LAPORAN PRAKTIKUM DOMBA DAN KAMBING “ PERKANDANGAN “ Disusun oleh Kelompok 9 Kelas : C Yusuf fauzi 200110130090 Diana Rizkika 200110130099 Echis Nurfauziah 200110130113 Rizal Purwana 200110130 Adi Setiawan 200110130 FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR 2015
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAPORAN PRAKTIKUM DOMBA DAN KAMBING
“ PERKANDANGAN “
Disusun oleh
Kelompok 9
Kelas : C
Yusuf fauzi 200110130090
Diana Rizkika 200110130099
Echis Nurfauziah 200110130113
Rizal Purwana 200110130
Adi Setiawan 200110130
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2015
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Domba dan kambing merupakan salah satu ternak yang memiliki sifat
toleransi tinggi terhadap bermacam - macam pakan hijauan serta mempunyai daya
adaptasi yang baik terhadap berbagai keadaan lingkungan. Dalam beternak domba
atau kambing tentunya ada berbagai hal yang harus diperhatikan guna untuk
mencapai tujuan pemeliharaan yang kami inginkan. Salah satu yang perlu
diperhatikan dalam beternak domba yaitu tentang perkandangannya. Kandang yang
baik akan berpengaruh terhadap kualitas daging yang dihasilkan oleh ternak. Agar
ternak dapat berproduksi secara optimal, maka kandang harus mampu memberikan
tempat yang nyaman bagi ternak.
Kandang yang baik akan sangat membantu usaha peternakan karena kandang
memberikan perlindungan kepada ternak terhadap iklim (hujan, suhu dingin, panas)
dan gangguan dari luar (binatang buas) juga pencurian ternak. Selain itu, kandang
yang baik juga memudahkan tata laksana dan pengontrolan penyakit.
Maka dari itu, kami melakukan praktikum mengenai perkandangan ini guna
agar kami memperoleh pengetahuan mengenai perkandangan domba, yang meliputi
prinsip - prinsip pembuatan kandang, perlengkapan dan alat - alat perkandangan, jenis
kandang yang tepat untuk domba yang kami pelihara, lalu pembuatannya juga
penting untuk dipelajari oleh kami.
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan dari laporan praktikum ini adalah sebagai berikut :
1) Dapat mempelajari kandang yang baik dan benar untuk peternakan domba dan
kambing.
2) Mengetahui berbagai macam peralatan perkandangan yang dibutuhkan untuk
ternak domba dan kambing.
3) Mengetahui tipe – tipe kandang yang dibuat untuk domba dan kambing.
4) Membandingkan antara kandang satu dengan kandang yang lain.
1.3 Waktu dan Tempat
Adapun praktikum ini dilaksanakan pada :
Hari / Tanggal : Kamis, 20 April 2015
Waktu : 11.00-13.00 WIB
Tempat : Desa Cileles, Sumedang, Jawa Barat.
II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kandang
Kandang merupakan salah satu media budidaya ternak, yang bertujuan untuk
mengubah iklim mikro di dalam kandang yang efektif, dimana respon ternak terhadap
fluktuasi iklim adalah rendah. Kandang juga berfungsi sebagai mediator untuk setiap
kegiatan peternakan yang berhubungan dengan aktivitas ternak, menyediakan
sejumlah kenyamanan bagi ternak, dan memberikan naungan serta perlindungan
terhadap cekaman iklim (Cahyono, 1998).
Menurut Cahyono (1998), secara fungsional kandang bertujuan untuk :
1. Melindungi ternak dari hewan pemangsa.
2. Melindungi ternak dari panasnya sinar matahari, hujan, udara yang dingin dan
angin kencang.
3. Mencegah ternak merusak tanaman lain yang ada disekamir peternakan.
4. Membuat ternak dapat istirahat dan tidur dengan tenang.
5. Menampung ternak piaraan kawin dan beranak dengan baik.
6. Menampung kotoran ternak dengan baik sehingga dapat dibersihkan dan
dikumpulkan untuk dijadikan pupuk kandang bagi tanaman.
7. Memudahkan pemeliharaan sehari hari misalnya memberi pakan, minum,
pengawasan terhadap penyakit dan seleksi.
Kandang berfungsi sebagai tempat tinggal ternak untuk melindungi dari
pengaruh buruk iklim (hujan, panas, angin, temperatur) dan gangguan lainnya seperti
hewan liar dan pencurian ternak. Agar ternak dapat berproduksi secara optimal maka
kandang harus mampu memberikan tempat yang nyaman bagi ternak (Soegijanto,
1999). Dalam pembuatan kandang ada tiga faktor yang harus dipertimbangkan yaitu
faktor biologis, faktor teknis dan ekonomis.
1. Faktor Biologis
Faktor biologis ternak yang perlu dipertimbangkan adalah sensitifi tas respon
ternak terhadap unsur iklim. Misal ternak yang sensitif terhada panas maka perlu
merancang kandang agar tidak menyebabkan iklim di dalam kandang panas. Hal ini
bertujuan agar ternak dapat berproduksi secara optimal.
