LAPORAN AKHIR ANALISIS STRATEGI INDONESIA UNTUK MENINGKATKAN AKSES PASAR PRODUK CRUDE PALM OIL (CPO) INDONESIA KE AMERIKA SERIKAT PUSAT KEBIJAKAN KERJASAMA PERDAGANGAN INTERNASIONAL BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA 2015
56
Embed
LAPORAN AKHIR ANALISIS STRATEGI INDONESIA UNTUK ...bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Strategi... · 2015), di tahun 2014 Amerika Serikat mengimpor sebagian besar
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAPORAN AKHIR ANALISIS STRATEGI INDONESIA UNTUK MENINGKATKAN AKSES
PASAR PRODUK CRUDE PALM OIL (CPO) INDONESIA KE AMERIKA SERIKAT
PUSAT KEBIJAKAN KERJASAMA PERDAGANGAN INTERNASIONAL BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN
KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA
2015
ABSTRAK
1. Amerika Serikat sebagai salah satu pasar utama di dunia, ternyata sangat banyak
mengimpor produk minyak dan lemak hewani dan nabati (HS 15). Khusus untuk
produk Palm oil & its fraction (HS 1511), berdasarkan data UN Comtrade (ITC,
2015), di tahun 2014 Amerika Serikat mengimpor sebagian besar dari Malaysia
(63,2 persen) dan Indonesia (35,4 persen), serta beberapa negara lain dengan
pangsa dibawah 1 persen seperti Singapura, Ekuador, Kolombia dan Brasil.
2. Salah satu kebijakan Amerika Serikat yang dianggap menghambat ekspor minyak
sawit Indonesia yang termasuk dalam kategori Palm oil & its fraction (HS 1511)
adalah produk yang berasal dari Indonesia dianggap tidak ramah lingkungan.
Hambatan ini mulai diberlakukan Amerika Serikat di tahun 2012 dan masih
berlaku sampai saat ini. Kebijakan tersebut disebut Notice of Data Availability
(NODA) yang menentukan kandungan emisi gas rumah kaca agar produk minyak
sawit dapat digolongkan sebagai produk ramah lingkungan.
3. Kajian ini dengan menggunakan metode structure-conduct-performance dari data
sekunder dan survey bertujuan untuk (a) mengetahui pemanfaatan, pola
perdagangan dan kebijakan terkait minyak nabati khususnya minyak sawit di
Amerika Serikat, serta (b) merumuskan usulan rekomendasi kebijakan untuk
meningkatkan akses pasar dan ekspor minyak sawit Indonesia ke Amerika
Serikat.
4. Pemanfaatan minyak sawit di Amerika Serikat khususnya digunakan untuk fatty
acid, fatty alcohol, biodidesel dan glycerin yang akan digunakan sebagai bahan
baku industri makanan dan farmasi. Adapun pemasok utama minyak sawit
Amerika Serikat adalah Malaysia dan Indonesia.
5. Kebijakan yang saat ini dikenakan terhadap produk dari minyak sawit antara lain
terdiri dari tarif import dan kebijakan Notice of Data Availability (NODA) dari
Environmental Protection Agency (EPA), serta ketidakinginan distributor dan
wholesale di Amerika Serikat menjual minyak goreng dari Crude Palm Oil (CPO)
di Indonesia. Kebijakan ini sangat menghambat akses pasar minyak sawit
Indonesia di Amerika Serikat.
6. Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka direkomendasikan untuk melakukan
perbaikan citra kelapa sawit Indonesia sebagai produk yang ramah lingkungan,
perbaikan akses informasi pasar minyak sawit di Amerika Serikat bagi eksportir
Indonesia, secara aktif terus melakukan pertemuan dan negosiasi dengan
berbagai pihak terkait di Amerika Serikat dan pemangku kepentingan kelapa sawit
di Amerika Serikat terkait EPA-NODA tersebut, meningkatkan ekspor jenis produk
turunan minyak sawit yang bernilai tambah tinggi, dan sosialisasi sertifikasi RSPO
sebagai bukti bahwa perkebunan di Indonesia telah memberlakukan sistem
perkebunan lestari.
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunianya
sehingga analisis yang berjudul Analisis Strategi Indonesia Untuk
Meningkatkan Akses Pasar Produk Crude Palm Oil (CPO) Indonesia Ke
Amerika Serikat dapat diselesaikan.
