Page 1
LAPORAN KASUS
SYOK HIPOVOLEMIK DAN ABSES SUBMANDIBULA
DEXTRA
Yuli Triretno 2010730118
Elza Wahyuni 2010730032
Tiara Vania Utami 2010730105
Amalia Rizki Pratiwi 2010730009
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA, HIDUNG, DAN TENGGOROKAN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SEKARWANGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
JAKARTA
2015
Page 2
BAB I
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama pasien : Tn. B
Umur : 64 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SMA
Ras/Suku Bangsa : Sunda
Alamat : Bojong Jengkol
ANAMNESIS
Keluhan utama:
benjolan pada pipi bawah kanan
Riwayat penyakit sekarang:
Pasien datang dengan keluhan adanya benjolan pada pipi bawah kanan sebelah
kanan sejak 1 minggu yang lalu. Pasien merasa muncul benjolan yang
sebelumnya tidak ada. Pasien juga mengeluh sukar untuk membuka mulut,
dikarenakan nyeri. Sebelumnya pasien sakit gigi selama 3 bulan pada gigi
bawah sebelah kanan. Sakit timbul tanpa rangsangan (mengunyah atau terkena
minuman dingin). Kemudian rasa sakitnya banyak berkurang, tetapi timbul
benjolan di pipi kanan, Sehingga pasien memeriksakannya ke UGD RSUD
Sekarwangi.
Riwayat penyakit dahulu:
Riwayat DM, hipertensi, serta asma disangkal oleh pasien.
Page 3
Riwayat penyakit keluarga/sosial:
Di keluarga tidak ada yang sakit seperti pasien
Riwayat pengobatan:
Pasien belum pernah berobat untuk keluhan saat ini
Riwayat alergi:
Riwayat alergi obat-obatan dan makanan disangkal.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital :
Tensi : 110/60 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Respirasi : 18 x/menit
Suhu : afebris
Page 4
Status Lokalis
1. EKSTRA ORAL
a. Muka : tidak ada kelainan
b. Pipi kanan : terdapat adanya benjolan dengan diameter
4 cm, teraba hangat dan lunak, warna
sama dengan kulit disekitarnya.
Pipi kiri : tidak ada kelainan
c. Bibir atas : tidak ada kelainan
Bibir bawah : tidak ada kelainan
d. Sudut mulut : tidak ada kelainan
e. Lain-lain : tidak ada kelainan
2. INTRA ORAL
a. Mukosa labial atas : tidak ada kelainan
Mukosa labial bawah : tidak ada kelainan
b. Mukosa pipi kiri : tidak ada kelainan
Mukosa pipi kanan : tidak ada kelainan
c. Bukal fold atas : tidak ada kelainan
Bukal fold bawah : tidak ada kelainan
d. Labial fold atas : tidak ada kelainan
Labial fold bawah : tidak ada kelainan
e. Ginggiva rahang atas : tidak ada kelainan
Ginggiva rahang bawah : tidak ada kelainan
f. Lidah : tidak ada kelainan
g. Dasar mulut : tidak ada kelainan
h. Palatum : tidak ada kelainan
i. Tonsil : tidak ada kelainan
j. Pharynx : tidak ada kelainan
k. Lain – lain : tidak ada kelainan
Page 5
Resume :
Ekstra oral : terdapat adanya benjolan pada pipi kiri
Inspeksi: tampak 1 buah benjolan pada pipi kanan atas dengan
diameter 4 cm, warna sama dengan kulit disekitarnya, pus (-),
darah (-)
Palpasi: teraba 1 buah benjolan, konsisitensi kenyal, batas
tidak jelas, hangat, nyeri (+)
Intra oral: tidak ada kelainan
- Pemeriksaan Darah
Parameter NilaiHB 8,9 gr%
Leukosit 10400 mm3
Trombosit 65000 mm3
Hematokrit 29%
DIAGNOSIS
Syok Hipovolemik perbaikan Low Intake ec Abses Submandibula Dextra.
