Page 1
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Derajat kesehatan merupakan salah satu unsure penting dalam upaya
peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) bangsa Indonesia. Sementara itu,
derajat kesehatan tidak hanya ditentukan oleh pelayanan kesehatan, tetapi yang
lebih dominan justru adalah kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat yang juga
dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan masyarakat.1,2
Berdasarkan Teori H.L.Blum, derajat kesehatan masyarakat dengan
indikatornya angka kematian (mortalitas) dan angka kesakitan (morbiditas) sangat
dipengaruhi oleh empat faktor yaitu factor lingkungan, factor perilaku, factor
pelayanan kesehatan dan faktor kependudukan. Oleh karena itu upaya yang harus
dilakukan adalah mengedepankan upaya promotif dan preventif tanpa
meninggalkan upaya kuratif dan rehabilitatif.3
Menurut data 10 besar penyakit di Puskesmas Mijen tahun 2013 penyakit
hipertensi menduduki peringkat ketiga yaitu sebanyak 804 kasus. Penyakit
influenza oleh virus influenza sebanyak 987 kasus, Infeksi Saluran Pernapasan
Akut 2580 kasus, penyakit pulpa dan periophical jaringan sekitar akar gigi yaitu
669, karies gigi 356 kasus, gastritis dan duodenitis 327 kasus, faringitis akut 296
kasus, gangguan perkembangan dan erupsi gigi 256 kasus, diare dan gasroenteritris
216 kasus, penyakit gusi dan jaringan periodontal 199 kasus.4
Penyakit kardiovaskuler merupakan 4.5% dari beban penyakit secara global
dan penyebab kematian nomor satu sehingga menjadi masalah, baik di Negara maju
maupun negara berkembang. Hipertensi merupakan penyakit kardiovaskuler yang
paling sering terjadi. Di seluruhdunia, jumlah penderita penyakit ini terus
bertambah dan tidak lepas dari gaya hidup yang kurang sehat, yang banyak
dilakukan seiring dengan berubahnya pola hidup.1,2.
Indonesia saat ini menghadapi masalah kesehatan yang kompleks dan
beragam. Tentu saja mulai dari infeksi klasik dan moderen, penyakit degenerative
serta penyakit psikososial yang menjadikan Indonesia saat ini yang menghadapi"
threeple burden diseases". Namun tetap saja penyebab angka kematian terbesar
adalah akibat penyakit hipertensi karena hipertensi arteri yang berkepanjangan
Page 2
2
dapat merusak pembuluh-pembuluh darah jantung sehingga meningkatkan insiden
penyakit jantung koroner "the silence killer".2,5
Berdasarkan data dari The National Health and Nutrition Examination
Survei (NHNES) menunjukkan bahwa dari tahun 1999 - 2000, insiden hipertensi
pada orang dewasa adalah sekitar 29-31%, yang berarti terdapat 58- 65 juta orang
hipertensi di Amerika dan terjadi peningkatan 15 juta dari data The National Health
and Nutrition Examination Survey (NHNES III) tahun 1988 - 1991. Data yang
didapat di Thailand sebanyak 17%, Vietnam 34,6%, Singapura 24,9%, Malaysia
29,9% sedagkan prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar 6 - 15%.Prevalensi
bervariasimenurut umur, ras, pendidikan, dan banyak variabel lain. 2,5
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional tahun 2007
prevalensi hipertansi pada penduduk usia >18 tahun berdasarkan pengukuran
sebesar 29,8%. Sebanyak 10 provinsi mempunyai prevalensi hipertensi pada
penduduk usia >18 tahun diatas prevalensi Nasional, diantaranya Riau, Bangka
Belitung, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan
Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat. 6
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Provinsi Jawa Tengah
tahun 2007 prevalensi hipertensi menurut hasil wawancara di Provinsi Jawa Tengah
sebesar 8,2%, sedangkan menurut hasil pengukuran tekanan darah sebesar 37%,
prevalensi tertinggi hipertensi menurut hasil pengukuran terdapat di Kabupaten
Wonogiri (49,5%) dan terendah hasil pengukuran terdapat di Demak (26,5%).6
Dari hasil survei di RW VII kelurahan Mijen yaitu RT 1, RT 2, RT 3, dan
RT 4 didapatkan beberapa jenis penyakit yaitu hipertensi 61,9%, Infeksi Saluran
Pernapasan Akut 19%, diare 14,3%, dan penyakit lainnya 4,8% dimana proporsi
penyakit hipertensi menempati urutan tertinggi yaitu 61,9% dari 21 orang yang
sakit.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka dalam laporan ini kami kelompok
kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Semarang menyimpulkan suatu rumusan masalah sebagai berikut:
“ tingginya jumlah kejadian penyakit hipertensi di RW VII yaitu RT 1, RT 2, RT 3,
Page 3
3
RT 4 Kelurahan Mijendan diduga ada hubungan dengan faktor risiko yang berupa
keturunan, perilaku, lingkungan dan pelayanan kesehatan”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Meningkatkan kesadaran dan masyarakat dapat mengenal penyakit hipertensi
dan bersepakat untuk menanggulanginya di RW VII yaitu RT 1, RT 2, RT 3,
RT 4 di Kelurahan Mijen.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi, mengumpulkan, dan menganalisis data masalah
kesehatan komunitas di RW VII yaitu RT 1, RT 2, RT 3, RT 4 Kelurahan
Mijen.
b. Menetapkan prioritas masalah kesehatan masyarakat.
c. Menetapkan alternative pemecahan masalah kesehatan masyarakat.
d. Melakukan intervensi kegiatan yang dapat memotivasi masyarakat untuk
meningkatkan derajat kesehatannya (promotif, preventif, kuratif,
rehabilitatif, dan rujukan).
e. Mengetahui faktor risiko yang dapat meningkatkan kejadiannya di RW
VII yaitu RT 1, RT 2, RT 3, RT 4 Kelurahan Mijen.
f. Melakukan kegiatan promosi kesehatan masyarakat dengan
menggunakan bahasa dan media yang efektif dan dipahami oleh
masyarakat.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Menambah pengetahuan mahasiswa mengenai Ilmu Kesehatan
Masyarakat dengan melakukan survei secara langsung di masyarakat.
b. Menambah pengetahuan masyarakat mengenai penyakit hipertensi dan
faktor risikonya.
2. Manfaat Praktis
a. Mahasiswa mampu mengelola masalah kesehatan pada individu sebagai
bagian dari masalah kesehatan masyarakat secara komprehensif, holistik,
berkesinambungan, koordinatif, dan kolaboratif dalam konteks pelayanan
kesehatan tingkat primer.
Page 4
4
b. Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kesehatan sehingga tercapai
derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
Page 5
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hipertensi
1. Definisi
Hipertensi merupakan “silent killer” (pembunuh diam-diam) yang secara
luas dikenal sebagai penyakit kardiovaskular yang sangat umum. Dengan
meningkatnya tekanan darah dan gaya hidup yang tidak seimbang dapat
meningkatkan faktor risiko munculnya berbagai penyakit seperti arteri koroner,
gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal.Salah satu studi menyatakan pasien yang
menghentikan terapi anti hipertensi maka lima kali lebih besar kemungkinannya
terkena stroke.7
Hipertensi dianggap sebagai faktor risiko utama stroke, dimana stroke
merupakan penyakit yang sulit disembuhkan dan mempunyai dampak yang sangat
luas terhadap kelangsungan hidup penderita dan keluarganya.Hipertensi sistolik
dan distolik terbukti berpengaruh pada stroke. Dikemukakan bahwa penderita
dengan tekanan diastolik di atas 95 mmHg mempunyai risiko dua kali lebih besar
untuk terjadinya infark otak dibanding dengan tekanan diastolik kurang dari 80
mmHg, sedangkan kenaikan sistolik lebih dari 180 mmHg mempunyai risiko tiga
kali terserang stroke iskemik dibandingkan dengan dengan tekanan darah kurang
140 mmHg. Akan tetapi pada penderita usia lebih 65 tahun risiko stroke hanya 1,5
kali daripada normotensi.8,9
Sasaran pengobatan hipertensi untuk menurunkan morbiditas dan
mortalitas kardiovaskuler dan ginjal.Dengan menurunkan tekanan darah kurang
dari 140/90 mmHg, diharapkan komplikasi akibat hipertensi berkurang.
Klasifikasi prehipertensi bukan suatu penyakit, tetapi hanya dimaksudkan akan
risiko terjadinya hipertensi. Terapi non farmakologi antara lain mengurangi
asupan garam, olah raga, menghentikan rokok dan mengurangi berat badan, dapat
dimulai sebelum atau bersama-sama obat farmakologi.9
2. Etiologi
5
Page 6
6
Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang
beragam.Pada kebanyakan pasien etiologi patofisiologi-nya tidak diketahui
(essensial atau hipertensi primer).Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan
tetapi dapat di kontrol. Kelompok lain dari populasi dengan persentase rendah
mempunyai penyebab yang khusus, dikenal sebagai hipertensi sekunder. Banyak
penyebab hipertensi sekunder; endogen maupun eksogen. Bila penyebab
hipertensi sekunder dapat diidentifikasi, hipertensi pada pasien – pasien ini dapat
disembuhkan secara potensial.10
a) Hipertensi primer (essensial)
Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi
essensial (hipertensi primer).Literatur lain mengatakan, hipertensi essensial
merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi. Beberapa mekanisme yang
mungkin berkontribusi untuk terjadinya hipertensi ini telah diidentifikasi,
namun belum satupun teori yang tegas menyatakan patogenesis hipertensi
primer tersebut.Hipertensi sering turun temurun dalam suatu keluarga, hal ini
setidaknya menunjukkan bahwa faktor genetik memegang peranan penting
pada patogenesis hipertensi primer.Menurut data, bila ditemukan gambaran
bentuk disregulasi tekanan darah yang monogenik dan poligenik mempunyai
kecenderungan timbulnya hipertensi essensial. Banyak karakteristik genetik
dari gen – gen ini yang mempengaruhi keseimbangan natrium, tetapi juga di
dokumentasikan adanya mutasi – mutasi genetik yang merubah ekskresi
kallikrein urine, pelepasan nitric oxide, ekskresi aldosteron, steroid adrenal,
dan angiotensinogen.7
b) Hipertensi sekunder
Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan sekunder dari
penyakit komorbid atau obat – obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan
darah (lihat tabel 2.1). Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit
ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling
sering.7 Obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun tidak, dapat
menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi dengan menaikkan
tekanan darah. Obat-obat ini dapat dilihat pada tabel 2.1. Apabila penyebab
sekunder dapat diidentifikasi, maka dengan menghentikan obat yang
Page 7
7
bersangkutan atau mengobati / mengoreksi kondisi komorbid yang
menyertainya sudah merupakan tahap pertama dalam penanganan hipertensi
sekunder.8
Tabel 2.1 Penyebab hipertensi yang dapat diidentifikasi.
Penyakit Obat1. Penyakit ginjal kronis2. Hiperaldosteronisme primer3. Penyakit renovaskular4. Sindroma cushing5. Pheochromocytoma6. Koarktasi aorta7. Penyakit tiroid atau paratiroid
1. Kortikosteroid, ACTH2. Estrogen (biasanya pil KB kadar
estrogen tinggi)3. NSAID, cox-2 inhibitor4. Fenilpropanolamine dan analog5. Cyclosporin dan tacrolimus6. Eritropoetin7. Sibutramin8. Antidepresan (terutama venlafaxine)
Sumber : Soegondo S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4.Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006.
ACTH :Adrenocorticotropic HormoneNSAID : Non Steroid Anti Inflammatory DrugsKB : Keluarga Berencana
3. Klasifikasi Hipertensi
Ada beberapa klasifikasi dari hipertensi, diantaranya menurut The
Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection,
Eveluation, and Tretment of High Blood Pressure (JNC7) klasifikasi tekanan
darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prehipertensi,
hipertensi derajat 1 dan derajat 2 (dilihat tabel 2.2). 8
Tabel 2.2Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7
Klasifikasi Tekanan Darah
TDS (mmHg) TDD (mmHg)
Normal < 120 Dan < 80Prehipertensi 120 – 139 Atau 80 – 89Hipertensi stadium 1 140 – 159 Atau 90 – 99Hipertensi stadium 2 ≥ 160 Atau ≥ 100
Sumber : Soegondo S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4.Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006.
