I. Tujuan Percobaan1. Membuat larutan Natrium Hidroksida (NaOH)
yang dibakukan dengan larutan Asam Oksalat (H2C2O4) dengan
indikator fenolftalein.2. Membuat pelarut campur dari etanol, air,
gliserin, dan propilenglikol.3. Menentukan kelarutan asam benzoat
dan asam salisilat dari berbagai macam pelarut campur.4. Membuat
grafik hubungan konsentrasi dengan presentase campuran.
II. Prinsip Percobaan1. Azas Le ChatelierBila pada sistem
kesetimbangan diadakan aksi, maka sistem akan mengadakan reaksi
sedemikian rupa sehingga pengaruh aksi itu menjadi sekecil-kecilnya
(Ratna, 2009).
2. KelarutanKelarutan digunakan untuk menyatakan jumlah maksimal
zat yang dapat larut dalam jumlah tertentu larutan (Suyatno,
2006).
3. Titrasi Asam-BasaTitrasi merupakan salah satu metode untuk
menentukan konsentrasi suatu larutan dengan cara mereaksikan
sejumlah volume larutan tersebut terhadap sejumlah volume larutan
yang konsentrasinya sudah diketahui. Titrasi yang melibatkan reaksi
asam basa disebut titrasi asam basa (Muchtaridi, 2007).
4. Like Dissolve LikeSuatu senyawa akan larut pada senyawa yang
mempunyai struktur kimia yang sama, polar dengan polar dan nonpolar
dengan nonpolar (Arsyad, 2001)
5. Reaksi Penetralan (Netralisasi)Reaksi yang terjadi dengan
pembentukan garam dan H2O netral (pH=7) hasil reaksi antara H+ dari
suatu asam dan OH- dari suatu basa (Sumardjo, 2006).
6. PengenceranProsedur untuk penyiapan larutan kurang pekat dari
larutan yang lebih pekat disebut pengenceran. Dalam melakukan
proses pengenceran, perlu diingat bahwa penambahan lebih banyak
pelarut ke dalam sejumlah tertentu larutan stok akan mengubah
(mengurangi) konsentrasi larutan tanpa mengubah sejumlah mol zat
terlarut yang terdapat dalam larutan (Chang, 2005).7.
StoikiometriStoikiometri reaksi adalah penentuan perbandingan massa
unsur-unsur dalam senyawa dalam pembentukan senyawanya (Alfian,
2009).
III. ReaksiH2C2O4 + 2NaOH
IV. Teori DasarLarutan merupakan campuran yang homogen, yaitu
campuran yang memiliki komposisi merata atau serba sama di seluruh
bagian volumenya. Suatu larutan mengandung dua komponen atau lebih
yang disebut zat terlarut (Solute) dan pelarut (Solven). Zat
terlarut merupakan komponen yang jumlahnya sedikit. Sedangkan
pelarut adalah komponen yang terdapat dalam jumlah banyak (Azizah,
2010).Kimiawan membedakan larutan berdasarkan kemampuannya
melarutkan zzat terlarut. Larutan yang mengandung jumlah maksimum
zat terlarut di dalam pelarut, pada suhu tertentu, dinamakan
larutan jenuh (Saturated Solution). Sebelum titik jenuh tercapai,
larutannya disebut larutan tak jenuh (Unsaturated Solution) ;
larutan ini mengandung zat terlarut lebih sedikit dibandingkan
dengan kemampuannya untuk melarutkan. Jenis ketiga, larutan lewat
jenuh (Supersaturated Solution), mengandung lebih banyak zat
terlarut dibandingkan yang terdapat di dalam larutan jenuh (Chang,
2005).Kelarutan adalah kuantitas maksimal suatu zat kimia terlarut
(Solute) untuk dapat larut pada pelarut tertentu membentuk larutan
homogen. Kelarutan suatu zat dasarnya sangat bergantung pada sifat
fisika dan kimia Solute dan pelarut pada suhu, tekanan dan pH
tertentu. Secara luas kelarutan suatu zat pada pelarut tertentu
merupakan suatu pengukuran konsentrasi kejenuhan dengan cara
menambahkan sedikit demi sedikit solute pada pelarut sampai solute
tersebut mengendap (tidak dapat larut lagi) (Ilmu Kimia,
2013).Kesetimbangan kelarutan mirip dengan kesetimbangan antar zat
cair (atau zat padat) yang mudah menguap dalam bejana tertutup.
