Landfill Landfill adalah fasilitas fisik yang digunakan untuk pembuangan residu buangan padat di permukaan tanah pada suatu areal tertentu. Pada waktu sebelumnya, istilah sanitary landfill digunakan untuk menunjukan suatu landfill dimana sampah ditempatkan dan ditutup setiap operasi harian berakhir. Sedangkan saat ini sanitary landfill memiliki pengertian sebagai suatu fasilitas yang dirancang sebagai tempat pembuangan limbah padat perkotaan yang didesain dan dioperasikan untuk meminimalkan dampak pembuangan sampah terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan. Klasifikasi landfill berdasarkan jenis perlakuan terhadap sampahnya : a. Landfill sampah tercampur Merupakan jenis landfill yang paling banyak ditemukan di Indonesia maupun di negara lain. Digunakan untuk menampung segala jenis sampah yang ada dalam timbulan sampah perkotaan maupun lumpur instalasi pengolahan air limbah berbagai industri yang telah dikeringkan sehingga kadar solidnya menjadi 51 % atau lebih. Material penutup intermediat dan penutup akhir diambil dari tanah galian landfill. b. Landfill sampah yang telah mengalami pengolahan Sampah yang telah dipotong atau digiling dapat memperkecil ruang pemakaian landfill hingga 35 % dibandingkan sampah yang tidak diolah. Sampah olahan dapat dipadatkan membentuk suatu permukaan yang lebih seragam dan rapat. Keuntungan lain yaitu sampah yang
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Landfill
Landfill adalah fasilitas fisik yang digunakan untuk pembuangan residu buangan padat
di permukaan tanah pada suatu areal tertentu. Pada waktu sebelumnya, istilah sanitary
landfill digunakan untuk menunjukan suatu landfill dimana sampah ditempatkan dan ditutup
setiap operasi harian berakhir. Sedangkan saat ini sanitary landfill memiliki pengertian
sebagai suatu fasilitas yang dirancang sebagai tempat pembuangan limbah padat perkotaan
yang didesain dan dioperasikan untuk meminimalkan dampak pembuangan sampah terhadap
kesehatan masyarakat dan lingkungan.
Klasifikasi landfill berdasarkan jenis perlakuan terhadap sampahnya :
a. Landfill sampah tercampur
Merupakan jenis landfill yang paling banyak ditemukan di Indonesia maupun di
negara lain. Digunakan untuk menampung segala jenis sampah yang ada dalam
timbulan sampah perkotaan maupun lumpur instalasi pengolahan air limbah
berbagai industri yang telah dikeringkan sehingga kadar solidnya menjadi 51 %
atau lebih. Material penutup intermediat dan penutup akhir diambil dari tanah
galian landfill.
b. Landfill sampah yang telah mengalami pengolahan
Sampah yang telah dipotong atau digiling dapat memperkecil ruang pemakaian
landfill hingga 35 % dibandingkan sampah yang tidak diolah. Sampah olahan dapat
dipadatkan membentuk suatu permukaan yang lebih seragam dan rapat.
Keuntungan lain yaitu sampah yang telah dipotong dapat pula dimanfaatkan untuk
memproduksi kompos yang dapat dipakai sebagai material penutup intermediet.
Kelemahan dari metoda ini adalah dibutuhkannya fasilitas pemotongan (shredding)
dan perlunya untuk mengoperasikan suatu bagian konvensional landfill yang akan
menampung sampah-sampah yang sulit dipotong. Metoda ini sangat cocok untuk
daerah dengan curah hujan sangat rendah atau musiman.
c. Landfill sampah tertentu
Dikenal juga dengan istilah monofill, dimana abu hasil pembakaran, asbestos, dan
limbah lain yang sejenis (designated waste) umumnya ditempatkan di monofill
untuk mengisolasinya dari material-material sampah yang diletakkan di landfill
sampah tercampur.
d. Jenis landfill lainnya
• Landfill yang didesain untuk memaksimalkan produksi gas
Landfill jenis ini perlu dirancang khusus apabila kuantitas gas landfill yang
dihasilkan dekomposisi anaerob material sampah akan dimaksimalkan. Cara-
cara yang umum dilakukan diantaranya penggunaan barisan sel secara
individu dengan kedalaman yang cukup tanpa menggunakan lapisan penutup
intermediat dan lindi akan direcycle untuk meningkatkan proses dekomposisi.