TDS : Tekanan Darah SistolikTDD : Tekanan Darah Diastolik
4. Faktor Risiko Hipertensi
Page 8
8
a) Faktor yang tidak dapat dimodifikasi
1) Usia
Hipertensi erat kaitannya dengan usia, semakin tua seseorang
semakin besar risiko terserang hipertensi. Usia lebih dari 40 tahun
mempunyai risiko terkena hipertensi. Dengan bertambahnya usia, risiko
terkena hipertensi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi dikalangan usia
lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40 % dengan kematian sekitar 50 % diatas
usia 60 tahun. Arteri kehilangan elastisitasnya atau kelenturannya dan
tekanan darah seiring bertambahnya usia, kebanyakan orang hipertensi
meningkat ketika usia ≥ 50.8
Dengan bertambahnya usia, risiko terjadinya hipertensi meningkat.
Meskipun hipertensi bisa terjadi pada segala usia, namun paling sering
dijumpai pada orang berusia 35 tahun atau lebih. Sebenarnya wajar bila
tekanan darah sedikit meningkat dengan bertambahnya usia. Hal ini
disebabkan oleh perubahan alami pada jantung, pembuluh darah dan
hormon. Tetapi bila perubahan tersebut disertai faktor-faktor lain maka bisa
memicu terjadinya hipertensi.9
2) Jenis Kelamin
Bila ditinjau perbandingan antara wanita dan pria, ternyata terdapat
angka yang cukup bervariasi. Dari laporan Sugiri di Jawa Tengah
didapatkan angka prevalensi 6,0% untuk pria dan 11,6% untuk wanita.
Prevalensi di Sumatera Barat 18,6% pria dan 17,4% perempuan, sedangkan
daerah perkotaan di Jakarta (Petukangan) didapatkan 14,6% pria dan 13,7%
wanita.10
3) Riwayat Keluarga
Menurut Nurkhalida, orang-orang dengan sejarah keluarga yang
mempunyai hipertensi lebih sering menderita hipertensi. Riwayat keluarga
dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga mempertinggi
risiko terkena hipertensi terutama pada hipertensi primer.Keluarga yang
memiliki hipertensi dan penyakit jantung meningkatkan risiko hipertensi 2-5
kali lipat. Jika kedua orang tua kita mempunyai hipertensi, kemungkunan
kita mendapatkan penyakit tersebut 60%.11
Page 9
9
4) Genetik
Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan
ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar
monozigot (satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang
penderita yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial) apabila
dibiarkan secara alamiah tanpa intervensi terapi, bersama lingkungannya
akan menyebabkan hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar 30-
50 tahun akan timbul tanda dan gejala.12
b) Faktor yang dapat dimodifikasi
1) Kebiasaan Merokok
Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi.Hubungan antara rokok
dengan peningkatan risiko kardiovaskuler telah banyak dibuktikan.Selain
dari lamanya, risiko merokok terbesar tergantung pada jumlah rokok yang
dihisap perhari. Seseorang lebih dari satu pak rokok sehari menjadi 2 kali
lebih rentan hipertensi dari pada mereka yang tidak merokok.4
Zat-zat kimia beracun, seperti nikotin dan karbon monoksida yang
diisap melalui rokok, yang masuk kedalam aliran darah dapat merusak
lapisan endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses
aterosklerosis dan hipertensi.11
2) Konsumsi Garam
Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam patogenesis
hipertensi.Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa
dengan asupan garam yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram tiap
hari menyebabkan prevalensi hipertensi yang rendah, sedangkan jika asupan
garam antara 5-15 gram perhari prevalensi hipertensi meningkat menjadi
15-20 %. Pengaruh asupan terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui
peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah.13
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh, karena
menarik cairan diluar sel agar tidak keluar, sehingga akan meningkatkan
volume dan tekanan darah. Pada manusia yang mengkonsumsi garam 3
gram atau kurang ditemukan tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan
asupan garam sekitar 7-8 gram tekanan darahnya rata-rata lebih tinggi.
Page 10
10
Konsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram/hari setara dengan
110 mmol natrium atau 2400 mg/hari.11
Menurut Alison Hull, penelitian menunjukkan adanya kaitan antara
asupan natrium dengan hipertensi pada beberapa individu. Asupan natrium
akan meningkat menyebabkan tubuh meretensi cairan yang meningkatkan
volume darah.11
3) Konsumsi Lemak Jenuh
Kebiasaan konsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan peningkatan
berat badan yang berisiko terjadinya hipertensi.Konsumsi lemak jenuh juga
meningkatkan risiko aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan
darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan
yang bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh
secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain
yang bersumber dari tanaman dapat menurunkan tekanan darah.11
4) Penggunaan Jelantah
Jelantah adalah minyak goreng yang sudah lebih dari satu kali
dipakai untuk menggoreng, dan minyak goreng ini merupakan minyak yang
telah rusak.Bahan dasar minyak goreng bisa bermacam-macam seperti
kelapa, sawit, kedelai, jagung dan lain-lain.Meskipun beragam, secara kimia
isi kendungannya sebetulnya tidak jauh berbeda, yakni terdiri dari beraneka
Asam Lemak Jenuh (ALJ) dan Asam Lemak Tidak Jenuh (ALTJ).Dalam
jumlah kecil terdapat lesitin, cephalin, fosfatida, sterol, asam lemak bebas,
lilin, pigmen larut lemak, karbohidrat dan protein. Hal yang menyebabkan
berbeda adalah komposisinya, minyak sawit mengandung sekitar 45,5%
Asam Lemak Jenuh yang didominasi oleh lemak palmitat dan 54,1% Asam
Lemak Tidak Jenuhyang didominasi asam lemak oleat sering juga disebut
omega-9. minyak kelapa mengadung 80% Asam Lemak Jenuh dan 20%
Asam Lemak Tidak Jenuh, sementara minyak zaitun dan minyak biji bunga
matahari hampir 90% komposisinya adalah Asam Lemak Tidak Jenuh.10
5) Kebiasaan Konsumsi Minum Minuman Beralkohol
Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi.Peminum alkohol berat
cenderung hipertensi meskipun mekanisme timbulnya hipertensi belum
Page 11
11
diketahui secara pasti. Orang-orang yang minum alkohol terlalu sering atau
yang terlalu banyak memiliki tekanan yang lebih tinggi dari pada individu
yang tidak minum atau minum sedikit.11
Menurut Ali Khomsan konsumsi alkohol harus diwaspadai karena
survei menunjukkan bahwa 10 % kasus hipertensi berkaitan dengan
konsumsi alkohol.Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol
masih belum jelas. Namun diduga, peningkatan kadar kortisol dan
peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan darah merah berperan
dalam menaikkan tekanan darah.11
6) Obesitas
Obesitas erat kaitannya dengan kegemaran mengkonsumsi makanan
yang mengandung tinggi lemak.Obesitas meningkatkan risiko terjadinya
hipertensi karena beberapa sebab. Makin besar massa tubuh, makin banyak
darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan
tubuh. Ini berarti volume darah yang beredar melalui pembuluh darah
menjadi meningkat sehingga memberi tekanan lebih besar pada dinding
arteri. Kelebihan berat badan juga meningkatkan frekuensi denyut jantung
dan kadar insulin dalam darah. Peningkatan insulin menyebabkan tubuh
menahan natrium dan air.10
Berat badan dan Indeks Massa Tubuh (IMT) berkorelasi langsung
dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik.Risiko relatif untuk
menderita hipertensi pada orang obes 5 kali lebih tinggi dibandingkan
dengan seorang yang berat badannya normal. Pada penderita hipertensi
ditemukan sekitar 20-30 % memiliki berat badan lebih.11
7) Olahraga
Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko menderita hipertensi
karena meningkatkan risiko kelebihan berat badan.Orang yang tidak aktif
juga cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi
sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap
kontraksi.Makin keras dan sering otot jantung harus memompa, makin besar
tekanan yang dibebankan pada arteri.15
8) Stres
Page 12
12
Stres dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu dan
bila stres sudah hilang tekanan darah bisa normal kembali.Peristiwa
mendadak menyebabkan stres dapat meningkatkan tekanan darah, namun
akibat stres berkelanjutan yang dapat menimbulkan hipertensi belum dapat
dipastikan.11
9) Penggunaan Estrogen
Estrogen meningkatkan risiko hipertensi tetapi secara epidemiologi
belum ada data apakah peningkatan tekanan darah tersebut disebabkan
karena estrogen dari dalam tubuh atau dari penggunaan kontrasepsi
hormonal estrogen.MN Bustan menyatakan bahwa dengan lamanya
pemakaian kontrasepsi estrogen (± 12 tahun berturut-turut), akan
meningkatkan tekanan darah perempuan.16
5. Patogenesis Hipertensi
Tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah melalui sistem
sirkulasi dilakukan oleh aksi memompa dari jantung (Cardiac Output) dan
dukungan dari arteri (Peripheral Resistance).Fungsi kerja masing-masing penentu
tekanan darah ini dipengaruhi oleh interaksi dari berbagai faktor yang kompleks.
Hipertensi sesungguhnya merupakan abnormalitas dari faktor – faktortersebut,
yang ditandai dengan peningkatan curah jantung dan atau ketahanan periferal.17
Page 13
13
Sumber : Soegondo S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4 Jilid 2.Jakarta: Perhimpunan Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2005.
Gambar 2.1 Faktor-Faktor yang mempengaruhi tekanan darah.11
6. Gejala Klinis Hipertensi
Menurut Elizabeth J. Corwin, sebagian besar tanpa disertai gejala yang
mencolok dan manifestasi klinis timbul setelah mengetahui hipertensi bertahun –
tahun berupa:8
Exces sodium intake
Genetic alteration
Reduce nephrone number
Endotelium derived factors
stress
Renal sodium retention
Functionalconstriction
Cellmembranealteration
Renin -angiotensinexcess
Sympatheticnervousoveractivity
DecreasedFiltration surface
Fluidvolume
obesity
Hyperinsulinemia
Contractability Structuralhypertrophy
Autoregulation
BLOOD PRESURE = CARDIAC OUTPUTHypertension = Increased CO
Preload
Venousconstiction
PERIPHERAL RESISTANCEIncreased PR
XAnd/or
Page 14
14
a) Nyeri kepala saat terjaga, kadang – kadang disertai mual dan muntah, akibat
tekanan darah intrakranium.
b) Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi.
c) Ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan saraf.
d) Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus.
e) Edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler.
7. Diagnosis Hipertensi
Menurut Slamet Suyono, evaluasi pasien hipertensi mempunyai tiga
tujuan:7
a) Mengidentifikasi penyebab hipertensi.
b) Menilai adanya kerusakan organ target dan penyakit kardiovaskuler, beratnya
penyakit, serta respon terhadap pengobatan.
c) Mengidentifikasi adanya faktor risiko kardiovaskuler yang lain atau penyakit
penyerta, yang ikut menentukan prognosis dan ikut menentukan panduan
pengobatan.