DIAGNOSIS BANDING : Parotitis
RENCANA TERAPI
- Infus RL 1000 CC / 24 jam
- Dextrosa 1000 CC / 24 jam
- Ranitidine 2 x 500 mg
- Cefotaxime 2 x 1 gr
- Metronidazole 3 x 500 mg
- Metil prednisolon 3 x 125 mg
- Vit K 1 x 1 amp
PROGNOSIS
Dubia ad bonam
Page 6
BAB II
PEMBAHASAN
Abses submandibula adalah suatu peradangan yang disertai pembentukan pus
pada daerah submandibula. Abses submandibula menempati urutan tertinggi dari
seluruh abses leher dalam. 70-85 % kasus yang disebabkan oleh infeksi gigi merupakan
kasus terbanyak, selebihnya disebabkan oleh sialadenitis, limfadenitis, laserasi dinding
mulut atau fraktur mandibula. Pada pasien kasus ini ditemukan tanda-tanda peradangan
Berikut adalah penjabaran penegakan diagnosis pada pasien:
Literatur Kasus
Anamnesis Anamnesis
Riwayat penyakit sekarang:
Adanya tanda-tanda inflamasi:
1. rubor (kemerahan)
2. kalor (panas)
3. dolor (rasa sakit),
4. tumor (pembengkakan)
5. functio laesa (perubahan fungsi)
Pada pasien ditemukan adanya nyeri dan
pembekaaan pada rahang kanan pasien.
Pasien juga mengalami kesulitan dalam
mengunyah dan membuka mulut.
Riwayat penyakit dahulu
Bermanfaat untuk melokalisasi etiologi dan
perjalanan abses pasien seharus ditanya :
1. riwayat tonsillitis dan peritonsil abses.
2. riwayat trauma retrofaring contoh intubasi
3. dental caries dan abses.
Pasien merasa nyeri pada gigi bawah
sebelah kanan sejak 3 bulan yang lalu,
tetapi nyerinya semakin berkurang
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik
Ditemukan pembengkakan dibawah rahang baik
unilateral maupun bilateral dan berfluktuasi
Adanya pembekakan rahang unilateral.
Pada pembekakan tampak rubor
(kemerahan) dan kalor (panas) saat
perabaan.
Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang
Page 7
1. Laboratorium
Pada pemeriksaan darah rutin, didapatkan
leukositosis. Aspirasi material yang bernanah
(purulent) dapat dikirim untuk dibiakkan guna
uji resistensi antibiotik
2. Radiologis
a. Rontgen jaringan lunak kepala AP
b. Rontgen panoramik
Dilakukan apabila penyebab abses
submandibula berasal dari gigi.
c. Rontgen thoraks
Perlu dilakukan untuk evaluasi mediastinum,
empisema subkutis, pendorongan saluran
nafas, dan pneumonia akibat aspirasi abses.
d. Tomografi komputer (CT-scan)
Dengan menggunakan kontras, merupakan gold
standar untuk mengevaluasi infeksi pada
daerah leher dalam. Abses akan tampak
sebagai bangunan atau lesi, air fluid level, dan
lokulasi. Pemerksaan fisik yang ditunjang CT-
scan memiliki sensitivitas 95%
1) Laboratorium
Pada pasien belum dilakukan
pemeriksaan darah rutin dan aspirasi
material.
2) Radiologis
Ditemukan karies (35,36,37,47), sisa akar
(46) dan impaksi (48).
3) Rontgen thoraks dan Tomografi
komputer (CT-scan) tidak dilakukan.
Infeksi dapat terjadi akibat perjalanan dari infeksi gigi dan jaringan sekitarnya
yaitu pada P1,P2,M1,M2 namun jarang terjadi pada M3. Pada pasien ini penyebab
abses adalah dentogenik, karena adanya infeksi yang berasal dari gigi dan jaringan
sekitarnya yaitu impaksi pada gigi regio 48 atau gangren pulpa regio 47 dan
periodentitis marginalis kronis oleh karena kalkulus. Untuk mengatasi etiologi
dentogenik maka disarankan dilakukannya eksisi gigi 48 dan 47. Hal ini disebabkan
posisi akar gigi 48 dan 47 berada di bawah garis perlekatan m. milohiod pada
mandibula.