Kelemahan dari sistem ini adalah diperlukannya operasional tambahan dimana
timbulan lindi yang berlebihan harus dibuang
• Landfill sebagai unit pengolahan terintegrasi
Metoda operasi yang diterapkan antara lain pemisahan sampah organik dan
meletakkannya di landfill terpisah sehingga laju biodegradasi dapat meningkat
seiring dengan pertambahan kadar air sampah, baik hasil dari recycle lindi
maupun melalui seeding dengan lumpur instalasi pengolahan air limbah yang
telah digesti. Material terurai akan digali dan digunakan sebagai material
penutup untuk area landfill baru, sel-sel yang digali selanjutnya diisi dengan
sampah baru.
• Landfill di daerah basah
Pada metoda ini area landfill dibagi menjadi sel-sel baru atau beberapa lagoon
dan dilakukan penjadwalan operasi pengisian sehingga 1 sel individu atau
lagoon akan terisi masing-masing 1 tahun. Seringkali sampah diletakkan
langsung di atas air. Alternatif lain, material pengisi bersih ditambahkan
sehingga mencapai atau sedikit diatas muka air sebelum operasi pengisian
landfill dimulai. Untuk meningkatkan stabilitas struktural, dibangun tanggul
dari material sampah yang membagi sel atau lagoon sebagai penambahan
terhadap material pengisi bersih. Untuk mencegah pergerakan lindi dan gas
dari sel atau lagoon yang telah penuh maka digunakan tanah liat dan lapisan
baja ringan atau lapisan kayu.
Berdasarkan kondisi lokasi yang ada, metoda landfill dibagi menjadi :
1. Metoda Area
• Dapat diterapkan pada lokasi yang relatif datar;
• Sampah disebarkan dan dipadatkan diatas tanah yang akan ditimbun;
• Sampah membentuk sel-sel sampah yang saling dibatasi oleh tanah penutup;
• Setelah pengurugan sampah selesai akan membentuk slope.
2. Metoda Slope/Ramp
• Sebagian tanah digali;
• Sampah kemudian diurug ke dalam galian;
• Tanah penutup diambil dari tanah galian;
• Setelah lapisan pertama selesai, operasi selanjutnya seperti metoda area.
3. Metoda Parit/Trench
• Dapat digunakan untuk daerah datar atau sedikit bergelombang;
• Site yang ada digali, sampah disebarkan didalam galian, dipadatkan dan
ditutup setiap hari setelah operasi selesai;
• Tanah yang digali dapat digunakan untuk tanah penutup;
• Digunakan bila air tanah cukup rendah sehingga zone non aerasi di bawah
landfill cukup tinggi (> 1,5 m);
• Ukuran parit biasanya panjang 30 – 60 m, lebar 5 – 15 m dan kedalaman 1-3
m;
• Slope 1,5 : 1 sampai 2 : 1;
• Operasi selanjutnya seperti metoda area.
4. Metoda Pit/Canyon
• Diterapkan untuk jurang atau ngarai;
• Pengurugan sampah dimulai dari dasar;
• Penempatan sampah sesuai dengan topografi;
• Tanah penutup dapat diambil dari dinding ngarai atau dasarnya;
• Penyebaran dan pemadatan sampah seperti metoda area.
Penanganan yang dilakukan terhadap sampah di landfill juga bervariasi antara lain :
1. Penanganan sampah sebelum di landfilling.
• Sampah tanpa pemotongan, sampah yang ada langsung diurug tanpa dilakukan
proses pemotongan.
• Sampah dengan pemotongan/shredding.