Data yang diperlukan untuk evaluasi tersebut diperoleh dengan cara
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan
penunjang. Peninggian tekanan darah kadang sering merupakan satu-satunya
tanda klinis hipertensi sehingga diperlukan pengukuran tekanan darah yang
akurat. Berbagai faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran seperti faktor
pasien, faktor alat dan tempat pengukuran.7
Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lama
menderitanya, riwayat dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan seperti penyakit
jantung koroner, penyakit serebrovaskuler dan lainnya.Apakah terdapat riwayat
penyakit dalam keluarga, gejala yang berkaitan dengan penyakit hipertensi,
perubahan aktifitas atau kebiasaan (seperti merokok, konsumsi makanan, riwayat
dan faktor psikososial lingkungan keluarga, pekerjaan, dan lain-lain). Dalam
pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah dua kali atau lebih dengan
jarak dua menit, kemudian diperiksa ulang dengan kontralateral.11
8. Pengukuran Tekanan Darah
Menurut Roger Watson, tekanan darah diukur berdasarkan berat kolum
air raksa yang harus ditanggungnya. Tingginya dinyatakan dalam
Page 15
15
millimeter.Tekanan darah arteri yang normal adalah 110 – 120 (sistolik) dan 65 –
80 mm (diastolik).Alat untuk mengukur tekanan darah disebut
sphygmomanometer.Ada beberapa jenis sphygmomanometer, tetapi yang paling
umum terdiri dari sebuah manset karet, yang dibalut dengan bahan yang difiksasi
disekitarnya secara merata tanpa menimbulkan konstriksi.Sebuah tangan kecil
dihubungkan dengan manset karet ini.Dengan alat ini, udara dapat dipompakan
kedalamnya, mengembangkan manset karet tersebut dan menekan ekstremitas dan
pembuluh darah yang ada didalamnya. Bantalan ini juga dihubungkan juga
dengan sebuah manometer yang mengandung air raksa sehingga tekanan udara
didalamnya dapat dibaca sesuai skala yang ada.13
Untuk mengukur tekanan darah, manset karet difiksasi melingkari lengan
dan denyut pada pergelangan tangan diraba dengan satu tangan, sementara tangan
yang lain digunakan untuk mengembangkan manset sampai suatu tekanan, dimana
denyut arteri radialis tidak lagi teraba. Sebuah stetoskop diletakkan diatas denyut
arteri brakialis pada fosa kubiti dan tekanan pada manset karet diturunkan
perlahan dengan melonggarkan katupnya.Ketika tekanan diturunkan, mula-mula
tidak terdengar suara, namun ketika mencapai tekanan darah sistolik terdengar
suara ketukan (tapping sound) pada stetoskop (Korotkoff fase I).Pada saat itu
tinggi air raksa didalam namometer harus dicatat.Ketika tekanan didalam manset
diturunkan, suara semakin keras sampai saat tekanan darah diastolik tercapai,
karakter bunyi tersebut berubah dan meredup (Korotkoff fase IV). Penurunan
tekanan manset lebih lanjut akan menyebabkan bunyi menghilang sama sekali
(Korotkoff fase V). Tekanan diastolik dicatat pada saat menghilangnya karakter
bunyi tersebut.13
Menurut Lany Gunawan, dalam pengukuran tekanan darah ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan, yaitu:13
a) Pengukuran tekanan darah boleh dilaksanakan pada posisi duduk ataupun
berbaring. Namun yang penting, lengan tangan harus dapat diletakkan dengan
santai.
b) Pengukuran tekanan darah dalam posisi duduk, akan memberikan angka yang
agak lebih tinggi dibandingkan dengan posisi berbaring meskipun selisihnya
relatif kecil.
Page 16
16
c) Tekanan darah juga dipengaruhi kondisi saat pengukuran. Pada orang yang
bangun tidur, akan didapatkan tekanan darah paling rendah. Tekanan darah
yang diukur setelah berjalan kaki atau aktifitas fisik lain akan memberi angka
yang lebih tinggi. Di samping itu, juga tidak boleh merokok atau minum kopi
karena merokok atau minum kopi akan menyebabkan tekanan darah sedikit
naik.
d) Pada pemeriksaan kesehatan, sebaiknya tekanan darah diukur 2 atau 3 kali
berturut-turut, dan pada detakan yang terdengar tegas pertama kali mulai
dihitung. Jika hasilnya berbeda maka nilai yang dipakai adalah nilai yang
terendah.
e) Ukuran manset harus sesuai dengan lingkar lengan, bagian yang mengembang
harus melingkari 80 % lengan dan mencakup dua pertiga dari panjang lengan
atas.
Standard Operational Procedure ( SOP) Pengukuran Tekanan Darah
Pemeriksaan tekanan darah diperoleh dari pengkuran pada sirkulasi
arteri.Aliran darah akibat pemompaan jantung menimbulkan gelombang yaitu
gelombang tinggi yang disebut tekanan sistolik dan gelombang pada titik terendah
yang disebut tekanan diastolik. Satuan tekanan darah dinyatakan dalam millimeter
air raksa (mm hg).Persiapan alat :Sphygmomanometer aneroid / air raksa,
stetoskop, APD (Alat Pelindung Diri), buku catatan., alat tulis12
Prosedur :12
1. Mintalah pasien untuk membuka bagian lengan atas yang akan diperiksa,
sehingga tidak ada penekanan pada arteri brachialis.
2. Posisi pasien bisa berbaring, setengah duduk atau duduk yang nyaman
dengan lengan bagian volar diatas.
3. Gunakan manset yang sesuai dengan ukuran lengan pasien
Page 17
17
4. Pasanglah manset melingkar pada lengan tempat pemeriksaan setinggi
jantung, dengan bagian bawah manset 2 – 3 cm diatas fossa kubiti dan bagian
balon karet yg menekan tepat diatas arteri brachialis.
5. Pastikan pipa karet tidak terlipat atau terjepit manset.
6. Hubungkan manset dengan sphymomanometer air raksa , posisi tegak
dan level air raksa setinggi jantung
7. Raba denyut arteri Brachialis pada fossa kubiti dan arteri Radialis dengan jari
telunjuk dan jari tengah ( untuk memastikan tidak ada penekanan )
8. Pastikan mata pemeriksa harus sejajar dengan permukaan air raksa ( agar
pembacaan hasil pengukuran tepat )
9. Tutup katup pengontrol pada pompa manset
10. Pastikan stetoskop masuk tepat kedalam telinga pemeriksa, palpasi denyut
arteri radialis
11. Pompa manset sampai denyut arteri radialis tak teraba lagi
12. Kemudian pompa lagi sampai 20 – 30 mm hg (jangan lebih tinggi, sebab akan
menimbulkan rasa sakit pada pasien, rasa sakit akan meningkatkan tensi)
13. Letakkan kepala stetoskop diatas arteri brachialis
14. Lepaskan katup pengontrol secara pelan-pelan sehingga air raksa turun
dengan kecepatan 2 – 3 mm hg per detik atau 1 skala perdetik
15. Pastikan tinggi air raksa saat terdengar detakan pertama arteri brachialis
adalah tekanan sistolik
16. Pastikan tinggi air raksa pada saat terjadi perubahan suara yang tiba-tiba
melemah Denyutan terakhir disebut tekanan diastolik
17. Lepaskan stetoskop dari telinga pemeriksa dan manset dari lengan pasien.
18. Bersihkan earpiece dan diafragma stestokop dengan disinfektan.
19. Apabila ingin diulang tunggu minimal 30 detik.
9. Penatalaksanaan Hipertensi
a) Penatalaksanaan Non Farmakologis
Pendekatan nonfarmakologis merupakan penanganan awal sebelum
penambahan obat-obatan hipertensi, disamping perlu diperhatikan oleh seorang
yang sedang dalam terapi obat.Sedangkan pasien hipertensi yang terkontrol,
pendekatan nonfarmakologis ini dapat membantu pengurangan dosis obat pada
Page 18
18
sebagian penderita. Oleh karena itu, modifikasi gaya hidup merupakan hal
yang penting diperhatikan, karena berperan dalam keberhasilan penanganan
hipertensi.11
Pendekatan nonfarmakologis dibedakan menjadi beberapa hal:
1) Menurunkan faktor risiko yang menyebabkan aterosklerosis.
Menurut Corwin berhenti merokok penting untuk mengurangi efek
jangka panjang hipertensi karena asap rokok diketahui menurunkan aliran
darah ke berbagai organ dan dapat meningkatkan beban kerja jantung.
Selain itu pengurangan makanan berlemak dapat menurunkan risiko
aterosklerosis.8
Penderita hipertensi dianjurkan untuk berhenti merokok dan
mengurangi asupan alkohol. Berdasarkan hasil penelitian eksperimental,
sampai pengurangan sekitar 10 kg berat badan berhubungan langsung
dengan penurunan tekanan darah rata-rata 2-3 mmHg per kg berat badan.11
2) Olahraga dan aktifitas fisik
Selain untuk menjaga berat badan tetap normal, olahraga dan
aktifitas fisik teratur bermanfaat untuk mengatur tekanan darah, dan
menjaga kebugaran tubuh.Olahraga seperti jogging, berenang baik
dilakukan untuk penderita hipertensi. Dianjurkan untuk olahraga teratur,
minimal 3 kali seminggu, dengan demikian dapat menurunkan tekanan
darah walaupun berat badan belum tentu turun.11
Olahraga yang teratur dibuktikan dapat menurunkan tekanan perifer
sehingga dapat menurunkan tekanan darah.Olahraga dapat menimbulkan
perasaan santai dan mengurangi berat badan sehingga dapat menurunkan
tekanan darah. Yang perlu diingat adalah bahwa olahraga saja tidak dapat
digunakan sebagai pengobatan hipertensi.13
Menurut Dede Kusmana, beberapa patokan berikut ini perlu
dipenuhi sebelum memutuskan berolahraga, antara lain:
Penderita hipertensi sebaiknya dikontrol atau dikendalikan tanpa atau
dengan obat terlebih dahulu tekanan darahnya, sehingga tekanan darah
sistolik tidak melebihi 160 mmHg dan tekanan darah diastolik tidak
melebihi 100 mmHg.
Page 19
19
Alangkah tepat jika sebelum berolahraga terlebih dahulu mendapat
informasi mengenai penyebab hipertensi yang sedang diderita.
Sebelum melakukan latihan sebaiknya telah dilakukan uji latih jantung
dengan beban (treadmill/ergometer) agar dapat dinilai reaksi tekanan
darah serta perubahan aktifitas listrik jantung
(ECG)Elektrocardiography, sekaligus menilai tingkat kapasitas fisik.
Pada saat uji latih sebaiknya obat yang sedang diminum tetap diteruskan
sehingga dapat diketahui efektifitas obat terhadap kenaikan beban.
Latihan yang diberikan ditujukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh
dan tidak menambah peningkatan darah.
Olahraga yang bersifat kompetisi tidak diperbolehkan.
Olahraga peningkatan kekuatan tidak diperbolehkan.
Secara teratur memeriksakan tekanan darah sebelum dan sesudah latihan.
Salah satu dari olahraga hipertensi adalah timbulnya penurunan tekanan
darah sehingga olahraga dapat menjadi salah satu obat hipertensi.
Umumnya penderita hipertensi mempunyai kecenderungan ada kaitannya
dengan beban emosi (stres). Oleh karena itu disamping olahraga yang
bersifat fisik dilakukan pula olahraga pengendalian emosi, artinya
berusaha mengatasi ketegangan emosional yang ada.
Jika hasil latihan menunjukkan penurunan tekanan darah, maka
dosis/takaran obat yang sedang digunakan sebaiknya dilakukan
penyesuaian (pengurangan).11
3) Perubahan pola makan
Mengurangi asupan garam
Pada hipertensi derajat I, pengurangan asupan garam dan upaya
penurunan berat badan dapat digunakan sebagai langkah awal
pengobatan hipertensi.Nasihat pengurangan asupan garam harus
memperhatikan kebiasaan makan pasien, dengan memperhitungkan jenis
makanan tertentu yang banyak mengandung garam.Pembatasan asupan
garam sampai 60 mmol per hari, berarti tidak menambahkan garam pada
waktu makan, memasak tanpa garam, menghindari makanan yang sudah
diasinkan, dan menggunakan mentega yang bebas garam. Cara tersebut
Page 20
20
diatas akan sulit dilaksanakan karena akan mengurangi asupan garam
secara ketat dan akan mengurangi kebiasaan makan pasien secara
drastis.11
Diet rendah lemak jenuh
Lemak dalam diet meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis
yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan konsumsi
lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan
dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal
dari minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber dari
tanaman dapat menurunkan tekanan darah.11
Memperbanyak konsumsi sayuran, buah-buahan dan susu rendah lemak.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa mineral
bermanfaat mengatasi hipertensi.Kalium dibuktikan erat kaitannya
dengan penurunan tekanan darah arteri dan mengurangi risiko terjadinya
stroke.Selain itu, mengkonsumsi kalsium dan magnesium bermanfaat
dalam penurunan tekanan darah.Banyak konsumsi sayur-sayuran dan
buah-buahan mengandung banyak mineral, seperti seledri, kol, jamur
(banyak mengandung kalium), kacang-kacangan (banyak mengandung
magnesium). Sedangkan susu dan produk susu mengandung banyak
kalsium.11
4) Menghilangkan stres
Stres menjadi masalah bila tuntutan dari lingkungan hampir atau
bahkan sudah melebihi kemampuan kita untuk mengatasinya.Cara untuk
menghilangkan stres yaitu perubahan pola hidup dengan membuat
perubahan dalam kehidupan rutin sehari-hari dapat meringankan beban
stres. Perubahan-perubahan itu ialah:11
Rencanakan semua dengan baik. Buatlah jadwal tertulis untuk kegiatan
setiap hari sehingga tidak akan terjadi bentrokan acara atau kita terpaksa
harus terburu-buru untuk tepat waktu memenuhi suatu janji atau aktifitas.
Sederhanakan jadwal. Cobalah bekerja dengan lebih santai.
