Top Banner
Lampiran : Makalah SMA Negeri I Ambon (Juara I Lomba Karya Tulis Ilmiah Arkeologi Tingkat SMU se- Kota Ambon) Judul : Yang Unik Dari Negeri Ema Penulis : Aaron Yonatan Tehupuring Caleb Ang Elizabeth Diane Wattimena Jeni Mepi Nampasnea Kapata Arkeologi Edisi Khusus / Mei 2008 Balai Arkeologi Ambon 127
13

Lampiran : Yang Unik Dari Negeri Ema - Kapata Arkeologi

Mar 14, 2023

Download

Documents

Khang Minh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Lampiran : Yang Unik Dari Negeri Ema - Kapata Arkeologi

Suantika, I Wayan. 2005 Peran dan Fungsi Benteng Masa Kolonial bagi Pembangunan Daerah Maluku. Dalam Kumpulan Makalah PIA X-2005 di Yogyakarta. Jakarta: Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia. Belum diterbitkan

.........................2006 “Penelitian Arkeologi dalam Siklus”. Draft tulisan. Ambon: Balai Arkeologi Ambon. belum diterbitkan.

Sulistyanto, B. 2006 Penerapan Metode Focus Group Discussion dalam Penelitian Arkeologi Publik. Dalam Arkeologi: Dari Lapangan ke Permasalahan: 186-196, ISBN 979-5579-7-6. Bandung: Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia Komda Jawa Barat.

Tanudirdjo, D.A. 2004 Pengelolaan Sumberdaya Arkeologi : Sebuah Pengantar Yogyakarta: Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gajah Mada. Bahan Diskusi untuk Pelatihan Pengelolaan Sumberdaya Arkeologi Tingkat Dasar Tahun 2004 di Trowulan. belum diterbitkan

_____________. 2006 Pengantar Pengelolaan Sumberdaya Budaya. Yogyakarta: Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gajah Mada. Bahan Diskusi untuk Pelatihan Pengelolaan Sumberdaya Arkeologi Tingkat Dasar Tahun 2006 di Yogyakarta. belum diterbitkan

Tim Pokja Kajian Ekowisata, Puslitbang BP. Budpar. 2004 Kajian Kebijakan Pariwisata Berkelanjutan. Jakarta: Departemen Kebudayaan dan Pariwisata.

Lampiran :

Makalah SMA Negeri I Ambon (Juara I Lomba Karya Tulis Ilmiah Arkeologi Tingkat SMU se-

Kota Ambon)

Judul :Yang Unik Dari Negeri Ema

Penulis :Aaron Yonatan Tehupuring

Caleb AngElizabeth Diane Wattimena

Jeni Mepi Nampasnea

126 Kapata Arkeologi Edisi Khusus / Mei 2008Balai Arkeologi Ambon

Kapata Arkeologi Edisi Khusus / Mei 2008Balai Arkeologi Ambon

127

Page 2: Lampiran : Yang Unik Dari Negeri Ema - Kapata Arkeologi

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Arkeologi berasal dari bahasa Yunani, terdiri dari 2 kata yakni archaeo

yang artinya ‘kuno’ dan logos yang artinya’ilmu’. Arkeologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari barang-barang peninggalan masa lampau. Sebuah nama alternatif arkeologi adalah ilmu sejarah kebudayaan material. Wajar untuk berpikir bahwa arkeologi adalah suatu “ilmu kuno”. Karena, arkeologi melibatkan hal-hal kuno. Kebanyakan orang terkejut saat mengetahui bahwa arkeologi relatif baru. Arkeologi bukanlah suatu subjek minat professional sampai tahun 1700-an. Pada saat itu arkeologi terutama memfokus pada objek-objek “berharga”( sebagian besar artifak-artifak emas dan perak ). Pendekatan sistematis (ilmiah) tidak digunakan secara luas sampai tahun 1900-an. Arkeologi pada masa sekarang merangkumi berbagai bidang yang berkait. Sebagai contoh, penemuan mayat yang dikubur akan menarik minat pakar dari brbagai bidang untuk mengkaji tentang pakaian dan jenis bahan-bahan yang digunakan, bentuk keramik dan cara penyebaran, kepercayaan melalui apa yang dikebumikan bersama mayat tersebut. Usia galian juga dapat ditentukan melalui metode pengukuran karbon oleh seorang pakar kimia. Sedangkan pakar genetik yang ingin mengetahui pergerakan perpindahan manusia purba, meneliti DNA-nya.

Dengan demikian, kita tahu bahwa ilmu ini sangatlah berperan penting dalam sebuah perkembangan kehidupan manusia serta kebudayaannya. Hal inilah yang menjadi tolak ukur dalam penulisan karya tulis ini. Arkeologi sebagai disiplin ilmu yang mempelajari barang-barang peninggalan masa lampau, kehidupan manusia serta kebudayaan dapat menjadi suatu bukti dan aset yang sangat berharga bagi kelangsungan hidup suatu bangsa.

Inilah ilmu yang memaparkan secara terperinci tentang berbagai peristiwa yang dimulai dari awal terbentuknya, sampai berakhirnya suatu peristiwa penting dalam sejarah kehidupan manusia dan kebudayaannya.

Kapata Arkeologi Edisi Khusus / Mei 2008Balai Arkeologi Ambon

128

Page 3: Lampiran : Yang Unik Dari Negeri Ema - Kapata Arkeologi

1.2 Manfaat dan Tujuan Banyak manfaat yang dapat kita peroleh dari penulisan karya tulis ini. Salah satunya ialah mengetahui jati diri bangsa kita. Mengapa??? Karena tanpa mengenal jati diri bangsa, maka secara tidak langsung kita tidak mengenal jati diri kita sebagai warga negara dari bangsa itu sendiri. Hasil-hasil kebudayaan itulah yang dapat kita jadikan sebagai situs untuk mengenal jati diri bangsa kita. Contohnya seperti bukti-bukti peninggalan sejarah, pakaian-pakaian daerah, lagu dan tarian daerah, rumah-rumah adat, makanan khas serta kebiasaan-kebiasaan yang melekat dan telah menjadi ciri khas. Dari kemajemukan inilah kita dapat membedakan jati diri bangsa kita dengan jati diri bangsa lain. Untuk dapat mengetahui dan mengenal jati diri bangsa kita maka kita harus banyak belajar tentang kebudayaan dan sejarah-sejarah yang ada. Fasilitas-fasilitas serta kemajuan IPTEK di abad 21 ini, membuktikan bahwa tidak ada yang sulit untuk dilakukan. Kemajuan IPTEK seperti internet dengan sangat cepat telah menjangkau masyarakat dari berbagai kalangan. Ini merupakan suatu kemudahan bagi kita agar dapat mengenal jati diri bangsa yang sampai saat ini belum menjadi prioritas utama bagi generasi muda. Sejauh mana kesadaran kita tentang disiplin ilmu ini (arkeologi)? Mengapa karya tulis ini sangat penting untuk ditelaah lebih mendalam? Pertanyaan inilah yang mendasari pembuatan karya tulis ini, agar lebih dikenal oleh masyarakat luas. Apabila kita berpikir komparatif mengenai disiplin ilmu ini, maka generasi muda Indonesia telah tertinggal jauh dengan negara-negara maju, khususnya di belahan bumi bagian barat. Ini disebabkan karena pola pikir mereka yang beranggapan bahwa disiplin ilmu ini tidaklah begitu penting untuk menjadi jaminan bagi masa depan mereka. Hal ini menjadi perbedaan yang menonjol antara kedua generasi muda. Generasi muda di belahan bumi bagian barat sangat mempedulikan sejarah mereka, sebagai suatu bangsa yang merdeka dan berdaulat. Bila kita pelajari lebih spesifik tentang peninggalan budaya masa lampau, pada dasarnya Indonesia pun terbentuk dari perbedaan-perbedaan yang ada. Perbedaan-perbedaan itupun telah dipersatukan dengan sebuah sumpah yang diucapkan oleh seorang Patih Kerajaan Majapahit yang bernama Patih Gajah Mada. Hal inilah yang melatarbelakangi kedatangan utusan Majapahit ke Maluku, tepatnya di Desa Ema.

