VI. DATA PENGAMATAN Nama Simplisia : Capsici fructus Metode Ekstraksi : Maserasi (Maserasi Dingin) 1. Organoleptik Ekstrak Bentuk : cairan Warna : merah Bau : pedas dan menyengat Rasa : pedas 2. Rendemen Ekstrak Berat simplisia : 63,49 g Berat ekstrak yang diuapkan : 0,59 g Berat ekstrak total : 5,84 g Rendemen ekstrak : 9,198 % b/b 3. Bobot Jenis Ekstrak Berat piknometer kosong : 10,13 g Berat piknometer + air : 20,05 g Berat air : 9,92 g Volume piknometer : 10 mL Kerapatan air : 0,992 g/mL Berat piknometer + ekstrak : 18,28 g Volume pknometer : 10 mL Berat ekstrak : 8,15 g Kerapatan ekstrak : 0,815 g/mL Bobot jenis ekstrak : 0,8216 g/mL 4. Kadar air Ekstrak Berat ekstrak uji : 1,01g/mL
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
VI. DATA PENGAMATAN
Nama Simplisia : Capsici fructus
Metode Ekstraksi : Maserasi (Maserasi Dingin)
1. Organoleptik Ekstrak
Bentuk : cairan
Warna : merah
Bau : pedas dan menyengat
Rasa : pedas
2. Rendemen Ekstrak
Berat simplisia : 63,49 g
Berat ekstrak yang diuapkan : 0,59 g
Berat ekstrak total : 5,84 g
Rendemen ekstrak : 9,198 % b/b
3. Bobot Jenis Ekstrak
Berat piknometer kosong : 10,13 g
Berat piknometer + air : 20,05 g
Berat air : 9,92 g
Volume piknometer : 10 mL
Kerapatan air : 0,992 g/mL
Berat piknometer + ekstrak : 18,28 g
Volume pknometer : 10 mL
Berat ekstrak : 8,15 g
Kerapatan ekstrak : 0,815 g/mL
Bobot jenis ekstrak : 0,8216 g/mL
4. Kadar air Ekstrak
Berat ekstrak uji : 1,01g/mL
Volume air : 0,1 mL
Kadar air : 9,9 % v/b
5. Pola Kromatogram Lapis Lipis
No.
Bercak
Rf Pengamatan
Sinar Tampak UV 254 nm UV 366 nm
1 0 orange pekat ungu keabuan biru muda
2 0,175 orange muda - -
3 0,35 orange muda - -
4 0,7125 - - -
5 0,825 - - -
6 0,9875 orange pekat ungu keabuan biru muda
Rf Pengamatan dalam H2SO4 10 %
No.
Bercak
Sebelum dioven Setelah dioven
UV 254 nm UV 366 nm UV 254 nm UV 366 nm
1 0 ungu keabuan biru muda ungu keabuan biru muda
2 0,175 - biru muda - biru muda
3 0,35 - - - -
4 0,7125 - - - biru muda
5 0,825 - - - biru muda
6 0,9875 - biru muda - biru muda
6. Pola Dinamolisis
Keterangan :
VII. PERHITUNGAN
1. Rendemen
Berat simplisia : 63.49 g
no Diameter (cm) warna
1 0,967 Jingga +++++
2 1,50 Jingga +++
3 2,0 Jingga ++++
4 2,63 Jingga ++
5 4,7 Jingga +
Berat ekstrak yang diuapkan : 0.59 g
Berat ekstrak total = 146 x 0.59 = 5.84 g 25
Rendemen ekstrak = Berat ekstrak total x 100% Berat simplisia
= 5.84 x 100% = 9.198 % 63.49
2. Bobot Jenis Ekstrak
Berat piknometer kosong : 10.13 g
Berat piknometer + air : 20.05 g
Volume piknometer : 10 mL
Volume piknometer + ekstrak : 18.28
Berat air = 20.05 – 10.13 = 9.92 g
Kerapatan air = Berat air volume piknometer
= 9.92 = 0.992 g/mL 10
Kerapatan ekstrak = Berat air volume piknometer
= 8.15 = 0.815 g/mL 10
Bobot jenis ekstrak = kerapatan ekstrak Kerapatan air
= 0.815 g/mL = 0.8126 0.992 g/mL
3. Kadar Air Ekstrak
Massa ekstrak kental : 1.01 g/mL
Volume : 0.1 mL
Kadar air ekstrak = Volume x 100% Massa ekstrak kental
= 0.1 x 100% = 9.9 % 1.01 g/mL
4. Rf
Rf = a/b
Bercak no.2 Rf = 1,4 cm = 0,175 8 cm
Bercak no.3 Rf = 2,8 cm = 0,35 8 cm
Bercak no.4 Rf = 5,7 cm = 0,7125 8 cm
Bercak no.5 Rf = 6,6 cm = 0,825 8 cm
Bercak no.6 Rf = 7,9 cm = 0,9875 8 cm
PembahasanB. Pemekatan Ekstrak
1. Ekstrak cair hasil maserasi dimasukkan dalam labu yang
dihubungkan dengan rotavapor.
2. Alat dijalankan dengan kecepatan 6 rpm pada suhu 60°C.
3. Ekstrak yang masih mengandung sedikit etanol 95% dimasukkan
dalam cawan penguap, lalu diletakkan di atas water bath
sampai diperoleh ekstrak kental.
4. Ekstrak kental ditimbang untuk selanjutnya dapat ditentukan
rendemennya.
Randemen (%) = Berat ekstrak total x 100%
Berat simplisia
C. Dinamolisis
1. Kertas Whatman diameter 10 cm, titik pusatnya dilubangi.
2. Dipasang sumbu yang terbuat dari kertas saring.
3. Kertas saring bersumbu ditutupkan pada cawan petri yang berisi
maserat/ekstrak cair.
4. Dibiarkan terjadi proses difusi sirkular selama kurang lebih 10
menit.
5. Gambaran dinamolisis diamati.
D. KLT
1. Dibuat pengembang yang terdiri dari toluen dan etil asetat
dengan perbandingan 7:3.
2. Diberi garis batas dan garis awal pada pelat KLT.
3. Ekstrak cair
E. Penetapan Bobot jenis Ekstrak
1. Ditimbang piknometer dengan volume tertentu dalam keadaan
kosong.
2. Piknometer diisi penuh dengan air dan ditimbang ulang.
3. Kerapatan air ditetapkan.
4. Piknometer dikosongkan dan didisi penuh dengan ekstrak, lalu
ditimbang.
5. Melalui berat ekstrak yang mempunyai volume tertentu, dapat
ditetapkan bobot jenis ekstrak dengan rumus sebagai berikut:
Bobot jenis ekstrak = Kerapatan ekstrak
Kerapatan air
Setelah 24 jam, maserat diambil lalu dimasukkan ke dalam suatu wadah
tertutup. Sebagian kecil hasil ekstraksi di ambil untuk dilakukan uji KLT,
dinamolisis, dan untuk menentukan bobot jenis ekstrak. Selain itu, 25 ml
dipisahkan dan dimasukkan ke dalam cawan penguap untuk dihitung berat
rendemennya. Sebagian besar lagi dipekatkan di rotavapor untuk dihitung
kadar airnya.
Ekstrak kental yang diperoleh dari rotavapor yang masih mengandung
sedikit pelarut di masukkan ke dalam cawan penguap lalu ditaruh di atas
water bath. Tujuan dari penguapan ini adalah untuk menguapkan pelarutnya.
Ketika berat dari ekstrak kental tersebut konstan, maka menunjukkan bahwa
pelarut sudah menguap sempurna. Penguapan dengan evaporator disengaja
tidak semua pelarut diuapkan agar ekstrak kental tidak banyak yang lengket
di dalam labu.
Setelah ekstrak kental diperoleh, kemudian ditimbang sebanyak satu
gram untuk dihitung kadar airnya. Ekstrak kental tersebut didistilasi bersama
dengan toluen selama 15 menit. Dari percobaan, diperoleh kadar air dari
ekstrak capsici fructus adalah 0,1% v/b. Nilai ini telah memenuhi syarat kadar
air dari ekstrak yaitu ≤ 10%.
Dalam menghitung berat rendemen dari ekstrak, kita hanya
menggunakan metode sampling, yaitu sebanyak 25 ml dari hasil ekstrak. Hal
tersebut dilakukan karena untuk mengefektifkan waktu yang tersedia. Karena
jika kita menggunakan sebagian besar atau keseluruhan dari jumlah ekstrak,
maka dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk menguapkan pelarut dari
ekstrak sampel yang kita buat. Pertama- tama yang dilakukan adalah
menimbang berat dari cawan penguap, kemudian ekstrak sejumlah 25 ml
tersebut diuapkan di atas water bath sampai ekstrak benar-benar kering.
Kemudian ditimbang kembali berat ekstrak kering dan cawan penguap dan
hasilnya dikurangi dengan berat cawan penguap. Sehingga diperolehlah
rendemen ekstrak,yaitu sebesar 13,12 % b/b
Ekstrak cair yang sudah dipisahkan ditentukan bobot jenisnya dengan
cara menghitung terlebih dahulu berat jenis air menggunakan piknometer.
Langkah pertama yaitu mengkalibrasi piknometer. Tujuan dari pengkalibrasian
piknometer ini sendiri yaitu untuk mengetahui kapasitas volume dari
piknometer yang kita gunakan, karena sebagaimana kita ketahui, piknometer
merupakan alat kuantitatif, jadi volumenya dapat berubah-ubah jika disimpan
atau dikondisikan pada suhu yang berbeda. Prosedur pengkalibrasian
piknometer yang pertama yaitu dengan menimbang piknometer kosong,
kemudian piknometer tersebut diisi dengan air lalu ditimbang kembali,
dilakukan triplo agar mendekati hasil yang sebenarnya. Diperoleh kapasitas
volume pikno dengan mengurangkan berat piknometer berisi air dengan berat
piknometer kosong lalu hasilnya dibagi dengan kerapatan jenis air yang
tertera pada literatur. Selanjutnya, menghitung berat jenis ekstrak dari
simplisia. Pertama, piknometer diisi dengan ekstrak cair lalu ditimbang,
dilakukan triplo. Kerapatan ekstrak diperoleh dengan mengurangkan berat
piknometer dan ekstrak dengan berat piknometer kosong, lalu hasilnya dibagi
dengan kapasitas volume piknometer (volume dari hasil pengkalibrasian).
Sehingga bobot jenis ekstrak dapat diperoleh dengan membagi kerapatan
ekstrak dengan kerapatan air yaitu 0,810.
Selanjutnya adalah penentuan pola dinamolisis, yaitu dengan cara
melubangi titik pusat kertas Whatman diameter 10 cm, lalu dipasang sumbu
yang terbuat dari kertas saring. Keras saring ini kemudian ditutupkan pada
cawan petri yang berisi maserat/ ekstrak cair. Dibiarkan terjadi proses difusi
sirkular selama 10 menit. Dinamolisis dilakukan agar dapat melihat pola dari
ekstrak Dari hasil percobaan, terjadi pergerakan ekstrak membentuk pola
seperti bulat oval dengan diameter 2 cm; 2,63 cm;4,45 cm.Bagian terluar
pola berwarna orange muda, kuning, hijau muda.
Selanjutnya dilakukan analisis KLT (Kromatografi Lapis Tipis)
pengembang yang digunakan adalah toluen dan etil asetat dengan
perbandingan 7;3. Penempatan pelat pada pengembang tidak boleh melebihi
dari garis yang ditentukan pada pelat dan harus tegak lurus terhadap
pengembang agar pergerakan noda dan pembacaan harga Rf menjadi akurat.
Rf dihitung dengan membandingkan jarak yang ditempuh oleh ekstrak
terhadap jarak tempuh pelarut.
Dari hasil percobaan, nilai Rf yang didapatkan di bawah sinar UV 254
nm, hasilnya adalah noda dengan Rf 0,1125 (warna kuning-hjau), noda
dengan Rf 0,3625 (warna kuning), noda dengan Rf 0,4560 (warna kuning), dan
noda dengan Rf 0,8375 (warna kuning pias). Sedangkan pada sinar UV 366
dan sinar tampak tidak ditemukan bercak.
1. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Pada teknik kromatografi lapis tipis, fase diamnya terdiri dari lapisan tipis
adsorben berupa silika gel, alumina atau selulosa pada plat pembawa seperti
lempengan gelas, alumunium foil yang tebal, atau lembaran plastik.
Prosesnya hampir sama dengan kromatografi kertas dengan keuntungan lebih
cepat, pemisahan yang lebih baik, dan penggunaan adsorben yang berbeda-beda.
KLT merupakan metode laboratorium yang standar pada kimia organik. Karena
kesederhanaan dan kecepatannya, KLT seringkali digunakan untuk mengawasi
reaksi kimia dan untuk analisis kualitatif dari suatu produk reaksi.
Plat KLT dibuat dengan mencampur adsorben dengan sejumlah kecil pengikat
yang inert seperti Kalsium sulfat (CaSO4) dan air yang menyebar pada pembawa,
mengeringkan plat, dan mengaktivasi adsorben dengan memanaskannya dalam
klorida : aseton (1:1, Rf: 0,5) memberikan nilai Rf yang sama dan noda yang
homogen. Demikian pula dengan perbandingan data spektrum UV dan IR antara
senyawa hasil isolasi dengan hopeafenol standar, memperlihatkan pola-pola
serapan yang sama dan identik dengan derajat kesesuaian sebesar 98%.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa senyawa hasil isolasi adalah
senyawa hopeafenol.
Oleh karena itu, pada dasarnya setiap senyawa yang berhasil diisolasi dan
ditetapkan strukturnya masih harus dibandingkan dengan senyawa sejenis yang
telah berhasil siisolasi dan ditetapkan sebelumnya.
PEMBAHASAN
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengisolasi metabolit sekunder
dari simplisia tumbuhan obat dengan metode ekstraksi. Simplisia tumbuhan obat
yang digunakan adalah simplisia jahe merah (Zingiber purpureum) sedangkan
metode ekstraksi yang kita gunakan adalah.metode soxhletasi.. Metode soxhletasi
adalah salah satu metode ekstraksi panas. Ekstraksi panas memerlukan suhu tinggi
sehingga membutuhkan waktu yang lebih cepat jika dibandingkan dengan
ekstraksi dingin. Penyarian dengan cara soxhletasi dilakukan berulang kali agar
penyarian lebih efektif.
Pada praktikum ini digunakan simplisia yang sudah digerus hingga didapat
partikel simplisia yang agak kecil (tidak terlalu halus), yang berguna untuk
memperluas permukaan sehingga interaksi antara cairan penyari dengan
permukaan simplisia lebih banyak. Disamping itu, hal ini juga berfungsi untuk
memecah dinding sel sehingga cairan penyari dapat masuk ke dalam sel dan
mengekstraksi lebih banyak metabolit sekunder. Cairan penyari akan masuk ke
dalam dinding sel dan rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut
karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dan di luar sel
sehingga larutan yang terpekat akan didesak keluar. Penyarian akan semakin
efektif bila permukaan serbuk yang bersentuhan dengan cairan penyari semakin
luas. Jadi, makin halus serbuk simplisia seharusnya makin baik penyariannya, tapi
dalam pelaksanaannya tidak demikian karena pengaruh sifat fisikokimia. Serbuk
yang terlalu halus akan memberikan kesulitan pada proses penyarian, dimana
cairan tidak dapat turun (menyulitkan pembasahan). Hal ini disebabkan oleh
ruang antar sel yang merupakan jalan masuknya cairan berkurang. Selain itu
serbuk yang terlalu halus juga mengakibatkan terbentuknya suspensi yang sulit
dipisahkan dengan hasil penyarian. Serbuk yang terlalu halus juga dapat
mengakibatkan dinding sel pecah sehingga zat yang tidak diinginkan pun dapat
ikut terekstrak. Oleh karena itu untuk tiap simplisia perlu ditetapkan derajat
kehalusan tertentu agar didapat hasil penyarian yang baik.