Bebaskan diri dari stres yang berhubungan dengan pekerjaan.
Siapkan cadangan untuk keuangan
Page 21
21
Berolahraga.
Makanlah yang benar.
Tidur yang cukup.
Ubahlah gaya. Amati sikap tubuh dan perilaku saat sedang dilanda stres.
Sediakan waktu untuk keluar dari kegiatan rutin.
Binalah hubungan sosial yang baik.
Ubalah pola pikir. Perhatikan pola pikir agar dapat menekan perasaan
kritis atau negatif terhadap diri sendiri.
Sediakan waktu untuk hal-hal yang memerlukan perhatian khusus.
Carilah humor.
Berserah diri pada Yang Maha Kuasa.
b) Penatalaksanaan Farmakologis
Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang
dianjurkan oleh Joint National Committee7 (JNC 7):8
1) Diuretic, terutama jenis Thiazide (Thiaz),Aldosteron Antagonist (Ald
Ant)
2) Beta Blocker (BB)
3) Calcium Channel Blocker atau Calcium Antagonist (CCB)
4) Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)
5) Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 Angiotensint Receptor Blocker
(ARB).
Tabel 2.3 Indikasi dan Kontraindikasi Kelas-kelas utama Obat Antihipertensi.
Kelas obat Indikasi KontraindikasiMutlak Tidak mutlak
Diuretika (Thiazide)
Gagal jantung kongestif, usia lanjut, isolated systolic hypertension, ras afrika
Gout Kehamilan
Page 22
22
Diuretika (loop)
Diuretika (anti aldosteron) penyekat β
Insufisiensi ginjal, gagal jantung kongestif
Gagal jantung kongestif, pasca infark miokardiumAngina pectoris, pasca infark myocardium gagal jantung kongestif, kehamilan, takiaritmia
Gagal ginjal, hiperkalemia
Asma, penyakit paru obstruktif menahun, A-V block
Penyakit pembuluh darah perifer, intoleransi glukosa, atlit atau pasien yang aktif secara fisik
Calcium Antagonist (dihydropiridine)
Calcium Antagonist (verapamil, diltiazem)
Usia lanjut, isolated systolic hypertension, angina pectoris, penyakit pembuluh darah perifer, aterosklerosis karotis, kehamilanAngina pectoris, aterosklerosis karotis, takikardia supraventrikuler
A-V block, gagal jantung kongestif
Takiaritmia, gagal jantung kongestif
Penghambat ACE(Angiotensin Converting Enzyme)
Angiotensi II reseptor antagonist (AT1-blocker)
Gagal jantung kongestif, disfungsi ventrikel kiri, pasca infark myocardium, non-diabetik nefropati, nefropati Diabetes Mellitus tipe 1, proteinuriaNefropati DM tipe 2, mikroalbumiuria diabetic, proteinuria, hipertrofi ventrikel kiri, batuk karena Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor
Kehamilan, hiperkalimea, stenosis arteri renalis bilateral
Kehamilan, hiperkalemia, stenosis arteri renalis bilateral
α-Blocker Benigna Prostat Hyperplasia (BPH), hiperlipidemia
Hipotensi ortostatis Gagal jantung kongestif
Sumber : Soegondo S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4.Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006.
Page 23
23
Tabel 2.4 Tatalaksana hipertensi menurut Joint National Committee 7 (JNC-7)
Klasifikasi Tekanan Darah
TDS (mmHg)
TDD (mmHg)
Perbaikan Pola Hidup
Tanpa indikasi yang memaksa
Dengan indikasi yang memaksa
Normal < 120 Dan <80 Dianjurkan
Prehipertensi 120-139
atau80-89
ya Tidak indikasi obat Obat-obatan untuk indikasi yang memaksa
Hipertensi derajat 1
140-159
Atau90-99
ya Diuretic jenis Thiazide untuk sebagian besar kasus, dapat dipertimbangkan ACEI, ARB, BB, CCB, atau kombinasi
Obat-obatan untuk indikasi yang memaksa Obat antihipertensi lain (diuretika, ACEI, ARB, BB, CCB) sesuai kebutuhan
Hipertensi derajat 2
≥160 Atau ≥100
ya Kombinasi 2 obat untuk sebagian besar kasus umumnya diuretika jenis Thiazide dan ACEI atau ARB atau BB atau CCB
Sumber : Soegondo S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4.Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006.
TDS : Tekanan Darah SistolikTDD : Tekanan Darah DiastolikACEI : Angiotensin Converting Enzyme InhibitorARB : Angiotensint Receptor BlockerBB : Beta BlockerCCB : Calcium Channel Blocker
Masing-masing obat antihipertensi memliki efektivitas dan keamanan
dalam pengobatan hipertensi, tetapi pemilihan obat antihipertensi juga
dipengaruhi beberapa faktor, yaitu :8
a. Faktor sosio ekonomi
b. Profil faktor resiko kardiovaskular
c. Ada tidaknya kerusakan organ target
d. Ada tidaknya penyakit penyerta
e. Variasi individu dari respon pasien terhadap obat antihipertensi
f. Kemungkinan adanya interaksi dengan obat yang digunakan pasien untuk
penyakit lain
g. Bukti ilmiah kemampuan obat antihipertensi yang akan digunakan dalam
menurunkan resiko kardiovaskular.
Page 24
24
Berdasarkan uji klinis, hampir seluruh pedoman penanganan hipertensi
menyatakan bahwa keuntungan pengobatan antihipertensi adalah penurunan
tekanan darah itu sendiri, terlepas dari jenis atau kelas obat antihipertensi yang
digunakan.Tetapi terdapat pula bukti-bukti yang menyatakan bahwa kelas obat
antihipertensi tertentu memiliki kelebihan untuk kelompok pasien
tertentu.Untuk keperluan pengobatan, ada pengelompokan pasien berdasar
yang memerlukan pertimbangan khusus (special considerations), yaitu
kelompok indikasi yang memaksa (compelling indication) dan keadaan khusus
lainnya (special situations).Indikasi yang memaksa meliputi:8
a. Gagal jantung
b. Pasca infark miokardium
c. Resiko penyakit pembuluh darah koroner tinggi
d. Diabetes mellitus
e. Penyakit ginjal kronis
f. Pencegahan strok berulang.
Keadaan khusus lainnya meliputi :8
a. Populasi minoritas
b. Obesitas dan sindrom metabolic
c. Hipertrofi ventrikel kanan
d. Penyakit arteri perifer
e. Hipertensi pada usia lanjut
f. Hipotensi postural
g. Demensia
h. Hipertensi pada perempuan
i. Hipertensi pada anak dan dewasa muda
j. Hipertensi urgensi dan emergensi.
Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap,
dan target tekanan darah dicapai secara progresif dalam beberapa minggu.
Dianjurkan untuk menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja panjang
atau yang memberikan efikasi 24 jam dengan pemberian sekali sehari. Pilihan
apakah memulai terapi dengan satu jenis obat antihipertensi atau dengan
kombinasi tergantung pada tekanan darah awal dan ada tidaknya
Page 25
25
komplikasi.Jika terapi dimulai dengan satu jenis obat dan dalam dosis rendah,
dan kemudian darah belum mencapai target, maka langkah selanjutnya adalah
meningkatnya dosis obat tertentu, atau berpindah ke antihipertensi lain dengan
rendah. Efek samping umumnya bisa dihindari dengan menggunakan dosis
rendah, baik tunggal maupun kombinasi. Sebagian besar pasien memerlukan
kombinasi obat antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah, tetapi
kombinasi dapat meningkatkan biaya pengobatan dan menurunkan kepatuhan
pasien karena jumlah obat yang harus diminum bertambah.8
Kombinasi yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien
adalah :
a. ACEI (Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor) atau ARB(Angiotensint
Receptor Blocker)
b. CCB (Calcium Channel Blocker) dan BB (Beta Blocker)
c. CCB (Calcium Channel Blocker) dan ACEI (Angiotensin Converting
Enzyme Inhibitor) atau ARB (Angiotensint Receptor Blocker)
d. CCB (Calcium Channel Blocker) dan diuretika
e. AB (alfaBlocker)dan BB (Beta Blocker)
f. Kadang diperlukan tiga atau empat kombinasi obat.
Page 26
26
Sumber : Soegondo S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4 Jilid 2.Jakarta: Perhimpunan Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2005.
Gambar 2.2Kombinasi obat antihipertensi.ACEI : Angiotensin Converting Enzyme InhibitorARB : Angiotensint Receptor BlockerBB : Beta BlockerCCB : Calcium Channel Blocker
10. Komplikasi
a) Stroke
Dapat terjadi hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi
otak mengalami hipertropi dan menebal, sehingga aliran darah ke daerah-
daerah yang perdarahannya berkurang.Arteri-arteri otak yang mengalami
arterisklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan kemungkinan
terbentuknya aneurisma. Gejala strok adalah sakit kepala secara tiba-tiba,
sperti orang bingung, limbung atau bertingkah laku seperti orang mabuk,
salah satu bagian tubuh terasa lemah atau sulit di gerakkan (misalnya wajah,
mulut atau lengan terasa kaku, tidak dapat berbicara secara jelas) serta tidak
sadarkan diri secara mendadak.5
b) Infark Miokard
Dapat terjadi bila arteri koroner yang arterosklerosis tidak dapat
menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau terdapat thrombus yang
menghambat aliran darah melalui pembuluh darah melalui pembuluh darah
tersebut.Karena hiperteni kronik dan hipertensi ventrikel, maka kebutuhan
Diuretika
CCB
ARBβ Bloker
α Bloker
ACEI
Page 27
27
oksigen miokardium mungkin tidak dapat terpenuhi dan dapat terjadi
iskemia jantung yang menyebabkan infark.5
c) Gagal Ginjal
Dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada
kapiler-kapiler ginjal,glomerulus. Dengan rusaknya glomerulus, darah akan
mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat
berlanjut menjadi hipoksia dan kematian. Dengan rusaknya membrane
glomerulus, protein akan keluar melalui urin sehingga tekanan osmotic
koloid plasma berkurang, menyebabkan edema yang sering di jumpai pada
hipertensi kronik. 5
d) Gagal Jantung
Ketidakmampuan jantung dalam memompa darah yang kembalinya ke
jantung dengan cepat mengakibatkan cairan terkumpulnya di paru-paru,kaki
dan jaringan lain. Cairan di dalam paru-paru menyebabkan sesak nafas,
timbunan cairan di tungkai menyebabkan kaki bengkak atau oedema.5
e) Ensefalopati
Tekanan yang tinggi mengakibatkan peningkatan tekanan kapiler dan
mendorong cairan kedalam ruang intertisium di seluruh susunan syaraf
pusat,dapat terjadi koma serta kematian.5
B. Teori H.L. Blum
Konsep hidup sehat H.L.Blum sampai saat ini masih relevan untuk
diterapkan.Kondisi sehat secara holistik bukan saja kondisi sehat secara fisik
melainkan juga spiritual dan sosial dalam bermasyarakat.Untuk menciptakan kondisi
sehat seperti ini diperlukan suatu keharmonisan dalam menjaga kesehatan tubuh.H.L
Blum menjelaskan ada empat faktor utama yang mempengaruhi derajat kesehatan
masyarakat.Keempat faktor tersebut merupakan faktor determinan timbulnya
masalah kesehatan.3
Keempat faktor tersebut terdiri dari faktor perilaku/gaya hidup (life style), faktor
lingkungan (sosial, ekonomi, politik, budaya), faktor pelayanan kesehatan (jenis
cakupan dan kualitasnya) dan faktor genetik (keturunan).Keempat faktor tersebut
saling berinteraksi yang mempengaruhi kesehatan perorangan dan derajat kesehatan
masyarakat.Diantara faktor tersebut faktor perilaku manusia merupakan faktor
Page 28
28
determinan yang paling besar dan paling sukar ditanggulangi, disusul dengan faktor
lingkungan.Hal ini disebabkan karena faktor perilaku yang lebih dominan
dibandingkan dengan faktor lingkungan karena lingkungan hidup manusia juga
sangat dipengaruhi oleh perilaku masyarakat.3
Dengan demikian konsep paradigma sehat H.L. Blum memandang pola hidup
sehat seseorang secara holistik dan komprehensif. Masyarakat yang sehat tidak
dilihat dari sudut pandang tindakan penyembuhan penyakit melainkan upaya yang
berkesinambungan dalam menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.3
Dalam konsep Blum ada 4 faktor determinan yang dikaji, masing-masing faktor
saling keterkaitan berikut penjelasannya :
1. Perilaku masyarakat
Perilaku merupakan faktor kedua yang mempengaruhi derajat kesehatan
masyarakat karena sehat atau tidak sehatnya lingkungan kesehatan individu,
keluarga dan masyarakat sangat tergantung pada perilaku manusia itu sendiri. Di
samping itu, juga dipengaruhi oleh kebiasaan, adat istiadat, kebiasaan,
kepercayaan, pendidikan sosial ekonomi, dan perilaku-perilaku lain yang
melekat pada dirinya.3
2. Lingkungan
Lingkungan memiliki pengaruh yang dan peranan terbesar diikuti
perilaku, fasilitas kesehatan dan keturunan. Lingkungan sangat bervariasi,
umumnya digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu yang berhubungan dengan
aspek fisik dan sosial. Lingkungan yang berhubungan dengan aspek fisik
contohnya sampah, air, udara, tanah, ilkim, perumahan, dan sebagainya.
