LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN ANALISI KEBIJAKAN IMPOR BERAS: MEMAHAMI KASUS IMPOR BERAS VIETNAM Oleh: Erwidodo Reni Kustiari Saktyanu Kristiyantoadi D PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014
27
Embed
LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN ANALISI KEBIJAKAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_13.pdf · 2016-06-10 · Sebagai makanan pokok, beras menjadi komoditas politik
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN
ANALISI KEBIJAKAN IMPOR BERAS: MEMAHAMI KASUS
IMPOR BERAS VIETNAM
Oleh:
Erwidodo Reni Kustiari
Saktyanu Kristiyantoadi D
PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
2014
1
I. PENDAHULUAN
Sebagai makanan pokok, beras menjadi komoditas politik yang keberadaan
dan perkembangan harganya selalu menjadi perhatian masyarakat. Karena alasan ini,
Pemerintah menerapkan kebijakan stabilisasi harga beras untuk menjamin harga
‘remunerative’ yakni harga beras/gabah yang menguntungkan petani padi dan
terjangkau konsumen secara luas, khususnya kelompok miskin. Untuk mencapai
tujuan ini, pemerintah menerapkan seperangkat kebijakan antara lain kebijakan stok
penyangga (public stock holding), Harga Pembelian Pemerintah (HPP), Harga Jual
Pemerintah (HJP), beras untuk orang miskin (RASKIN), dan kebijakan pengendalian
impor.
Kebijakan pengendalian impor beras dilakukan dengan menerapkan tarif
impor, lisensi importir dan pengaturan waktu impor. Menurut pelakunya, impor beras
dibedakan menjadi (i) impor beras medium yang hanya boleh dilakukan oleh Perum
Bulog, dan (ii) impor beras khusus yang dilakukan oleh Importir Terdaftar (IT)
setelah memperoleh Surat Persetujuan Impor (SPI) dari Kementerian Perdagangan
(Kemendag) sesuai rekomendasi Kementerian Pertanian (Kementan). Kebutuhan
(volume) impor beras khusus dibahas dalam rapat Pokja Perberasan yang
dikoordinasi oleh Kementan dan beranggotakan perwakilan dari kementerian terkait
dan perwakilan petani serta penggilingan padi.
Pada tahun 2013, kuota impor beras khusus sebesar 492.380 ton. Namun
angka realisasi impor lebih besar dibandingkan kuotanya. Hal inilah yang diduga
menjadi pemicu kisruh impor beras eks Vietnam, karena dugaan adanya impor ‘illegal’
dari Vietnam yang dilakukan oleh beberapa IT dan mengalir ke Pasar Induk Beras
Cipinang (PIBC) yang merugikan IT/distributor lainnya. Sebagaimana ramai
diberitakan, pada pertengahan Januari 2014 mencuat kasus dugaan impor beras
illegal dari Vietnam yang dilaporkan mengalir ke PIBC. Silang pendapat antara
pemerintah sempat terjadi sampai akhirnya kasus dinyatakan selesai setelah hasil
2
investigasi memperlihatkan semua impor beras eks Vietnam dinyatakan ‘legal’ sesuai
rekomendasi Kementerian Pertanian.
Analisis kebijakan ini bertujuan untuk memahami kasus ini dan merumuskan
alternatif kebijakan impor beras untuk mengurangi peluang terjadinya impor illegal?
Beberapa pertanyaan yang dicoba untuk dijawab, antara lain: (i) mengapa kasus ini
mengemuka dan mengapa hanya Vietnam yang diungkap?; (ii) berapa besar volume
impor beras eks Vietnam dan jenis beras khusus apa saja yang diimpor?, (iii) berapa
banyak IT yang mengimpor beras dari Vietnam?, (iv) seberapa besar keuntungan
mengimpor beras khsusus berapa besar insentif untuk melakukan impor illegal?, (v)
siapa yang paling diuntungkan dengan kebijakan impor beras khusus?, (vi) siapa
yang paling dirugikan, apakah petani dirugikan?, (vii) bagaimana seharusnya posisi
pemerintah (Kementan dan Kemendag) dalam menyikapi kasus dugaan impor illegal
tersebut?, (viii) alternatif kebijakan pengendalian impor seperti apa yang perlu
diambil pemerintah untuk menekan penyimpangan dan mengurangi impor beras
illegal?
II. SEKILAS KEBIJAKAN IMPOR BERAS
Secara garis besar kebijakan pengendalian impor beras dilakukan pemerintah
dengan menerapkan tarif bea masuk, lisensi importir dan pengaturan waktu impor.