Simplisia yang digunakan sebanyak 316,47 gram (disesuaikan dengan alat
soxhletasi). Serbuk simplisia yang telah dilapisi oleh kertas whatman dimasukkan
ke dalam tabung soxhlet. Tabung soxhlet tersebut kemudian dipasang pada alat
soxhlet. Sebelumnya pada bagian bawah alat soxhlet, yaitu labu alas bulat, telah
diisi dengan 1000 mL pelarut etanol 95% yang telah ditambahkan dengan batu
didih. Selanjutnya dilakukan pembasahan dengan menggunakan pelarut yang
berasal dari labu dasar bulat. Pembasahan bertujuan untuk mengganti udara dalam
pori–pori, hal ini disebabkan karena dinding sel tumbuhan terdiri dari serabut
selulosa yang dikelilingi oleh air, jika simplisia tersebut dikeringkan maka lapisan
air akan menguap dan terbentuk pori–pori yang diisi oleh udara. Pembasahan ini
memberikan kesempatan pada cairan penyari untuk memasuki seluruh pori-pori
dalam simplisia sehingga mempermudah penyarian selanjutnya. Agar penyarian
berjalan dengan baik maka pori–pori berisi udara harus didesak dengan air.
Pembasahan juga mengakibatkan terjadinya perbedaan konsentrasi, sedangkan
perbedaan konsentrasi itu sendiri mempengaruhi kecepatan penyarian, makin
besar perbedaan konsentrasi, makin besar daya dorong sehingga makin cepat
penyarian, makin kasar serbuk makin panjang jarak, sehingga konsentrasi zar aktif
yang terlarut dan tertinggal dalam sel makin banyak. Pembasahan dilakukan
hingga semua simplisia terendam. Perendaman dimaksudkan untuk menarik
metabolit sekunder yang terdapat dalam simplisia. Setelah semua simplisia basah,
kondensor disambungkan pada alat soxhlet. Kondensor berfungsi sebagai
pendingin. Pelarut pada labu alas bulat akan dipanaskan hingga menguap. Uap
pelarut yang masuk ke dalam kondensor akan mengalami pendinginan sehingga
akan berubah kembali menjadi cairan dan turun berbentuk tetesan cairan.
Pelarut yang digunakan dalam proses soxhletasi ini adalah etanol.
Pemilihan pelarut yang akan digunakan untuk mengekstraksi harus sesuai dengan
komponen metabolit sekunder yang akan diekstraksi. Keuntungan etanol sebagai
pelarut karena bersifat polar dan tidak bersifat toksik, lebih selektif dan memiliki
daya absorpsi yang baik. Alkohol, bagaimanapun juga adalah pelarut serba guna
yang baik untuk ekstraksi pendahuluan. Alasan menggunakan etanol 95 % adalah
karena etanol dengan konsentrasi tersebut mempunyai kadar air sedikit yaitu
hanya 5 %. Banyaknya air akan mempengaruhi keawetan dari ekstrak yang
diperoleh, karena air adalah media pertumbuhan yang baik bagi bakteri, jamur,
dan mikroorganisme lainnya.
Selain itu air mampu melarutkan beberapa zat tumbuh-tumbuhan seperti gula, gom, amilum, zat warna, tanin, dan kebanyakan zat- zat ini bukan komponen yang diinginkan sebagai ekstrak. Air juga cenderung mengekstraksi bahan dasar tanaman yang setelah diekstraksi kemudian memisah meninggalkan
endapan yang tidak diinginkan. Banyak senyawa kimia organik yang kompleks dalam tumbuhan lebih dapat larut dalam alkohol daripada dalam air, sehingga alkohol sering digunakan sebagai pelarut untuk ekstraksi pendahuluan.
Etanol sebagai pelarut organik polar akan menarik komponen utama
metabolit sekunder dalam simplisia yang bersifat polar. Hal ini sesuai dengan
prinsip like dissolve like. Pelarut yang bersifat polar akan melarutkan komponen-
komponen metabolit sekunder yang bersifat polar pula, sedangkan pelarut yang
bersifat non polar akan cenderung melarutkan komponen metabolit sekunder yang
bersifat non polar. Etanol dapat melarutkan alkaloid basa, minyak menguap,
glikosida, kurkumin, kumarin, antrakuinon, flavonoid, steroid, damar, dan
klorofil. Lemak, malam, tanin, dan saponin hanya akan larut sedikit. Dengan
demikian zat pengganggu yang larut hanya terbatas. Disamping itu, etanol
merupakan senyawa yang mudah menguap, sehingga pada proses pemekatan
(evaporasi) waktu yang dibutuhkan lebih sedikit dibandingkan dengan
menggunakan pelarut air.
Ekstrak cair yang diperoleh kemudian ditampung ke dalam wadah yang
telah disediakan. Ekstrak cair tersebut didinginkan. Dipisahkan menjadi 2 bagian,
bagian pertama disimpan dan bagian yang lain dipekatkan dengan cara evaporasi.
Evaporator adalah alat pemekat atau pengental ekstrak cair yang mirip dengan
gasing serta dilengkapi heating mantel yang dapat diatur derajat suhunya dan juga
dilengkapi pipa-pipa untuk mengalirkan metanol atau etanol sebagai pendingin.
Proses ini memakan waktu kurang lebih 1 jam tergantung dari volume ekstrak
cairnya. Pada proses evaporasi diharapkan agar panasnya konstan sehingga reaksi
pengentalan berjalan sempurna. Hasil dari evaporasi tersebut harus diuapkan di
atas penangas air sehingga didapat hasil ekstrak yang lebih pekat.
Setelah dipisahkan, sebanyak 20 ml ekstrak cair diambil untuk kemudian
diuapkan di atas penangas air. Penguapan ini bertujuan untuk menguapkan pelarut
sehingga didapat berat yang sesungguhnya. Proses ini dilakukan dengan
menggunakan cawan penguap. Yang pertama kali dilakukan adalah menimbang
berat cawan penguap yang masih kosong dan diketahui beratnya sebesar 81,76
gram. Ekstrak yang didapat kemudian dimasukkan ke dalam cawan penguap,
kemudian ditimbang lagi dan diperoleh massa sebesar 99,59 gram. Cawan berisi
ekstrak lalu diuapkan di atas penangas air. Penguapan dilakukan sampai berat
ekstrak yang ditimbang sudah konstan. Ekstrak yang sudah pekat (beratnya
konstan) akan ditentukan rendemennya dengan cara menghitung presentase dari
berat ekstrak sesungguhnya per berat simplisia mula-mula. Berat ekstrak
sesungguhnya merupakan selisih dari berat cawan penguap yang sudah konstan
setelah mengalami penguapan dan berat cawan penguap yang masih kosong, yaitu
sebesar xxxxxxxxxxx gram. Pada proses perhitungan rendemen, didapat hasil
randemen sebesar xxxxx%. Rendemen ini menunjukkan kadar ekstrak dari
simplisia.
Penentuan bobot jenis dari ekstrak yang didapat dilakukan dengan
menggunakan alat piknometer. Piknometer yang digunakan adalah piknometer
bervolume 10 mL. Volume piknometer adalah daya tampung piknometer, yang
biasanya tertera pada piknometer. Pertama-tama piknometer kosong ditimbang
dan diketahui beratnya sebesar 13,18 gram. Kemudian dimasukkan air ke dalam
piknometer, air dimasukkan hingga penuh ke dalam piknometer kosong tersebut
lalu ditutup hingga air keluar dari lubang bagian atas tutup piknometer, hal
tersebut menandakan bahwa piknometer telah penuh dan kemudian ditimbang
lagi. Berat piknometer dan air adalah 23,61 gram sehingga didapat berat air 10,43
gram. Dari berat dan volume air, dapat dihitung kerapatan air dengan membagi
berat air dengan volume air yang digunakan, didapat kerapatan air sebesar 1,043
gram/mL. Setelah itu, piknometer yang tadi diisi dengan air sekarang diisi dengan
ekstrak., kemudian piknometer tersebut ditimbang, dan diperoleh berat
piknometer dan ekstrak sebesar 22,90 gram. Dengan mengurangi berat
piknometer dan ekstrak dengan berat piknometer kosong, didapat berat ekstrak
sebesar 9,72 gram. Kerapatan ekstrak adalah berat ekstrak dibagi dengan volume
piknometer dan didapat nilainya sebesar 0,972 gram/mL. Hasil perbandingan
antara kerapatan ekstrak dan kerapatan air merupakan bobot jenis dari ekstrak
tersebut. Hasil penentuan bobot jenis ekstrak yang didapat adalah sebesar 0,9319.
Penetapan kadar air ekstrak dilakukan dengan menggunakan metode
destilasi toluene. Ekstrak kental ditimbang sebanyak 1.07 gram lalu dimasukkan
ke dalam labu yang sebelumnya telah dibersihkan dan dikeringkan. Ke dalam labu
kemudian ditambahkan 200 ml toluene. Labu kemudian dipasang pada alat
destilasi dan dipanaskan. Setelah suhu melewati titik didih toluene, toluene akan
menguap, mengalami pendinginan pada kondensor, dan menetes pada suatu
penampung. Destilasi dilakukan hingga seluruh air tersuling dan berada pada
penampung. Volume air yang tersuling adalah 0.1 ml. Hal ini berarti pada 1.07
gram ekstrak terdapat 0.1 ml air, sehingga kadar air pada ekstrak adalah 9.35%.
Selanjutnya dilakukan proses dinamolisis terhadap ekstrak yang didapat.
Proses dinamolisis yang dilakukan akan memberikan gambaran secara kualitataif
dari kandungan kimia yang terdapat dalam ekstrak. Karena masing-masing
ekstrak memiliki pola dinamolisis yang berbeda. Uji dinamolisis dilakukan
dengan cara menuangkan ekstrak ke dalam cawan petri sebanyak 10 mL. Cawan
petri tersebut ditutup dengan kertas saring berbentuk lingkaran yang bersumbu di
tengah. Uji dinamolisis dilakukan selama kurang lebih 20 menit hingga noda
bersifat konstan. Noda yang dihasilkan diamati polanya. Berdasarkan hasil
percobaan, pola yang dimiliki oleh Zingiber purpureum menunjukkan pola
lingkaran, diameter 1 berwarna kuning tua sebesar 1,3 cm dan diameter 2
berwarna kuning muda sebesar 4,3 cm.
Uji KLT dilakukan untuk mengamati pemisahan metabolit sekunder yang terkandung dalam simplisia Zingiber purpureum. Dari uji KLT ini pemisahan akan terlihat melalui pita-pita yang terbentuk pada silika gel. Sebelum melakukan kromatografi lapis tipis, faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah :
o kualitas sorben / zat penjerap / fasa diam,
o prosedur preparasi,
o ketebalan dan keseragaman lapisan,
o kualitas pelarut,
o derajat kejenuhan dalam bejana,
o teknik pengembangan kromatografis,
o jumlah sampel yang ditotolkan,
o suhu.
Pertama-tama pada plat dibuat garis 1 cm dari masing-masing ujung dan
juga dibuat 2 titik sebesar 0,6 cm dari masing-masing sisi. Titik tempat campuran
ditempatkan disebut titik awal. Campuran diletakkan pada titik awal dengan
menotolkannya dengan menggunakan suatu kapiler halus dari kaca, dan
diusahakan agar luas totolan sekecil mungkin. Beberapa kali penotolan dapat
dilakukan pada tempat yang sama asalkan lapisan totolan pertama harus kering
terlebih dahulu sebelum totolan selanjutnya. Karena campuran berada dalam
pelarut etanol yang mudah menguap, maka setelah tiap totolan, plat cukup
dibiarkan sesaat atau ditiup sedikit hingga etanolnya menguap. Jumlah totolan
tidak boleh terlalu banyak karena menyebabkan bercak menjadi asimetris dan
menyebabkan perubahan pada harga Rf.
Pengembang yang digunakan adalah toluene-etil asetat (93:7) sebanyak 5 ml. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mencampur pelarut adalah :
o Hanya pelarut yang mempunyai kepolaran yang hampir sama yang dapat
dicampur. Dalam hal ini etOAc bersifat sedikit lebih polar daripada
toluene, namun pada dasarnya keduanya dapat dianggap kurang polar jika
dibandingkan dengan fasa diam silica gel.
o Kepolaran campuran tidak merupakan fungsi linier dari susunan
campuran, tetapi merupakan fungsi logaritma. Jadi campuran
toluene:etOAc mempunyai kepolaran yang mendekati kepolaran toluene
(makin kurang polar).
o Dapat dibuat elusi landaian dengan menambahkan sedikit demi sedikit
pelarut lain dalam pelarut murni selama kromatografi sehingga kepolaran
meningkat / menurun terus-menerus.
Campuran pelarut dimasukkan ke dalam bejana pengembang dari gelas,
pengerjaan dilakukan di dalam bejana tertutup agar tidak terjadi penguapan
pelarut dan bejana jenuh oleh uap pelarut. Bila bejana tidak jenuh, akan
mempengaruhi harga Rf. Untuk memastikan bejana jenuh sempurna, sebaiknya
dinding bejana dilapisi dengan kertas saring, jika kertas tersebut telah basah
sempurna, berarti bejana tersebut telah jenuh. Karena keterbatasan waktu dan alat,
langkah di atas tidak dilakukan. Tetapi kejenuhan diuji dengan memasukkan
tangan ke dalam bejana, jika terasa cukup hangat, berarti bejan sudah cukup
jenuh.
Ke dalam bejana yang telah jenuh, dimasukkan pelat silica gel yang telah
diberi totolan ekstrak. Satu pelat dapat diisi dua sampai tiga totolan. Dalam
percobaan, pelat diberi dua totolan yang berdampingan, yaitu ekstrak Zingiber
purpureum yang diperoleh dengan cara sohxlet. Tinggi campuran pelarut dalam
bejana cukup beberapa milimeter, dan titik awal tidak boleh terendam dalam
campuran pelarut tersebut. Bejana ditutup dan campuran pelarut dibiarkan
merambat naik sampai bagian atas pelat yang telah ditandai sebelunya(1 cm dari
tepi atas), garis ini disebut garis depan. Jadi garis depan adalah titik tertinggi yang
dicapai fasa gerak/ pelarut pada fasa diam setelah pengembangan selesai. Faktor
retensi Rf diperoleh dengan membandingkan jarak tempuh noda/komponen
terhadap jarak tempuh pelarut (garis depan). Pada percobaan, noda terakhir berada
tepat pada garis depan, sehingga diperoleh harga Rf =1.
Selama pengembangan, komponen yang lebih polar akan terikat lebih kuat
pada lapisan silica gel sehingga akan tertahan lebih lama, sedangkan komponen
yang kurang polar akan cepat bergerak bersama campuran pelarut (yang relatif
kurang polar jika dibandingkan dengan silica gel). Kromatogram yang diperoleh
menunjukkan adanya lima bercak yang terpisah, berarti bahwa komponen yang
berada di garis depan adalah komponen yang paling kurang polar di antara
komponen-komponen lainnya. Dari percobaan, Rf dari bercak yang dihasilkan
dihitung sehingga didapat hasil 0,925; 0,55; 0,4625; 0,344 dan 0,256. Seharusnya
digunakan larutan baku pembanding untuk mengidentifikasi metabolit sekunder
apa yang terdapat dalam simplisia. Bentuk noda yang ideal pada kromatografi
kertas dan kromatografi lapis tipis adalah yang benar-benar bulat sehingga luas
dapat diukur, tetapi pada prakteknya tidak selalu bulat karena beberapa hal :
o Zat yang ditotolkan terlalu banyak (volume besar atau konsentrasi tinggi)
o Pada waktu pengembangan, lapisan tipis mudah rusak sehingga elusi
noda tidak bersamaan
o Bila menggunakan lebih dari satu pelarut, maka terjadi lebih dari satu
front, sehingga noda berbentuk garis tipis
o Bila satu komponen dapat terjadi dalam lebih dari satu bentuk, akan
terjadi dua noda.
