MONITORING TERUMBU KARANG KABUPATEN MENTAWAI (SAMUKOP, BOSUA DAN SIKAKAP)
TAHUN 2011
Koordinator Tim Penelitian
Anna E.W. Manuputty
Disusun oleh:
Suyarso Hendrik A.W. Cappenberg Johan Picasouw
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
i
RINGKASAN EKSEKUTIF
A. PENDAHULUAN
Didalam program COREMAP Phase II ADB, tugas CRITC-LIPI adalah
melanjutkan program pemantauan kesehatan terumbu karang di daerah COREMAP II ADB. Data baseline ekologi terumbu karang di daerah COREMAP II ADB telah diambil dari stasiun transek permanen yang telah dibuat di masing-masing kabupaten COREMAP II ADB pada tahun 2004.Tugas ini sangat diperlukan dalam program COREMAP II untuk mengetahui perubahan kondisi ekologi terumbu karang setelah dilaksanakannya program COREMAP di daerah termaksud.
Program COREMAPII ADB bertujuan melindungi, merehabilitasi dan memanfaatkan secara lestari terumbu karang dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir di demua lokasi kerja COREMAP II ADB, termasuk lokasi-lokasi yang ada di Samukop, Bosua dan Sikakap, Kabupaten Mentawai Provinsi Sumatera Barat.
Penelitian monitoring kesehatan karang tahun 2011 melibatkan beberapa kelompok penelitian seperti karang, ikan karang dan megabentos, dibantu oleh bidang GIS yang melakukan persiapan dalam penyediaan peta. Metode penarikan sampel serta analisa data yang digunakan, disesuaikan dengan substansi dari masing-masing kelompok penelitian dan sama dengan metode yang digunakan pada kegiatan baseline. Data ekologi yang dipakai sebagai indikator kesehatan terumbu karang meliputi persentase tutupan karang batu hidup (LC), kelompok bentik dan kelompok Abiotik; data megabentos (Jumlah individu/transek) meliputi biota yang berinteraksi langsung dan menjadi indikator kesehatan terumbu karang serta data kelimpahan Ikan karang (jumlah individu ikan indikator, ikan target dan ikan major/transek).
Tujuan pengamatan ini adalah untuk melihat apakah ada terjadi perubahan kondisi terumbu karang serta biota yang hidup di dalamnya, dan apakah terjadi perubahan yang baik ataupun perubahan yang cenderung menurun dalam persentase tutupan karang, kelimpahan megabentos maupun kelimpahan ikan karang. Data-data yang diperoleh diharapkan dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan bagi para “stakeholder” dalam mengelola ekosistem terumbu karang secara lestari. Adanya data dasar dan data hasil pemantauan dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi bagi kebijakan COREMAP selanjutnya.
B. HASIL
Dari data yang diperoleh di lapangan, kemudian dilakukan analisa data. Hasil pengamatan adalah sebagai berikut:
Karang batu dicatat sebanyak 31 jenis yang masuk dalam 11 suku, dengan nilai persentase tutupan karang hidup (LC) berkisar antara 1,23 – 66,60%.
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
ii
Hasil uji “one way ANOVA” menunjukkan nilai persentase tutupan karang hidup (LC) selama lima tahun pengamatan, memiliki nilai rerata±kesalahan baku pada saat t0 (2006) sebesar (14,03 ± 5,10%), t1 (2008) sebesar (17,46 ± 6,07%), t2 (2009) sebesar (21,34 ± 7,21%), t3 (2010) sebesar (23,96 ± 6,28%) dan t4 (2011) sebesar (21,00 ± 6,54%). Kondisi ini mengindikasikan kesehatan karang masuk dalam kategori “jelek”.
Hasil analisa menunjukkan bahwa seluruh kategori yang diuji tidak memiliki nilai H0 < 0,05, kecuali kategori “Rubble” (R). Hal ini menunjukkan bahwa kondisi tutupan karang hidup dan bentuk pertumbuhan lainnya yang diuji cenderung stabil sejak pencatatan data dasar hingga tahun terakhir pemantauan. Kategori “Rubble” yang sebelumnya ditemukan pada t0 - t3, pada tahun terakhir pemantauan sebagian besar sudah berubah menjadi “DCA”, tapi penambahan persentase tutupan “DCA” ini tidak menyebabkan peningkatan yang nyata pada kategori ini antara t3 dan t4.
Jumlah jenis megabentos dicatat sebanyak 8 jenis yang termasuk dalam 3 kelompok dengan jumlah total 780 individu. Kelimpahan biota megabentos didominasi oleh karang jamur (CMR) dan Diadema setosum masing-masing sebanyak 571 dan192 individu.
Hasil uji “one way ANOVA” menunjukkan bahwa dari seluruh kategori biota megabentos yang diuji tidak ada yang memiliki nilai H0 < 0,05. Artinya selama lima tahun pengamatan kondisi megabentos pada ekosistem terumbu karang tidak mengalami perubahan yang nyata.
Dari hasil pengamatan ikan karang dengan metode ”Underwater Visual Census” (UVC) dicatat sebanyak 222 jenis yang termasuk dalam 29 suku, dengan kelimpahan sebanyak 4.786 individu.
Ikan Ctenochaetus striatus dari suku Acanthuridae merupakan jenis ikan karang yang memiliki kelimpahan tertinggi di 9 lokasi pengamatan dengan jumlah 396 individu, kemudian diikuti oleh Chromis iomelas dan Chromis margaritifer (Pomacentridae) masing-masing sebanyak 355 dan 270 individu.
Kelimpahan ikan karang berdasarkan dominasi suku, Pomacentridae memiliki kelimpahan yang tertinggi yaitu sebanyak 1.982 individu, kemudian disusul oleh Acanthuridae 691 individu dan Labridae 454 individu.
Kelimpahan ikan berdasarkan kelompok didominasi oleh kelompok ikan Major yang dicatat sebanyak 3.322 individu, diikuti kelompok ikan target (1.249 individu) dan kelompok indikator (215 individu). Dengan demikian perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator adalah 15 : 6 : 1. Artinya dari 22 individu ikan karang di suatu lokasi, ini terdiri dari 15 ekor ikan major, 6 ekor ikan target dan 1 ekor ikan indikator.
Hasil analisa menunjukkan bahwa interval rata-rata jumlah individu dan jenis ikan karang pada tahun 2011 (t4) saling berselingkupan dengan tahun sebelumnya, 2010 (t3), begitu pula dengan tahun 2009 (t2), 2008
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
iii
(t1) dan 2007 (t0). Hal ini mengindikasikan jumlah individu dan jenis ikan karang tidak berbeda nyata antara tahun pengamatan.
Untuk lebih jelas hasil baseline hingga monitoring pada masing-masing
stasiun transek permanen di perairan terumbu Samukop, Bosua dan Sikakap, Kabupaten Mentawai ditampilkan dalam Tabel 1. Tabel 1. Data hasil pengamatan kondisi ekologi terumbu karang dari tahun
2007 (t0) – 2011 (t4) di perairan Samukop, Bosua dan Sikakap, Kabupaten Mentawai.
Kelompok Indikator t0
(2007) t1
(2008) t2
(2009) t3
(2010) t4
(2011) Karang Live Coral 14,03% 17,46% 21,34% 23,96% 21,00%
Ikan Ikan indikator 14 22 23 17 24
(Jmlh ind.) Ikan target 188 146 206 141 142
/350m2) Ikan major 314 454 573 326 394
Biota Megabentos
A.planci 0,44 0,11 0,00 0,00 0,11
(Jmlh ind.) D. setosum 0,00 28,11 13,67 44,89 21,33
140m2) Drupella sp. 2,22 0,67 0,22 0,00 0,00 Kima besar 0,22 0,00 0,00 1,22 0,22 Kima kecil 0,89 0,33 0,89 0,56 0,11 Teripang besar 1,11 0,78 0,67 0,00 0,67 Teripang kecil 0,11 0,00 0,00 0,22 0,67 Lobster 0,00 0,11 0,00 0,00 0,00 Trochus sp. 0,33 0,11 0,11 0,33 0,11
DCA+ FS 47,81% 39,10% 44,31% 35,41% 63,99%
DC+R 21,77% 30,56% 21,54% 30,24% 3,87%
Abiotik 6,69% 2,59% 4,33% 2,26% 5,47%
C. SARAN
Dari pengalaman dan hasil yang diperoleh selama melakukan penelitian di lapangan, maka dapat diberikan beberapa saran sebagai berikut:
Jumlah stasiun yang terbatas (9 stasiun) yang letaknya tersebar di perairan Samukop, Bosua dan Sikakap, Kabupaten Mentawai, belum dapat mengungkapkan secara keseluruhan kondisi karang, mengingat luasnya wilayah pulau-pulau tersebut. Alangkah baiknya bila staf CRITC daerah dapat membuat pengamatan di lokasi yang berbeda, sehingga dapat memperkaya data.
Secara umum, kualitas perairan di lokasi yang diteliti, dapat dikatakan relatif masih baik untuk kehidupan karang serta biota laut lainnya. Keadaan seperti ini perlu dipertahankan bahkan jika mungkin, lebih ditingkatkan lagi daya dukungnya, untuk kehidupan terumbu karang
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
iv
dan biota lainnya. Pencemaran lingkungan dan kerusakan lingkungan harus dicegah sedini mungkin, sehingga kelestarian sumberdaya yang ada tetap terjaga dan lestari.
Dengan meningkatnya kegiatan di darat sekitar Kepulauan Mentawai, pasti akan membawa pengaruh terhadap ekosistem di perairan ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu, penelitian kembali di daerah ini sangatlah penting dilakukan untuk mengetahui perubahan yang terjadi, sehingga hasilnya dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi para “stakeholder” dalam mengelola ekosistem terumbu karang secara lestari. Selain itu, data hasil pemantauan tersebut juga dapat dipakai sebagai bahan evaluasi keberhasilan COREMAP.
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan karunia berupa wilayah perairan laut Indonesia yang sangat luas dan keanekaragaman hayatinya yang dapat dimanfaatkan, baik untuk kemakmuran rakyat maupun untuk obyek penelitian ilmiah.
Sebagaimana diketahui, COREMAP yang telah direncanakan berlangsung selama 15 tahun yang terbagi dalam 3 Fase, kini telah memasuki Fase kedua. Pada Fase ini beberapa penelitian telah dilakukan, dengan penyandang dana dari ”Asian Development Bank” (ADB). Salah satu di antaranya penelitian ekologi terumbu karang untuk mendapatkan data dasar (baseline) di lokasi-lokasi COREMAP yang kemudian dilanjutkan dengan pemantauan (monitoring). Kegiatan “monitoring” ini bertujuan untuk mengetahui kondisi karang di lokasi tersebut apakah ada perubahan ke arah lebih baik atau sebaliknya. Hasil “monitoring” dapat dijadikan sebagai salah satu bahan evaluasi keberhasilan program COREMAP.
Pada kesempatan ini pula kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam kegiatan penelitian lapangan dan analisa datanya, sehingga buku tentang monitoring kesehatan karang ini dapat tersusun. Kami juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan buku ini. Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Jakarta, November 2011
Direktur CRITC-COREMAP II-LIPI
Dr. Giyanto, S.Si., MSc.
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
vi
DAFTAR ISI RINGKASAN EKSEKUTIF ……………………..........…………………. i
A. PENDAHULUAN ……………………….…………………... i
B. HASIL …………………………………….……………......... i
C. SARAN ………………………………............................... iii
KATA PENGANTAR .......................................................................... v
DAFTAR ISI ………………………………………………………………. vi
DAFTAR TABEL …………………………………………………............ viii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………..…………..... ix
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………...……….. xii
BAB I. PENDAHULUAN …………………………………….……... 1
I.1. LATAR BELAKANG …………………………….... 1
I.2. TUJUAN PENELITIAN …………………………… 1
I.3. RUANG LINGKUP PENELITIAN ……………….. 2
BAB II. METODE PENELITIAN ……………………………….…… 3
II.1. LOKASI PENELITIAN ……………………………. 3
II.2. WAKTU PENELITIAN ……………………………. 5
II.3. PELAKSANAAN PENELITIAN ………………….. 5
II.4. METODE PENARIKAN SAMPEL DAN ANALISA DATA ..................................................