Sampai saat ini, pemerintah menerapkan tarif impor sebesar Rp. 450 per kg, yang
berlaku untuk semua jenis beras impor. Dalam pelaksanaannya, kebijakan impor
beras dibedakan menjadi: (i) kebijakan impor beras kualitas medium, dan (ii)
kebijakan impor beras khusus dan/atau beras kualitas premium.
Impor beras kualitas medium hanya boleh dilakukan oleh Perum Bulog, setelah
memperoleh Surat Persetujuan Impor (SPI) dari Kemendag atas dasar rekomendasi
yang diputuskan di dalam Rapat Koordinasi Terbatas di Kantor Menko Perekonomian.
Besarnya volume (kuota) dan waktu pelaksanaan impor dibahas dalam Rakortas
tersebut. Impor beras medium oleh Bulog dapat dilakukan berdasarkan Government
to Government (G to G) dan/atau lelang terbuka dengan eksportir (suppliers) negara
3
asal. Dalam sistem lelang terbuka, pemenangnya adalah eksportir (suppliers) yang
memberikan penawaran harga terendah. Pada tahun 2011, pemerintah RI melakukan
MoU dengan pemerintah Vietnam.
Impor beras khusus dan/atau kualitas premium boleh dilakukan oleh IT yang
memperoleh rekomendasi impor, yakni setelah memperoleh Surat Persetujuan Impor
(SPI) dari Kementerian Perdagangan sesuai rekomendasi Kementerian Pertanian.
Kebutuhan (kuota) impor beras khusus dibahas dalam rapat Pokja Perberasan yang
dikoordinasi Ditjen Pengolahan dan Pemasaran hasil Pertanian (P2HP) Kementan,
beranggotakan perwakilan dari Kemendag, Kemenkeu (Ditjen Beacukai), Kemenperin,
Kemensos, BPS, Perum Bulog, Asosiasi PERPADI (Persatuan Penggilingan Padi dan
Pengusaha Beras Indonesia) dan Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA). POKJA
Beras tersebut diatur melalui Keputusan Menteri Pertanian/Ketua Dewan Ketahanan
Pangan No.1542/Kpts/OT.140/4/2009.
Setelah kebutuhan impor nasional ditentukan melalui rapat POKJA Beras,
Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Kementerian
Pertanian akan menerbitkan rekomendasi. Pada 2013 Pokja Beras, menetapkan
alokasi importasi beras sebagai berikut: (1) Beras hibah: tanpa pembatasan; (2)
Volume dan nilai impor beras menurut jenisnya, selama periode 2011 – 2013,
disajikan pada Tabel 5. Dari Tabel 5 terlihat bahwa beras ketan utuh (HS
1006.30.30.00), beras lain (HS 1006.30.99.00), dan beras pecah kategori lainnya (HS
1006.40.90.00) paling banyak diimpor, dengan nilai masing-masing pada tahun 2011
mencapai US$ 147 juta, US$ 1189 juta dan US$ 135 juta. Namun, nilai impor beras
kategori lain-lain terlihat terus menurun menjadi US$ 689 juta pada 2012 dan US$ 26
juta pada 2013.
Tabel 5. Volume dan Nilai Impor Beras Menurut Jenis (Kode HS), 2011 – 2013
Tahun Satuan Beras Ketan Utuh
(1006.30.30.00)
BerasThai Hom
Mali (1006.30.40.00)
Beras lain-lain
(1006.30.99.00)
Beras Pecah
kategori lainnya (1006.40.90.00)
2011
Volume (ton)
209964 6473 2218343 278533
Nilai (US$ Juta)
146.6 4.0 1188.8 135.3
2012
Volume (ton)
223491 39345 1347759 254213
Nilai
(US$ Juta) 130.9 23.1 689.3 100.7
2013
Volume
(ton) 198943 23118 47867 201100
Nilai
(US$ Juta) 125.8 12.9 25.5 77.9
Sumber : BPS (diolah)
Kuota impor beras kategori lain-lain (kode HS 1006.30.99.00), yakni beras
Basmati dan Japonica adalah sebesar 17 ribu ton (Tabel 6). Namun realisasi impor
beras kategori ini mencapai 48 ribu ton, sehingga terdapat impor beras jenis lainnya
(selain Basmati dan Japonica) yang masuk ke Indonesia, yakni sebesar 31 ribu ton,
yang diduga kuat berasal dari Vietnam seperti beras wangi dan/atau beras kualitas
medium. Namun sangat mungkin dari 31 ribu ton kelebihan impor tersebut sebagian
merupakan varietas basmati atau japonica. Situasi ini menunjukkan masih besarnya
peluang bagi importir untuk memasukkan jenis beras yang tidak masuk dalam
kategori yang ada dalam HS 2012. Tabel 6 juga memperlihatkan bahwa realisasi
impor jenis beras ketan utuh (1006.30.30.00) melebihi kuota, yakni sebesar 79 ribu
ton. Hal ini menunjukkan masih terdapat kelemahan dalam mengendalikan impor
berdasarkan kuota yang ditetapkan.