Page 8
Diagnosis banding pasien ini adalah parotitis yang merupakan infeksi yang
disebabkan oleh virus mumps, bersifat self limitting disease. Gejala klinis meliputi
pembengkakan dan rasa nyeri pada kelenjar saliva terutama kelenjar parotid, disertai
adanya demam, sakit kepala, malaise dan anoreksia. Parotitis merupakan penyakit
menular dari sekret pernafasan atau saliva pasien, serta secara droplet. Periode
inkubasi adalah 16-18 hari, periode penularan adalah 6 hari sebelum gejala muncul
dan 9 hari setelah gejala muncul. Pada kasus ini tidak didapatkan pembengkakan
pada kelenjar parotis dan tidak didapatkan riwayat kontak dengan pasien parotitis
sebelumnya.
Diagnosis banding kedua adalah Angina Ludovici yang merupakan infeksi ruang
submandibula berupa selulitis dengan tanda khas berupa pembengkakan seluruh
ruang submandibula, tidak membentuk abses, sehingga keras pada pembesaran
submandibula. Sumber infeksi berasal dari gigi atau dasar mulut, oleh kuman aerob
dan anaerob. Gejala klinis berupa nyeri tenggorokan dan leher, disertai
pembengkakan di daerah submandibula yang hiperemis dan keras pada perabaan,
dasar mulut yang membengkak dapat mendorong lidah ke atas belakang sehingga
menimbulkan sesak napas. Pada pemeriksaan fisik kasus ini teraba fluktuasi dan tidak
mendorog lidah ke belakang.9,10,11
Prinsip pengelolaan abses adalah pemberian antibiotik parenteral dosis tinggi dan
evakuasi abses. Antibiotik pertama yang diberikan pada pasien ini adalah Cefadroxil
3x250mg yang sensitif untuk kuman aerob dan Metronidazole 3x500 mg yang sensitif
untuk kuman anaerob. Cefadroxil merupakan antibiotik golongan sefalosporin
generasi pertama yang efektif terhadap gram positif dan gram negatif. Kuman aerob
memiliki angka sensitifitas tinggi terhadap cefadroxil Metronidazole memiliki
sensitifitas yang tinggi terutama untuk kuman anaerob gram negatif.1,8
Evakuasi abses dilakukan dengan ekstraksi gigi 48 dan 47. Pasien juga
mendapatkan terapi simptomatik berupa analgetik dan antiseptik kumur. Analgetik
yang diberikan untuk pasien yaitu asam mefenamat 2x250 mg. Sedangkan betadine
kumur diberikan sebagai antiseptik oral untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut.
Ranitidin 2x150 mg merupakan antagonis histamin reseptor H2 yang menghambat
kerja histamin secara kompetitif pada reseptor H2 dan mengurangi sekresi asam
lambung, diberikan untuk mencegah terjadinya efek samping dari antibiotik dan
Page 9
analgetik yang diberikan kepada pasien. Betadine kumur diberikan sebagai antiseptik
oral untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut. Pemberian ranitidin 2x150 mg pada
pasien untuk mencegah terjadinya efek samping dari antibiotik dan analgetik karena
merupakan antagonis histamin reseptor H2 yang menghambat kerja histamin secara
kompetitif pada reseptor H2 dan mengurangi sekresi asam lambung.
Sebagian besar abses leher dalam disebabkan oleh campuran berbagai kuman,
baik kuman aerob, anaerob, maupun fakultatif anaerob. Kuman aerob yang sering
ditemukan adalah Staphylococcus, Streptococcus sp, Haemofilus influenza,
Streptococcus Pneumonia, Moraxtella catarrhalis, Klebsiella sp, Neisseria sp. Kuman
anaerob yang sering ditemukan pada abses leher dalam adalah kelompok basil gram
negatif, seperti Bacteroides, Prevotella, maupun Fusobacterium. Hasil pemeriksaan
mikrobiologi dari pus pada pasien ini adalah Staphylococcus aureus, dengan hasil
pewarnaan gram adalah coccus gram positif.
