BAB IPENDAHULUANPterygium merupakan jaringan fibrovaskular yang
bersifat invasif dan degeneratif, berbentuk segitiga yang tumbuh
dari arah temporal maupun nasal konjungtiva menuju kornea pada
daerah interpalpebra. Asal kata pterygium dari bahasa Yunani, yaitu
pteron yang artinya wing atau sayap. Hal ini mengacu pada
pertumbuhan pterygium yang berbentuk sayap pada konjungtiva
bulbi.Kasus Pterygium yang tersebar di seluruh dunia sangat
bervariasi, tergantung pada lokasi geografisnya, tetapi lebih
banyak di daerah iklim panas dan kering. Faktor yang sering
mempengaruhi adalah daerah dekat ekuator. Prevalensi juga tinggi
pada daerah berdebu dan kering. Insiden pterygium di Indonesia yang
terletak di daerah ekuator, yaitu 13,1%.
Insiden tertinggi pterygium terjadi pada pasien dengan rentang
umur 20 49 tahun. Pasien dibawah umur 15 tahun jarang terjadi
pterygium. Rekuren lebih sering terjadi pada pasien yang usia muda
dibandingkan dengan pasien usia tua. Laki-laki lebih beresiko 4
kali daripada perempuan dan berhubungan dengan merokok, pendidikan
rendah dan riwayat terpapar lingkungan di luar rumah.BAB II
LAPORAN KASUS1. Identitas PasienNama : Tn. AUmur : 63 tahun
Jenis kelamin: laki-lakiAgama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : pedagang Alamat : Pondok KopiKunjungan : 7 oktober
20142. AnamnesisA. Keluhan Utama: Mata kanan dan kiri terasa buram
sejak 1,5 tahun yang laluB. Riwayat Penyakit Sekarang:
Laki-laki usia 63 tahun datang ke poliklinik Mata RSIJ pondok
kopi dengan keluhan penglihatan buram pada mata kanan dan kiri
sejak 1,5 tahun yang lalu, buram dirasakan perlahan, pasien
merasakan buram ketika menonton televisi dan membaca koran, tidak
ada keluhan mata seperti berkabut. Pasien juga mengeluh terdapat
selaput pada kedua mata sejak 1 tahun yang lalu, terasa mengganjal
dan kadang merah. Keluhan mata gatal, perih, kotoran mata, mata
berair, silau saat melihat, disangkal oleh pasien.C. Riwayat
Penyakit Dahulu Riwayat penyakit mataPasien menyangkal belum pernah
mengalami penyakit seperti ini sebelumnya dan menyangkal riwayat
trauma pada mata. Pasien mengaku bahwa sering mengalami mata merah
sebelumnya.
Riwayat penyakit sistemikRiwayat hipertensi dan diabetes
disangkal oleh pasien.D. Riwayat PengobatanBelum pernah diobati
sebelumnya.
E. Riwayat Penyakit KeluargaTidak ada keluarganya yang mengalami
hal serupa dengan pasien.F. Riwayat AlergiPasien menyangkal riwayat
alergi obat.
Pasien menyangkal alergi makananPasien menyangkal alergi
debu/bulu binatang
G. Riwayat PsikososialPasien bekerja sebagai pedagang pakaian
yang sering terpapar sinar matahari dan debu dari lingkungan
sekitar, pasien jarang memakai kacamata dan topi saat keluar rumah.