Jika didiamkan beberapa lama, noda pada kromatogram dapat hilang,
untuk itu digunakan suatu penyemprot bercak agar noda tetap terlihat.
Penyemprot bercak yang digunakan adalah asam sulfat 10% dalam methanol.
Asam sulfat merupakan suatu penampak bercak yang umum digunakan. Reaksi
ini dapat terbentuk dengan pemanasan pelat pada 0-120°C. Dasarnya adalah
bahwa dengan pemanasan sampai 100°C, senyawa organik akan hangus/menjadi
karbon (arang) dan tampak berupa bercak hitam pada latar belakang putih. Karena
itu metode ini hanya cocok untuk fasa diam yang benar-benar berupa bahan
anorganik seperti silica gel maupun alumina, dan tidak dapat digunakan jika fasa
diamnya adalah bahan organik atau pelat yang menggunakan pati sebagai
pengikat. Dari percobaan didapat warna hijau kebiruan, biru, biru keunguan serta
ungu.
Metode yang cukup umum digunakan untuk deteksi kromatogram adalah
penggunaan sinar UV panjang gelombang 254 nm dan 366 nm, khususnya untuk
noda yang tidak berwarna. Karena noda pada kromatogram yang diperoleh
berwarna, noda dapat dideteksi pada tiga keadaan, yaitu pada sinar biasa, sinar
UV 254 nm dan 366 nm. Untuk fasa diam silica gel biasa, fluoresensi di bawah
sinar UV hanya terjadi jika senyawa tersebut berfluoresensi. Tapi bila yang
digunakan adalah silica gel berfluoresensi, noda muncul sebagai bercak hitam.
Dari percobaan, noda yang timbul pada pengamatan disinar UV 254 nm (biasa)
berwarna kuning sedangkan pada UV 366 nm berwarna ungu.
PEMBAHASAN
Dalam percobaan kali ini kita melakukan isolasi metabolit sekunder dari
simplisia tumbuhan obat dengan metode ekstraksi. Simplisia tumbuhan obat yang
kita gunakan adalah simplisia Capsici fructus sedangkan metode ekstraksi yang
kita gunakan adalah.metode maserasi. Metode maserasi adalah salah satu metode
ekstraksi dingin. Ekstraksi dingin ini tidak memerlukan suhu yang tinggi sehingga
waktunya relatif lebih lama dibandingkan dengan ekstraksi cara panas yang
memerlukan suhu tinggi.
Pertama-tama simplisia ditimbang sebanyak 93,31 gram, kemudian serbuk
simplisia dimasukkan ke dalam maserator. Maserator terdiri dari tabung yang
berbentuk silinder dan selang dibawahnya untuk mengalirkan ekstrak yang telah
tersari. Kemudian ke dalam maserator ditambahkan pelarut sampai seluruh serbuk
terendam dalam pelarut (250 mL).
Pelarut yang digunakan dalam proses maserasi ini adalah etanol. Pelarut yang akan digunakan untuk mengekstraksi harus sesuai dengan komponen metabolit sekunder yang akan diekstraksi. Alkohol, bagaimanapun juga adalah pelarut serba guna yang baik untuk ekstraksi pendahuluan. Etanol digunakan sebagai pelarut untuk menarik senyawa-senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam simplisia sehingga dapat melarutkan senyawa metabolit sekunder tersebut.
Etanol sebagai pelarut organik polar akan menarik komponen utama
metabolit sekunder dalam simplisia yang bersifat polar. Hal ini sesuai dengan
prinsip like dissolve like. Pelarut yang bersifat polar akan melarutkan komponen-
komponen metabolit sekunder yang bersifat polar pula, sedangkan pelarut yang
bersifat non polar akan cenderung melarutkan komponen metabolit sekunder yang
bersifat non polar.
Dalam pembahasan ini “ekstraksi” mengacu pada pengertian ekstraksi
dalam bidang farmasi, bukan dalam bidang kimia secara umum. Ekstraksi dalam
bidang kimia diartikan sebagai proses pemisahan dimana zat terlarut
didistribusikan di antara dua pelarut yang tidak bercampur. Sedangkan dalam
bidang farmasi diartikan sebagai proses penarikan suatu senyawa dari bahan
mentah atau setengah murni dengan perlakuan menggunakan pelarut yang sesuai.
Ekstrak cair yang diperoleh kemudian ditampung ke dalam wadah yang
telah disediakan. Sebelumnya di dalam maserator tersebut telah diletakkan kapas
sebagai penyaring untuk menghindari masuknya serbuk simplisia ke dalam
ekstrak yang akan diambil. Maserator yang berisi simplisia tersebut kemudian
didiamkan selama 24 jam, diharapkan simplisia akan tersari oleh pelarutnya
sehingga dapat turun melalui selang sehingga didapat cairan ekstrak.
Setelah mengekstraksi, ekstrak yang didapat diukur volumenya, kemudian
dilakukan penguapan terhadap ekstrak tersebut di atas waterbath. Penguapan
selain bertujuan untuk memperkental ekstrak dan memekatkan ekstrak juga
bertujuan untuk mengukur berat sesungguhnya/rendemen dari ekstrak tersebut
setelah pelarutnya diuapkan. Proses ini dilakukan dengan menggunakan cawan
penguap. Yang pertama kali dilakukan adalah menimbang berat cawan penguap
yang masih kosong. Ekstrak yang didapat kemudian dimasukkan ke dalam cawan
penguap lalu diuapkan di atas penangas air. Penguapan dilakukan sampai berat
ekstrak yang ditimbang sudah konstan. Ekstrak yang sudah pekat akan ditentukan
rendemennya dengan cara menghitung presentase dari berat ekstrak sesungguhnya
per berat simplisia mula-mula. Berat ekstrak sesungguhnya merupakan selisih dari
berat cawan penguap yang sudah konstan setelah mengalami penguapan dan berat
cawan penguap yang masih kosong.
Pada proses perhitungan rendemen yang didapat, dilakukan dua kali
percobaan, hasil rendemen yang didapat adalah 9,002 % dan 9,1 %, yag apabila
dirata-ratakan hasil rendemen tersebut sekitar 9.051%. Rendemen ini
menunjukkan kadar ekstrak dari simplisia. Jumlah rendemen yang didapat sangat
kecil karena maserasi hanya dilakukan sekali (selama 24 jam). Seharusnya untuk
memperoleh rendemen yang baik (cukup besar) dilakukan ekstraksi berulang
selama 3 x 24 jam sehingga didapat kadar sari kurang lebih 22 %.
Jika dibandingkan dengan rendemen yang diperoleh dari hasil soxhletasi
(kurang lebih 13 %), rendemen hasil maserasi lebih kecil. Hal ini disebabkan
karena pada proses soxhletasi mekanismenya menyerupai ekstraksi berulang.
Penentuan bobot jenis dari ekstrak yang didapat dilakukan dengan
menggunakan alat piknometer. Pertama-tama piknometer kosong ditimbang
kemudian dimasukkan sejumlah ekstrak hingga penuh ke dalam piknometer
kosong tersebut lalu ditutup hingga cairan ekstrak keluar dari lubang bagian atas
tutup piknometer. Hal tersebut menandakan bahwa piknometer telah penuh,
kemudian piknometer tersebut ditimbang. Catat hasil penimbangannya. Kerapatan
ekstrak adalah berat ekstrak di dalam piknometer dikurangi dengan berat
piknometer kosong dibagi dengan volume piknometer, karena seperti yang kita
ketahui bahwa kerapatan merupakan hasil bagi dari massa dibagi volume. Volume
piknometer adalah daya tampung piknometer, yang biasanya tertera pada
piknometer. Kemudian piknometer yang telah bersih dan kering diisi dengan air
hingga penuh dan ditimbang. Hal ini juga bertujuan untuk menentukan kerapatan
air. Hasil perbandingan antara kerapatan ekstrak dan kerapatan air merupakan
bobot jenis dari ekstrak tersebut. Hasil penentuan kerapatan air adalah 1,106
gram/mL; kerapatan ekstrak 0,91 gram/ mL; jadi bobot jenis ekstrak yang didapat
adalah sebesar 0,823.
Selanjutnya dilakukan proses dinamolisis terhadap ekstrak yang didapat.
Proses dinamolisis yang dilakukan akan memberikan gambaran secara kualitataif
dari kandungan kimia yang terdapat dalam ekstrak. Karena masing-masing
ekstrak memiliki pola dinamolisis yang berbeda. Uji dinamolisis dilakukan
dengan cara menuangkan maserat ke dalam cawan petri sebanyak 1/3 dari volume
cawan petri. Cawan petri tersebut ditutup dengan kertas saring berbentuk
lingkarang yang bersumbu di tengah. Uji dinamolisis dilakukan selama kurang
lebih 10 menit. Noda yang dihasilkan diamati polanya. Berdasarkan hasil
percobaan, pola yang dimiliki oleh Capsici fructus menunjukkan pola lingkaran,
cenderung elips berwarna jingga dengan lapisan luar berwarna kuning muda
kecoklatan. Warna kuning muda menunjukkan etanol yang terpisah sebagai
pelarutnya. Selain sebagai penyaring, kertas saring berfungsi untuk kromatografi
sederhana. Dari kertas saring diukur diameter lingkaran dalam adalah 2,76 dan
4,33. Pola ini menunjukkan karakteristik simplisia Capsici fructus.
Uji KLT dilakukan untuk mengamati pemisahan metabolit sekunder yang terkandung dalam simplisia Capsici fructus. Dari uji KLT ini pemisahan akan terlihat melalui pita-pita yang terbentuk pada silika gel. Mula-mula kertas silika gel dipotong dengan ukuran tertentu (2,5 x 7,5 cm) lalu kertas tersebut ditandai dengan garis diujung atas dan bawah masing-masing 1 cm lalu hasil maserat ditotolkan di ujung bawah titik. Pengembang yang digunakan adalah kloroform, metanol, dan asam asetat dengan perbandingan 95 : 1 : 5. Kloroform yang dipakai 9,5 mL. Asam asetat yang dipakai adalah 10 tetes. Metanol yang dipakai sebanyak 2 tetes. Pengembang yang dipakai adalah pengembang yang bersifat non polar karena metabolit sekunder dalam ekstrak bersifat polar.
Cairan pengembang berfungsi sebagai fasa gerak sedangkan silika gel
berfungi sebagai fase diam. Pada percobaan ini tidak digunakan cairan penampak
bercak, hanya digunakan sinar ultraviolet 254 nm dan 366 nm. Rf dari bercak
yang dihasilkan dihitung sehingga didapat hasil 0,4545 dan 0,94545. Hasil ini
tidak dapat dibandingkan dengan literatur karena pada KLT nilai Rf tidak
terulangkan. Seharusnya digunakan larutan baku pembanding untuk
mengidentifikasi metabolit sekunder apa yang terdapat dalam simplisia.
KESIMPULAN
Dari hasil percobaan diperoleh :
1 Rendemen : 9,051 %
2. Bobot jenis ekstrak : 0,823 gram/mL
3. Pola dinamolisis menghasilkan diameter sebesar
a. Lingkaran dalam : 2,76
b. Lingkaran luar : 4,33
4. Rf hasil KLT : 0,4545 dan 0,94545
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 1977. Materia Medika Jilid III. Jakarta : Depkes RI.
Depkes RI. 1985. Tanaman Obat Indonesia Jilid I. Jakarta : Depkes RI.
Gritter, R. J., J. M. Bobbit and A. E. Schwarting. 1991. Pengantar Kromatografi.
Bandung : Penerbit ITB.
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia.. Kosasih P, Translator. Second Edition.
Bandung : ITB.
Soedibyo, Moeryati, B. R. A. 1998. Alam Sumber Kesehatan : Manfaat dan
Kegunaan. Jakarta : Balai Pustaka.
Sujadi. 1998. Metode Pemisahan. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Tjokronegoro, Roekmiati. 2000. Teknik Pemisahan Kimia. Bandung: Jurusan
Kimia FMIPA UNPAD.
VII. PEMBAHASAN
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengisolasi metabolit
sekunder dari simplisia tumbuhan obat dengan metode ekstraksi. Simplisia
tumbuhan obat yang digunakan adalah simplisia jahe merah (Zingiber
purpureum) sedangkan metode ekstraksi yang kita gunakan adalah.metode
soxhletasi.. Metode soxhletasi adalah salah satu metode ekstraksi panas.
Ekstraksi panas memerlukan suhu tinggi sehingga membutuhkan waktu
yang lebih cepat jika dibandingkan dengan ekstraksi dingin. Penyarian
dengan cara soxhletasi dilakukan berulang kali agar penyarian lebih
efektif.
Pada praktikum ini digunakan simplisia yang sudah digerus hingga
didapat partikel simplisia yang agak kecil (tidak terlalu halus), yang
berguna untuk memperluas permukaan sehingga interaksi antara cairan
penyari dengan permukaan simplisia lebih banyak. Disamping itu, hal ini
juga berfungsi untuk memecah dinding sel sehingga cairan penyari dapat
masuk ke dalam sel dan mengekstraksi lebih banyak metabolit sekunder.
Cairan penyari akan masuk ke dalam dinding sel dan rongga sel yang
mengandung zat aktif, zat aktif akan larut karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan di dalam sel dan di luar sel sehingga larutan
yang terpekat akan didesak keluar. Penyarian akan semakin efektif bila
permukaan serbuk yang bersentuhan dengan cairan penyari semakin luas.
Jadi, makin halus serbuk simplisia seharusnya makin baik penyariannya,
tapi dalam pelaksanaannya tidak demikian karena pengaruh sifat
fisikokimia. Serbuk yang terlalu halus akan memberikan kesulitan pada
proses penyarian, dimana cairan tidak dapat turun (menyulitkan
pembasahan). Hal ini disebabkan oleh ruang antar sel yang merupakan
jalan masuknya cairan berkurang. Selain itu serbuk yang terlalu halus juga
mengakibatkan terbentuknya suspensi yang sulit dipisahkan dengan hasil
penyarian. Serbuk yang terlalu halus juga dapat mengakibatkan dinding sel
pecah sehingga zat yang tidak diinginkan pun dapat ikut terekstrak. Oleh
karena itu untuk tiap simplisia perlu ditetapkan derajat kehalusan tertentu
agar didapat hasil penyarian yang baik.
Simplisia yang digunakan sebanyak 316,47 gram (disesuaikan
dengan alat soxhletasi). Serbuk simplisia yang telah dilapisi oleh kertas
whatman dimasukkan ke dalam tabung soxhlet. Tabung soxhlet tersebut
kemudian dipasang pada alat soxhlet. Sebelumnya pada bagian bawah alat
soxhlet, yaitu labu alas bulat, telah diisi dengan 1000 mL pelarut etanol
95% yang telah ditambahkan dengan batu didih. Selanjutnya dilakukan
pembasahan dengan menggunakan pelarut yang berasal dari labu dasar
bulat. Pembasahan bertujuan untuk mengganti udara dalam pori–pori, hal
ini disebabkan karena dinding sel tumbuhan terdiri dari serabut selulosa
yang dikelilingi oleh air, jika simplisia tersebut dikeringkan maka lapisan
air akan menguap dan terbentuk pori–pori yang diisi oleh udara.
Pembasahan ini memberikan kesempatan pada cairan penyari untuk
memasuki seluruh pori-pori dalam simplisia sehingga mempermudah
penyarian selanjutnya. Agar penyarian berjalan dengan baik maka pori–
pori berisi udara harus didesak dengan air. Pembasahan juga
mengakibatkan terjadinya perbedaan konsentrasi, sedangkan perbedaan
konsentrasi itu sendiri mempengaruhi kecepatan penyarian, makin besar
perbedaan konsentrasi, makin besar daya dorong sehingga makin cepat
penyarian, makin kasar serbuk makin panjang jarak, sehingga konsentrasi
zar aktif yang terlarut dan tertinggal dalam sel makin banyak. Pembasahan
dilakukan hingga semua simplisia terendam. Perendaman dimaksudkan
untuk menarik metabolit sekunder yang terdapat dalam simplisia. Setelah
semua simplisia basah, kondensor disambungkan pada alat soxhlet.
