LAPORAN PENDAHULUAN PEMBUATAN CHITOSAN IDENTITAS PRAKTIKAN Nama : Sapta Rianda NIM : 03071003073 Kelompok : III (Tiga) / Kamis Pagi I. NAMA PERCOBAAN: Pembuatan Chitosan II. TUJUAN PERCOBAAN Membuat Chitosan dari kulit udang sebagai bahan pengawet. III. DASAR TEORI Kitin sebagai prekursor kitosan pertama kali ditemukan pada tahun 1811 oleh orang Prancis bernama Henri Braconnot sebagai hasil isolasi dari jamur. Sedangkan kitin dari kulit serangga ditemukan kemudian pada tahun 1820. Kitin merupakan polimer kedua terbesar di bumi selelah selulosa. Kitin adalah senyawa amino polisakarida berbentuk polimer gabungan. Kitosan ditemukan C. Roughet pada tahun 1859 dengan cara memasak kitin dengan basa. Perkembangan penggunaan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAPORAN PENDAHULUAN
PEMBUATAN CHITOSAN
IDENTITAS PRAKTIKAN
Nama : Sapta Rianda
NIM : 03071003073
Kelompok : III (Tiga) / Kamis Pagi
I. NAMA PERCOBAAN: Pembuatan Chitosan
II. TUJUAN PERCOBAAN
Membuat Chitosan dari kulit udang sebagai bahan pengawet.
III. DASAR TEORI
Kitin sebagai prekursor kitosan pertama kali ditemukan pada tahun 1811 oleh
orang Prancis bernama Henri Braconnot sebagai hasil isolasi dari jamur. Sedangkan
kitin dari kulit serangga ditemukan kemudian pada tahun 1820. Kitin merupakan
polimer kedua terbesar di bumi selelah selulosa. Kitin adalah senyawa amino
polisakarida berbentuk polimer gabungan.
Kitosan ditemukan C. Roughet pada tahun 1859 dengan cara memasak kitin
dengan basa. Perkembangan penggunaan kitin dan kitosan meningkat pada tahun
1940-an. terlebih dengan makin diperlukannya bahan alami oleh berbagai industri
sekitar tahun 1970-an. Penggunaan kitosan untuk aplikasi khusus, seperti farmasi dan
kesehatan dimulai pada pertengahan 1980 - 1990.
Sifat utama kitin dicirikan oleh sifatnya yang sangat susah larut dalam air dan
beberapa pelarut organik, rendahnya reaktivitas kimia dan sangat hidrofobik. Karena
ketiga sifat tersebut penggunaan kitin relatif lebih sedikit dibandingkan kitosan dan
derivatnya. Aplikasi kitin yang utama adalah sebagai senyawa pengkhelat logam
dalam instalasi pengolahan air bersih atau limbah, kosmetik sebagai fungisida dan
fungistatik penyembuh luka.
Chitosan adalah produk turunan dari polimer chitin, yakni produk samping
(limbah) dari pengolahan industri perikanan, khususnya udang dan rajungan.
Proses pembuatan chitosan itu sendiri dilakukan melalui beberapa tahapan,
yakni pengeringan bahan baku mentah chitosan (rajungan), penggilingan,
penyaringan, deproteinasi, pencucian dan penyaringan, deminarisasi (penghilangan
mineral Ca), pencucian, deasilitilisasi, pengeringan, dan selanjutnya akan terbentuk
produk akhir berupa chitosan.
Proses utama dalam pembuatan chitosan meliputi penghilangan protein dan
kandungan mineral yang masing-masing dilakukan dengan menggunakan larutan
basa dan asam.
Kitosan merupakan produk deasetilasi kitin. Kualitas dan nilai ekonomi kitosan
dan kitin ditentukan oleh besarnya derajat deasetilasi, semakin tingi derajat deasetilasi
semakin tinggi kualitas dan harga jualnya. Kualitas kitosan berdasarkan penggunaan
dapat dibagi ke dalam tiga jenis kualitas yaitu kualitas teknis, pangan dan farmasi.
Saat ini budi daya udang dengan tambak telah berkembang dengan pesat,
karena udang merupakan komoditi ekspor yang dapat dihandalkan dalam
meningkatkan ekspor non -migas dan merupakan salah satu jenis biota laut
yang bernilai ekonomis tinggi. Udang di Indonesia pada umumnya diekspor
dalam bentuk udang beku yang telah dibuang bagian kepala, kulit, dan ekornya.
Limbah yang dihasilkan dari proses pembekuan udang, pengalengan udang, dan
pengolahan kerupuk udang berkisar antara 30% - 75% dari berat udang. Dengan
demikian jumlah bagian yang terbuang dari usaha pengolahan udang cukup
tinggi. Limbah kulit udang mengandung konstituen utama yang terdiri dari protein,
kalsium karbonat, khitin, pigmen, abu, dan lain-lain.