1.3 Masalah Dalam penulisan karya tulis ini, masalah yang ingin dipecahkan ialah kecenderungan dari sifat manusia yang tidak menyadari bahwa dari tindakannya yang negatif dapat menyebabkan timbulnya bencana, yang akhirnya dapat merusak sumber-sumber arkeologi.

1.4 Metode yang Digunakan Pada umumnya, metode penulisan yang digunakan untuk sebuah karya tulis lebih kearah metode kepustakaan (melalui buku-buku literatur). Ditinjau dari berbagai macam segi serta kekurangan dan kelebihan dari metode yang ada, maka kami memutuskan untuk tidak hanya menggunakan metode kepustakaan. Hal ini karena kita tidak dapat melihat dan merasakan secara visual objek yang akan diteliti untuk dijadikan karya tulis. Oleh sebab itu metode observasi adalah metode yang tepat untuk mendukung penulisan karya tulis ini disamping metode kepustakaan. Penggunaan metode observasi sangat mendukung penulisan ini, karena kelebihannya secara visual, sehingga kita tidak terpaku pada buku-buku atau VCD (kepustakaan) yang merupakan data-data yang telah diteliti sebelumnya oleh para arkeolog. Untuk membuktikan kebenaran data serta bukti yang ada, kami tertarik untuk menggunakan metode observasi langsung. Untuk menyelesaikan karya tulis ini, maka digunakan metode observasi dan kepustakaan. Layaknya kedua sisi mata uang yang saling memberikan nilai nominal pada uang tersebut, sehingga bila salah satu sisi mata uang tidak ada maka nilai nominal uang tersebut adalah nol.

129 Kapata Arkeologi Edisi Khusus / Mei 2008Balai Arkeologi Ambon

Kapata Arkeologi Edisi Khusus / Mei 2008Balai Arkeologi Ambon

130

Page 4: Lampiran : Yang Unik Dari Negeri Ema - Kapata Arkeologi

BAB IIPROFIL WILAYAH MALUKU

2.1KondisiGeografis Provinsi Maluku merupakan daerah kepulauan dengan jumlah pulau yang diperkirakan sekitar 559 buah. Letak Provinsi Maluku diantara 2°30’ - 9° Lintang Selatan, 124° - 136° Bujur Timur. Disebelah Utara berbatasan dengan Laut Seram, sebelah Selatan dengan Laut Indonesia atau Laut Arafura, sebelah Barat dengan Pulau Sulawesi dan sebelah Timur dengan Pulau Irian atau Provinsi Irian Jaya. Luas Provinsi Maluku adalah sekitar 581 376 km² yang terdiri dari luas lautan sekitar 527 191 km² dan luas daratan sekitar 54 185 km². Luas daratan yang sekitar 54 185 km² terdiri dari 4 Kabupaten yaitu Kabupaten Maluku Tenggara Barat seluas 15 033 km², Maluku Tenggara seluas 9 934 km², Maluku Tengah seluas 19 594 km², Pulau Buru seluas 9 247 km², dan Kota Ambon seluas 377 km². D i Kabupaten Maluku Tenggara Barat terdapat 5 kecamatan dengan 188 desa atau kelurahan, Kabupaten Maluku Tenggara terdapat 3 kecamatan dengan 235 desa atau kelurahan, Kabupaten Maluku Tengah terdapat 15 kecamatan dengan 305 desa atau kelurahan, Kabupaten P. Buru terdapat 3 kecamatan dengan 62 desa atau kelurahan dan Kota Ambon terdapat 3 kecamatan dengan 50 desa atau kelurahan. Dari segi kedudukan pusat Wilayah Administrasi Pemerintahan, ibukota Provinsi Maluku berkedudukan di Kota Ambon. Sedangkan ibukota Kabupaten Maluku Tenggara Barat berkedudukan di kota Saumlaki, ibukota Kabupaten Maluku Tenggara berkedudukan di kota Tual, ibukota Kabupaten Maluku Tengah berkedudukan di kota Masohi, ibukota Kabupaten P. Buru berkedudukan di kota Namlea dan ibukota Kota Ambon berkedudukan di kota Ambon.

2.2 Kondisi Ekonomi Penduduk di Provinsi Maluku ini pada umumnya bekerja pada sektor Pertanian yaitu sekitar 47,46 %. Hal ini menandakan bahwa sebagian besar penduduk Provinsi Maluku masih menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Sementara penduduk lainnya lebih banyak bekerja dalam bidang Perdagangan dan Jasa, masing-masing sekitar 20,12 % dan 16,99