- Biasanya sampah dipotong antara 50 – 80 mm.
- Sampah menjadi lebih homogen, lebih padat dan dapat ditimbun lebih
tebal.
- Dapat digunakan sebagai pengomposan di landfill khususnya untuk
sampah-sampah organik.
- Binatang pengerat seperti tikus dapat dikurangi karena rongga-rongga
dalam timbunan dihilangkan dan sampah menjadi lebih padat.
- Densitas bisa mencapai 0,8 – 1 ton/m3
- Memungkinkan proses aerobik yang menghasilkan panas sehingga dapat
menghindari lalat.
- Bila tidak ada masalah bau maka tidak perlu tanah penutup.
- Untuk sampah organik fermentasi lebih cepat sehingga stabilitas juga
lebih cepat.
- Membutuhkan alat pemotong yang mengakibatkan biaya menjadi mahal.
• Sampah dengan pemadatan/baling.
- Sampah dipadatkan dengan mesin pemadat sehingga kepadatan
mencapai 1 ton/m3.
- Transportasi lebih murah karena sampah lebih padat dan berbentuk
praktis.
- Pengurugan di lapangan lebih mudah.
- Pengaturan sel lebih mudah dan sistematis, misalnya setiap ketinggian 3
m diaplikasikan tanah penutup 10 cm.
- Butuh investasi alat/mesin dan biaya yang mahal.
- Dihasilkan air lindi hasil pemadatan yang perlu mendapat perhatian.
2. Penanganan sampah di lokasi landfill.
• Secara tradisional.
- Sampah diletakkan lapis perlapis (0,5 – 0,6 m) sampai ketinggian sekitar
1,2 – 1,5 m.
- Urugan sampah membentuk sel-sel dan membutuhkan ketelitian operasi
alat berat.
- Kepadatan sampah mencapai kepadatan 0,6 – 0,8 m ton/m3.
- Membutuhkan penutup harian 10 – 30 cm paling tidak dalam waktu 48
jam.
- Lapisan teratas bersifat aerobik.
- Bagian-bagian sampah yang besar diletakkan di bawah agar tidak terjadi
rongga.
- Tanah penutup harus cukup homogen agar cukup permeabel.
• Dengan alat berat pemadat (compactor)
- Banyak digunakan untuk lahan yang besar.
- Proses yang terjadi menjadi anaerob.
- Karena densitas yang tinggi, serangga dan tikus sulit bersarang.
- Keuntungannya dibandingkan dengan lahan urug tradisional adalah
tanah penutup lebih sedikit, truk mudah berlalu lalang dan masa layan
yang lebih lama.
- Kerugiannya biaya operasi menjadi meningkat.
Dilihat dari cara penanganan lindi, terdapat 4 jenis landfill yaitu :
• Controlled landfill.
Lokasi landfill telah dipilih dan dipersiapkan dengan baik, namun aplikasi
tanah penutup tidak dilakukan setiap hari.
• Sanitary landfill dengan tanah penutup harian.
Peningkatan dari controlled landfill, lahan penimbunan dibagi atas beberapa
area yang dibatasi oleh tanggul/parit. Penutupan timbunan tanah dilakukan
setiap hari sehingga masalah bau, asap dan lalat dapat dikurangi.
• Sanitary landfill dengan sirkulasi lindi.
Masalah lindi sudah diperhatikan, dibutuhkan sarana untuk mengalirkan lindi
dari dasar landfill ke penampungan, biasanya kolam yang diaerasi. Lindi
kemudian dikembalikan ke timbunan sampah melalui ventilasi biogas tegak
atau langsung ke timbunan sampah.
• Sanitary landfill dengan pengolahan lindi.
Lindi yang dikumpulkan melalui sistem pengumpul lindi kemudian diolah
secara lengkap seperti layaknya limbah cair, pengolahan yang diterapkan
biasanya secara kimia dan biologi.