Meningkatnya jumlah limbah udang masih merupakan masalah yang
perlu dicarikan upaya pemanfaatannya. Hal ini bukan saja memberikan nilai
tambah pada usaha pengolahan udang, akan tetapi juga dapat menanggulangi
masalah pencemaran lingkungan yang ditimbulkan, terutama masalah bau yang
dikeluarkan serta estetika lingkungan yang kurang bagus.
Saat ini di Indonesia sebagian kecil dari limbah udang sudah
termanfaatkan dalam hal pembuatan kerupuk udang, petis, terasi, dan bahan
pencampur pakan ternak. Sedangkan di negara maju seperti Amerika Serikat
dan Jepang, limbah udang telah dimanfaatkan di dalam industri sebagai bahan
dasar pembuatan chitin dan chitosan. Manfaatnya di berbagai industri modern
banyak sekali seperti industri farmasi, biokimia, bioteknologi, biomedikal,
pangan, kertas, tekstil, pertanian, dan kesehatan. Chitin dan chitosan serta
turunannya mempunyai sifat sebagai bahan pengemulsi koagulasi dan penebal
emulsi.
Jika sebagian besar gugus asetil pada chitin disubstitusikan oleh hidrogen
menjadi gugus amino dengan persen bahan larutan hasil kuat berkonsentrasi tinggi,
hasilnya dinamakan chitosan atau chitin terdeasetilasi. Chitosan bukan merupakan
senyawa tunggal, tetapi merupakan kelompok yang terdeasetilasi sebagian dengan
derajat polimerasi yang beragam.
Chitin dan chitosan adalah nama untuk dua kelompok senyawa yang tidak
dibatasi dengan stoikiometri pasti, chitin adalah poli N-asetil glukosomin yang
terdeasetilasi sedikit, sedangkan kitosan adalah chitin yang terdeasetilasi sebanyak
mungkin, tetapi tidak cukup sempurna untuk dinamakan poli glukosamin.
Chitosan merupakan senyawa tidak larut dalam air, larutan basa kuat, sedikit
larut dalam HCl clan HNO3, 0,5% H3PO4 sedangkan dalam H2SO4 tidak larut.
Chitosan juga tidak larut dalam beberapa pelarut organik seperti alkohol, aseton,
dometil formamida dan dimetilsulfoksida tetapi chitosan larut baik dalam asam
format berkosentrasi (0,2 -100) % dalam air. Chitosan tidak beracun dan mudah
terbiodegradasi. Berat molekul chitosan adalah sekitar 1,2 X 105, bergantung pada
degradasi yang terjadi selama proses deasetilasi.
Isolasi chitin dari limbah kulit udang dilakukan secara bertahap yaitu tahap
pemisahan protein (deproteinasi) dengan larutan basa, demineralisasi, tahap
pemutihan (bleancing) dengan aseton dan natrium hipoklorit. Sedangkan transformasi
khitin menjadi chitosan dilakukan tahap deasetilasi dengan basa berkonsentrasi
tinggi.
Biodegradasi dari Polisakarida (chitin dan chitosan)
Chitin dan chitosan adalah salah satu dari polisakarida di dalam unit dasar suatu
gula animo. Polisakarida ini adalah suatu struktural unsur yang memberikan kekuatan
mekanik organisme. Chitin tidak dapat larut dalam air, pelarut organik alkali atau
asam mineral encer .Tetapi ia tidak dapat larut dan terurai dengan adanya enzym atau
dengan pengolahan asam mineral padat. Dalam strukturnya, chitin terdiri dari sebuah
rantai panjang dari N acetylglukosamine. Rumus empirisnya adalah
C6H6CNHCOCH3 dan berisi campuran murni 6,9 % Nitrogen. Polimer ini adalah
serupa selulosa diganti oleh suatu acetyl amino ( NHCOCH3) unit.
Beberapa chitin mempunyai kemampuan yang sama dengan chitosan untuk
bergabung dengan mereka. Chitosan adalah sama dengan chitin tetapi beberapa
kelompok acetyl (-COCH3), juga didapat cincin pada mata rantai unit glukosamine
(C6H9O6NH2) bersama-sama seperti chitin.
Chitin dan chitosan yang diperoleh dari limbah kulit udang digunakan sebagai
absorben untuk menyerap ion kadmium, tembaga, dan timbal dengan cara dinamis
dengan mengatur kondisi penyerapan sehingga air yang dibuang ke lingkungan
menjadi air yang bebas dari ion-ion logam berat. Mengingat besarnya manfaat dari
senyawa chitin dan chitosan serta tersedianya bahan baku yang banyak dan mudah
didapatkan maka perlu pengkajian dan pengembangan dari limbah ini sebagai bahan
penyerap terhadap logam-logam berat diperairan.