%.Mengingat kondisi geografis di Wilayah Maluku memiliki luas lautan lebih besar dari daratan, maka hubungan antarpulau di Provinsi Maluku lebih banyak menggunakan sarana angkutan laut. Selain itu sarana angkutan darat dan udara juga tidak kalah pentingnya. Prasarana angkutan laut yang ada di Provinsi Maluku tercatat ada 27 buah pelabuhan umum dan 22 buah pelabuhan khusus. Dua puluh dua buah pelabuhan khusus terdiri dari 3 pelabuhan khusus kehutanan, 1 pelabuhan khusus penelitian, 1 pelabuhan khusus pertambangan, 2 pelabuhan khusus perikanan mutiara, 7 pelabuhan khusus pertamina dan 8 pelabuhan khusus perikanan udang. Prasarana angkutan darat pada tahun 2000 tercatat 1 475,44 km, terdiri dari jalan Nasional sepanjang 251,33 km, jalan Propinsi sepanjang 1 224,11 km. Prasarana angkutan udara di Wilayah Maluku pada tahun 1999 tercatat ada 11 buah pelabuhan udara. Dari sisi perekonomian, laju pertumbuhan ekonomi di Propinsi Maluku pada tahun 2000 tercatat sekitar 15,33 %, dengan jumlah pendapatan regional perkapita sebesar 2 007 960 rupiah. Sektor ekonomi yang sangat mempengaruhi perekonomian Provinsi Maluku adalah sektor Pertanian, Perdagangan, Hotel dan Restoran, Jasa-jasa serta sektor Industri Pengolahan. Gubernur Maluku, Karel Alberth Ralahalu mengatakan, secara makro ekonomi, kondisi perekonomian Maluku cenderung membaik setiap tahun. Salah satu indikatornya ialah, adanya peningkatan nilai PDRB. Pada tahun 2003 PDRB Provinsi Maluku mencapai 3,7 triliun rupiah kemudian meningkat menjadi 4,05 triliun tahun 2004, selain PDRB laju pertumbuhan ekonomi sebagai bagian indikator makro ekonomi menunjukan kemajuan yang menggembirakan antara lain, peningkatan pertumbuhan ekonomi di tahun 2004 mencapai 4,05 persen kemudian meningkat menjadi 5,06 persen ditahun 2005.

2.3 Sumber Daya Manusia Jumlah penduduk Provinsi Maluku, hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 1999 adalah sebanyak 1 016 663 orang, yang terdiri dari 497 908 laki-laki dan 518 755 perempuan dengan kepadatan pendudukan sekitar 19 jiwa per km². Penyebaran penduduk di Provinsi Maluku sangat tidak merata. Bila jumlah penduduk per Kabupaten/Kota

131 Kapata Arkeologi Edisi Khusus / Mei 2008Balai Arkeologi Ambon

Kapata Arkeologi Edisi Khusus / Mei 2008Balai Arkeologi Ambon

132

Page 5: Lampiran : Yang Unik Dari Negeri Ema - Kapata Arkeologi

dibandingkan dengan Luas Wilayahnya, maka akan terlihat bahwa di Kota Ambon jumlah penduduknya sedikit, namun kepadatannya sangat tinggi yakni sekitar 726 jiwa per km². Hal ini berbeda dengan kabupaten lain seperti Kabupaten Maluku Tengah dimana penduduknya cukup banyak tetapi kepadatannya sangat rendah sekitar 17 jiwa per km². Dari jumlah penduduk Provinsi Maluku sebanyak 1.288.813 jiwa, 54,0 % diantaranya tergolong dalam kelompok penduduk umur produktif (10 tahun ke atas) dan sebanyak 84,57 % bekerja sedangkan 8,43% mencari pekerjaan atau lazim disebut dengan pengangguran terbuka. Ditinjau dari jenis lapangan pekerjaan, maka sebagian besar bekerja pada bidang pertanian yaitu mencapai 66,01 %, menyusul bidang perdagangan dan jasa sebesar 9,35 % sedangkan sisanya sebesar 24,64 % tersebar dalam sektor-sektor lain. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di Provinsi Maluku selama 5 tahun terakhir terus meningkat. Pada tahun 1998, tingkat partisipasi angkatan kerja sudah mencapai 50,44 %, kemudian meningkat menjadi 50,80 % pada tahun 1999. Tahun 2001 mengalami penurunan, yaitu mencapai 44,44 % dan meningkat cukup tajam pada tahun 2002 mencapai 70,42 %, dan pada tahun 2003 turun lagi menjadi 54,00 %. Pada bidang pendidikan, ternyata pertikaian sosial yang terjadi telah menghancurkan infrastruktur pendidikan pada seluruh tataran mulai dari Taman Kanak-kanak sampai pada Perguruan Tinggi, sehingga sangat mengganggu pengembangan sumber daya manusia yang dibutuhkan bagi pembangunan daerah. Masalah ini memerlukan perhatian yang sangat serius, karena terkait dengan upaya membangun peradaban modern manusia Indonesia di Maluku yang rasional, demokratis, menjunjung tinggi nilai-nilai spiritual (agama), etika sosial, serta menghargai perbedaan latar belakang suku, agama, ras, dan antargolongan. Gambaran umum pendidikan di Provinsi Maluku pada tahun 2003 adalah : penduduk usia sekolah 7-24 tahun sebanyak 488.833 orang, dari jumlah tersebut yang tidak atau belum pernah sekolah yaitu sebanyak 6.365 orang atau 1,30 % sedangkan yang masih bersekolah sebanyak 322.359 atau 65,94 % dan tidak bersekolah lagi sebanyak 160.108 orang atau 32,7 %. Jumlah sekolah yang ada tidak sebanding dengan jumlah gedung sekolah, yaitu satu gedung dipakai bersama untuk lebih dari satu sekolah. Hal ini terjadi untuk semua jenjang pendidikan. Selama tahun 2003, untuk

tingkat sekolah TK jumlah sekolah sebanyak 230 hanya terdiri dari 167 gedung, SD sebanyak 1.589 sekolah dengan 1.554 gedung, SLTP sebanyak 306 sekolah dengan hanya 248 gedung dan SMU sebanyak 123 sekolah dengan jumlah gedung 105. Masalah lain di bidang pendidikan di Maluku adalah masih sangat kurangnya jumlah Sekolah Menengah Kejuruan. Pada tahun 2002 di Maluku hanya terdapat 18 buah SMK sedangkan jumlah SMU 104 buah dengan jumlah siswanya 35.008 orang. Selain itu juga terjadi kepincangan antara jumlah jenjang pendidikan tinggi S1 dibanding dengan S0. Seharusnya lulusan tingkatan pendidikan S0 harus lebih banyak dari S1 namun di Maluku hal ini terbalik. Persentase penduduk 10 tahun ke atas dengan tingkat pendidikan S0 (Diploma I, II, III, Sarjana Muda) adalah 1,4 %, sedangkan untuk S1, S2, S3, Diploma IV, angka ini adalah 6,8 %. Terkait dengan optimalisasi pemanfaatan dan kebutuhan output dari perguruan tinggi yang ada di daerah ini, maka perlu dipikirkan pula adanya pengembangan disiplin ilmu lainnya yang belum ada pada perguruan tinggi di Maluku seperti fakultas kedokteran atau fakultas lainnya sesuai dengan kebutuhan.