11
Tabel 6. Kuota dan Realisasi Impor Beras, 2013, (000 ton)
Jenis Beras
Kode HS
Kuotaa) Realisasib) Realisasic) Rasio
(1) (2) (3) (2)/(1)
Beras Ketan Utuh 1006.30.30.00 120 199 119 1.7
Thai Hom Mali 1006.30.40.00 35 23 23 0.7
Beras Kukus 1006.30.91.00 0.38 0.42 0.28 1.1
Beras kategori beras lain-lain (termasuk Basmati dan Japonica)
1006.30.99.00 17 48 15 2.8
Beras Pecah 1006.40.90.00 320 201 259 0.6 Sumber: a) Ditjen P2HP, khusus untuk 1006.30.99.00 adalah kuota Basmati dan Japonica
b) BPS, khusus untuk 1006.30.99.00 adalah keseluruhan jenis beras kategori
lain- lain c) P2HP, Kementan, khusus untuk 1006.30.99.00 adalah kuota Basmati dan japonica
Tabel 7 memperlihatkan sebanyak 71 perusahaan IT atau 61.2 persen dari 116
IT yang melakukan impor beras kategori lain dalam HS 1006.30.99.00. Dari sejumlah
71 perusahaan IT tersebut, sebanyak 49 IT (69.0%) mengimpor beras kategori
lainnya dari Vietnam dan sebanyak 11 perusahaan IT (15.5%) mengimpor dari AS.
Banyaknya IT yang mengimpor beras kategori lain-lain yang melampaui kuota inilah
yang memicu dugaan impor ilegal dari Vietnam. Sebagai catatan, Vietnam tidak
mengekspor jenis beras Basmati, negara ini melakukan ekspor jenis Japonica dan
beras wangi lainnya serta beras premium/medium.
Tabel 7. Jumlah IT yang Melakukan Impor Beras HS 1006.30.99.00, 2013
Negara Basmati Japonica Lainnya Jumlah
Australia - - 2 2
India 16 5 1 22
Italy - 1 - 1
Japan - - 4 4
Korea, Republic of - 1 2 3
Pakistan 1 - - 1
Taiwan - 1 2 3
United states - 10 11 21
Viet nam - 10 49 59
Jumlah 17 28 71 116 Sumber: BPS (diolah)
12
V. PERKEMBANGAN HARGA BERAS
Harga beras premium dan medium bergerak relatif bersamaan (Gambar 1 dan
2). Harga beras selama Januari 2010 sampai Januari 2012 tampak sangat fluktuatif
dengan kecenderungan yang meningkat, terutama selama periode bulan Mei –
Desember. Harga relatif lebih stabil selama periode 2012 – 2013. Harga baru
meningkat pada bulan November 2013 dan cenderung terus meningkat sampai bulan
Maret 20141. Situasi ini terjadi antara lain karena adanya bencana banjir dan iklim
ekstrim. Kenaikan harga beras dan pangan lain yang terjadi di awal 2014 disebabkan
oleh terganggunya jalur distribusi akibat bencana banjir yang terjadi hampir di
seluruh wilayah Indonesia.
Kecenderungan terus meningkatnya harga beras kurang mendukung dugaan
mengalirnya impor beras ilegal dari Vietnam ke pasar beras domestik. Logikanya,
konsekuensi beredarnya beras ilegal akan menekan harga beras eceran dan pada
gilirannya akan menekan harga gabah/beras petani. Situasi ini ternyata tidak terjadi
dan yang terjadi justru sebaliknya dimana harga beras, baik premium maupun
medium, cenderung terus meningkat sejak akhir tahun 2013 sampai Maret 2014.
Pertanyaannya, apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa mencuat kasus dugaan impor
beras illegal ini? Kalau ternyata harga eceran beras tidak merosot dengan beredarnya
beras impor illegal di pasar domestik, mengapa dipermasalahkan? Untuk menjawab
pertanyaan ini perlu dikaji kemungkinan terjadinya persaingan usaha dan konflik
kepentingan dalam memperebutkan ‘rente ekonomi’ dalam kegiatan impor beras,
yakni dengan menghitung ‘senjang’ antara harga paritas impor dengan harga eceran
beras di pasar domestik.
