2. Dr. I Ketut Setiawan, M.HUM. (0028025810)
Dibiayai olehDIPA PNBP Universitas Udayana
Sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan PenelitianNomor: 246-353/UN14.2/PNL.01.03.00/2015, tanggal 21 April 2015
FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYAUNIVERSITAS UDAYANAOKTOBER, TAHUN 2015
UNESCO dalam Konvensi Perlindungan Warisan Budaya dan Alam Dunia di Paris
pada tahun 1972 menegaskan bahwa warisan budaya dunia sebagai hasil karya manusia atau
alam adalah sebagai berikut. ”Hasil karya manusia atau gabungan antara alam dan hasil
karya manusia termasuk dalam hal ini adalah situs purbakala yang mempunyai nilai universal
istimewa dari segi sejarah, kebudayaan atau ilmu pengetahuan”.
Terkait dengan hal di atas, pada tanggal 29 Juni 2012 UNESCO telah menetapkan
landskap budaya Bali sebagai warisan budaya dunia. Penetapan landskap budaya Bali sebagai
warisan budaya dunia oleh Unesco dilandasi oleh nilai keunggulan universal (outstanding
universal value) yang dimiliki oleh filosofi Tri Hita Karana. Beberapa situs yang telah
ditetapkan sebagai warisan budaya dunia meliputi Pura Ulun Danu Batur, Kawasan tinggalan
arkeologi di Aliran Sungai Pakerisan di Kabupaten Gianyar, pura Taman Ayun di Kabupaten
Badung, dan Kawasan subak Catur Angga Pura Batukaru, di Kabupaten Tabanan. Tujuan
utama penetapan kawasan tersebut sebagai warisan budaya dunia adalah meningkatkan
pelestarian kawasan, pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kawasan,
mempertahankan keseimbangan ekologis dan mewujudkan revitalisasi pertanian. Tujuan
tersebut harus bersesuaian dengan falsafah Tri Hita Karana selanjutnya disebut (THK) yang
menekankan pentingnya keharmonisan hubungan manusia dengan Tuhan (Parhyangan),
dengan sesamanya (Pawongan), dan dengan lingkungan alam (Palemahan). Ini berarti,
falsafah THK sangat penting untuk diterapkan dalam pengelolaan warisan budaya dunia
sebagai daya tarik wisata.
Kawasan warisan budaya dunia di Bali berpotensi sebagai daya tarik wisata sehingga
pengelolaannya harus berlandaskan nilai-nilai keunggulan universal THK. Namun kenyataan
di lapangan, masyarakat, industri pariwisata dan pemerintah mungkin saja tidak memahami
dan menerapkan secara utuh nilai-nilai THK yang telah diakui oleh Unesco dalam
pengelolaan kawasan tersebut sebagai daya tarik wisata.
Pemerintah Provinsi Bali telah menetapkan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2
Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali. Bab II, Pasal 2 Peraturan Daerah Provinsi
Bali Nomor 2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali menyatakan bahwa
“Penyelenggaraan Kepariwisataan Budaya Bali dilaksanakan berdasarkan pada asas manfaat,
kekeluargaan, kemandirian, keseimbangan, kelestarian, partisipatif, berkelanjutan, adil dan
v
merata, demokratis, kesetaraan dan kesatuan yang dijiwai oleh nilai-nilai Agama Hindu
dengan menerapkan falsafah Tri Hita Karana” (Pemerintah Provinsi Bali, 2012). Berdasarkan
hal tersebut bahwa nilai-nilai keunggulan universal warisan budaya dunia Pura Taman Ayun
dan Tirta Empul selaras dengan penyelengaaraan kepariwisataan budaya Bali yang juga
dilandasi oleh falsafah Tri Hita karana. Dengan kata lain, pengelolaan Pura Taman Ayun dan
Tirta Empul sebagai daya tarik wisata harus berlandaskan pada falsafah Tri Hita Karana.
Untuk memahami penerapan atau implementasi nilai-nilai THK dalam pengelolaan
warisan budaya dunia sebagai daya tarik wisata di Bali, perlu dikaji melalui penelitian secara
mendalam. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk pengelolaan landskap budaya
Bali sebagai warisan dunia yang berlandaskan pada keunggulan universal nilai-nilai THK.
Bertolak dari paparan di atas, penelitian ini secara khusus bertujuan untuk merancang
model strategi pengelolaan warisan budaya dunia yang berorientasi pada pelestarian alam dan
aspek sosial budaya yang difokuskan pada tiga aspek berikut ini.
1) Pemanfaatan kawasan dan tempat suci sebagai bagian warisan budaya dunia dalam
pengembangan pariwisata.
2) Pemahaman dan implementasi nilai-nilai Tri Hita Karana (THK) oleh sumber daya
manusia dalam pengelolaan warisan budaya dunia untuk pengembangan pariwisata.
3) Kelestarian lingkungan alam dalam konteks pengembangan pariwisata di kawasan yang
telah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia.
Urgensi penelitian ini dapat dilihat dari tujuan khusus yang hendak dicapai sebagaimana
dikemukakan di atas. Bertolak dari tujuan khusus tersebut, hasil penelitian ini diharapkan
dapat bermanfaat secara signifikan, yaitu untuk membuat model pengelolaan warisan budaya
dunia sebagai daya tarik wisata yang dilandasi oleh nilai-nilai keunggulan universal
(outstanding universal value). Implementasi model pengelolaan seperti ini tentu saja
memungkinkan untuk meningkatkan potensi warisan budaya dunia sebagai daya tarik wisata.
Hasil penelitian yang merupakan implementasi atau penerapan nilai-nilai keunggulan
universal THK dalam pengelolaan warisan budaya dunia sebagai daya tarik wisata akan
bermanfaat untuk pelestarian alam dan aspek sosial-budaya masyarakat Bali.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang dipadukan dengan kuantitatif.
Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan langsung atau observasi, wawancara
mendalam, dan penyebaran kuesioner. Data yang diperoleh dikumpulkan, direduksi dan
danalisis secara deskriptif interpretatif. Selain itu, data yang diperoleh melalui penyebaran
vi
kuesioner dianalisis dengan menggunakan Skala Likert dengan rentangan skor 1 sampai
dengan 5. Skor 1-1,80 dengan nilai sangat kurang (SK), skor 1,81 – 2,60 nilai kurang (K),
skor 2,61-3,40 nilai cukup (C), skor 3,41-4,20 baik (B), dan skor 4,21-5,0 dengan nilai sangat
baik (SB).
Hasil penelitian ini menemukan beberapa hal yang dapat dirumuskan sebagai berikut.
1. Filosofi Tri Hita Karana telah diimplementasikan dalam pengelolaan Pura Taman
Ayun dan Tirta Empul sebagai daya tarik wisata. Nilai-nilai keunggulan Tri Hita
Karana yang melandasi penetapan Pura Taman Ayun dan Tirta Empul sebagai
Warisan Budaya Dunia selaras dengan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2
Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali. Larangan dan pembatasan akses
kepada wisatawan memasuki halaman utama/jeroan pura adalah representasi aspek
Parhyangan dalam mengimplementasi nilai-nilai Tri Hita Karana.
Pelayanan, pemberian informasi, tanda-tanda atau signed dan fasilitas kepada
wisatawan di Pura Taman Ayun dan Tirta Empul adalah representasi aspek Pawongan
guna mewujudkan hubungan yang harmonis dengan sesama manusia, termasuk
wisatawan yang berkunjung ke pura tersebut. Aspek Pawongan dalam konteks
pariwisata perlu ditingkatkan untuk mewujudkan pariwisata yang berkelanjutan.
Penataan lingkungan fisik di sekitar Pura Taman Ayun dan Tirta Empul semakin
meningkat setelah keduanya ditetapkan sebagai warisan budaya dunia. Fasilitas
penunjang seperti toilet, jalan keliling di sekitar pura, dan kebersihan lingkungan
telah ditata dengan baik sehingga dapat menambah daya tarik dan memberikan
kenyamanan dan kemudahan bagi wisatawan. Penataan fisik dan fasilitas penunjang
di Pura Taman Ayun dan Tirta Empul merupakan representasi aspek Palemahan dari
filosofi Tri Hita Karana.
2. Wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara yang berasal dari luar Bali dapat
dikatakan belum memahami Tri Hita Karana dan nilai-nilai keunggulan universal
filosofi tersebut. Kendala ini dapat diatasi dengan meningkatkan pemahaman
pengelola Taman Ayun dan Tirta Empul terhadap nilai-nilai Tri Hita Karana, dan
menugaskan guide lokal untuk menyosialisasikannya kepada wisatawan.
Hubungan yang harmonis antara pengelola dan wisatawan, antara pengelola dengan
pemilik, dan pemerintah agar senantiasa dijaga, sehingga timbul kesan atau image
yang positif di kalangan wisatawan untuk mewujudkan pariwisata yang berkelanjutan.
vii
Pemahaman terhadap nilai-nilai Tri Hita Karana yang masih kurang dan jumlah
kunjungan wisatawan yang bersifat fluktuatif mengindikasikan bahwa pelabelan
warisan budaya dunia belum memberikan pengaruh yang signifikan terhadap daya
tarik wisata Pura Taman Ayun dan Tirta Empul.
3. Kelestarian lingkungan alam di kawasan Pura Taman Ayun dan Tirta Empul ditata
dengan baik, terutama pasca penetapanya sebagai warisan budaya dunia. Penataan
lingkungan di kedua pura tersebut seperti penataan parkir, kemudahan mengambil
foto atau memotret untuk wisatawan, dan penambahan atraksi kegiatan melukat dan
pemeliharaan ikan koi di Pura Tirta Empul dapat menambah kepuasan wisatawan.
Dalam konteks pariwisata, penataan lingkungan tersebut dapat dikatakan sebagai
turistifikasi atau proses komodifikasi. Turisitifikasi dan komodifikasi merupakan
konstruksi dan interpretasi ulang pura atau tempat suci sebagai daya tarik wisata.
Penataan lingkungan bukan saja memberikan kemudahan dan kenyaman kepada
wisatawan, tetapi juga bermanfaat untuk masyarakat lokal dalam pengembangan
pariwisata yang berkelanjutan.
Beberapa saran atau rekomendasi yang dapat disampaikan dalam pengelolaan warisan
budaya dunia Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul sebagai daya tarik wisata adalah
sebagai berikut.
1. Sebagai upaya menjaga kesucian pura yang menjadi daya tarik wisata disarankan
agar setiap wisatawan memakai kain dan selendang memasuki halaman tempat
suci.
2. Pengelola Pura Taman Ayun dan Tirta Empul harus lebih meningkatkan
pemahaman dan pengimplementasian nilai-nilai Tri Hita karana secara
berkelanjutan sehingga dapat meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan..
3. Turistifkasi dan komodifikasi agar dilakukan secara berkeseimbangan sehingga
tidak mencederai aspek Parhyangan, Pawongan, dan Palemahan sebagai
representasi nilai-nilai Tri Hita Karana.
4. Promosi Pura Taman Ayun dan Tirta Empul sebagai warisan budaya dunia, yang
sekaligus menjadi daya tarik wisata agar ditingkatkan kuantitas dan kualitasnya
sehingga berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah kunjungan wisatawan.
viii
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa/IdaSanghyang Widi Wasa maka penelitian yang berjudul: IMPLEMENTASI TRI HITAKARANA DALAM PENGELOLAAN WARISAN BUDAYA DUNIA SEBAGAI DAYATARIK PARIWISATA DI BALI dapat diselesaikan dengan lancar dan tepat waktu.Penelitian ini adalah Penelitian Hibah Grup Riset yang dibiayai dari dana DIPA, PNBPUniversitas Udayana sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan PenelitianNomor: 246-353/UN14.2/PNL.01.03.00/2015, tanggal 21 April 2015.
Pada kesempatan yang baik ini, kami ingin menyampaikan terima kasih kepada semuapihak yang telah membantu kelancaran penelitian ini sebagai berikut.
1. Bapak Rektor Universitas Udayana
2. Bapak Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, UniversitasUdayana
3. Bapak Dekan Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana
4. Bapak Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Badung dan Kepala Dinas PariwisataKabupaten Gianyar beserta staf
5. Pengelola Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul, dan semua informan
Kami menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna karena terbatasnyakemampuan tim dalam menggali, menemukan dan menganalisis data yang tersedia.Akhirnya, kami berharap semoga hasil penelitian ini bermanfaat untuk manambah khasanahpengetahuan dalam pengelolaan warisan budaya dunia sebagai daya tarik wisata di Bali.