Prognosa pasien pada kasus ini adalah ad bonam jika pasien mengatasi etiologi
dari abses yaitu . Serta mengikuti advice terapi yang telah diberikan.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Page 10
Pengetahuan tentang ruang-ruang dileher dan hubunganya dengan fasia
penting untuk mendiagnosis dan mengobati infeksi pada leher. Ruang yang
dibentuk oleh berbagai fasia pada leher ini adalah merupakan area yang
berpotensi untuk terjadinya infeksi. Invasi dari bakteri akan menghasilkan
selulitis atau abses, dan menyebar melalui berbagai jalan termasuk melalui
saluran limfe.
Pembagian ruang ruang di leher berdasarkan Hollinshead (1954).
1. Di bawah hyoid:
Carotid Sheath
Ruang Pretrakeal
Ruang Retroviseral
Ruang Viseral
Ruang prevertebral.
2. Di atas hyoid:
Ruang submandibula
Ruang submaxilla
Ruang masticator
Ruang parotid
3. Area perifaring:
Ruang retrofaring
Ruang parafaring (lateral Pharyngeal)
Ruang submandibula
4. Area intrafaring:
Ruang paratonsil
Abses paling sering mengenai ruang retrofaring, ruang parafaring
(lateral pharyngeal), dan ruang submandibula.
Page 11
Gambar 3.2. Otot milohioid yang memisahkan ruang sublingual dan submental.
Gambar 3.3. Potongan vertical ruang submandibula.
Ruang submndibula terletak diantara mukosa dasar mulut (sebagai batas
superior) dan lapisan superficial pada fasia servikalis bagian dalam ( sebagai
batas inferior). Di bagian inferiornya dibentuk oleh otot digastrikus. Batas
lateralnya berupa kulit, otot platysma, dan korpus mandibula. Sedangkan
Page 12
dibagian medialnya berbatasan dengan hyoglosus dan milohioid. Di bagian
anteriornya, ruang ini berbatasan dengan otot digastrikus anterior dan
milohioid. Bagian posteriornya berbatasan dengan ligamentum submandibula
dan otot digastrikus posteriornya.
Ruang submandibula merupakan ruang di atas hyoid yang terdiri dari ruang
sublingual dan ruang submaksila. Ruang sublingual dipisahkan dari ruang
submaksila oleh otot milohioid. Ruang submaksila selanjutnya dibagi atas
ruang submental dan ruang submaksila (lateral) oleh otot digastrikus anterior
tetapi kedua ruang ini berhubungan secara bebas. Namun ada pembagian lain
yang tidak menyertakan ruang sublingual kedalam ruang submandibula, dan
membagi ruang submandibula atas ruang submental dan ruang submaksila saja.
Gambar 3.4. Submandibular space
Ruang sublingual mengandung kelenjar sublingual, duktus Wharton, dan
saraf hipoglosal. Ruang ini terletak dia atas otot milohioid tetapi masih
dianterior lidah, dan dilateral otot intrinsic lidah (genioglosus dan geniohioid)
Page 13
dan superior dan medial dengan otot milohioid. Dibagian anteriornya,
berbatasan dengan sepanjang genu mandibula dan bagian posteriornya
berhubungan bebas dengan ruang submaksila.
Ruang submaksila berada di bawah otot milohioid, dan mengandung
kelenjar submandibula dan kelenjar getah bening. Ruang submksila ini
berhubungan bebas dengan ruang sublingual sepanjang tepi posterior otot
milohioid. Kelenjar submandibula terletak diantara kedua ruang tersebut.
Ruang submental merupakan ruang yang terbentuk segitiga yang terletak di
garis tengah dibawah mandibula dimana batas superior dan lateralnya dibatasi
bagian anterior otot digastricus. Dasar pada ruangan ini adalah otot milohyoid
sedangkan atapnya adalah kulit, facia superficial, otot platysma. Ruang
submental mengandung beberapa nodus limfe dan jaringan lemak fibrous..