Sedangkan lingkungan sosial merupakan hasil interaksi antar manusia seperti
kebudayaan, pendidikan, ekonomi, dan sebagainya.
Disamping lingkungan fisik juga ada lingkungan sosial yang berperan.
Sebagai mahluk sosial kita membutuhkan bantuan orang lain, sehingga interaksi
individu satu dengan yang lainnya harus terjalin dengan baik. Kondisi
lingkungan sosial yang buruk dapat menimbulkan masalah kejiwaan.3
3. Pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan merupakan faktor ketiga yang mempengaruhi
derajat kesehatan masyarakat karena keberadaan fasilitas kesehatan sangat
Page 29
29
menentukan dalam pelayanan pemulihan kesehatan, pencegahan terhadap
penyakit, pengobatan dan keperawatan serta kelompok dan masyarakat yang
memerlukan pelayanan kesehatan. Ketersediaan fasilitas dipengaruhi oleh lokasi,
apakah dapat dijangkau atau tidak. Yang kedua adalah tenaga kesehatan pemberi
pelayanan, informasi dan motivasi masyarakat untuk mendatangi fasilitas dalam
memperoleh pelayanan serta program pelayanan kesehatan itu sendiri apakah
sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang memerlukan.3
4. Kependudukan/Keturunan
Keturunan (genetik) merupakan faktor yang telah ada dalam diri manusia
yang dibawa sejak lahir, misalnya dari golongan penyakit keturunan seperti
diabetes melitus dan asma bronehial.
Nasib suatu bangsa ditentukan oleh kualitas generasi mudanya. Oleh
sebab itu kita harus terus meningkatkan kualitas generasi muda kita agar mereka
mampu berkompetisi dan memiliki kreatifitas tinggi dalam membangun
bangsanya.
Dalam hal ini kita harus memperhatikan status gizi balita sebab pada
masa inilah perkembangan otak anak yang menjadi asset kita dimasa mendatang.
Namunmasih banyak saja anakIndonesiayang status gizinya kurang bahkan
buruk. Padahal potensi alamIndonesiacukup mendukung. oleh sebab itulah
program penanggulangan kekurangan gizi dan peningkatan status gizi
masyarakat masih tetap diperlukan. Utamanya program Posyandu yang biasanya
dilaksanakan di tingkat RT/RW. Dengan berjalannya program ini maka akan
terdeteksi secara dini status gizi masyarakat dan cepat dapat tertangani.
Program pemberian makanan tambahan di posyandu masih perlu terus
dijalankan, terutamanya daeraha yang miskin dan tingkat pendidikan
masyarakatnya rendah. Pengukuran berat badan balita sesuai dengan kms harus
rutin dilakukan. Hal ini untuk mendeteksi secara dini status gizi balita. Bukan
saja pada gizi kurang kondisi obesitas juga perlu dihindari. Bagaimana kualitas
generasi mendatang sangat menentukan kualitas bangas Indonesia mendatang.3
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Masyarakat Tentang Hipertensi
1. Pengertian
Page 30
30
Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yangdapat
diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.Perilaku
merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus(rangsangan dari
luar) sedangkan perilaku kesehatan adalah suatu responsseseorang terhadap
stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit danpenyakit, sistem pelayanan
kesehatan, makanan dan minuman sertalingkungan.3
Perilaku kontrol hipertensi merupakan suatu kegiatan atauaktivitas
penderita hipertensi untuk melakukan perawatan, kontrol danpengobatan, baik
dapat diamati secara langsung maupun tidak dapatdiamati oleh pihak luar.
Perilaku kontrol kesehatan menurutNotoatmodjo (2003), terdiri dari persepsi
(perception), responterpimpin (guided respons), mekanisme (mekanisme) dan
adaptasi(adaptation)
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
Keteraturan kontrol pada penderita hipertensi adalah bagian dariperilaku
kesehatan yang dilakukan oleh masyarakat. Menurut LawrenceGreen (1980)
dalam Notoatmodjo (2003) ada 3 faktor yang berhubungandengan perilaku
kesehatan, yaitu:
a) Faktor-Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)
1) Pengetahuan
Pengetahuan adalah perilaku yang berasal dari pengalamansendiri
atau pengalaman orang lain. Pengetahuan yang dimaksud dalam
penelitian ini adalahpengetahuan penderita tentang
hipertensi.Pengetahuan yang dimiliki oleh penderita hipertensi
sangatditentukan oleh pendidikan yang dimiliki.Karena
denganpendidikan yang baik, maka penderita hipertensi dapat
menerimasegala informasi dari luar terutama tentang pentingnya
keteraturanperilaku kontrol.Pengetahuan atau kognitif merupakan
domainyang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang
(overtbehavior).Pengetahuan pasien tentangperawatan pada penderita
hipertensi yang rendah yang dapatmenimbulkan kesadaran yang rendah
pula yang berdampak danberpengaruh pada penderita hipertensi dalam
Page 31
31
mengontrol tekanandarah, kedisiplinan pemeriksaan yang akibatnya
dapat terjadikomplikasi berlanjut.3
2) Pendidikan
Pendidikan kesehatan adalah suatu upaya atau kegiatan
untukmenciptakan perilaku masyarakat yang kondusif untuk
kesehatan.Artinya pendidikan kesehatan berupaya agar masyarakat
menyadariatau mengetahui bagaimana cara memelihara kesehatan
mereka,bagaimana menghindari atau mencegah hal – hal yang
merugikankesehatan mereka dan kesehatan orang lain, kemana
seharusnyamencari pengobatan bilamana sakit, dan sebagainya.3
3) Sikap
Sikap merupakan penilaian (bisa berupa pendapat)seseorang
terhadap stimulus atau objek (dalam hal ini masalahkesehatan, termasuk
penyakit). Setelah seseorang mengetahuistimulus atau objek, proses
selanjutnya akan menilai atau bersikapterhadap stimulus atau objek
kesehatan tersebut. Oleh karena ituindikator untuk sikap kesehatan juga
sejalan dengan pengetahuankesehatan seperti :3
Sikap terhadap sakit dan penyakit
Adalah bagaimana penilaian atau pendapat seseorang terhadapgejala
atau tanda-tanda penyakit, penyebab penyakit, carapenularan
penyakit, cara pencegahan penyakit dan sebagainya.
Sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat
Adalah penilaian atau pendapat seseorang terhadap cara-
carapemeliharaan dan cara- cara (berperilaku) hidup sehat.
Sepertipendapat atau penilaian terhadap makanan, minuman,
olahraga,relaksasi atau istirahat cukup dan sebagainya.
Sikap terhadap kesehatan lingkungan
Adalah pendapat atau penilaian seseorang tehadap lingkungandan
pengaruhnya terhadap kesehatan.Misalnya pendapat ataupenilaian
terhadap air bersih, pembuangan limbah, polusi dansebagainya.
4) Kepercayaan
Page 32
32
Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang tua, kakekatau
nenek. Seseorang menerima kepercayaan itu berdasarkankeyakinan tanpa
adanya pembuktian terlebih dahulu3
b) Faktor Pemungkin (Enabling Factor)
1) Tingkat Ekonomi
Keluarga yang sosial ekonominya rendah akan mendapat
kesulitan untuk membantu seseorang mencapai kesehatan yang optimal.
Sebaliknya dengan ekonomi keluarga yang meningkat, maka
kemampuan dalam pemeliharaan dan peningkatan kesehatan keluarga
juga meningkat.3
2) Fasilitas Kesehatan
Upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan diwujudkan
dalam suatu wadah pelayanan kesehatan yang disebut sarana
kesehatan.Upaya penyelengaraan pelayanan kesehatan pada umumnya
dibedakan menjadi tiga, yaitu; sarana pemeliharaan kesehatan primer
(primary care) merupakan sarana yang paling dekat dengan masyarakat.
Misalnya Puskesmas, poliklinik, dokter praktek swasta dan sebagainya;
sarana pemeliharaan kesehatan tingkat dua (secondary care) merupakan
sarana pelayanan kesehatan yang menangani kasus yang tidak atau
belum ditangani oleh sarana kesehatan primer karena peralatan atau
keahlian belum ada; sarana pemeliharaan kesehatan tingkat tiga (tertiary
care) merupakan sarana pelayanan kesehatan rujukan bagi kasus-kasus
yang tidak ditangani oleh sarana pelayanan kesehatan primer dan
pelayanan kesehatan sekunder. Misalnya Rumah sakit propinsi, rumah
sakit tipe B dan tipe A.3
c) Faktor-Faktor Penguat (Reinforcing Factor)
1) Sikap dan Perilaku Petugas Kesehatan
Sikap petugas kesehatan adalah suatu tindakan yang diberikan
oleh petugas kesehatan.Sedangkan perilaku petugas kesehatan adalah
respon yang diberikan petugas kesehatan terhadap klien (penderita
hipertensi).Sikap dan perilaku yang baik dari petugas kesehatan
akanmempengaruhi klien (penderita hipertensi) dalam mengikuti anjuran
Page 33
33
yang diberikan oleh petugas kesehatan dalam pemberian pelayanan
kesehatan.3
2) Dukungan Sosial
Dukungan sosial yang dimaksud disini adalah dukungan yang
diperoleh dari para tokoh masyarakat baik formal (guru, lurah, camat,
dan petugas kesehatan), maupun informal (tokoh agama, dan keluarga)
yang berpengaruh dalam masyarakat.Dukungan dari keluarga akan
memainkan suatu peran penting dalam kepatuhan. Walaupun demikian,
perbedaan dalam bagaimana keluarga menunjukkan dukungannya
memainkan suatu peran dalam menentukan apakah hal tersebut dapat
menjadi kontributor terhadap kepatuhan kontrol pada penderita
hipertensi.3
D. Kerangka Teori
HIPERTENSI
Lingkungan: Tingkat
Pendidikan Tingkat Ekonomi Pengetahuan Dukungan sosial
Perilaku: Olah raga Merokok Sikap
Keturunan: Usia Jenis Kelamin
Page 34
34
Gambar 2.3 Kerangka Teori
Pelayanan Kesehatan: Fasilitas kesehatan Sikap dan perilaku
petugas kesehatan Jaminan kesehatan
Page 35
35
E. Kerangka Konsep
Gambar 2.4 Kerangka Konsep
F. Hipotesis
Ada hubungan yang bermakna antara faktor risiko dengan kejadian hipertensi
di wilayah RW VII yaitu RT 1, RT 2, RT 3 dan RT 4 Kelurahan Mijen.
HIPERTENSI
Lingkungan:Pengetahuan
Perilaku:Merokok
Keturunan:Usia
Page 36
36
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
1. Ruang Lingkup
Keilmuan : Ilmu kesehatan
masyarakat
2. Ruang lingkup
waktu : 2 – 4
Desember 2013
3. Ruang Lingkup
Tempat :
- Letak Geografis
RW VII terletak di wilayah Kelurahan Mijen, Kecamatan Mijen, Kota
Semarang, Propinsi Jawa Tengah. RW VII terletak ± 230 meter di atas
permukaan air laut. RW VII terdiri atas 12 RT, yaitu RT 1, RT 2, RT 3, RT
4, RT 5, RT 6, RT 7, RT 8, RT 9, RT 10, RT 11 dan RT 12. Dimana tempat
penelitian difokuskan pada wilayah RT 1, RT 2, RT 3, dan RT 4.