1 Menurut PT Food Station, di PBIC ada sekitar 100 pedagang besar, 20% atau 20 orang diantaranya melakukan impor beras
khusus. Pasar beras terkonsentrasi pada empat pedagang besar yang mempunyai kontribusi sekitar 80%, satu diantaranya menguasai sampai 30%. Oleh karena itu ada kemungkinan harga beras di PBIC ditentukan oleh empat pedagang besar ini.
13
Sumber: Harga beras premium dan medium dari PT. Food Station, PIBC
Gambar 1. Perkembangan Harga Beras Medium dan Premium di PIBC, Januari
2010-Januari 2014
VI. HARGA PARITAS IMPOR BERAS
Harga Paritas impor (Import Parity Price-IPP) di lokus pemasaran tertentu
adalah tingkat harga ‘ekonomis’ suatu komoditas yang dihitung berdasarkan tingkat
harga impor di perbatasan (CIF) ditambah tarif bea masuk dan semua komponen
biaya pemasaran dan distribusi termasuk keuntungan pedagang sampai di lokus
pemasaran yang dimaksud. Gambar 2. memperlihatkan bahwa harga eceran beras
Basmati di pasar domestik jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga paritas impor
beras yang sama di pasar eceran. Dari Gambar 2 terlihat bahwa senjang harga
eceran beras Basmati dengan harga paritas impornya cukup besar sekitar Rp. 16.000
– Rp. 20.000 per kg, bahkan mencapai Rp 21.000 per kg pada awal tahun 2014.
Besarnya senjang harga ini menunjukan besarnya keuntungan yang dinikmati oleh
importir dan pelaku usaha perdagangan lainnya. Keuntungan usaha yang jauh diatas
keuntungan normal disebut ‘rente ekonomi’. Besar-kecilnya ‘rente ekonomi’ ini
memperlihatkan tingkat efisiensi sistem distribusi dan pemasaran komoditas tersebut.
Semakin besar ‘rente ekonomi’ semakin tidak efisien sistem pemasaran dan
distribusinya.
5000
6000
7000
8000
9000
10000
11000
Jan
-10
Ap
r-10
Jul-
10
Oct
-10
Jan
-11
Ap
r-11
Jul-
11
Oct
-11
Jan
-12
Ap
r-12
Jul-
12
Oct
-12
Jan
-13
Ap
r-13
Jul-
13
Oct
-13
Jan
-14
premium medium
14
Jika kuota impor beras basmati sebesar 20.000 ton dan kisaran senjang harga
Rp. 10.000 – Rp. 21.000 per kg, maka potensi rente ekonomi yang dapat dinikmati
oleh perusahaan IT dan pelaku usaha perdagangan secara keseluruhan berkisar Rp.
200 – 420 miliar. Semakin besar estimasi rente ekonomi semakin besar rangsangan
bagi perusahaan IT untuk memperoleh tambahan kuota. Langkah yang umum
dilakukan adalah bahwa beberapa perusahaan IT membentuk anak perusahaan
importir dengan tujuan memperoleh tambahan kuota impor. Jika penambahan kuota
impor tidak memungkinkan, maka IT akan terangsang untuk mengambil risiko
melakukan impor secara ilegal. Situasi ini yang diduga terjadi dalam kaitan dengan
dugaan impor beras illegal dari Vietnam. Disisi pemangku kebijakan, semakin besar
rente ekonomi semakin besar peluang terjadinya penyalahgunaan wewenang.
Pihak yang paling dirugikan adalah konsumen, karena terpaksa harus
membayar harga beras jauh lebih mahal dari harga paritas impornya. Langkah
konsumen untuk keluar dari beban adalah dengan mengurangi konsumsi beras
basmati dan mengalihkan konsumsi ke jenis beras lain. Namun langkah ini sulit
dilakukan oleh konsumen penderita diabetes yang memerlukan beras basmati untuk
keperluan diet terutama bila beras ‘substitusi’ tidak tersedia di pasar. Apakah petani
padi di Indonesia diuntungkan dengan harga beras basmati yang kelewat tinggi?
Jawabannya tidak, karena petani Indonesia tidak memproduksi beras basmati.