2. Faktor Teknis
Kandang ternak perlu dibuat kuat agar dapat memberikan fungsi dengan baik.
Konstruksi, bahan dan tata letak bangunan harus dihitung berdasarkan perhitungan
arisitektur yang sesuai.
3. Faktor Ekonomis
Tujuan pemeliharaan ternak adalah memberikan nilai ekonomi bagi peternak
pemeliharanya. Semua faktor dalam proses pengelolaan ternak juga harus
dipertimbangkan secara ekonomi. Kandang yang merupakan investasi tetap dan
jangka panjang harus dibuat yang kuat tetapi menggunakan bahan bangunan yang
tidak terlalu mahal. Efisiensi penggunaan bangunan dilakukan dengan mengatur tata
letak, dan merancang kapasitas bangunan dengan baik. Peralatan diperlukan peternak
sebagai wahana kegiatan budidaya ternak dan alat bantu untuk meningkatkan
produktifitas peternak yang berfungsi menurunkan biaya tenaga kerja. Sebagai
wahana kegiatan budidaya peralatan terdiri dari tempat pakan, minum, peralatan
kesehatan ternak dll. Peralatan peningkat produktifitas terdiri dari mesin pembuatan
pakan, alat transportasi, mesin pemanen hasil ternak dll (Cahyono, B. 1998).
Hal - hal yang harus diperhatikan di dalam sistem perkandangan intensif
adalah sebagai berikut :
1. Kandang harus dibuat yang kuat sehingga dapat dipakai dalam waktu yang
lama.
2. Ukuran kandang harus disesuaikan dengan jumlah ternak yang dipelihara.
3. Bila terdapat bagian kandang yang rusak harus segera diperbaiki.
4. Kebersihan kandang harus selalu tetap terjaga, baik di dalam maupun di luar
kandang.
5. Kandang harus cukup meperoleh sinar matahari pagi agar organisme
pengganggu seperti kutu dan parasit parasit lainnya tidak dapat hidup.
6. Ventilasi kandang harus cukup agar pertukaran udara berjalan dengan baik
sehingga udara di dalam kandang tetap sejuk dan tidak pengap.
7. Kandang harus dibangun di tempat yang dekat dengan sumber air yang cukup
agar kebutuhan air minum ternak tercukupi dan keperluan membersihkan
kandang dan peralatan dapat tercukupi juga (Cahyono, 1998).
Pada hakikatnya kandang domba dapat dibedakan dalam 2 tipe, yaitu tipe
kandang panggung dan tipe kandang lemprak / berlantai. Tipe kandang panggung
memiliki kolong yang bermanfaat sebagai penampung kotoran. Kolong digali dan
dibuat lebih rendah daripada permukaan tanah sehingga kotoran dan urine tidak
berceceran. Alas kandang terbuat dari kayu atau bambu yang telah diawetkan. Tinggi
panggung dari tanah dibuat minimal 50 cm / 2 m untuk peternakan besar. Palung
makanan harus dibuat rapat, agar bahan makanan yang diberikan tidak tercecer
keluar. Tipe kandang berlantai tanah tidak terdapat kolong sehingga konstruksi lantai
langsung pada permukaan tanah yang sekaligus berfungsi menampung kotoran dan
air kencing ternak (Cahyono, 1998 ).
Menurut Jones dan Friday (2008), terdapat tiga fungsi dari sistem
perkandangan berdasarkan tujuan struktural perancangan, yaitu :
1. Mengendalikan kalor.
2. Mengendalikan kelembaban.
3. Mengendalikan bau.
Umumnya kandang ternak di Indonesia diarahkan untuk mengefisienkan
investasi peternakan, baik secara teknis maupun ekonomis. Kondisi tersebut salah
satunya dicirikan dengan bentuk konstruksi kandang yang sederhana dan tersusun
dari material kontruksi dengan beban finansial yang rendah, mudah diperoleh, dan
memiliki tingkat ketersediaan yang tinggi. Saat ini, material kayu masih menjadi
alternatif utama dalam pemilihan material, baik konstruksi permukiman, pertanian,
peternakan, perkebunan, dan perindustrian skala kecil (Deptan, 2006).
Kandang ternak di Indonesia umumnya menerapkan sistem ventilasi alami
yang mengandalkan proses fisik yang terjadi di lingkungan luar, khususnya melalui
pergerakan angin dan perbedaan suhu dengan tujuan untuk memenuhi sirkulasi dan
distribusi udara di dalam kandang. Dengan menerapkan sistem ventilasi alami, maka
resiko kecelakaan pada ternak menjadi berkurang. Namun pada kenyataannya,
penerapan sistem ventilasi alami membutuhkan pertimbangan yang teliti dan selektif
terutama pada variable - variabel iklim yang berhubungan dengan sistem ventilasi
alami (Yusop, 2006).