Selain itu Tim Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala
Pusat Kerjasama Perdagangan Internasional, BP2KP dan Kepala Bidang
Multilateral di Pusat Kerjasama Perdagangan Internasional atas arahan dan
bimbingan dalam penulisan ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada rekan dan pihak lain yang memberikan bantuan dan tidak dapat
disebutkan satu per satu.
Menyadari laporan ini masih banyak kekurangan, diharapkan masukan
yang membangun untuk memperbaiki laporan ini dimasa mendatang.
Jakarta, November 2015
Tim Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
Bab I. PENDAHULUAN ................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................ 1
1.2 Perumusan Masalah ....................................................... 2
1.3 Tujuan ............................................................................. 2
1.4 Hasil Analisis................................................................... 3
Kinerja pasar dapat diartikan sebagai sebuah usaha yang disesuaikan
dengan struktur dan perilaku pasar dengan tujuan akhir memperoleh
keuntungan. Selain itu, tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan/negara dalam
hal kinerja adalah efisiensi, inovasi atau kualitas produk yang lebih baik karena
berkembangnya teknologi, serta distribusi yang merata (Stepherd, 1990). Dalam
analisis ini untuk mengukur kinerja dilakukan penghitungan terhadap nilai per unit
jumlah minyak sawit yang diterima masing-masing negara eksportir di pasar
Amerika Serikat. Besar kecilnya nilai per unit yang diterima tersebut secara tidak
langsung juga menggambarkan daya saing. Ukuran lain untuk mengetahui
kinerja minyak sawit Indonesia di pasar Amerika Serikat adalah dengan
melakukan penghitungan RCA dan RSCA. Untuk mengetahui harga yang diterima masing-masing negara eksportir
kelapa sawit di Amerika Serikat maka dilakukan penghitungan dengan cara
membagi antara nilai ekpor dengan jumlah minyak kelapa sawit yang diekspor.
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa harga yang diterima eksportir yang
tergolong lainnya adalah yang tertinggi, dimana pada tahun 2014 eksportir
lainnya mendapatkan harga 1.534 US $ untuk setiap ton minyak sawit yang
diekspor sedangkan Indonesia hanya 824 US $/ton dan Malaysia 835 US $/ton.
Hal ini menunjukkan bahwa minyak sawit yang diekspor oleh lainnya memiliki
nilai tambah paling tinggi dibanding Malaysia dan Indonesia. Nilai tambah
minyak sawit Indonesia lebih rendah dibanding Malaysia namun menunjukkan
kecenderungan semakin membaik. Hal tersebut terlihat dari selisih harga yang
diterima Indonesia dan Malaysia pada tahun 2010 dan 2014. Pada tahun 2010
harga yang diterima Indonesia lebih rendah sekitar 15 persen dibanding Malaysia
sedangkan tahun 2014 selisih harga tersebut hanya sekitar 1 persen.
Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 36
Tabel 6.4 Perkembangan Harga Impor Minyak Sawit Yang Diterima Negara
Eksportir Tahun 2010-2014 (US $/ton)
Eksportir 2010 2011 2012 2013 2014
Malaysia
827
1,104
1,054
842
835
Indonesia
720
1,159
1,074
832
824
Lainnya
1,211
1,598
1,529
1,577
1,534
Rata-rata
827
1,112
1,062
845
841 (Sumber: Diolah, 2015)
Dalam analisis ini penghitungan nilai RCA untuk Indonesia dan Malaysia
dilakukan dengan menggunakan data nilai ekspor. Hal tersebut dengan
pertimbangan bahwa nilai ekspor lebih sesuai dibanding volume impor untuk
mengukur perbandingan pada 1511 yang terdiri dari beberapa jenis barang.
Gambar 6.5 Perkembangan RCA Indonesia dan Malaysia di Pasar Minyak
Sawit Amerika Serikat Tahun 2010-2014
(Sumber: Diolah, 2015)
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa selama periode 2010 hingga 2014
nilai RCA Indonesia dan Malaysia bernilai > 1 yang berarti kedua negara memiliki
daya saing di pasar minyak sawit Amerika Serikat. Dengan melihat besaran nilai
RCA kedua negara selama periode 2010-2014 dapat disimpulkan bahwa
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
2010 2011 2012 2013 2014
Indonesia Malaysia
Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 37
Malaysia memiliki daya saing yang lebih baik dibanding Indonesia. Namun
demikian daya saing Indonesia menunjukkan kecenderungan makin membaik
sedangkan daya saing Malaysia menunjukkan kecenderungan makin menurun di
pasar minyak sawit Amerika Serikat. Grafik 10 menyajikan perkembangan nilai
RCA Indonesia dan Malaysia di pasar minyak sawit Amerika Serikat.