Kondensor berfungsi sebagai pendingin. Pelarut pada labu alas bulat akan
dipanaskan hingga menguap. Uap pelarut yang masuk ke dalam kondensor
akan mengalami pendinginan sehingga akan berubah kembali menjadi
cairan dan turun berbentuk tetesan cairan.
Pelarut yang digunakan dalam proses soxhletasi ini adalah etanol.
Pemilihan pelarut yang akan digunakan untuk mengekstraksi harus sesuai
dengan komponen metabolit sekunder yang akan diekstraksi. Keuntungan
etanol sebagai pelarut karena bersifat polar dan tidak bersifat toksik, lebih
selektif dan memiliki daya absorpsi yang baik. Alkohol, bagaimanapun
juga adalah pelarut serba guna yang baik untuk ekstraksi pendahuluan.
Alasan menggunakan etanol 95 % adalah karena etanol dengan konsentrasi
tersebut mempunyai kadar air sedikit yaitu hanya 5 %. Banyaknya air akan
mempengaruhi keawetan dari ekstrak yang diperoleh, karena air adalah
media pertumbuhan yang baik bagi bakteri, jamur, dan mikroorganisme
lainnya.
Selain itu air mampu melarutkan beberapa zat tumbuh-tumbuhan seperti gula, gom, amilum, zat warna, tanin, dan kebanyakan zat- zat ini bukan komponen yang diinginkan sebagai ekstrak. Air juga cenderung mengekstraksi bahan dasar tanaman yang setelah diekstraksi kemudian memisah meninggalkan endapan yang tidak diinginkan. Banyak senyawa kimia organik yang kompleks dalam tumbuhan lebih dapat larut dalam alkohol daripada dalam air, sehingga alkohol sering digunakan sebagai pelarut untuk ekstraksi pendahuluan.
Etanol sebagai pelarut organik polar akan menarik komponen
utama metabolit sekunder dalam simplisia yang bersifat polar. Hal ini
sesuai dengan prinsip like dissolve like. Pelarut yang bersifat polar akan
melarutkan komponen-komponen metabolit sekunder yang bersifat polar
pula, sedangkan pelarut yang bersifat non polar akan cenderung
melarutkan komponen metabolit sekunder yang bersifat non polar. Etanol
dapat melarutkan alkaloid basa, minyak menguap, glikosida, kurkumin,
kumarin, antrakuinon, flavonoid, steroid, damar, dan klorofil. Lemak,
malam, tanin, dan saponin hanya akan larut sedikit. Dengan demikian zat
pengganggu yang larut hanya terbatas. Disamping itu, etanol merupakan
senyawa yang mudah menguap, sehingga pada proses pemekatan
(evaporasi) waktu yang dibutuhkan lebih sedikit dibandingkan dengan
menggunakan pelarut air.
Ekstrak cair yang diperoleh kemudian ditampung ke dalam wadah
yang telah disediakan. Ekstrak cair tersebut didinginkan. Dipisahkan
menjadi 2 bagian, bagian pertama disimpan dan bagian yang lain
dipekatkan dengan cara evaporasi. Evaporator adalah alat pemekat atau
pengental ekstrak cair yang mirip dengan gasing serta dilengkapi heating
mantel yang dapat diatur derajat suhunya dan juga dilengkapi pipa-pipa
untuk mengalirkan metanol atau etanol sebagai pendingin. Proses ini
memakan waktu kurang lebih 1 jam tergantung dari volume ekstrak
cairnya. Pada proses evaporasi diharapkan agar panasnya konstan sehingga
reaksi pengentalan berjalan sempurna. Hasil dari evaporasi tersebut harus
diuapkan di atas penangas air sehingga didapat hasil ekstrak yang lebih
pekat.
Setelah dipisahkan, sebanyak 20 ml ekstrak cair diambil untuk
kemudian diuapkan di atas penangas air. Penguapan ini bertujuan untuk
menguapkan pelarut sehingga didapat berat yang sesungguhnya. Proses ini
dilakukan dengan menggunakan cawan penguap. Yang pertama kali
dilakukan adalah menimbang berat cawan penguap yang masih kosong
dan diketahui beratnya sebesar 81,76 gram. Ekstrak yang didapat
kemudian dimasukkan ke dalam cawan penguap, kemudian ditimbang lagi
dan diperoleh massa sebesar 99,59 gram. Cawan berisi ekstrak lalu
diuapkan di atas penangas air. Penguapan dilakukan sampai berat ekstrak
yang ditimbang sudah konstan. Ekstrak yang sudah pekat (beratnya
konstan) akan ditentukan rendemennya dengan cara menghitung
presentase dari berat ekstrak sesungguhnya per berat simplisia mula-mula.
Berat ekstrak sesungguhnya merupakan selisih dari berat cawan penguap
yang sudah konstan setelah mengalami penguapan dan berat cawan
penguap yang masih kosong, yaitu sebesar 0.42 gram. Pada proses
perhitungan rendemen, didapat hasil randemen sebesar 3.026%. Rendemen
ini menunjukkan kadar ekstrak dari simplisia.
Penentuan bobot jenis dari ekstrak yang didapat dilakukan dengan
menggunakan alat piknometer. Piknometer yang digunakan adalah
piknometer bervolume 10 mL. Volume piknometer adalah daya tampung
piknometer, yang biasanya tertera pada piknometer. Pertama-tama
piknometer kosong ditimbang dan diketahui beratnya sebesar 13,18 gram.
Kemudian dimasukkan air ke dalam piknometer, air dimasukkan hingga
penuh ke dalam piknometer kosong tersebut lalu ditutup hingga air keluar
dari lubang bagian atas tutup piknometer, hal tersebut menandakan bahwa
piknometer telah penuh dan kemudian ditimbang lagi. Berat piknometer
dan air adalah 23,61 gram sehingga didapat berat air 10,43 gram. Dari
berat dan volume air, dapat dihitung kerapatan air dengan membagi berat
air dengan volume air yang digunakan, didapat kerapatan air sebesar 1,043
gram/mL. Setelah itu, piknometer yang tadi diisi dengan air sekarang diisi
dengan ekstrak., kemudian piknometer tersebut ditimbang, dan diperoleh
berat piknometer dan ekstrak sebesar 22,90 gram. Dengan mengurangi
berat piknometer dan ekstrak dengan berat piknometer kosong, didapat
berat ekstrak sebesar 9,72 gram. Kerapatan ekstrak adalah berat ekstrak
dibagi dengan volume piknometer dan didapat nilainya sebesar 0,972
gram/mL. Hasil perbandingan antara kerapatan ekstrak dan kerapatan air
merupakan bobot jenis dari ekstrak tersebut. Hasil penentuan bobot jenis
ekstrak yang didapat adalah sebesar 0,9319.
Penetapan kadar air ekstrak dilakukan dengan menggunakan
metode destilasi toluene. Ekstrak kental ditimbang sebanyak 1.07 gram
lalu dimasukkan ke dalam labu yang sebelumnya telah dibersihkan dan
dikeringkan. Ke dalam labu kemudian ditambahkan 200 ml toluene. Labu
kemudian dipasang pada alat destilasi dan dipanaskan. Setelah suhu
melewati titik didih toluene, toluene akan menguap, mengalami
pendinginan pada kondensor, dan menetes pada suatu penampung.
Destilasi dilakukan hingga seluruh air tersuling dan berada pada
penampung. Volume air yang tersuling adalah 0.1 ml. Hal ini berarti pada
1.07 gram ekstrak terdapat 0.1 ml air, sehingga kadar air pada ekstrak
adalah 9.35%.
Selanjutnya dilakukan proses dinamolisis terhadap ekstrak yang
didapat. Proses dinamolisis yang dilakukan akan memberikan gambaran
secara kualitataif dari kandungan kimia yang terdapat dalam ekstrak.
Karena masing-masing ekstrak memiliki pola dinamolisis yang berbeda.
Uji dinamolisis dilakukan dengan cara menuangkan ekstrak ke dalam
cawan petri sebanyak 10 mL. Cawan petri tersebut ditutup dengan kertas
saring berbentuk lingkaran yang bersumbu di tengah. Uji dinamolisis
dilakukan selama kurang lebih 20 menit hingga noda bersifat konstan.
Noda yang dihasilkan diamati polanya. Berdasarkan hasil percobaan, pola
yang dimiliki oleh Zingiber purpureum menunjukkan pola lingkaran,
diameter 1 berwarna kuning tua sebesar 1,3 cm dan diameter 2 berwarna
kuning muda sebesar 4,3 cm.
Uji KLT dilakukan untuk mengamati pemisahan metabolit sekunder yang terkandung dalam simplisia Zingiber purpureum. Dari uji KLT ini pemisahan akan terlihat melalui pita-pita yang terbentuk pada silika gel. Sebelum melakukan kromatografi lapis tipis, faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah :
o kualitas sorben / zat penjerap / fasa diam,
o prosedur preparasi,
o ketebalan dan keseragaman lapisan,
o kualitas pelarut,
o derajat kejenuhan dalam bejana,
o teknik pengembangan kromatografis,
o jumlah sampel yang ditotolkan,
o suhu.
Pertama-tama pada plat dibuat garis 1 cm dari masing-masing
ujung dan juga dibuat 2 titik sebesar 0,6 cm dari masing-masing sisi. Titik
tempat campuran ditempatkan disebut titik awal. Campuran diletakkan
pada titik awal dengan menotolkannya dengan menggunakan suatu kapiler
halus dari kaca, dan diusahakan agar luas totolan sekecil mungkin.
Beberapa kali penotolan dapat dilakukan pada tempat yang sama asalkan
lapisan totolan pertama harus kering terlebih dahulu sebelum totolan
selanjutnya. Karena campuran berada dalam pelarut etanol yang mudah
menguap, maka setelah tiap totolan, plat cukup dibiarkan sesaat atau ditiup
sedikit hingga etanolnya menguap. Jumlah totolan tidak boleh terlalu
banyak karena menyebabkan bercak menjadi asimetris dan menyebabkan
perubahan pada harga Rf.
Pengembang yang digunakan adalah toluene-etil asetat (93:7) sebanyak 5 ml. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mencampur pelarut adalah :
o Hanya pelarut yang mempunyai kepolaran yang hampir sama yang
dapat dicampur. Dalam hal ini etOAc bersifat sedikit lebih polar
daripada toluene, namun pada dasarnya keduanya dapat dianggap
kurang polar jika dibandingkan dengan fasa diam silica gel.
o Kepolaran campuran tidak merupakan fungsi linier dari susunan
campuran, tetapi merupakan fungsi logaritma. Jadi campuran
toluene:etOAc mempunyai kepolaran yang mendekati kepolaran
toluene (makin kurang polar).
o Dapat dibuat elusi landaian dengan menambahkan sedikit demi
sedikit pelarut lain dalam pelarut murni selama kromatografi
sehingga kepolaran meningkat / menurun terus-menerus.
Campuran pelarut dimasukkan ke dalam bejana pengembang dari
gelas, pengerjaan dilakukan di dalam bejana tertutup agar tidak terjadi
penguapan pelarut dan bejana jenuh oleh uap pelarut. Bila bejana tidak
jenuh, akan mempengaruhi harga Rf. Untuk memastikan bejana jenuh
sempurna, sebaiknya dinding bejana dilapisi dengan kertas saring, jika
kertas tersebut telah basah sempurna, berarti bejana tersebut telah jenuh.
Karena keterbatasan waktu dan alat, langkah di atas tidak dilakukan.
Tetapi kejenuhan diuji dengan memasukkan tangan ke dalam bejana, jika
terasa cukup hangat, berarti bejan sudah cukup jenuh.
Ke dalam bejana yang telah jenuh, dimasukkan pelat silica gel
yang telah diberi totolan ekstrak. Satu pelat dapat diisi dua sampai tiga
totolan. Dalam percobaan, pelat diberi dua totolan yang berdampingan,
yaitu ekstrak Zingiber purpureum yang diperoleh dengan cara sohxlet.
Tinggi campuran pelarut dalam bejana cukup beberapa milimeter, dan titik
awal tidak boleh terendam dalam campuran pelarut tersebut. Bejana
ditutup dan campuran pelarut dibiarkan merambat naik sampai bagian atas
pelat yang telah ditandai sebelunya(1 cm dari tepi atas), garis ini disebut
garis depan. Jadi garis depan adalah titik tertinggi yang dicapai fasa gerak/
pelarut pada fasa diam setelah pengembangan selesai. Faktor retensi Rf
diperoleh dengan membandingkan jarak tempuh noda/komponen terhadap
jarak tempuh pelarut (garis depan). Pada percobaan, noda terakhir berada
tepat pada garis depan, sehingga diperoleh harga Rf =1.
Selama pengembangan, komponen yang lebih polar akan terikat lebih
kuat pada lapisan silica gel sehingga akan tertahan lebih lama, sedangkan
komponen yang kurang polar akan cepat bergerak bersama campuran
pelarut (yang relatif kurang polar jika dibandingkan dengan silica gel).
Kromatogram yang diperoleh menunjukkan adanya lima bercak yang
terpisah, berarti bahwa komponen yang berada di garis depan adalah
komponen yang paling kurang polar di antara komponen-komponen
lainnya. Dari percobaan, Rf dari bercak yang dihasilkan dihitung sehingga
didapat hasil 0,925; 0,55; 0,4625; 0,344 dan 0,256. Seharusnya digunakan
larutan baku pembanding untuk mengidentifikasi metabolit sekunder apa
yang terdapat dalam simplisia. Bentuk noda yang ideal pada kromatografi
kertas dan kromatografi lapis tipis adalah yang benar-benar bulat sehingga
luas dapat diukur, tetapi pada prakteknya tidak selalu bulat karena
beberapa hal :
o Zat yang ditotolkan terlalu banyak (volume besar atau konsentrasi
tinggi)
o Pada waktu pengembangan, lapisan tipis mudah rusak sehingga
elusi noda tidak bersamaan
o Bila menggunakan lebih dari satu pelarut, maka terjadi lebih dari
satu front, sehingga noda berbentuk garis tipis
o Bila satu komponen dapat terjadi dalam lebih dari satu bentuk,
akan terjadi dua noda.
Jika didiamkan beberapa lama, noda pada kromatogram dapat
hilang, untuk itu digunakan suatu penyemprot bercak agar noda tetap
terlihat. Penyemprot bercak yang digunakan adalah asam sulfat 10%
dalam methanol. Asam sulfat merupakan suatu penampak bercak yang
umum digunakan. Reaksi ini dapat terbentuk dengan pemanasan pelat
pada 0-120°C. Dasarnya adalah bahwa dengan pemanasan sampai 100°C,
senyawa organik akan hangus/menjadi karbon (arang) dan tampak berupa
bercak hitam pada latar belakang putih. Karena itu metode ini hanya cocok
untuk fasa diam yang benar-benar berupa bahan anorganik seperti silica
gel maupun alumina, dan tidak dapat digunakan jika fasa diamnya adalah
bahan organik atau pelat yang menggunakan pati sebagai pengikat. Dari
percobaan didapat warna hijau kebiruan, biru, biru keunguan serta ungu.
Metode yang cukup umum digunakan untuk deteksi kromatogram
adalah penggunaan sinar UV panjang gelombang 254 nm dan 366 nm,
khususnya untuk noda yang tidak berwarna. Karena noda pada
kromatogram yang diperoleh berwarna, noda dapat dideteksi pada tiga
keadaan, yaitu pada sinar biasa, sinar UV 254 nm dan 366 nm. Untuk fasa
diam silica gel biasa, fluoresensi di bawah sinar UV hanya terjadi jika
senyawa tersebut berfluoresensi. Tapi bila yang digunakan adalah silica
gel berfluoresensi, noda muncul sebagai bercak hitam. Dari percobaan,
noda yang timbul pada pengamatan disinar UV 254 nm (biasa) berwarna
kuning sedangkan pada UV 366 nm berwarna ungu.