5
II.4.1. SIG (Sistem Informasi Geografis) ...... 5
II.4.2. Karang ................................................ 5
II.4.3. Megabentos ........................................ 6
II.4.4. Ikan Karang ........................................ 6
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................ 8
III.1 LINGKUNGAN FISIK PESISIR DAN PERAIRAN .........................................................
8
III.2. KARANG ............................................................. 10
III.2.1. Hasil pengamatan karang .................. 14
III.2.2. Hasil analisa karang ........................... 21
III.3. MEGABENTOS .................................................. 23
III.3.1. Hasil pengamatan megabentos .......... 23
III.3.2. Hasil analisa megabentos................... 25
III.4. IKAN KARANG ................................................... 27
III.4.1. Hasil pengamatan ikan karang ........... 27
III.4.2. Hasil analisa ikan karang ...................
31
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
vii
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................... 34
IV.1. KESIMPULAN .................................................... 34
IV.2. SARAN ............................................................... 34
UCAPAN TERIMA KASIH .................................................................. 35
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 36
LAMPIRAN ........................................................................................ 37
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Data hasil pengamatan kondisi ekologi terumbu karang dari tahun 2007 (t0) – 2011 (t4) di perairan Samukop, Bosua dan Sikakap, Kabupaten Mentawai........................
iii
Tabel 2. Nilai p berdasarkan hasil uji “one-way ANOVA” terhadap persentase tutupan biota dan substrat dari perairan Samukop, Bosua dan Sikakap, Kabupaten Mentawai, 2011...................................................................................
22
Tabel 3. Rerata jumlah individu / transek biota megabentos hasil “monitoring” di perairan Samukop, Bosua dan Sikakap, Kabupaten Mentawai, 2011……………….........................
26
Tabel 4. Nilai p berdasarkan hasil uji “one-way ANOVA” terhadap jumlah individu / transek biota megabentos dari perairan Samukop, Bosua dan Sikakap, Kabupaten Mentawai,.2011 ................................................................
27
Tabel 5. Kelimpahan individu ikan karang berdasarkan dominasi jenis hasil “monitoring” dengan metode “UVC” di perairan Samukop, Bosua dan Sikakap, Kabupaten Mentawai, 2011 ..................................................................................
28
Tabel 6. Kelimpahan individu ikan karang berdasarkan dominasi suku hasil “monitoring” dengan metode “UVC” di perairani Samukop, Bosua dan Sikakap, Kabupaten Mentawai, 2011 ................................................................
29
Tabel 7. Uji “one way ANOVA untuk jumlah individu dan jumlah jenis ikan karang hasil “monitoring” dengan metode “UVC” di perairan Samukop, Bosua dan Sikakap, Kabupaten Mentawai, 2011 ……………............................
33
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Peta lokasi “monitoring” kesehatan terumbu karang di perairan Samukop Saliguma, Pulau Siberut bagian timur, Kabupaten Mentawai, 2011.……………………
3
Gambar 2. Peta lokasi “monitoring” kesehatan terumbu karang di perairan Bosua, Pulau Sipora bagian selatan, Kabupaten Mentawai, 2011.........................................
4
Gambar 3. Peta lokasi “monitoring” kesehatan terumbu karang di perairan Sikakap, Pulau Pagai bagian timur, Kabupaten Mentawai 2011..........................................
4
Gambar 4. Peta topografi Pulau Siberut Selatan dan Pulau Sipora, Kabupaten Mentawai, 2011.............................
8
Gambar 5. Peta topografi Pulau Pagai Utara dan Pulau Pagai Selatan, Kabupaten Mentawai, 2011...........................
9
Gambar 6. Histogram persentase tutupan, kategori biota dan substrat hasil “monitoring” dengan metode “LIT” di perairan Samukop, Bosua, Sikakap, Kabupaten Mentawai, 2007...........................................................
11
Gambar 7. Histogram persentase tutupan, kategori biota dan substrat hasil “monitoring” dengan metode “LIT” di perairan Samukop, Bosua dan Sikakap, Kabupaten Mentawai, 2008...........................................................
11
Gambar 8. Histogram persentase tutupan, kategori biota dan substrat hasil “monitoring” dengan metode “LIT” di perairan Samukop, Bosua dan Sikakap, Kabupaten Mentawai, 2009...........................................................
12
Gambar 9. Histogram persentase tutupan, kategori biota dan substrat hasil “monitoring” dengan metode “LIT” di perairan Samukop, Bosua dan Sikakap, Kabupaten Mentawai, 2010...........................................................
12
Gambar 10. Histogram persentase tutupan, kategori biota dan substrat hasil “monitoring” dengan metode “LIT” di perairan Samukop, Bosua dan Sikakap, Kabupaten Mentawai, 2011...........................................................
13
Gambar 11. Histogram persentase tutupan karang hidup hasil studi “baseline” (2007) dan “monitoring” (2008, 2009 dan 2010) dengan metode “LIT” di perairan Samukop, Bosua dan Sikakap, Kabupaten Mentawai.
13
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
x
Gambar 12. Peta persentase tutupan kategori biota dan substrat hasil monitoring dengan metode “LIT” di perairan Samukop, Pulau Siberut bagian timur, Kabupaten Mentawai, 2011...........................................................
15
Gambar 13. Peta persentase tutupan karang hidup hasil monitoring dengan metode “LIT” di perairan Samukop, Pulau Siberut bagian timur, Kabupaten Mentawai, 2011...........................................................
16
Gambar 14. Peta persentase tutupan kategori biota dan substrat hasil “monitoring” dengan metode “LIT” di perairan Bosua, Pulau Sipora bagian selatan, Kabupaten Mentawai, 2011...........................................................
18
Gambar 15. Peta persentase tutupan karang hidup hasil “monitoring” dengan metode “LIT” di perairan Bosua, Pulau Sipora bagian selatan, Kabupaten Mentawai, 2011.............................................................................
18
Gambar 16. Peta persentase tutupan kategori biota dan substrat hasil “monitoring” dengan metode “LIT” di perairan Sikakap, Pulau Pagai bagian timur, Kabupaten Mentawai, 2011...........................................................
20
Gambar 17. Peta persentase tutupan karang hidup hasil “monitoring” dengan metode “LIT” di perairan Sikakap, Pulau Pagai bagian timur, Kabupaten Mentawai, 2011...........................................................
20
Gambar 18. Plot interval rerata kategori biota dan substrat berdasarkan waktu pemantauan (t0 – t4) dengan menggunakan interval kepercayaan 95 % , dari perairan Samukop, Bosua dan Sikakap, Kabupaten Mentawai, 2011...........................................................
21
Gambar 19. Plot interval nilai rerata karang hidup pada pengamatan t0, t1, t2 dan t3 (tahun 2007, 2008, 2009 dan 2010) di perairan Samukop, Bosua dan Sikakap, Kabupaten Mentawai, 2011……………………………
23
Gambar 20. Peta kelimpahan biota megabentos hasil “monitoring” dengan metode “Reef Check Benthos” di perairan Samukop, Pulau Siberut Timur, Kabupaten Mentawai, 2011...........................................................
24
Gambar 21. Peta kelimpahan biota megabentos hasil “monitoring” dengan metode “Reef Check Benthos” di perairan Bosua Pulau Sipora selatan, Kabupaten Mentawai, 2011.............................................................................
24
Gambar 22. Peta kelimpahan biota megabentos hasil “monitoring”
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
xi
dengan metode “Reef Check Benthos” di perairan Sikakap Pulau Pagai Timur, Kabupaten Mentawai, 2011.............................................................................
25
Gambar 23. Peta komposisi persentase ikan major, ikan target dan ikan indikator hasil “monitoring” dengan metode “UVC” di perairan Samukop, P. Siberut Timur, Kabupaten Mentawai, 2011.........................................
30
Gambar 24. Peta komposisi persentase ikan major, ikan target dan ikan indikator hasil “monitoring” dengan metode “UVC” di perairan Bosua, P. Sipora Selatan, Kabupaten Mentawai, 2011.........................................
30
Gambar 25. Peta komposisi persentase ikan major, ikan target dan ikan indikator hasil “monitoring” dengan metode “UVC” di perairan Sikakap, P. Pagai Timur, Kabupaten Mentawai, 2011.........................................
31
Gambar 26. Plot interval rata-rata jumlah individu ikan karang hasil monitoring dengan metode ”UVC” di perairan Samukop, Bosua dan Sikakap, Kabupaten Mentawai.
32
Gambar 27. Plot interval rata-rata jumlah jenis ikan karang hasil monitoring dengan metode ”UVC” di perairan Samukop, Bosua dan Sikakap, Kabupaten Mentawai.
32
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Posisi stasiun transek permanen di perairan Samukop, Bosua dan Sikakap, Kabupaten Mentawai, 2011 ……………………………………
37
Lampiran 2. Sebaran jenis karang batu di lokasi transek permanen di perairan Samukop, Bosua dan Sikakap, Kabupaten Mentawai, 2011 …………
38
Lampiran 3. Kelimpahan biota megabentos di lokasi transek permanen di perairan Pulau Samukop, Bosua dan Sikakap, Kabupaten Mentawai, 2011 ……
40
Lampiran 4. Sebaran jenis ikan karang di lokasi transek permanen di perairan Pulau Samukop, Bosua dan Sikakap, Kabupaten Mentawai, 2011 ………
41
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
1
BAB I. PENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANG
COREMAP yang direncanakan berlangsung selama 15 tahun, yang terbagi dalam 3 Fase, kini telah memasuki akhir dari Fase II. Sebelumnya dalam Fase ini terdapat penambahan beberapa lokasi baru yang pendanaannya dibiayai oleh ADB (Asian Development Bank). Lokasi baru itu adalah di wilayah Samukop dan Saliguma (Pulau Siberut), Bosua (Pulau Sipora), dan Sikakap (Pulau Pagai), di Kepulauan Mentawai, yang secara administratif masuk ke dalam Kabupaten Mentawai, Provinsi Sumatera Barat.
Wilayah Kabupaten Mentawai merupakan gugusan pulau yang terdiri dari empat pulau besar yaitu Pulau Siberut, Pulau Sipora, Pulau Pagai Utara dan Pulau Pagai Selatan, serta beberapa pulau kecil di sekitarnya, yang terletak sekitar 120 mil di sebelah barat pantai Padang, Sumatera Barat. Gugusan pulau-pulau tersebut dikenal sebagai Kepulauan Mentawai yang dahulu secara administratif masuk kedalam wilayah Kabupaten Padang Pariaman. Tetapi seiring dengan perkembangan otonomi daerah, kini kepulauan tersebut berkembang menjadi kabupaten sendiri yaitu Kabupaten Mentawai dengan ibukota Tua Pejat yang berada di P. Sipora.
Kepulauan Mentawai secara geografis berada di Samudera Hindia sehingga perairan di kepulauan ini mempunyai pola arus dan karakteristik massa air yang sangat dipengaruhi oleh sistem yang berkembang di Samudera Hindia. Rataan pantai umumnya sempit dan memiliki tipe yang curam dan dalam baik di sisi Samudera Hindia maupun pada sisi yang menghadap daratan Sumatera.
Perubahan kondisi perairan yang diakibatkan oleh perubahan fungsi hutan untuk peruntukan lahan di daratan Kabupaten Mentawai, terutama pada penebangan hutan yang intensif dapat mengubah kondisi lingkungan. Perubahan sekecil apapun yang terjadi di daratan dapat membawa pengaruh yang signifikan pada kualitas perairannya. Pengaruhnya di samping terjadi di daerah tersebut juga dapat terdistribusi ke daerah lain yang terbawa oleh gerakan massa air melalui sistem arus yang berkembang di daerah ini.
Dengan adanya program COREMAP di sini, telah dilakukan beberapa kegiatan terutama yang berhubungan dengan pengelolaan terumbu karang. Kegiatan baseline ekologi terumbu karang di Kepulauan Mentawai khususnya di perairan Samukop, Bosua dan Sikakap, telah dilakukan pada tahun 2007. Data-data yang diperoleh diharapkan dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan bagi para “stakeholder” dalam mengelola ekosistem terumbu karang secara lestari dan dapat dijadikan bahan evaluasi yang penting bagi keberhasilan COREMAP.