Hasil perhitungan nilai RSCA menunjukkan kesimpulan yang searah dengan
RCA. Perkembangan nilai RSCA Indonesia dan Malaysia di pasar minyak sawit
Amerika Serikat dapat dilihat pada grafik dibawah ini.
Gambar 6.2 Perkembangan RSCA Indonesia dan Malaysia di Pasar Minyak
Sawit Amerika Serikat Tahun 2010-2014
(Sumber: Diolah,2015)
6.2. Penggunaan Minyak Sawit di Amerika Serikat
Peluang ekspor minyak sawit dan produk turunannya ke Amerika Serikat
masih sangat terbuka lebar karena permintaan minyak nabati di pasar Amerika
Serikat cukup besar seperti dalam bentuk oleokimia dasar dan turunannya
seperti fatty acid, metil ester, gliserol, fatty alkohol, dan berbagai macam produk
surfaktan. Dibawah diuraikan sekilas mengenai industri berbahan baku kelapa
sawit di Amerika Serikat.
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
2010 2011 2012 2013 2014
Indonesia Malaysia
Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 38
Refinery Beberapa industri refinery/minyak goreng sawit yang penting di dunia berada
di Amerika Serikat, Belanda, Belgia, Indonesia, Malaysia, Singapura dan
Thailand. Pemain utama dari industri refinery di Amerika Serikat adalah California
Oils Corporation dan Fuji Vegetable Oil Inc.
Fatty Acid Dalam beberapa tahun terakhir, terjadi peningkatan kapasitas produksi Fatty
Acid di kawasan Asia Tenggara. Produsen-produsen di kawasan ini membentuk
usaha patungan dengan perusahaan-perusahaan besar fatty acid di AS, Eropa
dan Jepang, yang kemudian produksinya diekspor kembali ke perusahaan-
perusahan induk tersebut. Banyak perusahaan induk fatty acid di AS, Eropa dan
Jepang mengalihkan produksinya ke kawasan Asia Tenggara dikarenakan biaya
produksi secara keseluruhan ternyata menjadi lebih rendah. Perusahaan
Amerika Serikat penghasil fatty acid berbahan baku minyak nabati adalah :
Crompton, Procter & Gamble Chemicals, dan Twin Rivers Technologies, Inc
Fatty Alcohol
Selama sepuluh tahun terakhir, pasar global fatty alcohol tumbuh rata-rata
4.0 persen per tahun. Konsumsi meningkat terutama di kawasan di mana
ketersediaan fatty alcohol meningkat, sebagai akibat dari peningkatan kapasitas
dan fasilitas produksi yang baru. Cina, Afrika, Amerika Tengah dan Selatan, dan
Asia merupakan pasar fatty alcohol potensial. Produsen fatty alcohol sintetis
(berbasis petrokimia) yang merupakan pesaing terkemuka untuk produk fatty
alcohol alami adalah Shell Chemicals dari Belanda, Sasol dari Afrika Selatan dan
BASF Jerman. Sedangkan produsen fatty alcohol alami (oleochemical based),
adalah Cognis (Jerman), Kao Corporation (Jepang), Liaoning HuaXing (Cina),
Ecogreen Oleochemicals (Indonesia) dan Procter & Gamble (Amerika Serikat).
Pasar fatty alkohol adalah untuk sabun dan detergen, personal care product,
lubricant, amines dan lain-lain. Lebih dari dua pertiga atau sekitar 80 persen dari
jumlah fatty alcohol yang diproduksi digunakan sebagai bahan baku pembuatan
surfaktan.
Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 39
Biodiesel Perkembangan industri biodiesel dalam beberapa tahun terakhir telah
mengalami pergeseran dominasi global. Sekitar lima tahun yang lalu, Eropa
adalah pemain dominan dalam industri biodiesel, yang memiliki pangsa lebih dari
83 persen dari kapasitas terpasang dunia dan 93 persen dari produksi dan
konsumsi dunia biodiesel. Amerika Utara dan Asia kemudian mulai
mengembangkan industri biodiesel. Produsen biodiesel di dunia tersebar
diberbagai belahan dunia. Saat ini produsen biodiesel didominasi oleh
perusahaan dari Amerika Serikat. Nama perusahan penghasil biodiesel di
Amerika Serikat disajikan pada Lampiran.