Dalam kedua hal, partikel-partikel dari fasa pekat cenderung untuk
keluar dan menyebar ke volume yang lebih luas, tetapi terbatas.
Dalam kedua hal, kesetimbangan adalah kompromi dinamik dimana
kecepatan keluarnya partikel dari fasa pekat sama dengan kecepatan
baliknya (Oxtoby, 2001).Karena suatu larutan jenuh yang berhubungan
dengan kelebihan solute membentuk kesetimbangan dinamik, maka
bilamana sistem tersebut diganggu, efek gangguan tersebut dapat
diramalkan berdasarkan kaidah Le Chatelier. Kita tahu bahwa
kenaikkan temperatur menyebabkan posisi kesetimbangan bergeser ke
arah yang akan mengabsorpsi panas. Karena, kalau solute tambahan
yang ingin melarut dalam larutan jenuh harus mengabsorpsi energi,
maka larutan zat tersebut akan bertambah jika temperatur dinaikkan.
Sebaliknya, jika solute tambahan yang dimasukkan ke dalam larutan
jenuh menimbulkan proses eksotermik, maka solute akan menjadi
kurang larut jika temperatur dinaikkan (Moechtar, 1989).Prinsip Le
Chatelier diterapkan pada kesetimbangan ini, seperti juga prinsip
ini diterapkan pada semua kesetimbangan. Satu cara untuk menekan
kesetimbangan kelarutan adalah dengan mengubah jumlah pelarut.
Penambahan pelarut menurunkan konsentrasi spesies terlarut ;
penambahan zat padat cenderung untuk mengembalikkan konsentrasi
spesies terlarut ke kesetimbangannya. Jika pelarut yang ditambahkan
terlalu banyak maka semua zat padat akan larut, kemudian
kesetimbangan kelarutan menurun, dan larutan menjadi tidak jenuh
(Oxtoby, 2001).Faktor-faktor penting yang mempengaruhi kelarutan
zat padat adalah :1. Temperatur2. Pemilihan Pelarut3. Efek ion
Sekutu4. Efek Aktivitas5. Efek pH6. Efek Hidrolisis7. Hidroksida
Metal8. Efek Pembuatan kompleks (Underwood, 2002)Kelarutan suatu
solute pada pelarut tertentu sangat bergantung pada suhu. Pada
sebagian besar padatan yang dapat larut dalam air, kelarutan akan
semakin meningkat jika suhu dinaikkan melebihi 100oC. Solute ionik
yang terlarut pada air bersuhu tinggi (mendekati suhu kritis)
cenderung berkurang karena perubahan sifat dan struktur molekul
air. Selain itu, tetapan dielektrik menyebabkan pelarut kurang
polar. Kelarutan senyawa organik selalu meningkatdengan naiknya
suhu. Inilah yang mendasari teknik emurnian dengan rekristalisasi
yang memanfaatkan perbedaan kelarutan solute pada suhu rendah dan
tinggi (Ilmu Kimia, 2013).Untuk semua keperluan praktis, tekanan
eksternal tidak mempengaruhi kelarutan dari cairan dan adatan.,
tetapi sangat mempengaruhi kelarutan gas. Hubungan kuantitatif
antara kelarutan gas dan tekanan ditunjukkan oleh hukum Henry
(Henrys Law), yang menyatakan bahwa kelarutan gas dalam cairan
berbanding lurus dengan tekanan gas di atas larutannya.
(Chang, 2005)Kosolven seperti etanol, propilen glikol,
polietilen glikol dan glikofural telah rutin digunakan sebagai zat
untuk meningkatkan kelarutan obat dalam larutan pembawa berair.