VIII. KESIMPULAN
Dari hasil percobaan diperoleh ekstrak Zingiber purpureum dengan parameter ekstrak sebagai berikut
Anief, Moh. 1997. Ilmu Meracik Obat : Teori dan Praktik. Yogyakarta : Gadjah
Mada University Press.
Ansel, Howard.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat.
Penerjemah: Farida Ibrahim. Jakarta: penerbit Universitas Indonesia press.
Departemen Kesehatan RI. 1986. Sediaan Galenik dan Uji Klinik Obat
Tradisional. Jakarta : departemen kesehatan RI.
Harborne, J. B. 2006. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Terbitan Kedua. Diterjemahkan oleh Kosasih P. Dan Iwang
Soediro. Penerbit ITB. Bandung.
Panitia Farmakope Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta :
Departemen Kesehatan RI.
Panitia Farmakope Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi keempat. Jakarta
: Departemen Kesehatan RI.
1. Pola Dinamolisis
Keterangan :
1
2
3
NO. DIAMETER WARNA
1 0,8 cm Putih kekuningan (lebih pekat)
2 2,5 cm Kuning muda
3 3,7 cm Putih kekuningan
VII. DISKUSI DAN PEMBAHASAN
Dalam percobaan kali ini kita melakukan isolasi metabolit sekunder dari
simplisia tumbuhan obat dengan metode alat Soxhlet. Metode Soxhlet adalah
salah satu metode ekstraksi panas. Ekstraksi panas ini memerlukan suhu yang
tinggi sehingga waktunya relatif lebih cepat dibandingkan dengan ekstraksi cara
dingin yang memerlukan suhu rendah. Ekstraksi menggunakan alat Soxhlet
merupakan salah satu metode ekstraksi padat-cair yang menggunakan prinsip
ekstraksi panas. Pada ekstraksi ini, uap cairan penyari akan naik ke atas tempat
simplisia melalui pipa samping, kemudian dikondensasikan kembali oleh
kondensor tegak, lalu cairan penyari tersebut akan turun kembali ke tempat
simplisia. Peristiwa ini terjadi terus menerus sehingga disebut juga ekstraksi
berkesinambungan. Ada beberapa keuntungan dari cara ekstraksi menggunakan
alat Soxhlet antara lain cairan penyari yang digunakan lebih sedikit sehingga
waktu ekstraksi lebih cepat, pada ekstraksi ini, langsung diperoleh ekstrak yang
lebih pekat karena lebih banyak ekstrak yang terekstraksi, dan ekstraksi dapat
dilakukan sesuai keperluan tanpa penambahan cairan penyari. Namun, ada
beberapa kerugian dari penggunaan alat Soxhlet untuk ekstraksi simplisia
tumbuhan obat, yakni tidak cocok untuk digunakan pada zat yang termolabil,
karena larutan penyari digunakan terus menerus.
Simplisia tumbuhan obat yang kita gunakan adalah simplisia Alpinia
galanga folium atau daun lengkuas. Simplisia yang ada digerus hingga didapat
partikel simplisia agak kecil (tidak terlalu halus) untuk memperluas permukaan
sehingga interaksi antara cairan penyari dengan permukaan simplisia lebih
banyak, disamping itu juga berfungsi untuk memecah dinding sel sehingga cairan
penyari dapat masuk kedalam sel dan mengekstraksi lebih banyak metabolit
sekunder. Cairan penyari akan masuk kedalam dinding sel dan rongga sel yang
mengandung zat aktif, zat aktif akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi
antara larutan didalam sel dan diluar sel maka larutan yang terpekat akan didesak
keluar. Penyarian akan bertambah baik bila permukaan serbuk yang bersentuhan
dengan cairan penyari semakin luas. Dengan demikian maka makin halus serbuk
simplisia seharusnya makin baik penyariannya, tetapi dalam pelaksanaanya tidak
demikian karena pengaruh sifat fisikokimia. Serbuk yang terlalu halus akan
memberikan kesulitan pada proses penyarian, cairan tidak dapat turun
(menyulitkan pembasahan). Hal ini disebabkan serbuknya terlalu halus sehingga
ruang antar sel berkurang. Sementara ruang antar sel ini merupakan jalan
masuknya cairan. Selain itu serbuk yang terlalu halus juga mengakibatkan
terbentuknya suspensi yang sulit dipisahkan dengan hasil penyarian. Serbuk yang
terlalu halus juga dapat mengakibatkan dinding sel pecah sehingga zat yang tidak
diinginkan pun dapat ikut terekstrak. Oleh karena itu untuk tiap simplisia perlu
ditetapkan derajat kehalusan tertentu agar didapat hasil penyarian yang baik.
Setelah penggerusan simplisia ditimbang sebanyak 50 gram, kemudian
serbuk simplisia disiapkan dalam kertas saring Whatman dan dimasukkan ke
dalam tabung Soxhlet. Sebelumnya pada dasar tabung Soxhlet telah dilapisi oleh
kapas, kemudian serbuk simplisia dimasukkan ke dalam tabung dan atasnya
ditutup dengan kapas kembali. Kemudian ke dalam labu alas bulat, dituangkan
250 ml etanol 95 % hingga mencapai ½ bagian volume labu, lalu ditambahkan
batu didih. Batu didih digunakan untuk menghindari terjadinya bumping dan
untuk memusatkan pemanasan karena batu didih memiliki sudut yang dapat
memecahkan gelembung-gelembung yang terjadi pada saat pemanasan. Selain itu,
batu didih memiliki pori-pori yang dapat memusatkan pemanasan yang terjadi.
Pelarut yang digunakan dalam proses ini adalah etanol. Pemilihan pelarut yang
akan digunakan untuk mengekstraksi harus sesuai dengan komponen metabolit
sekunder yang akan diekstraksi. Keuntungan etanol sebagai pelarut karena bersifat
polar dan tidak bersifat toksik, lebih selektif dan memiliki daya absorpsi yang
baik. Penggunaan alkohol 95% juga agar mencegah dan menghambat
pertumbuhan kapang dan kuman selama proses maserasi karena kapang dan
kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% keatas. Alkohol, bagaimanapun juga
adalah pelarut serba guna yang baik untuk ekstraksi pendahuluan. Etanol sebagai
pelarut organik polar akan menarik komponen utama metabolit sekunder dalam
simplisia yang bersifat polar. Hal ini sesuai dengan prinsip like dissolve like.
Pelarut yang bersifat polar akan melarutkan komponen-komponen metabolit
sekunder yang bersifat polar pula, sedangkan pelarut yang bersifat non polar akan
cenderung melarutkan komponen metabolit sekunder yang bersifat non polar.
Etanol dapat melarutkan alkaloid basa, minyak menguap, glikosida, kurkumin,
kumarin, antrakuinon, flavonoid, steroid, damar, dan klorofil. Lemak, malam,
tanin, dan saponin hanya akan larut sedikit. Dengan demikian zat pengganggu
yang larut hanya terbatas.
Prosedur selanjutnya adalah pemasangan alat Soxhlet pada tempatnya dan
dilakukan pembasahan dari bagian atas tabung Soxhlet terhadap simplisia. Kapas
dalam tabung Soxhlet yang terkena etanol bertujuan agar tidak ada serbuk
simplisia yang keluar pada saat dilakukan penyaringan karena kapas berfungsi
sebagai filter. Pembasahan dilakukan agar kapas menempel pada dinding tabung
untuk menghindari adanya ruang antara kapas dengan tabung Soxhlet sehingga
dapat mencegah terselipnya serbuk simplisia. Pembasahan juga untuk mengganti
udara dalam pori-pori, hal ini disebabkan karena dinding sel tumbuhan terdiri dari
serabut selulosa yang dikelilingi oleh air, jika simplisia tersebut dikeringkan
lapisan air akan menguap dan terbentuk pori-pori yang diisi oleh udara.
Pembasahan ini memberikan kesempatan sebesar-besarnya kepada cairan penyari
memasuki seluruh pori-pori dalam simplisia sehingga mempermudah penyarian
selanjutnya. Agar penyarian berjalan dengan baik maka pori-pori berisi udara
harus didesak dengan air. Pembasahan juga mengakibatkan terjadinya perbedaan
konsentrasi, sedangkan perbedaan konsentrasi itu sendiri mempengaruhi
kecepatan penyarian, makin besar perbedaan konsentrasi, makin besar daya
dorong sehingga makin cepat penyarian, makin kasar serbuk makin panjang jarak,
sehingga konsentrasi zat aktif yang terlarut dan tertinggal dalam sel makin
banyak. Setelah dibasahi kemudian dinyalakan heating mantle sampai suhu
mencapai titik didih pelarut. Ekstraksi simplisia dilakukan hingga tetesan pelarut
hampir tidak berwarna.
Ekstrak cair yang diperoleh kemudian ditampung ke dalam wadah yang
telah disediakan. Setelah mengekstraksi, ekstrak yang didapat diukur volumenya.
Hasil penyarian dengan cara Soxhlet perlu didiamkan selama waktu tertentu.
Waktu tersebut diperlukan untuk mengendapkan zat-zat yang tidak diperlukan
tetapi ikut terlarut dalam cairan penyari, contohnya seperti malam dan lain-lain.
Setelah itu sebanyak 42,8 ml ekstrak cair yang telah dikentalkan dengan
alat rotavapor diuapkan di atas waterbath. Penguapan selain bertujuan untuk
menguapkan pelarut sehingga didapat berat yang sesungguhnya. Proses ini
dilakukan dengan menggunakan cawan penguap. Yang pertama kali dilakukan
adalah menimbang berat cawan penguap yang masih kosong. Ekstrak kental yang
tadi telah didapat kemudian dimasukkan ke dalam cawan penguap lalu diuapkan
di atas penangas air. Penguapan dilakukan sampai berat ekstrak yang ditimbang
sudah konstan dan stabil. Ekstrak yang sudah pekat (beratnya konstan) akan
ditentukan rendemennya dengan cara menghitung persentase dari berat ekstrak
sesungguhnya per berat simplisia mula-mula. Berat ekstrak sesungguhnya
merupakan selisih dari berat cawan penguap yang sudah konstan setelah
mengalami penguapan dan berat cawan penguap yang masih kosong.
Pada proses perhitungan rendemen, didapat hasil randemen sebesar 1,58
%. Rendemen ini menunjukkan kadar ekstrak dari simplisia. Jumlah rendemen
yang didapat sangat kecil karena kurangnya pengadukan dan ukuran serbuk
kurang halus ketika penggerusan serta pembasahan yang kurang sempurna.
Penentuan bobot jenis dari ekstrak yang didapat dilakukan dengan
menggunakan alat piknometer. Pertama-tama piknometer kosong ditimbang
kemudian dimasukkan sejumlah ekstrak hingga penuh ke dalam piknometer
kosong tersebut lalu ditutup hingga cairan ekstrak keluar dari lubang bagian atas
tutup piknometer. Hal tersebut menandakan bahwa piknometer telah penuh,
kemudian piknometer tersebut ditimbang. Catat hasil penimbangannya. Kerapatan
ekstrak adalah berat ekstrak di dalam piknometer dikurangi dengan berat
piknometer kosong dibagi dengan volume piknometer, karena seperti yang kita
ketahui bahwa kerapatan merupakan hasil bagi dari massa dibagi volume. Volume
piknometer adalah daya tampung piknometer, yang biasanya tertera pada
piknometer. Kemudian piknometer yang telah bersih dan kering diisi dengan air
hingga penuh dan ditimbang. Hal ini juga bertujuan untuk menentukan kerapatan
air. Hasil perbandingan antara kerapatan ekstrak dan kerapatan air merupakan
bobot jenis dari ekstrak tersebut. Hasil penentuan kerapatan air adalah 1,051
gram/mL; kerapatan ekstrak 0,947 gram/ mL; jadi bobot jenis ekstrak yang
didapat adalah sebesar 0,901.
Selanjutnya dilakukan proses dinamolisis terhadap ekstrak yang didapat.
Proses dinamolisis yang dilakukan akan memberikan gambaran secara kualitatif
dari kandungan kimia yang terdapat dalam ekstrak. Karena masing-masing
ekstrak memiliki pola dinamolisis yang berbeda. Uji dinamolisis dilakukan
dengan cara menuangkan maserat ke dalam cawan petri sebanyak 1/3 dari volume
cawan petri. Cawan petri tersebut ditutup dengan kertas saring berbentuk
lingkaran yang bersumbu di tengah. Uji dinamolisis dilakukan selama kurang
lebih hingga tidak terjadi pelebaran noda lagi, hingga stabil. Noda yang dihasilkan
diamati polanya. Berdasarkan hasil percobaan, pola yang dimiliki oleh daun
lengkuas menunjukkan pola lingkaran, diameter 1 berwarna putih kekuningan
(lebih pekat), diameter 2 berwarna kuning muda, sedangkan diameter 3 berwarna
putih kekuningan. Selain sebagai penyaring pada dinamolisis, kertas saring
berfungsi untuk kromatografi sederhana. Dari kertas saring diukur diameter yang
diperoleh berturut-turut adalah 0,8 ; 2,5 ; dan 3,7. Pola ini menunjukkan
karakteristik simplisia daun lengkuas.
Uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dilakukan untuk mengamati
pemisahan metabolit sekunder yang terkandung dalam simplisia daun lengkuas.
Dari uji KLT ini pemisahan akan terlihat melalui pita-pita yang terbentuk pada
silika gel. Mula-mula pelat silika gel dipotong dengan ukuran tertentu lalu pelat
tersebut ditandai dengan garis diujung atas dan bawah masing-masing 1 cm. Pada
garis bawah dibuat 2 titik, yaitu titik a dan b untuk penotolan maserat, dimana
penotolan titik b lebih pekat daripada titik a untuk membedakan hasil pergerakan
bercak pada pelat KLT. Lalu hasil maserat ditotolkan di ujung bawah kedua titik
tersebut. Penotolan dilakukan berulang pada tempat yang sama dengan rentang
waktu tertentu untuk menghindari kemungkinan totolan terlalu lebar, karena jika
penotolan dilakukan saat totolan sebelumnya masih basah. Pengembang yang
digunakan adalah toluen dan asetil asetat dengan perbandingan 93:7. Toluen yang
dipakai 9,3 mL dan asetil asetat yang dipakai adalah 0,7 ml. Pengembang yang
dipakai adalah pengembang yang bersifat non polar karena metabolit sekunder
dalam ekstrak bersifat polar.
Cairan pengembang berfungsi sebagai fasa gerak sedangkan silika gel
berfungi sebagai fase diam. Pada percobaan ini digunakan cairan penampak
bercak, tetapi sebelumnya digunakan sinar ultraviolet 254 nm dan 366 nm tanpa
penampak bercak. Pada sinar ultarviolet 254 nm didapat hasil Rf sebesar 0,0812
pada titik a dan 0,094 pada titik b. Pada sinar ultraviolet 366 nm didapat hasil Rf
sebesar 0,244 pada titik a dan 0,263 pada titik b. Kemudian pada kertas KLT
tersebut disemprotkan penampak bercak vanilin sulfat untuk mengetahui lebih
jelas warna pada kertas. Setelah itu dilakukan pengeringan dalam oven. Tidak
didapatkannya hasil Rf ketika dilakukan pengeringan, dikarenakan beberapa
kesalahan pada saat pengerjaan, diantaranya, belum jenuhnya campuran untuk
KLT yaitu antara toluen dan asetil asetil, terlalu banyaknya vanilin sulfat yang
disemprotkan pada kertas KLT, serta terlalu lamanya pengeringan kertas KLT
dalam oven. Hasil ini tidak dapat dibandingkan dengan literatur karena pada KLT
nilai Rf tidak terulangkan. Seharusnya digunakan larutan baku pembanding untuk
mengidentifikasi metabolit sekunder apa yang terdapat dalam simplisia.