Denpasar, 9 Nopember 2015Tim Penelitia,Ketua,
Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A.NIP. 195202181980031002
ix
DAFTAR ISI
HalamanBAB I PENDAHULUAN. ............................................................................................. 11.1 Latar Belakang. ..........................................................................................................11.2 Tujuan Khusus ..........................................................................................................31.3 Ugensi Penelitian .......................................................................................................3
BAB II METODE PENELITIAN ...................................................................................4
2.1 Penentuan Lokasi Penelitian ...................................................................................42.2 Jenis dan Sumber Data ...............................................................................................52.2.1 Jenis Data ................................................................................................................52.2.2 Sumber Data ..........................................................................................................52.3 Teknik Penentuan Informan dan Responden .............................................................62.4 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ..................................................................72.4.1 Pengamatan/Observasi ...........................................................................................72.4.2 Wawancara Mendalam............................................................................................72.4.3 Studi Dokumen ..................................................................................................... 82.4.4 Kuesioner/Angket .................................................................................................. 82.5 Analisis Data ..............................................................................................................9
BAB III GAMBARAN UMUM PURA TAMAN AYUN DAN TIRTA EMPUL.......113.1 Pura Taman Ayun .....................................................................................................113.1.2 Sejarah Pura ...........................................................................................................113.1.3 Struktur Pura ........................................................................................................ .123.3 Status Pura Taman Ayun sebagai Warisan Budaya Dunia .................................... .143.2 Pura Tirta Empul ..................................................................................................... .163.2.1 Sejarah Pura ...........................................................................................................163.2.2 Struktur Pura .........................................................................................................193.2.3 Status Pura Tirta Empul sebagai Warisan Budaya Dunia ....................................20
BAB VI PENUTUP .....................................................................................................746.1 Simpulan ..................................................................................................................746.2 Saran-Saran ..............................................................................................................76
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................77
xi
Halaman
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Kunjungan Wisatawan ke destinasi Wisata Pura Taman Ayun ..............23
Tabel 4.2 Responden Wisatawan Mancanegara menurut Jenis Kelamin ...............24
Tabel 4.3 Responden Wisatawan Mancanegara digolongkan menurut Usianya .....24
Tabel 4.4 Responden Wisatawan Mancanegara digolongkan menurut Pekerjaan. 24
Tabel 4.5 Responden Wisatawan Mancanegara digolongkan menurut Sumber
Informasi tentang Pura Taman Ayun ................................................. .. 25
Tabel 4.6 Responden Wisatawan Mancanegara digolongkan menurut Jumlah
Tabel 4.7 Responden Wisatawan Mancanegara digolongkan menurut Pengetahuan
tentang Pura Taman Ayun ........................................................................26
Tabel 4.8 Responden Wisatawan Nusantara digolongkan menurut Jumlah
Kunjungan ke Pura Taman Ayun ............................................................27
Tabel 4.9 Responden Wisatawan Nusantara digolongkan menurut Pengetahuan
tentang Pura Taman Ayun .......................................................................28
Tabel 4.10 Responden Wisatawan Nusantara digolongkan menurut
Pemerolehan Informasi Pura Taman Ayun ........................................... 29
Tabel 4.11 Responden Wisatawan Nusantara digolongkan menurut Jenis Kelamin.29
Tabel 4.12 Responden Wisatawan Nusantara digolongkan menurut Daerah Asal... 30
Tabel 4.13 Responden Wisatawan Nusantara digolongkan menurut Usianya ........31
Tabel 4.14 Responden Wisatawan Nusantara digolongkan menurut Pekerjaannya..32
Tabel 4.15 Jumlah Kunjungan Wisatwan ke Pura Tirta Empul ............................... 33
Tabel 4.16 Responden Wisatawan Mancanegara di Pura Tirta Empul
digolongkan menurut Umur ..................................................................33
Tabel 4.17 Responden Wisatawan Mancanegara di Pura Tirta Empul
digolongkan menurut Jenis Kelamin.......................................................34
Tabel 4.18 Responden Wisatawan Mancanegara di Pura Tirta Empul
digolongkan menurut Pekerjaan .............................................................34
xii
Tabel 4.19 Responden Wisatawan Mancanegara di Pura Tirta Empul
digolongkan menurut Pemeroleh Informasi ...........................................35
Halaman
Tabel 4.20 Responden Wisatawan Mancanegara di Pura Tirta Empul
digolongkan menurut Jumlah Kunjungan ke Pura Tirta Empul .................35
Tabel 4.21 Responden Wisatawan Nusantara digolongkan menurut Daerah Asal.........36
Tabel 4.22 Responden Wisatawan Nusantara digolongkan menurut Jenis Kelamin......36
Tabel 4.23 Responden Wisatawan Nusantara digolongkan menurut Umur ..................36
Tabel 4.24 Responden Wisatawan Nusantara digolongkan menurut Pekerjaannya........37
Tabel 4.25 Responden Wisatawan Nusantara digolongkan menurut Pemerolehan
Informasi ................................................................................................ .......38
Tabel 4.26 Responden Wisatawan Nusantara digolongkan menurut Jumlah Kunjungan 38
Tabel 4.27 Persepsi Wisatawan Mancanagera tentang Larangan di Pura Taman Ayun...39
Tabel 4.28 Responden Wisatawan Mancanagera digolongkan menurut Pakaiannya
memasuki Pura Taman Ayun ........................................................................ 39
Tabel 4.29 Persepsi Responden terhadap Layanan petugas di Pura Taman ...................40
Tabel 4.30 Persepsi Responden Wisatawan Mancanagera tentang Atraksi
di Pura Taman Ayun .....................................................................................41
Tabel 4.31 Persepsi Responden Wisatawan Mancanagera tentang Aksesibilitas ke
Pura Taman Ayun ..........................................................................................42
Tabel 4.32 Persepsi Responden Wisatawan Mancanagera tentang Fasilitas di
Pura Taman Ayun...........................................................................................42
Tabel 4.33 Persepsi Responden Wisatawan Mancanagera tentang Pengelolaan Pura
Taman Ayun ..................................................................................................44
Tabel 4.34 Persepsi Responden Wisatawan Nusantara tentang larangan memasuki
halaman utama Pura Taman Ayun ......................................................... .45
Tabel 4.35 Responden Digolongkan Menurut Pakaiannya Ketika MemasukiPura Taman Ayun ...................................................................................... .47
Tabel 4.36 Persepsi Responden tentang Pelayanan petugas di Pura Taman Ayun ..... .47
Tabel 4.37 Persepsi Responden tentang Atraksi di Pura Taman Ayun ....................... .49
Tabel 4.38 Persepsi Responden tentang Aksesibilitas ke Pura Taman Ayun ............. 49
xiii
Tabel 4.39 Persepsi Responden tentang Fasilitas di Pura Taman Ayun.................... 50
Tabel 4.40 Persepsi Responden tentang Pengelolaan Pura Taman Ayun .................. 51
Tabel 4.41 Persepsi Responden tentang Pakaian memasuki Pura Tirta Empul ......... 51
Halaman
Tabel 4.42 Persepsi Responden tentang Pelayanan kain dan selendang
di Pura Tirta Empul ....................................................................................52
Tabel 4.43 Persepsi Responden terhadap Larangan memasuki halaman utama
Karakteristik wisatawan mancanegara yang terjaring sebagai responden dalam
penelitian ini terdiri atas enam orang laki-laki dan sembilan orang perempuan (lihat tabel
4.2). Mereka berusia antara 15 tahun hingga lebih dari 60 tahun (tabel 4.3). Sembilan orang
responden (60%) wisatawan mancanegara berusia di atas 45 tahun. Fenomena ini
menunjukan bahwa wisatawan yang berminat terhadap budaya (cultural tourist) umumnya
adalah mereka yang berusia lanjut. Hasil studi yang dilakukan oleh Travel Industry
Association and Smithsonian magazine pada tahun 2003 menunjukan bahwa wisatawan yang
mengujungi situs sejarah dan atraksi budaya umumnya berpendidikan tinggi, umurnya lebih
tua, dengan pendapatan lebih banyak, tinggal lebih lama dan membelanjakan uangnya lebih
banyak dibandingkan dengan jenis wisatawan lainnya2 (Tien, 2003: 2; Chheang, 2011:221;
Ardika, 2015: 17).
Pekerjaan para responden adalah pebisnis empat orang (26,66%), dokter satu orang
(6,66%), pelajar/mahasiswa dua orang (13,34% ), dan lain-lain delapan orang (53,34% ).
Mereka yang tergolong dalam kategori pekerjaan lain-lain adalah ahli farmasi, tukang daging,
dan pekerja sambilan atau setengah waktu (lihat tabel 4.4).
2 http://www.squidoo.com/Heritage_tourism
24
Tabel 4.2Responden Wisatawan Mancanegara menurut Jenis Kelamin
No. Jenis Kelamin Jumlah Persentase1 Laki-laki 6 40,002 Perempuan 9 60,00
Total 15 100
Tabel 4.3Responden Wisatawan Mancanegara Digolongkan Menurut UsianyaNo Usia (Tahun) Jumlah Persentase1 15-19 5 33,332 30-44 1 6,673 45-59 5 33,334 60 ke atas 4 26,67
Total 15 100
Tabel 4.4Responden Wisatawan Mancanegara menurut pekerjaan
NO Pekerjaan Jumlah Persentase1 Bisnis 4 26,662 Guru 0 03 Pengacara 0 04 Artis 0 05 Dokter 1 6,666 Sopir 0 07 Pelajar/mahasiswa 2 13,348 Lain-lain 8 53,34
Total 15 100
Sebagian besar (80%) wisatawan memperoleh informasi tentang pura Taman Ayun
melalui biro perjalanan atau travel agent (lihat tabel 4.5). Wisatawan yang berkunjung ke
pura Taman Ayun memilih paket tour secara berkelompok atau bergroup. Selain itu,
seorang responden (6,67%) wisatawan mancanegara memperoleh informasi tentang Taman
Ayun melalui teman, dan dua orang (13,33) dengan mengakses internet. Berdasarkan data
tersebut, peran biro perjalanan atau travel agent menjadi sangat penting untuk memromosikan
pura Taman Ayun sebagai daya tarik wisata.
25
Tabel 4.5Responden Digolongkan Menurut Sumber informasi tentang Pura Taman Ayun
No Sumber informasi Jumlah Persentase1 Teman 1 6,672 Surat kabar 0 00,003 Televisi 0 00,004 Internet 2 13,335 Agen perjalanan 12 80,00
Total 15 100
Semua responden wisatawan mancanegara baru pertama kali berkunjung ke Pura
Taman Ayun (lihat tabel 4.6). Hal ini tampaknya terkait dengan pengetahuan wisatawan,
yang sebagian besar (73,34) belum memahami bahwa Pura Taman Ayun sebagai warisan
budaya dunia (lihat tabel 4.7). Kenyataan ini belum mencerminkan apakah mereka tertarik
untuk berkunjung kembali (repeater) ke Pura Taman Ayun.
Chheang (2011: 216) berpendapat wisatawan yang tertarik dengan budaya (cultural
tourist) tidak mesti terkait dengan latar belakang pendidikan ataupun pekerjaannya.
Wisatawan akan belajar dengan melihat langsung dan pengalaman yang diperolehnya di
destinasi yang dikunjunginya.
Tabel 4.6Responden Digolongkan Menurut Jumlah Kunjungan Ke Pura Taman Ayun
No Jumlah Kunjungan Jumlah Persentase1 Pertama kali 15 100,002 Dua kali 0 00,003 Tiga kali 0 00,004 Lebih dari tiga kali 0 00,00
15100
Hanya sebagian kecil (26,66%)(lihat tabel 4.7) wisatawan mancanegara memahami
bahwa Pura Taman Ayun telah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia. Mereka juga tidak
26
memahami nilai-nilai keunggulan universal (outstanding universal value) Pura Taman
Ayun sehingga ditetapkan sebagai warisan budaya dunia. Eksistensi Pura Taman Ayun
sebagai pura subak Batan Badung dan Beringkit, yang mengimplementasikan nilai-nilai Tri
Hita Karana (Parhyangan, Pawongan, dan Palemahan) sesungguhnya melandasi
penetapanya sebagai warisan budaya dunia. Seorang wisatawan dari Belanda menyatakan
bahwa ia baru tahu Pura Taman Ayun sebagai warisan budaya dunia setelah membaca
pengumuman yang dipasang di depan pintu masuk pura tersebut.
Minimnya pemahaman wisatawan mancanegara tentang Pura Taman Ayun sebagai
warisan budaya dunia perlu menjadi bahan pemikiran pihak pengelola dan Pemkab Badung.
Promosi dan penyebaran informasi bahwa Pura Taman Ayun sebagai warisan budaya dunia
kiranya perlu lebih ditingkatkan.
Tabel 4.7Responden Digolongkan Menurut Pengetahuan tentang Pura Taman AyunNo Pengetahuan Tahu Persentase Tidak
tahu Persentase1 Tentang Pura Taman Ayun
sebagai Warisan budayadunia
4 26,66% 11 73,34
2 Tantang nilai keunggulanuniversal Pura taman Ayun
4 26,66% 11 73,34
Total 8 53,32 22 146,68
4.1.1.2 Karakteristik Wisatwan Nusantara di Pura Taman Ayun
Brosur tentang Pura Taman Ayun mencerminkan gagasan bahwa pengelolaan Pura
Taman Ayun didasarkan pada falsafah Tri Hita Karana. Hal ini diketahui dari adanya teks
pada brosur tersebut yang menyatakan bahwa ”Taman Ayun Sebagai Implementasi dari
Filosofi Tri Hita Karana”. Terkait dengan hal ini ternyata Pura Taman Ayun telah
dikunjungi oleh banyak wisatawan dengan identitas yang beragam, di antaranya banyak yang
telah berulangkali mengunjungi pura ini. Selain itu, mereka juga mempunyai persepsi atau
27
tanggapan tertentu atas situasi dan kondisi yang berkaitan dengan Pura Taman Ayun. Secara
lengkap kunjungan wisatawan serta identitas dan persepsinya itu dapat digambarkan sebagai
berikut.
Berdasarkan data frekuensi jumlah kunjungan wisatawan ke Pura Taman Ayun
sebagaimana disajikan pada tabel 4.8 di bawah dapat dipahami bahwa pura tersebut memang
berdaya tarik wisata relatif kuat, sehingga dikunjungi oleh banyak wisatawan yang jumlahnya
mengalami peningkatan dalam dua tahun terakhir (2013 dan 2014). Betapa kuatnya daya
tarik wisata pura ini dapat diketahui dari banyaknya wisatawan yang telah melakukan
kunjungan ulang, yakni dua kali bahkan ada yang lebih dari tiga kali. Data mengenai hal itu
dapat dilihat pada tabel 4.8 di bawah ini.
Tabel 4.8Responden Digolongkan Menurut Jumlah Kunjungan Ke Pura Taman AyunNo Jumlah Kunjungan Jumlah Persentase1 Pertama kali 9 60,002 Dua kali 2 13,333 Tiga kali 0 00,004 Lebih dari tiga kali 4 26,67
Total 15100,00
Jika dilihat dari perspektif Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun
2009 tentang Kepariwisataan, khususnya Pasal 1 angka 5, yaitu mengenai pengertian ”daya
tarik wisata”, maka dapat dikatakan bahwa daya tarik wisata Pura Taman Ayun adalah berupa
keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya dan
hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan.
Daya tarik wisata Pura Taman Ayun dalam arti seperti itu telah ditampilkan dalam
sebuah brosur yang merupakan bagian dari media promosi pariwisata. Selain memuat foto,
brosur tersebut juga memuat teks tentang masing-masing foto tersebut dengan maksud
28
menunjukkan model implementasi Tri Hita Karana dalam pengelolaan Pura Taman Ayun.
Adapun brosur beserta foto dan teks tersebut adalah sebagai berikut.