Sumber: Harga Beras Basmati dari Total Super Market, Fresh Mart dan All Fresh Super market; Harga
Paritas Impor Basmati dari Oryza (diolah)
Gambar 2. Harga Eceran dan Paritas Impor Beras Basmati (Rp/kg), Agustus 2013-Februari 2014
10000
20000
30000
40000
50000
Aug-13 Sep-13 Oct-13 Nov-13 Dec-13 Jan-14 Feb-14
IP Basmati Eceran-Basmati
15
Beras Thai Hom Mali popular sebagai beras jasmine yang merupakan varietas
original yang dikembangkan oleh petani lokal Thailand menjadi beras putih premium.
Setiap tahun, Thailand memproduksi sekitar 3 juta ton beras Thai Hom Mali atau
10% dari total produksi beras, 75% diantaranya untuk konsumsi lokal dan 25%
untuk ekspor. Negara importir utama adalah Asia dan Amerika Serikat, masing-
masing 60% and 20%. Sisanya 20% diekspor ke Eropa, Afrika, dan Oceania
Gambar 3. memperlihatkan bahwa harga eceran beras khusus Thai Hom Mali
di pasar domestik lebih tinggi dibandingkan dengan harga paritas impor beras Thai
Hom Mali di pasar eceran. Dari Gambar 3. terlihat bahwa selisih harga eceran beras
Thai Hom Mali dengan harga paritas impornya berkisar antara Rp. 3.700 – Rp. 7.400
per kg. Selisih terbesar terjadi pada bulan Desember 2014 mencapai Rp. 7.359 per
kg. Meski tidak sebesar beras basmati, senjang harga ini juga memperlihatkan
perusahaan IT menikmati rente ekonomi yang sangat besar. Jika impor beras Thai
Hom Mali sebesar 50.000 ton, maka potensi rente ekonomi yang bisa dinikmati
berada dalam kisaran Rp.129 – 2 9 miliar.
Sumber: Harga Beras Thai Hom Mali dari Total Super Market, Fresh Mart dan All Fresh Super market; Harga Paritas Impor Thai Hom Mali dari Oryza (diolah)
Gambar 3. Harga Eceran dan Paritas Impor Thai Hom Mali (Rp/kg), Agustus 2013-Februari 2014
Kesenjangan antara harga paritas impor beras medium (Thai pecah 25%) dan
harga beras medium lokal semakin besar (Gambar 4). Sebagai catatan, tingginya
harga paritas impor pada awal 2013 karena tingginya harga beras Thai (25% broken)
FOB Bangkok sebagai akibat masih berlakunya Rice Morgate Program di Thailand.
Dari Gambar 3. terlihat bahwa selisih harga paritas impor beras Thai 25% pecah dan
harga eceran beras dengan kualitas yang sama semakin membesar, yaitu berkisar
antara Rp. 470 – Rp. 2.900 per kg. Selisih terbesar terjadi pada bulan Februari 2014,
yaitu mencapai Rp. 2.889 per kg. Hal ini berarti tingkat keuntungan pedagang
semakin tinggi dengan korbanan biaya konsumen.
Apa yang harus dilakukan pemerintah? Secara teoritis, pemerintah perlu
melakukan intervensi antara lain dengan: (i) mengambil sebagian rente ekonomi
tersebut dengan menerapkan atau meningkatkan tarif impor ke tingkat tarif impor
optimum, (ii) menerapkan kebijakan lisensi impor lebih terbuka dan transparan, (iii)
mendorong ditegakannya UU Persaingan usaha untuk mencegah praktek monopoli
dan kartel. Pemerintah perlu memberlakukan ‘tarif impor optimum’ untuk menjamin
harga ‘remunerative’ bagi petani dan konsumen. Kebijakan lisensi impor harus
bersifat ‘automatic’ dan transparan untuk mendorong munculnya IT baru. Namun
demikian, dengan kebijakan lisensi importir pemerintah harus dapat mencegah
munculnya perusahaan-perusahaan IT dengan pemilik yang sama.
Sumber: Harga Paritas Impor Beras Thai 25% pecah dari Oryza (diolah);
Harga Beras Medium dari PT Food Station-PIBC
Gambar 4. Harga Eceran dan Paritas Impor Thai Hom Mali (25% broken), Januari 2013-Februari 2014
4500
5500
6500
7500
8500
9500
Thai25% Medium
17
Terikatnya Indonesia dalam perjanjian perdagangan regional, seperti AFTA
dan AFTA+mitra dagang, membatasi keleluasaan pemerintah untuk meningkatkan
tarif impor, kecuali untuk beberapa produk yang termasuk dalam kategori ‘sensitive
products’ termasuk beras. Untuk pengendalian impor beras dan perlindungan
terhadap petani, pemerintah masih dapat meningkatkan tariff bea masuk (most
favored nation-MFN) sesuai ketentuan WTO, yakni tidak melebihi komitmen ‘bound
tariff’ (160%).
