TAHAPAN PROSES KONSELING NO Unsur Tahap dan Proses Konseling 1 Sapa Klien: Senyum, Sapa, Salam, Jabat, Perkenalan, 2 Tanya Persoalan Klien: Kumpulkan data dasar diagnosis dari semua aspek dengan metode; ASSESSMENT 3 Jelaskan tujuan Konseling 4 Menetapkan dan menerapkan alternatif pemecahan masalah 5 Menerapkan penggunaan bahan makanan, food model atau daftar bahan makanan penukar yang ada 6 Konfirmasi kembali apakah klien sudah merasa puas/ mengungkapkan apa yang belum jelas 7 Menutup konseling gizi, mengucapkan terimakasih, dengan senyum, sopan dan santun serta melakukan kontak mata dengan pasien.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Hipertensi adalah penyakit yang terjadi akibat peningkatan tekanan darah. Tekanan
darah (TD) ditentukan oleh dua faktor utama yaitu curah jantung dan resistensi perifer.
Curah jantung adalah hasil kali denyut jantung dan isi sekuncup. Besar ini sekuncup
ditentukan oleh kekuatan kontraksi miokard dan alir balik vena. Resistensi perifer
merupakan gabungan resistensi pada pembuluh darah (arteri dan arteriol) dan
viskositas darah. Resistensi pembuluh darah ditentukan oleh tonus otot polos arteri
dan arteriol dan elastisitas dinding pembuluh darah (Ganiswara,1995:50). Diagnosis
hipertensi tidak boleh ditegakan berdasarkan sekali pengukuran, kecuali bila tekanan
darah diastolik (TDD) ≥ 120 mmHg dan atau tekanan darah sistolik (TDS) ≥ 210
mmHg. Pengukuran pertama harus dikonfirmasi pada sedikitnya dua kunjungan lagi
dalam waktu satu sampai beberapa minggu (tergantung dari tingginya tekanan darah
tersebut). Diagnosis hipertensi ditegakan bila dari pengukuran berulang-ulang tersebut
diperoleh nilai rata-rata TDD ≥ 90 mmHg dan atau TDS ≥ 140 mmHg (Ganiswara,
1995:316)
Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah menurut The Sevent Joint National
Committee on Prevention Detection Evaluation and Treatment of
High Blood Pressure (JNC7).
KLASIFIKASI SISTOLIK (mmHg)
DIASTOLIK (mmHg)
Normal < 120 < 80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi tingkat 1 140-159 90-99
Hipertensi tingkat 2 ≥ 160 ≥ 100
(Sumber : Dipiro et al, 2006).
2. penyebab Hipertensi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibedakan menjadi dua golongan yaitu:
a. Hipertensi Primer atau Esensial
Hipertensi yang tidak atau belum diketahui penyebabnya (terdapat sekitar 90% -
95% kasus). Penyebab hipertensi primer atau esensial adalah multifaktor, terdiri
dari faktor genetik dan lingkungan. Faktor keturunan bersifat poligenik dan
terlihat dari adanya riwayat penyakit kardiovaskuler dalam keluarga. Faktor
predisposisi genetik ini dapat berupa sensitifitas terhadap natrium, kepekaan
terhadap stress, peningkatan reaktivitas vaskuler (terhadap vasokonstriksi) dan
resistensi insulin (Setiawati dan Bustami, 1995:315-342).
b. Hipertensi sekunder atau Renal
Hipertensi yang disebabkan atau sebagai akibat dari adanya penyakit
lain(terdapat sekitar 5% -10% kasus) penyebabnya antara lain hipertensi akibat
penyakit ginjal (hipertensi renal), hipertensi endokrin, kelainan saraf pusat, obat-obat
dan lain-lain.
3. Manifestasi klinik/ Gejala hipertensi
Hipertensi tidak memberikan gejala khas, baru setelah beberapa tahun adakalanya
pasien merasakan nyeri kepala pagi hari sebelum bangun tidur, nyeri ini biasanya
hilang setelah bangun (Tan dan Raharja, 2001). Pada survai hipertensi di
Indonesia tercatat berbagai keluhan yang dihubungkan dengan hipertensi
sepertipusing, cepat marah, telinga berdenging, sukar tidur, sesak nafas, rasa berat
ditekuk, mudah lelah, sakit kepala, dan mata berkunang-kunang.Gejala lain yang
disebabkan oleh komplikasi hipertensi seperti : gangguan penglihatan, gangguan
neurologi, gagal jantung dan gangguan fungsi ginjal tidak jarang dijumpai.