Memang hasil pengamatan menunjukkan bahwa keunikan, keindahan, dan nilai yang
berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya dan hasil buatan manusia yang terlihat pada
brosur di bawah merupakan sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Dalam hal ini para
wisatawan berkeliling dan melihat-lihat semua objek yang ada di lokasi Pura Taman Ayun.
Namun masih banyak wisatawan yang tidak tahu bahwa Pura taman Ayun telah ditetapkan
sebagai warisan budaya dunia (WBD) dan mempunyai nilai keunggulan universal yakni nilai
yang terkandung dalam filosofi Tri Hita Karana. Data mengenai hal ini dapat dilihat pada
tabel 4.9 di bawah ini.
Gambar 4.1 Bagian luar dan dalam brosur Pura Taman Ayun
Tabel 4.9Responden Digolongkan Menurut Pengetahuan tentang Pura Taman AyunNo Pengetahuan Tahu Persentase Tidak
tahu Persentase1 Tentang Pura Taman Ayun
sebagai Warisan budayadunia
8 (53,33%) 7 46,67
2 Tantang nilai keunggulanuniversal Pura taman Ayun
7 (46,67%) 8 53,33
Total 15 100 15 100
29
Mengingat masih banyak wisatawan yang tidak mengetahui status Pura Taman Ayun
sebagai WBD dan mempunyai nilai keunggulan universal, maka dapat dikatakan bahwa
fungsi brosur sebagai media promosi pariwisata untuk pura ini masih perlu dioptimalkan.
Hasil wawancara dengan pihak pengelola Pura taman Ayun menyatakan bahwa brosur tidak
dibagikan kepada setiap wisatawan yang berkunjung ke pura ini. Alasannya adalah bahwa
pura ini sudah terkenal karena telah menjadi WBD. Selain itu, para wisatawan umumnya
sudah dipandu oleh pemandu yang diyakini sudah mampu menjelaskan keberadaan pura ini
kepada wisatawan. Namun berkenaan dengan hal ini diperoleh data bahwa para wisatawan
memperoleh informasi tentang Pura Taman Ayun dari sumber informasi yang lain, seperti
teman, internet, televisi, dan lain-lain. Data lengkap mengenai hal ini disajikan pada tabel
4.10 di bawah ini.
Bertolak dari data pada tabel 4.10 di bawah maka tampaknya promosi Pura Taman
Ayun sebagai objek wisata masih perlu dioptimalkan, lebih-lebih dalam konteks persaingan
yang semakin gencar sejalan dengan kian bertambahnya objek wisata.
Tabel 4.10Responden Digolongkan Menurut Sumber informasi tentang Pura Taman AyunNo Sumber informasi Jumlah Persentase1 Teman 4 26,672 Surat kabar 1 6,673 Televisi 2 13,334 Internet 7 46,675 Agen perjalanan 1 6,67
Total 15 100
Dilihat dari segi jenis kelaminnya, wisatawan yang berkunjung ke pura ini meliputi
kaum laki-laki dan perempuan dan dapat digolongkan menurut daerah/negara asal, usia, dan
pekerjaannya. Kesemuanya ini terlihat dari data mengenai identitas responden sebagaimana
disajikan secara terturut-turut pada tabel 4.11, 4. 12, 4.13, 4.14, dan 4.15 di bawah ini.
30
Tabel 4.11Responden Digolongkan Menurut Jenis Kelamin
No. Jenis Kelamin Jumlah Persentase1 Laki-laki 3 20,002 Perempuan 12 80,00
Total 15 100
Adanya wisatawan laki-laki dan perempuan yang berkunjung ke Pura Taman Ayun
sebagaimana tampak pada tabel 4.11 di atas menandakan bahwa pura ini tidak hanya
berdaya tarik bagi kaum laki-laki tetapi juga bagi kaum perempuan. Hal ini dapat dilihat
sebagai potensi penting untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan, karena dengan
demikian memungkinkan bagi pasangan suami-istri untuk berkunjung ke Pura Taman Ayun.
Sebaliknya jika hanya kaum laki-laki saja atau kaum perempuan saja yang tertarik untuk
berkunjung maka hal seperti ini berpotensi terjadinya pembatalan rencana kunjungan.
Dilihat dari daerah asalnya, ternyata para wisatawan yang berkunjung ke Pura Taman
Ayun berasal dari berbagai daerah dan negara. Data mengenai hal ini dapat dilihat pada tabel
4.12 di bawah ini.
Berdasarkan data pada tabel 4.12 di bawah dapat dikatakan bahwa Pura Taman Ayun
memiliki daya tarik wisata yang relatif kuat, tidak saja bagi kalangan masyarakat dari
berbagai daerah di Indonesia, melainkan juga dari berbagai daerah di Bali, seperti Denpasar,
Karangasem, dan Nusa Dua. Hal ini merupakan potensi penting dalam upaya meningkatkan
jumlah kunjungan wisata ke Pura Taman Ayun, karena besar kemungkinannya para
wisatawan tersebut menambah pengetahuan dan pengalaman yang didapatkan dari
kunjungannya ke pura ini.
Tabel 4.12Responden Digolongkan Menurut Daerah Asal
No. Daerah Asal Jumlah Persentase1 Bandung 3 20,002 Medan 2 13,33
31
3 Nusa Dua Bali 1 6,674 Karangasem Bali 1 6,675 Surabaya 7 46,676 Denpasar Bali 1 6,67
Total 15 100,00
Berkenaan dengan usia wisatawan yang berkunjung ke Pura Taman Ayun diperoleh
data bahwa banyak wisatawan usia remaja (15-19 tahun) yang berkunjung ke pura ini.
Meskipun demikian, mereka yang berusaia 30-59 tahun juga relatif banyak. Ini berarti usia
wisatawan tersebut berkisar antara 15-59 tahun.
Dengan demikian terlihat peluang yang cukup besar bagi keberlanjutan kunjungan
wisatawan ke Pura Taman Ayun. Jika orang yang sudah lanjut usia kurang tertarik untuk
berwisata, masih ada kaum remaja yang biasanya mempunyai semangat untuk berwisata ke
daya tarik wisata yang terkenal. Data mengenai usia wisatawan yang berkunjung ke Pura
Taman Ayun disajikan pada tabel 4.13 di bawah ini.
Tabel 4.13Responden Digolongkan Menurut Usianya
No Usia (Tahun) Jumlah Persentase1 15-19 9 60,002 30-44 3 20,003 45-59 3 20,004 60 ke atas 0 0,00
Total 15 100,00
Berdasarkan data pada tabel 4.13 di atas dapat dipahami bahwa wisatawan nusantara
yang berusia muda lebih banyak beriwisata dibandingkan dengan orang berusia lebih tua.
Perlu dicatat bahwa penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2015 saat liburan sekolah
sehingga banyak siswa berwisata ke Pura Taman Ayun.
Sementara itu, dilihat dari segi profesi atau pekerjaannya, para wisatawan nusantara
yang berkunjung ke Pura Taman Ayun juga menunjukkan keberagaman. Di antaranya ada
32
yang merupakan pengusaha, guru, mahasiswa, pelajar. Data mengenai hal ini disajikan pada
tabel 4.14 di bawah ini.
Tabel 4.14Responden Digolongkan Menurut Pekerjaannya
No Pekerjaan Jumlah Persentase1 Pengusaha 7 46,672 Guru 5 33,333 Mahasiswa 2 13,334 Pelajar 1 6,67
Total 15 100
Keberagaman profesi wisatawan yang berkunjung ke Pura Taman Ayun sebagaimana
tampak pada tabel 4.14 di atas dapat dilihat sebagai penyebar informasi tentang keberadaan
pura ini, tidak saja di dalam keluarganya masing-masing melainkan juga di kalangan teman-
temannya baik dalam perusahaan maupun sekolah atau kampus tempatnya bekerja dan/atau
menempuh pendidikan. Dengan demikian dimungkinkan untuk terjadinya peningkatan
popularitas Pura Taman Ayun, baik sebagai WBD maupun sebagai daya tarik wisata,
sehingga memungkinkan pula terjadinya kunjungan wisatawan dari berbagai daerah ke pura
ini.
4.1.2 Karakteristik Responden di Pura Tirta Empul
4.1.2.1 Wisatawan Mancanegara
Kunjungan wisatawan ke pura Tirta Empul mengalami fluktuasi dalam lima tahun
terakhir. Wisatawan mancanegara mengalami penurunan pada tahun 2013 sebesar 28.683
orang (10,53%), sedangkan wisatawan nusantara meningkat 12.508 orang atau 6,6%. Secara
keseluruhan kunjungan wisatawan ke pura Tirta Empul turun 3,5%. Pada tahun 2014
kunjungan wisatawan mancanegara meningkat 42.158 orang atau 17,31%. Namun jumlah
kunjungan wisatawan nusantara menurun 43.776 orang atau 21,67%. Total penuruanan
jumlah wisatawan pada tahun 2014 adalah 1.618 orang atau 0,36%. Faktor apakah yang
33
menyebabkan berfluktuasinya jumlah kunjungan wisatawan ke pura Tirta Empul belum dapat
diketahui. Jumlah kunjungan wisatawan ke Pura Tirta Empul dalam lima tahun terakhir dapat
dilihat pada tabel 4.15.
Perlu dicatat bahwa jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Candi Borobudur
pada tahun 2014 adalah 250.000 orang. Menteri pariwisata RI berharap bahwa kunjungan
wisatawan mancanegara ke Candi Borobudur mencapai dua juta orang pada tahun 2019 3
Wisatawan mancanegara yang terjaring secara kebetulan (accidental sampling)
sebagai responden sebanyak 15 orang dengan rincian: empat orang laki-laki dan 11 orang
perempuan (lihat tabel 4.16). Mereka berumur dengan rentangan waktu antara 15 tahun
sampai dengan lebih dari 60 tahun (tabel 4.16).
Tabel 4.15Kunjungan Wisatawan ke Pura Tirta Empul, Kabupaten Gianyar
No Pekerjaan Jumlah Persentase1 Pengusaha 4 26,672 Guru 2 13,333 Dokter 2 13,334 Pelajar/Mahasiswa 1 6,675 Lain-lain 6 40,00
Total 15 100,00
Wisatawan yang berkunjung ke Pura Turta Empul sebagian besar (73,33%)
menggunakan biro perjalanan atau travel agent. Fenomena yang sama juga terjadi di Pura
Taman Ayun. Seorang wisatawan (6,67%) memperoleh informasi lewat teman, dua orang
(13,33%) melalui internet, dan seorang wisatawan (6,67%) mengetahui destinasi tersebut
melalui buku (lihat tabel 4.19 di bawah).
35
Tabel 4.19Pemerolehan Informasi tentang Pura Tirta Empul
No Sumber informasi Jumlah Persentase1 Teman 1 6,672 Surat kabar -3 Televisi -4 Internet 2 13,335 Agen perjalanan 11 73,336 Lain-lain/buku 1 6,67
Total 15 100,00
Dilihat dari jumlah kunjungan wisatawan mancanegara, semua responden (100%)
baru pertama kali ke Pura Tirta Empul (lihat tabel 4.20 di bawah). Hal ini memberi peluang
bahwa mereka akan berkunjung kembali (repeater) dan memberitahu teman atau kerabatnya
tentang daya tarik wisata Pura Tirta Empul. Kemungkinan lain bahwa mereka tidak akan
kembali berkunjung ke daya tarik wisata tersebut karena kesan pertamanya kurang menarik.
Tabel 4.20Jumlah kunjungan ke Tirta Empul
No Jumlah Kunjungan Jumlah Persentase1 Pertama kali 15 100,002 Dua kali 0 00,003 Tiga kali 0 00,004 Lebih dari tiga kali 0 00,00
Total 15 100,00
Sebagian besar (86,67%) wisatawan mancanegara tidak memahami status Pura Tirta
Empul sebagai warisan budaya dunia. Mereka juga tidak paham tentang nilai keunggulan
36
universal Tri Hita karana, yang melandasi penetapan Pura Tirta Empul sebagai warisan
budaya dunia (lihat tabel 4,21 di bawah)
Tabel 4.21Pemahaman wisatawan mancanegara tentang status Pura Tirta Empul
sebagai warisan budaya duniaNo Pengetahuan Tahu Persentase Tidak
tahu Persentase1 Tentang Pura Taman Ayun
sebagai Warisan budayadunia
2 13,33% 13 86,67
2 Tantang nilai keunggulanuniversal Pura taman Ayun
2 13,33% 13 86,67
Total 4 26,66 26 173,34
4.1.2.2 Karakteristik Wisatawan Nusantara di Pura Tirta Empul
Responden wisatawan nusantara yang berkunjung ke Pura Tirta Empul berasal dari
berbagai daerah di Indonesia yakni Padang (Sumatra Barat), Bandung (Jawa Barat), Surabaya
(Jawa Timur, dan Bali. Sebanyak sembilan orang (60%) wisatawan dari luar Bali, dan enam
orang (40%) berasal dari Bali (lihat tabel 4.22 di bawah). Kunjungan wisatawan nusantara ke
Pura Tirta Empul pada saat penelitian ini kemungkinan dilakukan terkait dengan masa liburan
sekolah.
Tabel 4.22Responden Wisatawan Nusantara Digolongkan Menurut Daerah Asal
No Daerah Asal Jumlah Persentase1 Tabanan 5 33,332 Gianyar 1 6,673 Padang 2 13,334 Surabaya 4 26,665 Bandung 3 20,00
Total 15 100,00
37
Responden wisatawan nusantara yang terjaring dalam penelitian ini terdiri atas enam
orang laki-laki (40%), dan sembilan orang perempuan (60%)(lihat tabel 4.23 di bawah).
Berdasarkan tabel 4.23 di bawah ternyata bahwa daya tarik wisata Tirta Empul diminati baik
oleh wisatawan laki-laki maupun perempuan.
Tabel 4.23Responden Wisatawan Nusantara Digolongan Menurut Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah Persentase1 Laki-laki 6 40,002 Perempuan 9 60,00
Total 15 100,00
Wisatawan yang berkunjung ke Pura Tirta Empul dapat diklasifikasikan berdasarkan
umurnya yakni 15-19 tahun (20%), umur 30-44 tahun (40%), dan umur 45-59 tahun (40%).
Wisatawan nusantara yang berumur di atas 60 tahun hampir tidak ada yang berkunjung ke
Pura Tirta Empu (lihat tabel 4.24). Kenyataan ini belum diketahui penyebabnya secara pasti.