Glycerin
Sejak tahun 2007, Asia merupakan produsen dan konsumen glycerin murni
terbesar di dunia, dimana produksi dan konsumsinya mencapai 44 persen dan 35
persen dari produksi dunia dan konsumsi dunia. Eropa Barat merupakan
produsen dan konsumen terbesar kedua glycerin murni dengan tingkat produksi
dan konsumsi mencapai 35 persen dan 28 persen dari produksi dunia. Amerika
Utara adalah pasar terbesar ketiga glycerin murni. Ketiga wilayah tersebut
menyumbang hampir 91 persen dari produksi dunia dan 82 persen dari konsumsi
dunia. Diperkirakan pada tahun-tahun kedepan akan terjadi peningkatan
pertumbuhan konsumsi di Amerika Serikat, Tiongkok dan Thailand serta
pertumbuhan yang signifikan di Eropa Barat. Hal ini terutama disebabkan
meningkatnya permintaan glycerin dalam bentuk turunan produk baru, seperti
epiklorohidrin, syngas dan propilen glikol. Kebutuhan dunia untuk glycerin
disuplai oleh produsen yang tersebar diberbagai belahan dunia.
Konsumen glycerin adalah produsen/industri sabun/kosmetik/farmasi, alkyd
resin, makanan, polyurethan, tembakau, explosives dan lain-lain. Industri sabun
mengkonsumsi glycerin sebesar 37 persen dari total konsumsi dunia, kemudian
diikuti oleh alkyd resin 13 persen, makanan 12 persen dan polyurethan 11
persen. Berikut nama perusahaan penghasil glyserin berbahan baku minyak
nabati di Amerika Serikat.
Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 40
6.3. Hambatan Ekspor Minyak Sawit Indonesia ke Amerika Serikat
Survey dalam kajian ini dilakukan ke Sumatera Utara, Pekanbaru dan
Singapura. Pemilihan Sumatera Utara dan Pekanbaru disebabkan kedua propinsi
tersebut merupakan penghasil dan eksportir utama minyak sawit di Indonesia.
Adapun pemlihan lokasi Singapura disebabkan beberapa perusahaan besar
minyak sawit di Indonesia memilih membangun kantor pemasaran mereka di
Singapura. Pelaksanaan survey ke Singapura diharapkan dapat memberikan
informasi mengenai hambatan dan upaya yang harus dilakukan agar dapat
menembus pasar minyak nabati di Amerika Serikat
Tabel 6.5 Temuan Turun Lapang
Lokasi Perusahaan Hambatan Ekspor ke Amerika
Upaya Mengatasi Hambatan Tersebut
Sumatera Utara Sering ditemukan black
campaign tapi tidak
mengganggu ekspor
Kerjasama perdagangan
untuk menjamin akses
pasar
Pekanbaru Belum dapat menembus
pasar Amerika Serikat Mencari pasar alternatif
khususnya di Eropa
Singapura Distributor dan wholesales
di Amerika Serikat tidak
membeli minyak goreng
dari Indonesia akibat
kasus kebakaran hutan
Sosialisasi RSPO
terhadap distributor dan
wholesales di Amerika
Serikat
Sumber : Survey 2015, diolah
Responden di Sumatera Utara adalah perkebunan swasta besar yang telah
lama beroperasi dan banyak melakukan ekspor ke Amerika Serikat, Uni Eropa
dan China. Hasil temuan survey di Sumatera Utara adalah perkebunana sawit di
propinsi ini tidak merasakan dampak hambatan ekspor ke Amerika Serikat.
Mereka hanya mengikuti pesanan dari kantor pemasaran yang ada di Singapura.
Namun besar harapan responden di Sumatera Utara agar pemerintah
meningkatkan kerjasama akses pasar dengan Amerika Serikat untuk
mempermudah eskpor kenegara tersebut.