Chitosan yang disebut juga dengan b-1,4-2 amino-2-dioksi-D-glukosa
merupakan turunan dari chitin melalui proses destilasi. Chitosan juga merupakan
suatu polimer multifungsi karena mengandung tiga jenis gugus fungsi yaitu asam
amino, gugus hidroksil primer dan skunder. Adanya gugus fungsi ini menyebabkan
khitosan mempunyai kreatifitas kimia yang tinggi.
Chitosan merupakan senyawa yang tidak larut dalam air, larutan basa kuat,
sedikit larut dalam HCl dan HNO3, dan H3 PO4, dan tidak larut dalam H2SO4.
Chitosan tidak beracun, mudah mengalami biodegradasi dan bersifat polielektrolitik.
Disamping itu Chitosan dapat dengan mudah berinteraksi dengan zat-zat organik
lainnya seperti protein. Oleh karena itu, Chitosan relatif lebih banyak digunakan pada
berbagai bidang industri terapan dan induistri kesehatan.
Salah satu pencemaran pada badan air adalah masuknya logam berat.
Peningkatan kadar logam berat di dalam perairan akan diikuti oleh peningkatan kadar
zat tersebut dalam organisme air seperti kerang, rumput laut dan biota laut lainnya.
Pemanfaatan organisme ini sebagai bahan makanan akan membahayakan kesehatan
manusia.
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan maka berkembang pulalah industri-
industri. Akibatnya lingkungan menjadi salah satu sasaran pencemaran, terutama
sekali lingkungan perairan yang sudah pasti terganggu oleh adanya limbah industri,
baik industri pertanian maupun industri pertambangan. Kebanyakan dari limbah itu
biasanya dibuang begitu saja tanpa pengolahan terlebih dahulu.
Berbagai metode seperti penukar ion, penyerapan dengan karbon aktif dan
pengendapan secara elektrolisis telah dilakukan untuk menyerap bahan pencemar
beracun dari limbah, tetapi cara ini membutuhkan biaya yang sangat tinggi dalam
pengoperasiannya.
Penggunaan bahan biomaterial sebagai penyerap ion logam berat merupakan
alternatif yang memberikan harapan. Sejumlah biomaterial seperti lumut, daun teh,
sekam padi, dan sabut kelapa sawit, begitu juga dari bahan non biomaterial seperti
perlit, tanah gambut, lumpur aktif dan lain-lain telah digunakan sebagai bahan
penyerap logam-logam berat dalam air limbah.
Kulit udang yang mengandung senyawa kimia chitin dan chitosan merupakan
limbah yang mudah didapat dan tersedia dalam jumlah yang banyak, yang selama ini
belum termanfaatkan secara optimal.
Dengan adanya sifat-sifat Chitin dan Chitosan yang dihubungkan dengan gugus
amino dan hidroksil yang terikat, maka menyebabkan chitin dan chitosan mempunyai
reaktivitas kimia yang tinggi dan menyebabkan sifat polielektrolit kation sehingga
dapat berperan sebagai penukar ion (ion exchanger) dan dapat berperan sebagai
absorben terhadap logam berat dalam air limbah.
Karena berperan sebagai penukar ion dan sebagai absorben maka chitin dan
chitosan dari limbah udang berpotensi dalam memecahkan masalah pencemaran
lingkungan perairan dengan penyerapan yang lebih murah dan bahannya mudah
didapatkan.
Sifat - Sifat Chitosan
Karakteristik fisika-kimia Chitosan berwarna putih dan berbentuk kristal, dapat
larut dalam larutan asam organik, tetapi tidak larut dalam pelarut organik lainnya.
Pelarut Chitosan yang baik adalah Asam Asetat. Chitosan sedikit mudah larut dalam
air dan mempunyai muatan positif yang kuat, yang dapat mengikat muatan negatif
dari senyawa lain, serta mudah mengalami degradasi secara biologis, dan tidak
beracun.
Proses Pembuatan Chitosan
Proses pembuatan chitosan itu sendiri dilakukan melalui beberapa tahapan, yakni
pengeringan bahan baku mentah chitosan (kulit udang), penggilingan, penyaringan,
deproteinasi, pencucian dan penyaringan, deminarisasi (penghilangan mineral Ca),
pencucian, deasilitilisasi, pengeringan, dan selanjutnya akan terbentuk produk akhir
berupa chitosan.
Proses utama dalam pembuatan Chitosan, meliputi penghilangan protein dan
kandungan mineral melalui proses kimiawi yang disebut dengan 'deproteinasi' dan
'demineralisasi', yang masing-masing dilakukan dengan menggunakan larutan basa
dan asam. Selanjutnya, chitosan diperoleh melalui proses 'deasetilasi', yaitu dengan
cara memanaskan dengan larutan basa.