3.2. DEFINISI
Abses adalah infeksi akut yang terlokalisir pada rongga yang berdinding tebal,
manifestasinya berupa keradangan, pembengkakan yang nyeri jika ditekan, dan
kerusakan jaringan setempat8
Abses rongga mulut adalah suatu infeksi pada mulut, wajah, rahang, atau
tenggorokan yang dimulai sebagai infeksi gigi atau karies gigi. Kehadiran abses
dentoalveolar sering dikaitkan dengan kerusakan yang relatif cepat dari
alveolar tulang yang mendukung gigi. Jumlah dan rute penyebaran infeksi
tergantung pada lokasi gigi yang terkena serta penyebab virulensi organisme8
Abses submandibula terletak dibagian bawah m.mylohioid yang
memisahkannya dari spasium sublingual. Lokasi ini di bawah dan medial
bagian belakang mandibula. Dibatasi oleh m.hiooglosus dan m.digastrikus dan
bagian posterior oleh m.pterigoid eksternus. Berisi kelenjar ludah
submandibula yang meluas ke dalam spasium sublingual. Juga berisi kelenjar
limfe submaksila. Pada bagian luar ditutup oleh fasia superfisial yang tipis dan
ditembus oleh arteri submaksilaris eksterna.
Page 14
Infeksi pada spasium ini dapat berasal dari abses dentoalveolar, abses
periodontal dan perikoronitis yang berasal dari gigi premolar atau molar
mandibula.
3.3. ETIOLOGI
Infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar liur atau
kelenjar limfa submandibula. Mungkin juga sebagian kelanjutan infeksi ruang
leher dalam lain. Kuman penyebab biasanya campuran kuman aerob dan aerob.
Abses submandibula merupakan salah satu bagian dari abses leher dalam.
Sebagian besar abses leher dalam disebabkan oleh campuran berbagai kuman,
baik kuman aerob, anaerob, maupun fakultatif anaerob. Kuman aerob yang
sering ditemukan adalah Stafilokokus, Streptococcus sp, Haemofilus influenza,
Streptococcus Pneumonia, Moraxtella catarrhalis, Klebsiell sp, Neisseria sp.
Kuman anaerob yang sering ditemukan pada abses leher dalam adalah
kelompok batang gram negatif, seperti Bacteroides, Prevotella, maupun
Fusobacterium.
3.4. Tanda dan Gejala
1. Adanya respon Inflamasi
Respon tubuh terhadap agen penyebab infeksi adalah inflamasi. Pada keadaan
ini substansi yang beracun dilapisi dan dinetralkan. Juga dilakukan perbaikan
jaringan, proses inflamasi ini cukup kompleks dan dapat disimpulkan dalam
beberapa tanda:
a) Hiperemi yang disebabkan vasodilatasi arteri dan kapiler dan
peningkatan permeabilitas dari venula dengan berkurangnya aliran
darah pada vena.
b) Keluarnya eksudat yang kaya akan protein plasma, antiobodi dan
nutrisi dan berkumpulnya leukosit pada sekitar jaringan.
c) Berkurangnya faktor permeabilitas, leukotaksis yang mengikuti
migrasi leukosit polimorfonuklear dan kemudian monosit pada daerah
luka.
Page 15
d) Terbentuknya jalinan fibrin dari eksudat, yang menempel pada
dinding lesi.
e) Fagositosis dari bakteri dan organisme lainnya
f) Pengawasan oleh makrofag dari debris yang nekrotik
2. Adanya gejala infeksi
Gejala-gejala tersebut dapat berupa : rubor atau kemerahan terlihat pada
daerah permukaan infeksi yang merupakan akibat vasodilatasi. Tumor atau
edema merupakan pembengkakan daerah infeksi. Kalor atau panas
merupakan akibat aliran darah yang relatif hangat dari jaringan yang lebih
dalam, meningkatnya jumlah aliran darah dan meningkatnya metabolisme.