Pada beberapa kasus, penggunaan kosolven yang tepat dapat
meningkatkan kelarutan obat hingga beberapa kali lipat, namun bisa
juga peningkatan kelarutannya sangat kecil, bahkan dalam beberapa
kasus penggunaan kosolven dapat menurunkan kelarutan solut dalam
larutan berair. Efek peningkatan kelarutan terutama disebabkan oleh
polaritas obat terhadap solven (air) dan kosolven. Pemilihan sistem
kosolven yang tepat dapat menjamin kelarutan semua komponen dalam
formulasi dan meminimalkan resiko pengendapan karena pendinginan
atau pengenceran oleh cairan darah. Akibatnya, hal ini akan
mengurangi iritasi jaringan pada tempat administrasi obat
(Yalkowsky, 1981).Elektrolit lemah dan molekul-molekul nonpolar
seringkali mempunyai kelarutan dalam air yang buruk. Kelarutannya
biasanya dapat ditingkatkan dengan penambahan suatu pelarut yang
dapat bercampur dengan air dimana dalam pelarut tersebut obat
mempunyai kelarutan yang baik. Proses ini dikenal sebagai
kosolvensi, dan pelarut-pelarut yang digunakan dalam kombinasi
untuk meningkatkan kelarutan zat terlarut dikenal sebagai kosolven.
Mekanisme yang mengakibatkan penambahan kelarutan melalui
kosolvensi tidak dimengerti dengan jelas. Etanol, sorbitol,
propilen glikol, dan beberapa anggota dari seri polimer polietilen
glikol memperlihatkan jumlah terbatas dari kosolven yang berguna,
dan dapat diterima secara umum dalam formulasi cairan-cairan dalam
air. Kosolven tidak hanya digunakan untuk mempengaruhi kelarutan
obat tersebut, tetapi juga untuk memperbaiki kelarutan dari
konstituen-konstituen yang mudah menguap yang digunakan untuk
memberi rasa dan bau yang diinginkan ke produk tersebut.
Molekul-molekul dalam obat padat diikat bersama oleh gaya
intermolekular tertentu misalnya gaya dipol-dipol imbas,
dipol-dipol dan interaksi ion-ion, demikian pula halnya dengan
solven. pelarut dibedakan atas polar, semi polar, atau non polar
tergantung dari besarnya ikatan yang bersangkutan (Martin,
1990).Kelarutan obat sebagian besar disebabkan oleh polaritas dari
pelarut, yaitu oleh dipol momennya. Sesuai dengan hal itu, air
bercampur dengan alkohol dalam segala perbandingan & melarutkan
gula dan senyawa polihidrasi yang lain. selain itu pelarut biasanya
memiliki beda titik didih(Tb) rendah dan lebih mudah menguap
meninggalkan substansi terlarut. Dan yang jelas pelarut jumlahnya
lebih besar daripada zat terlarut (Martin, 1990 ).
V. Alat dan Bahan5.1. Alata. Buretb. Gelas Kimiac. Gelas Ukurd.
Kertas Saringe. Labu ukurf. Pipet Ukur5.2. Bahana. Airb. Asam
Benzoatc. Asam Oksalatd. Asam Salisilate. Etanol 90 %f.
Fenolftaleing. Gliserinh. Larutan Natrium Hidroksida (NaOH)i.