Timbulnya gejala tersebut merupakan pertanda bahwa tekanan darah perlu
segera diturunkan (Susalit et al, 2001:453-472).
4. Diagnosis Hipertensi
Diagnosis hipertensi didasarkan pada peningkatan tekanan darah yang terjadi
pada pengukuran yang berulang. Joint National Committee VII menuliskan
diagnosis hipertensi ditegakan berdasarkan sekurang-kurangnya dua kali
pengukuran tekanan darah pada saat yang berbeda. pengukuran pertama harus
dikonfirmasi pada sedikitnya dua kunjungan lagi dalam waktu satu sampai beberapa
minggu (tergantung dari tingginya tekanan darah tersebut). Diagnosis hipertensi
ditegakan bila dari pengukuran berulang -ulang tersebut diperoleh nilai rata-rata
tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg dan atau tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg.
Diagnosis hipertensi boleh ditegakan bila tekanan darah sistolik ≥ 210 mmHg dan
atau tekanan darah diastolik ≥ 120 mmHg (Ganiswara, 1995:317).
Evaluasi pasien hipertensi mempunyai tiga tujuan:
a. Mengidentifikasi penyebab hipertensi.
b. Menilai adanya kerusakan organ target dan penyakit
kardiovaskuler,beratnya penyakit,serta respon terhadap pengobatan.
c. Mengidentifikasi adanya faktor resiko kardiovaskuler lain atau penyakit
penyerta, yang ikut menentukan prognosis dan ikut menentukan panduan
pengobatan. Data yang diperlukan untuk evaluasi tersebut diperoleh dengan
cara anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan
pemeriksaan penunjang (Susalit et al, 2001).
6. Terapi Hipertensi
Terapi pengobatan hipertensi adalah untuk mencegah terjadinya morbiditas
dan mortalitas akibat tekanan darah tinggi, ini berarti tekanan darah harus diturunkan
serendah mungkin yang tidak mengganggu fungsi, ginjal, otak, jantung maupun
kualitas hidup. Terapi hipertensi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu terapi
Non farmakologi (tanpa obat) dan terapi farmakologi (dengan obat)
Terapi non farmakologi ditujukan untuk menurunkan tekanan darah pasien
dengan jalan memperbaiki pola hidup pasien. Terapi ini sesuai untuk segala jenis
hipertensi. Modifikasi pola hidup terbukti dapat menurunkan tekanan arah lain
penurunan tekanan darah pada kasus obesitas, diet asupan kalium dan kalsium,
pengurangan asupan natrium, melakukan kegiatan fisik, dan mengurangi
konsumsi alcohol (Chobanian et al, 2003).
Terapi farmakologi sedikit berbeda dibanding dengan pasien usia muda.
Perubahan-perubahan fisiologis yang terjadi pada usia lanjut menyebabkan
konsentrasi obat menjadi tinggi dan waktu eliminasi menjadi panjang. Juga terjadi
penurunan fungsi dan respon organ-organ, adanya penyakit lain, adanya
obat-obat untuk penyakit lain yang sementara dikonsumsi, harus
diperhitungkan dalam pemberian obat anti-hipertensi.
Prinsip pemberian obat pada pasien usia lanjut:
1) Sebaiknya dimulai dengan satu macam obat dengan dosis kecil.
2) Penurunan tekanan darah sebaiknya secara perlahan,untuk penyesuaian
autoregulasi guna mempertahankan perfusi ke organ vital.
3) Regimen obat harus sederhana dan dosis sebaiknya sekali sehari.
4) Antisipasi efek samping obat.
5) Pemantauan tekanan darah itu sendiri di rumah untuk evaluasi
Efektivitas pengobatan.
Pengobatan harus segera dilakukan pada hipertensi berat dan apabila terdapat
kelainan target organ. Oleh karena itu fungsi ginjal telah menurun dan terdapat
gangguan metabolisme obat,sebaiknya dosis awal dimulai dengan dosis yang lebih
rendah pada hipertensi tanpa komplikasi.Hipertensi pada usia lanjut perlu diobati
seperti pada usia yang lebih muda,secara hati-hati sampai tekanan sistolik 140
mmHg dan diastolik 80 mmHg atau kurang. Selain itu perlu diobati faktor resiko
kardiovaskuler yang lain: dislipedemia, merokok, obesitas, diabetes melitus dan
lain-lain (Suharjono,Syakib,2001: 484-485).