Dolor atau rasa sakit, merupakan akibat rangsangan pada saraf sensorik yang
di sebabkan oleh pembengkakan atau perluasan infeksi. Akibat aksi faktor
bebas atau faktor aktif seperti kinin, histamin, metabolit atau bradikinin pada
akhiran saraf juga dapat menyebabkan rasa sakit. Fungsio laesa atau
kehilangan fungsi, seperti misalnya ketidakmampuan mengunyah dan
kemampuan bernafas yang terhambat. Kehilangan fungsi pada daerah
inflamasi disebabkan oleh faktor mekanis dan reflek inhibisi dari pergerakan
otot yang disebabkan oleh adanya rasa sakit.
3. Limphadenopati
Pada infeksi akut, kelenjar limfe membesar, lunak dan sakit. Kulit di
sekitarnya memerah dan jaringan yang berhubungan membengkak. Pada
infeksi kronis perbesaran kelenjar limfe lebih atau kurang keras tergantung
derajat inflamasi, seringkali tidak lunak dan pembengkakan jaringan di
sekitarnya biasanya tidak terlihat. Lokasi perbesaran kelenjar limfe
merupakan daerah indikasi terjadinya infeksi. Supurasi kelenjar terjadi jika
organisme penginfeksi menembus sistem pertahanan tubuh pada kelenjar
menyebabkan reaksi seluler dan memproduksi pus. Proses ini dapat terjadi
secara spontan dan memerlukan insisi dan drainase.
3.5. PATOGENESA
Page 16
Berawal dari etiologi diatas seperti infeksi gigi. Nekrosis pulpa karena
karies dalam yang tidak terawat dan periodontal pocket dalam merupakan jalan
bakteri untuk mencapai jaringan periapikal. Karena jumlah bakteri yang
banyak, maka infeksi yang terjadi akan menyebar ke tulang spongiosa sampai
tulang cortical. Jika tulang ini tipis, maka infeksi akan menembus dan masuk
ke jaringan lunak. Penyebaran infeksi ini tergantung dari daya tahan jaringan
dan tubuh.5
Infeksi odontogen dapat menyebar melalui jaringan ikat
(perikontinuitatum), pembuluh darah (hematogenous), dan pembuluh limfe
(limfogenous). Yang paling sering terjadi adalah penjalaran secara
perkontinuitatum karena adanya celah/ruang di antara jaringan berpotensi
sebagai tempat berkumpulnya pus. Penjalaran infeksi pada rahang atas dapat
membentuk abses palatal, abses submukosa, abses gingiva, cavernous sinus
thrombosis, abses labial, dan abses facial. Penjalaran infeksi pada rahang
bawah dapat membentuk abses subingual, abses submental, abses
submandibular, abses submaseter, dan angina ludwig. Ujung akar molar kedua
dan ketiga terletak dibelakang bawah linea mylohyoidea (tempat melekatnya m.
Mylohyoideus) yang terletak di aspek daam mandibula, sehingga jika molar
kedua dan ketiga terinfeksi dan membentuk abses, pus nya dapat menyebar ke
ruang submandibula dan dapat meluas ke ruang parafaringeal. Abses pada akar
gigi menyebar ke ruang submandibula akan menyebabkan sedikit
ketidaknyamanan pada gigi, dan pembengkakan sekitar wajah di daerah bawah.
Setelah 3 hari pembengkakan akan terisi pus. Jika tidak diberikan penanganan,
maka pus akan keluar, menyebabkan terbentuknya fistel pada kulit. Pus
tersebut juga dapat menyebar ke jaringan lain sekitar tenggorokan, dan ini
dapat menyebabkan problem pernafasan. Jadi abses submandibular merupakan
kondisi yang serius.5
Page 17
3.6. DIAGNOSIS
Diagnosis abses submandibula ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala
klinis, dan pemeriksaan penunjang seperti foto polos jaringan lunak leher atau
tomografi komputer.