Berdasarkan ketersediaan oksigen dalam timbunan Landfill terbagi atas:
• Anaerobic landfill
- Merupakan landfill yang banyak dikenal saat ini;
- Timbunan sampahnya berlapis-lapis;
- Menghasilkan lebih banyak gas CH4, H2S yang menimbulkan bau;
- Stabilitas sampah tidak tercapai;
- Konsentrasi lindi tinggi.
• Semi-aerobic landfill
- Dapat menghindari genangan lindi dalam timbunan;
- Tanah penutup hariannya tidak kedap udara;
- Kandungan air sampahnya rendah;
- Udara disuplai ke timbunan sampah melalui saluran pengumpul lindi.
• Aerobic landfill
- Terdapat pipa penyuplai udara pada saluran pengumpul lindi dan pada
timbunan sampah;
- Dilakukannya pembalikan sampah;
- Proses pembusukan sampah lebih cepat;
- Kualitas lindi lebih baik daripada anaerobic landfill;
- Bau berkurang;
- Tidak perlu penutup harian.
Salah satu dari jenis Semi-aerobic landfill yang banyak digunakan adalah Metode
Fukuoka. Pada tahun 1975 Universitas Fukuoka dan pemerintah Kota Fukuoka bekerja sama
untuk mengembangkan pendekatan untuk pengelolaan sampah yang dikenal dengan Metode
Fukuoka. Latar belakang dikembangkan Metode Fukuoka adalah jenis landfill pada
kebanyakan negara berkembang adalah tipe Anaerobik (Open Dumping) dan menghasilkan
gas metan (CH4) secara kontinu, dimana sekitar 30 % gas metan yang ada dihasilkan oleh
landfill. Selain itu kebanyakan negara berkembang mempunyai presipitasi yang tinggi, hal ini
membuat dekomposisi lambat dan menjadikan landfill ke kondisi Anaerobik.
Metode Fukuoka didesain untuk meminimalkan biaya investasi landfill, biaya
perawatan, dan menciptakan landfill yang ramah lingkungan. Sekarang ini, 70 % landfill di
Jepang menggunakan tipe ini. Konsep metode fukuoka cocok digunakan pada negara-negara
berkembang karena hemat biaya, pemeliharaan yang mudah, dan dapat digunakan kembali.
Struktur Metode Fukuoka:
• Lindi dikumpulkan pada kolam pengumpul lindi melalui pipa berlobang yang
telah dipasang.
• Outlet dari pipa pengumpul lindi selalu terbuka ke udara, udara segar masuk
sampai ke lapisan dengan demikian tercipta kondisi aerobik di sekeliling pipa
• Mengurangi kandungan air didalam sel sampah.
Keunggulan Metoda Fukuoka:
a. Strukturnya sangat mudah dan murah. Bisa menggunakan material lokal
seperti bambu, ban bekas, drum bekas, dll.
b. Dekomposisi cepat dan tidak terlalu menimbulkan bau busuk.
c. Lindi dapat dihentikan segera setelah terkumpul, dengan demikian dapat
mengurangi rembesan.
d. Tekanan gas dihilangkan melalui pipa ventilasi, mengurangi kemungkinan
terjadinya ledakan.
e. Pengolahan lindi menjadi lebih mudah.
f. Membantu meringankan global warming karena mengurangi sejumlah
produksi CH4 (25 kali lebih berbahaya dari CO2).
g. Dapat merehabilitasi open dumping menjadi sanitary landfill.
Sarana dan Prasarana TPA
Fasilitas Umum
• Jalan Masuk
Jalan masuk TPA harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
- Dapat dilalui kendaraan truk sampah dan 2 arah;
- Lebar jalan 8 m, kemiringan permukaan jalan 2 – 3 % ke arah saluran
drainase, tipe jalan kelas 3 dan mampu menahan beban perlintasan dengan
tekanan gandar 10 ton dan kecepatan kendaraan 30 km/jam (sesuai dengan
ketentuan Ditjen Bina Marga).