VII. SEKILAS PASAR INDUK BERAS CIPINANG (PIBC)
Sebagian besar jenis beras yang diperdagangkan di Pasar Induk Beras
Cipinang (PIBC) adalah beras medium, beras premium lokal, dan beras ketan. Beras
khusus tidak boleh dijual di pasar tradisional, termasuk ke PBIC. Hal ini karena beras
khusus seperti Thai Hom Mali pada umumnya dikonsumsi oleh Restoran, Basmati
oleh Rumah sakit, Japonica oleh restoran Jepang dan beras ketan oleh industri
pengolahan. Selain itu beras khusus diperdagangkan melalui super market menengah
keatas. Oleh karena itu, beredarnya beras khusus (non beras ketan) di PIBC akan
mudah dikenali oleh pedagang, khususnya pedagang yang merasa dirugikan.
Siklus pemasukan dan pengeluaran beras di PBIC tampak sangat fluktuatif
(Gambar 5) mengikuti siklus musim tanam-panen. Pada bulan April – Mei pemasukan
meningkat dan akan kembali menurun mulai bulan Juli. Hal ini mengakibatkan harga
menurun pada bulan April – Mei dan harga kembali meningkat pada bulan Juli. Pada
bulan Agustus sampai September Jumlah pemasukan akan berada pada level
terendah karena itu harga cenderung naik pada bulan agustus-september tahun 2010
dan 2011, namun hal ini tidak terjadi pada 2012 – 2013.
18
Sumber: Volume Pemasukandan Pengeluaran Beras dari PT Food Station-PIBC
Gambar 5. Pemasukan dan Pengeluaran (Ton/Bulan), Januari 2010 – Februari 2014
Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) memperoleh pasokan beras dari beberapa
daerah penghasil beras di Jawa Barat (Karawang, Cirebon, Bandung, Cianjur,
Banten), Jawa Tengah, Jawa Timur dan Luar Jawa, serta pasokan beras eks gudang
beras di wilayah Jakarta dan eks Bulog. Di antara daerah penghasil beras di Jawa
Barat, Karawang dan Cirebon/Indramayu merupakan pemasok beras utama bagi
PIBC. Kecukupan pasokan beras dari wilayah Pantai Utara (Pantura) Jawa ini menjadi
penentu stabilitas harga beras di wilayah Jakarta dan sekitarnya (Gambar 6).
Namun demikian, disamping pasokan dari luar Jakarta, keberadaan beras di
gudang-gudang beras swasta di Jakarta dan gudang Bulog juga sangat berperan
dalam menjaga stabilitas harga beras di PIBC. Sebagaimana terlihat pada Gambar 5,
pasokan beras eks Bulog terlihat meningkat dalam situasi pasokan dari luar daerah
dan gudang-gudang swasta mulai berkurang. Pasokan beras eks Bulog meningkat
pada setiap bulan November – Januari, yakni pada saat musim paceklik dimana
pasokan dari luar daerah menurun. Situasi ini memperlihatkan berfungsinya peran
Bulog dalam mengawal program stabilisasi harga beras di tingkat harga eceran
melalui penentuan Harga Jual Pemerintah (HJP). Bulog juga bertugas untuk
menjamin harga gabah/beras di tingkat petani melalui penerapan Harga Pembelian
Pemerintah (HPP).
40000
50000
60000
70000
80000
90000
100000
Jan
-10
Ap
r-10
Jul-
10
Oct
-10
Jan
-11
Ap
r-11
Jul-
11
Oct
-11
Jan
-12
Ap
r-12
Jul-
12
Oct
-12
Jan
-13
Ap
r-13
Jul-
13
Oct
-13
Jan
-14
Pemasukan (Ton/Bln) Pengeluaran (Ton/Bln)
19
Sayangnya tidak diperoleh data jenis dan kualitas beras yang berasal dari
gudang-gudang swasta di wilayah Jakarta, apakah beras lokal atau beras khusus eks
impor seperti Thai Hom Mali, Japonica dan Basmati dengan kualitas premium atau
medium sebagaimana sempat diributkan peredarannya di PIBC oleh berbagai media
masa. Menurut hasil wawancara, pengelola PIBC menyatakan telah beredar beras
impor eks Vietnam yang ditengarahi sebagai beras kualitas medium di PIBC. Hal ini
dipermasalahkan oleh salah satu pedagang besar (yang juga berstatus Importir
Terdaftar-IT), karena beras kualitas medium hanya boleh diimpor oleh Bulog.