3. Pemeriksaan FisikA. Status Generalis
Keadaan Umum: tampak sakit ringanKesadaran
: Compos mentis B. Status Lokalis
ODOS
6/ 20Visus6/20
OrtoforiaKedudukan Bola MataOrtoforia
Baik kesegala arahPergerakan Bola MataBaik ke segala arah
Ptosis (-), Pseudoptosis (-), edema(-), nyeri (-), ,
hordeolum(-), kalazion(-), entropion (-), ektropion
(-)PalpebraPtosis (-), Pseudoptosis (-), Edema (-), nyeri (-),
hordeolum(-), kalazion(-), entropion (-), ektropion (-)
Hiperemis (-), papil (-), folikel (-)Konjungtiva Tarsalis
SuperiorHiperemis (-),papil (-), folikel (-)
Injeksi siliar (-),injeksi konjungtiva (-), perdarahan (-),
Pterigium (+)Konjungtiva BulbiInjeksi siliar (-),injeksi
konjungtiva (-), perdarahan (-), Pterigium (+)
Hiperemis (-),
papil(-), folikel (-)Konjungtiva Tarsalis InferiorHiperemis
(-),
Papil(-),folikel(-)
jernih, infiltrat (-), edema (-), sikatriks (-), ulkus (-),
arkus senilis (+)KorneaJernih, infiltrat (-), edema (-), sikatriks
(-),ulkus (-), arkus senilis (+)
Sedang, hipopion (-), hifema (-)COASedang, hipopion (-), hifema
(-)
Warna coklat, kripte (+), sinekia (-)IrisWarna coklat, kripte
(+) sinekia (-)
Bulat, isokor, diameter 3mm, reflex cahaya (+)PupilBulat,
isokor, diameter 3mm, reflex cahaya (+)
JernihLensaJernih
Tidak dilakukanVitreous HumorTidak dilakukan
Tidak dilakukanFunduskopiTidak dilakukan
4. Resume
Laki-laki usia 63 tahun datang ke poliklinik Mata RSIJ pondok
kopi dengan keluhan penglihatan buram pada mata kanan dan kiri
sejak 1,5 tahun yang lalu, buram dirasakan perlahan, pasien
merasakan buram ketika menonton televisi dan membaca koran. Pasien
juga mengeluh terdapat selaput pada kedua mata sejak 1 tahun yang
lalu, terasa mengganjal dan kadang merah. Dari hasil pemeriksaan
fisik didapatkan
Visus : OD : 6/20 c-100 x 90 6/8,5 + PH HP
OS : 6/20 C-100 x 90 6/8,5 +PH HPKonjungtiva bulbi : OD :
Pterigium stadium II
OS : Pterigium stadium II
Kornea : OD : arcus sinilis (+)
OS : arcus senilis (+)5. Diagnosa KerjaPterigium ODS stadium II
+ anomali refraksi ODSDiagnosa Banding :
Pinguekula
Pseudopterigium
6. Pemeriksaan Anjurana. Slitlampb. test Sondase7.
Penatalaksanaan
a. Pengobatan : Barry vision 3 x 1 tabletb. Edukasi : Meminta
pasien untuk melindungi matanya dari paparan sinar matahari , debu
yang berlebihan dengan menggunakan kacamata hitam dan topi agar
tidak terjadi inflamasi yang lebih berat. BAB IIITINJAUAN
PUSTAKA
I. DEFENISI
Pterigium adalah kelainan pada konjungtiva bulbi, pertumbuhan
fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif.
Pertumbuhan ini biasanya terdapat pada celah kelopak bagian nasal
ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke daerah kornea.
Pterigium berbentuk segitiga dengan puncak di bagian sentral atau
di daerah kornea. Pterigium mudah meradang dan bila terjadi
iritasi, maka bagian pterigium akan berwarna merah. Pterigium
sering mengenai kedua mata. Menurut Hamurwono pterygium merupakan
Konjungtiva bulbi patologik yang menunjukkan penebalan berupa
lipatan berbentuk segitiga yang tumbuh menjalar ke kornea dengan
puncak segitiga di kornea . Pterygium berasal dari bahasa yunani,
yaitu pteron yang artinya wing atau sayap.1II. EPIDEMIOLOGIKasus
pterygium yang tersebar di seluruh dunia sangat bervariasi,
tergantung pada lokasi geografisnya, tetapi lebih banyak di daerah
iklim panas dan kering. Faktor yang sering mempengaruhi adalah
daerah dekat ekuator. Prevalensi juga tinggi pada daerah berdebu
dan kering.Di Indonesia yang melintas di bawah garis khatuliswa,
kasus-kasus pterygium cukup sering didapati. Apalagi karena faktor
risikonya adalah paparan sinar matahari (UVA & UVB), dan bisa
dipengaruhi juga oleh paparan alergen, iritasi berulang (misal
karena debu atau kekeringan).Insiden tertinggi pterygium terjadi
pada pasien dengan rentang umur 20 49 tahun. Pasien dibawah umur 15
tahun jarang terjadi pterygium. Rekuren lebih sering terjadi pada
pasien yang usia muda dibandingkan dengan pasien usia tua.