• Jalan Operasi
Jalan operasi yang dibutuhkan dalam pengoperasian TPA terdiri dari 2 jenis, yaitu:
- Jalan operasi penimbunan sampah, jenis jalan bersifat temporer, setiap saat
dapat ditimbun dengan sampah;
- Jalan penghubung antar fasilitas, yaitu kantor/ pos jaga, bengkel, tempat
parkir, tempat cuci kendaraan. Jenis jalan bersifat permanen.
• Bangunan Penunjang
Luas bangunan kantor tergantung pada lahan yang tersedia dengan
mempertimbangkan rencana kegiatan yang akan dilaksanakan antara lain
pencatatan sampah, tampilan rencana tapak dan rencana pengoperasian TPA,
tempat cuci kendaraan kamar mandi/wc dan gudang.
• Sistem Drainase
Sistem drainase di lokasi TPA mempunyai tujuan utama untuk menyalurkan air
hujan, baik dari sekeliling landfill maupun dari permukaan landfill agar tidak
masuk ke dalam area pembuangan sampah. Berkurangnya jumlah air hujan yang
masuk ke dalam timbunan sampah sangat berpengaruh terhadap volume total lindi
yang akan dihasilkan.
Perletakan saluran drainase:
- Fasilitas drainase untuk aliran air permukaan di sekitar landfill.
- Fasilitas ini berfungsi untuk mengalirkan air di sekitar landfill ke daerah yang
lebih rendah. Untuk keperluan ini biasanya digunakan saluran terbuka
berbentuk “U”. Apabila kemiringan dasar landfill sangat curam dapat
digunakan lebih dari satu fasilitas drainase seperti diatas. Strukturnya dapat
berupa pasangan batu, corrugated flume, gutter berbentuk “U” dan lain-lain.
- Fasilitas drainase untuk daerah yang sedang dioperasikan.
Fasilitas ini biasanya dibentuk berdasarkan pembagian wilayah yang sedang
dioperasikan dengan membentuk tanggul dan selanjutnya
dialirkan/dihubungkan dengan fasilitas drainase utama. Strukturnya dapat
berupa corrugated flume, perforated hume pipe dan lain-lain.
- Fasilitas drainase untuk daerah yang telah selesai dioperasikan.
- Air juga akan meresap ke dalam landfill yang telah dioperasikan. Untuk itu
perlu dicegah dengan membuat fasilitas drainase yang telah disesuaikan
dengan rencana pemanfaatan lahan setelah selesai pengoperasian landfill.
Struktur fasilitas drainasenya dapat berupa “U”, hume pipe, atau pipa lainnya
yang tidak tembus air.
• Pagar
Pagar berfungsi untuk melindungi lokasi landfill dari segala macam gangguan yang
datang dari luar area operasi seperti gangguan dari binatang-binatang liar. Pagar
biasanya dibuat mengelilingi lokasi dengan menggunakan bahan dari besi yang
dilengkapi dengan kawat berduri. Selain itu pagar dapat berupa pagar tanaman
sehingga sekaligus dapat juga berfungsi sebagai daerah penyangga setebal 5 m.
• Papan Nama
Papan nama berisi nama TPA, pengelola, jenis sampah dan waktu kerja.
Fasilitas Perlindungan Lingkungan
• Pembentukan Dasar TPA
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembentukan dasar TPA antara lain (DPU,
2006):
- Lapisan dasar TPA harus kedap air sehingga lindi terhambat meresap ke dalam
tanah dan tidak mencemari air tanah, koefisien permeabilitas lapisan dasar
TPA harus lebih kecil dari 10-6 cm/det;
- Pelapisan dasar kedap air dapat dilakukan dengan cara melapisi dasar TPA
dengan tanah lempung yang dipadatkan (25 cm x 2) atau geomembran setebal
5 mm
- Dasar TPA harus dilengkapi saluran pipa pengumpul lindi dan kemiringan
minimal 2 % ke arah saluran pengumpul maupun penampung lindi.
- Pembentukan dasar TPA harus dilakukan secara bertahap sesuai dengan urutan
zona/ blok dengan urutan pertama sedekat mungkin ke kolam pengolahan
lindi.