Sumber: PT Food Station-PIBC
Gambar 6. Sumber Pasokan Beras ke Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), Januari 2010 – Februari 2014
Berkurangnya jumlah pemasukan beras ke PBIC, karena bencana banjir dan
cuaca ekstrim lain, telah menyebabkan harga meningkat selama bulan Januari –
Februari 2014. Situasi ini perlu diwaspadai oleh pemerintah agar tidak memicu inflasi
dan membebani konsumen, khususnya kelompok miskin. Meningkatnya harga
komoditas pangan di luar musim panen tidak akan menguntungkan petani, hanya
akan menguntungkan pedagang dan spekulan, dan jelas membebani konsumen
secara luas. Melonjaknya harga pangan akibat kurangnya pasokan dan terganggunya
sistem distribusi juga harus cepat diatasi agar tidak membebani konsumen dan
perekonomian akibat inflasi. Dalam situasi seperti ini, kebijakan pemerintah untuk
0102030405060708090
Jan
Mar
Mei Ju
l
Sep
t
No
v
Jan
Mar
Mei Ju
l
Sep
t
No
v
Jan
Mar
Mei Ju
l
Sep
t
No
v
Jan
Mar
Mei Ju
l
Sep
t
No
v
Jan
Mar
Mei
2010 2011 2012 2013 2014
Luar Jkt (ton) Gdg Jkt (ton) Ex Bulog (ton)
20
menambah pasokan, baik dengan operasi pasar BULOG maupun dengan membuka
kran impor, merupakan langkah (jangka pendek) yang memang harus dilakukan dan
tidak perlu diperdebatkan. Kebijakan pengendalian impor perlu dilakukan secara lebih
transparan agar tidak membuka peluang terbentuknya kartel dan mendorong praktek
mencari rente ekonomi. Kebijakan lisensi dan kuota impor produk pertanian yang
diterapkan pemerintah belakangan ini justru menuju kepada sistem pasar yang tidak
efisien dan membuka peluang kartelisasi.
VIII. MEMAHAMI KASUS IMPOR BERAS ILLEGAL DARI VIETNAM?
Dari analisis dan pembahasan yang telah dilakukan di atas, telah dapat
dijawab beberapa pertanyaan kajian yang diuraikan dalam bab pendahuluan,
terutama pertanyaan mengapa kasus dugaan impor beras illegal dari Vietnam muncul
di permukaan. Pembahasan juga sudah menjawab pertanyaan mengapa dugaan
hanya tertuju kepada Vietnam.
Menjadi sangat menarik untuk dicermati dan dikritisi mengapa antar
pemerintah sendiri, dalam hal ini Mentan dan Mendag, sempat berseberangan posisi
dalam menyikapi impor beras Vietnam? Tidak hanya antar pemerintah, pandangan
antar politisi dari partai politik juga berseberangan satu sama lain. Munculnya silang
pendapat dan saling menyalahkan antar kementerian memperlihatkan tidak adanya
kesepahaman tentang tujuan kebijakan perberasan nasional dalam hal ini kebijakan
stabilisasi harga beras.
Sebenarnya tujuan stabilisasi harga beras sangat jelas yakni menjamin harga
yang layak dan menguntungkan bagi petani padi/beras dan harga eceran yang
terjangkau oleh konsumen, khususnya kelompok miskin. Dengan beredarnya beras
impor eks Vietnam, harga eceran beras medium tidak merosot tetapi justru
cenderung meningkat (melonjak) dalam periode Desember – Februari 2014. Kalau
data ini benar, maka keberadaan beras impor eks Vietnam seharusnya justru
menguntungkan sebagai tambahan pasokan beras di wilayah Jakarta sehingga dapat
menekan lonjakan harga beras eceran. Yang pasti, beredarnya beras impor eks
21
Vietnam pada awal bulan Januari 2014 tidak merugikan petani mengingat panen
raya belum tiba dan harga eceran beras medium juga tidak merosot.
Dalam pembahasan harga paritas impor diperlihatkan bahwa besarnya rente
ekonomi dalam kegiatan impor beras khusus yang menjadi penjelas terungkapnya
dugaan impor beras illegal dari Vietnam. Besarnya rente ekonomi, yang mencapai
ratusan miliar rupiah, menjadi rebutan antar pelaku impor (IT) bersama pihak
(oknum) yang memperebutkan ‘kewenangan’ dalam pengaturan impor. Sebagai
ilustrasi, potensi rente ekonomi untuk impor beras Basmati berada dalam kisaran Rp.