VIII. KESIMPULAN
Penyarian metabolit sekunder dari tumbuhan Alpinea galanga dapat
dilakukan dengan menggunakan ekstraksi soxhlet dengan rendemen yang didapat
sebesar 13,88 %.
DAFTAR PUSTAKA
Carter, B. 1975. Dispensing for Pharmaceutical Students Twelfth Edition. Pitman
Medical Publishing Co.Ltd. London.
Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Dirgen
POM. Direksorat Pengawasan Obat Tradisional.
Depkes RI. 1980. Materia Medika Indonesia Jilid IV.
Duke, J. 2005. Phytochemical and Etnobotanical Databases.Belstsuille
Agricultural Research Center. Maryland.
Fessenden & Fessenden. 1982. Kimia Organik, jilid 1. Jakarta: Gelora Aksara d
Pratama.
Harborne, J.B., 1984. Metode Fitokimia, terjemahan K. Padmawinata dan I.
Sudiro. Bandung: ITB press.
Herbert, R. B. 1995. Biosintesis Metabolit Sekunder edisi ke-2. Diterjemahkan
oleh Bambang Srigandono. IKIP Press. Semarang.
Tjitrosoepomo. 1994. Taksonomi Tumbuhan Obat. Gadjah Mada Press.
Jogjakarta.
LAMPIRAN
Gambar 1 : Bekker glass berisi ekstrak, gelas KLT, Gambar 2 : Cawan penguap berisi
ekstrak
piknometer, cawan dan kertas dinamolisis
Gambar 3 : Pola Dinamolisis Ekstrak Gambar 4 : Gelas KLT berisi toluen dan etil
asetat
Gambar 5 : Hasil KLT dengan vanilin sulfat Gambar 6 : piknometer berisi vanilin
sulfat
Gambar 7 : rotavapor
Gambar 8 : Alat Soxhlet
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS
Teknik kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Egon Stahl dengan menghamparkan penyerap pada lempeng gelas, sehingga merupakan lapisan tipis. Sistem ini segera popular karena memberikan banyak keuntungan, misalnya peralatan yang diperlukan sedikit, murah, sederhana, waktu analisis cepat dan daya pisah cukup baik (Sudjadi, 1988).
Pemisahan secara kromatografi dilakukan dengan cara mengotak-atik
langsung beberapa sifat fisika umum dari molekul. Sifat utama yang terlibat
adalah :
o Kecenderungan molekul untuk melarut dalam cairan (kelarutan)
o Kecenderungan molekul untuk melekat pada permukaan serbuk halus
(adsorpsi/penjerapan)
o Kecenderungan molekul untuk menguap atau berubah ke keadaan uap
(keatsirian) (Gritter et al,1991)
Cara kerjanya adalah sebagai berikut : campuran yang akan dipisahkan dilarutkan dalam pelarut yang sesuai, lebih menguntungkan jika dipakai pelarut pengembangan atau pelarut yang kepolarannya sama dengan pengembang dan ditotolkan berupa becak (garis tengah 15 mm) pada lapisan dekat salah satu ujung (kira-kira 2 cm dari ujung). Penotolan biasanya dilakukan memakai kapiler kaca, tetapi dapat pula dilakukan dengan semprit atau alat otomatis.
Pelarut dibiarkan menguap atau dihilangkan dengan bantuan aliran udara kering atau nitrogen. Lapisan kemudian dimasukkan ke dalam bejana pengembang yang berisi pelarut yang dalamnya sekitar 1 cm yang akan bertindak sebagai fase gerak. Ini dilakukan demikian rupa sehingga pelarut berkontak dengan lapisan pada ujung yang dekat dengan bercak totolan, tetapi tentu saja di bawah totolan itu. Lalu bejana ditutup ketat dan pelarut dibiarkan sampai 10 – 15 cm di atas totolan cuplikan.
Jika fase gerak dan fase diam telah dipilih dengan tepat, bercak cuplikan awal akan dipisahkan menjadi sederet bercak, masing-masing bercak diharapkan merupakan komponen tunggal dari campuran.
Titik tempat campuran ditotolkan pada ujung pelat atau lembaran disebut titik awal dan cara menempatkan cuplikan itu di sana disebut penotolan. Garis depan pelarut ialah bagian atas fase gerak atau pelarut ketika ia bergerak melalui lapisan, dan setelah pengembangan selesai, merupakan tinggi maksimum yang dicapai oleh pelarut. Perilaku senyawa tertentu di dalam sistem kromatografi tertentu dinyatakan dengan harga Rf. Angka ini diperoleh dengan membagi jarak yang ditempuh oleh bercak zat terlarut dengan jarak yang ditempuh oleh garis depan pelarut. Keduanya diukur dari titik awal, dan harga Rf beragam mulai dari 0 sampai 1.
Rf = A / B Garis depan
B
A
Titik awal
Sekarang kromatografi mencakup beberapa macam proses didasarkan pada distribusi diferensial dari komponen-komponen sampel antara dua fasa. Salah satu fasa yang tinggal dalam sistem dinamai fasa diam (stationary phase), fasa lain yang melalui fasa diam dinamai fasa gerak (mobile phase). Pergerakan dari fasa gerak menimbulkan migrasi diferensial komponen-komponen dalam sampel (Tjokronegoro, 2000).
Fasa diam
Kondisi optimum suatu pemisahan merupakan hasil kecocokan antara fasa diam dan fasa gerak. Dalam KLT fasa diam harus mudah didapat. Fasa diam berupa lapisan tipis (tebal 0,1-2 mm) yang terdiri atas bahan padat yang dilapiskan pada permukaan penyangga datar yang biasanya terbuat dari kaca, tetapi dapat pula terbuat dari pelat polimer atau logam. Lapisan melekat kepada permukaan dengan bantuan bahan pengikat biasanya kalsium sulfat atau amilum (Gritter,1991).
Jenis-jenis fasa diam yang dapat digunakan :
Silika gel :
Silika gel dengan pengikat
Silika gel dengan pengikat dan indikator fluorosensi
Silika gel tanpa pengikat dengan indikator fluorosensi
Silika gel tanpa pengikat
Silika gel untuk preparative
Alumina
Keiselguhr
Selulosa
(Sudjadi,1988)
Fasa Gerak
Untuk fasa diam yang menggunakan silika gel, alumina, dan fasa diam lainnya, pemilihan pelarut mengikuti aturan kromatografi kolom serapan. Sistem tak berair paling banyak digunakan, yang meliputi (sifat hidrofob menaik) methanol, asam asetat, etanol, aseton, etil asetat, eter, kloroform (perlu diperhatikan pada kloroform yang distabilkan dengan etanol), benzene, sikloheksan dan eter petroleum. Campuran pelarut yang terdiri dari dua atau tiga pelarut dapat pula digunakan. Penyusunan sistem pelarut dapat dipilih sesuai dengan kemampuannya membentuk ikatan hydrogen dalam satu seri dari hidrofil sampai ke hidrofob. Kombinasi pelarut yang mempunyai sifat berbeda memungkinkan didapatnya sistem pelarut yang cocok (Sudjadi,1988).
Faktor Retensi (Rf)
Derajat retensi pada kromatografi lempeng biasanya dinyatakan sebagai
faktor retensi Rf :
Rf = Jarak yang ditempuh senyawa terlarut
Jarak yang ditempuh pelarut
Jarak yang telah ditempuh pelarut dapat diukur dengan mudah dan jarak tempuh
cuplikan diukur pada pusat bercak itu, atau pada titik kerapatan maksimum
(Sudjadi,1988).
VI. DATA PERCOBAAN DAN PERHITUNGAN
1. Organoleptik Ekstrak
Bentuk : Cairan
Warna : Merah jingga
Bau : Bau etanol-cabai
Rasa : Pedas
2. Randemen Ekstrak
Berat simplisia : 25.65 g
Berat ekstrak yang diuapkan : 0.22 g
Berat ekstrak total : 2.728 g
Randemen ekstrak (%) = berat ekstrak total x 100%
berat simplisia
= 2.728 g x 100%
25.65 g
= 10.635 % b/b
3. Bobot Jenis Ekstrak
Berat piknometer kosong : 13.69 g
Berat piknomete + air : 23.78 g
Berat air : 10.09 g
Volume piknometer : 10 mL
Kerapatan air : b = 10.09 = 1.009 g/mL
v 10
Berat piknometer + ekstrak : 21.97 g
Volume piknometer : 10 mL
Berat ekstrak : 8.28 g
Kerapatan ekstrak : b = 8.28 = 0.828 g/mL
v 10
Bobot jenis ekstrak : = = 0.8206
4. Kadar Air Ekstrak
Berat ekstrak uji : 1 g
Volume air : 0.2 mL
Kadar air : (%) = % = 20%
5. Pola Kromatogram Lapis Tipis
No.
bercakRf
Pengamatan
Sinar
tampak
UV
254 nm
UV
366 nm
H2SO4 10%
(sebelum dioven)
H2SO4 10%
(sesudah dioven)
UV
254 nm
UV
366 nm
UV
254 nm
UV
366 nm
1 -oranye
pekat
ungu
keabuan
biru
muda
ungu
keabuan
biru
muda
ungu
keabuan
biru
muda
2 0.175oranye
muda- - -
biru
muda-
biru
muda
3 0.35oranye
muda- - - - - -
4 0.7125 - - - - - -biru
muda
5 0.825 - - - - - -biru
muda
6 0.9875oranye
pekat
ungu
keabuan
biru
muda-
biru
muda-
biru
muda
Perhitungan Rf :
Rumus : Rf =
1. a = 0 cm b = 8 cm
Rf1 = = 0.0
2. a = 1.4 cm b = 8 cm
Rf2 = = 0.175
3. a = 2.8 cm b = 8 cm
Rf3 = = 0.35
4. a = 5.7 cm b = 8 cm
Rf4 = = 0.7125
5. a = 6.6 cm b = 8 cm
Rf5 = = 0.825
6. a = 7.9 cm b = 8 cm
Rf6 = = 0.9875
6. Pola Dinamolisis
............................. GAMBAR
Keterangan :
Diameter 1 : 5.025 cm ; warna : bening
Diameter 2 : 3.233 cm ; warna : kuning
Diameter 3 : 2.133 cm ; warna : oranye
DAFTAR PUSTAKA
Gritter, R. J., J. M. Bobbit and A. E. Schwarting. 1991. Pengantar Kromatografi.
Bandung : Penerbit ITB.
Sujadi. 1998. Metode Pemisahan. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Tjokronegoro, Roekmiati. 2000. Teknik Pemisahan Kimia. Bandung: Jurusan
Kimia FMIPA UNPAD.
Pada praktikum kali ini kita akan melakukan isolasi metabolit sekundear
dari simplisia Sonchi Folium dengan cara metode ekstraksi panas yaitu
refluks.Setelah penimbangan simplisia, selanjutnya adalah melarutkannya dengan
etanol.Hal ini dikarenakan etanol merupakan salah satu pelarut yang baik.
Di dalam labu yang telah disediakan, campuran tersebut mulai direfluks
selama kurang lebih 1,5 jam.Refluks itu sendiri merupakan aliran berbalik
kembali; misalnya, pada zat cair dalam labu dengan menggunakan tabung
pendingin yang mengembunkan uap dan meneteskan embun kembali ke dalam
labu.Dalam praktek biasanya, dimasukkan beberapa boiling chip yang
dimaksudkan untuk mencegah terjadinya letupan serta agar panasnya
merata.Pemanasan secara berulang-ulang dalam jangka waktu yang cukup lama
tersebut diharapkan agar zat-zat / senyawa yang terkandung dalam simplisia
tersebut dapat lebih dapat ditarik lagi. Selama refluks setiap 15 menit sekali aliran
air harus dikontrol, karena apabila aliran air dari kran berhenti mengalir maka
hasil pemanasan larutan didalam labu tidak dapat kembali ke labu dikarenakan
kondensor refluks panas dan uap yang keluar tidak dapat terkondensasi
kembali.Salah satu kelemahan dari metode ini antara lain;pemanasan secara
langsung tidak bisa untuk bahan tidak tahan panas.Salah satu kelebihan dari
metode refluks ini antara lain;efesiensi pelarut karena tidak perlu menggunakan
beberapa pelarut.
Setelah direfluks, ekstrak cair tersebut didinginkan.Dipisahkan menjadi 2
bagian,bagian pertama disimpan dan bagian yang lain dipekatkan dengan cara
evaporasi.Evaporator adalah alat pemekat atau pengental ekstrak cair yang mirip
dengan gasing serta dilengkapi heating mantel yang dapat diatur derajat suhunya
dan juga dilengkapi pipa-pipa untuk mengalirkan methanol/etanol sebagai
pendingin.Proses ini memakan waktu kurang lebih 1 jam tergantung dari volume
ekstrak cairnya.Pada proses evaporasi diharapkan agar panasnya konstan sehingga
reksi pengentalan berjalan sempurna.
Hasil dari evaporasi tersebut harus diuapkan di atas water bath sehingga
didapat hasil ekstrak yang lebih pekat.Dari sini kita bisa mendapatkan berapa gr
ekstrak kental sehingga didapatkan pula rendemennya.Hal ini untuk membuktikan
seberapa murni ekstrak yang kita dapat.Semakin besar rendemen yang didapat
maka semakin baik hasil ekstrak yang kita dapat.Terkadang kita mendapat
beberapa rendemen yang cukup besar tapi belum tentu senyawa itu murni
mungkin msh terdapat pengotor.maka dari itu kita perlu melakukan uji identifikasi
yang lebih spesifik.
Piknometer
Setelah kita mendapatkan hasil dari percobaan kali ini, maka langkah
selanjutnya adalah proses identifikasi.Proses identifikasi ini dimulai dengan kita
mencari bobot jenis ekstrak.Dalam hal ini kita menggunakan piknometer.Pertama
kita harrus mengetahui kerapatan air dengan cara menambahkan air ke dalam
pikno kosong.Perlu diperhatikan sebelum penambahan air pikno harus dalam
keadaan benar-benar bersih, sehingga penghitungannya benar.Tidak lupa juga kita
menambahkan ekstrak cair ke dalam pikno kosong untuk mengetahui kerapatan
ekstrak.Diusahakan agar cairan ekstrak memenuhhi tutup pikno sehingga didapat
hasil yang maksimal.Bobot jenis ekstrak dapat diketahui dari perbandingan dari
keraapatan ekstrak dan air.Lalu bobot jenis yang diketahui disamakan dengan
literature sehingga data semakin akurat.
Dinamolisis
Cara ini digunakan untuk mengetahui pola lingkaran yang didapat dari
ekstrak ini.kertas Whatman yang telah dibolongi tengahnya dan diberi sumbu
yang terbuat saring.Kertas saring bersumbu ini kemudian ditutpkan pada cawan
petri yang berisi ekstrak cair. Biarkan terjadi proses difusi sirkular selama 10
menit.Hasil yang didapat berupa pola 2 lingkaran berwarna.Lingkaran dalam
berwarna hijau.dan lingkaran luar berwarna kuning.Dihitung masing-masing
diameternya.Proses dinamolisis ini merupakan proses pemisahan senyawa secara
manual yang menghasilkan pola lingkaran berwarna yang menandakan masing-
masing kandungan senyawa dalam simplisia tersebut.