Fluktuasi iklim di sekamir kandang merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi efektivitas sistem ventilasi alami. Fluktuasi iklim juga dapat
menyebabkan cekaman panas saat siang hari dan cekaman dingin mulai sore hari
sampai menjelang pagi hari. Metode pengendalian iklim yang mengandalkan proses
fisik di lingkungan luar, identik dengan metode pengendalian pasif. Metode
pengendalian pasif tidak selalu dapat mengubah iklim yang diharapkan sepanjang
hari, dikarenakan adanya keterbatasan sifat - sifat material konstruksi kandang,
terutama sifat termofisika material (Soegijanto, 1999).
III
ALAT BAHAN DAN PROSEDUR KERJA
3.1 Alat dan Bahan
Kamera
Alat Tulis
3.2 Prosedur Kerja
1. Mencari kandang domba, di daerah Cileles, Sumedang.
2. Meminta izin kepada pemilik kandang tersebut untuk mengambil foto.
3. Mengambil gambar dari bagian kandang yang ada untuk dilampirkan di
laporan.
4. Membandingkan antara kandang satu dengan kandang yang lainnya.
IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Tampak Depan Kandang
Tampak Belakang Kandang
Tampak Samping Kanan Kandang
4.2 Pembahasan
Kami melakukan praktikum perkandangan terjun langsung ke lapangan,
dimana kami mencari sendiri kandang yang akan kami bandingkan. Kami tidak
mengukur panjang dan lebar kandang secara akurat karena keterbatasan alat yang
kami bawa. Adapun kandang yang kami ambil sebagai contoh rata-rata merupakan
kandang untuk domba tangkas.
Pada kedua perbandingan kandang diatas, tidak terdapat kandang khusus,
seperti kandang dara, kandang melahirkan, kandang anakan, namun, hanya
kandangnya berupa kandang individu, dan bukan koloni. Terdapat perbedaan besar
antara kedua kandang tersebut, yaitu terletak pada jenis atap. Pada kandang pertama
memakai atap berbahan genting, sedangkan, pada kandang kedua memakai atap
dengan bahan seng. Menurut (Wathes, 1981), bahan atap kandang seng mempunyai
koefisien konduksi yang besar sehingga sebagian panas yang diterima diteruskan ke
dalam kandang yang akan mengakibatkan suhu dalam kandang menjadi lebih tinggi.
Sedangkan, bahan atap kandang mempunyai koefisien konduksi yang kecil, sehingga
panas yang disebarkan ke dalam kandang akan menjadi lebih rendah.
Bentuk kandang pada kedua kandang diatas, merupakan kandang berbentuk
panggung, dimana di bawah lantai kandang terdapat kolong yang bermanfaat sebagai
penampung kotoran. Menurut teori, alas kandang pada model panggung ini
seharusnya terbuat dari kayu atau bambu yang sudah diawetkan agar tahan terhadap
kelapukan. Tinggi panggung yang digunakan di kandang ini yaitu ± 1.4 m. Lalu disini
juga dibuat celah lantai panggung dengan ukuran 1.5 cm. Celah ini dibuat agar
kotoran dapat jatuh ke bawah, tetapi kaki kambing atau domba juga tidak akan
sampai terperosok. Untuk ketersediaan bak pakan di kedua kandang ini menurut kami
sudah baik karena di kandang ini ukuran bak pakan sesuai dengan ukuran
kandangnya masing-masing sehingga proporsinya terlihat pas dan tidak akan
kekurangan pakan. Tetapi kami rasa disini seharusnya di dalam setiap kandang juga
diberikan tempat untuk minum dan lebar kandang seharusnya di perluas lagi, karena
domba susah untuk bergerak.
Kandang tempat kami melakukan praktikum ini, memiliki kriteria kandang
yang belum memenuhi kriteria kandang yang baik. Karena dilihat dari segi letaknya,
kedua kandang ini berada di area perkampungan yang terdapat banyak aktivitas
manusia. Disini artinya bahwa sebenarnya kandang ini tidak memenuhi kriteria letak
kandang yang ideal. Kandang yang ideal itu letaknya jauh dari pemukiman. Namun
memang pada kenyataannya pada umumnya masyarakat tidak memiliki lahan yang
luas, sehingga kandang tersebut terletak di sebelah rumah, dan hal itu juga untuk
memudahkan dalam pemeliharaan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus. 2005. Teknologi Tepat Guna tentang Budaya Peternakan, Budidaya
Ternak Domba. www.iptek.net.id (diakses pada hari Selasa tanggal 09 April
2013 pukul 17.00)
Cahyono, B. 1998. Beternak Domba dan Kambing. Yogyakarta : Kanisius.
Departemen Pertanian. 2006. Teknologi Tepat Guna: Budidaya Peternakan. Jakarta.
Soegijanto. 1999. Bangunan di Indonesia Dengan Iklim Tropis lembab Ditinjau Dari
Aspek Fisika Bangunan. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sumoprastowo, R. M. 1993. Beternak Domba Pedaging dan Wol., Jakarta : Bhratara.
Wathes, C.M. l98l. Insulation of Animal Houses. In : J.A. Clark, Ed. Environmental
Aspect of Housing for Animal Production. University of Nottingham.