I.2. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian monitoring kesehatan terumbu karang ini, ialah untuk mendapatkan data ekologi terumbu karang terkini dan melihat perubahan kondisi terumbu karang serta biota yang berasosiasi dengannya,
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
2
apakah ada perubahan yang positif atau perubahan yang cenderung menurun dalam hal persentase tutupan karang maupun kelimpahan ikan karang. Pada akhirnya data hasil pemantauan tersebut dapat dijadikan bahan evaluasi yang berguna bagi keberhasilan COREMAP di masa mendatang.
I.3. RUANG LINGKUP PENELITIAN
Ruang lingkup studi ekologi terumbu karang ini meliputi empat tahapan yaitu:
Tahap persiapan, meliputi kegiatan administrasi, koordinasi dengan tim penelitian baik yang berada di Jakarta maupun di daerah setempat, pengadaan dan mobilitas peralatan penelitian serta peran-cangan penelitian untuk memperlancar pelaksanaan survei di lapangan. Selain itu, dalam tahapan ini juga dilakukan persiapan penyediaan peta dasar untuk lokasi penelitian yang akan dilakukan.
Tahap pengumpulan data, dilakukan langsung di lapangan yang meliputi data tentang biota karang, megabentos dan ikan karang.
Tahap analisa data, meliputi verifikasi data lapangan dan pengolahan data, sehingga data lapangan dapat disajikan dengan lebih informatif.
Tahap pelaporan, meliputi pembuatan laporan sementara dan laporan akhir.
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
3
BAB II. METODE PENELITIAN Delapan kabupaten sudah dip i l ih sebagai lokasi COREMAP di perairan Indonesia bagian barat yang disponsori o leh ADB. Karena kegiatan berakhir tahun 2011 in i dan dengan pert imbangan anggaran, maka untuk kegiatan “monitor ing” tahun 2011 in i , perairan Kabupaten Mentawai d ip i l ih sebagai lokasi “monitor ing” mewaki l i perairan bagian barat Pulau Sumatera. II.1. LOKASI PENELITIAN
Pengamatan kondisi terumbu karang di Kabupaten Mentawai, dipusatkan di Samukop dan Saliguma di Pulau Siberut bagian timur (Gambar 1), perairan Bosua, P. Sipora bagian selatan (Gambar 2); perairan Sikakap, P. Pagai bagian timur Gambar 3.
Gambar 1. Peta lokasi “monitoring” kesehatan terumbu karang di perairan
Samukop Saliguma, Pulau Siberut bagian timur, Kabupaten Mentawai, 2011.
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
4
Gambar 2. Peta lokasi “monitoring” kesehatan terumbu karang di perairan
Bosua, Pulau Sipora bagian selatan, Kabupaten Mentawai, 2011.
Gambar 3. Peta lokasi “monitoring” kesehatan terumbu karang di perairan
Sikakap, Pulau Pagai bagian timur, Kabupaten Mentawai 2011.
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
5
II.2. WAKTU PENELITIAN
Setelah melakukan koordinasi ke daerah dan persiapan-persiapan menyangkut kegiatan monitoring dan kelengkapan administrasi akhirnya kegiatan lapangan dilaksanakan pada bulan Mei 2011.
II.3. PELAKSANA PENELITIAN
Kegiatan monitoring melibatkan staf CRITC (Coral Reef Information and Training Centre) Jakarta dibantu oleh para peneliti dan teknisi Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI Jakarta, serta beberapa staf dari daerah setempat yang berasal dari CRITC daerah.
II.4. METODE PENARIKAN SAMPEL DAN ANALISA DATA
Penelitian monitoring kesehatan terumbu karang ini melibatkan beberapa kelompok penelitian. Metode penarikan sampel dan analisa data yang digunakan oleh masing-masing kelompok penelitian adalah sebagai berikut :
II.4.1. Sistem Informasi Geografis (SIG)
Sebelum kegiatan di lapangan, bagian SIG perlu menyiapkan peta lokasi penelitian yang sudah diplot dengan titik-titik lokasi dengan posisi yang sama seperti pada waktu studi baseline atau juga monitoring sebelumnya. Hasil pengamatan juga akan diplot dalam bentuk peta tematik sehingga lebih informatif.
II.4.2. Karang
Pada titik stasiun yang dipasang transek permanen di kedalaman antara 3-7 m, data dicatat dengan menggunakan metode ”Line Intercept Transect” (LIT) mengikuti English et al., (1997) dengan beberapa modifikasi. Teknik pelaksanaan sama dengan pada waktu kegiatan baseline. Panjang garis transek 10 m dan diulang sebanyak 3 kali. Untuk memudahkan pekerjaan di bawah air, seorang penyelam meletakkan pita berukuran sepanjang 70 m sejajar garis pantai di mana posisi pantai ada di sebelah kiri penyelam. Kemudian “LIT” ditentukan pada garis transek 0-10 m, 30-40 m dan 60-70 m. Semua biota dan substrat yang berada tepat di garis tersebut dicatat dengan ketelitian hingga centimeter.
Dari data hasil “LIT” tersebut, kemudian dihitung nilai persentase tutupan untuk masing-masing kategori biota dan substrat yang berada di bawah garis transek. Selain itu, untuk melihat perubahan yang terjadi di dalam ekosistem terumbu karang pada waktu monitoring, dilakukan analisa “one-way ANOVA” dengan uji lanjut Tukey (Walpole, 1982).
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
6
II.4.3. Megabentos
Untuk mengetahui kelimpahan beberapa megabentos terutama yang memiliki nilai ekonomis penting dan bisa dijadikan indikator dari kesehatan terumbu karang, dilakukan pengamatan kelimpahan megabentos dengan metode ”Reef Check Benthos” (RCB) di sepanjang transek permanen di mana posisi stasiunnya sama dengan stasiun untuk pengamatan karang dengan metode “Line Intercept Transect” (LIT). Dengan dilakukannya pengamatan megabentos ini pada setiap stasiun transek permanen, diharapkan di waktu-waktu mendatang dapat dilakukan pemantauan kembali pada posisi stasiun yang sama, sehingga dapat dibandingkan kondisinya.
Secara teknis di lapangan, pada stasiun transek permanen yang telah ditentukan tersebut diletakkan pita berukuran (roll meter) sepanjang 70 m sejajar garis pantai pada kedalaman antara 3-5 m. Semua biota megabentos yang berada 1 m sebelah kiri dan kanan pita berukuran sepanjang 70 m tadi dicatat jumlahnya, sehingga luas bidang yang teramati untuk setiap stasiunnya sebesar (2 m x 70 m) = 140 m2. Adapun biota megabentos yang dicatat jenis dan jumlah individunya sepanjang garis transek terdiri dari :
Acanthaster planci (bintang bulu seribu)
“Mushroom coral” (karang jamur, Fungia spp.)
Diadema setosum (bulu babi hitam)
Drupella sp. (sejenis Gastropoda / keong yang hidup di atas atau di sela-sela karang terutama karang bercabang)
“Large Holothurian” (teripang ukuran besar)
“Small Holothurian” (teripang ukuran kecil)
“Large Giant Clam” (kima ukuran besar)
“Small Giant Clam” (kima ukuran kecil)
Lobster (udang karang)
“Pencil sea urchin” (bulu babi seperti pensil)
”Banded coral shrimp” (udang karang kecil yang hidup di sela-sela cabang karang Acropora spp, Pocillopora spp. atau Seriatopora spp.)
Trochus sp. (lola)
Untuk melihat perubahan yang terjadi pada megabentos dilakukan analisa “one-way ANOVA” dengan uji lanjut “Tukey” (Walpole, 1982)
II.4.4. Ikan Karang
Pengamatan ikan karang pada setiap stasiun transek permanen dilakukan dengan metode ”Underwater Fish Visual Census” (UVC). Ikan-ikan yang berada jarak 2,5 m sebelah kiri dan kanan sepanjang 70 m garis transek dicatat jenis dan jumlahnya, sehingga total luas bidang yang teramati per transek yaitu 350 m2 (5 m x 70 m).
Identifikasi jenis ikan karang mengacu kepada Matsuda, et al. (1984), Kuiter (1992), Lieske & Myers (1994). Khusus untuk ikan kerapu (grouper) digunakan acuan dari Randall & Heemstra (1991), Heemstra & Randall
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
7
(1993). Jenis ikan yang didata dikelompokkan ke dalam 3 kelompok utama (English, et al., 1997), yaitu : kelompok ikan target, kelompok ikan indikator dan kelompok ikan major. Selain itu juga dihitung kelimpahan jenis ikan karang dalam satuan unit individu/ha. Tiga kelompok utama ikan karang menurut English et al., 1997 yaitu :
a. Ikan-ikan target, yaitu ikan ekonomis penting dan biasa ditangkap untuk konsumsi. Biasanya mereka menjadikan terumbu karang sebagai tempat pemijahan dan sarang/daerah asuhan. Ikan-ikan target ini diwakili oleh famili Serranidae (ikan kerapu), Lutjanidae (ikan kakap), Lethrinidae (ikan lencam), Nemipteridae (ikan kurisi), Caesionidae (ikan ekor kuning), Siganidae (ikan baronang), Haemulidae (ikan bibir tebal), Scaridae (ikan kakatua) dan Acanthuridae (ikan pakol);
b. Ikan-ikan indikator, yaitu jenis ikan karang yang khas mendiami daerah terumbu karang dan menjadi indikator kesuburan ekosistem daerah tersebut. Ikan-ikan indikator diwakili oleh famili Chaetodontidae (ikan kepe-kepe);
c. Ikan-ikan major, merupakan jenis ikan berukuran kecil, umumnya 5–25 cm, dengan karakteristik pewarnaan yang beragam, sehingga dikenal sebagai ikan hias. Kelompok ini umumnya ditemukan melimpah, baik dalam jumlah individu maupun jenisnya, serta cenderung bersifat teritorial. Ikan-ikan ini sepanjang hidupnya berada di terumbu karang, diwakili oleh famili Pomacentridae (ikan betok laut), Apogonidae (ikan serinding), Labridae (ikan sapu-sapu), dan Blenniidae (ikan peniru).
Selain itu untuk melihat perubahan kondisi ikan karang dilakukan analisa “one-way ANOVA” dengan uji lanjut Tukey (Walpole, 1982).
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
8
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam hasil dan pembahasan diuraikan per masing-masing substansi dan untuk memperjelas pembahasan yang ada, hasil penelitian ditampilkan baik dalam bentuk tabel, garafik-grafik hasil analisis maupun peta-peta tematik. Untuk peta peta tematik ditampilkan per lokasi karena secara geografis ketiga lokasi ini cukup berjauhan sehingga kurang informatif jika peta-petanya digabung menjadi satu. Sebaliknya untuk grafik dan tabel dapat digabungkan.
III.1. Lingkungan Fisik Pesisir dan Perairan
Pulau Siberut, Pulau Sipora dan Pulau Pagai terletak di sebelah tenggara Pulau-Pulau Batu, dan masih berada di jalur tumbukan antara lempeng Indo - Australia dan lempeng Eurasia (Gambar 4). Kedua pulau tersebut berbentuk memanjang arah barat laut - tenggara, sejajar dengan arah jalur tumbukan antar lempeng. Bentuk seperti ini menunjukkan bahwa pulau-pulau yang berada pada jalur ini dibentuk oleh aktifitas tektonik yang di akibatkan oleh tumbukan antar lempeng tersebut. Pulau Siberut memiliki relief datar hingga berombak dengan ketinggian pada puncak bukitnya dapat mencapai ± 300 m di atas permukaan laut dan kemiringan lereng berkisar antara 25o hingga 45o. Wilayah datar cukup luas terdapat di sebelah tenggara dan selatan pulau yaitu di daerah Muara Siberut, Semangkat, Taileleo, dan Muara dengan kemiringan lereng < 5o dan ketinggian < 10 m di atas permukaan laut, sehingga membentuk permukaan yang landai.
Gambar 4. Peta topografi Pulau Siberut Selatan dan Pulau Sipora, Kabupaten Mentawai, 2011.
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
9
Kondisi yang tidak jauh berbeda, terdapat juga di Pulau Sipora, hanya saja pulau ini memiliki ukuran yang lebih kecil daripada Pulau Siberut. Lokasi tertinggi mencapai ketinggian > 250 meter di atas permukaan laut dengan kemiringan lereng pada puncak bukit berkisar antara 25o hingga 45o. Wilayah datar cukup luas terdapat di daerah Patdarai. Jika dilihat pada Gambar 4, wilayah tersebut terdapat di pesisir timur Pulau Sipora.