Laki-laki lebih beresiko 4 kali daripada perempuan.III. Faktor
ResikoFaktor risiko yang mempengaruhi antara lain :11. Usia
Prevalensi pterygium meningkat dengan pertambahan usia banyak
ditemui pada usia dewasa tetapi dapat juga ditemui pada usia
anak-anak. Tan berpendapat pterygium terbanyak pada usia dekade dua
dan tiga 5. Di RSUD AA tahun 2003-2005 didapatkan usia terbanyak 31
40 tahun yaitu 27,20% .2. Pekerjaan
Pertumbuhan pterygium berhubungan dengan paparan yang sering
dengan sinar UV.
3. Tempat tinggal
Gambaran yang paling mencolok dari pterygium adalah distribusi
geografisnya. Distribusi ini meliputi seluruh dunia tapi banyak
survei yang dilakukan setengah abad terakhir menunjukkan bahwa
negara di khatulistiwa memiliki angka kejadian pterygium yang lebih
tinggi. Survei lain juga menyatakan orang yang menghabiskan 5 tahun
pertama kehidupannya pada garis lintang kurang dari 300 memiliki
risiko penderita pterygium 36 kali lebih besar dibandingkan daerah
yang lebih selatan.
4. Jenis kelamin
Tidak terdapat perbedaan risiko antara laki-laki dan
perempuan.
5. HerediterPterygium diperengaruhi faktor herediter yang
diturunkan secara autosomal dominan .6. Infeksi
Human Papiloma Virus (HPV) dinyatakan sebagai faktor penyebab
pterygium.
7. Faktor risiko lainnya
Kelembaban yang rendah dan mikrotrauma karena partikel-partikel
tertentu seperti asap rokok , pasir merupakan salah satu faktor
risiko terjadinya pterygium.IV. Patogenesis
Etiologi pterygium tidak diketahui dengan jelas. Tetapi penyakit
ini lebih sering pada orang yang tinggal di daerah iklim panas.
Oleh karena itu gambaran yang paling diterima tentang hal tersebut
adalah respon terhadap faktor-faktor lingkungan seperti paparan
terhadap matahari (ultraviolet), daerah kering, inflamasi, daerah
angin kencang dan debu atau faktor iritan lainnya. Pengeringan
lokal dari kornea dan konjungtiva yang disebabkan kelainan tear
film menimbulkan pertumbuhan fibroplastik baru merupakan salah satu
teori. Ultraviolet adalah mutagen untuk p53 tumor supresor gene
pada limbal basal stem cell. Tanpa apoptosis, transforming growth
factor-beta diproduksi dalam jumlah berlebihan dan menimbulkan
proses kolagenase meningkat. Sel-sel bermigrasi dan angiogenesis.
Akibatnya terjadi perubahan degenerasi kolagen dan terlihat
jaringan subepitelial fibrovaskular. Jaringan subkonjungtiva
terjadi degenerasi elastoik proliferasi jaringan vaskular bawah
epithelium dan kemudian menembus kornea. Kerusakan pada kornea
terdapat pada lapisan membran bowman oleh pertumbuhan jaringan
fibrovaskular, sering disertai dengan inflamasi ringan. Epitel
dapat normal, tebal atau tipis dan kadang terjadi displasia.