Tabel 4.24Responden Wisatawan Nusantara Menurut Umur
No Umur/Tahun Jumlah Persentase1 15 – 19 3 20,002 30 – 44 6 40,003 45 – 59 6 40,004 60 ke atas 0 0,00
Total 15 100,00
Wisatawan yang berkunjung ke Pura Tirta Empul sebagian besar berprofesi terkait
dengan pendidikan. Mereka yang berprofesi sebagai guru (26,66%), mahasiswa (40%),
pelajar (26,66%), dan seorang pengusaha (6,67%). Seperti telah disebutkan di atas bahwa
penelitian ini dilakukan pada masa liburan sekolah, sehingga wisatawan nusantara yang
berkunjung didominasi oleh mahasiswa, pelajar dan guru sekolah (lihat tabel 4.25)..
38
Tabel 4.25Responden Wisatawan Nusantara Digolongkan Menurut Pekerjaan
No Pekerjaan Jumlah Prosentase1 Pengusaha 1 6,672 Guru 4 26,663 Mahasiswa 6 40,004 Pelajar 4 26,66
Total 15 100,00
Peran media masa tampaknya sangat penting sebagai sumber informasi daya tarik
wisata Pura Tirta Empul. Sebagian besar wisatawan (80%) memperoleh informasi tentang
Pura Tirta Empul melalui media cetak ataupun elektronik. Tiga orang (20%) responden
mengetahui Pura Tirta Empul dari temannya atau dari mulut ke mulut. Hal ini
mengindikasikan bahwa Pura Tirta Empul sudah terkenal di kalangan wisatawan nusantara.
Perlu dicatat bahwa wisatawan nusantara yang berkunjung ke Pura Tirta Empul tidak
menggunakan biro perjalanan atau travel agent (lihat tabel 4.26).
Pura Tirta Empul tampaknya merupakan daya tarik wisata yang sangat populer di
Kabupaten Gianyar. Semua responden wisatawan nusantara telah pernah berkunjung
sebelumnya ke Pura Tirta Empul. Dengan kata lain, semua wisatawan nusantara melakukan
kunjungan ulang (repeater) ke Pura Tirta Empul. Hal ini mengindikasikan bahwa daya tarik
wisata Tirta Empul sangat terkenal. Kenyataan ini didukung oleh data bahwa saat ini Pura
Tirta Empul menjadi daya tarik wisata yang paling banyak dikunjungi di Kabupaten Gianyar.
Tabel 4.26Responden Wisatawan Nusantara Digolongkan Menurut Pemerolehan Informasi
Tentang Pura Tirta EmpulNo Sumber Informasi Jumlah Persentase1 Teman 3 20,002 Surat kabar 2 13,333 Televisi 4 26,664 Internet 6 40,005 Agen Perjalanan 0 0,00
Total 15 100,00
39
Tabel 4.27Responden Wisatawan Nusantara Digolongkan Menurut Jumlah Kunjungan Ke Pura
Tirta Empul
No Jumlah Kunjungan Jumlah Persentase1 Pertama kali 3 20,002 Dua kali 6 40,003 Tiga kali 5 33,334 Lebih dari tiga kali 1 6,67
Total 15 100,00
Wisatawan nusantara yang berasal dari Bali secara umum mengetahui bahwa Pura
Tirta Empul berstatus sebagai warisan budaya dunia. Di pihak lain, wisatawan nusantara yang
berasal dari luar Bali sebagian besar tidak memahami status Pura Tirta Empul sebagai
warisan budaya dunia. Mereka juga tidak memahami nilai-nilai keunggulan universal Tri Hita
Karana (lihat tabel 4.28 di bawah)
Tabel 4.28Pemahaman Responden tentang status Pura Tirta Empul sebagai warisan budaya
dunia dan nilai Keunggulan Tri Hita KaranaNo Pengetahuan Tahu Persentase Tidak
tahu Persentase1 Tentang Pura Taman Ayun
sebagai Warisan budayadunia
8 (53,33%) 7 46,67
2 Tantang nilai keunggulanuniversal Pura taman Ayun
7 (46,67%) 8 53,33
Total 15 100 15 100
4.2 Persepsi Wisatawan
4.2.1 Persepsi Wisatawan terhadap Pura Taman Ayun
4.2.1.1 Persepsi Wisatawan Mancanegara
Persepsi wisatawan memberi makna terhadap destinasi, dan memainkan peranan
penting dalam kaitannya dengan pariwisata berkelanjutan. Poria (dalam Chheang, 2011: 213)
40
menyatakan bahwa persepsi wisatawan menjadi inti atau bagian yang sangat penting dalam
pariwisata warisan budaya. Persepsi wisatawan menentukan nilai atau makna destinasi.
Dalam penelitian ini persepsi wisatawan dikaitkan dengan empat aspek yang
seharusnya dimiliki oleh sebuah destinasi yakni atraksi, aksesibilitas, fasilitas, dan organisasi
atau pengelola (Cooper, 1995: 81). Keempat aspek tersebut dipersepsikan oleh wisatawan
terkait dengan Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul.
Semua responden menyatakan bahwa mereka tidak kecewa, meskipun dilarang
memasuki halaman utama/ jeroan pura Taman Ayun (tabel 4.29). Wisatawan dengan
leluasa dan nyaman dapat menyaksikan dan memotret palinggih ataupun kegiatan upacara
yang terjadi di halaman utama/jeroan pura. Hal ini menyebabkan wisatawan merasa puas
berkunjung ke Pura Taman Ayun. Wisatawan hampir sama dengan peziarah yang
mengharapkan sesuatu yang biasa atau umum, sakral, tempat yang unik untuk meningkatkan
pengalaman mereka, dan tidak semata-mata mencari yang otentik (Chheang, 2011: 214).
Pengelola Pura Taman Ayun melarang wisatawan memasuki halaman utama/jeroan pura
tersebut. Wisatawan dapat melihat palinggih dan kegiatan upacara yang dilakukan pada
halaman utama. Dalam konteks ini, pengelolaan Pura Taman Ayun dapat dikatakan sebagai
model terbaik di Bali, dan perlu dicontoh oleh pangemong dan pengelola pura lain sebagai
daya tarik wisata.
Tabel 4.29Persepsi Responden atas Larangan Masuk ke halaman utama Pura Taman Ayun
No Perasaan Jumlah Persentase1 Kecewa 0 0,002 Tidak kecewa 15 100
Total 15 100
Wisatawan yang berkunjung ke Pura Taman Ayun hampir semuanya tidak memakai
kain dan selendang. Mereka tidak diwajibkan menggunakan kain dan selendang oleh petugas,
41
karena wisatawan hanya sampai di halaman kedua/jaba tengah pura tersebut. Sehubungan
dengan itu maka petugas tidak menyediakan selendang dan kain untuk wisatawan (lihat tabel
4.30 dan 4.31). Perlu dicatat bahwa pemandu wisatawan yang mengantar tamunya ke Pura
Taman Ayun tetap memakai pakaian adat Bali (lihat foto 4.2).
Pemakaian kain dan selendang oleh wisatawan ketika memasuki pura Taman Ayun
akan dapat menjaga kesakralan pura tersebut. Pencitraan pura sebagai tempat suci harus tetap
dijaga sehingga wisatawan pun merasakan aroma kesakralan dan pengalaman yang berharga
tersebut.
Tabel 4.30Responden Digolongkan Menurut Pakaiannya Ketika Memasuki Pura Taman Ayun
No Pakaian Jumlah Persentase1 Memakai sarung dan
selendang0 0,00
2 Tidak memakaisarung dan selendang
15 100,00
Total 15 100,00
Tabel 4.31Persepsi Responden tentang Layanan Petugas di Pura Taman Ayun
No Layanan Jumlah Persentase1 Memberikan sarung dan
selendang0 0,00
2 Tidak memberikan sarung danselendang
15 100
Total 15 100
Kenyataan ini berbeda dengan kondisi di Pura Trita Empul dan pura lain di Bali.
Wisatawan yang berkunjung atau memasuki pura /tempat suci diwajibkan memakai kain
dan selendang oleh petugas.
42
Foto 4.2 Wisatawan mancanegara dan nusantara tidak memakai kain dan selendang di PuraTaman Ayun
Foto 4.3 Pemandu wisatawan memakai pakaian adat mengantar tamu di Pura Taman Ayun
Tabel 4.32Persepsi Responden tentang Atraksi di Pura Taman Ayun
Persepsi wisatawan terkait dengan keamanan, kebersihan, kenyaman, dan informasi
tentang daya tarik wisata Taman Ayun dapat dikatakan sangat baik (lihat Tabel 4.35).
Wisatawan tampaknya sangat puas dengan informasi atau keterangan yang diberikan oleh
pemandu wisatawan. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa sebagian besar wisatawan
yang berkunjung ke Pura Taman Ayun dengan membeli paket tour.
47
4.2.1.2 Persepsi Wisatawan Nusantara terhadap Pura Taman Ayun
Data yang diperoleh dalam penelitian ini juga menunjukkan persepsi atau tanggapan
wisatawan atas kenyataan dan objek yang ada dalam situasi dan kondisi yang berkaitan
dengan Pura Taman Ayun. Persepsi atau tanggapannya itu antara lain mengenai larangan
masuk ke halaman utama (jeroan) Pura Taman Ayun sebagaimana dapat dilihat dari data
pada tabel 4.34 di bawah ini.
Tabel 4.36Persepsi Responden Wisatawan Nusantara atas Larangan Masuk ke bagian dalam
Pura Taman AyunNo Perasaan Jumlah Persentase1 Kecewa 0 0,002 Tidak kecewa 15 100
Total 15 100,00
Data pada tabel 4.36 di atas menunjukkan bahwa 100% responden menyatakan tidak
merasa kecewa atas larangan masuk ke bagian dalam (jeroan) Pura Taman Ayun. Jika
disimak dari perspektif teori konstruksi sosial yang dikembangkan oleh Berger dan Lukmann
(2011), pernyataan para wisatawan ini menyiratkan bahwa mereka telah melakukan persepsi
terhadap larangan tersebut. Melalui persepsinya itu mereka melakukan pemaknaan yang
hasilnya diinternalisasikan ke dalam diri mereka. Dalam tahap ini mereka juga melakukan
konseptualisasi terhadap larangan tersebut yang menghasilkan pernyataan bahwa larangan
tersebut tidaklah mengecewakan. Oleh karena itu, hasil pengamatan dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa tidak ada wisatawan yang masuk ke bagian dalam Pura Taman Ayun.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam konteks ini tidak ada wisatawan yang
mempunyai kesan negatif atau pengalaman buruk dalam kunjungannya ke Pura Taman Ayun
yang memungkinkan timbulnya citra buruk mengenai pura ini di kalangan wisatawan.
48
Tentu saja larangan masuk ke halaman utama Pura Taman Ayun merupakan
representasi aturan yang berasaskan adat-istiadat yang lazim berlaku dalam masyarakat Bali.
Mengingat aturan ini telah dipatuhi secara sukarela oleh para wisatawan maka hal ini dapat
dikatakan sebagai pengembangan pariwisata budaya sebagaimana dikonsepsikan dalam
Peraturan Daerah Provinsi Bali nomor 2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali
yang merupakan hasil revisi Peraturan Daerah Provinsi Bali nomor 3 tahun 1991 tentang
Kepariwisataan Budaya Bali. Pasal 1 angka 14 peraturan daerah tersebut menyatakan
sebagai berikut.
“Kepariwisataan Budaya Bali adalah kepariwisataan Bali yang berlandaskankepada Kebudayaan Bali yang dijiwai oleh ajaran Agama Hindu dan falsafah TriHita Karana sebagai potensi utama dengan menggunakan kepariwisataan sebagaiwahana aktualisasinya, sehingga terwujud hubungan timbal-balik yang dinamisantara kepariwisataan dan kebudayaan yang membuat keduanya berkembangsecara sinergis, harmonis dan berkelanjutan untuk dapat memberikankesejahteraan kepada masyarakat, kelestarian budaya dan lingkungan”.
Walaupun demikian, dilihat dari segi pakaiannya ternyata tidak ada wisatawan yang
memakai pakaian adat Bali ketika memasuki areal Pura Taman Ayun. Selain hasil
pengamatan, hal ini juga dapat dilihat dari data mengenai pengakuan para wisatawan
sebagaimana dapat dilihat pada tabel 4.37 di bawah ini.
Tabel 4.37Responden Digolongkan Menurut Pakaiannya Ketika Memasuki Pura Taman AyunNo Pakaian Jumlah Persentase1 Memakai sarung dan
selendang0 0,00
2 Tidak memakaisarung dan selendang
15 100
Total 15 100,00
Sementara itu para pemandu wisata di Pura Taman Ayun tampak memakai pakaian
adat Bali. Padahal sebagaimana diketahui, ada aturan yang umum berlaku di Bali, termasuk
dalam konteks pariwisata yang menegaskan bahwa setiap orang termasuk wisatawan harus
49
memakai pakaian adat Bali, seperti kain dan selendang ketika memasuki areal pura. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa penerapan aturan tersebut kurang konsisten dalam
pengelolaan Pura Taman Ayun. Hal ini berpotensi mengganggu citra Pura Taman Ayun di
benak para wisatawan, bahwa pura ini dipersepsikan sebagai tempat suci yang dapat
dimasuki tanpa mengindahkan aturan tentang pakaian yang diberlakukan untuk itu.
Dalam rangka menegakkan aturan tersebut biasanya pihak pengelola daya tarik
wisata di Bali memberikan pakaian adat Bali kepada para wisatawan, namun pihak pengelola
Pura Taman Ayun tidak melakukan hal ini. Selain berdasarkan hasil pengamatan, hal ini
juga dapat diketahui dari data mengenai pengakuan para wisatawan sebagaimana disajikan
pada tabel 4.38 di bawah in
Tabel 4.38Persepsi Responden tentang Pelayanan Petugas di Pura Taman Ayun
No Layanan Jumlah Persentase1 Memberikan sarung dan
selendang0 0,00
2 Tidak memberikan sarung danselendang
15 100
Total 15 100
Data pada tabel 4.38 di atas menunjukkan bahwa petugas pengelola Pura Taman
Ayun telah melakukan pembiaran terhadap pelanggaran wisatawan atas aturan yang
mewajibkan mereka memakai pakaian adat ketika memasuki areal pura. Pembiaran ini
dilakukan dengan tidak memberikan pakaian adat Bali kepada wisatawan dan tidak juga
menegur wisatawan yang tidak memakai pakaian adat Bali. Ini berarti pelanggaran terhadap
aturan tersebut berkaitan erat dengan sikap pihak pengelola Pura Taman Ayun. Tentu saja
hal ini berpotensi menjadi preseden buruk dalam pengelolaan pura itu di masa mendatang.