• Pengelolaan Lindi
Lindi adalah limbah cair yang timbul akibat masuknya air eksternal ke dalam
timbunan sampah, melarutkan dan membilas materi-materi terlarut atau
tersuspensi. Komposisi lindi berasal dari beberapa sumber seperti air hujan,
drainase permukaan, air tanah, mata air dan termasuk juga materi organik hasil
proses dekomposisi biologis.
Dalam perancangan prasarana sebuah TPA, terdapat dua besaran debit lindi yang
digunakan yaitu:
1. Perancangan saluran penangkap dan pengumpul lindi dengan skala waktu
dalam orde kecil (biasanya skala jam), artinya saluran tersebut mampu
menampung lindi maksimum yang terjadi pada waktu tersebut.
2. Perancangan pengolahan lindi yang biasanya mempunyai skala hari, dikenal
dengan debit rata-rata harian
Lindi yang timbul setelah pengoperasian selesai dan pada kondisi dimana seluruh lahan
akan ditutupi tanah penutup akhir diperkirakan dengan menggunakan suatu metoda yang
disebut metoda neraca air. Metoda ini didasarkan asumsi bahwa lindi yang dihasilkan dari
curah hujan berhasil meresap kedalam timbulan sampah (perkolasi). Sumber lain seperti air
hasil dekomposisi sampah, infiltrasi muka air tanah, dan aliran air permukaan lainnya dapat
diabaikan. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kuantitas perkolasi adalah presipitasi,
evapotranspirasi, surface run off, dan kelembaban tanah. Berdasarkan Pedoman Perencanaan
Tempat Pembuangan Akhir Sampah Metoda Sanitary Landfill (DPU, 2006) terdapat
beberapa ketentuan dalam pengelolaan lindi:
1. Saluran pengumpul lindi
Saluran pengumpul lindi terdiri dari saluran pengumpul sekunder dan primer:
Kriteria saluran pengumpul sekunder adalah sebagai berikut:
a. Dipasang memanjang di tengah blok/ zona penimbunan;
b. Saluran pengumpul tersebut menerima aliran dan dasar lahan, dengan
kemiringan minimal 2%;
c. Saluran pengumpul terdiri dari rangkaian pipa PVC.
Kriteria saluran pengumpul primer:
a. Menggunakan pipa PVC berlubang (untuk pipa ke bak pengumpul lindi tidak
berlubang).
b. Saluran primer dapat dihubungkan dengan hilir saluran sekunder oleh bak
kontrol, yang berfungsi pula sebagai ventilasi yang dikombinasikan dengan
pengumpul gas vertikal.
Syarat pengaliran lindi adalah:
a. Gravitasi;
b. Kecepatan pengaliran 0,6 – 3 m/det;
c. Kedalaman air dalam saluran atau pipa (d/D) maksimal 80%, dimana d =
tinggi air dan D = diameter pipa.
Perhitungan desain debit lindi adalah menggunakan model atau dengan
perhitungan yang didasarkan atas asumsi-asumsi:
a. Hujan terpusat pada 4 jam sebanyak 90% (Van Breen), sehingga faktor
puncak = 5,4;
b. Maksimum hujan yang jatuh 20 - 30 % diantaranya menjadi lindi. Dalam
1 bulan, maksimum terjadi 20 hari hujan;
c. Data presipitasi diambil berdasarkan data harian atau tahunan maksimum
dalam minimal 5 tahun terakhir.
2. Penampungan Lindi
Lindi yang mengalir dalam saluran primer pengumpul lindi dapat ditampung pada
bak penampung lindi dengan kriteria teknis sebagai berikut:
- Bak penampung lindi harus kedap air dan tahan asam;
- Ukuran bak penampung lindi disesuaikan dengan kebutuhan.