Temuan senada juga diperoleh dalam survey ke Pekanbaru. Pengusaha dan
juga ekspor di propinsi tersebut menyatakan sangat sulit menembus pasar
Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 41
Amerika Serikat karena ketatnya black campaign terhadap produk sawit
Indonesia. Berdasarkan kondisi ini, pengusaha di Pekanbaru lebih memilih
mengikuti pesanan buyer mereka di Singapura yang bertujuan ke ekspor ke
Eropa dibandingkan memaksa menembus pasar Amerika Serikat.
Hasil survey ke Singapura menemukan bahwa perusahaan minyak nabati
yang berbahan baku minyak sawit dari Indonesia saat ini menghadapi kendala
menembus pasar Amerika Serikat. Adapun kendala tersebut disebabkan
distributor dan wholesale di Amerika Serikat menolak menjual minyak goreng dari
Indonesia akibat kasus kebakaran hutan. Adapun penyebab munculknya
kebijakan ini diyakini disebabkan oleh lobby dari perusahaan minyak goreng
nabati lainnya yang berasal dari Amerika Serikat. Sebagai upaya untuk
mengatasi hal ini, perusahaan tersebut berusaha untuk mensosialisasikan
kebijakan perkebunan sawit Indonesia yang lestasi, atau Rountable Sustainable
Palm Oil (RSPO). Perusahaan eksportir CPO yang memiliki sertifikat RSPO
merupakan perusahaan yang telah melakukan perkebunan yang lestari dan tidak
melakukan pembakaran hutan.
Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 42
BAB VII
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
7.1. Kesimpulan Kesimpulan dalam kajian ini terdiri dari :
1. Amerika Serikat sebagai salah satu pasar utama di dunia, ternyata sangat
banyak mengimpor produk minyak dan lemak hewani dan nabati (HS 15).
Berdasarkan data UN Comtrade (ITC, 2015), di tahun 2014 Amerika Serikat
mengimpor produk Palm oil & its fraction (HS 1511) sebagian besar dari
Malaysia (63,2 persen) dan Indonesia (35,4 persen), serta beberapa negara
lain dengan pangsa dibawah 1 persen seperti Singapura, Ekuador, Kolombia
dan Brasil.
2. Pemanfaatan minyak sawit di Amerika Serikat khususnya digunakan untuk
fatty acid, fatty alcohol, biodiesel dan glycerin yang akan digunakan sebagai
bahan baku industri makanan dan farmasi. Adapun pemasok utama minyak
sawit Amerika Serikat adalah Malaysia dan Indonesia.
3. Pola perdagangan minyak nabati di Amerika Serikat terdiri dari rape, colza,
mustard oil and their fractions (HS 1514) sebesar 35 persen, palm oil and its
fractions (HS 1511) sebesar 26 persen, coconut (kopra), palm kernel,
babassu oil and their fraction (HS 1513) sebesar 18 persen dan olive oil and
its fractions (HS 1509) sebesar 6 persen.
4. Kebijakan yang saat ini dikenakan terhadap produk dari minyak sawit antara
lain terdiri dari tarif impor dan kebijakan notice of data availability (NODA) dari
Environmental Protection Agency (EPA), serta ketidakinginan distributor dan
wholesale di Amerika Serikat menjual minyak goreng dari CPO di Indonesia.
5. Semenjak diberlakukan NODA dan munculnya isu kebakaran hutan, ternyata
nilai dan volume ekspor serta pangsa ekspor CPO Indonesia ke Amerika
Serikat justru meningkat. Hal ini mengindikasikan dua kebijakan tersebut tidak
efektif menghambat ekspor produk CPO dari Indonesia ke Amerika Serikat.
Namun kedua kebijakan tersebut efektif menghambat ekspor biodiesel dan
minyak goreng. Temuan ini menunjukkan saat ini pasar Amerika Serikat
masih memanfaatkan CPO Indonesia sebagai bahan baku industri mereka
Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 43
dan belum berniat mengimpor produk olahan CPO karena bersaing dengan
produk Biodiesel dan minyak goreng Amerika Serikat.