Kedalaman perairan baik ke arah barat maupun timur berangsur-angsur semakin dalam hingga mencapai 1000 m di bawah permukaan laut. Hanya saja lereng dasar perairan lebih curam kearah barat daripada ke arah timur. Hal ini disebabkan karena pada bagian barat merupakan zona penunjaman lempeng, sehingga memungkinkan terbentuknya dasar perairan yang lebih curam dan lebih dalam.
Gambar 5. Peta topografi Pulau Pagai Utara dan Pulau Pagai Selatan, Kabupaten Mentawai, 2011
Pulau Pagai Utara dan Pagai Selatan masih merupakan bagian dari Kabupaten Mentawai, dan terletak di sebelah Tenggara Pulau Sipora, sehingga masih berada di jalur tumbukan antara lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia (Gambar 5). Bentuk pulau memanjang Barat Laut – Tenggara sejajar dengan jalur tumbukan lempeng. Relief pulau datar hingga berbukit dengan ketinggian dapat mencapai 250 m di atas permukaan laut. Kemiringan lereng pada puncak bukit mencapai 45o dan berkurang pada wilayah lereng bukit dengan kisaran 15o hingga 25o. Wilayah datar di sepanjang pantai memiliki lereng landai dengan kemiringan lereng < 5o.
Kondisi dasar perairan berangsur-angsur semakin dalam kearah Timur dan Barat pulau. Kedalaman perairan mencapai 500 - 1000 m di bawah permukaan laut berada ± 80 km di sebelah Barat kedua pulau
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
10
tersebut. Gradasi perubahan kedalaman kearah Barat lebih rapat daripada ke arah timur. Hal ini menunjukkan bahwa lereng dasar perairan sebelah Barat lebih curam dibandingkan lereng dasar perairan di sebelah timur. Lereng yang curam pada perairan sebelah barat disebabkan karena pada wilayah tersebut merupakan zona tumbukan antara lempeng samudra (Indo-Australia) dan lempeng benua (Eurasia).
III.2. KARANG
Dari hasil pengamatan ditemukan 31 jenis karang batu yang masuk dalam 11 suku (Lampiran 2). Keanekaragaman jenis karang batu di semua stasiun umumnya rendah.
Pertumbuhan karang umumnya berupa ”patches” yaitu bongkahan-bongkahan kecil. Dari 9 stasiun diperoleh persentase tutupan karang hidup berkisar antara 1,23 – 66,60% dengan nilai rata-rata 21%. Nilai persentase ini masih lebih rendah dibandingak hasil pengamatan 2010 (4,00 – 69,17%) dengan rata-rata 23,96%. Nilai persentase tutupan karang hidup yang dicatat dalam pengamatan ini (2011) menunjukkan bahwa kesehatan karang secara umum masuk dalam kategori “jelek”. .
Dari sembilan stasiun yang diamati, hanya stasiun MTWL84 yang memiliki nilai persentase tutupan karang yang masuk dalam kategori “baik”, yaitu 66,60%, namun nilai ini masih lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil pengamatan 2010 (69,17%) pada stasiun yang sama. Sedangkan 8 stasiun lainnya memiliki nilai peresentase tutupan < 40%.
Histogram persentase tutupan kategori biota dan substrat dari sembilan lokasi, hasil pengamatan pada tahun yang berbeda (2007, 2008, 2009 dan 2010) disajikan pada Gambar 6, 7, 8, 9 dan 10, sementara histogram perbandingan tutupan karang hidup antar waktu pengamatan disajikan dalam Gambar 11.
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
11
Gambar 6. Histogram persentase tutupan, kategori biota dan substrat hasil
“monitoring” dengan metode “LIT” di perairan Samukop, Bosua, Sikakap, Kabupaten Mentawai, 2007.
Gambar 7. Histogram persentase tutupan, kategori biota dan substrat hasil
“monitoring” dengan metode “LIT” di perairan Samukop, Bosua dan Sikakap, Kabupaten Mentawai, 2008.
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
12
Gambar 8. Histogram persentase tutupan, kategori biota dan substrat hasil “monitoring” dengan metode “LIT” di perairan Samukop, Bosua dan Sikakap, Kabupaten Mentawai, 2009.
Gambar 9. Histogram persentase tutupan, kategori biota dan substrat hasil
“monitoring” dengan metode “LIT” di perairan Samukop, Bosua dan Sikakap, Kabupaten Mentawai, 2010.
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
13
Gambar 10. Histogram persentase tutupan, kategori biota dan substrat hasil “monitoring” dengan metode “LIT” di perairan Samukop, Bosua dan Sikakap, Kabupaten Mentawai, 2011.
Gambar 11. Histogram persentase tutupan karang hidup hasil studi “baseline” (2007) dan “monitoring” (2008, 2009 dan 2010) dengan metode “LIT” di perairan Samukop, Bosua dan Sikakap, Kabupaten Mentawai.
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
14
III.2.1. Hasil Pengamatan Karang
Persentase tutupan karang, biota bentik lainnya dan kondisi abiotik hasil monitoring tahun 2011 (t4) di lokasi transek dijelaskan per stasiun pengamatan, sedangkan peta-peta tematiknya digabung untuk masing-masing pulau. Stasiun MTWL52 (Tenggara P. Tabanan)
Lokasi pengamatan merupakan rataan karang mati yang landai dan berada kurang lebih 1 km dari pantai. Tipe terumbu termasuk karang tepi yang mengalami pertumbuhan ke arah luar. Dasar perairan umumnya keras, terdiri dari patahan karang mati yang ditumbuhi acidian, pasir dan bongkahan karang mati. Lereng terumbu sangat landai kemudian langsung terjal sampai kedalaman 20 m.
Persentase tutupan karang hidup mengalami penurunan jika dibandingkan dengan pengamatan pada tahun sebelumnya yaitu dari 4,00% menjadi 1,23%. Penurunan terjadi pada pada kategori karang Non-Acropora, demikian juga dengan kategori karang Acropora di mana pada tahun sebelumnya tercatat 2,33% namun sekarang tidak dijumpai samasekali. Jenis Acropora spp. merupakan kelompok karang yang rentan terhadap perubahan lingkungan. Jenis ini dapat tumbuh dengan cepat, namun dapat mati dengan cepat pula. Kategori bentik “Dead Coral with Algae” (DCA) mencapai 98,77%. Hal ini menunjukkan bahwa patahan karang (rubble) sudah ditumbuhi alga filament, sehingga kategori ” Rubble” berbah menjadi “DCA”. Kondisi karang dilokasi ini dikategorikan “jelek”.
Stasiun MTWL53 (Tenggara P. Tabanan)
Lokasi pengamatan merupakan gosong karang yang berada ± 1 km dari pantai. Tipe terumbu termasuk karang tepi yang mengalami pertumbuhan ke arah luar dan terpisah menjadi gosong karang. Dasar perairan umumnya keras, terdiri dari patahan karang mati, pasir dan bongkahan karang mati. Lereng terumbu sangat landai kemudian langsung terjal sampai kedalaman 15 m.
Persentase tutupan karang hidup tercatat 13,57% yang terdiri dari tutupan karang Acropora 1,47% dan Non-Acropora 12,10%. Hal ini menunjukkan adanya penurunan dibandingkan dengan pengamatan pada tahun sebelumnya, namun untuk karang jenis Acropora spp. tidak mengalami penurunan bahkan cenderung meningkat. Persentase tutupan “DCA” cukup tinggi yaitu 86,43%. Kategori “DCA” tersebut mengalami peningkatan karena tutupan “rubble “ seiring dengan berjalannya waktu akan menjadi “DCA”. Kondisi karang di lokasi ini juga masuk dalam kategori” jelek”.
Stasiun MTWL61 (Gosong Pesisir Timur Desa Saliguma)
Lokasi pengamatan berada di pesisir timur Pulau Siberut, dengan pertumbuhan karang terpisah-pisah menjadi kelompok-kelompok kecil (patch reef) di tempat yang dangkal dengan kedalaman 4 meter. Dasar perairan didominasi oleh substrat keras dan sebagian ditutupi oleh patahan
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
15
karang mati yang ditumbuhi alga, pasir dan bongkahan-bongkahan karang mati. Lereng terumbu relatif landai dan kadang-kadang tidak jelas sampai kedalaman 15 meter.
Persentase tutupan karang hidup tercatat 11,53% yang terdiri dari tutupan karang Acropora 3,07% dan karang Non-Acropora 8,47%. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya menunjukkan adanya peningkatan persentase, khususnya dari kategori karang Acropora. Persentase tutupan kategori “DCA” tercatat sebesar 82,90%, sedangkan “Rubble” menurun menjadi 3,83%. Kondisi karang masuk dalam kategori “jelek”. Stasiun MTWL64 (Depan Teluk Saribua)
Lokasi ini memiliki pantai dengan vegetasi yang didominasi oleh bakau. Kondisi perairan pada saat pengamatan cukup tenang tetapi kecerahan agak rendah. Transek dilakukan pada kedalaman 6 m, yang berada pada jarak ± 100 m dari garis pantai. Substrat dasar didominasi oleh patahan karang dan “turf algae” (TA). Jenis karang batu yang dominan yaitu Porites nigrecens, Porites lobata, Fungia spp. dan Favia sp. Lokasi ini merupakan daerah perlindungan laut (DPL) yang masih berada pada pesisir timur Pulau Siberut.
Gambar 12. Peta persentase tutupan kategori biota dan substrat hasil
monitoring dengan metode “LIT” di perairan Samukop, Pulau Siberut bagian timur, Kabupaten Mentawai, 2011.
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
16
Gambar 13. Peta persentase tutupan karang hidup hasil monitoring dengan
metode “LIT” di perairan Samukop, Pulau Siberut bagian timur, Kabupaten Mentawai, 2011.
Persentase tutupan karang hidup dicatat 20,63% atau mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Penurunan terjadi untuk kategori karang Acropora yaitu dari 1,30% menjadi 0,70%, sedangkan karang Non-Acropora 22,70% menjadi 19,93%. Persentase tutupan “DCA” tercatat sebesar 40,97% sedangkan Spong (SP) mengalami peningkatan dari 3,90% menjadi 12,40. Kondisi karang masuk dalam kategori “jelek”. Hasil pengamatan untuk keempat lokasi ini disajikan dalam bentuk peta tematik pada Gambar 12 dan Gambar 13.
Stasiun MTWL76 (Pesisir Tenggara Desa Bosua, Pulau Sipora)
Lokasi ini berada pada bagian timur pesisir Bosua, di selatan Pulau Sipora. Daerah pesisir merupakan pantai berpasir dengan vegetasi utama tanaman kelapa. Perairan terbuka dengan arus dan gelombang cukup kuat, namun jernih dengan jarak pandang mencapai 10 m. Tipe terumbu adalah karang tepi dengan rataan terumbu cukup luas dengan jarak lebih kurang 500 m dari pantai. Dasar perairan terdiri dari substrat keras, patahan karang mati dan sedikit bongkahan karang mati. Tubir jelas dengan lereng terumbu agak curam sekitar 60o. kondisi di lapangan menunjukkan bahwa lokasi ini adalah bekas pengeboman.
Persentase tutupan karang hidup tercatat 19,70%. Dibandingkan dengan pengamatan pada tahun sebelumnya mengalami penurunan pada kategori karang Non-Acropora yaitu dari 21,20% menjadi 15,50%, sedangkan untuk kategori karang Acropora mengalami peningkatan dari
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
17
2,40% menjadi 4,20%. Persentase tutupan kategori “DCA” mengalami peningkatan yang diikuti oleh penurunan pada kategori rubble. Hal ini juga menunjukkan bahwa tutupan “Rubble” mengalami perlekatan oleh crustose alga sehingga menjadi kategori “DCA”. Kondisi karang dilokasi ini masuk dalam kategori “jelek”.