Limbal stem cell adalah sumber regenerasi epitel kornea. Pada
keadaan defisiensi limbal stem cell, terjadi pembentukan jaringan
konjungtiva pada permukaan kornea. Gejala dari defisiensi limbal
adalah pertumbuhan konjungtiva ke kornea, vaskularisasi, inflamasi
kronis, kerusakan membran basement dan pertumbuhan jaringan
fibrotik. Tanda ini juga ditemukan pada pterygium dan karena itu
banyak penelitian menunjukkan bahwa pterygium merupakan manifestasi
dari defisiensi atau disfungsi limbal stem cell. Kemungkinan akibat
sinar ultraviolet terjadi kerusakan limbal stem cell di daerah
interpalpebra.
Pemisahan fibroblast dari jaringan pterygium menunjukkan
perubahan phenotype, pertumbuhan banyak lebih baik pada media
mengandung serum dengan konsentrasi rendah dibanding dengan
fibroblast konjungtiva normal. Lapisan fibroblast pada bagian
pterygiun menunjukkan proliferasi sel yang berlebihan. Pada
fibroblast pterygium menunjukkan matrix metalloproteinase, dimana
matriks ekstraselluler berfungsi untuk jaringan yang rusak,
penyembuhan luka, mengubah bentuk. Hal ini menjelaskan kenapa
pterygium cenderung terus tumbuh, invasi ke stroma kornea dan
terjadi reaksi fibrovaskular dan inflamasi.1. Paparan sinar
matahari (UV)
Paparan sinar matahari merupakan faktor yang penting dalam
perkembangan terjadinya pterigium. Hal ini menjelaskan mengapa
insidennya sangat tinggi pada populasi yang berada pada daerah
dekat equator dan pada orang orang yang menghabiskan banyak waktu
di lapangan.2. Iritasi kronik dari lingkungan (udara, angin,
debu)
Faktor lainnya yang berperan dalam terbentuknya pterigium adalah
alergen, bahan kimia berbahaya, dan bahan iritan (angin, debu,
polutan).UV-B merupakan mutagenik untuk p53 tumor supressor gen
pada stem sel limbal. Tanpa apoptosis, transforming growth
factor-beta over produksi dan memicu terjadinya peningkatan
kolagenasi, migrasi seluler, dan angiogenesis. Selanjutnya
perubahan patologis yang terjadi adalah degenerasi elastoid kolagen
dan timbulnya jaringan fibrovaskuler subepitelial. Kornea
menunjukkan destruksi membran Bowman akibat pertumbuhan jaringan
fibrovaskuler.V. JENIS DAN KLASIFIKASI PTERYGIUM1. Derajat 1 : jika
pterygium hanya terbatas pada limbus kornea. 2. Derajat 2 : jika
sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm melewati
kornea. 3. Derajat 3 : sudah melebihi derajat 2 tetapi tidak
melebihi pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal (pupil
dalam keadaan normal sekitar 3 4 mm)
4. Derajat 4 : pertumbuhan pterygium melewati pupil sehingga
mengganggu penglihatan
Gambar 3. Pterigium stadium 1 Gambar 4. Pterigium stadium 2
Gambar 5. Pterigium stadium 3 Gambar 6. Pterigium stadium
4Berdasarkan progresifitas tumbuhnya :1 Progresif pterygium : tebal
dan vaskular dengan beberapa infiltrat di depan kepala pterygium
(disebut cap pterygium).
Regresif pterygium : tipis, atrofi, sedikit vaskular. Akhirnya
menjadi membentuk membran tetapi tidak pernah hilang.
Pembagian lain pterygium yaitu :
1. Tipe I : meluas kurang 2 mm dari kornea. Stoker's line atau
deposit besi dapat dijumpai pada epitel kornea dan kepala
pterygium. Lesi sering asimptomatis meskipun sering mengalami
inflamasi ringan. Pasien dengan pemakaian lensa kontak dapat
mengalami keluhan lebih cepat.
2. Type II : menutupi kornea sampai 4 mm, bias primer atau
rekuren setelah operasi, berpengaruh dengan tear film dan
menimbulkan astigmatisma.