200 – 420 miliar, sedangkan untuk impor beras Thai Hom Mali berkisar Rp. 129 –
259 miliar. Jadi, terkuaknya kasus impor beras Vietnam dipicu oleh persaingan antara
IT/distributor dan oknum tertentu, baik di dalam maupun di luar pemerintahan,
dalam memperebutkan rente ekonomi tersebut.
IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
9.1. Kesimpulan
1. Keberadaan stok beras penyangga Bulog berperan dalam menstabilkan harga
beras di PIBC, wilayah Jakarta dan sekitarnya.
2. Kebijakan pengendalian impor beras cukup efektif dalam menstabilisasikan harga
beras medium, namun belum efektif dalam mengelola dan mendistribusikan rente
ekonomi serta menjamin harga layak bagi konsumen beras khusus dan/atau beras
kualitas premium.
3. Vietnam berhasil menggeser Thailand menjadi sumber utama beras impor ke
Indonesia, terbukti dengan besarnya nilai impor beras dari Vietnam serta
banyaknya perusahaan IT yang mengimpor beras khusus dari Vietnam.
4. Vietnam lebih menarik karena harga berasnya relatif lebih murah dibandingkan
Thailand dan didukung MOU pemerintah RI – Vietnam.
22
5. Dugaan beredarnya impor beras illegal dari Vietnam ternyata tidak mengakibatkan
merosotnya harga beras eceran. Mulai akhir 2013, harga eceran beras baik
kualitas medium maupun premium, justru cenderung terus meningkat.
6. Harga eceran beras ternyata jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga paritas
impornya, artinya importir/distributor menikmati keuntungan di atas keuntungan
normal (rente ekonomi). Rente ekonomi dalam importasi beras khusus dan/atau
beras kualitas premium lebih tinggi dibandingkan dengan rente ekonomi dalam
importasi beras medium.
7. Besarnya rente ekonomi dalam importasi beras khusus/premium merangsang IT
melakukan impor beras ilegal dan membuka peluang penyalah-gunaan
wewenang.
8. Mencuatnya kasus dugaan beredarnya beras impor illegal dari Vietnam dipicu oleh
persaingan usaha dan perebutan ‘rente ekonomi’ antar IT/distributor yang
masing-masing kemungkinan mewakili pihak/oknum tertentu baik di dalam
maupun di luar pemerintahan.
9.2. SARAN KEBIJAKAN
1. Meningkatkan tarif impor untuk mengambil sebagian rente ekonomi dari
importasi beras khusus. Untuk itu perlu dihitung dan diberlakukan ‘tarif impor
optimum’ yang dapat menjamin harga ‘remunerative’ bagi petani dan konsumen
serta meningkatkan penerimaan negara dari tarif.
2. Menerapkan kebijakan lisensi impor yang bersifat otomatis, lebih terbuka dan
transparan untuk mendorong munculnya IT baru dalam importasi beras. Namun
demikian, dengan kebijakan lisensi importir pemerintah harus dapat mencegah
munculnya perusahaan-perusahaan IT dengan pemilik yang sama.
3. Mendorong ditegakannya UU Persaingan usaha untuk mencegah praktek monopoli
dan kartel dalam importasi dan perdagangan beras khusus.
23
4. Merevisi BTKI dengan cara memberlakukan Kode HS untuk masing-masing jenis
beras khusus yang diimpor. Langkah ini dilakukan untuk mengurangi peluang
penyalahgunaan dokumen impor.
(1) Perum Bulog semestinya juga diberikan kesempatan untuk melakukan impor
beras khusus. Keuntungan yang diperoleh dalam kegiatan impor beras khusus
dapat digunakan untuk pengembangan usaha komersial dan menutup kerugian
dari kegiatan operasi pasar dan pengelolaan stok penyangga.
DAFTAR PUSTAKA
Dit Jen Daglu. 2014. Draft Peraturan Menteri Perdagangan Tentang Ketentuan Ekspor
dan Impor Beras. Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri. Kemendag. Jakarta.
Dit Jen P2HP. 2014. Alokasi Umum Impor Beras Jenis Tertentu Tahun 2014.
Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian. Jakarta.
Giraud. G dan P. S. Wajid. 2009. Where Is Basmati Rice Coming From? A Global Trade–Related Overview. Research Division of the Federal Reserve Bank of St.
Louis.
PT. Food Station. Data Beras Cipinang. Pasar Cipinang. Jakarta.
The Government Public Relations Department. Foreign Office. Thailand: Kitchen of The World. Bangkok. Thailand. http://thailand.prd.go.th/ebook/kicthen/intro.html.