Beberapa jenis proses pembuatan Chitosan :
1. Pengeringan bahan Baku Mentah.
2. Penggilingan.
3. Penyaringan
4. Deproteinasi.
5. Pencucian dan penyaringan.
6. Demineralisasi
7. Pencucian.
8. Deasetilasi
9. Pengeringan.
Pemanfaatan Chitosan
Chitosan mempunyai potensi yang dapat digunakan baik pada berbagai jenis
industri maupuil pada bidang kesehatan, sehingga kualitasnya bergantung Facia
keperluannya. Sebagai contoh, untuk penjernihan air diperlukan mutu chitin dan
chitosan yang tinggi sedangkan untuk penggunaan di bidang kesehatan diperlukan
kemurnian yang tinggi.
Chitosan mudah mengalami degradasi secara biologis, tidak beracun , dan
merupakan flokulan, koagulan yang baik, serta pengkilat logam. Chitosan telah
digunakan bersama-sama dengan bahan-bahan polimer perdagangan seperti PA 332
dan PN 161, serta diperoleh bahwa penambahan 1 % larutan chitosan dan polimer
tersebut ternyata mempengaruhi penurunan kekeruhan, bentuk padatan sementara
(suspended solid), COD, dan kandungan khrom.
Dengan sifat polikationiknya, chitosan dapat dimanfaatkan sebagai agensia
penggumpal (coagulating agent) dalam penanganan limbah, terutama limbah
berprotein, karena dapat menggumpalkan protein yang dapat dimanfaatkan untuk
pakan ternak. Selain itu, pada penanganan limbah cair, berdasarkan sifat
konfigurasinya dalam sistem berair maka Chitosan dapat digunakan sebagai agensia
pengelat yang dapat mengikat logam beracun seperti merkuri, timah, tembaga,
plutonium, dan uranium dalam perairan, dan juga digunakan untuk mengikat zat
warna tekstil dalam air limbah.
Dalam bidang pangan dan farmasi, Chitosan banyak digunakan karena sifatnya
dapat mengikat asam, mengikat air, mengikat lemak, serta memiliki aktivitas
hipokolesterolemik dan aktivitas kekebalan tubuh. Chitosan telah digunakan untuk
menurunkan kadar asam pada buah-buahan, sayuran, dan ekstrak kopi. Kitin dan
Chitosan bersifat nontoksik sehingga aman digunakan di bidang pangan.
Kemampuan dalam menekan pertumbuhan bakteri disebabkan chitosan
memiliki polikation bermuatan positif yang mampu menghambat pertumbuhan
bakteri dan kapang. Hal itulah yang menyebabkan daya simpan ikan asin yang
diberikan perlakuan chitosan bisa bertahan sapmi tiga bulan dibanding dengan ikan
asin dengan penggaraman biasa yang hanya bisa bertahan selama dua bulan.
Sedangkan indikator terakhir atau keempat, yakni pada kadar air, dimana perlakuan
dengan pelapisan chitosan sampai delapan minggu menunjukkan kemmapuan
chitosan dalam mengikat air, karena sifat hidrofobik, sehingga dengan sifat ini akan
menjadi daya tarik bagi para pengelola ikan asin dalam hal ekonomis.
Chitin
Chitin berasal dari bahasa Yunani yang berarti baju rantai besi. Pertama
kali diteliti oleh Henri Bracannot pada tahun 1811 dalam residu ekstrak jamur
yang dinamakan fungiue. Pada tahun 1823 Odins mengisolasi suatu senyawa
kutikula serangga jenis ekstra yang disebut dengan nama chitin.
Chitin merupakan polimer kedua terbesar di bumi selelah selulosa. Chitin
adalah senyawa amino polisakarida berbentuk polimer gabungan. Chitin merupakan
konstituen organik yang sangat penting pada hewan golongan orthopoda,
annelida, molusca, corlengterfa, dan nematoda. Chitin biasanya berkonjugasi
dengan protein dan tidak hanya terdapat pada kulit dan kerangkanya saja,
tetapi juga terdapat pada trachea, insang, dinding usus, dan pada bagian dalam
kulit pada cumi-cumi.
Adanya Chitin dapat dideteksi dengan reaksi warna Van Wesslink. Pada
cara ini, chitin direaksikan dengan I2-KI yang memberikan warna coklat, kemudian
jika ditambahkan asam sulfat berubah warnanya menjadi violet. Perubahan warna
dari coklat hingga menjadi violet menunjukan reaksi positif adanya chitin.
Chitin termasuk golongan polisakarida yang mempunyai berat molekul tinggi
dan merupakan melekul polimer berantai lurus dengan nama lain b-(1-4)-2-