3. Type III : mengenai kornea lebih 4 mm dan mengganggu aksis
visual. Lesi yang luas terutama yang rekuren dapat berhubungan
dengan fibrosis subkonjungtiva yang meluas ke fornik dan biasanya
menyebabkan gangguan pergerakan bola mata
VI. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi pterygium ditandai dengan degenerasi elastotik
kolagen dan ploriferasi fibrovaskular, dengan permukaan yang
menutupi epithelium, Histopatologi kolagen abnormal pada daerah
degenerasi elastotik menunjukkan basofilia bila dicat dengan
hematoksin dan eosin. Jaringan ini juga bisa dicat dengan cat untuk
jaringan elastic akan tetapi bukan jaringan elastic yang
sebenarnya, oleh karena jaringan ini tidak bisa dihancurkan oleh
elastase. 8Secara histopalogis ditemukan epitel konjungtiva
irrekuler kadang-kadang berubah menjadi gepeng. Pada puncak
pteregium, epitel kornea menarik dan pada daerah ini membran bauman
menghilang. Terdapat degenerasi stroma yang berfoliferasi sebagai
jaringan granulasi yang penuh pembulih darah. Degenerasi ini
menekan kedalam kornea serta merusak membran bauman dan stoma
kornea bagian atas. Terjadinya pterigium berhubungan erat dengan
paparan sinar ultraviolet, kekeringan, inflamasi dan paparan angin
dan debu atau factor iritan lainnya. UV-B yang bersifat mutagen
terhadap gen P53 yang berfungsi sebagai tumor suppressor gene pada
stem sel di basal limbus. Pelepasan yang berlebih dari sitokin
seperti transforming growth factor beta (TGF-) dan vascular
endothelial growth factor (VEGF) yang berperanan penting dalam
peningkatan regulasi kolagen, migrasi sel angiogenesis. Selanjutnya
terjadi perubahan patologi yang terdiri dari degenerasi kolagen
elastoid dan adanya jaringan fibrovaskular supepithelial. Pada
kornea nampak kerusakan pada membrane bowman oleh karena
bertumbuhnya jaringan fibrovaskuler, yang sering kali disertai
dengan adanya inflamasi ringan. Epitel bisa normal, tebal atu tipis
dan kadang-kadang terjadi dysplasia. 8Patofisiologi pterigium
ditandai dengan degenerasi elastotik kolagen dan proliferasi
fibrovaskuler, dengan permukaan yang menutupi epithelium.
Histopatologi kolagen abnormal pada daerah degenerasi elastotik
menggunakan pewarnaan hematoxylin dan eosin memperlihatkan adanya
basofil. 9Pterigium memiliki tiga bagian : 101. Bagian kepala atau
cap, biasanya datar, terdiri dari zona abu-abu pada kornea yang
kebanyakan terdiri atas fibroblast. Area ini menginvasi dan
menghancurkan lapisan bowman pada kornea. Gari zat besi (iron
line/stockers line) dapat dilihat pada bagian anterior kepala. Area
ini juga merupakan area kornea yang kering.
2. Bagian whitish. Terletak langsung setelah cap. Merupakan
sebuah lapisan vesicular yang tipis yang menginvasi kornea seperti
halnya kepala.3. Bagian badan atau ekor, merupakan bagian mobile
(dapat bergerak ), lembut, merupakan area vesicular pada
konjungtiva bulbi dan merupakan area paling ujung. Badan ini
menjadi tanda yang khas untuk dilakukan koreksi pembedahan.