2.4 Sosial Budaya 2.4.1 Suku Bangsa Suku bangsa Maluku didominasi oleh ras suku bangsa Melanesia Pasifik, yang masih berkerabat dengan Fiji, Tonga dan beberapa bangsa kepulauan yang tersebar di kepulauan Samudra Pasifik. Banyak bukti kuat yang merujuk bahwa Maluku memiliki ikatan tradisi dengan bangsa-bangsa kepulauan pasifik, seperti bahasa, lagu-lagu daerah, makanan, serta perangkat peralatan rumah tangga dan alat musik khas, contoh: Ukulele (yang terdapat pula dalam tradisi budaya Hawaii). Mereka umumnya memiliki kulit gelap, rambut ikal, kerangka tulang besar dan kuat, dan profil tubuh yang lebih atletis dibanding dengan suku-suku lain di Indonesia, dikarenakan mereka adalah suku kepulauan yang mana aktifitas laut seperti berlayar dan berenang merupakan kegiatan utama bagi kaum pria. Pada masa modern saat ini, banyak diantara mereka yang sudah memiliki darah campuran dengan suku lain, perkawinan dengan suku Minahasa, Sumatra, Jawa, bahkan dengan bangsa Eropa (umumnya Belanda)

133 Kapata Arkeologi Edisi Khusus / Mei 2008Balai Arkeologi Ambon

Kapata Arkeologi Edisi Khusus / Mei 2008Balai Arkeologi Ambon

134

Page 6: Lampiran : Yang Unik Dari Negeri Ema - Kapata Arkeologi

sudah lazim di masa modern ini, dan melahirkan keturunan-keturunan baru yang mana sudah bukan ras Melanesia murni lagi. Bahasa-Bahasa Melayu Ambon adalah salah satu bentuk bahasa Melayu. Begitu juga Bahasa Indonesia adalah salah satu bentuk bahasa Melayu. Sejak dahulu kala Bahasa Melayu terdistribusi dan dipakai penutur-penuturnya di beragam daerah di Indonesia dan Asia Tenggara, sbb.:

· P. Sumatera (Sumatera Utara, Riau Kepulauan, Jambi),

· P. Jawa (Melayu Jakarta),

· di Nusa Tenggara Timur (Melayu Kupang), Makassar,

· Maluku: Melayu Ambon, Melayu Dobo

· Maluku Utara: Ternate

· Malaysia, Brunei, Filipina Mayoritas penduduk di Maluku memeluk agama Kristen dan Islam. Hal ini dikarenakan pengaruh penjajahan Portugis dan Spanyol sebelum Belanda yang telah menyebarkan kekristenan, dan pengaruh Kesultanan Ternate dan Tidore yang menyebarkan Islam di wilayah Maluku serta Pedagang Arab di pesisir Pulau Ambon dan sekitarnya.

2.5 Selayang Pandang Kota Ambon Nama Ambon diberikan oleh orang-orang Portugis kepada Pulau Ambon. Nama aslinya ialah Nusa Yapoono yang berarti pulau embun (ambun, embun atau embon ). Pulau ini disebut demikian karena memang demikian keadaannya. Jika kita menghampiri pulau itu dengan kapal atau perahu, dari jauh pulau itu tak tampak sama sekali karena diliputi kabut. Inilah gejala alam yang pertama yang pertama yang merangsang orang-orang Portugis untuk merubah Nusa Yapoono menjadi Ambon. Menurut istilah ilmu bumi, nama Ambon hanya dipergunakan untuk Pulau Ambon dan ibukotanya. Istilah Amboina ( Ambon dan ina = ibu ) dipakai untuk karesidenan ( sama seperti kabupaten/kotamadya ) Amboina. Menurut arti yang sebenarnya, hanya penduduk pulau itu yang berhak disebut orang Ambon. Tetapi lazimnya juga penduduk Lease, Seram Barat dan Selatan (terutama orang Kristen) disebut orang Ambon. Orang Belanda menyebut semua orang di Maluku orang Ambon. Demikian juga pandangan dari

kebanyakan orang Indonesia. Kota Ambon terletak di Jazirah Leitimur dan memanjang melalui pesisir pada Teluk Ambon bagian luar. Di belakang kota itu menjulang Pegunungan Soya dengan puncak-puncak seperti Gunung Nona dan Sirimau yang ditutupi oleh hutan dan padang-padang rumput yang hijau subur. Dari puncak tersebut ke arah Utara dan Timur laut menantang pegunungan Jazirah Leihitu dengan puncak Salahutu dan Gunung Kerbau dan sayup-sayup dilatabelakangi pula oleh puncak-puncak tertinggi di Pulau Ibu yaitu Pulau Seram. Ke arah Selatan dan Barat daya terkapar Laut Banda dan Laut Buru laksana permadani biru yang berkilau-kilauan. Sungguh suatu pemandangan alam yang mengasyikkan. Menurut wilayah Administratif, Kota Ambon terbagi atas lima kecamatan yakni, Kecamatan Sirimau, Baguala, Nusaniwe, Teluk Ambon, dan Leitimur Selatan. Di Kecamatan Leitimur Selatan terdapat salah satu desa yang memiliki situs Arkeologi yaitu Desa Ema. Di desa inilah kami mengadakan penelitian.

135 Kapata Arkeologi Edisi Khusus / Mei 2008Balai Arkeologi Ambon

Kapata Arkeologi Edisi Khusus / Mei 2008Balai Arkeologi Ambon

136

Page 7: Lampiran : Yang Unik Dari Negeri Ema - Kapata Arkeologi

BAB IIIYANG UNIK DARI NEGERI EMA

3.1KondisiGeografis Negeri Ema terletak di kaki Gunung Horil, pada ketinggian 150 meter di atas permukaan laut. Keadaan geografisnya meliputi kekayaan tanah, flora dan fauna. Luas Negeri Ema 13 Ha, sedangkan luas wilayah petuanannya 64.000 Ha. Batas-batasnya sebagai berikut ;

· Sebelah Utara dengan petuanan Negeri Soya· Sebelah Selatan dengan laut pesisir pantai Hukurila· Sebelah Timur dengan Negeri Leahari· Sebelah Barat dengan petuanan Desa Kilang

Secara umum negeri-negeri di daerah pegunungan termasuk NegeriEma terdapat dua musim, yaitu musim Barat atau musim kemarau yang berlangsung dari Bulan Oktober-April,sedang musim Timur atau musim hujan berlangsung dari Bulan Mei-September. Curah hujan 1500 sampai dengan 2000 mm per tahun.

3.2 Kondisi Ekonomi Berdasarkan letak geografisnya, sebagian besar penduduk (sekitar 90 %) bermatapencaharian sebagai petani. Kebanyakan dari mereka lebih memilih untuk menanam buah musiman, seperi langsat, duku, manggis dan durian. Sebagian lainnya menanam tanaman ubi-ubian, seperti singkong, ubi talas, dan ubi jalar. Namun, ada pula penduduk yang menanam baik buah maupun ubi-ubian di kebun mereka. Hal ini dibuktikan ketika kami mengadakan penelitian di sana. Kalau di daerah perkotaan, setiap tamu yang datang akan disuguhi dengan minuman dan makanan ringan. Tetapi, ketika kami datang ke Negeri Ema masyarakat di sana menyuguhi kami dengan buah-buahan yang langsung dipetik dari pohonnya. Biasanya, ketika musim panen, masyarakat di sana membawa buah-buahan tersebut ke kota untuk dijual agar dapat mencukupi kebutuhan keluarga.