1. Pengeretian MarasmusMarasmus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan kalori protein. (Suriadi, 2001:196)
2. Gejalaa. Tampak sangat kurus, hingga tulang terbungkus kulitb. Wajah seperti orang tuac. Cengeng, reweld. Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (pada
daerah pantat tampak seperti memakai celana longgar/”baggy pants”)e. Perut cekungf. Iga gambangg. Sering disertai: penyakit infeksi (umumnya kronis berulang),h. diare
3. Faktor-faktor yang menimbulkan marasmus :a. Masukan makanan yang kurang
Marasmus terjadi akibat masukan kalori yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak; misalnya pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer.
b. InfeksiInfeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksienteral misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephritis dan sifilis kongenital.
c. Kelainan struktur bawaanMisalnya: penyakit jantung bawaan, penyakit Hirschprung, deformitas palatum, palatoschizis, micrognathia, stenosis pilorus, hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pancreas.
d. Prematuritas dan penyakit pada masa neonatusPada keadaan-keadaan tersebut pemberian ASI kurang kibat reflek mengisap yang kurang kuat.
e. Pemberian ASIPemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makan-an tambahan yang cukup.
f. Gangguan metabolikMisalnya: renal asidosis, idiopathic hypercalcemia, galac-tosemia, lactose intolerance.
g. Tumor hypothalamusJarang dijumpai dan baru ditegakkan bila penyebab marasmus yang lain telah disingkirkan.
h. PenyapihanPenyapihan yang terlalu dini disertai dengan pemberian makanan yang kurang akan menimbulkan marasmus.
i. UrbanisasiUrbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi untuk timbulnya
marasmus; meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula perubahan kebiasaan penyapihan dini dan kemudian diikuti dengan pemberian susu manis dan susu yang terlalu encer akibat dari tidak mampu membeli susu; dan bila disertai dengan infeksi berulang, terutama gastro enteritis akan menyebabkan anak jatuh dalam marasmus.
4. Penyebab Cara pencegahan marasmus :a. Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun merupakan sumber energi
yang paling baik untuk bayi.b. Ditambah dengan pemberian makanan tambahan yang bergizi pada umur 6 tahun
ke atas.c. Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan lingkungan dan
kebersihan perorangan.d. Pemberian imunisasi.e. Mengikuti program keluarga berencana untuk mencegah kehamilan terlalu kerap.f. Penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat
merupakan usaha pencegahan jangka panjang.g. Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita di daerah yang endemis
kurang gizi, dengan cara penimbangan berat badan tiap bulan
5. PengobatanPada stadium ringan dengan perbaikan gizi. Pengobatan pada stadium berat cenderung lebih kompleks karena masing-masing penyakit harus diobati satu persatu. Penderitapun sebaiknya dirawat di Rumah Sakit untuk mendapat perhatian medis secara penuh.
6. Pencegahan
1) Memberikan ASI eksklusif (hanya ASI) sampai anak berumur 6 bulan. Setelah itu, anak mulai dikenalkan dengan makanan tambahan sebagai pendamping ASI yang sesuai dengan tingkatan umur, lalu disapih setelah berumur 2 tahun.
2) Anak diberikan makanan yang bervariasi, seimbang antara kandungan protein, lemak, vitamin dan mineralnya. Perbandingan komposisinya: untuk lemak minimal 10% dari total kalori yang dibutuhkan, sementara protein 12% dan sisanya karbohidrat.
3) Rajin menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti program Posyandu. Cermati apakah pertumbuhan anak sesuai dengan standar di atas. Jika tidak sesuai, segera konsultasikan hal itu ke dokter.
4) Jika anak dirawat di rumah sakit karena gizinya buruk, bisa ditanyakan kepada petugas pola dan jenis makanan yang harus diberikan setelah pulang dari rumah sakit.
5) Jika anak telah menderita karena kekurangan gizi, maka segera berikan kalori yang tinggi dalam bentuk karbohidrat, lemak, dan gula. Sedangkan untuk proteinnya bisa diberikan setelah sumber-sumber kalori lainnya sudah terlihat mampu meningkatkan energi anak. Berikan pula suplemen mineral dan vitamin penting lainnya. Penanganan dini sering kali membuahkan hasil yang baik. Pada kondisi yang sudah berat, terapi bisa dilakukan dengan meningkatkan kondisi kesehatan secara umum. Namun, biasanya akan meninggalkan sisa gejala kelainan fisik yang permanen dan akan muncul masalah intelegensia di kemudian hari.