Stasiun MTWL78 (Pesisir Tenggara Desa Bosua, Pulau Sipora)
Stasiun ini terletak pada pesisir timur paling utara dari Desa Bosua, P. Sipora. Daerah pesisir merupakan pantai dengan vegetasi mangrove dan sedikit bagian berpasir dan batuan cadas dengan vegetasi umumnya kelapa, mangrove dan hutan hujan. Kawasan perairan dimanfaatkan sebagai daerah tangkapan nelayan lokal dan lokasi wisata bahari. Perairan sedikit agak terlindung dengan arus dan gelombang tidak besar, keruh dengan jarak pandang 4-5 m. Dasar perairan berpasir dengan sedikit patahan karang mati ditumbuhi alga, bongkahan karang mati dan pertumbuhan beberapa karang hidup bentuk massive. Lereng terumbu landai dan dangkal sampai kedalaman 6 m.
Persentase tutupan karang hidup dicatat 35,63%. Dibandingkan dengan pengamatan tahun sebelumnya mengalami peningkatan. Peningkatan terjadi untuk kategori karang Acropora dari 3,60% menjadi 5,80% dan kategori karang Non-Acropora dari 27,80% menjadi 29,83%. Persentase tutupan “DCA” cukup tinggi yaitu 39,37%, kemudian spong 19,90% menurun menjadi 13,10%. Kategori biota lainnya (OT) dari 1,40% mningkat menjadi 10,60%. Karang lunak (SC) juga sedikit mengalami peningkatan dari 0,77% menjadi 0,83%. Kondisi karang di lokasi ini masuk dalam kategori “sedang”. Hasil pengamatan di dua lokasi ini disajikan dalam bentuk peta tematik pada Gambar 14 dan Gambar 15.
Stasiun MTWL81 (Timur P.Slatanusa)
Lokasi ini terletak di pesisir timur laut Pulau Pagai Selatan yang merupakan gosong karang Vegetasi pantai didominasi oleh bakau dan tanaman pantai. Jenis karang yang dominan yaitu Pocillopora verrucosa dan Acropora spp. Kerusakan terumbu karang akibat pola gelombang dan arus yang kuat. Substrat dasar terdiri dari pasir dan patahan karang mati yang ditumbuhi alga.
Persentase tutupan karang hidup sebesar 11,93% atau mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu 13,83%. Penurunan terjadi hanya untuk kategori karang Acropora dari 7,20% menjadi 4,87%, sedangkan untuk kategori karang Non-Acropora dari 6,63% menjadi 7,07% atau terdapat peningkatan. Persentase tutupan kategori bentik yang tertinggi adalah “DCA” dengan nilai sebesar 81,40%. Tingginya nilai “DCA” dan rendanya nilai tutupan karang hidup menunjukkan bahwa kondisi karang dilokasi ini masuk kedalam kategori “jelek”.
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
18
Gambar 14. Peta persentase tutupan kategori biota dan substrat hasil
“monitoring” dengan metode “LIT” di perairan Bosua, Pulau Sipora bagian selatan, Kabupaten Mentawai, 2011.
Gambar 15. Peta persentase tutupan karang hidup hasil “monitoring”
dengan metode “LIT” di perairan Bosua, Pulau Sipora bagian selatan, Kabupaten Mentawai, 2011.
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
19
Stasiun MTWL84 (Timur Selat Sikakap)
Stasiun ini berada pada pesisir bagian utara Pulau Pagai Selatan di depan mulut selat. Hampir sebagian besar daerah pesisirnya ditumbuhi mangrove. Panjang rataan terumbu 150 m dari pantai dengan dasar perairan sebagian besar merupakan endapan patahan karang mati yang telah ditumbuhi alga dan biota bentik lainnya. Lereng terumbu sangat landai, sampai kedalaman 15 m.
Dari hasil transek dicatat persentase tutupan karang hidup adalah 66,60%. Dibandingkan dengan hasil pengamatan pada tahun sebelumnya mengalami penurunan. Penurunan tersebut terjadi pada kategori karang Non-Acropora dari 68,63% menjadi 65,57%, sedangkan untuk kategori karang Acropora dari 0,53% menjadi 1,03% atau naik sebesar 0,50%. Persentase tutupan karang mati yang ditumbuhi alga (DCA) tercatat hanya sebesar 18,27%. Nilai ini adalah nilai yang terkecil dari seluruh lokasi. Kategori biota lain (OT) tercatat 7,83% atau meningkat dari tahun sebelumnya, sedangkan “fleshy seaweed” mengalami penurunan dari 2,40% menjadi 0,80%. Kondisi karang dikategorikan “baik”, dan tercatat merupakan persentase tutupan tertinggi dari sembilan lokasi yang diamati.
Stasiun MTWL91 (Desa Sikakap, Timur Pagai Utara)
Lokasi pengamatan merupakan sebuah gosong karang (patch reef) yang berada pada pesisir bagian utara Desa Sikakap. Panjang rataan terumbu kurang lebih sekitar 1 km. Perairan menghadap ke laut lepas, pada waktu pengamatan perairan relatif tenang dengan arus dan gelombang tidak terlalu besar, agak keruh dengan jarak pandang sekitar 6 meter. Dasar perairan didominasi oleh pasir, patahan karang mati dan sedikit karang hidup. Batas tubir cukup jelas dengan lereng terumbu agak landai sampai kedalaman 20 m.
Persentase tutupan karang hidup dicatat 8,17% atau menurun dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 15,37%. Penurunan persentase terjadi pada kategori karang Non-Acropora dari 14,83% menjadi 5,17%, sedangkan untuk kategori karang Acropora meningkat dari 0,53% menjadi 3%. Penurunan tutupan persentase tutupan karang tersebut dikuti dengan peningkatan kategori “DCA” dari 38,20% menjadi 70,93%. Untuk kategori “Fleshy seaweed” juga tercatat paling tinggi dari seluruh lokasi pengamatan yaitu sebesar 1,33%. Persentase tutupan kategori “Rubble” menurun dari 42,70% menjadi 12,07%. Kondisi karang dilokasi ini masuk dalam kategori “jelek”. Hasil pengamatan untuk ketiga lokasi ini ditunjukkan dalam Gambar 16 dan Gambar 17.
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
20
Gambar 16. Peta persentase tutupan kategori biota dan substrat hasil
“monitoring” dengan metode “LIT” di perairan Sikakap, Pulau Pagai bagian timur, Kabupaten Mentawai, 2011.
Gambar 17. Peta persentase tutupan karang hidup hasil “monitoring”
dengan metode “LIT” di perairan Sikakap, Pulau Pagai bagian timur, Kabupaten Mentawai, 2011.
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
21
III.2.2. Hasil Analisa Karang
Pengamatan kondisi terumbu karang di wilayah perairan Mentawai tahun 2011 (t4) mencakup sembilan stasiun permanen seperti pada penelitian baseline tahun 2007 (t0). Plot interval untuk masing-masing biota dan substrat berdasarkan waktu pemantauan dengan menggunakan interval kepercayaan 95 % disajikan dalam Gambar 18.
Gambar 18. Plot interval rerata kategori biota dan substrat berdasarkan
waktu pemantauan (t0 – t4) dengan menggunakan interval kepercayaan 95 % , dari perairan Samukop, Bosua dan Sikakap, Kabupaten Mentawai, 2011
Untuk melihat apakah ada perbedaan persentase tutupan untuk
masing-masing kategori biota dan substrat antar waktu pengamatan (t0=2007, t1=tahun 2008, t2=2009, t3=2010 dan t4=2011) digunakan uji “one-way ANOVA”, di mana data ditransformasi ke dalam bentuk logaritma natural (Ln) sebelum dilakukan pengujian. Dari pengujian tersebut diperoleh nilai p, atau nilai kritis untuk menolak H0. Bila nilai p<0,05 pada Tabel 2, maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan persentase tutupan yang signifikan untuk kategori tersebut antar lima waktu pengamatan yang berbeda (2007, 2008, 2009, 2010 dan 2011).
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
22
Tabel 2. Nilai p berdasarkan hasil uji one-way ANOVA terhadap persentase tutupan biota dan substrat dari perairan Samukop, Bosua dan Sikakap, Kabupaten Mentawai, 2011.
Tanda *) berarti H0 ditolak
Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa data Karang Mati (DC), Lumpur (SI) dan Batuan (Rock) tidak dilakukan uji karena terdapat populasi data yang memiliki variansi nol, sehingga tidak memenuhi prasyarat uji “one-way ANOVA”. Seluruh kategori yang diuji tidak memiliki H0<0,05, kecuali kategori “Rubble” . Hal ini berarti kondisi tutupan karang hidup dan bentuk pertumbuhan lainnya yang diuji cenderung stabil sejak pencatatan data dasar hingga tahun terakhir pemantauan. Kategori “Rubble” yang sebelumnya ditemukan pada t0-t3, pada tahun terakhir pemantauan sebagian besar sudah berubah menjadi “DCA”, tapi penambahan persentase tutupan “DCA” ini tidak menyebabkan peningkatan yang nyata pada kategori ini antara t3 dan t4.
Kondisi kesehatan karang tersebut dapat dilihat pada Gambar 19, dengan diwakili oleh data tutupan karang hidup (LC). Nilai rerata ± kesalahan baku karang hidup pada saat t0 sebesar (14,03 ± 5,10%), t1 sebesar (17,46 ± 6,07%), t2 sebesar (21,34 ± 7,21%), t3 sebesar (23,96 ± 6,28%) dan t4 sebesar (21,00 ± 6,54%).
Kategori Nilai p
Karang hidup (LC) 0,720
Acropora (AC) 0,146
Non Acropora (NA) 0,846
Karang mati (DC) Tidak diuji
Karang mati dengan alga (DCA) 0,042
Karang lunak (SC) 0,725
Sponge (SP) 0,963
Fleshy seaweed (FS) 0,274
Biota lain (OB) 0,218
Pecahan karang (R) 0,011*)
Pasir (S) 0,267
Lumpur (SI) Tidak diuji
Batuan (RK) Tidak diuji
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
23
Gambar 19. Plot interval berdasarkan nilai rerata karang hidup pada
masing-masing waktu pengamatan, di perairan, Samukop, Bosua dan Sikakap, Kabupaten Mentawai 2011
III.3. MEGABENTOS
Pengamatan biota megabentos dengan metode “Reef Check Benthos” dilakukan di lokasi transek permanen. Biota yang dicatat ialah biota bentik yang bernilai ekonomis penting dapat dijadikan indikator dalam menilai kondisi kesehatan suatu terumbu karang. III.3.1. Hasil Pengamatan Megabentos
Dari hasil pengamatan dicatat 8 jenis megabentos dengan jumlah sebanyak 780 individu. Jumlah individu tertinggi terdapat di MTWL78 sebanyak 399 individu dan yang terendah di MTWL53 (2 individu). Bila dilihat dari keragaman jenis maka MTWL81 memiliki keragaman yang tertinggi (4 jenis) dan terendah di MTWL61 (1 jenis). Biota megabentos yang memiliki penyebaran yang luas diwakili oleh Fungia spp. (CMR), dimana dari 9 stasiun yang diamati jenis ini ditemukan hadir pada 8 stasiun. Kemudian diikuti oleh Diadema sp. (6 stasiun). Sedangkan jenis-jenis yang lain memiliki penyebanran yang relatif sempit (1 – 4 stasiun). Total kelimpahan masing-masing kategori megabentos tahun 2011 disajikan dalam Lampiran 3. Komposisi kelimpahan megabentos di perairan Samukop disajikan pada Gambar 20, perairan Bosua pada Gambar 21 dan perairan Sikakap pada Gambar 22.
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
24
Gambar 20. Peta kelimpahan biota megabentos hasil “monitoring” dengan
metode “Reef Check Benthos” di perairan Samukop, Pulau Siberut Timur, Kabupaten Mentawai, 2011.
Gambar 21. Peta kelimpahan biota megabentos hasil “monitoring” dengan
metode “Reef Check Benthos” di perairan Bosua Pulau Sipora selatan, Kabupaten Mentawai, 2011.
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
25
Gambar 22. Peta kelimpahan biota megabentos hasil “monitoring” dengan
metode “Reef Check Benthos” di perairan Sikakap Pulau Pagai Timur, Kabupaten Mentawai, 2011.
III.3.2. Hasil Analisa Megabentos
Secara umum dapat dikatakan bahwa semua kategori megabentos mengalami fluktuasi dari pengamatan baseline tahun 2007 hingga monitoring 2011. Rata-rata jumlah individu megabentos untuk setiap kategori megabentos yang dijumpai pada masing-masing waktu pengamatan disajikan pada Tabel 3.