Gambar 7 : pterigium8
VII. MANIFESTASI KLINIS
Pterygium dapat ditemukan dalam berbagai bentuk. Pterygium dapat
hanya terdiri atas sedikit vaskular dan tidak ada tanda-tanda
pertumbuhan. Pterygium dapat aktif dengan tanda-tanda hiperemia
serta dapat tumbuh dengan cepat. Pasien yang mengalami pterygium
dapat tidak menunjukkan gejala apapun (asimptomatik). Kebanyakan
gejala ditemukan saat pemeriksaan berupa iritasi, perubahan tajam
penglihatan, sensasi adanya benda asing atau fotofobia. Penurunan
tajam penglihatan dapat timbul bila pterygium menyeberang axis
visual atau menyebabkan meningkatnya astigmatisme. Efek lanjutnya
yang disebabkan membesarnya ukuran lesi menyebabkan terjadinya
diplopia yang biasanya timbul pada sisi lateral. Efek ini akan
timbul lebih sering pada lesi-lesi rekuren (kambuhan) dengan
pembentukan jaringan parut. Pterigium dapat tidak memberikan
keluhan atau akan memberikan keluhan mata iritatif, gatal, merah,
sensasi benda asing dan mungkin menimbulkan astigmat atau obstruksi
aksis visual yang akan memberikan keluhan gangguan
penglihatan.2,4VIII. DIAGNOSISAnamnesisPterigium pada tahap awal
biasanya ringan bahkan sering tanpa keluhan sama sekali
(asimptomatik).Beberapa keluhan yang sering dialami pasien antara
lain:a. Mata sering berair dan tampak merah.b. Merasa seperti ada
benda asingc. Timbul astigmatase akibat kornea tertarik oleh
pertumbuhan pterigium tersebut, biasanya astigmatase with the rule
ataupun astigmatase irregular sehingga menganggu penglihatan.d.
Pada stadium yang lanjut ( derajat III dan IV ) dapat menutupi
pupil dan aksis visual sehingga tajam penglihatan
menurun.8,11,12Pemeriksaan FisikPterigium bisa berupa berbagai
macam perubahan fibrofaskular pada permukaan konjungtiva dan pada
kornea. Penyakit ini lebih sering menyerang pada konjungtiva nasal
dan akan meluas ke kornea nasal meskipun bersifat sementara dan
juga pada lokasi yang lain.
Gambaran klinis bisa dibagi menjadi 2 katagori umum, sebagai
berikut :
1. Kelompok kesatu pasien yang mengalami pterygium berupa
ploriferasi minimal dan penyakitnya lebih bersifat atrofi.
Pterygium pada kelompok ini cenderung lebih pipih dan
pertumbuhannya lambat mempunyai insidensi yang lebih rendah untuk
kambuh setelah dilakukan eksisi.2. Pada kelompok kedua pterygium
mempunyai riwayat penyakit tumbuh cepat dan terdapat komponen
elevasi jaringan fibrovaskular. Ptrerygium dalam grup ini mempunyai
perkembangan klinis yang lebih cepat dan tingkat kekambuhan yang
lebih tinggi untuk setelah dilakukan eksisi.Pemeriksaan
Oftalmologis
a. Jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga yang terdiri dari
kepala yang mengarah ke kornea dan badan.
b. Derajat pertumbuhan pterigium ditentukan berdasarkan bagian
kornea yang oleh pertumbuhan pterigium dan dapat menjadi
gradasi.
Stadium 1 : Jika hanya terbatas pada limbus kornea
Stadium 2: Sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari
2 mm melewati kornea. Stadium 3: Sudah melebihi derajat dua tetapi
tidak melebihi pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal
(diameter pupil sekitar 3-4 mm) Stadium 4: sudah melewati pupil
sehingga menganggu penglihatan. 8,11,12IX. DIAGNOSA
BANDINGDiagnosis banding pterigium adalah pinguekula dan
pseudopterigium. Pinguekula merupakan benjolan pada konjungtiva
bulbi yang ditemukan pada orangtua, terutama yang matanya sering
mendapatkan rangsangan sinar matahari, debu, dan angin panas. Yang
membedakan pterigium dengan pinguekula adalah bentuk nodul, terdiri
atas jaringan hyaline dan jaringan elastic kuning, jarang bertumbuh
besar, tetapi sering meradang. 1,7Pseudopterigium merupakan
perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat. Sering
pseudopterigium ini terjadi pada proses penyembuhan tukak kornea,
sehingga konjungtiva menutupi kornea. Pseudopterigium juga sering
dilaporkan sebagai dampak sekunder penyakit peradangan pada kornea.