3.3 Struktur Masyarakat Adat dan Pemerintahan Nama Teon atau nama tua negeri ialah Makarima. Bangsa perintah berasal dari Matarumah Leimena dan de Fretes. Upu perintah adalah Upu Latu Simau. Menurut Rumphius, Negeri Ema terdiri dari tiga buah soa yaitu: Soa Maytimutoa tempat orang kaya berdiam, Soa Leimena dan Soa Tanihatu, kemudian berkembang menjadi enam soa dengan ditempati pendatang baru disamping mata rumah tua-tuayang dicatat sebagai berikut:

Orang-orang kaya Ema mempunyai gelar umum sebagai Simau Ema. Salah satunya bernama Anthonio Simau. Ia sudah tua sekali dan meninggal dunia pada tahun 1663, diganti oleh putranya bernama Thomas Diaz yang memerintah hanya satu tahun kemudian diganti oleh Laurenzo Diaz, putra bungsu Anthonio Diaz dan sesudah itu oleh David de Fretes Tehahussa. Orang-orang Ema dari matarumah-matarumah tua mejelaskan bahwa moyang-moyang mereka berasal dari Pulau Seram dan Jawa, misalnya Matarumah Tupan, Tanihatu, Huwae, dan Pary datang dari Taluti (Seram).

137 Kapata Arkeologi Edisi Khusus / Mei 2008Balai Arkeologi Ambon

Kapata Arkeologi Edisi Khusus / Mei 2008Balai Arkeologi Ambon

138

Page 8: Lampiran : Yang Unik Dari Negeri Ema - Kapata Arkeologi

3.4 Potensi Sumber Daya Manusia Negeri Ema mempunyai satu Sekolah Dasar (SD) dan satu Sekolah Menengah Pertama (SMP). Jika ada siswa SMP yang ingin melanjutkan pendidikan ke SMA dia harus pergi ke kota.Para guru yang mengajar di Negeri Ema sangat bertanggung jawab. Fasilitas untuk para guru berupa rumah dinas tidak ada. Mereka tinggal di rumah-rumah penduduk. Hal ini terjadi karena prasarana jalan menuju desa ini sangat bertanjakan tinggi.

3.5 Potensi Sumber Daya Arkeologi Saat ini di Negeri Ema terdapat beberapa benda bersejarah seperti

totobuang, tombak, tempat sirih dan batu berbentuk ular. Totobuang ini sangat unik. Kami mengatakan demikian karena berdasarkan penelitian yang kami lakukan dan hasil wawancara dengan beberapa tokoh masyarakat, dijelaskan bahwa totobuang tersebut datang dari Majapahit dengan perantaraan angin. Apabila kita berpikir dengan akal sehat, tentu hal ini sangat mustahil, tapi di sinilah letak keunikannya.

Pada dasarnya totobuang terbuat dari bahan kuningan, tetapi totobuang yang satu ini sangat berbeda karena terbuat dari perunggu. Gendangnya pun berbeda. Menurut para tokoh masyarakat, totobuang ini pernah mengalami kerusakan. Ketika hendak diperbaiki ternyata bahan dasar pembuatan totobuang ini sangat sulit ditemukan. Kerusakan ini dari tahun ke tahun menyebabkan bentuknya tidak utuh dan gendangnya tidak seindah yang dulu. Selain totobuang, ada juga beberapa benda yang tak kalah menariknya, yaitu tombak dan tempat sirih. Kalau dari namanya memang tidak unik. Tapi tombak dan tempat sirih ini menjadi saksi adanya perundingan antara utusan Majapahit dengan Kapitan Ema. Tombak ini mempunyai ukiran khas Kerajaan Majapahit, sedangkan tempat sirihnya terbuat dari perunggu. Sampai saat ini, kedua benda tersebut masih dijaga dan disimpan di Balai Soa Maitimu, yang merupakan keturunan dari utusan Majapahit.

Ada juga satu benda yang tak kalah menariknya yaitu batu berbentuk ular. Menurut para tokoh masyarakat, batu tersebut dulunya berjumlah 2 buah, namun salah satunya menghilang entah ke mana. Batu tersebut jika dilihat dengan saksama bentuknya menyerupai ular. Masyarakat percaya bahwa batu itu dapat berpindah tempat. Hal ini bukanlah sebuah cerita dongeng, namun adalah fakta. Konon masyarakat sekitar percaya bahwa

batu itu pada awalnya berada di dekat sumber air Majapahit. Namun tiba-tiba batu itu berpindah dan berada di depan Balai Soa Maitimu. Sampai sekarang batu yang satunya hilang entah di mana rimbanya.

139 Kapata Arkeologi Edisi Khusus / Mei 2008Balai Arkeologi Ambon

Kapata Arkeologi Edisi Khusus / Mei 2008Balai Arkeologi Ambon

140

Page 9: Lampiran : Yang Unik Dari Negeri Ema - Kapata Arkeologi

BAB IVPEMBAHASAN DAN PEMECAHAN MASALAH

4.1 Sejarah Negeri EmaAsal Usul Negeri Ema

Untuk menelaah asal usul atau sejarah terjadinya Negeri Ema melalui ungkapan cerita rakyat dan orang tua-tua maupun beberapa sumber yang dapat dijadikan landasan untuk mengungkapkan adanya negeri ini, maka dapat dikemukakan sejarah singkatnya sebagai berikut. Diperkirakan sekitar abad XI atau tahun 1100, dua orang Kapitan bersaudara yang bernama Bona dan Boni bersama sejumlah Maweng dan Malesi* dan sejumlah pengikutnya berlayar dari Gorong di Seram Timur. Mereka meninggalkan negeri leluhurnya yang sekarang dikenal dengan nama Taluti dan Hatumete. Kedua negeri ini terdapat di Kecamatan Tihoru Seram Timur. Rombongan Kapitan berlayar menuju Pulau Ambon. Mereka menyusuri pesisir pantai dan berlabuh pada suatu tempat yang terdapat di jazirah Leitimur Pulau Ambon. Tempat itu bernama Rupang, letaknya di sebelah selatan Kota Ambon.