Tanda dan gejala dari suatu abses leher dalam timbul oleh karena: 6
1. efek massa atau inflamasi jaringan atau cavitas abses pada sekitar struktur
abses.
2. keterlibatan daerah sekitar abses dalam proses infeksi.
A. Anamnesis
Beberapa gejala berikut dapat ditemukan pada pasien dengan abses
submandibula adalah :
1. asimetris leher karena adanya massa atau limfadenopati pada sekitar 70%.7
2. trismus karena proses inflamasi pada m.pterigoides
3. torticolis dan penyempitan ruang gerak leher karena proses inflamasi pada
leher.
Riwayat penyakit dahulu sangat bermanfaat untuk melokalisasi etiologi dan
perjalanan abses pasien seharus ditanya :
1. tentang riwayat tonsillitis dan peritonsil abses.
2. riwayat trauma retrofaring contoh intubasi
3. dental caries dan abses.
B. Pemeriksaan Klinik
Diagnosis untuk suatu abses leher dalam kadang-kadang sulit ditegakkan
bila hanya berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik saja. Ditemukan
pembengkakan dibawah rahang baik unilateral maupun bilateral dan
berfluktuasi. Karena itu diperlukan studi radiografi untuk membantu
menegakkan diagnosis, menyingkirkan kemungkinan penyakit lainnya dan
perluasan penyakit. 7
Pemeriksaan tomography komputer dapat ditemukan daerah dengan densitas
rendah, peningkatan gambaran kontras pada dinding abses dan edem jaringan
Page 18
sekitar abses. Pemeriksaan kultur dan sensitivitas test dilakukan untuk
mengetahui jenis kuman dan antibiotik yang sesuai. 7
1. Laboratorium
Pada pemeriksaan darah rutin, didapatkan leukositosis. Aspirasi material yang
bernanah (purulent) dapat dikirim untuk dibiakkan guna uji resistensi
antibiotik
2. Radiologis
a. Rontgen jaringan lunak kepala AP
b. Rontgen panoramik
Dilakukan apabila penyebab abses submandibuka berasal dari gigi.
c. Rontgen thoraks
Perlu dilakukan untuk evaluasi mediastinum, empisema subkutis,
pendorongan saluran nafas, dan pneumonia akibat aspirasi abses.
d. Tomografi komputer (CT-scan)
CT-scan dengan kontras merupakan pemeriksaan baku emas pada abses leher
dalam. Berdasarkan penelitian Crespo bahwa hanya dengan pemeriksaan
klinis tanpa CT-scan mengakibatkan estimasi terhadap luasnya abses yang
terlalu rendah pada 70% pasien (dikutip dari Pulungan). Gambaran abses
yang tampak adalah lesi dengan hipodens (intensitas rendah), batas yang lebih
jelas, dan kadang ada air fluid level . 4
Page 19
Gambar 3.5. contoh CT scan
CT-scan pasien dengan keluhan trismus, pembengkakan submandibula yang
nyeri dan berwarna kemerahan selama 12 hari. CT-scan axial menunjukkan
pembesaran musculus pterygoid medial (tanda panah), peningkatan intensitas
ruang submandibular dan batas yang jelas dari musculus platysmal (ujung
panah).
e. Algoritma pemeriksaan benjolan di leher
Page 20
Gambar 3.6. Algoritma Pemeriksaan Benjolan di Leher
3.7. TERAPI
Penatalaksanaan abses submandibula meliputi:1,8
- Penatalaksanaan terhadap abses
- Penatalaksanaan terhadap penyebab
Antibiotik dosis tinggi terhadap kuman aerob dan anaerob harus diberikan
secara parenteral. Abses submandibula sering disebabkan oleh infeksi gigi dan
paling sering menyebabkan trismus. Maka sesegera mungkin setelah trismus
hilang, sebaiknya pengobatan terhadap penyebab segera dilakukan.1,8
Pola Kepekaan kuman anerob terhadap antibiotik
Page 21
Evakuasi abses dapat dilakukan dalam anastesi lokal untuk abses yang
dangkal dan terlokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam
dan luas.