B. Jenis Penelitian dan Sampel
Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik observasional, yaitu melakukan
pengamatan langsung kepada responden dengan melakukan penyebaran kuesioner
untuk dianalisis. Pemilihan sampel berkaitan dengan bagaimana memilih responden
yang dapat memberikan informasi yang mantap dan terpercaya untuk mendapatkan
data yang diperlukan. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan cross sectional
yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika hubungan antara faktor-faktor
risiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data
sekaligus pada satu waktu (point time approach). Artinya, tiap subjek penelitian
hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter
atau variabel subjek pada saat pemeriksaan.14
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Page 37
37
Populasi target penelitian adalah seluruh ibu rumah tangga di wilayah
Kelurahan Mijen, Kecamatan Mijen, Kota Semarang yang berjumlah 1329
kepala keluarga. Populasi terjangkau adalah ibu rumah tangga yang bertempat
tinggal di RT 1, RT 2, RT 3, RT 4 di RW VII Kelurahan Mijen, Kecamatan
Mijen, Kota Semarang berjumlah 162 kepala keluarga.
2. Sampel
Ibu rumah tangga di wilayah RW VII RT 1, RT 2, RT 3 dan RT 4
Kelurahan Mijen, Kecamatan Mijen, Kota Semarang, yang memenuhi kriteria
penelitian sebagai berikut:
a) Kriteria Inklusi:
1. Ibu rumah tangga di wilayah RT 1, RT 2, RT 3, RT 4 di RW VII
Kelurahan Mijen, Kecamatan Mijen, Kota Semarang
2. Penghuni rumah merupakan warga RT 1, RT 2, RT 3, RT 4 di RW VII
Kelurahan Mijen, Kecamatan Mijen, Kota Semarang
3. Penghuni rumah menyetujui untuk diwawancarai
b) Kriteria Eksklusi:
Penghuni rumah bukan penduduk asli warga RT 1, RT 2, RT 3, RT 4 di RW
VII Kelurahan Mijen, Kecamatan Mijen, Kota Semarang.
c) Cara Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan random sampling, yaitu teknik
memilih sampel dari kelompok-kelompok unit yang kecil.14
Langkah-langkah penentuan sampel adalah dengan memberi nomor pada
tiap rumah pada tiap RT yang akan dilakukan penelitian, kemudian
membuat undian dan diundi sebanyak sampel yang dibutuhkan pada tiap
RT.14
Besar sampel dihitung dengan rumus proporsi: 14
Keterangan:
Page 38
38
n: besar sampel minimal
N: jumlah populasi
Z: standar deviasi normal dengan CI 90% 1,645 (α5%= 1,96)
CI 95% 1,96 (α10%= 1,645)
d: derajat ketetapan 90% = 0,1
p: proporsi target populasi 50%= 0,5
q: populasi tanpa atribut 1-p = 0,5
Besar sampel minimal pada penelitian ini adalah 60 ibu rumah tangga.
Dengan pembagian masing-masing RT 1 sebesar 24 ibu rumah tangga, RT 2
sebesar 12 ibu rumah tangga, RT 3 sebesar 12 ibu rumah tangga dan RT 4
sebesar 12 ibu rumah tangga.
D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat.
1. Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu :
a.Usia.
b. Pengetahuan tentang hipertensi
2. Variabel terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu kejadian hipertensi.
E. Definisi Operasional
Dalam penelitian ini, variabel yang diteliti didefinisikan sebagai berikut :
1. Hipertensi
Page 39
39
Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah diatas nilai normal (tekanan
darah sistolik ≥ 140 mmhg dan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmhg).5
2. Usia
Usia adalah usia penderita ketika penelitian dilaksanakan. Skala usia penderita
diukur secara numerik. 14
3. Pengetahuan
Pengetahuan adalah tingkat pengetahuan penderita tentang hipertensi, penyebab
hipertensi, komplikasi hipertensi. Skala pengetahuan tentang hipertensi diukur
secara ordinal.
4. Perokok Pasif
Orang yang tidak merokok tetapi menghirup langsung asap rokok.
F. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah kuesioner (daftar
pertanyaan), sphygmomanometer dan Komputer dengan program Statistical
Product and Service Solution (SPSS), sebagai alat bantu dalam mengumpul data
serta mengolah data hasil penelitian.14
G. Bahan dan Alat Pengumpulan Data
1. Data Primer
Pengambilan data penelitian dengan wawancara menggunakan kuesioner dan
pengamatan langsung, serta dilakukan pengukuran tekanan darah dengan
menggunakan sphygmomanometer di rumah responden yang berada di wilayah
RT 1, RT 2, RT 3, RT 4 di RW VII, Kelurahan Mijen, Kecamatan Mijen, Kota
Semarang. Data yang dikumpulkan adalah data primer yang meliputi data
kependudukan, status kesehatan, pengetahuan tentang penyakit, sikap tentang
penyakit, perilaku kesehatan dan lingkungan.
2. Data Sekunder
Data sekunder yaitu profil RW VII, Kelurahan Mijen, Kecamatan Mijen, Kota
Semarang dan profil 10 besar penyakit di puskesmas Mijen Semarang.
Page 40
40
H. Alur Penelitian / Pengumpulan Data
Gambar 3.2 Alur Penelitian
Koordinasi dan perijinan dengan pihak kelurahan Mijen, khususnya RW VII
Observasi lapangan (batas wilayah RT 1, RT 2, RT 3, RT 4 di RW VII Kelurahan Mijen)
Survey kesehatan, pengumpulan data dengan panduan kuesioner
Analisa data (deskriptif)
Tabulasi data (statistika)
Analisa penyebab masalah
Prioritas masalah (penyakit)
Alternatif pemecahan masalah
Analisa data (analitik)
Penyusunan Plan of Action
Page 41
41
I. Analisis Data
Pengolahan data dilakukan secara manual dan menggunakan komputer
melalui program Statistical Product and Service Solution (SPSS) for Windows versi
18.0.
1. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan secara deskriptif dari masing-masing
variabel dengan tabel distribusi frekuensi disertai penjelasan.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel
dependent dan independent. Karena rancangan penelitian ini adalah cross
sectional hubungan antara variabel independent dengan variabel dependen
digunakan uji statistik Odds Ratio (OR) memakai table 2x2, dengan tingkat
kepercayaan 90 % (α = 0,1). Berdasarkan hasil uji tersebut di atas ditarik
kesimpulan dengan kriteria sebagai berikut :14
a. Jika nilai p <α maka Ho ditolak, berarti ada hubungan antara variabel
dependent dengan independent.
b. Jika nilai p ≥ α maka Ho diterima, berarti tidak ada hubungan antara variabel
dependent dengan independent.
Page 42
42
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Kependudukan (Demografi) :
1. Jumlah Sampel RW VII Kelurahan Mijen
Jumlah sampel RW VII, Kelurahan Mijen yang terdiri dari 4 RT yaitu RT 1,
RT 2, RT 3 dan RT 4 sebanyak 60 sampel. Distribusi sampel terdapat pada Tabel.
Tabel.4.1. Jumlah sampel dari hasil survei
No. Jenis Penyakit Jumlah Persentase
1 RT 1 24 40 %2 RT 2 12 20 %3 RT 3 12 20 %4 RT 4 12 20 %
Total 60 100 %Sumber : Data primer hasil survei kesehatan masyarakat RT 1-4, RW VII
Kelurahan Mijen bulan Desember 2013
Pada Tabel di atas dapat dilihat bahwa sampel terbanyak yang diambil
pada RW VII, Kelurahan Mijen, Kota Semarang adalah sampel pada RT 1.
2. Distribusi kependudukan
Distribusi karakteristik kependudukan sampel di RT 1 - 4 di RW VII
terdapat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.2. Karakteristik kependudukanNo. Karakteristik F %1 Kategori Umur Responden
1. <40 tahun2. ≥40 tahun
2139
35%65%
Total 60 100%2 Pendidikan
1. Rendah (<SLTP)2. Tinggi (>SLTP)
159
1,7%98,3%
Total 60 100%3 Pekerjaan
1. Non PNS2. PNS
537
88,3%11,7%
Total 60 100%4 Penghasilan rata-rata per bulan
1. <1.200.0002. ≥1.200.000
060
0%100%
Total 60 100%
Sumber : Data primer hasil survei kesehatan masyarakat RT 1-4, RW VII,Kelurahan Mijen bulan Desember 2013
Page 43
43
Pada Tabel di atas dapat dilihat bahwa penduduk RW VII paling banyak
adalah ibu dengan usia ≥ 40 tahun sejumlah 39 sampel (65 %), dengan
terbanyak memiliki Pendidikan tinggi sejumlah 59 sampel (98,3 %), pekerjaan
Non - PNS sejumlah 53 sampel (88,3%), penghasilan rata-rata perbulan ≥
1.200.000 sejumlah 60 sampel (100%).
B. Status Kesehatan
1. Jumlah Kejadian Penyakit
Jumlah kejadianpenyakit di RW VII dalam satu bulan terakhir terdapat 21
orang yang sakit (35%). Distribusi jenis penyakit di RW VII terdapat pada Tabel.
Tabel 4.3. Jumlah kejadian penyakit dan berbagai jenis penyakit
No. Jenis Penyakit Jumlah Persentase
1 Tidak sakit 39 65 %
2 Hipertensi 13 21,7 % 3 ISPA 4 6,7 %
4 Diare 3 5 %
5 Lainnya 1 1,7 %
TOTAL 60 100%
Sumber : Data primer hasil survei kesehatan masyarakat RT 1-IV RW VIIKelurahan Mijen bulan Desemberr 2013
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa dari 60 sampel yang tidak
sakit sejumlah 39 sampel (65%). Di antara 21 jumlah kejadian penyakit,
penyakit terbanyak di RT 1 - 4, RW VII adalah hipertensi sejumlah 13 sampel
(21,7%).
Page 44
44
C. Pengetahuan, Sikap, Dan Perilaku
1. Pengetahuan tentang hipertensi
Pengetahuan tentang hipertensi pada warga RT 1 - 4 di RW VII dapat
dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.4.Pengetahuan tentang hipertensi warga RW VII
Tingkat pengetahuan Jumlah Persentase
Tinggi 10 16,7 %
Rendah 50 83,3 %Jumlah 60 100,00%
Sumber : Data primer hasil survei kesehatan masyarakat di RT 1 - 4, RW VIIKelurahan Mijen bulan Desember 2013
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar warga
mempunyai pengetahuan yang rendah mengenai hipertensi sebanyak 50 sampel
(83,3 %).
2. Umur Penderita hipertensi
Umur penderita hipertensi pada warga RT 1 - 4 di RW VII terlihat pada Tabel.
Tabel 4.5.Umur Penderita hipertensi warga RT 1 - 4 di RW VII
Tingkat pengetahuan Jumlah Persentase
Usia < 40 1 7,69 %
Usia ≥ 40 12 92,31 %Jumlah 13 100,00 %
Sumber : Data primer hasil survei kesehatan masyarakat RT 1-4 di RW VII, Kelurahan Mijen bulan Desember 2013
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa penderita hipertensi terbanyak
pada usia ≥ 40 tahun sejumlah 12 sampel dari 13 penderita hipertensi (92,31%).
3. Kebiasaan gaya hidup
Tabel 4.6. Kebiasaan gaya hidup warga RT 1-4 di RW VII
Gaya hidup Nilai/frekuensi Jumlah keluarga
Persentase (%)
Paparan asap rokok
Ya 35 58,3 %
Tidak 25 41,7%
Jumlah 60 100 %
Sumber : Data primer hasil survei kesehatan masyarakat RT 1 - 4 di RW VII, Kelurahan Mijen bulan Desember 2013
Page 45
45
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa warga RT 1 - 4 di RW VII, yang
terpapar asap rokok sejumlah 35 (58,3%) dari 60 responden.
D. Analisis Hasil Penelitian
1. Hubungan usia dengan kejadian hipertensi
Tabel 4.7. Distribusi dan Hubungan antara usia dengan kejadian hipertensiKategori Penyakit
Fakto Risiko usia Hipertensi Tidak
Hipertensi
Total P
≥ 40 tahun 12 (30,8%) 27 (69,2%) 39 (100,0%)
0,023< 40 tahun 1 (4,8%) 20 (95,2%) 21 (100,0%)
Total 13 (21,7%) 47(78,3%) 60 (100,0%)
Sumber : Data primer hasil survei kesehatan masyarakat RT 1 - 4 RW VIIKelurahan Mijen bulan Desemberr 2013
Hasil analisis hubungan faktor risiko usia dengan kejadian hipertensi
diperoleh bahwa dari 21 responden memiliki risiko rendah (< 40 tahun) menderita
hipertensi sebanyak 1 responden, dan dari 39 responden yang memiliki risiko
tinggi (≥ 40 tahun) ada 12 responden (30,8 %) yang menderita hipertensi.
Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,023( p< 0.05) artinya ada hubungan
yang bermakna antara usia dengan kejadian hipertensi.
2. Hubungan antara pengetahuan dengan hipertensi
Tabel 4.8. Hubungan antara pengetahuan dengan hipertensi
Kategori Penyakit
Pengetahuan Hipertensi Tidak
Hipertensi
Total P
Rendah 13 (26%) 37(74%) 50 (100,0%)
0,099Tinggi 0 (0%) 10 (100%) 10 (100,0%)
Total 13 (21,7%) 47 (78,3%) 60 (100,0%)
Sumber : Data primer hasil survei kesehatan masyarakat RT 1-4 RW VIIKelurahan Mijen bulan Desemberr 2013
Hasil analisis hubungan pengetahuan tentang hipertensi dengan kejadian
hipertensi diperoleh bahwa dari 50 responden yang berpengetahuan rendah, ada
13 responden yang menderita hipertensi, dan dari 10 responden yang
berpengetahuan baik, tidak ada responden yang menderita hipertensi.
Page 46
46
Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,099( p> 0.05) artinya tidak ada
hubungan yang bermakna antara pengetahuan tentang hipertensi dengan kejadian
hipertensi.
Hasil analisis pertanyaan P1 (“Tahukah anda bahwa hipertensi adalah
penyakit yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah?”) diperoleh dari 60
(100%) responden mengetahui jawabannya.
Hasil analisis pertanyaan P2 (“Tahukah anda bahwa hipertensi dapat
disebabkan oleh gaya hidup seseorang seperti merokok, kegemukan, stress,
olahraga tidak teratur, makan makanan yang berlemak?”), diperoleh 38 (63,3%)
responden tahu dan 22 (36,7%) responden tidak tahu.
Hasil analisis pertanyaan P3 (“Tahukah anda bahwa orang tua yang
hipertensi belum tentu anaknya hipertensi?”), diperoleh hasil 37 (61,7%)
responden mengetahui dan 23 (38,3%) responden tidak mengetahui.
Hasil analisis pertanyaan P4 (“Tahukah anda bahwa penderita hipertensi
penting memeriksakan tekanan darah dan minum obat antihipertensi secara
teratur?”), diperoleh hasil 22 (36,7%) responden mengetahui, dan 38 (63,3%)
responden tidak mengetahui.
Hasil analisis pertanyaan P5 (“Tahukah anda bahwa hipertensi dapat
menimbulkan penyait seperti stroke, jantung, dan ginjal?”), diperoleh hasil
sebanyak 24 (40%) responden mengetahui dan 36 (60%) responden tidak
mengetahui.
3. Hubungan antara Paparan Asap Rokok dengan Hipertensi
Tabel 4.9. Hubungan antara Paparan Asap Rokok dengan Hipertensi
Kategori Penyakit
Terpapar Hipertensi Tidak
Hipertensi
Total P
Ya 6 (17,1%) 29 (82,9%) 35 (100,0%)
0,355Tidak 7 (28,0%) 18 (72,0%) 25 (100,0%)
Total 13 (55,6%) 47(44,4%) 60 (100,0%)
Sumber : Data primer hasil survei kesehatan masyarakat RT 1-4 RW VIIKelurahan Mijen bulan Desemberr 2013
Hasil analisis hubungan paparan rokok dengan kejadian hipertensi
diperoleh bahwa dari 35 responden yang terpapar rokok, ada 6 responden yang
Page 47
47
menderita hipertensi, dan dari 25 responden yang tidak terpapar rokok, ada 7
responden yang menderita hipertensi.
Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,355( p> 0.05) artinya tidak ada
hubungan yang bermakna antara terpapar rokok dengan kejadian hipertensi.
E. Pembahasan Hasil Penelitian
Pembahasan hasil penelitian didasarkan pada hasil uji statistik, data dari
wawancara berdasarkan kuesioner dan dari tinjauan pustaka.Pembahasan dilakukan
untuk menemukan alasan-alasan yang mendukung hasil penelitian.
Hasil analisis hubungan faktor risiko usia dengan kejadian hipertensi
diperoleh nilai p = 0,023( p< 0.05) artinya ada hubungan yang bermakna antara usia
dengan kejadian hipertensi. Hipertensi erat kaitannya dengan usia, semakin tua
seseorang semakin besar risiko terserang hipertensi. Usia lebih dari 40 tahun
mempunyai risiko terkena hipertensi. Dengan bertambahnya usia, risiko terkena
hipertensi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi dikalangan usia lanjut cukup
tinggi yaitu sekitar 40 % dengan kematian sekitar 50 % diatas usia 60 tahun. Arteri
kehilangan elastisitasnya atau kelenturannya dan tekanan darah seiring
bertambahnya usia, kebanyakan orang hipertensi meningkat ketika usia ≥ 50.8
Hasil analisis hubungan pengetahuan tentang hipertensi dengan kejadian
hipertensi diperoleh nilai p= 0,099( p> 0.05) artinya tidak ada hubungan yang
bermakna antara pengetahuan tentang hipertensi dengan kejadian
hipertensi.Menurut teori pengetahuan atau kognitif merupakan domainyang sangat
penting dalam membentuk tindakan seseorang (overtbehavior).Pengetahuan pasien
tentangperawatan pada penderita hipertensi yang rendah yang dapatmenimbulkan
kesadaran yang rendah pula yang berdampak danberpengaruh pada penderita
hipertensi dalam mengontrol tekanandarah, kedisiplinan pemeriksaan yang
akibatnya dapat terjadikomplikasi berlanjut.3
Dari Hasil analisis, didapatkan responden kurang mengetahui pengetahuan
tentang pertanyaan P4 (“Tahukah anda bahwa penderita hipertensi penting
memeriksakan tekanan darah dan minum obat antihipertensi secara teratur?”)
dengan hasil 38 (63,3%) responden tidak mengetahui, dan pertanyaan P5
(“Tahukah anda bahwa hipertensi dapat menimbulkan penyait seperti stroke,
Page 48
48
jantung, dan ginjal?”), diperoleh hasil sebanyak 36 (60%) responden tidak
mengetahui.
Hasil analisis hubungan paparan asap rokok dengan kejadian hipertensi
diperoleh bahwa nilai p = 0,355( p> 0.05) artinya tidak ada hubungan yang
bermakna antara paparan asap rokok dengan kejadian hipertensi.
Menurut teori paparan asap rokok juga dihubungkan dengan hipertensi.
Hubungan antara paparan asap asap rokok dengan peningkatan risiko
kardiovaskuler telah banyak dibuktikan. Orang yang tidak merokok tetapi
menghirup langsung asap rokok disebut dengan perokok pasif. Perokok pasif
memiliki risiko tinggi terkena hipertensi. Didalam rokok terdapat ribuan zat kimia
yang berbahaya bagi tubuh, yang paling berbahaya adalah tar, nikotin, dan karbon
monoksida, yang masuk kedalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel
pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses aterosklerosis dan hipertensi.4,11
Berdasarkan hasil analisis secara statistik hanya variabel usia yang memiliki
hubungan dengan kejadian hipertensi. Namun secara teori variabel pengetahuan dan
paparan asap rokok di atas memiliki hubungan, hasil ini mungkin disebabkan
karena keterbatasan penelitian. Beberapa keterbatasan dan kelemahan yang terdapat
dalam penelitian ini adalah keterbatasan waktu dalam melaksanakan survei dan
pembuatan laporan, keterbatasan kepustakaan yang menyebabkan kurang dalamnya
pembahasan materi, keterbatasan instrumen pengukuran yang digunakan dan
keterbasan jumlah responden.14
Page 49
49
BAB V
PEMECAHAN MASALAH DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN
A. IDENTIFIKASI MASALAH
Tabel 5.1.Jumlah kesakitandi RT 1, 2, 3, dan 4 RW VII Kelurahan MijenNo. Proporsi Penyakit Jumlah (jiwa) Persentasea. Tidak Sakit 39 65 %b. Hipertensi 13 21,7 %c. ISPA 4 6,7 %d. Diare 3 5,0%e. Lainya 1 1,7 %
Jumlah 60 100%
ISPA = Infeksi Saluran Pernapasan AkutLain-lain = Dismenorea
B. PRIORITAS MASALAH
Daftar masalah
A HipertensiB Infeksi Saluran Pernapasan AkutC DiareD Lain-lain (Dismenorea)
Tabel 5.2 Kriteria urgency
KRITERIA URGENCY (MENDESAK)
A B C D Total HorizontalA A C A 2B C B 1C C 1D 0
Total Vertikal 0 0 2 0Total Horizontal 2 1 1 0
TOTAL 2 1 3 0
Tabel 5.3 Kriteria Seriousness (kegawatan)
Page 50
50
KRITERIA SERIOUSNESS (KEGAWATAN)
A B C D Total HorizontalA A A A 3B C B 1C C 1D 0
Total Vertikal 0 0 1 0Total Horizontal 3 1 1 0
TOTAL 3 1 2 0
Tabel 5.4 Kriteria Growth (perkembangan)
KRITERIA GROWTH (PERKEMBANGAN)
A B C D Total HorizontalA A A A 3B C B 1C C 1D 0
Total Vertikal 0 0 1 0Total Horizontal 3 1 1 0
TOTAL 3 1 2 0
Tabel 5.5. Prioritas Masalah
MASALAH U S G JUMLAH PRIORITAS
A 2 4 3 9 IB 1 1 1 3 III
C 3 3 2 8 II
D 0 0 0 0 V
URUTAN PRIORITAS MASALAH1 Hipertensi2 Diare3 ISPA4 Lain-lain (Dismenorea)
Page 51
51
C. ANALISIS PENYEBAB MASALAH
Tabel 5.6. Analisis Penyebab Masalah
MASALAHPENYEBAB MASALAH
LING-KUNGAN PERILAKU YANKES KEPENDU-DUKAN
FAKTOR PREDISPOSISI
Hipertensi Ada sebagian responden yang menjadi perokok pasif (terkena paparan asap rokok di dalam rumah) 41,7%
- - Sebagian besar responden berusia ≥ 40 tahun sebanyak 65%
Masih ada responden yang pengetahuannya rendah mengenai pentingnya pemeriksaan tekanan darah dan minum obat anti hipertensi secara teratur 63,3 %
Masih ada responden yang pengetahuannya rendah mengenai komplikasi pada penyakit hipertensi seperti stroke, gangguan jantung, dan ginjal sebesar 60%
Page 52
52
Daftar Penyebab Masalah:
Sebagian besar responden berusia ≥ 40 tahun , sebanyak 65%
Masih ada responden yang pengetahuannya rendah mengenai
pentingnya pemeriksaan tekanan darah dan minum obat anti hipertensi
secara teratur sebanyak 63,3%
Masih ada responden yang pengetahuannya rendah mengenai
komplikasi pada penyakit hipertensi, seperti stroke, gangguan jantung
dan gangguan ginjal sebanyak 60%
Ada sebagian responden yang menjadi perokok pasif (terkena paparan
asap rokok didalam rumah) sebanyak 41,7%
Urutan penyebab masalah berdasarkan brain storming
Masih ada responden yang pengetahuannya rendah mengenai
pentingnya pemeriksaan tekanan darah dan minum obat anti hipertensi
secara teratur
Masih ada responden yang pengetahuannya rendah mengenai
komplikasi pada penyakit hipertensi, seperti stroke, gangguan jantung
dan gangguan ginjal
Ada sebagian responden yang menjadi perokok pasif (terkena paparan
asap rokok didalam rumah)
Sebagian besar responden berusia ≥ 40 tahun Ada anggota keluarga
yang merokok.
Untuk menyelesaikan suatu masalah yang berupa penyakit Hipertensi,
cukup menyelesaikan tiga penyebab saja berdasarkan brainstorming, yaitu:
1. Masih ada responden yang pengetahuannya rendah mengenai
pentingnya pemeriksaan tekanan darah dan minum obat anti hipertensi
secara teratur
2. Masih ada responden yang pengetahuannya rendah mengenai
komplikasi pada penyakit hipertensi, seperti stroke, gangguan jantung
dan gangguan ginjal
3. Ada sebagian responden yang menjadi perokok pasif (terkena paparan
asap rokok didalam rumah)
Page 53
53
D. ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH
TABEL 5.7. ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH
MASALAH TUJUAN SASARAN ALTERNATIFHipertensi Mengendalikan
angka kesakitan hipertensi
Seluruh warga masyarakat RT 1, 2, 3, dan 4 RW VII Kelurahan Mijen
Memberikan penyuluhan penyakit hipertensi, definisi, penyebab, factor resiko, pengendalian, pengobatan dan komplikasi.