Oleh karena itu persoalan ini tampaknya perlu mendapat perhatian lebih serius, baik dalam
perencanaan maupun pelaksanaan dan evaluasi program pariwisata budaya Bali. Tanpa
50
demikian bisa jadi pariwisata yang berkembang bukanlah pariwisata budaya melainkan
budaya pariwisata sebagaimana dikemukakan oleh Picard (2006) yang cenderung bersifat
turistik.
Secara lebih jauh para wisatawan yang berkunjung ke Pura Taman Ayun juga telah
memiliki persepsi terkait dengan atraksi yang ada di Pura Taman Taman Ayun. Atraksi
dalam hal ini meliputi keunikan arsitektur, lansekap taman, kolam, fotografi, kebun botanikal,
dan aktivitas seremonial. Persepsi para wisatawan mengenai hal ini dapat diketahui dari data
sebagaimana disajikan pada tabel 4.39 di bawah ini.
Data pada tabel 4.39 di bawah menunjukkan bahwa responden menyatakan unsur-
unsur atraksi di Pura Taman Ayun keunikan arsitektur sangat baik. Lansekap taman, kolam,
dan fotografi atau akses pemotretan kawasan dan palinggih di pura tersebut tergolong baik.
Selain itu, ada pula yang menyatakan kolam dan aktivitas seremonial di pura ini tergolong
cukup, bahkan ada yang memandang seremonial itu tergolong kurang. Persepsi ini tidak jauh
berbeda antara wisatawan mancanegara dan nusantara. Oleh karena itu, dalam rangka
pengembangan pariwisata budaya di Pura Taman Ayun masih perlu diadakan pembenahan
terkait unsur-unsur atraksi tersebut agar citranya semakin baik di mata wisatawan. Tentu saja
pembenahan itu dapat dilakukan melalui tata kelola fisiknya, tetapi hal ini perlu juga
dilengkapi dengan penyebaran informasi secara lebih intensif melalui media promosi
pariwisata.
Tabel 4.39Persepsi Responden tentang Atraksi di Pura Taman Ayun
Pengelolaan destinasi Pura Tirta Empul dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten
Gianyar melalui Dinas Pariwisata Gianyar bekerjasama dengan masyarakat Desa Pakraman
Tampaksiring. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar Nomor 8 Tahun 2010,
harga tiket masuk ke destinasi Pura Tirta Empul ditetapkan Rp 15.000,- untuk dewasa, dan
Rp 7.500,- bagi anak-anak. Harga tiket tidak dibedakan antara wisatawan mancanegara dan
nusantara, sehingga tidak menimbulkan kesan berbeda di antara wisatawan.
Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh petugas Dinas Pariwisata Kabupaten
Gianyar dan Bendesa Adat Tampaksiring bahwa pembagian retribusi penjualan tiket masuk
dilakukan sebagai berikut: 40% untuk desa Pakraman Tampaksiring, dan 60% untuk
Pemerintah Kabupaten Gianyar. Menurut informasi yang disampaikan oleh Bendesa Adat
Tampaksiring yang didampingi oleh Wakil Bendesa Adat bahwa pembagian retribusi itu
sering tidak lancar, sehingga masyarakat harus menunggu turunnya dana tersebut. Di sisi lain,
masyarakat Desa Pakraman Tampaksiring berharap agar mereka mendapat pembagian
retribusi yang lebih besar, seperti yang berlaku di Kabupaten Badung dan Tabanan yakni
75% untuk masyarakat setempat dan 25% untuk pemerintah daerah. Untuk diketahui bahwa
jumlah wisatawan yang mengunjungi destinasi Pura Tirta Empul berkisar antara 1000 hingga
1500 orang setiap hari, dengan jumlah retribusi sekitar Rp 15.000.000,- atau Rp 22.500.000,-
Wisatawan yang berkunjung ke destinasi Pura Tirta Empul sangat terkesan dengan
kegiatan malukat atau penyucian diri di pancoran di pura tersebut. Banyak wisatawan
mancanegara yang ikut melukat di pancuran pura tersebut. Kegiatan malukat dapat dijadikan
sebagai produk unggulan destinasi Pura Tirta Empul, Tampaksiring. Liezl dan Marina
wisatawan mancanegara dari Singapura ikut malukat di pancuran di Pura Tirta Empul, dan
mereka membawa pajati/sesajen. Kedua wisatawan mancanegara tersebut menginap di Hotel
Uma Ubud, dan ditemani oleh pemandu hotel.
71
Kikuchi Takehiro dan Kikuchi Yumi, dua wisatawan dari Jepang menyarankan agar
kesucian pura tetap dipertahankan. Mereka juga menyarankan agar wisatawan yang ingin
malukat atau menyucikan diri melakukannya seperti yang dipraktikkan oleh masyarakat lokal
yaitu dengan membawa sesajen. Wisatawan yang mengunjungi destinasi Pura Tirta Empul
diwajibkan menggunakan kain panjang dan selendang/selempot yang telah disediakan oleh
petugas.
Sebagian besar wisatawan menyarankan agar disediakan kamar ganti yang terpisah
dengan toilet, setelah mereka malukat atau menyucikan diri di pancuran di pura Tirta Empul.
Wisatwan mancanegara mengusulkan agar toilet tidak disewakan atau dikenai fee, sebaiknya
harga tiket masuk yang dinaikkan sehingga kesan komersial dapat dihindari. Usulan ini
disampaikan oleh Hendrik dkk (wisatawan Jerman), Liezl dan Marina (Singapura). Bendesa
Adat dan Wakil Bendesa Adat telah memaklumi kondisi ini dan mereka akan membangun
kamar ganti yang terpisah dengan toilet, sesuai dengan kondisi yang ada di sekitar pura.
Foto 5.10 Tempat penitipan barang dan locker di halaman luar/jaba sisi Pura Tirta Empul
Wisatawan mancanegara yang berkunjung ke destinasi Pura Tirta Empul
menyarankan agar tempat sampah tidak ditempatkan di dekat pintu masuk. Hal ini
menimbulkan kesan kumuh terhadap destinasi Pura Tirta Empul. Selain itu, tanda (signed)
sebagai penunjuk arah menuju masing-masing halaman pura agar jelas, sehingga tidak
72
membingungkan wisatawan. Brosur tentang sejarah dan fungsi palinggih/bangunan suci yang
terdapat di pura tersebut sangat diperlukan oleh wisatawan yang tidak ditemani oleh
pemandu wisata. Petugas kurang cermat dan cekatan untuk memberikan brosur kepada
wisatawan ketika membeli tiket.
Implementasi aspek pawongan tampaknya masih perlu ditingkatkan dalam
pengelolaan daya tarik wisata di Pura Taman Ayun dan Tirta Empul. Kesigapan petugas
dalam melayani wisatawan, memberikan informasi yang lengkap dan menarik kepada
wisatawan perlu mendapat perhatian. Fenomena yang sama juga ditemukan dalam
pengelolaan daya tarik wisata Goa Gajah (Pratnyawati, 2013: 128).
5.3 Aspek Palemahan
Pasca ditetapkannya Pura Taman Ayun dan Tirta Empul sebagai Warisan Budaya
Dunia oleh Unesco pada tanggal 29 Juni 2012, sejumlah pembenahan telah dilakukan oleh
Pemerintah Daerah Kabupaten Badung dan Pemerintah Daerah Kabupaten Gianyar
bekerjasama dengan pemilik dan/atau masyarakat setempat.
Seperti telah dijelaskan pada sub bab Pawongan bahwa pembangunan gapura atau
candi kurung pada jalan di depan pura Taman Ayun telah menimbulkan dinamika dan gejelok
antara masyarakat dan pemilik serta pemerintah Kabupaten Badung. Berkat adanya negosiasi
dan solusi di antara para pihak maka masalah akses di depan pura Taman Ayun telah dapat
diselesaikan dengan baik. Penataan jalan di depan Pura Taman Ayun, pemindahan pedagang,
dan tempat parkir menimbulkan kesan yang lebih baik, asri dan nyaman bagi wisatawan (lihat
foto 5.11 di bawah).
73
Foto 5.11 Penataan jalan di depan Pura Taman Ayun
Pada saat penelitian ini dilaksanakan yakni awal Juni 2015, tampak dua pedagang
asongan yang berjualan di jalan setapak menuju Pura Taman Ayun. Fenomena ini dapat
dikatakan sebagai resistensi para pedagang setelah mereka direlokasi ke sebelah selatan jalan
di depan Pura Taman Ayun. Petugas keamanan tidak menegur pedagang tersebut sehingga
mengurangi keindahan panorama jalan setapak menuju ke Pura Taman Ayun (lihat foto 5.12
di bawah). Para petugas perlu konsisten dalam penataan pedagang di sekitar kawasan Pura
Taman Ayun agar tidak menimbulkan kesan lingkungan yang kumuh dan masalah di
belakang hari.
Foto 5.12 Pedagang asongan pada jalan setapak di sebelah barat gapura Pura Taman Ayun
Penataan lingkungan di kawasan Pura Taman Ayun dilakukan dengan baik. 11 orang
petugas kebersihan dipekerjakan untuk merawat taman dan menjaga kebersihan lingkungan
74
kawasan Pura taman Ayun. Keberadaan tukang kebun dan petugas yang membersihkan
toilet di Pura Taman Ayun telah berperan aktif menjaga kebersihan dan keasrian lingkungan
pura Taman Ayun sehingga menghilangkan kesan kumuh sebagai daya tarik wisata. Para
petugas kebersihan di Pura Taman Ayun terrekam pada foto 5.13 di bawah.
Foto 5.13 Para petugas kebersihan di Pura Taman Ayun
Penataan lingkungan juga dilakukan di Pura Tirta Empul, Tampaksiring, Gianyar.
Pihak pengelola yakni masyarakat Manukaya, Tampaksiring telah melakukan upaya
kebersihan lingkungan dengan menempatkan tempat sampah pada ruang publik seperti di
sekitar wantilan, di dekat toilet dan jalan setapak di sisi timur pura (lihat foto 5.14).
Foto 5.14 Tempat sampah di sisi barat wantilan dan kondisi toilet di Pura Taman Ayun
Penataan lingkungan di Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul belakangan ini dapat
dikatakan semakin baik, sehingga wisatawanpun mengapresianya sebagaimana persepsi
mereka terhadap kebersihan di kedua destinasi tersebut.
75
Selain penataan lingkungan, kolam yang terdapat di sebelah barat wantilan atau di
jaba sisi Pura Tirta Empul kini diisi dengan ikan koi sehingga menambah daya tarik destinasi
tersebut. Wisatawan dapat memberi makan ikan dan melihat ikan koi yang besar-besar untuk
menambah something to see di destinasi tersebut (lihat foto 5.13 di bawah)
Foto 5.15 Wisatawan memberi makan ikan di kolam sisi barat halaman luar/jaba sisi PuraTirta Empul
Untuk menambah daya tarik wisata di Pura Tirta Empul, pihak pengelola mungkin
dapat memanfaatkan wantilan sebagai tempat pementasan seni pertunjukan. Pertunjukan
sendratari Mayadanawa misalnya akan sangat kontekstual dengan keberadaan Pura Tirta
Empul. Dalam Usana Jawa diceritrakan bahwa terjadi peperangan antara Dewa Indra dengan
raja Bali yakni Prabu Mayadenawa. Prabu Mayadenawa menciptakan air beracun sehingga
banyak para dewa yang meninggal setelah meminum air beracun tersebut. Air beracung
tersebut kini diyakini menjadi pancoran cetik yang ada di sisi barat kompleks pancoran di
Pura Tirta Empul (Surata, 2013). Dewa Indra menciptakan air suci untuk mengobati atau
menghidupkan kembali para dewa yang keracunan. Air tersebut diyakini menjadi sumber
mata air dan pancoran di Pura Tirta Empul yang dapat menghilangkan segala kekotoran dan
mala atau penyakit. Air di Pura Tirta Empul merupakan sumber atau hulu sungai Pakerisan.
Sendratari Mayadenawa atau pertunjukan barong misalnya akan menambah daya tarik
76
wisatawan dan kontekstual dengan mitos yang berkembang di masyarakat tentang Pura Tirta
Empul.
77
BAB VIPENUTUP
6.1 Simpulan
Berdasarkan paparan pada bab terdahulu maka beberapa simpulan dapat ditarik dalam
penelitian ini sebagai berikut.
1. Filosofi Tri Hita Karana telah diimplementasikan dalam pengelolaan Pura Taman
Ayun dan Tirta Empul sebagai daya tarik wisata. Nilai-nilai keunggulan Tri Hita
Karana yang melandasi penetapan Pura Taman Ayun dan Tirta Empul sebagai
Warisan Budaya Dunia selaras dengan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2
Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali. Larangan dan pembatasan akses
kepada wisatawan memasuki halaman utama/jeroan pura adalah representasi aspek
Parhyangan dalam mengimplementasi nilai-nilai Tri Hita Karana.
Pelayanan, pemberian informasi, tanda-tanda atau signed dan fasilitas kepada
wisatawan di Pura Taman Ayun dan Tirta Empul adalah representasi aspek Pawongan
guna mewujudkan hubungan yang harmonis dengan sesama manusia, termasuk
wisatawan yang berkunjung ke pura tersebut. Aspek Pawongan dalam konteks
pariwisata perlu ditingkatkan untuk mewujudkan pariwisata yang berkelanjutan.
Penataan lingkungan fisik di sekitar Pura Taman Ayun dan Tirta Empul semakin
meningkat setelah keduanya ditetapkan sebagai warisan budaya dunia. Fasilitas
penunjang seperti toilet, jalan keliling di sekitar pura, dan kebersihan lingkungan
telah ditata dengan baik sehingga dapat menambah daya tarik dan memberikan
kenyamanan dan kemudahan bagi wisatawan. Penataan fisik dan fasilitas penunjang
78
di Pura Taman Ayun dan Tirta Empul merupakan representasi aspek Palemahan dari
filosofi Tri Hita Karana.
2. Wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara yang berasal dari luar Bali dapat
dikatakan belum memahami Tri Hita Karana dan nilai-nilai keunggulan universal
filosofi tersebut. Kendala ini dapat diatasi dengan meningkatkan pemahaman
pengelola Taman Ayun dan Tirta Empul terhadap nilai-nilai Tri Hita Karana, dan
menugaskan guide lokal untuk menyosialisasikannya kepada wisatawan.
Hubungan yang harmonis antara pengelola dan wisatawan, antara pengelola dengan
pemilik, dan pemerintah agar senantiasa dijaga, sehingga timbul kesan atau image
yang positif di kalangan wisatawan untuk mewujudkan pariwisata yang berkelanjutan.
Pemahaman terhadap nilai-nilai Tri Hita Karana yang masih kurang dan jumlah
kunjungan wisatawan yang bersifat fluktuatif mengindikasikan bahwa pelabelan
warisan budaya dunia belum memberikan pengaruh yang signifikan terhadap daya
tarik wisata Pura Taman Ayun dan Tirta Empul.
3. Kelestarian lingkungan alam di kawasan Pura Taman Ayun dan Tirta Empul ditata
dengan baik, terutama pasca penetapanya sebagai warisan budaya dunia. Penataan
lingkungan di kedua pura tersebut seperti penataan parkir, kemudahan mengambil
foto atau memotret untuk wisatawan, dan penambahan atraksi kegiatan melukat dan
pemeliharaan ikan koi di Pura Tirta Empul dapat menambah kepuasan wisatawan.
Dalam konteks pariwisata, penataan lingkungan tersebut dapat dikatakan sebagai
turistifikasi atau proses komodifikasi. Turisitifikasi dan komodifikasi merupakan
konstruksi dan interpretasi ulang pura atau tempat suci sebagai daya tarik wisata.
Penataan lingkungan bukan saja memberikan kemudahan dan kenyaman kepada
wisatawan, tetapi juga bermanfaat untuk masyarakat lokal.
79
6.2 Rekomendasi
5. Sebagai upaya menjaga kesucian pura yang menjadi daya tarik wisata disarankan
agar setiap wisatawan memakai kain dan selendang memasuki halaman tempat
suci.
6. Pengelola Pura Taman Ayun dan Tirta Empul harus lebih meningkatkan
pemahaman dan pengimplementasian nilai-nilai Tri Hita karana secara
berkelanjutan sehingga dapat meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan..
7. Turistifkasi dan komodifikasi agar dilakukan secara berkeseimbangan sehingga
tidak mencederai aspek Parhyangan, Pawongan, dan Palemahan sebagai
representasi nilai-nilai Tri Hita Karana.
8. Promosi Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul sebagai warisan budaya dunia,
yang sekaligus menjadi daya tarik wisata agar ditingkatkan kuantitas dan
kualitasnya sehingga berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah kunjungan
wisatawan.
80
Daftar Pustaka
Babad Mengwi. 2007.Bryan Fay. 2004. Filsafat Ilmu Sosial Kontemporer. Yogyakarta : Penerbit Jendela.Chheang, Vannarith. 2011. “Angkor Heritage Tourism and Tourist Perceptions”. Tourismos:
An International Multidisciplinary Journal of Tourism. Vol. 6, No. 2. pp: 213-240.
Cooper, Chris, John Fletcher, Alan Fyall, David Gilbert, Stephen Vanhill. 2005. TourismPrinciples and Practice. 3rd edition. Edinburgh Gate: Pearson Education Limited.
Diasa, I Wayan. 2009. Strategi Pengembangan Pariwisata Perdesaan di DesaJatiluwih, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan. (Thesis). Universitas Udayana.
Feng Jing. 2010. Introduction to the World Heritage Conservation Process.UNESCO World Heritage Centre (Paris).
Geria, I Made. 2007. Survei Tinggalan Arkeologi di Bentangan Alam KawasanJatiluwih (Culture Landscape) Penebel, Tabanan, Bali. Laporan. Penelitian
Arkeologi. Balai Arkeologi Denpasar.Goris, R. 1954. Prasasti Bali I. Bandung: NV Masa Baru.Grader, G.J. 1960. The State Temples of Mengwi. Dalam Wertheim, W.F. 1960. Bali Studies
in Life, Thought, and Ritual. pp: 155-186. The Hague and Bandung: W. Van HoeveLtd.
Hitchcock, M. Victor T.King and Michael Parnwell (eds). 2010. Heritage Tourism inSoutheast Asia. Singapore: Nias Press.
Koentjaraningrat. 1989. “Metode Wawancara”. Dalam Metode-Metode PenelitianMasyarakat (Koentjaraningrat, red.). Jakarta, Penerbit PT Gramedia. Halaman 129-157.
Kusuma, I Nyoman Weda. 2005. Kekawin Usana Bali Karya Danghyang Nirartha.Denpasar: Pustaka Larasan
Lansing, Steve and Julia N. Watson. 2012. Guide to Bali’s Unesco World Heritage. “ TriHita Karana: Cultural Landscape of Subak and Water Temple”. “2012 Unesco
Sustainable Heritage Area Management Model Study on Environmental Wisdom inTaman Ayun area, Badung Regency, Bali Province. Australian Journal of Basic andApplied Sciences. 8 (10): 219-225.
Miles, M.B. dan A.M. Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif Buku Sumber tentangMetode-Metode Baru (Tjetjep Rohindi, penerjemah). Jakarta : Penerbit Universitas
Indonesia.Mulyana, Deddy. 2006. Metodologi Kualitatif : Paradigma baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu
Sosial Lainnya. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.Oka Prasiasa, Dewa Putu. 2010. Pengembangan Pariwisata dan Keterlibatan Masyarakat di
Desa Wisata Jatiluwih Kabupaten Tabanan. Disertasi. Denpasar: Program Kajianbudaya Program Pascasarjana Universitas Udayana.
Pemerintah Provinsi Bali. 2012. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2012tentang Kepariwisataan Budaya Bali. Denpasar: Pemerintah Provinsi Bali
Picard, Michel. 2006. Bali. Pariwisata Budaya dan Budaya Pariwisata. Jakarta: KepustakaanPopuler Gramedia dan Ecole francaise d’Extreme-Orient.
Pitana, I Gde, I Ketut Surya Diarta. 2009. Pengantar Ilmu Pariwisata. Yogyakarta: Andi.Pratnyawati, Tjok Sri Bulan. 2013. Pengelolaan Daya Tarik Wisata Goa Gajah dalam
81
Perspektif Tri Hita Karana. Tesis. Denpasar: Program Pascasarjana UniversitasUdayana.
Pujaastawa, I.B.G., Wirawan, I.G.P. dan Adhika, IM. 2005. Pariwisata Terpadu, AlternatifModel Pengembangan Pariwisata Bali Tengah. Hasil penelitian, Universitas Udayana.
Stutterheim, W.F. 1929. Oudheden van Bali I. Het Oude Rijk van Pejeng. Singaradja: KirtyaLieffrinck van der Tuuk.
Setiawan, I Ketut. 2011. Komodifikasi Pusaka Budaya Pura Tirta Empul dalam konteksPariwisata Global. Disertasi. Denpasar: Program Pascasarjana Universitas Udayana.
Surata, Sang Putu Kaler. 2013. Lanskap Budaya Subak. Belajar dari masa lalu untukmembangun masa depan. Denpasar: Universitas Mahasaraswati Press.
Taylor Steven J dan Robert Bogdan. 1984. Introduction to Qualitative Research Methods TheSearch for Meaning. New York : John Wuley & Sons.
82
Lampiran 1
DAFTAR INFORMAN
1. Nama : I Gusti Ngurah Rai Suryawijaya, SE, MBA,Umur : 55 tahunPendidikan : MagisterJabatan : Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) & Ketua PHRI
Badung, WKU Kadin BaliAlamat : Desa Buduk
2. Nama : Dewa SugiarthaUmur : 50 tahunPendidikan : Sarjana (S1)Jabatan : Kasubag Keuangan, Dinas Pariwisata Kabupaten BadungAlamat : Dinas Pariwisata Kabupaten Badung
3. Nama : Ketut SuandiUmur : 55 tahunPendidikan : Sarjana (S1)Jabatan : Ketua pengelola Taman AyunAlamat : Desa Kapal
4. Nama : Tjok Sri Bulan Pratnyawati, M.ParUmur : 38 tahunPendidikan : MagisterJabatan : Staf Dinas Pariwisata Kabupaten, GianyarAlamat : Dinas Pariwisata Kabupaten Gianyar
5. Nama : I Made Mawi ArnataUmur : 60 tahunPendidikan : Diploma 3Pendidikan : Bendesa Adat ManukayaAlamat : Dusun Manukaya Let
6. Nana : Dewa Putu KencanaUmur : 51 tahunPendidikan : SMAJabatan : Kepala Desa ManukayaAlamat : Dusun Manik Tawang
7. Nama : Dewa Gde Mangku WentenUmur : 67 tahunPendidikan : SLTPJabatan : Pemangku Pura Tirta EmpulAlamat : Dusun Bantas
8. Nama : Dewa Gde Mangku MoyoUmur : 61 tahun, Pemangku Pura Tirta EmpulPendidikan : SLTP
83
Alamat : Dusun Manukaya Let
Lampiran 2
PEDOMAN WAWANCARA
NO
URAIAN(BIDANG
PENILAIANDAN
INDIKATOR
CHECK LIST(TOLOKUKUR)
CATATAN/KETERANGAN
I PARHYANGAN
1.1
Tempat suci diDTW, idealnya,
terpeliharadengan baik
5. Kondisitempat suciDTWterpelihara
sangat baik,bangunan sucitertata
sangat rapi,tanamanupakara
terawat baiksehinggasuasananyaman
4. Kondisitempat suci diDTW ini
terpeliharabaik, bangunansuci tertata
rapi,tanamanupakara kurang
terawattsehingga
CONTOH tanamanupakara: bunga (saranasembahyang), kelapa,
pinang, pisang, mangga,dan sejenisnya
84
suasana terasa
kurangnyaman
3. Kondisitempat suci diDTW ini
terpeliharacukup baik,bangunan suci
tertatakurang rapi,tanamanupakara
tidakterawatsehinggasuasana pura
menjaditidak nyaman
2. Kondisitempat suci diDTW ini
terpeliharakurang baik,bangunan
suci tidaktertata rapi,tidak ada
tanamanupakarasehingga
suasana puraterasa keringdan kurang
hidup(suwung)
1. Kondisi
85
tempat suci diDTW ini tidak
terpeliharabaik, tidak adatanaman
upakara,sampahberserakan,tiang dan
kabel listriksemrawut diatas
bangunansuci sehinggasuasana pura
kumuh dansepi
1.2
Simbol-simbolagama dan
benda sakral,idealnya tidakdipakai hiasan
di DTW
5. Sama sekalitidak adasimbol agama
dan bendasakral (arca,aksara suci,
lambing/symbol, palinggih,dll) dipakai
hiasan diDTW
4. Ada symboldan bendasacral
ditempatkan
86
di satu tempatyang tidak
patut
3. Ada simbolagama danbenda sakral
yang dipakaihiasan padadua lokasi
2. Ada symbolagama danbenda sakral
yang dpakaihiasan padatiga lokasi
1.Ada simbolagama danbenda sakral
yang dpakaihiasan padalebih dari tigalokasi
1.3 Pihak PengelolaDTW, idealnyamenyelenggarakanyadnya aci setiaphari
6.Darimanakah sumber informasi tentang keberadaan Pura Taman Ayun dan Tirta Empul?
Mulut ke mulut Internet
Surat Kabar Agen perjalanan (travel)
Televisi Lainnya…………………….(sebutkan)
96
7.Berapa kali anda pernah mengunjungi Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul
sebelumnya?
Pertama kali Tiga kali
Dua kali Lebih dari tiga kali
8.Apakah anda tahu bahwa Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul telah ditetapkan sebagai warisan
budaya dunia
A Ya Tidak
9.Apakah anda tahu nilai keunggulan universal Pura taman Ayun dan Pura Tirta Empul
A Ya Tidak
12. Apakah anda puas dengan adanya larangan/pembatasan memasuki halaman
utama/jeroan
pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul?
A Ya Tidak
11. Apakah anda memakai sarung dan selendang memasuki Pura Taman Ayun dan Pura Tirta
Empul?
A Ya Tidak
12. Apakah petugas menyediakan sarung dan selendang untuk wisatawan
A Ya Tidak
97
13. Silahkan centang (V) pada salah satu kotak dibawah ini terkait tentang persepsi anda tentang
Daya Tarik Wisata Pura Taman Ayun.
a. Atraksi-atraksi
Sangat
Baik
Baik Cukup Kurang Sangat
Kurang
Keunikan Arsitektur
Lansekap taman
Kolam
Fotografi
Pameran Lukisan
Kebun Botanical
Aktivitas Seremonial
b. Aksesbilitas
Sangat
Baik
Baik Cukup Kurang Sangat
Kurang
Lokasi yang strategis
ut eke tempat wisata lain
Jarak tempuh dari bandara
Kondisi jalan menuju lokasi
Kondisi jalan di depan lokasi
Transportasi menuju lokasi
98
c. Fasilitas
Sangat
Baik
Baik Cukup Kurang Sangat
Kurang
Wantilan
Toilet
Parkir
Kantin
Gazebo
Payung
d. Organisasi Kepariwisataan/Pengelola
Sangat
Baik
Baik Cukup Kurang Sangat
Kurang
Promosi
Keamanan
Kebersihan
Kesejukan
Pelayanan
Informasi untuk wisatawan
Harga tiket
99
14. Saran anda terhadap pengelolaan daya tarik wisata Pura Taman Ayun (baik dari segi pelayanan,
fasilitas, dan lain-lain)
…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………
100
Lampiran 5
KUESIONER UNTUK WISATAWAN MANCANEGARA
Please put a (V) in one of the box
Responden Identity
1.Name : ……………………………………………
2.Nationality : ……………………………………………
3.Sex
Male Female
4.Age
15 – 29 years old 30 – 44 years old
45 – 59 years old > 60 years old
5.Occuption
Businessman/woman Doctor
Teacher Driver
Lawyer Student
Artist Others…………………………..(specify)
6.How do you know the Taman Ayun /Tirta Empul Temple?