Insisi dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi os hyoid,
tergantung letak dan luas abses.
3.8. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi adalah Ludwig’s angina. Ludwig’s angina
adalah infeksi berat yang melibatkan dasar mulut, ruang submental, dan ruang
submandibula. Penyebab dari Ludwig’s angina ini pun bisa karena infeksi lokal
dari mulut, karies gigi, terutama gigi molar dan premolar, tonsilitis, dan karena
trauma ekstraksi gigi. Dapat juga disebabkan oleh kuman aerob maupun
anaerob.9,10
Page 22
Ludwig’s angina merupakan peradangan selulitis atau flegmon dari bagian
superior ruang suprahioid. Ruang potensial ini berada antara otot-otot yang
melekatkan lidah pada tulang hioid dan otot milohioideus. Peradangan ruang
ini menyebabkan kekerasan yang berlebihan pada jaringan dasar mulut dan
mendorong lidah ke atas dan ke belakang. Dengan demikian dapat
menyebabkan obstruksi jalan nafas secara potensial.11
Gejalanya sangat cepat. Dapat menyebabkan trismus, disfagia, leher
membengkak secara bilateral berwarna kecoklatan. Dan pada perabaan akan
terasa keras. Yang paling berakibat fatal adalah Ludwig’s angina tersebut dapat
menyebabkan lidah terdorong ke atas dan belakang sehingga menimbulkan
sesak nafas dan asfiksia karena sumbatan jalan nafas yang kemudian dapat
menyebabkan kematian.9,10,11
3.9. PROGNOSIS
Pada awalnya, kematian yang terjadi akibat kasus abses submandibula ini
lebih dari 50% kasus. Namun seiring dengan penggunaaan antibiotic yang
semakin luas, angka mortalitas tersebut turun hingga mencapai di bawah 5%.
Penggunaan antibiotic intravena memberikan prognosis yang baik jika
digunakan pada masa-masa awal kasus penyakit. Kemudian tindakan operasi
Page 23
dilakukan jika terjadi obstruksi jalan napas, abses yang terlokalisir dan
kegagalan penggunanaan antibiotic untuk meningkatkan kemungkinan
kesembuhan.
BAB V
Page 24
KESIMPULAN
Pada pemeriksaan fisik pada regio submandibula dextra didapatkan benjolan
yang oedem, eritem, kalor dan nyeri tekan. Berdasarkan gejala, pemeriksaan fisik
serta pemeriksaan penunjang, diagnosis pasien ini adalah abses submandibula
dextra. Dilakukan tindakan evakuasi abses dan pemberian antibiotik parenteral.
Sehingga diagnosis dan penatalaksanaan pada pasien ini telah sesuai dengan
kepustakaan yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
1. Probst, R., Grevers, G., dan Iro, H. Anatomy, Physiology, and Immunology of
the Nose, Paranasal Sinuses, and Face. Dalam: Basic Otorhinolaryngology.
New York: Thieme, 2006, h. 2 – 13
2. Soetjipto, D. dan Mangunkusumo, E. Hidung. Dalam: Soepardi EA, Iskandar
N, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi
kelima. Jakarta: FKUI, 2001, h. 88 – 95
3. Ahmad Maymane Jahroni. The Epidemological & Clinical aspect of Nasal
Polyps that Require Surgery. Iranian Journal Of Otorhynolaryngology.2012
: 2 (4) : 72-75
4. Bachort C.Management of Nasal Polyps. Rhinology. 2005 : 18: 1-87
5. Kirtsreesatul Virat. Update on Nasal Polyps : Etiopatogenesis. J Med Assoc
Thai. 2005 : 88 (12) :1966-72
Page 25
6. Assanasen paraya MD. Medical & Surgical Management of Nasal Polyps.
Current Option in Otolaryngology & Head and Neck Surgery. 2001. 9 :
27-36
7. Perhimpunan Dokter Spesialis THT-KL Indonesia. Guideline Penyakit THT-
KL di Indonesia. 2007. Hal 25