Kromatografi Lapis Tipis
Ekstrak kental ini apabila dibiarkan atau didinginkan kemungkinan akan
timbul kristal. Terhadap kristal ini dilakukan pengujiaan kemurnian dengan cara
metode kromatografi lapis tipis.Pada KLT dapat digunakan pemisahan dalam
jumlah kecil ( mikro gram).Cairan ekstrak cair tersebut ditutulkan beberapa kali
pada silica gel yang sudah diberi batas atas dan bawah, hal ini dmaksudkan agar
laju pemisahan terlihat jelas.Seperti yang sudah ditentukan kita akan
menggunakan pelat silica gel.Menurut teori, proses pembuatannya sebagai
berikut; sebelumnya plat dibersihkan terlebih dahulu dengan aseton untuk
menghilangkan lemak. Kemudian harus dilakukan penyaputan pelat kaca dengan
penjerapan, tetapi hal ini dapat diatasi dengan menggunakan penyaput tertentu
( misalnya 90 detik ) sebelum penyaputan. Tergantung pada ukuran partikel
penjerapan, mungkin harus ditambahkan kalsium sulfat hemihidrat ( 15% ) untuk
membantu pelekatan penjerap pada kaca. Setelah penyaputan pelat harus
dikeringkan tdd pada suhu 100-110 celcius selama 30 menit. Sifat penjerap dapat
diubah dengan penambahan garam anorganik, misalnya perak nitrat ( Ag
NO3 ).Dikarenakan pembuatan pelat silica gel memakan waktu yang cukup lama,
maka para praktikan telah disiapkan pelat silica gel tersebut. Silica gel ini
dimasukkan ke dalam chamber yang sudah diberi pengembang kloroform dan etil
eto Acetat dengan perbandingan 6:4.Salah satu keuntungan dari KLT dapat kita
bisa lihat pada saat penambahan pelarut, karena KLT dapat menggunakan
berbagai macam pelarut sehingga ruang geraknya lebih leluasa daripada KKt.
Sebelum silica gel dimasukkan keadaan chamber harus dalam keadaan panas, agar
udara atau atmosfer dalam chamber menjadi jenuh sehingga didapat hasil
pemisahaan yang baik.Silica gel dimasukkan ke dalam chamber harus dalam
keadaan miring agar lajunya bagus.Tidak lupa chamber ditutup kembali dengan
kaca untuk tetaaap menjaga suhu nya.Ditunggu sampai batas waktu 10
menit.Hasil yang sudah dikeringkan, dimasukkan ke dalam UV Betrachter.Hal ini
berfungsi untuk pendeteksian senyawa dengan beberapa cara. Pertama, dilihat
tanpa menggunakan sinar UV,warna yang dicatat adalah warna tearkhir yang
tampak pada titik penutulan.kedua, dilihat di bawah UV 254nm. Ketiga, dilihat
dibawah sinar UV 366nm.Bilangaaan Rf lebih kurang terulangkan, oleh karena itu
diperlukaan senyawaa pembanding satu atau lebih untuk penandaan. Untuk
mengukur Rf pada KLT dengan seksama kita dapat membakukan kondisi, namun
hal ini merupakan suatu prosess yang memakan waktu. Biasanya KLT dilaakukan
dengan pengembangan, pengembangan naik dalam suatu bejana yang dindingnya
dilaapisi dengan kertas saring, sehingga atmosfer dalam bejana jenuh dengan fase
pelarut. Deteksi KLT biasanya dilakukan dengan pereaksi semprot. Pada kali ini
digunakan H2SO4 untuk mendeteksi steroid dan lipid yang berguna. Hal ini
merupakan suatu kelebihan dari KLT dibandingkan KKt.Setelah penyemprotan
H2SO4 dilihat warna yang keluar pada UV 254 dan UV 366nm.
VI. DATA PENGAMATAN
Nama Simplisia : Capsici fructus
Metode Ekstraksi : Maserasi (Maserasi Dingin)
7. Organoleptik Ekstrak
Bentuk : cairan
Warna : merah
Bau : pedas dan menyengat
Rasa : pedas
8. Rendemen Ekstrak
Berat simplisia : 63,49 g
Berat ekstrak yang diuapkan : 0,59 g
Berat ekstrak total : 5,84 g
Rendemen ekstrak : 9,198 % b/b
9. Bobot Jenis Ekstrak
Berat piknometer kosong : 10,13 g
Berat piknometer + air : 20,05 g
Berat air : 9,92 g
Volume piknometer : 10 mL
Kerapatan air : 0,992 g/mL
Berat piknometer + ekstrak : 18,28 g
Volume pknometer : 10 mL
Berat ekstrak : 8,15 g
Kerapatan ekstrak : 0,815 g/mL
Bobot jenis ekstrak : 0,8216 g/mL
10. Kadar air Ekstrak
Berat ekstrak uji : 1,01g/mL
Volume air : 0,1 mL
Kadar air : 9,9 % v/b
11. Pola Kromatogram Lapis Lipis
No.
Bercak
Rf Pengamatan
Sinar Tampak UV 254 nm UV 366 nm
1 0 orange pekat ungu keabuan biru muda
2 0,175 orange muda - -
3 0,35 orange muda - -
4 0,7125 - - -
5 0,825 - - -
6 0,9875 orange pekat ungu keabuan biru muda
Rf Pengamatan dalam H2SO4 10 %
No.
Bercak
Sebelum dioven Setelah dioven
UV 254 nm UV 366 nm UV 254 nm UV 366 nm
1 0 ungu keabuan biru muda ungu keabuan biru muda
2 0,175 - biru muda - biru muda
3 0,35 - - - -
4 0,7125 - - - biru muda
5 0,825 - - - biru muda
6 0,9875 - biru muda - biru muda
12. Pola Dinamolisis
Keterangan :
VII. PERHITUNGAN
5. Rendemen
Berat simplisia : 63.49 g
no Diameter (cm) warna
1 0,967 Jingga +++++
2 1,50 Jingga +++
3 2,0 Jingga ++++
4 2,63 Jingga ++
5 4,7 Jingga +
Berat ekstrak yang diuapkan : 0.59 g
Berat ekstrak total = 146 x 0.59 = 5.84 g 25
Rendemen ekstrak = Berat ekstrak total x 100% Berat simplisia
= 5.84 x 100% = 9.198 % 63.49
6. Bobot Jenis Ekstrak
Berat piknometer kosong : 10.13 g
Berat piknometer + air : 20.05 g
Volume piknometer : 10 mL
Volume piknometer + ekstrak : 18.28
Berat air = 20.05 – 10.13 = 9.92 g
Kerapatan air = Berat air volume piknometer
= 9.92 = 0.992 g/mL 10
Kerapatan ekstrak = Berat air volume piknometer
= 8.15 = 0.815 g/mL 10
Bobot jenis ekstrak = kerapatan ekstrak Kerapatan air
= 0.815 g/mL = 0.8126 0.992 g/mL
7. Kadar Air Ekstrak
Massa ekstrak kental : 1.01 g/mL
Volume : 0.1 mL
Kadar air ekstrak = Volume x 100% Massa ekstrak kental
= 0.1 x 100% = 9.9 % 1.01 g/mL
8. Rf
Rf = a/b
Bercak no.2 Rf = 1,4 cm = 0,175 8 cm
Bercak no.3 Rf = 2,8 cm = 0,35 8 cm
Bercak no.4 Rf = 5,7 cm = 0,7125 8 cm
Bercak no.5 Rf = 6,6 cm = 0,825 8 cm
Bercak no.6 Rf = 7,9 cm = 0,9875 8 cm
VIII. PEMBAHASAN
Pada percobaan kali ini dilakukan ekstraksi simplisia Capsici fructus
untuk memperoleh metabolit sekunder. Metode ekstraksi yang dipakai
adalah metode ekstraksi cara dingin. Metode ekstraksi cara dingin biasanya
dilakukan pada simplisia yang termolabil. Ekstraksi cara dingin memerlukan
waktu yang lebih lama daripada ekstaksi cara panas. Metode ekstraksi yang
digunakan adalah maserasi.
Maserasi dilakukan dengan cara merendam simplisia yang telah
dihaluskan dalam cairan penyari, yaitu etanol 95%. Etanol digunakan karena
bersifat polar dan tidak bersifat toksik, lebih selektif dan memiliki daya
absorpsi yang baik.selain itu etanol juga bersifat netral, sulit ditumbuhin
oleh tapang dan kumang, dapat bercampur baik dengan air pada segala
perbandingan dan memerlukan panas yang sedikit untuk pemekatan.
Simplisia yang digunakan harus dihaluskan agar luas permukaan
menjadi bertambah sehingga kontak antara cairan penyaring dan simplisia
akan semakin banyak dan cepat. Pada proses awal maserasi dilakukan
pembasahan terhadap sample dengan tujuan untuk memberikan kesempatan
kepada cairan penyaring untuk memasuki seluruh pori – pori simplisia
sehingga mempermudah proses pencarian. Pada proses pengeringan
simplisia, cairan dalam dinding sel akan menguap sehingga terbentuk pori –
pori berisi udara yang menyebabkan berat simplisia menjadi lebih kecil. Jika
seluruh cairan penyaring langsung ditambahkan maka akan terjadi
pengapungan dari simplisia karena berat sel pada simplisia lebih ringan.
Volume yang diperlukan dalam proses pembasahan kurang lebih 10 mL
dalam waktu 10 menit. Setalah dilakukan pembasahan cairan penyaring
dapat ditambahkan sebanyak 250 mL sehingga jumlah cairan penyari total
adalah 260 mL. Kemudian bejana ditutup rapat dengan plastik wrap dan
kertas alumunium foil untuk mencegah kontaminan masuk. Bejana bewarna
coklat agar proses terlindung dari cahaya, karena cahaya dapat
mempengaruhi reaksi yang terjadi. Kemudiaan bejana dibiarkan selama
minimal 24 jam. Selama proses maserasi, zat aktif dalam simplisia akan
larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel
dan diluar sel maka larutan larutan yang terpekat akan didesak keluar.
Setelah 24 jam proses maserasi akan diperoleh ekstrak kasar (crude
extrac) yang akan ditampung dan dihitung volumenya. Volume yang
diperoleh adalah 246 mL yang memiliki selisih dengan banyaknya cairan
penyari yang ditambahkan pada awal maserasi, hal ini dapat terjadi karena
kesalahan teknis saat penambahan cairan penyari yang tidak menggunakan
gelas ukur atau alat volumetri lainnya tetapi hanya digunakan beaker glass
yang keakuratannya kecil dan adanya cairan penyari yang menguap.
Setelah diperoleh ekstrak kasar, selanjutnya ditentukan harga
rendemen, bobot jenis, pola dinamolisis dan analisisnya dengan ekstrak hasil
ekstraksi cara panas melalui metode Kromatografi Lapis Tipis. Awalnya,
ekstraksi kasar dibagi menjadi dua bagian yaitu 100 mL untuk penentuan
bobot jenis, pola dinamolisis dan analisis dengan Kromatografi Lapis Tipis
dan sisanya untuk dipekatkan.
Ekstrak kasar dipekatkan dengan menggunakan alat rotavapor
selama kurang lebih 30 menit lalu dilanjutkan dengan evaporasi ekstrak
diatas penangas air sampai diperoleh ekstrak kering, pada prinsipnya kedua
cara ini bertujuan sama, yaitu mengeringkan ekstrak. Kelebihan rotavorapor
ini adalah melalui alat ini kita dapat memperoleh cairan penyari kembali
secara utuh, sehingga menghemat biaya yang dihabiskan. Setelah diperoleh
ekstrak kering maka kita dapat menghitung rendemennya dengan rumus
yang sudah ada yaitu sebesar 9,198 % b/b. Ekstrak kering ini kemudiaan
disimpan untuk praktikum selanjutnya.
100 mL ektrak kasar tadi digunakan untuk beberapa pengujian.
Untuk memperoleh bobot jenis ekstrak digunakan piknometer sebagai alat
bantu, karena piknometer merupakan alat volumetri yang akurat yang
dapatmenunjukan volume dan berat dari sampel. Setelah dilakukan
penimbangan dan analisis volume diperoleh kerapatan ekstrak sebesar 0,815
gram/mL. Lalu besarnya bobot jenis ekstrak dapat dihitung dengan
membandingkan keraptan ekstrak dan kerapatan air (9,92 gram/ml )
sehingga diperoleh bobot jenis ekstrak sebesar 0,8216. Penentuan kerapatan
air dilakukan sama dengan perlakuan pada ekstrak.
Pengamatan pola dinamolisis dilakukan dengan menggunakan kertas
saring Whatman yang dilubangi kecil ditengahnya. Digunakan kertas ini
karena serat selulosanya memungkinkan adanya difusi sekular senyawa,
selain itu kertas yang digunakan harus dalam keadaan utuh ( tidak dilipat )
untuk menghindari perubahan pola dinamolisis karena kedudukan kertas
telah berubah. Lalu dipasang sumbu yang terbuat dari kertas yang sama
bersumbu ditutupkan pada cawan petri berisi ekstrak cair. Sumbu ini tidak
boleh terlalu tebal untuk mempermudah proses difusi pada kertas
selanjutnya ekstrak didiamkan selama kurang lebih 10 menit hingga ekstrak
naik ke sumbu ( daya difusi ) dan membentuk pola warna. Warna yang
terbentuk ada 5 macam dengan diameter yang juga berbeda. Perbedaan ini
disebabkan oleh perbedaan kecepatan difusi dari senyawa – senyawa yang
terkandung dalam ekstrak.
Analisis dengan menggunakan KLT dilakukan pada dua ekstrak yang
diperoleh dari cara ekstraksi yang berbeda, yaitu dengan cara panas dan cara
dingin. Larutan pengembang sebagai fasa gerak digunakan toluen:etil asetat
dengan perbandigan 70:30. Fase gerak dibiarkan selama 20 menit agar
terjadi penjenuhan. Sampel ditutulkan pada selica gel (fasa diam) yang telah
diberi tanda sebanyak 6 kali penotolan. Penotolan dilakukan dalam interval
waktu tertentu untuk menghindari kemungkinan totolan terlalu lebar, juga
penotolan dilakukan saat totolan sebelumnya masih basah. Selanjutnya plat
silica gel dimasukkan dalam bejana berisi pengembang dan diamati
pergerakan totolan sampai pengembang mencapai batas atas plat, lalu
dikeringkan dan diamati pada sinar tampak, sinar UV 254 nm dan 366 nm.
Penampakan warna ditulis dan nilai Rf dihitung. Pada sinar tampak
seharusnya terdapat enam bercak tanpa penambahan zat apapun, akan tetapi
hal ini tidak terjadi, plat hanya menunjukkan empat bercak. Hal ini
dimungkinkan karena pada saat penotolan, ekstrak yang ditotolkan kurang
banyak. Begitu pun pada pengamatan di bawah sinar UV 254 nm dan 366
nm untuk kedua ekstrak hasil ekstraksi yeng berbeda diperoleh hasil yang
sama. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan semua cara ekstraksi tidak
mempengaruhi kandungan zat aktif yang ada pada simplisia.
Penetapan kadar air ekstrak dilakukan dengan metode distilasi
menggunakan toluen. Sejumlah berat ekstrak (1 mg) dimasukkan dalam lanu
destilasi dan ditambahkan toluen, lalu dipasangkan pada alat destilasi.
Larutan toluen akan menguap dan terkondensasi menjadi cairan kembali
terpisah dari ekstrak. Begitupun dengan air akan menguap dan terkondensasi
menjadi cairan terpisah dari ekstrak. Molekul air akan bergerak menuruni
lapisa toluen karena berat jenisa air lebih besar dari berat jenisa toluen.
Pisahkan fraksi air dan fraksi toluen. Fraksi toluen dapat digunakan kembali
untuk distilasi berikunya. Kadar air dapat dihitung dengan membagi volume
fraksi air dengan berat ekstrak yang ditentukan kadar airnya. Dari percobaan
diperpleh kadar air sebesar 9.9 %.
IX. KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut :
Rendemen ekstrak : 9,198 % b/b
Bobot jenis ekstrak : 0,8216 g/mL
Kadar air ekstrak : 9,9 % v/b
Rf : Bercak no.2, Rf = 0,175
Bercak no.3, Rf = 0,35
Bercak no.4, Rf = 0,7125
Bercak no.5, Rf = 0,825
Bercak no.6, Rf = 0,9875
Pada dinamolisis diperoleh 5 lingkaran dengan warna dan diameter yang
berbeda, semakin kecil diameternya semakin pekat warnanya. Perbedaan ini
disebabkan oleh perbedaan kecepatan difusi dari senyawa – senyawa yang
terkandung dalam ekstrak.