Setelah berlabuh beberapa saat, mereka berunding untuk berpisah. Sebagai kakak, Kapitan Bona bersama Maweng dan Malesi serta para pengikutnya meneruskan perlayarannya menyusuri pesisir pantai dan masuk ke Teluk Ambon. Mereka berlabuh di suatu tempat yang bernama Honipopu. Mereka tinggal dan mendirikan Negeri di situ. Negeri itu bernama Hatukau dan Batumerah. Sedangkan Kapitan Boni bersama pengikut-pengikutnya tinggal di tempat itu dan membuat perumahan di atas sebuah bukit pantai Rupang dikenal dengan nama Batu Hitam atau Hatumete. Setelah tinggal beberapa lama di tempat itu, Kapitan Boni meninggal. Sebagai penggantinya, para Maweng dan Malesi mengangkat salah seorang diantara pengikutnya menggantikan Kapitan Boni. Sebagai tangan kanan Kapitan mereka memilih seorang Malesi yang bernama Ading Adang Anaan Tanahatuila. Peralihan kekuasaan ini ditandai dengan sumpah setia serta penyerahan tombak pusaka yang pernah di pegang oleh Kapitan Boni. Negeri Batu Hitam (Hatumete) ini terletak di antara Negeri Naku dan Negeri Mahia. Penduduk negeri itu terus bertambah. Sering

terjadi pertentangan antara negeri-negeri tetangga itu. Hal ini disebabkan oleh binatang-binatang piaraan penduduk, khususnya babi yang selalu merusakkan kebun-kebun penduduk. Di samping itu, lokasi Negeri Hatumete kurang menguntungkan dari sisi ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Untuk menghindari hal itu, Kapitan mengadakan musyawarah dengan para Maweng, Malesi dan upu-upu* untuk mencari tempat yang baru. Melalui kata sepakat mereka bersedia meninggalkan Negeri Batu Hitam (Hatumete). Sebelum meninggalkan Negeri Batu Hitam, Kapitan dengan kesaktiannya melemparkan tombak saktinya untuk mencari tempat pemukiman yang baru. Sejauh dengan layangan tombak yang meluncur, disuruhnya pula dua ekor anjing piaraannya untuk mencari tempat jatuhnya tombak itu. Lemparan tombak tertancap pada sebuah tempat yang bernama Amangheru sejauh 6 kilometer dari Negeri Lama. Tempat tombak jatuh dan tertanam itu diberi nama Uamingisil (Hau Siwa). Namun tempat tersebut tidak sesuai dengan keinginan mereka. Kapitanpun mengadakan musyawarah untuk mencari tempat baru yang sekarang disebut Negeri Ema Baru.

Negeri Ema BaruKapitan mengarahkan pandangannya ke arah timur. Jauh di sana ada

sebuah hutan yang sangat luas dan terbuka, cocok untuk dijadikan tempat tinggal. Kemudian Kapitan mengarahkan tombak saktinya ke tempat itu. Tepatnya di kaki sebuah gunung yang sekarang diberi nama Gunung Horil. Kemudian tombak tersebut dicari kembali oleh dua ekor anjingnya. Tombak itu tertancap sejauh 3 kilometer dari Uamingisil, tepatnya pada sebuah bukit kecil yang dikenal dengan nama Amanghupung.

Mendengar suara lolongan anjing itu, Kapitan datang menjumpai anjingnya yang sedang menjaga tombak yang tertancap itu. Penemuan tombak dan anjing inilah yang menggetarkan hati Kapitan untuk berteriak dan memanggil kawan-kawannya para Maweng dan Malesi serta Upu-upu yang masih jauh dengan kata-kata dalam bahasa tanah (bahasa tua-tua adat) “AMA’E – EMA’E” yang artinya MARI. Itulah sebabnya nama Negeri Ema sekarang ini berasal dari bahasa Ama’e atau Ema’e yang artinya Mari.

141 Kapata Arkeologi Edisi Khusus / Mei 2008Balai Arkeologi Ambon

Kapata Arkeologi Edisi Khusus / Mei 2008Balai Arkeologi Ambon

142

Page 10: Lampiran : Yang Unik Dari Negeri Ema - Kapata Arkeologi

Untuk membuktikan bahwa di tempat tombak pertama tertancap yaitu Uamingisil, tumbuhlah serumpun pohon bambu atau bulu kuning (bulu tomar). Rumpun bulu tersebut tak pernah hilang walaupun dipotong atau dibakar. Sedangkan tempat tombak kedua “Amahupung” merupakan pusat Negeri Ema sampai sekarang.

Kapitan Sakti Mandraguna “Ading Adang Anaan Tanahatuila”Sebelum meninggalkan Negeri Lama Batu Hitam Kapitan Sakti

Mandraguna “Ading Adang Anaan Tanahatuila” mengikrarkan sebuah sumpah sakti kepada rakyatnya agar segala sesuatu yang ditinggalkan oleh rakyatnya tidak dapat dipergunakan oleh orang atau negeri lain. Sumpah sakti itupun terbukti sehingga semua peninggalan berupa barang-barang penduduk yang telah berubah wujud menjadi batu-batu berwarna hitam itu ada sampai saat ini. Hal itu menjadi bukti kesaktian Kapitan Tanahatuila. Masyarakat Pulau Ambon, Lease sampai Huamual (Pulau Seram) sangat menyegani dan menghormati Kapitan Ading Adang Anaan Tanahatuila.

Kesaktiannya dan kekebalan yang dimilikinya, dapat menolak racun yang sengaja diberikan kepadanya. Racun itu tidak mempunyai kekuatan apa-apa. Ia selalu bertelanjang dada, dan hanya bercelana hitam (cawat). Tubuhnya dipenuhi oleh benda-benda keramat, seperti untai-untai atau rantai dari gigi-gigi babi yang tergantung pada lehernya. Sedangkan kepalanya ditutupi dengan anyaman rumput naga tanah dengan dua lembar daunnya terurai ke bagian belakang sebagai penangkal ilmu hitam dari lawannya.

Rumput naga tanah itu hanya tumbuh pada satu tempat di Negeri Ema. Sebuah tempat yang menyerupai lobang dan berdekatan dengan tempat tertancapnya tombak yang disebut Amahupung (pusat Negeri). Rumput atau tumbuhan naga tanah ini hanya muncul pada waktu-waktu tertentu saja, dan hanya mengeluarkan dua helai daun dan satu kuntum bunga putih yang bergaris merah muda. Tumbuhan ini bisa hidup beberapa hari saja lalu hilang tanpa bekas apa-apa. Inilah keunikan bunga naga tanah yang sukar ditemukan di mana-mana.

Tumbuhan naga tanah ini sangat panas dan beracun, sehingga apabila tersentuh tubuh manusia dan jika digaruk akan menimbulkan luka.

Tumbuhan tersebut masih dianggap keramat sampai saat ini. Menurut cerita orang tua-tua, kalau mau merantau atau pergi ke negeri orang, ambil daunnya dan selipkan pada ikat pinggang, karena mempunyai khasiat untuk menangkal ilmu-ilmu hitam yang digunakan orang. Namun untuk mendapatkannya sangatlah sulit, karena harus berjaga-jaga, sebab tumbuhan ini baru muncul pada tiap bulan baru.