7.2. Rekomendasi Berdasarkan kesimpulan tersebut saat ini ekspor CPO Indonesia ke Amerika
Serikat sebagai bahan baku industri tidak memperoleh hambatan. Namun, untuk
produk olahan CPO khususnya Biodiesel dan minyak goreng terkendala
kebijakan NODA dan isu kebakaran hutan. Direkomendasikan untuk
meningkatkan sosialisasi sertifikasi mengenai kebijakan perkebunan sawit yang
lestari (RSPO) sebagai bukti bahwa perkebunan di Indonesia telah
memberlakukan sistem perkebunan lestari dan berupaya mencegah kebakaran
hutan. Selanjutnya perlu dilakukan upaya agar sertifikasi RSPO dapat diterima
konsumen di Amerika Serikat melalui penyamaan standar atau mutual
recognition agreement (MRA) antara kebijakan RSPO dengan NODA.
Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 44
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2014. Statistik Perkebunan Indonesia Komoditas
Kelapa Sawit 2013-2015. Jakarta.
Drajat B, Suprihatini R, Herman dan Anwar K. 2005. Dampak Kebijakan
Pertambahan Nilai pada Kinerja Komoditas Perkebunan. Analisis Kebijakan
Pertanian, vol 3 (2): 108-132.
Efendi, et al. 2010. Analisis Harga Minyak sawit, Tinjauan Kointegrasi Harga Minyak
nabati dan Minyak Bumi. Jurnal Manajemen & Agribisnis, vol 9 (1).
[GAPKI] Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia. 2014. Industri Minyak Sawit
Indonesia Menuju 100 Tahun NKRI Membangun Kemandirian Ekonomi,
Energi dan Pangan Secara Berkelanjutan.
Hartoyo S, Kumala Putri E I dan Hastuti. 2009. Dampak Perubahan Permintaan
Crude Palm Oil Sebagai Bahan Bakar Alternatif (Nabati) Terhadap
Ketersediaan Pangan dan Kebijakan yang Terkait. Laporan Akhir Hibah
Kompetitif Penelitian Sesuai Prioritas Nasional Batch II. Lembaga Penelitian
dan Pengabdian kepada Masyarakat, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Hebling T, Blackman V M and Cheng K. 2008. Riding a Wave. Finance Ana
Development March. [IEA] International Energy Agency. 2005. International
Energy Agency. IEA.
Kardiman. 2011. Analisis Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Kelapa Sawit di
Malaysia dan Implikasinya Bagi Pengembangan Industri Kelapa Sawit
Indonesia. Disertasi Doktor. Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor
Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 45
Khamis A, Zuhaimy dan Shabri A. 2003. Permodelan Harga Minyak Sayuran
Menggunakan Analisis Regresi Linear Berganda. Matematika, vol. 19 (1): 59
– 70.
Nayantakaningtyas, J S dan Henny K. Daryanto. 2012. Daya Saing dan Strategi
Pengembangan Minyak Sawit Indonesia. Jurnal Manajemen dan Agribisnis
Volume 9 no 3.
Purba J H V. 2012. Dampak Pajak Ekspor Crude Palm Oil Terhadap Industri Minyak
Goreng Indonesia. Disertasi. Institut Pertanian Bogor
Purwanto S K. 2002. Dampak Kebijakan Domestik dan Faktor Eksternal Terhadap
Perdagangan Dunia Minyak Nabati. Tesis. Institut Pertanian Bogor
Rifai, Nila. 2014. .Evaluasi Kebijakan Ekonomi Ekspor Minyak Sawit Dan Produk
Turunannya Ke Pasar Amerika Serikat. Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana,
Institut Pertanian Bogor.
Sipayung, Tungkot dan J H V Purba. 2015. Ekonomi Agribisnis Minyak Sawit. Palm
Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI).
Yu T H, Bessler DA and Fuller S. 2006. Cointegration and Causality Analysis of
World Vegetable Oil and Crude Oil Price. American Agricultural Economics
Association Annual Meeting, Long Beach, California, July 23 –26, 2006.
Zulkifli. 2000. Dampak Liberalisasi Perdagangan Terhadap Keragaan Industri Kelapa
Sawit Indonesia dan Perdagangan Minyak Sawit Dunia. Disertasi. Institut
Pertanian Bogor.
Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 46
LAMPIRAN 1.