Daftar Pustaka
Harborne, J.B. 1984. Metode Fitokimia. Diterjemahkan oleh : K Padmawinata.
Penerbit ITB. Bandung.
Macek, K. Pharmaceutical applications of Thin-Layer Chromatography. Elsevier
Publishing Company. Amsterdam.
Roth, H.J. & Blaschke, G. 1994. Analisis Farmasi. Diterjemahkan oleh : Sarjono
Kisman. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Sudjadi. 1988. Metode Pemisahan. Kanisius. Yogyakarta.
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS PREPARATIF
Salah satu metode pemisahan yang memerlukan pembiayaan paling murah
dan memakai peralatan paling dasar ialah kromatografi lapis tipis preparative
(KLTP). Walaupun KLTP dapat memisahkan bahan dalam jumlah gram, sebagian
besar pemakaian hanya dalam jumlah milligram. KLTP bersama – sama dengan
kromatografi kolom terbuka, masih dijumpai dalam sebagian besar publikasi
mengenai isolasi bahan alam, terutama dari laboratorium yang tidak dilengkapi
dengan cara pemisahan modern. Akan tetapi, seperti yang diterangkan kemudian,
terdapat banyak masalah pada KLTP.
Penjerap (Adsorben)
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk memeriksa pengaruh ketebalan
penjerap terhadap kualitas pemisahan (Stahl 1967) tetapi ketebalan yang paling
sering dipakai adalah 0,5 – 2 mm. ukuran pelat kromatografi biasanya 20 x 20 cm
atau 20 x 40 cm. pembatasan ketebalan lapisan dan ukuran pelat sudah tentu
mengurangi jumlah bahan yang dapat dipisahkan dengan KLTP. Penjerap yang
paling umum ialah silica gel dan dipakai untuk pemisahan campuran senyawa
liofil maupun campuran senyawa hidrofil. Untuk pembuatan lapisan tanpa retak
dianjurkan memakai penjerap niaga yang tersedia. Ukuran partikel dan porinya
kurang lebih sama dengan ukuran tingkat mutu KLT.
Pelat KLTP dapat dibuat sendiri atau dibeli dengan sudah terlapisi penjerap
(biasanya disebut pelat siap pakai atau pelat pralapis). Keuntungan membuat pelat
sendiri ialah bahwa ketebalan dan susunan lapisan dapat kita atur sendiri. Jadi,
perak nitrat, senyawa dapar, dsb. Dapat dicampur dengan penjerap. Pembuatan
lapisan penjerap yang diperlukan dapat dikerjakan dengan memakai salah satu
dari alat penyaput niaga yang banyak jenisnya misalnya dari Camag, Desaga, dsb.
Petunjuk untuk pembuatan pelat biasanya terdapat pada kemasan penjerap yang
bersangkutan.
Penotolan cuplikan
Cuplikan dilarutkan dalam sedikit pelarut sebelum ditotolkan pada pelat KLTP.
Pelarut yang baik ialah pelarut atsiri (heksana, diklorometana, etil asetat), karena
jika pelarut kurang atsiri terjadi pelebaran pita. Konsentrasi cuplikan harus sekitar
5 – 10 %. Cuplikan ditotolkan berupa pita yang harus sesempit mungkin karena
pemisahan bergantung pada lebar pita. Penotolan dapat dilakukan dengan tangan
(pipet) tetapi lebih baik dengan penotol otomatis (camag, desaga, dsb). Untuk pita
yang terlalu lebar, dapat dilakukan pemekatan dengan cara pengembangan
memakai pelarut polar sampai kira-kira 2 cm diatas tempat penotolan. Kemudian
pelat dikeringkan dan dielusi dengan pelarut yang diinginkan (Stahl 1967). Pelat
pralapis khusus dengan daerah pemekatan dapat dibeli.
Memilih fase gerak dan mengembangkan pelat KLTP.
Pada KLTP terdapat banyak peubah tetapi sebagai petunjuk umum, cuplikan 10-
100mg dapat dipisahkan pada lapisan silika gel atau alumunium oksida 20x20cm
yang tebalnya 1mm (Szekely 1983). Jika tebalnya diduakalikan maka banyaknya
cuplikan yang dapat dipisah bertambah 50%.
Pilihan pelarut ditentukan berdasarkan pemeriksaan pendahuluan memakai KLT
analitik. Karena ukuran partikel penjerap kira-kira sama, pelarut yang dipakai
pada KLT analitik dapat dipakai langsug pada KLTP. Buku acuan baku mengenai
kromatografi lapis tipis yang disusun oleh Stahl (1967) memuat sejumlah besar
sitem pelarut terpilih untuk berbagai golongan senyawa.
Baru-baru ini satu metode (model PRISMA yang didasarkn pada segitiga
keselektifan pelarut Snyder telah diuraikan untuk membantu pengoptimumam fase
gerak (Nyiredy dkk. 1985,e,f).
Fase gerak biner berikut (dalam berbagai perbandingan) sangat sering dipakai
pada pemisahan secara KLTP: N-heksana-etilasetat, N-heksana-aseton,
kloroform-metanol. Penambahan sedikit asam asetat atau dietil amina berguna
untuk memisahkan, berturut-turut senyawa asam dan senyawa basa.
Pngembangan pelat KLTP biasanya dilakukan dalam bejana kaca yang dapat
menampung beberapa pelat. Bejana dijaga tetap jenuh dengan pelarut
pengembang dengan bantuan sehelai kertas saring yang tercelup dalam
pengmbang.
Keefisienan pemisahan dapat ditingkatkan dengan cara pengembangan berulang.
Jika pemisahan secara KLTP telah dicapai, pelat dikeringkan dan kemudian
dimasukan lagi ke dalam bejana. Bergantung pada Rf pita, proses dapat diulang
beberapa kali, walaupun ada kerugian waktu.
Isolasi senyawa yang sudah terpisah
Kebanyakan penjerap KLTP mengandung indikator fluoresensi yang membantu
mendeteksi kedudukan pita yang terpisah sepanjang senyawa yang dipisahkan
menyerap sinar UV. Akan tetapi, beberapa indicator menimbulkan masalah yaitu
bereaksi dengan asam kadang-kadang bahkan dengan asam asetat.
Untuk senyawa yang tidak menyerap sinar UV, ada beberapa pilihan:
a). menyemprot dengan air misalnya saponin
b). menutup pelat dengan sepotong kaca menyemprot salah satu sisi dengan
pereaksi semprot
c). menambahkan senyawa pembanding.
Pita yang kedudukanya telah diketahui dikerok dari pelat dengan spatula atau
pengerok berbentuk tabung yang disambungkan ke pengumpul vakum. Cara
terakhir tidak dapat dilakukan untuk senyawa peka karena penjerap yang
mengandung senyawa yang sudah murni terus-menerus terkena aliran udara dan
resiko kena otooksidasi selalu ada. Cara mengumpulkan manapun yang dipakai,
senyawa harus diekstraksi dari penjerap dengan pelarut yang paling kurang polar
yang mungkin (sekitar 5 ml pelarut untuk 1 gram penjerap). Harus diperhatikan
bahwa makin lama senyawa berkontak dengan penjerap makin besar kemungknan
penguraian. Ekstrak disaring melalui ‘frit’ kaca berkeporian 4 dan kemudian
melalui membrane 0,2-0,45µm.
Pencemar dalam senyawa yang dimurnikan dengan KLTP.
Penjerap KLTP mengandung pengikat dan indicator fluoresensi yang susunan
kimianya biasanya tidak diketaui. Ketika senyawa yang dipisahkan dengan KLTP
diekstraksi, pengikat, indicator, dan pencemar lain kemungkinan besar terekstraksi
pula. Pada kenyataannya, makin polar pelarut pengekstraksi makin banyak bahan
yang tak diinginkan yang terekstraksi. Masalah selanjutnya ialah bahwa senyawa
luar tersebut sering tidak menyerap sinar UV dan tidak terdeteksi ketika
melakukan analisis KLT akhir senyawa hasil pemurnian. Szekely (1983) telah
menganalisis pencemar yang diekstraksi dari pelat silika gel blanko secara
gravimetri, spektrometri inframerah dan RMI-1H dan hasilnya menunjukan
adanya ftalat dan polyester. Oleh karena itu sangat dianjurkan melakukan
pemurnian tahap akhir dengan filtrasi gel memakai sephadex LH-20.
VII. PEMBAHASAN
Dalam praktikum ini diakukan pemisahan metabolit sekunder dari hasil
fraksinasi ekstrak simplisia Sonchi Folium dengan metode Kromatografi Lapis
Tipis Preparatif dengan fase diam yang digunakan adalah plat silica gel dan fase
gerak yang digunakan adalah pengembang yang terdiri dari larutan n-heksan dan
etil asetat dengan perbandingan 7 : 3.
Setelah ekstrak diperoleh dari hasil fraksinasi sebelumnya dan dipilih
fraksi yang hanya mengandung 2 komponen maka fraksi tersebut dipekatkan
terlebih dahulu diatas waterbath. Sambil menunggu ekstrak menjadi kental, plat
silica gel juga disiapkan dengan cara memanaskan bubur silica yang telah
ditempatkan diatas pelat kaca pada oven dengan suhu 110-120C selama 30
menit, fungsi dari pemanasan ini dimaksudkan agar molekul-molekul silica yang
sebelumnya menjadi bubur menjadi aktif dan dapat melakukan pemisahan, setelah
plat silica kering dan diperoleh ekstrak kental, maka selanjutnya dilakukan
penotolan pada plat silica gel. Penotolan dilakukan dengan pipa kapiler tanpa
jarak pemisah antara satu dengan yang lainnya agar diperoleh pita sebagai garis
awal pengembangan, selanjutnya plat ini dimasukkan ke dalam chamber yang
telah berisi larutan pengembang yang sudah dijenuhkan. Penjenuhan pengembang
biasa dilakukan agar pengembang tidak bereaksi dengan senyawa lain dan untuk
mempercepat pergerakan pengambang.
Setelah dimasukkan ke dalam chamber dan diamati pergerakannya hingga
mencapai tanda batas atas, dapat dilihat bahwa pita hasil pemisahan yang
terbentuk pada plat silica gel terdiri dari dua garis yang terpisah dengan jarak yang
cukup jauh, hal ini sesuai dengan hasil saat fraksinasi awal pada fraksi yang
digunakan untuk pemisahan ini. Pita yang terbentuk tidak berupa garis lurus yang
utuh yang lurus dan sejajar, padahal seharusnya pita yang terbentuk berbentuk
garis lurus. Hal ini dapat terjadi karena penotolan ekstrak dilakukan kurang rapat
dan tidak lurus, dan juga dimungkinkan karena pengembang yang digunakan
kurang jenuh. Kedua pita yang terbentuk kemudian dikerok dan dilarutkan dalam
etil asetat dalam dua wadah yang berbeda.
Setelah diperoleh dua hasil kerokan dari KLT preparative, selanjutnya
kedua ekstrak itu lalu diuji kemurniannya dengan menggunakan KLT lagi, hanya
jenis KLT yang digunakan bukan KLT preparati tapi KLT biasa, pengembang
yang digunakan juga merupakan pengembang yang sama dengan pada KLT
preparative sebelumnya. Kedua ekstrak tadi lalu ditotolkan pada plat silica gel,
sebanyak lima kali penotolan, dengan jarak tertentu, untuk menghindari
tercampurnya kedua ekstrak juga dilakukan penotolan dengan interval waktu
tertentu saat ekstrak hasil penotolan awal sudah kering sempurna. Setelah
dilakukan penotolan selanjutnya plat silica gel ini dimasukkan ke dalam chamber
yang telah berisi pengembang yang telah dijenuhkan dan diamati pergerakannya
sampai mencapai tanda batas. Plat silica ini lalu dikeringkan dan diamati bercak
warnanya. Pada sinar tampak tidak terlihat bercak warna yang tampak, akan tetapi
pada panjang gelombang 366 nm terlihat masing-masing bercak pada kedua
ekstrak. Selanjutnya untuk lebih memastikan kemurnian ekstrak maka selanjutnya
dilakukan KLT dua dimensi.
KLT dua dimensi ini dilakukan pada salah satu ekstrak yang menunjukkan
hanya satu komponen pada KLT sebelumnya. Proses awal yang dilakukan juga
sama, yaitu penotolan sample, hanya saja terjadi perbedaan letak penotolan yaitu
pada sudut plat silica gel. Pada tahap pertama pengembang yang digunakan masih
sama dengan pengembang pada KLT sebelumnya, yaitu n-heksan dan etil asetat
dengan perbandingan 7: 3 yang juga telah dijenuhkan, setelah diamati
pergerakannya hingga mencapat tanda batas, plat silica tersebut dikeringkan dan
diamati pada sinar tampak dan uv 254 nm dan uv 366 nm sambil mempersiapkan
pengembang kedua untuk tahap KLT dua dimensi selanjutnya.
Pada tahap kedua KLT dua dimensi, plat yang digunakan masih sama
yaitu, silak gel yang bertindak sebagai fase diam, sedangkan pengembang yang
digunakan adalah n-heksan dan etil asetat dengan perbandingan 1 : 1, setelah
pengembang siap dan jenuh, selanjutnya plat silica yang tadi telah diamati pada
KLT dua dimensi tahap pertama diputar 90 sehingga posisi bercak hasil KLT
pertama menjadi titik awal pemisahan pada KLT yang kedua. Setelah dimasukkan
lalu pergerakan bercak tersebut diamati hingga mencapai titik batas atas.
Penampakan warna ditulis dan harga Rf dihitung. Berdasarkan literatur,
tempuyung merupakan tanaman yang mengandung beberapa golongan senyawa
flavanoid. Hasil penampakan bercak menunjukkan adanya senyawa golongan
flavanoid dan golongan flavanol dengan adanya bercak biru muda, kuning, orange
kecoklatan dan pink (merah keunguan) pada penampakan dengan sinar ultraviolet
panjang gelombang 366 nm. Tempuyung mengandung banyak senyawa kimia
seperti golongan flavanoid (Kaemferol, Luteolin-7-O-Glikosida dan epigenin-7-
O-Glikosida), kumarin, taraksasterol serta asam fenolat bebas. Kandungan
flavanoid total dalam daun tempuyung 0,1044% dan 0,5% pada akarnya dengan
jenis terbesar adalah epigenin-7-O-Glikosida (3,4,5). Pustaka lain menyebutkan
bahwa daun tempuyung mengandung senyawa kimia antara lain Luteolin, Flavon,
Flavonol dan Auron. Secara kimia, flavanoid mengandung cincin aromatik yang
tersusun dari 15 atom karbon dengan inti dasar yang tersusun dalam konjugasi C6-
C3-C6 (dua inti aromatik terhubung dengan 3 atom karbon). Keberadaan cincin
aromatik ini menyebabkan pitanya terserap kuat pada daerah panjang gelombang
UV visibel.
Hasil yang diperoleh saat kedua taha KLT dua dimensi ini adalah sama,
yaitu merupakan satu bercak penotolan dengan warna yang sama dan hanya dapat
terlihat pada sinar uv dengan panjang gelombang 366 nm. Hal ini cukup
mendukung bahwa ekstrak yang telah dipisahkan ini telah murni.
VIII. KESIMPULAN
Dari hasil pecobaan dipeoleh kesimpulan bahwa di dalam tumbuhan
Sonchi folium terdapat kandungan senyawa metabolit sekunder.
DAFTAR PUSTAKA
Gritter,R.J.J.M. Bobbit and A.G Schwarting.1991. Pengantar Kromatografi.
Bandung.Penerbit ITB
Harborne. J. B. 1996. Metode Fitokimia. ITB. Bandung
Tjitrosoepomo,Gembong.1994.Taksonomi Tumbuhan Obat.Yogyakarta: Gadjah