4.2 Hubungan Majapahit dengan Desa EmaPada tahun 1457, kejayaan Majapahit mencapai puncaknya,

dengan menguasai Pulau Jawa sampai ke Malaka (Malaysia). Keinginan raja Majapahit untuk mempersatukan dan menaklukan seluruh nusantara, ia laksanakan dengan merebut wilayah-wilayah bagian timur nusantara.Untuk itu ia mengirimkan mata-mata ke Maluku khususnya ke Ambon. Di Ambon terdapat banyak kapitan sakti, salah satunya Kapitan Ading Adang Anaan Tanahatuila yang terkenal kesaktiannya dengan topi daun naga tanah. Mendapat laporan itu, raja Majapahit (Hayam Wuruk) mengirim putrinya yang cantik jelita bernama Nyi Mas Kenang Eko Sutarmi beserta 22 dayang-dayang dan satu satria pemegang tombak pusaka, untuk datang ke Pulau Ambon menaklukan Kapitan Ading Adang Anaan Tanahatuila. Rombongan ini berlayar dari Jawa dengan perahu perangnya (Kora-kora) dan mendarat di Pantai dekat Hukurila di sebelah Tanjung Hihar. Tempat itu kemudian dinamai Alor Kora-kora (Celah Kora-kora).

Rombongan bermalam dan keesokan harinya mereka mulai melakukan perjalanan melalui gunung untuk datang di Negeri Ema (Huaresi) tempat Kapitan Ading Adang Anaan Tanahatuila berada. Setiap tempat yang dilalui mereka diberi nama. Setelah setengah hari perjalanan dari pantai melalui gunung yang bernama Tersili, mereka tiba ditempat yang rata. Di situ terdapat sebuah batu besar dengan kolam kecil yang di atasnya berisi air. Mereka beristirahat untuk makan dan mengambil air dalam kolam dibatu itu untuk minum. Putri menamakan tempat itu “Batu Minum Air”.

Perjalanan diteruskan melalui Dusun Lo’a menuju ke barat sampai pada persimpangan jalan yang dinamai Jalan Mata Empat. Mereka bertekat akan masuk melalui puncak bukit, tetapi disana ada benteng Kapitan Ading Adang Anaan Tanahatuila. Terpaksa mereka menuruni jurang yang dinamakan Losaru, artinya turun dengan “hela-hela pantat” sampai mereka tiba dilembah dan mereka menemukan seorang Ema, yang sedang memetik

143 Kapata Arkeologi Edisi Khusus / Mei 2008Balai Arkeologi Ambon

Kapata Arkeologi Edisi Khusus / Mei 2008Balai Arkeologi Ambon

144

Page 11: Lampiran : Yang Unik Dari Negeri Ema - Kapata Arkeologi

pala. Orang itu adalah Malesi Maitimu. Setelah bernegosiasi mereka menunggu Malesi Maitimu pergi memanggil Kapitan Ading Adang Anaan Tanahatuila untuk berunding. Dengan pakaian kebesarannya dan memakai topi daun naga tanah, Kapitan datang dan menanyakan maksud kedatangan mereka. Mereka menyatakan bahwa Majapahit ingin bersekutu dengan Kapitan Ading Adang Anaan Tanahatuila untuk berperang merebut Kepulauan Maluku. Tetapi keinginan Raja Majapahit itu ditolak Kapitan sehingga membuat putri merasa malu. Akhirnya putri memanggil semua dayang-dayangnya dan pemegang tombak itu untuk berunding. Mereka bersepakat bahwa tombak pusaka itu diberikan pada Malesi Maitimu, orang yang pertama kali mereka temui di tempat ini. Setelah itu putri mencari sebuah batu besar untuk bersemedi. Sebelum itu ia mengambil kendi air minum mereka lalu meletakannya di tanah dan bersumpah bahwa air yang mengalir dari kendi Majapahit ini akan mengalir terus. Hal ini menjadi bukti bagi anak cucu Negeri Ema bahwa disinilah pernah ada seorang putri Kerajaan Majapahit yang gagal berunding dengan Kapitan Ading Adang Anaan Tanahatuila.

Bersama mereka juga ada gending (totobuang) yang dipakai untuk menolak bala dalam perjalanan mereka. Gending itu juga diberikan kepada Malesi Maitimu. Setelah itu putri duduk di atas batu dan mengucapkan salam pada semua dayang-dayangnya. Ia bersemedi lagi dengan sembilan aji saktinya dan tiba-tiba putri itu menghilang entah dimana rimbanya. Mata air itu disebut Majapahit. Dua puluh dua dayang-dayangnya tetap tinggal di Ema dan menikah dengan orang Ema. Pemegang tombak sakti itu pergi ke pantai, tetapi di puncak gunung ia dibunuh oleh peserta perang Gunung Maut. Tombak pusaka itu sekarang menjadi pusaka Negeri Ema dan harus disimpan di rumah keluarga Maitimu, sedangkan gending (totobuang) disimpan di Baileu negeri. Kendi yang berada di Mata air Majapahit itu tidak lagi dapat dilihat karena telah pecah dihanyutkan oleh banjir yang terjadi pada tahun 1933.

4.3 Bencana Alam, Salah Satu Faktor Rusaknya Benda-benda Purbakala

Pada saat berbincang-bincang dengan Bapak Lourens Sariwating selaku Pejabat Soa Maitimu di Desa Ema, beliau mengatakan, “Sayang sekali adik-adik, kendi emas yang merupakan inti dari sejarah Air Majapahit

ini sudah pecah akibat longsor yang melanda negeri ini pada tahun 1933”. Dari pembicaraannya kami berkesimpulan bahwa kerusakan benda-benda arkeologi ini terjadi karena bencana alam (longsor).

Masyarakat belum menyadari bahwa benda-benda purbakala ini menguak cerita masa lampau yang sangat bermanfaat bagi manusia generasi sekarang. Benda-benda purbakala ini penaka sebuah mata rantai antara manusia, alam dan benda purbakala. Mengapa kami mengatakan demikian? Sifat manusia yang serakah dan kurang menghargai lingkungan, dengan mudahnya melakukan tindakan-tindakan vandalisme.Vandalisme adalah tindakan manusia yang merusak lingkungan dengan menebang pohon atau mencacah pohon untuk menuliskan nama-nama tertentu.

Bukannya itu saja tindakan mencoret-coret dinding sekolah, dinding kantor, tembok-tembok itupun disebut vandalisme. Masih ada juga tindakan vandalisme yang lain yaitu tidak membuang sampah pada tempatnya. Dari tindakan vandalisme diatas penebangan liar sangat berdampak negatif pada kelestarian lingkungan. Selain bagi diri sendiri, hal ini juga membawa dampak bagi benda-benda purbakala kita. Alam yang telah rusak akan mengamuk dan kita akan kehilangan jati diri kita.

Apa itu jati diri?? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, jati diri adalah identitas; ciri-ciri khusus seseorang. Bayangkan saja kalau kita kehilangan identitas diri sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, mau dikemanakan negara ini?? Negara kita pastinya akan hancur.