Produksi Inti Sawit Menurut Status Pengusahaan Tahun 1968-2015 (ton)Perkebunan Rakyat Perkebunan Besar Negara Perkebunan Besar SwastaJumlah (Ton) Pangsa (%)Jumlah (Ton) Pangsa (%) Jumlah (Ton)Pangsa (%)
Produsen biodiesel berbahan baku minyak nabati di Amerika Serikat
1 Ag Environmental Products LLC 2 Ag Processing (AGP) 3 Ag Solutions, Inc 4 AGRA Biodiesel, Inc 5 Alabama Biodiesel Corporation 6 American Ag Fuels 7 Archer Daniels Midland Company 8 Atlantic BioEnergy LLC 9 Baker Commodities, Inc 10 Bay Area Biofuel, Inc 11 Bay Biodiesel 12 Bean Commercial Grease, Inc 13 Bently Biofuels 14 Best Energy Solutions, LLC 15 BIG Biodiesel, LLC 16 Bio Energy Of Colorado 17 Bio Friendly Fuel Partners 18 Biodiesel Industries 19 Biodiesel Industries Of Greater DallasFort 20 Biodiesel Industries Of Port Hueneme 21 Biodiesel of Las Vegas 22 Biodiesel of Mississippi, Inc 23 BioEnergy of Colorado LLC 24 BioEnergy Systems 25 BioFuels of Colorado, LLC 26 Biomass Energy Services, Inc 27 BioPreserve 28 Bioro 29 Blue Ridge Biofuels 30 Cargill, Inc 31 Central Iowa Energy LLC 32 Central Texas Biofuels LLC 33 Channel Chemical Corporation 34 Clinton County BioEnergy 35 Corsicana Chemical 36 Earth Biofuels, Inc 37 Earthship BioDiesel 38 Eastman Chemical Company 39 Ender LLC, Inc
Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 48
40 Energy Fuel Dynamics 41 Environmental Alternatives 42 Evergreen Renewables LLC 43 Filter Specialty Bioenergy LLC 44 Flint Hills Resources LP 45 Fumpa Biofuels 46 GeoGreen Fuels LLC 47 Great Lakes BioFuels, LLC 48 Green Country Biodiesel, Inc 49 Green Range Renewable Energy 50 Green Star Products, Inc 51 American Biofuels 52 Griffin Industries, Inc 53 HTH Wind Energy, Inc 54 PowerSHIFT Energy Company Inc 55 Imperial Western Products 56 Integrity Biofuels 57 Jatrodiesel, Inc 58 Johann Haltermann Ltd 59 Keystone BioFuels, Inc 60 LHE Energy Colorado 61 Louis Dreyfus Agriculture Industries LLC 62 Michigan Biofuels LLC 63 MidAmerica Biofuels LLC 64 Mid West Bio Diesel Producers LLC 65 MidStates Biodiesel, LLC 66 Minnesota Soybean Processors 67 Missouri Better Bean 68 Missouri Biofuels 69 New Fuel Company 70 Newgen Technologies, Inc 71 Refuel America, Inc 72 Nextgen Fuel, Inc 73 NFE Biofuel & Energy, Inc 74 Natural Fuel & Energy 75 North Prairie Energy 76 Northeast Biodiesel Co 77 Nova Energy Holding, Inc 78 NuOil, Inc 79 Ocean Air Environmental Fuels and Glycerin, LLC 80 Organic Fuels, LLC 81 Owensboro Grain 82 PA Biofuels
Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 49
83 Pacific Biodiesel, Inc 84 Peach State Labs, Inc 85 Peter Cremer North America LP 86 Piedmont Biofuels Industrial 87 Prairie Pride, Inc 88 Reclamation Consulting And Applications, Inc 89 Redland Industries 90 Renewable Alternatives 91 Riksch BioFuels 92 Rocky Mountain Biodiesel Industries 93 Seattle BioDiesel LLC 94 SequentialPacific Biodiesel, LLC 95 Smithfield Bioenergy LLC 96 SMS Envirofuels, Inc 97 Southern Iowa BioEnergy, LLC 98 Southern States Power Company, Inc 99 Soy Solutions 100 Soymor 101 Stepan Company 102 Sun Cotton Biofuel Corporation 103 Sustainable Systems, LLC 104 TexCom, Inc 105 Texoga Technologies 106 Safe Fuels, Inc 107 Triangle Biofuels Industries, Inc 108 TriCity Energy 109 United Biofuels, Inc 110 United Oil Company 111 US Biofuels, Inc (US) 112 Beatrice Biodiesel LLC 113 Virginia Biodiesel Refinery 114 West Central Cooperative 115 Western Iowa Energy 116 World Energy Alternatives LLC 117 Purada Processing LLC 118 Yasheng Group 119 Three Rivers Biofuels