Pseudopterigium dapat ditemukan dibagian apapun pada kornea dan
biasanya berbentuk oblieq. Sedangkan pterigium ditemukan secara
horizontal pada posisi jam 3 atau jam 9. 9
Gambar. PinguekulaGambar 9 : PseudopterigiumPembeda
PterigiumPinguekulaPseudopterigium
DefinisiJaringan fibrovaskular konjungtiva bulbi berbentuk
segitigaBenjolan pada konjungtiva bulbiPerlengketan konjungtiba
bulbi dengan kornea yang cacat
WarnaPutih kekuninganPutih-kuning keabu-abuanPutih
kekuningan
LetakCelah kelopak bagian nasal atau temporal yang meluas ke
arah korneaCelah kelopak mata terutama bagian nasalPada daerah
konjungtiva yang terdekat dengan proses kornea sebelumnya
6: > = =
ProgresifSedangTidakTidak
Reaksi kerusakan permukaan kornea sebelumnyaTidak adaTidak
adaAda
Pembuluh darah konjungtivaLebih menonjolMenonjolNormal
SondeTidak dapat diselipkanTidak dapat diselipkanDapat
diselipkan di bawah lesi karena tidak melekat pada limbus
PuncakAda pulau-pulau Funchs (bercak kelabu)Tidak adaTidak ada
(tidak ada head, cap, body)
HistopatologiEpitel ireguler dan degenerasi hialin dalam
stromanyaDegenerasi hialin jaringan submukosa
konjungtivaPerlengketan
Tabel 1. Diagnosis banding pterigium (dikutip dari Vaughan,
Daniel G., Asbury Taylor, Riordan Eva-Paul. Oftalmologi Umum. Edisi
14.Jakarta:Widya Medika,2000,hal 5-6.111, Sidarta Ilyas, dkk. Ilmu
Penyakit Mata edisi ke-2. 2002. Jakarta: Sagung Seto)X.
PENATALAKSANAAN
a. Medikamentosa
Pterigium sering bersifat rekuren, terutama pada pasien yang
masih muda. Bila pterigium meradang dapat diberikan steroid atau
suatu tetes mata dekongestan. Pengobatan pterigium adalah dengan
sikap konservatif atau dilakukan pembedahan bila terjadi gangguan
penglihatan akibat terjadinya astigmaisme ireguler atau pterigium
yang telah menutupi media penglihatan. 4,9
Lindungi mata dengan pterigium dari sinar matahari, debu dan
udara kering dengan kacamata pelindung. Bila terdapat tanda radang
berikan air mata buatan dan bila perlu dapat diberi steroid. Bila
terdapat delen (lekukan kornea) beri air mata buatan dalam bentuk
salep. Bila vasokonstriktor maka perlu control 2 minggu dan bila
terdapat perbaikan maka pengobatan dihentikan. 4,9b. Tindakan
operatifIndikasi Operasi Pterygium yang menjalar ke kornea sampai
lebih 3 mm dari limbus
Pterygium mencapai jarak lebih dari separuh antara limbus dan
tepi pupil Pterygium yang sering memberikan keluhan mata merah,
berair dan silau karena astigmatismus
Kosmetik, terutama untuk penderita wanita
Pascaoperasi biasanya akan diberikan terapi lanjut seperti
pengggunaan sinar radiasi atau terapi lainnya untuk mencegah
kekambuhan seperti mitomycin C. 7
Jenis Operasi pada Pterigium antara lain 8: Bare sclera :
bertujaun untuk menyatukan kembali konjungtiva dengan permukaan
sclera. Kerugian dari teknik ini adalah tingginya tingkat rekurensi
pasca pembedahan yang dapat mencapai 40-75%.
Simple closure : menyatukan langsung sisi konjungtiva yang
terbuka, diman teknik ini dilakukan bila luka pada konjuntiva
relative kecil. Sliding flap : dibuat insisi berbentuk huruf L
disekitar luka bekas eksisi untuk memungkinkan dilakukannya
penempatan flap. Rotational flap : dibuat insisi berbentuk huruf U
di sekitar luka bekas eksisi untuk membentuk seperti lidah pada
konjungtiva yang kemudian diletakkan pada bekas eksisi.