3. Pengolahan Lindi
Salah satu dari penanganan yang dapat dilakukan dalam pengolahan lindi,
alternatifnya adalah antara lain:
- Memanfaatkan sifat-sifat hidrolis dengan pengaturan air tanah sehingga aliran
lindi tidak menuju aliran tanah;
- Mengisolasi lahan urug landfill sehingga eksternal tidak masuk dan lindinya
tidak keluar;
- Mencari lahan yang mempunyai tanah dasar dengan kemampuan yang baik
untuk menetralisir cemaran;
- Mengembalikan (resirkulasi) lindi ke arah timbunan sampah;
- Mengalirkan lindi menuju pengolahan air buangan domestik;
- Mengolah lindi dengan unit pengolahan sendiri.
Pemilihan proses secara mandiri sangat ditentukan oleh berbagai faktor, yang
terpenting adalah baku mutu (standar) effluen lindi, ketersediaan lahan, kemampuan sumber
daya manusia dan kemampuan ekonomi. Untuk kapasitas perancangan unit pengolahannya,
digunakan acuan sebagai berikut:
a. Debit pengumpul lindi
Dihitung dari rata-rata hujan maksimum harian, dari data minimal 5 tahun terakhir;
Dengan asumsi bahwa curah hujan akan terpusat selama 4 jam sebanyak 90%.
b. Debit pengolah lindi
Dihitung dari rata-rata hujan maksimum bulanan, dari data minimal 5 tahun;
Dihitung dari neraca air, sehingga diperoleh besarnya perkolasi kumulasi bulanan
yang maksimum.
Sedangkan alternatif sistem pengolahan yang dapat digunakan untuk mengolah lindi
adalah sebagai berikut:
1. Pengolahan dengan Proses Biologis
a. Kombinasi Kolam Stabilisasi, untuk lokasi dengan ketersediaan lahan yang
memadai, dengan alternatif kombinasi sebagai berikut:
i. Kolam anaerobik, Fakultatif, Maturasi dan Biofilter (alternatif 1);
ii. Kolam anaerobik, Fakultatif, Maturasi dan Wetland (alternatif 2)
b. Kombinai Proses Pengolahan Anaerobik – Aerobik, untuk lokasi dengan
ketersediaan lahan yang lebih terbatas, yaitu kombinasi antara Anaerobic
Baffle Reactor (ABR) dengan Aerated Lagoon (alternatif 3).
2. Pengolahan dengan Proses Fisika-Kimia
Pengolahan ini tepat digunakan apabila dikehendaki kualitas efluen lindi yang
lebih baik sehingga dapat digunakan untuk proses penyiraman dan pembersihan
peralatan dalam lokasi TPA atau dibuang ke badan air Kelas II (PP No. 82 Tahun
2001). Kombinasi sistem pengolahan yang digunakan adalah sebagai berikut:
i. Proses Koagulasi – Flokulasi, Sedimentasi, Kolam Anaerobik atau ABR
(alternatif 4);
ii. Proses Koagulasi – Flokulasi, Sedimentasi I, Aerated Lagoon, Sedimentasi II
(alternatif 5).
3. Evaporasi / Penguapan Lindi
Sistem pengelolaan lindi ini menggunakan kolam evaporasi yang telah dilapisi
dasarnya (lined pond) untuk menghindari perkolasi lindi ke dalam tanah. Proses
yang diharapkan dari sistem ini adalah penguapan lindi ke udara dan untuk lindi
yang tidak menguap disemprotkan lagi ke landfill yang sedang beroperasi.
Penguapan lindi membutuhkan lahan yang cukup luas agar penyemprotan efluen
dapat dilakukan secara kontinu. Untuk mengontrol bau maka dilakukan aerasi di
permukaan.
Cara penanganan lindi yang telah dilakukan antara lain:
- Memanfaatkan sifat-sifat hidrolis dengan pengaturan air tanah sehingga aliran
lindi tidak menuju ke air tanah;
- Mengisolasi lahan-urug tersebut agar air eksternal tidak masuk dan lindi tidak
keluar;
- Mencari lahan yang mempunyai tanah dasar dengan kemampuan baik untuk