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
26
Tabel 3. Rata-rata jumlah individu/transek untuk setiap kategori megabentos pada pengamtan t0, t1 dan t2 (tahun 2007, 2008, 2009 dan 2010) di perairan Samukop, Bosua dan Sikakap, Kabupaten Mentawai.
Megabentos Rata-rata jumlah individu
2007 2008 2009 2010 2011
Acanthaster planci 0,44 0,11 0,00 0,00 0.11
CMR 914,29 27,44 27,33 41,56 63.44
Diadema setosum 0,00 28,11 9,11 44,89 21.33
Drupella sp. 2,22 0,67 0,22 0,00 0,00
Large Giant Clam 0,22 0,00 0,00 1,22 0,22
Small Giant Clam 0,89 0,33 0,89 0,56 0,11
Large Holothurian 1,11 0,78 0,67 0,00 0,67
Small Holothurian 0,11 0,00 0,00 0,22 0,67
Lobster 0,00 0,11 0,00 0,00 0.00
Trochus sp. 0,33 0,11 0,11 0,33 0,11
Untuk melihat apakah jumlah individu setiap kategori megabentos berbeda atau tidak untuk setiap waktu pengamatan (tahun 2007, 2008, 2009, 2010 dan 2011), maka dilakukan uji “one-way ANOVA”. Sebelum uji dilakukan, untuk memenuhi asumsi-asumsi yang diperlukan dalam penggunaan “one-way ANOVA” ini, data ditransformasikan terlebih dahulu menggunakan transformasi logaritma natural (Ln), sehingga datanya menjadi y’=Ln (y+1). Berdasarkan data yang ada, uji hanya bisa dilakukan untuk “Coral Mushroom” (CMR), Small Giant Clam, dan Trochus niloticus, karena kategori megabentos yang lainnya memiliki populasi data dengan variansi nol, sehingga tidak memenuhi prasyarat uji ANOVA.
Nilai p untuk setiap data jumlah individu/transek pada kategori megabentos yang diuji disajikan pada Tabel 4. Bila nilai p tersebut lebih kecil dari 5% (=0,05), maka H0 ditolak, yang berarti ada perbedaan jumlah individu/transek untuk kategori megabentos tersebut antara selang lima tahun pengamatan yang berbeda (2007, 2008, 2009, 2010 dan 2011).
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
27
Tabel 4. Nilai p berdasarkan hasil uji ”one-way” ANOVA terhadap data
jumlah individu/transek megabentos (data ditransformasikan ke dalam bentuk y’=ln (y+1))
Kategori Nilai p
Acanthaster planci Tidak diuji
CMR 0,830
Diadema setosum Tidak diuji
Drupella Tidak diuji
Large Giant clam Tidak diuji
Small Giant clam 0,147
Large Holothurian Tidak diuji
Small Holothurian Tidak diuji
Lobster Tidak diuji
Pencil sea urchin Tidak diuji
Trochus niloticus 0,672 Tanda *) berarti H0 ditolak
Dari Tabel 3, terlihat bahwa seluruh kategori yang diuji tidak ada yang memiliki H0<0,05. Hal ini berarti selama lima tahun pengamatan kondisi megabentos yang menghuni ekosistem karang tidak mengalami perubahan yang nyata.
III.4. IKAN KARANG
Hasil pengamatan pada masing-masing lokasi transek permanen pada tahun 2011 (t4) tercatat sebanyak 222 jenis ikan karang mewakili 29 suku. Relatif sama dengan yang dicatat pada pengamatan 2010 (221 jenis dan 31 suku). Sedangkan dari jumlah individu dicatat sebanyak 4.786 relatif lebih banyak dibandingkan pengamatan 2010 (4.352 individu). Dari hasil pengamatan diperoleh total sebanyak 5.498 individu, jauh lebih tinggi dari yang dicatat pada pengamatan 2010 (3.008 individu), dimana ikan major sebanyak 3.322 individu, ikan target 1.249 individu dan ikan indikator 222 individu, sehingga nilai perbandingan antara ikan major : target : indikator adalah 15 : 6 : 1.
III.4.1 Hasil Pengamatan Ikan Karang
Dari hasil pengamatan diperoleh kelompok ikan major selalu hadir dengan jumlah jenis maupun jumlah individu lebih menonjol dibandingkan dengan ikan target maupun indikator. Jenis Ctenochaetus striatus dari kelompok ikan target merupakan jenis ikan karang yang memiliki kelimpahan
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
28
tertinggi dengan jumlah individu sebesar 396 individu kemudian diikuti oleh Chromis iomelas sebesar 355 individu dan Chromis margaritifer (270 individu). Jenis-jenis ikan karang ini masuk dalam kelompok ikan major. Kedua jenis ikan yang menduduki peringkat 1-2 dalam pengamatan ini berbeda dalam jumlah individu maupun jenis jika dibandingkan pengamatan 2010, yang masing-masing diwakili oleh Cirrhilabrus cyanopleura (330 indivdu), Odonus niger (239 individu). Kelimpahan individu ikan karang berdasarkan dominasi jenis, hasil “monitoring” dengan metode “UVC” di perairan Samukop, Bosua dan Sikakap, Kabupaten Mentawai, dapat dilihat dalam Tabel 5.
Tabel 5. Kelimpahan individu ikan karang berdasarkan dominasi jenis, hasil “monitoring” dengan metode “UVC” di perairan Samukop, Bosua dan Sikakap, Kabupaten Mentawai, 2011.
No. Jenis Jmlh indv.
Kategori
1 Ctenochaetus striatus 396 Target
2 Chromis iomelas 355 Major
3 Chromis margaritifer 270 Major
4 Chromis ternatensis 265 Major
5 Odonus niger 263 Major
6 Dascyllus trimaculatus 167 Major
7 Dascyllus reticulatus 161 Major
8 Apogon quinquelineatus 90 Major
9 Chrysiptera talboti 88 Major
10 Zebrasoma scopas 80 Major
11 Chromis xanthura 77 Major
12 Chromis viridis 75 Major
Jenis-jenis ikan ekonomis penting (ikan target) yang memiliki jumlah individu tertinggi diwakili oleh Ctenochaetus striatus dari suku Acnathuridae yang dicatat sebanyak 396 individu, diikuti Scarus rivulatus (suku Scaridae) (69 individu). Sedangkan kehadiran ikan indikator dari suku Chaetodontidae dengan jumlah individu yang lebih banyak, diwakili oleh Chaetodon oxycephalus dan Chaetodon vagabundus masing-masing 34 individu, serta Chaetodon trifascialis (30 individu). Kelimpahan individu ikan karang berdasarkan dominasi suku hasil monitoring dengan metode “UVC” di perairan Samukop, Bosua dan Sikakap, disajikan dalam Tabel 6.
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
29
Tabel 6. Kelimpahan individu ikan karang berdasarkan dominasi suku hasil “monitoring” dengan metode “UVC” di perairan Samukop, Bosua dan Sikakap, Kabupaten Mentawai, 2011.
No. Suku Jmlh indv.
1 Pomacentridae 1982
2 Acanthuridae 691
3 Labridae 454
4 Balistidae 350
5 Apogonidae 219
6 Scaridae 216
7 Chaetodontidae 215
8 Serranidae 140
9 Caesionidae 90
10 Mullidae 89
11 Pomacanthidae 71
12 Scolopsidae 68
13 Cirrhitidae 55
14 Siganidae 29
15 Lutjanidae 28
16 Holocentridae 27
17 Zanclidae 18
18 Monacanthidae 10
19 Tetraodontidae 7
20 Lethrinidae 5
21 Aulostomidae 4
22 Microdesmidae 4
23 Bleniidae 3
24 Ostraciidae 3
25 Gobiidae 2
26 Pinguipedidae 2
27 Dasyatidae 1
28 Ephippidae 1
29 Malacanthidae 1
30 Muraenidae 1
Perbandingan kelompok ikan major, ikan target dan ikan indikator yang dicatat pada masing-masing lokasi transek permanen disajikan dalam bentuk peta tematik, pada Gambar 23, Gambar 24 dan Gambar 25.
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
30
Gambar 23. Peta komposisi persentase ikan major, ikan target dan ikan
indikator hasil “monitoring” dengan metode “UVC” di perairan Samukop, P. Siberut Timur, Kabupaten Mentawai, 2011.
Gambar 24. Peta komposisi persentase ikan major, ikan target dan ikan indikator hasil “monitoring” dengan metode “UVC” di perairan Bosua, P. Sipora Selatan, Kabupaten Mentawai, 2011.
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
31
Gambar 25. Peta komposisi persentase ikan major, ikan target dan ikan
indikator hasil “monitoring” dengan metode “UVC” di perairan Sikakap, P. Pagai Timur, Kabupaten Mentawai, 2011.
III.3.2. Hasil Analisa Ikan Karang
Pada penelitian kali ini berhasil dilakukan pengambilan data untuk semua stasiun penelitian sebagaimana yang dilakukan saat baseline tahun 2007, yaitu sebanyak sembilan stasiun. Rata-rata jumlah individu per tahun pengamatan disajikan pada Gambar 26 sedangkan rata-rata jumlah jenis per tahun pengamatan disajikan pada Gambar 27.
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
32
Gambar 26. Plot interval rata-rata jumlah individu ikan karang hasil
monitoring dengan metode ”UVC” di perairan Samukop, Bosua dan Sikakap, Kabupaten Mentawai.
Gambar 27. Plot interval rata-rata jumlah jenis ikan karang hasil monitoring
dengan metode ”UVC” di perairan Samukop, Bosua dan Sikakap, Kabupaten Mentawai.
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
33
Untuk melihat apakah jumlah individu dan jumlah jenis berbeda antar waktu pengamatan (tahun 2007, 2008, 2009, 2010 dan 2011), maka dilakukan uji ”one-way ANOVA”. Data tidak perlu ditransformasi karena datanya sudah memenuhi prasyarat uji ANOVA.
Gambar 14 menunjukkan bahwa interval rata-rata jumlah individu ikan karang pada tahun 2011 (t4) saling berselingkupan dengan tahun sebelumnya, 2010 (t3), begitu pula dengan tahun 2009 (t2), 2008 (t1) dan 2007 (t0). Hal ini mengindikasikan jumlah individu ikan karang tidak berbeda nyata antara tahun pengamatan. Hal ini diperkuat dengan hasil uji hasil uji ANOVA, yaitu rata-rata jumlah individu antara tahun pengamatan tidak berbeda nyata, F4,40=1,195; p = 0,328 (Tabel 7). Jumlah jenis ikan juga tidak berbeda nyata selama lima tahun pengamatan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 15 dan hasil uji ANOVA, F4,40=2,036; p=0,077.
Tabel 7. Uji ”one-way ANOVA” untuk jumlah individu dan jumlah jenis ikan karang di perairan Samukop, Bosua dan Sikakap, Kabupaten Mentawai.
Kategori Sumber Variasi
Jumlah Kuadrat Derajat
Kebebasan Kuadrat rata-rata
F P
Jumlah Individu
Antara tahun
573201,911 4 143300,478 1,195 0,328
Dalam tahun
4797006,000 40 119925,150
Total 5370207,911 44
Jumlah Jenis
Antara tahun
3682,756 4 920,689 2,036 0,108
Dalam tahun
18088,889 40 452,222
Total 21771,644 44
*) Jika p < 0,05 maka berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 5%.
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
34
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN IV.1. KESIMPULAN
Dari hasil dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
Hasil uji “one way ANOVA” menunjukkan nilai persentase tutupan karang hidup (LC) selama lima tahun pengamatan, memiliki nilai rerata±kesalahan baku pada saat t0 (2006) sebesar (14,03 ± 5,10%), t1 (2008) sebesar (17,46 ± 6,07%), t2 (2009) sebesar (21,34 ± 7,21%), t3 (2010) sebesar (23,96 ± 6,28%) dan t4 (2011) sebesar (21,00 ± 6,54%). Kondisi ini mengindikasikan kesehatan karang masuk dalam kategori “jelek”.
Hasil analisa menunjukkan bahwa seluruh kategori yang diuji tidak memiliki nilai H0<0,05, kecuali kategori Rubble (R). Hal ini menunjukkan bahwa kondisi tutupan karang hidup dan bentuk pertumbuhan lainnya yang diuji cenderung stabil sejak pencatatan data dasar hingga tahun terakhir pemantauan. Kategori R yang sebelumnya ditemukan pada t0-t3, pada tahun terakhir pemantauan sebagian besar sudah berubah menjadi DCA, tapi penambahan persentase tutupan DCA ini tidak menyebabkan peningkatan yang nyata pada kategori ini antara t3 dan t4.