Untuk dapat mengenal jati diri bangsa, kita harus betul-betul mengenal sejarah. Seperti kata Ir. Soekarno dalam pidatonya yang terkenal dengan nama Jasmerah ( Jangan Sekali-kali Meningalkan Sejarah ), jati diri suatu bangsa terletak pada sejarah bangsa itu. Tapi yang menjadi pertanyaan sekarang, bagaimana kita mempelajari sejarah bila benda-benda purbakala yang merupakan bukti otentik dari sejarah itu sendiri telah rusak akibat bencana alam?

Dapat kita simpulkan bahwa kita dapat mengenal jati diri bangsa tergantung pada diri kita sendiri. Dengan menyayangi dan melindungi benda-benda purbakala ini berarti kita telah menyiapkan sarana pembelajaran bagi generasi

145 Kapata Arkeologi Edisi Khusus / Mei 2008Balai Arkeologi Ambon

Kapata Arkeologi Edisi Khusus / Mei 2008Balai Arkeologi Ambon

146

Page 12: Lampiran : Yang Unik Dari Negeri Ema - Kapata Arkeologi

muda. Selain itu membangkitkan semangat generasi muda untuk mencintai sejarah bangsanya.

4.4 Solusi Semua yang terjadi itu berpulang pada diri sendiri. Keberhasilan suatu bangsa tergantung pada masing-masing individu. Kesadaran yang kurang dari masyarakat adalah faktor utama. Oleh sebab itu dengan adanya penulisan karya tulis ini kami mengharapkan perhatian dan peran Pemerintah Provinsi Maluku khususnya Kota Ambon untuk lebih memperhatikan sumber-sumber arkeologi di kota ini. Bila kita tinjau kembali, masyarakat juga mempunyai peran penting dalam melestarikan sumber-sumber arkeologi yang ada.

Peran penting tersebut dapat terealisasikan jika Sumber Daya Manusianya berkualitas. Dengan cara apa kita dapat meningkatkan kualitas SDM? Satu-satunya ialah dengan cara memperoleh pendidikan yang layak. Pendidikan yang dimaksud bukan hanya pendidikan formal yang diperoleh di sekolah. Tetapi juga pendidikan informal seperti penanaman nilai-nilai moral anak dalam keluarga. Sebagai contoh, ketika di dalam keluarga orang tua terbiasa mengeluarkan kata-kata kotor dengan sendirinya anak akan meniru apa yang dilakukan oleh orang tua. Jika orang tua senang membaca maka anak-anaknyapun akan senang membaca untuk menambah ilmu pengetahuan. Hal seperti itu layaknya peribahasa : “Buah yang jatuh tidak akan jauh dari pohonnya”.

Dari sini kita dapat melihat bahwa seorang anak cenderung menangkap apa yang dilihat dan didengarnya. Kata pepatah, “Like father like son” yang artinya “Begitu bapaknya, begitu juga anaknya”. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pembentukan karakter seseorang dimulai dari keluarga. Jika pembentukan karakter itu berhasil dengan baik, kami menjamin 100 % kita dapat menjaga dan menghargai apa yang telah menjadi warisan nenek moyang kita. Warisan nenek moyang kita adalah harta zaman. Harta zaman ini perlu dijaga dan dilestarikan. Untuk melestarikannya, diperlukan tanggung jawab, kepedulian dan rasa memiliki dari kita sebagai generasi muda dan masyarakat. Mari kita menabur yang baik di hari ini, supaya anak dan cucu kita menuai hasilnya di hari esok.

BAB VPENUTUP

5.1 KesimpulanDari materi yang sudah kami bahas dalam karya tulis ini, kami berkesimpulan :

§ Bencana alam merupakan salah satu faktor rusaknya sumber arkeologi di Maluku.

§ Kurangnya kesadaran masyarakat untuk menjaga dan melestarikan sumber arkeologi yang ada.

§ Penebangan liar merupakan salah satu tindakan vandalisme yang dapat merusakan lingkungan, yang menyebabkan hilangnya sumber arkeologi.

5.2 Saran Setiap kita tentunya tidak ingin kehilangan jati diri sebagai bangsa yang besar. Oleh sebab itu, melalui karya tulis ini kami menyarankan agar :

§ Pemerintah lebih serius untuk menangani pendidikan yang berguna untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia.

§ Kepada Balai Arkeologi agar dapat mensosialisasikan arkeologi sebagai ilmu baru kepada masyarakat khususnya pelajar, yang merupakan media pengenalan serta penguatan jati diri bangsa.

§ Dihimbau kepada masyarakat untuk melestarikan lingkungan dengan menghentikan penebangan liar.

§ Diharapkan generasi muda dan masyarakat dapat menghargai, memelihara dan menjaga sumber-sumber arkeologi dari kepunahannya.

§ Dihimbau kepada generasi muda sebagai penerus tongkat estafet bangsa untuk menjauhi tindakan-tindakan vandalisme.

147 Kapata Arkeologi Edisi Khusus / Mei 2008Balai Arkeologi Ambon

Kapata Arkeologi Edisi Khusus / Mei 2008Balai Arkeologi Ambon

148

Page 13: Lampiran : Yang Unik Dari Negeri Ema - Kapata Arkeologi

DAFTAR ISTILAH

Maweng dan Malesi : Pembantu KapitanUpu-upu : Kepala-kepala margaVandalisme : Tindakan manusia yang menebang pohon atau mencacah

pohon untuk menuliskan nama-nama tertentu

Daftar Pustaka

Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Propinsi Maluku 2004. Laporan Status Lingkungan Hidup. Ambon

Badrika, I Wayan. Sejarah Kela XI. Jakarta. Penerbit Erlangga

Bosch. F.D.K 1983Masalah Penyebaran Kebudyaan Hindu di Kepulauan Indoenesia. Jakarta. Bharata Karya

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka

Mustopo, M. Habib. Sejarah kelas 2 SMA. Jakarta. Yudhistira

Nanulaitta, I.O 1966 Timbulnya Militerisme Ambon. Jakarta. Bhatara

Pattikayhatu, J.A dkk. 1997 Sejarah Asal-Usul dan terbentuknya Negeri-Negeri di Pulau Ambon. Lembaga Kebudyaaan daerah Maluku.

Pattikayhatu, J.A 2007. Sejarah Negeri-Negeri Pembentuk Kota Ambon

Soemarwoto, Otto. Ekologi, Lingkungan Hidup dan pembangunan. Jakarta. Djambatan

www.google.com

www.malukuprov.go.id

Zen, M.T 1985 Menuju Kelestarian Lingkungfan. Jakarta. PT. Gramedia

149 Kapata Arkeologi Edisi Khusus / Mei 2008Balai Arkeologi Ambon

Kapata Arkeologi Edisi Khusus / Mei 2008Balai Arkeologi Ambon

150