Conjungtival graft : menggunakan free graft yang biasanya diambil
dari konjungtiva bulbi bagian superior
Tindakan pembedahan untuk eksisi pterigium biasanya bisa
dilakukan pada pasien rawat jalan dengan menggunakan anestesi
local, bila perlu diperlukan dengan memakai sedasi. Perawatan pasca
operasi, mata pasien biasanya merekat pada malam hari, dan dirawat
memakai obat tetes mata atau salep mata antibiotik atau
antinflamasi.8,9,10 X. KOMPLIKASISalah satu komplikasi yang
disebabkan oleh pterigium adalah astigmat karena pterigium dapat
menyebabkan perubahan bentuk kornea akibat adanya mekanisme
penarikan oleh pterigium serta terdapat pendataran dari pada
meridian horizontal pada kornea yang berhubungan dengan adanya
astigmat. Mekanisme pendataran dari meridian horizontal itu sendiri
belum jelas. Hal ini diduga akibat terbentuknya tear meniscus
antara puncak kornea dan peninggian pterigium. Astigmat yang
ditimbulkan oleh pterigium adalah astigmat with the rule dan
irregular astigmat10. Komplikasi lain yang dapat disebabkan yaitu
mata kemerahan, iritasi, luka kronik dari konjungtiva dan kornea
Komplikasi intra-operatif dapat terjadi perforasi kornea atau
sclera dan trauma pada muskulus rektus medial atau lateral.
Komplikasi post-operatif bisa terjadi infeksi, granuloma dan
sikatriks kornea.6XI. PROGNOSIS
Prognosis visual dan kosmetik dari eksisi pterigium adalah baik.
Prosedur dapat ditoleransi dengan baik oleh pasien, dan disamping
rasa tak nyaman pada hari- hari pertama post-operatif, pasien bisa
melanjutkan aktivitas secara penuh dalam 48 jam. 9DAFTAR
PUSTAKA
1. Ilyas, Sidharta. Ilmu Penyakit Mata edisi 6. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006.p.2-7,117.2.
Fisher, Jerome P. Pterigium. [online]. 2011 Maret 7. [cited 2011
November 22]. Available from :
hhtp://www.emedicine.com/article.htm3. Anonymus. Pterigium.
[online] 2009. [cited 2011 November 22] Available from :
http://www.dokter-online.org/index.php.htm4. Skuta, Gregory L.
Cantor, Louis B. Weiss, Jayne S. Clinical Approach to Depositions
and Degenerations of the Conjungtiva, Cornea, and Sclera. In :
External Disease and Cornea. San Fransisco : American Academy of
Ophtalmology. 2008. P.8-13, 366. 5. Finger, Paul T. pterigium
[online]. 2010. [cited 2011 November 22]. Available from :
http://www.eyecancer.com/default.aspx.htm6. Drakeiron. Pterigium.
[online]2009. [cited 2011 November 22]. Available from :
http://drakeiron.wordpress.com/info-pterigium.htm7. Anonymus.
Pterigium. [online] 2009. [cited 2011 November 22]. Available from
: http://PPM.pdf.com/info-pterigium.htm8. Riri Julianti,
Pterigium.[online]2009.[cited 2011 November 22]. Available from :
http://facultyofmedicine.riau.com/prosedures/pterigium.html9.
Khurana,AK. Disease of the Conjungtiva. In : Comprehensive
Opthalmology 4th edition. New Delhi:New Age International.2007.
p80-110. Maheswari,sejal.Pterigium-inducedcornealrefractive
changes.[online]2007 [cited 2011 November 22]. Available from :
http//:www.ijo.in/article.asp?issn
Gambar 10 : Jenis-jenis operasi pterigium4
a.Bare sclera
b.Simple closure
c.Sliding flap
d.Rotational flap
e.Conjungtival graft
20 | Case Presentation Pterigium