Hasil uji “one way ANOVA menunjukkan bahwa dari seluruh kategori yang diuji tidak ada yang memiliki nilai H0<0,05. Hal ini berarti selama lima tahun pengamatan kondisi megabentos pada ekosistem terumbu karang tidak mengalami perubahan yang nyata.
Hasil analisa menunjukkan bahwa interval rata-rata jumlah individu dan jenis ikan karang pada tahun 2011 (t4) saling berselingkupan dengan tahun sebelumnya, 2010 (t3), begitu pula dengan tahun 2009 (t2), 2008 (t1) dan 2007 (t0). Hal ini mengindikasikan jumlah individu dan jenis ikan karang tidak berbeda nyata antara tahun pengamatan.
IV.2. SARAN
Dari pengalaman dan hasil yang diperoleh selama melakukan penelitian di lapangan maka dapat diberikan beberapa saran sebagai berikut:
Jumlah stasiun yang diambil untuk transek permanen (untuk penelitian karang, megabentos dan ikan karang) yang jumlahnya 9 stasiun juga masih sangatlah terbatas. Hal ini dikarenakan waktu penelitian yang sangat terbatas. Untuk itu sebaiknya jumlah stasiun transek permanen bisa ditambahkan pada penelitian selanjutnya.
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
35
Kerusakan ekosistim terumbu karang lebih disebabkan oleh faktor manusia, olehnya itu kesadaran manusia akan pentingnya kelestarian ekosistim sangat diharapkan.
Dengan meningkatnya kegiatan di darat sekitar Kepulauan Mentawai, pasti akan membawa pengaruh terhadap ekosistem di perairan ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu, penelitian kembali di daerah ini sangatlah penting dilakukan untuk mengetahui perubahan yang terjadi, sehingga hasilnya bisa dijadikan bahan pertimbangan bagi para “stakeholder” dalam mengelola ekosistem terumbu karang secara lestari. Selain itu, data hasil pemantauan tersebut juga bisa dipakai sebagai bahan evaluasi keberhasilan COREMAP.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada tim survei dari CRITC COREMAP-LIPI Jakarta, Staf peneliti dari Puslit Oseanografi LIPI Jakarta, serta tim CRITC Kabupaten Mentawai.
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
36
DAFTAR PUSTAKA
English, S.; C. Wilkinson and V. Baker 1997. Survey Manual for Tropical Marine Resources. Second edition. Australian Institute of Marine Science. Townsville: 390 p.
Heemstra, P.C and J.E. Randall 1993. FAO Species Catalogue. Vol. 16. Grouper of the World (Family Serranidae, Sub Family Epinephelidae).
Lieske E. & R. Myers, 1994. Reef Fishes of the World. Periplus Edition, Singapore. 400p.
Matsuda, A.K.; C. Amoka; T. Uyeno, and T. Yoshiro, 1984. The Fishes of the Japanese Archipelago. Tokai University Press.
Kuiter, R.H. 1992. Tropical Reef-Fishes of the Western Pacific, Indonesia and Adjacent Waters. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Indonesia.
Randall, J.E and P.C. Heemstra 1991. Indo-Pacific Fishes. Revision of Indo-Pacific Grouper (Perciformes: Serranidae: Epinepheliae), With Description of Five New Species.
Walpole, R.E. 1982. Pengantar Statistika. Ed ke-3, Sumantri B., penerjemah; Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari: Introduction to Statistics 3rd edition. 551p.
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
37
LAMPIRAN Lampiran 1. Posisi stasiun transek permanen di perairan Samukop, Bosua
dan Sikakap, Kabupaten Mentawai.
Stasiun Longitude Latitude Lokasi
MTWL 52 99.09007 -1.30037 Desa Saibi Samukop, Tenggara P. Tabanan
MTWL 53 99.10945 -1.30977 Desa Saibi Samukop, Tenggara P. Tabanan
MTWL 61 99.18509 -1.45191 Gosong Desa Saliguma, Timur P. Siberut
MTWL 64 99.15115 -1.48017 Depan Teluk Saribua, Timur Desa Saliguma
MTWL 76 99.85620 -2.35613 Ujung Tenggara, Desa Bosua, P. Sipora
MTWL 78 99.83873 -2.33016 Ujung Tenggara, Desa Bosua, P. Sipora
MTWL 81 100.28759 -2.82088 Timur P. Slatanusa, Pagai Selatan
MTWL 84 100.24216 -2.78604 Timur Selat Sikakap, Pagai Selatan
MTWL 91 100.22953 -2.73726 Timur Pagai Utara
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
38
Lampiran 2. Sebaran jenis karang batu di lokasi transek permanen di perairan Samukop, Bosua dan Sikakap, Kabupaten Mentawai, 2011.
No. Suku / Jenis MTWL
52 53 61 64A 76 78 81 84 91
I ACROPORIDAE
1 Acropora cytherea - - - - - - + - -
2 Acropora humilis - + - - - - + - -
3 Acropora hyacinthus - - - - - - + - -
4 Acropora sp. - - - - + + + - -
5 Montipora efflorescens - + - - - - - - -
6 Montipora sp. - + - + - + + - -
II AGARICIIDAE
7 Pavona sp. - - + - + - - - -
III EUPHYLLIDAE
8 Euphyllia glabrescens - - - - - - - - -
9 Euphyllia sp. - - - - - + - + -
IV FAVIIDAE
10 Cyphastrea sp. - - - + - - - - -
11 Echinopora sp. - - - - - + - - -
12 Favites sp. - + - - - - - - -
13 Goniastrea pectinata - - - + - - - - -
14 Goniastrea sp. - - - + - - - - -
V FUNGIIDAE
15 Fungia sp. - - - - + + - - -
VI MERULINIDAE
16 Hydnophora rigida - - + - - + - + -
17 Merulina ampliata - - - - - - + - -
18 Merulina sp. - - - + - - - - -
VII OCULINIDAE
19 Galaxea fascicularis - - - - - - + - -
20 Galaxea sp. - - + - + + - + +
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
39
VIII PECTINIIDAE
21 Oxypora sp. - - - - - - - + -
IX POCILLOPORIDAE
22 Pocillopora eydouxi - + - - - - - - -
23 Pocillopora sp. - - + - + + - - -
24 Pocillopora verrucosa - + - - - - + - -
25 Seriatopora hystrix - + + - - - - - -
26 Seriotopora hystrix - - - - - + - - -
X PORITIDAE
27 Porites cylindrica - - - - - - - + -
28 Porites lutea + + - - - - + - +
29 Porites nigrescens - - - - - - - + -
30 Porites sp. - - + + + - - + +
XI SIDERASTREIDAE
31 Psammocora contigua - - - + - - - - -
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
40
Lampiran 3. Kelimpahan biota megabentos di lokasi transek permanen di perairan Pulau Samukop, Bosua dan Sikakap, Kabupaten Mentawai, 2010.
Megabentos MTWL52 MTWL53 MTWL61 MTWL64 MTWL76 MTWL78 MTWL81 MTWL84 MTWL91
Acanthaster planci 0 1 0 0 0 0 0 0 0
CMR 7 1 0 25 57 392 16 71 2
Diadema setosum 23 0 42 3 0 2 15 0 107
Large Giant Clam 1 0 0 0 0 0 1 0 0
Small Giant Clam 0 0 0 0 0 0 0 0 1
Large Holothurian 0 0 0 0 0 5 0 1 0
Small Holothurian 2 0 0 0 1 0 3 0 0
Trocus sp. 0 0 0 0 0 0 1 0 0
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
41
Lampiran 4. Sebaran jenis ikan karang di lokasi transek permanen di perairan Pulau Samukop, Bosua dan Sikakap, Kabupaten Mentawai, 2011.
No. SUKU / Jenis MTWL Kategori
52 53 61 64A 76 78 81 84 91
I ACANTHURIDAE
1 Acanthurus dussumieri ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ ‐ + Target 2 Acanthurus grammoptilus ‐ + + + ‐ ‐ ‐ ‐ + Target 3 Acanthurus leucosternon ‐ ‐ + ‐ + ‐ + + + Target 4 Acanthurus lineatus ‐ + + ‐ ‐ + ‐ ‐ + Target 5 Acanthurus mata ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ ‐ + ‐ Target 6 Acanthurus nigricans ‐ ‐ + ‐ + ‐ ‐ ‐ + Target 7 Acanthurus nigricauda ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ Target 8 Acanthurus pyroferus ‐ + + ‐ ‐ ‐ + + + Target 9 Acanthurus sp. ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Target
10 Acanthurus thompsoni ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Target 11 Acanthurus tominiensis ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ ‐ + ‐ Target 12 Acanthurus tristis ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Target 13 Ctenochaetus binotatus ‐ + + ‐ ‐ + ‐ ‐ ‐ Target 14 Ctenochaetus cyanocheilus ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Target 15 Ctenochaetus striatus ‐ + + + + + + + + Target 16 Ctenochaetus strigosus ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ ‐ + ‐ Target 17 Ctenochaetus tominiensis ‐ ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Target 18 Naso brevirostris ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ + + Target
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
42
19 Naso elegans ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Target 20 Naso lituratus ‐ ‐ + ‐ + + ‐ + ‐ Target 21 Naso thynnoides ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Target 22 Naso unicornis ‐ + + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Target 23 Zebrasoma scopas ‐ ‐ + + + + + + + Major 24 Zebrasoma veliferum ‐ ‐ ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Major
II APOGONIDAE
25 Apogon cyanosoma ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ + + ‐ Major 26 Apogon macrodon ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ Major 27 Apogon multilineatus ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ Major 28 Apogon quinquelineatus ‐ ‐ ‐ + ‐ ‐ ‐ + ‐ Major 29 Apogon sp. ‐ ‐ ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Major 30 Archamia fucata ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ Major
III AULOSTOMIDAE
31 Aulostomus chinensis ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ Major
32 Aulostomus sp. ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ + Major
IV BALISTIDAE
33 Balistapus undulatus ‐ + + + + + + + + Major
34 Melichthys niger ‐ + ‐ ‐ ‐ + + ‐ + Major
35 Melichthys vidua ‐ ‐ ‐ ‐ + + ‐ ‐ ‐ Major
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
43
36 Odonus niger ‐ + + ‐ + ‐ + + + Major
37 Suffamen bursa ‐ ‐ + ‐ + + ‐ ‐ ‐ Major
38 Suffamen chrysopterus ‐ ‐ + ‐ ‐ ‐ + + ‐ Major
39 Sufflamen niger ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ Major
V BLENIIDAE
40 Nemateleoides sp. ‐ ‐ ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Major
VI CAESIONIDAE
41 Caesio caerulaurea ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ Target
42 Caesio lunaris ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ Target
43 Pterocaesio tile ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ + + ‐ Target
VII CHAETODONTIDAE
44 Chaetodon baronessa ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ ‐ ‐ Indicator
45 Chaetodon bennetti ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ Indicator
46 Chaetodon citrinellus ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ ‐ Indicator
47 Chaetodon collare ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Indicator
48 Chaetodon falcula ‐ ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Indicator
49 Chaetodon guttatissimus ‐ ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Indicator
50 Chaetodon kleini ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ Indicator
51 Chaetodon lineolatus ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ ‐ ‐ Indicator
52 Chaetodon ornatissimus ‐ ‐ ‐ ‐ + + ‐ + ‐ Indicator
53 Chaetodon oxycephalus ‐ ‐ ‐ + ‐ + ‐ ‐ ‐ Indicator
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
44
54 Chaetodon rafflesii ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ + ‐ Indicator
55 Chaetodon triangulum ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ Indicator
56 Chaetodon trifascialis ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ + + ‐ Indicator
57 Chaetodon trifasciatus ‐ + + + + + ‐ ‐ ‐ Indicator
58 Chaetodon ulietensis ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ + + Indicator
59 Chaetodon vagabundus ‐ + + ‐ + + ‐ + + Indicator
60 Forcipiger flavissimus ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ ‐ Indicator
61 Forcipiger longirostris ‐ + ‐ ‐ + + ‐ + ‐ Indicator
62 Hemitaurichthys zoster ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ Indicator
63 Heniochus chrysostomus ‐ ‐ + ‐ + ‐ ‐ + ‐ Indicator
64 Heniochus monoceros ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ ‐ + ‐ Indicator
65 Heniochus pleurotaenia ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Indicator
66 Heniochus varius ‐ + ‐ ‐ + ‐ ‐ + ‐ Indicator
VIII CIRRHITIDAE
67 Cirrhilabrus ordonatus ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Major
68 Cirrhilabrus sp. ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ ‐ ‐ Major
69 Cirrhitichthys falco ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Major