Friends Internet
Newspaper Travel Agent
Television Others…………………….(specify)
101
7.How many times have you ever visited Taman Ayun /Tirta Empul Temple?
First time Third times
Second times More than three times
8.Do you know that Taman Ayun/Tirta Empul Temple has been established as the World Heritage
Site?
Yes No
9.Do you know the outstanding universal value of Taman Ayun/Tirta Empul temple as the World
Heritage Site in Bali?
Yes No
10.Do you feel comfortable with the limitation of access to the inner yard of the temple
Yes No
11.Do you wear a sarong and a scarf when entering the temple
Yes No
12. Do the front office provide sarong and scarf for you
Yes No Yes
102
13.Please put (V) inside one of the box regarding your perception about Taman Ayun Temple
tourist attraction below:
a. Attractions
Very
Good
Good Fair Poor Very
Poor
The uniqueness of architecture
Garden Landscape
Pond
Photography
Botanical Garden
Ceremonial activities
b. Accessibilities
Very
Good
Good Fair Poor Very
Poor
Strategic location
Route to other tourist attractions
Distance from the airport
The condition of the road to the
location
The condition of the road infront of
location
Transportation to the location
103
c. Facilities
Very
Good
Good Fair Poor Very
Poor
Wantilan
Toilet
Parking area
Canteen
Gazebo
Umbrella
d. Tourist Organization/Management
Very
Good
Good Fair Poor Very
Poor
Promotion
Security
Cleanliness
Coolness
Tourist Information
Ticket’s price
104
14.Please write your advise related to the management of tourist attraction of Taman
Ayun/Tirta Empul Temple (regarding services, facilities or others)
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
105
Lampiran 6
IMPLEMENTASI TRI HITA KARANADALAM PENGELOLAAN WARISAN BUDAYA DUNIA
PURA TAMAN AYUN DAN PURA TIRTA EMPULSEBAGAI DAYA TARIK WISATA
Oleh
I Wayan ArdikaFakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana
I Nyoman DhanaFakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana
I Ketut SetiawanFakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana
ABSTRACT
Tri Hita Karana is a local wisdom which determines the cultual landscape of Bali as theworld cultural heritage. Pura Taman Ayun and Pura Tirta Empul are parts of cultural landscape ofBali, they are also utilized as tourist destinations. Tri Hita karana is also in lined with theimplementation of cultural tourism in Bali.
The philosophy of Tri Hita Karana is the reprsentation of live i.e. harmony and balancebetween human and God (Parhyangan), human and others (Pawongan), and between human and theenvironment (Palemahan). The purpose of this article is to reveal the implementation of Tri HitaKarana in managing the world cultural heritage of Pura Taman Ayun and Pura Tirta Empul as touristattractions in Bali. Sixty questionaries were distributed and several informants were interviewed inthis research. This research revealed that the Tri Hita Karana has been implemented at Pura TamanAyun and Pura Tirta Empul. However, the aspect of Pawongan need to be improved in order to obtainmore satisfactory information and services for the tourists.Keywords: Tri Hita Karana, world cultural heritage
ABSTRAKTri Hita Karana sebagai kearifan lokal melandasi penetapan landskap budaya Bali sebagai
warisan budaya dunia. Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul merupakan bagian landskap budayaBali, dan sekaligus sebagai daya tarik wisata. Penetapan landskap budaya Bali sebagai warisanbudaya dunia selaras dengan pelaksanaan pariwisata budaya di Bali, yang juga berlandaskan Tri HitaKarana.
Filosofi Tri Hita Karana merupakan representasi kehidupan yang harmonis dan seimbangantara manusia dengan Tuhan (Parhyangan), manusia dengan sesamanya (Pawongan), dan manusiadengan lingkungan alam (Palemahan). Penelitian ini bertujuan untuk memahami implementasi TriHita Karana dalam pengelolaan warisan budaya dunia Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empulsebagai daya tarik wisata. Enam puluh orang wisatawan mancanegara dan nusantara ditetapkansebagai responden dan sejumlah informan diwawancarai dalam penelitian ini. Aspek Parhyangan,Pawongan, dan Palemahan telah diimplementasikan dalam pengelolaan warisan budaya dunia PuraTaman Ayun dan Pura Tirta Empul sebagai daya tarik wisata. Dalam kenyataan di lapangan, aspek
106
Pawongan masih perlu ditingkatkan sehingga wisatawan mendapatkan informasi dan pelayananyang optimal.Kata kunci: Tri Hita Karana, warisan budaya dunia,
PENGANTAR
Tujuan Konvensi Unesco 1972 adalah mengidentifikasi, melindungi dan mempreservasi warisan
budaya dan alam di seluruh dunia yang dianggap memiliki nilai keunggulan yang universal
(Outstanding Universal Value) bagi kemanusiaan dari segi sejarah, kebudayaan atau ilmu
pengetahuan. Terkait dengan hal ini, pada tanggal 29 Juni 2012 Unesco telah menetapkan landskap
budaya Bali sebagai warisan dunia, karena mengandung nilai keunggulan universal (outstanding
universal value). Beberapa situs yang telah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia meliputi Pura
Ulun Danu Batur, Kawasan tinggalan arkeologi di Aliran Sungai Pakerisan di Kabupaten Gianyar,
pura Taman Ayun di Kabupaten Badung, dan Kawasan subak Catur Angga Pura Batukaru, di
Kabupaten Tabanan. Tujuan utama penetapan kawasan tersebut sebagai warisan budaya dunia
adalah meningkatkan pelestarian kawasan, pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kawasan,
mempertahankan keseimbangan ekologis dan mewujudkan revitalisasi pertanian, dengan berorientasi
pada falsafah Tri Hita Karana (selanjutnya disebut THK) yang menekankan pentingnya
keharmonisan hubungan manusia dengan Tuhan (Parhyangan), dengan sesamanya (Pawongan), dan
dengan lingkungan alam (Palemahan) (Lansing, Steve and Julia N. Watson. 2012; Surata, 2013;
Madiasworo, Taufan, dkk. 2014; 219-225).
Kawasan warisan budaya dunia di Bali berpotensi sebagai daya tarik wisata sehingga
pengelolaannya harus berlandaskan nilai-nilai keunggulan universal THK. Keharusan ini bersesuaian
pula dengan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya
Bali yang menyatakan bahwa “Penyelenggaraan Kepariwisataan Budaya Bali dilaksanakan
berdasarkan pada asas manfaat, kekeluargaan, kemandirian, keseimbangan, kelestarian, partisipatif,
berkelanjutan, adil dan merata, demokratis, kesetaraan dan kesatuan yang dijiwai oleh nilai-nilai
Agama Hindu dengan menerapkan falsafah Tri Hita Karana”. Ini berarti pengelolaan warisan budaya
dunia sebagai daya tarik wisata harus dilakukan dengan mengindahkan nilai-nilai yang terkandung
dalam falsafahTHK.
Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul merupakan bagian warisan budaya dunia di Bali
yang juga berfungsi sebagai daya tarik wisata. Dalam konteks ini, Pura Taman Ayun dan Pura Tirta
Empul telah mengalami konstruksi dan interpretasi ulang yakni bukan saja sebagai tempat suci,
namun juga berfungsi sebagai daya tarik wisata (Hitchcock, M., Victor T.King and Michael
Parnwell, 2010; Park, 2014). Seperti dikatakan oleh William Lipe (1984) dan Timothy
Darvill (dalam Hardesty, Donald, L dan Barbara J. Little, 2009; Ardika, 2015: vi) bahwa
107
tinggalan arkeologi atau warisan budaya memiliki nilai ekonomi karena berfungsi sebagai daya tarik
wisata.
Bertolak dari paparan di atas, artikel ini menyoroti implementasi THK dalam pengelolaan
warisan budaya dunia Pura Taman Ayun dan Tirta Empul yang telah ditetapkan sebagai daya tarik
wisata di Bali. Fokusnya adalah pada pemahaman dan implementasi nilai-nilai THK oleh sumber
daya manusia dalam pengelolaan warisan budaya dunia Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul
untuk pengembangan pariwisata. Pemahaman dan implementasi THK dalam hal ini tentu saja
berkaitan erat dengan pemanfaatan ruang yang ada dalam kawasan warisan budaya dunia tersebut
dalam pengembangan pariwisata beserta implikasi-implikasinya.
Data yang digunakan dalam artikel ini merupakan bagian dari hasil penelitian yang dilakukan
oleh tim penulis artikel ini, yang didanai oleh Universitas Udayana pada tahun anggaran 2015.
Penelitian tersebut dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif melalui
teknik observasi dan wawancara. Wawancara dilakukan terhadap beberapa informan dengan
menggunakan pedoman wawancara, dan terhadap 60 responden dengan menggunakan kuesioner.
Responden dalam hal ini terdiri atas wisatawan mancanegara dan nusantara, yang ditentukan
secara kebetulan (accidental sampling) pada saat pengumpulan data. Responden tersebut
terdiri atas 30 orang wisatawan mancanegara dan 30 orang wisatawan nusantara. Jumlah
responden di masing-masing lokasi penelitian yakni di Pura Taman Ayun dan Pura Tirta
Empul adalah 30 orang, yang terdiri atas 15 orang wisatawan mancanegara dan 15 orang
wisatawan nusantara. Data yang dikumpulkan dengan teknik pengumpulan data seperti ini
adalah data tentang implementasi THK dalam pengelolaan warisan budaya dunia Pura Taman
Ayun dan Pura Tirta Empul sebagai daya tarik wisata. Melalui penyebaran kuesioner kepada
responden, secara khusus digali data tentang persepsi mereka terhadap atraksi, aksesibilitas,
fasilitas, dan manajemen/organisasi yang terkait dengan pengelolaan warisan budaya dunia
Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul dilihat dari perspektif nilai-nilai THK.
Analisis data/informasi dilakukan dengan teknik penggabungan atau perpaduan antara
deskriptif kualitatif interpretatif dan kuantitatif. Analisis interpretatif, terutama secara emik
dan etik, sehingga dapat dihindari kemungkinan adanya masalah dengan informan yang telah
melakukan sesuatu tindakan tetapi tidak mampu menginformasikan maknanya sebagiamana
dikatakan oleh Brian Fay (2004). Secara konkret mekanismenya bahwa setiap informansi
penting yang diperoleh dari informan langsung dianalisis dan dilanjutkan dengan wawancara
sehingga mekanisme tersebut mengacu kepada apa yang oleh Taylor dan Bogdan (1984: 128)
disebut dengan istilah go hand-in-hand dalam proses pengumpulan dan analisis data.
108
Analisis data tersebut dilakukan dengan mengikuti prosedur analisis data sebagaimana
dikemukakan oleh Miles dan Huberman (1992) yaitu reduksi data, menyajikan, menafsirkan
data, dan menarik simpulan. Reduksi data meliputi berbagai kegiatan yakni penyeleksian,
dengan menghaturkan canang sari/sesajen di depan pintu masuk ke pancoran dan saat
wisatawan melukat penyucian diri (lihat foto 5 di bawah).
118
Foto 5 Canang sari/sesajen diaturkan pada pintu masuk dan pancuran tempatmelukat/penyucian diri di Pura Tirta Empul
Aspek Pawongan
Pariwisata dipandang sebagai sebuah sistem yang terdiri atas elemen wisatawan/turis,
geografis, dan industri pariwisata (Cooper et.al. 2005: 8-9; Pitana dan Diarta, 2099: 59-60).
Wisatawan merupakan elemen penting dalam sistem itu karena menyangkut pengalaman,
sesuatu yang menyenangkan untuk dinikmati, diharapkan, dikenang atau diingat sebagai yang
terpenting dalam kehidupan seseorang. Menurut Leiper (dalam Cooper, et.al. 2005: 9)
elemen geografis dapat dikelompokkan menjadi tiga aspek yakni a) daerah yang dapat
menstimulasi dan mendorong motivasi kunjungan wisatawan, b) destinasi atau tempat yang
menjadi daya tarik wisatawan, dan c) rute transit yakni tempat singgah sementara yang dapat
dikunjungi oleh wisatawan dalam perjalanan menuju destinasi. Elemen ketiga dari sistem
Leiper tersebut adalah industri pariwisata. Industri pariwisata ini mencakup kegiatan bisnis
dan organisasi yang mengantarkan dan/atau menyediakan produk pariwisata.
Aspek pawongan dalam filosofi Tri Hita Karana dimaknai sebagai hubungan yang
harmonis antara manusia dengan sesamanya. Dalam konteks pariwisata, aspek pawongan
dapat dikaitkan dengan hubungan yang harmonis antara pengelola dan wisatawan yang
diwujudkan dalam bentuk keramah-tamahan (hospitality) dan pelayanan (service).
Pelayanan tiket masuk ke pura sebagai daya tarik wisata, penyediaan kain dan
selendang kepada wisatawan adalah bentuk pelayanan dan representasi aspek pawongan.
Selain pelayanan tiket masuk dan penyediaan kain dan selendang, para petugas di bagian tiket
masuk juga menyiapkan brosur terkait dengan sejarah, palinggih dan upacara di Pura Taman
Ayun dan Tirta Empul. Observasi di lapangan menunjukan bahwa pemberian brosur oleh
petugas kepada wisatawan sering kali diabaikan, baik di Pura Taman Ayun maupun Pura
Tirta Empul. Wisatawan yang tidak diantar oleh pemandu akan kesulitan memperoleh
119
informasi tentang pura tersebut. Hal ini juga menjadi sumber kekecewaan wisatawan,
terutama yang tidak diantar oleh pemandu.
Wisatawan mancanegara maupun nusantara terutama yang tidak didampingi oleh
pemandu banyak menyoroti pengadaan booklet atau brosur tentang sejarah dan fungsi
palinggih di Pura Taman Ayun. Mereka tidak memperoleh informasi yang lengkap dan benar,
karena brosur yang tersedia ditulis dalam bahasa Indonesia.