Memberikan penyuluhan tentang bahaya merokok
Pembagian leaflet tentang faktor penyebab, gaya hidup yang mendukung hipertensi dan komplikasi hipertensi dan pemeriksaan tekanan darah gratis.
E. Pengambilan Keputusan
Dalam pengambilan keputusan kami menggunakan metode berdasarkan
kriteria mutlak dan kriteria keinginan, yang nanti akan diambil 1 (satu)
kegiatan yang akan dilaksanakan.
Tabel 5.8. Kriteria mutlak
Kegiatan Input Output KeteranganMan Money Material Method MarketingI 1 1 1 1 1 1 √
II 1 1 1 1 1 1 √
III 1 1 1 1 1 1 √
Table 5.9. Kriteria Keinginan
Mudah (60) Berkembang (40) Berkelanjutan (20) ∑
I 5x 60 =300 5x 40 = 200 6 x 20 = 120 620
II 5 x 60 = 300 5 x 40 = 200 5 x 20 = 100 500
III 6 x 60 =360 6x 40 = 240 6 x 20 = 120 720
Berdasarkan kriteria mutlak dan kriteria keingingan yang diambil dari suara
tujuh anggota kelompok kami sepakat dengan alternatif pemecahan masalah
Page 54
54
yang akan diambil adalah “Pembagian leaflet tentang faktor penyebab,
gejala, pengobatan, pencegahan, komplikasi, serta diet makanan yang
dianjurkan untuk penderita penyakit hipertensi dan pemeriksaan tekanan
darah gratis. ” yang kemudian akan disusun Plan of Action (POA).
Page 55
55
F. Plan of ActionTabel 5.10. Plan of Action
No Kegiatan What(Uraian)
Sasaran Who(Pelaksana)
When(Waktu)
Where(Tempat)
How Much(Biaya)
Indikator
1 Persiapan(Perencanaan)
1. Perizinan ketua RW dan RT2. Mempersiapkan materi dan desain leaflet 3. Mempersiapkan alat kesehatan yang di
butuhkan4. mencari waktu dan tempat pelaksanaan
Warga RT 1, 2, 3, dan 4 RW VII Kelurahan Mijen
Mahasiswa kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat FK Unimus (pemegang program).
Sabtu-Minggu ,7-8 Desember 2013
Labkesmas UNIMUS
Iuran mahasiswa : leaflet @500 x 100 = Rp. 50.000
Persiapan dapat diselesaikan tepat waktu sebelum hari pelaksanaan
2 Pelaksanaan 1. Perizinan kepada RT dan RW.2. Pelaksanaan pembagian leaflet dan
pemeriksaan tekanan darah gratis
Warga RT 1, 2, 3, dan 4 RW VII Kelurahan Mijen
Mahasiswa kepaniteraan klinik IKM FK Unimus (pemegang program).
Senin, 9 Desember 2013
Balai pertemuan RW VII
Iuran mahasiswa :TransportasiRp 10.000,00
Terlaksananya pembagian leaflet dan pemeriksaan tekanan darah gratis di acara pertemuan RW VII
3 PengawasanPengendalianPenilaian
Evaluasi langsung oleh Mahasiswa pelaksana Warga RT 1, 2, 3, dan 4 RW VII Kelurahan Mijen
Mahasiswa kepaniteraan klinik IKM FK Unimus (pemegang program).
Senin, 9 Desember 2013
Balai pertemuan RW VII
-Terlaksananya pembagian leaflet dan pemeriksaan tekanan darah gratis di acara pertemuan RW VII
Page 56
56
BAB VIINTERVENSI KEGIATAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Intervensi Kegiatan
Intervensi dilakukan dalam bentuk pembagian leaflet tentang Hipertensi meliputi
penyebab, gejala, pengobatan, pencegahan, komplikasi, serta diet makanan yang
dianjurkan untuk penderita penyakit hipertensi dan pemeriksaan tekanan darah gratis
kepada ibu-ibu PKK RW VII di Balai Pertemuan warga RW VII Kelurahan Mijen, yang
dilakukan pada hari Senin, 9 Desember 2013 dari pukul 16.00 WIB. Kegiatan
selanjutnya dilakukan pada hari Rabu tanggal 11 Desember 2013 pukul 16.00 WIB
dengan membagikan leaflet ke warga RW VII terutama RT 1, 2, 3, dan 4 secara door to
door disertai penyuluhan singkat mengenai isi leaflet dan dilakukan pemeriksaan tekanan
darah gratis.
B. Hasil Intervensi Kegiatan
Intervensi pada tanggal 9 Desember 2013 dilaksanakan di Balai Pertemuan
Warga RW VII Kelurahan Mijen yang diikuti oleh 12 RT. Intervensi kegiatan ini diikuti
oleh ibu-ibu PKK RW VII sebanyak 39 orang. Indikator dari kegiatan ini adalah
terlaksananya pembagian leaflet dan pemeriksaan tekanan darah gratis di acara
pertemuan ibu-ibu PKK RW VII.
Pembagian leaflet dan pemeriksaan tekanan darah gratis disertai dengan
penyuluhan singkat kepada ibu-ibu PKK mengenai isi dari leaflet. Ibu-ibu PKK yang
dikunjungi memberikan respon cukup baik dari permulaan kegiatan sampai akhirnya Ibu-
ibu PKK yang hadir mengerti dan berusaha untuk melakukan seperti apa yang dijelaskan
selama proses acara. Respon ibu-ibu PKK diwujudkan dengan adanya pertanyaan seputar
masalah kesehatan. Dengan kegiatan ini diharapkan masyarakat mengerti cara mengatasi
permasalahan kesehatan yang ada, sehingga dapat mencegah dan mengendalikan
penyakit hipertensi.
Intervensi kegiatan tanggal 11 Desember 2013 dilaksanakan di wilayah RW VII
terutama Ibu rumah Tangga RT 1, 2, 3, dan 4 Kelurahan Mijen secara door to door
dengan leaflet yang tersisa dari kegiatan sebelumnya serta dilakukan pemeriksaan
tekanan darah secara gratis. Pembagian leaflet dan pemeriksaan tekanan darah gratis
kepada warga RT 1, 2, 3, dan 4 berjalan secara lancar dan baik.
Page 57
57
C. Pembahasan
Intervensi kegiatan diselenggarakan setelah disetujui dalam Musyawarah
Masyarakat Desa (MMD) pada hari jumat 6 Desember 2013. Kegiatan intervensi
berdasarkan hasil survey dan penelitian berupa “Pembagian leaflet tentang faktor
penyebab, gaya hidup yang mendukung hipertensi dan komplikasi hipertensi, dan
pemeriksaan tekanan darah gratis.” telah terlaksana. Tujuan dari kegiatan tersebut adalah
untuk menambah pengetahuan masyarakat mengenai pencegahan hipertensi sehingga
diharapkan dapat mengendalikan dan menurunkan angka kesakitan hipertensi di RW VII
kelurahan Mijen. Kegiatan intervensi dilaksanakan pada hari Senin 9 Desember 2013 di
RW VII kelurahan Mijen. Metode yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan adalah
pembagian leaflet sekaligus pemeriksaan tekanan darah gratis dan leaflet yang tersisa
dibagikan pada warga door to door disertai penyuluhan singkat mengenai isi leaflet dan
dilakukan pemeriksaan tekanan darah gratis pada hari Rabu, 11 Desember 2013 pukul
16.00 WIB.
Media yang digunakan untuk kegiatan intervensi adalah leaflet yang berisi
tentang penyebab, gejala, pengobatan, pencegahan, komplikasi, serta diet makanan yang
dianjurkan untuk penderita penyakit hipertensi. Leaflet tersebut merupakan pesan yang
diharapkan dapat dipahami oleh warga dan akhirnya dapat menambah pengetahuan serta
merubah gaya hidup warga sehingga dapat mengendalikan, mengurangi dan mencegah
bertambahnya jumlah warga yang menderita hipertensi.
Pemilihan media menggunakan leaflet didasarkan karena tingkat pendidikan dari
responden rata-rata berpendidikan tinggi sebesar 98,3% ( > SLTP) dan dilakukan
pemeriksaan tekanan darah gratis karena disesuaikan dengan masalah yang ditemukan
pada RW VII yaitu hipertensi, sehingga kami melakukan kegiatan sederhana seperti
pemeriksaan tekanan darah gratis.
Page 58
58
BAB VII
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Berdasarkan data hasil survei kesehatan di RW VII, Kelurahan Mijen, Kecamatan
Mijen, Kota Semarang, didapatkan masalah kesehatan antara lain : Hipertensi
(61,9%), Infeksi Saluran Pernafasan Akut (19,04%), Diare (14,28%) dan Lain-lain
(4,76%). Berdasarkan hasil survei kesehatan distribusi penduduk menurut umur RW
VII terbanyak pada usia ≥ 40 tahun sebanyak 65 %, rata-rata memiliki pendidikan
tinggi (>SLTP) sebanyak 98,3%, pekerjaan rata-rata adalah non PNS 88,3%,
penghasilan rata-rata perbulan diatas UMK ≥ 1.200.000 sebanyak 100%. Penderita
hipertensi terbanyak pada usia ≥ 40 tahun sejumlah 30,8%. Pengetahuan tentang
hipertensi pada warga RW VII disimpulkan bahwa ibu rumah tangga yang menderita
Hipertensi mempunyai pengetahuan yang kurang mengenai hipertensi sebanyak 26%.
Warga RW VII yang hipertensi dan terkena paparan asap rokok sebanyak 17,1%.
2. Hipertensi merupakan penyakit yang menduduki peringkat ketiga di Puskesmas
Mijen pada tahun 2013 sebanyak 804 kasus. Berdasarkan hasil survei kesehatan
masyarakat didapatkan bahwa hipertensi merupakan penyakit yang paling banyak
diderita oleh warga di RT 1, 2, 3 dan 4 di RW VII Kelurahan Mijen sebesar 61,9%.
Setelah konfirmasi dengan dosen pembimbing lapangan, maka kami memutuskan
untuk mengambil penyakit hipertensi sebagai prioritas masalah. Penyebab masalah
berdasarkan brain storming adalah Pengetahuan masyarakat tentang hipertensi masih
kurang.
3. Berdasarkan kriteria mutlak dan kriteria keingingan yang diambil dari suara enam
anggota kelompok kami sepakat dengan alternatif pemecahan masalah yang akan
diambil adalah “Pembagian leaflet tentang faktor penyebab, gejala, pengobatan,
pencegahan, komplikasi, serta diet makanan yang dianjurkan untuk penderita
penyakit hipertensi dan pemeriksaan tekanan darah gratis. ” yang kemudian akan
disusun Plan of Action (POA).
4. Telah dilakukan intervensi dalam bentuk pembagian leaflet tentang faktor penyebab,
gejala, pengobatan, pencegahan, komplikasi, serta diet makanan yang dianjurkan
untuk penderita penyakit hipertensi dan pemeriksaan tekanan darah gratis. Pada
kegiatan intervensi ini target dapat tercapai, yaitu terlaksananya pembagian leaflet
Page 59
59
dan pemeriksaan tekanan darah gratis di acara pertemuan ibu-ibu PKK RW VII dan
warga RW VII terutama RT 1, 2, 3, dan 4 Kelurahan Mijen.
B. SARAN
Bagi peneliti selanjutnya agar dapat mempersiapkan penelitian dengan
kuesioner yang lebih lengkap dan jumlah responden yang lebih banyak agar hasilnya
lebih baik. Perlu adanya upaya – upaya peningkatan kesehatan dengan cara
meningkatkan pembangunan kesehatan masyarakat desa (PKMD) oleh pihak yang
terkait (kader kesehatan, Forum Kesehatan Desa, Tenaga Kesehatan) berkaitan
dengan Hipertensi dalam hal meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta
memberikan motivasi untuk hidup sehat kepada masyarakat RW VII Kelurahan
Mijen, Kecamatan Mijen Kota Semarang sehingga perilaku hidup sehat dapat
diterapkan dan meningkatkan derajat kesehatan.