70 Paracirrhites arcatus ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ ‐ Major
71 Paracirrhites fosteri ‐ + + ‐ + + + ‐ + Major
IX DASYATIDAE
72 Taeniura lymma ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ Major
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
45
X EPHIPPIDAE
73 Platax teira ‐ ‐ ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Major
XI GOBIIDAE
74 Valenciennea strigata ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ ‐ Major
XII HOLOCENTRIDAE
75 Holocentrus rubrum ‐ ‐ ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Target
76 Myripristis sp. ‐ ‐ ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Major
77 Neonipon sammara ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ Major
78 Sargocentron caudimaculatus ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ ‐ + ‐ Target
79 Sargocentron rubrum ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ Target
XIII LABRIDAE
80 Anampses meleagrides ‐ ‐ ‐ ‐ + + ‐ + ‐ Major
81 Anampses sp. ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Major
82 Bodianus mesothorax ‐ ‐ + ‐ + ‐ + + ‐ Major
83 Cheilinus chlorurus ‐ + ‐ + + + ‐ + ‐ Target
84 Cheilinus diagrammus ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ ‐ ‐ Target
85 Cheilinus fasciatus ‐ ‐ ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Target
86 Cheilinus trilobatus ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ ‐ ‐ Target
87 Cirrhilabrus cyanopleura ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ + ‐ Major
88 Coris batuensis ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ ‐
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
46
89 Diproctacantus sp. ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ ‐ + ‐
90 Epibulus insidiator ‐ ‐ + ‐ ‐ + ‐ + + Major
91 Gomphosus varius ‐ + + ‐ + + + ‐ ‐ Major
92 Halichoeres argus ‐ ‐ ‐ ‐ + + ‐ ‐ + Major
93 Halichoeres chrysus ‐ ‐ ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Major
94 Halichoeres hortulanus ‐ + + + + + + + + Major
95 Halichoeres marginatus ‐ ‐ + + ‐ ‐ ‐ + ‐ Major
96 Halichoeres melanurus ‐ ‐ + + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Major
97 Halichoeres scapularis ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ + Major
98 Halichoeres sp. ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ + Major
99Hemiglyphidodon plagiometopon ‐ ‐ ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Major
100 Hemigymnus fasciatus ‐ + ‐ ‐ + ‐ ‐ + ‐ Target
101 Hemigymnus melapterus ‐ ‐ ‐ + + + ‐ + ‐ Target
102 Hologymnosus doliatus ‐ ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Major
103 Hologymnosus. sp ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ + Major
104 Labrichthys unilineatus ‐ ‐ + ‐ ‐ + ‐ + ‐ Major
105 Labroides bicolor ‐ ‐ ‐ ‐ + + ‐ ‐ ‐ Major
106 Labroides dimidiatus ‐ + + + + + + + + Major
107 Labroides pectoralis ‐ ‐ + ‐ + + ‐ ‐ + Major
108 Lepydozigus tapeinosoma ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ ‐ ‐ Major
109 Macropharyngodon meleagris ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ ‐ Major
110 Novaculichthys taeniurus ‐ + + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Major
111 Pseudocheilinus hexataenia ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Major
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
47
112 Stethojulis albovittata ‐ ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ + Major
113 Stethojulis bandanensis ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ ‐ Major
114 Stethojulis strigiventer ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ + Major
115 Thalassoma amblycephalus ‐ + ‐ ‐ + + ‐ + ‐ Major
116 Thalassoma hardwickei ‐ + + ‐ + + ‐ + + Major
117 Thalassoma janseni ‐ + + ‐ + + + + + Major
118 Thalassoma lunare ‐ + + ‐ + + + + + Major
XIV LETHRINIDAE
119 Gnatodentex sp. ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Target
120 Monotaxis grandoculis ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ Target
XV LUTJANIDAE
121 Lutjanus decussatus ‐ + + + + + ‐ + ‐ Target
122 Lutjanus fulviflamma ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ ‐ ‐ Target
123 Lutjanus fulvus ‐ ‐ ‐ ‐ + + ‐ ‐ ‐ Target
124 Macolor niger ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ Target
XVI MALACANTHIDAE
125 Malacanthus latovittatus ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ ‐ Major
XVII MICRODESMIDAE
126 Ptereleotris evides ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ ‐ Major
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
48
127 Ptereleotris heteroptera ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Major
XVIII MONACANTHIDAE
128 Amanses scopas ‐ + ‐ ‐ + + + ‐ ‐ Major
XIX MULLIDAE
129 Parupeneus barberinus ‐ + + + + + + + + Target
130 Parupeneus cyclostomus ‐ + + ‐ + ‐ + + + Target
131 Parupeneus bifasciatus ‐ + ‐ ‐ + + + ‐ + Target
132 Parupeneus macronema ‐ + + + ‐ + ‐ + ‐ Target
133 Parupeneus indicus ‐ ‐ ‐ ‐ + + ‐ ‐ ‐ Target
XX MURAENIDAE
134 Muraena sp. ‐ ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Major
XXI OSTRACIIDAE
135 Ostracion meleagris ‐ ‐ ‐ ‐ + + ‐ ‐ ‐ Major
XXII PINGUIPEDIDAE
136 Parapercis sp. ‐ ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ + Major
XXIII POMACANTHIDAE
137 Apolemichthys trimaculatus ‐ + ‐ ‐ + + ‐ ‐ ‐ Major
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
49
138 Centropyge bispinosus ‐ ‐ + ‐ + + + ‐ + Major
139 Centropyge eibli ‐ + + + ‐ + + ‐ ‐ Major
140 Centropyge vroliki ‐ ‐ + ‐ + + ‐ + + Major
141 Pomacanthus xanthometopon ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ Major
142 Pygoplites diacanthus ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ + ‐ Major
XXIV POMACENTRIDAE
143 Amblyglyphidodon aureus ‐ ‐ ‐ ‐ + + ‐ + ‐ Major
144 Amblyglyphidodon leucogaster ‐ ‐ ‐ + + + ‐ + ‐ Major
145 Amphiprion clarkii ‐ + + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Major
146 Amphiprion ephipium ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ ‐ ‐ Major
147 Amphiprion frenatus ‐ ‐ ‐ ‐ + + ‐ ‐ ‐ Major
148 Chaetodontoplus mesoleucus ‐ ‐ ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Major
149 Chromis atripectoralis ‐ ‐ ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Major
150 Chromis fumea ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ ‐ ‐ Major
151 Chromis iomelas ‐ + + ‐ + + + + + Major
152 Chromis margaritifer ‐ ‐ ‐ ‐ + + ‐ + ‐ Major
153 Chromis retrofasciatus ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ ‐ Major
154 Chromis ternatensis ‐ ‐ + + + ‐ ‐ + ‐ Major
155 Chromis viridis ‐ ‐ ‐ + ‐ + ‐ + ‐ Major
156 Chromis weberi ‐ ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Major
157 Chromis xanthura ‐ + + ‐ + ‐ ‐ + + Major
158 Chrysiptera rollandi ‐ ‐ ‐ + + ‐ ‐ + ‐ Major
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
50
159 Chrysiptera talboti ‐ ‐ + + + + + + ‐ Major
160 Dascyllus aruanus ‐ ‐ + + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Major
161 Dascyllus reticulatus ‐ + + ‐ + + ‐ ‐ + Major
162 Dascyllus trimaculatus ‐ + ‐ ‐ + + ‐ ‐ + Major
163 Neonipon argentimaculatus ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ Major
164 Neopomacentrus azysron ‐ ‐ ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Major
165 Paraglyphidodon nigroris ‐ ‐ + ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ Major
166 Plectroglyphidodon dicki ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Major
167 Plectroglyphidodon lacrymatus ‐ + + ‐ + + ‐ + ‐ Major
168 Pomacentrus bankanensis ‐ ‐ ‐ + + ‐ + ‐ + Major
169 Pomacentrus chrysurus ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ ‐ Major
170 Pomacentrus lepidogenys ‐ ‐ + ‐ + + + ‐ ‐ Major
171 Pomacentrus moluccensis ‐ ‐ + + + + ‐ ‐ ‐ Major
172 Pomacentrus nigromanus ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ Major
173 Pomacentrus pavo ‐ ‐ ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Major
174 Pomacentrus philippinus ‐ + + ‐ + + ‐ ‐ ‐ Major
175 Pomacentrus Simsiang ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Major
176 Pomacentrus sp. ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ + Major
177 Stegastes nigricans ‐ ‐ + + ‐ + ‐ ‐ ‐ Major
XXV SCARIDAE
178 Scarus bicolor ‐ ‐ + + + + ‐ + + Target
179 Scarus bleckeri ‐ ‐ + + + + + + + Target
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
51
180 Scarus bowersi ‐ ‐ ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Target
181 Scarus chameleon ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Target
182 Scarus dimidiatus ‐ ‐ ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Target
183 Scarus forsteni ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Target
184 Scarus frenatus ‐ ‐ ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Target
185 Scarus ghoban ‐ ‐ ‐ + ‐ + + + ‐ Target
186 Scarus microrhinos (juv) ‐ ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Target
187 Scarus niger ‐ + ‐ ‐ + + ‐ + ‐ Target
188 Scarus prasiognathus ‐ + + ‐ + + ‐ + + Target
189 Scarus rivulatus ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ ‐ Target
190 Scarus schlegeli ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Target
191 Scarus sordidus ‐ ‐ + + + + + + + Target
192 Scarus sp. ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ + Target
193 Scarus tricolor ‐ ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Target
XXVI SCOLOPSIDAE
194 Scolopsis auratus ‐ ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Target
195 Scolopsis bilineatus ‐ ‐ + + + + ‐ + ‐ Target
196 Scolopsis margaritifer ‐ ‐ + + + + ‐ + ‐ Target
XXVII SERRANIDAE
197 Aethaloperca rogaa ‐ + ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ + Target
198 Cephalopholis argus ‐ ‐ + + + + ‐ + ‐ Target
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
52
199 Cephalopholis boenak ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ + + + Target
200 Cephalopholis cyanostigma ‐ + + + ‐ ‐ + ‐ ‐ Target
201 Cephalopholis leopardus ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Target
202 Cephalopholis micropion ‐ ‐ + ‐ ‐ + ‐ + ‐ Target
203 Cephalopholis sp. ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Target
204 Cephalopholis urodeta ‐ + + ‐ + + ‐ + + Target
205 Diploprion bifasciatum ‐ ‐ ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Major
206 Plectropomus pessuliferus ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Target
207 Pseudanthia squamipinnis ‐ + + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Major
208 Pseudanthias dispar ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Major
209 Pseudanthias hutchii ‐ ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Major
210 Variola louti ‐ + + ‐ ‐ + ‐ ‐ + Target
XXVIII SIGANIDAE
211 Siganus canaliculatus ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ ‐ ‐ Target
212 Siganus corallinus ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ + ‐ Target
213 Siganus magnifica ‐ ‐ + + + ‐ ‐ ‐ ‐ Target
214 Siganus puellus ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ ‐ ‐ Target
215 Siganus virgatus ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ Target
216 Siganus vulpinus ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ + ‐ Target
217 Solenostomus cyanopterus ‐ ‐ ‐ ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ Major
Monitoring Kesehatan Karang Mentawai 2011
53
XXIX TETRAODONTIDAE
218 Arothron nigropunctatus ‐ + ‐ ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ Major
219 Arothron sp. ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ + Major
220 Canthigaster solandri ‐ ‐ ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Major
221 Canthigaster valentini ‐ ‐ + ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Major
XXX ZANCLIDAE
222 Zanclus cornutus ‐ ‐ + + + ‐ + + + Major
Jumlah jenis 0 77 78 0 84 86 48 87 52