Terkait dengan booklet/brosur Pura Taman Ayun dan Tirta Empul, sesungguhnya
telah disiapkan oleh petugas penjaga tiket/karcis masuk. Petugas terlihat kurang cekatan
dalam memberikan pelayanan ketika wisatawan membeli tiket/karcis, dan semestinya
sekaligus diberikan booklet atau brosur tentang pura tersebut.
Pemandu lokal tidak disiapkan oleh pihak pengelola di masing-masing pura.
Keberadaan pemandu atau guide lokal di Pura Taman Ayun dan Tirta Empul sebetulnya
sangat diperlukan. Pemandu atau guide lokal akan dapat menjelaskan sejarah pura, fungsi
masing-masing palinggih atau bangunan suci dan upacara yang dilaksanakan pada hari
tertentu di masing-masing pura. Informasi tersebut akan sangat penting dan menarik bagi
wisatawan, sehingga mereka akan memberitahu teman atau kerabatnya untuk mengunjungi
pura tersebut. Sebagian besar wisatawan mancanegara melakukan kunjungan pertama kali
ke Pura Taman Ayun dan Tirta Empul. Hal ini menjadi peluang bahwa pelayanan yang baik
kepada wisatawan sehingga wisatawan akan berkunjung kembali ke destinasi tersebut. Dalam
konteks pawongan, keberadaan pemandu lokal di Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul
sangat diperlukan untuk memberikan informasi yang menarik dan akurat kepada wisatawan.
Informasi tertulis baik berupa larangan maupun anjuran juga dipasang di Pura Taman
Ayum dan Pura Tirta Empul. Informasi ini sangat diperlukan oleh wisatawan yang
berkunjung ke pura tersebut.
Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 25 Tahun 2011 tentang Retribusi telah
menetapkan bahwa harga karcis masuk ke daya tarik wisata Pura Taman Ayun diatur
sedemikian rupa: wisatawan mancanegara membayar Rp 15.000,- dan wisatawan nusantara
Rp 10.000,- Berdasarkan Surat Keputusan Bupati Badung Tanggal 1 Oktober, Tahun 1997
telah ditetapkan pembagian retribusi pengelolaan daya tarik wisata sebagai berikut; 25%
untuk Pemerintah Kabupaten Badung, dan 75% untuk destinasi Pura Taman Ayun atau Puri
Mengwi sebagai pemilik. Menurut petugas karcis, jumlah kunjungan wisatawan per hari ke
Pura Taman Ayun diperkirakan antara 400 - 600 orang dengan total pendapatan sekitar Rp
120
10.000.000,- Perlu diketahui bahwa sebelum tahun 1997, wisatawan tidak dikenai tiket
masuk di destnasi Pura Taman Ayun. Wisatawan hanya dimintai donasi secara sukarela untuk
pemeliharaan dan kebutuhan upacara di pura tersebut. Pada saat penelitian ini dilakukan
yakni bulan Juni 2015, belum ada keluhan dari pihak wisatawan mengenai harga karcis.
Pengelolaan destinasi Pura Tirta Empul dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten
Gianyar melalui Dinas Pariwisata Kabupaten Gianyar bekerjasama dengan masyarakat Desa
Pakraman/adat Tampaksiring. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar Nomor 8
Tahun 2010, harga tiket masuk ke destinasi Pura Tirta Empul ditetapkan Rp 15.000,- untuk
dewasa, dan Rp 7.500,- bagi anak-anak. Harga tiket tidak dibedakan antara wisatawan
mancanegara dan nusantara, sehingga tidak menimbulkan kesan berbeda di antara wisatawan.
Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh petugas Dinas Pariwisata Kabupaten
Gianyar dan Bendesa Pakraman/Adat Tampaksiring bahwa pembagian retribusi penjualan
tiket masuk dilakukan sebagai berikut: 40% untuk desa Pakraman Tampaksiring, dan 60%
untuk Pemerintah Kabupaten Gianyar. Menurut informasi yang disampaikan oleh Bendesa
Adat Tampaksiring yang didampingi oleh Wakil Bendesa Adat bahwa pembagian retribusi
itu sering tidak lancar, sehingga masyarakat harus menunggu turunnya dana tersebut. Di sisi
lain, masyarakat Desa Pakraman Tampaksiring berharap agar mereka mendapat pembagian
retribusi yang lebih besar, seperti yang berlaku di Kabupaten Badung dan Tabanan yakni
75% untuk masyarakat setempat dan 25% untuk pemerintah daerah. Untuk diketahui bahwa
jumlah wisatawan yang mengunjungi destinasi Pura Tirta Empul berkisar antara 1000 hingga
1500 orang setiap hari, dengan jumlah retribusi sekitar Rp 15.000.000,- atau Rp 22.500.000,-
Wisatawan yang berkunjung ke destinasi Pura Tirta Empul sangat terkesan dengan
kegiatan malukat atau penyucian diri di pancoran di pura tersebut. Banyak wisatawan
mancanegara yang ikut melukat di pancuran pura tersebut. Kegiatan malukat dapat dijadikan
sebagai produk unggulan destinasi Pura Tirta Empul, Tampaksiring. Liezl dan Marina
wisatawan mancanegara dari Singapura ikut malukat di pancuran di Pura Tirta Empul, dan
mereka membawa pejati/sesajen. Kedua wisatawan mancanegara tersebut sangat menikmati
kegiatan malukat/penyucian diri di Pura Tirta Empul
Kikuchi Takehiro dan Kikuchi Yumi, dua wisatawan dari Jepang menyarankan agar
kesucian pura tetap dipertahankan. Mereka juga menyarankan agar wisatawan yang ingin
malukat atau menyucikan diri melakukannya seperti yang dipraktikkan oleh masyarakat lokal
yaitu dengan membawa sesajen.
121
Sebagian besar wisatawan menyarankan agar disediakan kamar ganti yang terpisah
dengan toilet, setelah mereka malukat atau menyucikan diri di pancuran di pura Tirta Empul.
Wisatwan mancanegara mengusulkan agar toilet tidak disewakan atau dikenai fee, sebaiknya
harga tiket masuk yang dinaikkan sehingga kesan komersial dapat dihindari. Usulan ini
disampaikan oleh Hendrik dkk (wisatawan Jerman), Liezl dan Marina (Singapura). Bendesa
Adat dan Wakil Bendesa Adat telah memaklumi kondisi ini dan mereka akan membangun
kamar ganti yang terpisah dengan toilet, sesuai dengan kondisi yang ada di sekitar pura.
Wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Pura Tirta Empul menyarankan agar
tempat sampah tidak ditempatkan di dekat pintu masuk. Hal ini menimbulkan kesan kumuh
terhadap destinasi Pura Tirta Empul. Selain itu, tanda (signed) sebagai penunjuk arah menuju
masing-masing halaman pura agar jelas, sehingga tidak membingungkan wisatawan
Implementasi aspek pawongan tampaknya masih perlu ditingkatkan dalam
pengelolaan daya tarik wisata di Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul. Kesigapan petugas
dalam melayani wisatawan, memberikan informasi yang lengkap dan menarik kepada
wisatawan perlu mendapat perhatian. Fenomena yang sama juga ditemukan dalam
pengelolaan daya tarik wisata Goa Gajah (Pratnyawati, 2013: 128).
Aspek Palemahan
Pasca ditetapkannya Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul sebagai warisan budaya
dunia oleh Unesco pada tanggal 29 Juni 2012, sejumlah pembenahan telah dilakukan oleh
Pemerintah Daerah Kabupaten Badung dan Pemerintah Daerah Kabupaten Gianyar
bekerjasama dengan pemilik dan/atau masyarakat setempat.
Penataan jalan di depan Pura Taman Ayun, pemindahan pedagang, dan tempat parkir
menimbulkan kesan yang lebih baik, asri dan nyaman bagi wisatawan (lihat foto 6 di bawah).
122
Foto 6. Penataan jalan di depan Pura Taman Ayun
Pada saat penelitian ini dilaksanakan yakni awal Juni 2015, tampak dua pedagang
asongan yang berjualan di jalan setapak menuju Pura Taman Ayun. Fenomena ini dapat
dikatakan sebagai resistensi para pedagang setelah mereka direlokasi ke sebelah selatan jalan
utama di depan Pura taman Ayun. Petugas keamanan tidak menegur pedagang tersebut
sehingga mengurangi keindahan panorama jalan setapak menuju ke Pura Taman Ayun.
Penataan lingkungan juga dilakukan di Pura Tirta Empul, Tampaksiring, Gianyar.
Pihak pengelola yakni masyarakat Manukaya, Tampaksiring telah melakukan upaya
kebersihan lingkungan dengan menempatkan tempat sampah pada ruang publik seperti di
sekitar wantilan, di dekat toilet dan jalan setapak di sisi timur pura.
123
SIMPULAN
Berdasarkan paparan di depan maka beberapa simpulan dapat ditarik sebagai berikut.
1. Komponen Tri Hita Karana (Parhyangan, Pawongan, dan Palemahan) telah
diimplementasikan dalam pengelolaan Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul
sebagai daya tarik wisata.
2. Larangan dan pembatasan akses kepada wisatawan untuk memasuki halaman
utama/jeroan pura adalah representasi aspek Parhyangan dalam menjaga kesakralan
dan kesucian pura. Dalam praktik di lapangan terjadi pula turistifikasi atau
komodifikasi terhadap pura sebagai tempat suci.
3. Aspek Pawongan diimplementasikan dengan menjaga hubungan yang harmonis
sesama manusia terutama antara pengelola dengan wisatawan, dalam bentuk
pelayanan, pemberian informasi, pemasangan tanda-tanda atau signed dan fasilitas
kepada wisatawan di Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul. Dalam konteks
pariwisata, aspek Pawongan perlu ditingkatkan untuk mewujudkan pariwisata yang
berkelanjutan.
4. Penataan lingkungan fisik di sekitar Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul semakin
meningkat setelah keduanya ditetapkan sebagai warisan budaya dunia. Penataan fisik
dan fasilitas penunjang di Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul merupakan
representasi aspek Palemahan dari filosofi Tri Hita Karana. Fasilitas penunjang
seperti toilet, jalan keliling di sekitar pura, dan kebersihan lingkungan telah ditata
dengan baik sehingga dapat menambah daya tarik dan memberikan kenyamanan serta
kemudahan bagi wisatawan.
5. Pelabelan warisan budaya dunia ternyata belum memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap jumlah kunjungan wisatawan ke Pura Taman Ayun dan Pura Tirta
Empul.
124
Daftar Pustaka
Ardika, I Wayan. 2015. Warisan Budaya. Perspektif Masa Kini. Denpasar: UdayanaUniversity Press.
Ardika, I Wayan. 2007. Pariwisata & Pusaka Budaya. Denpasar: Pustaka larasan.Bryan Fay. 2004. Filsafat Ilmu Sosial Kontemporer. Yogyakarta : Penerbit Jendela.Chheang, Vannarith. 2011. “Angkor Heritage Tourism and Tourist Perceptions”. Tourismos:
An International Multidisciplinary Journal of Tourism. Vol. 6, No. 2. pp: 213-240.Cooper, Chris, John Fletcher, Alan Fyall, David Gilbert, Stephen Vanhill. 2005. Tourism
Principles and Practice. 3rd edition. Edinburgh Gate: Pearson Education Limited.Grader, G.J. 1960. The State Temples of Mengwi. Dalam Wertheim, W.F. 1960. Bali Studies
in Life, Thought, and Ritual. pp: 155-186. The Hague and Bandung: W. Van HoeveLtd.
Hardesty, Donald, L and Barbara J. Little. 2009. Assessing Site Significance. New York.Altamira Press.
Hitchcock, M. Victor T.King and Michael Parnwell (eds). 2010. Heritage Tourism inSoutheast Asia. Singapore: Nias Press.
Koentjaraningrat. 1989. “Metode Wawancara”. Dalam Metode-Metode PenelitianMasyarakat (Koentjaraningrat, red.). Jakarta, Penerbit PT Gramedia. Halaman 129-157.
Lansing, Steve and Julia N. Watson. 2012. Guide to Bali’s Unesco World Heritage. “ TriHita Karana: Cultural Landscape of Subak and Water Temple”. “2012 Unesco
World Heritage List”.Lipe, William. 1984. Value and meaning in cultural resource. Dalam Cleere, H. (ed), 1984.
Approaches to the Archaeological Heritage. pp: 1-11. Cambridge: CambridgeUniversity Press.
Madiasworo, Taufan, Gunawan Tjahjono, Budhy Tjahjati, Subur Budhisantoso 2014.Sustainable Heritage Area Management Model Study on Environmental Wisdom in
Taman Ayun area, Badung Regency, Bali Province. Australian Journal of Basic andApplied Sciences. 8 (10): 219-225.
Miles, M.B. dan A.M. Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif Buku Sumber tentangMetode-Metode Baru (Tjetjep Rohindi, penerjemah). Jakarta : Penerbit Universitas
Indonesia.Mulyana, Deddy. 2006. Metodologi Kualitatif : Paradigma baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu
Sosial Lainnya. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.Pemerintah Provinsi Bali. 2012. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2012
tentang Kepariwisataan Budaya Bali. Denpasar: Pemerintah Provinsi BaliPicard, Michel. 2006. Bali. Pariwisata Budaya dan Budaya Pariwisata. Jakarta: Kepustakaan
Populer Gramedia dan Ecole francaise d’Extreme-Orient.Pitana, I Gde, I Ketut Surya Diarta. 2009. Pengantar Ilmu Pariwisata. Yogyakarta: Andi.Pratnyawati, Tjok Sri Bulan. 2013. Pengelolaan Daya Tarik Wisata Goa Gajah dalam
Perspektif Tri Hita Karana. Tesis. Denpasar: Program Pascasarjana UniversitasUdayana.
Setiawan, I Ketut. 2011. Komodifikasi Pusaka Budaya Pura Tirta Empul dalam konteksPariwisata Global. Disertasi. Denpasar: Program Pascasarjana Universitas Udayana.
Surata, Sang Putu Kaler. 2013. Lanskap Budaya Subak. Belajar dari masa lalu untukmembangun masa depan. Denpasar: Universitas Mahasaraswati Press.
125
Taylor Steven J dan Robert Bogdan. 1984. Introduction to Qualitative Research Methods TheSearch for Meaning. New York : John Wuley & Sons.