Propilenglikol
5.3. Gambar Alat
VI. Prosedur
VII. Data Pengamatan7.1. Pembakuan Larutan NaOHNoVolume Asam
Oksalat (ml)Volume Natrium Hdroksida (ml)
11010,3
21010,5
3109,8
Rata rata 1010,1667
7.1.1. Perhitungan Asam Oksalat
7.1.2. Perhitungan Normalitas NaOH
7.2. Asam SalisilatNoVolume Larutan (ml)Volume NaOH
(ml)Kelarutan (mol L-1)
1101,3518,329
2101,621,723
3100,79,504
4101,2516,971
Pelarut 1 (etanol 3 ml + air 27 ml)Titrasi 1 : Volume NaOH= 1,3
mlTitrasi 2: Volume NaOH= 1,4 mlV rata-rata: Kelarutan: : : 18,329
mol L-1
Pelarut 2 (etanol 4,5 ml + air 25,5 ml)Titrasi 1 : Volume NaOH=
1,6 mlTitrasi 2: Volume NaOH= 1,6 mlV rata-rata: Kelarutan: : :
21,723 mol L-1
Pelarut 3 (etanol 3 ml + air 24 ml + gliserin 3 ml)Titrasi 1 :
Volume NaOH= 0,6 mlTitrasi 2: Volume NaOH= 0,8 mlV rata-rata:
Kelarutan: : : 9,504 mol L-1
Pelarut 4 (etanol 3 ml + air 24 ml + propilenglikol 3 ml)Titrasi
1 : Volume NaOH= 1,3 mlTitrasi 2: Volume NaOH= 1,2 mlV rata-rata:
Kelarutan: : : 16,971 mol L-1
7.3. Asam BenzoatNoVolume Larutan (ml)Volume NaOH (ml)Kelarutan
(mol L-1)
1100,56,002
2100,759,003
3101,1513,805
4101,3516,205
Pelarut 1 (etanol 3 ml + air 27 ml)Titrasi 1 : Volume NaOH= 0,5
mlTitrasi 2: Volume NaOH= 0,5 mlV rata-rata: Kelarutan: : : 6,002
mol L-1
Pelarut 2 (etanol 4,5 ml + air 25,5 ml)Titrasi 1 : Volume NaOH=
1 mlTitrasi 2: Volume NaOH= 0,5 mlV rata-rata: Kelarutan: : : 9,003
mol L-1 Pelarut 3 (etanol 3 ml + air 24 ml + gliserin 3 ml)Titrasi
1 : Volume NaOH= 0,9 mlTitrasi 2: Volume NaOH= 1,4 mlV rata-rata:
Kelarutan: : : 13,805 mol L-1 Pelarut 4 (etanol 3 ml + air 24 ml +
propilenglikol 3 ml)Titrasi 1 : Volume NaOH= 1,7 mlTitrasi 2:
Volume NaOH= 1 mlV rata-rata: Kelarutan: : : 16,205 mol L-1
7.4. Grafik Hubungan Konsentrasi dengan Pelarut campuran
Daftar PustakaAlfian. 2009. Kimia Dasar. Medan : USU
Press.Arsyad, N. 2001. Kamus Kimia Anti dan Penjelasan Istilah.
Jakarta : Gramedia.Azizah, Utiya. 2010. Pengertian Larutan.
Available at
http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia_dasar/asam_dan_basa/pengertian-larutan/
[diakses pada tanggal 16 maret 2015].Chang, R. 2005. Kimia dasar
Jilid 2 Edisis 3. Jakarta : Erlangga.Ilmu Kimia. 2013. Pengertian
kelarutan. Available at
http://www.ilmukimia.org/2013/04/kelarutan.html [diakses pada
tanggal 16 maret 2015].Martin, Alfred, dkk. 1990. Farmasi Fisik
edisi 3. Jakarta: Universitas Indonesia press.Moechtar, 1989.
Farmasi Fisika. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press.Muchtaridi. 2007. Kimia 2. Jakarta : Yudhistira.Oxtoby, David
W. 2001. Prinsip-prinsip Kimia Modern Jilid 1 Edisi 4. Jakarta :
Erlangga. Ratna. 2009. Azas Le Chatelier. Available at
http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-smk/kelas_X/azas-le-chatelier/
[diakses pada tanggal 15 maret 2015].Sumardjo. 2006. Pengantar
Kimia. Jakarta : EGC.Suyatno. 2006. Kimia. Jakarta :
Grasindo.Underwood, R. A. Day. A. L.. 2002. Analisis Kimia
Kuantitatif. Jakarta : Erlangga.Vogel. 1990. Kimia Analitis
Kuantitatif. Jakarta : Kalman Media Pustaka.Yalkowsky, S. H. 1981.
Techniques of Solubilization of Drugs. New York: Marcel Dekker.
Lampiran