Top Banner
xx Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara LAMPIRAN Lampiran A Form Bimbingan Tugas Akhir
64

LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

Apr 09, 2023

Download

Documents

Khang Minh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

xx Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

LAMPIRAN Lampiran A Form Bimbingan Tugas Akhir

Page 2: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

xxi Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

Page 3: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

xxii Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

Lampiran B Lembar Pengecekan Plagiarism Turnitin

Page 4: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

xxiii Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

Lampiran C Kuesioner 1

Page 5: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

xxiv Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

Section Prioritas Mahasiswa

Page 6: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

xxv Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

Section Hard Skill

Page 7: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

xxvi Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

Section Soft Skill

Page 8: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

xxvii Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

Page 9: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

xxviii Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

Section Sedang Mengasah Soft Skill

Page 10: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

xxix Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

Section Belum Mengasah Soft Skill

Page 11: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

xxx Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

Section Media Informasi

Page 12: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

xxxi Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

Page 13: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

xxxii Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

Lampiran D Kuesioner 2

Page 14: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

xxxiii Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

Page 15: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

xxxiv Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

Lampiran E Transkrip Wawancara dengan Psikolog Klinis UMN

Wawancara dilakukan dengan Fiona Damanik, selaku Psikolog Klinis di

Universitas Multimedia Nusantara melalui aplikasi ZOOM Meeting pada 6

September 2021 pukul 10.30 – 11.00 WIB.

P : Pewawancara

N : Narasumber

P: Selamat siang mbak Fiona, perkenalkan saya Joanne Michellina jurusan Desain

Komunikasi Visual dan sedang melaksanakan Tugas Akhir.

N: Selamat siang Joanne, perkenalkan saya Fiona Damanik seorang psikolog klinis

di Universitas Multimedia Nusantara. Prakteknya sudah sejak tahun 2018, jadi

sudah sekitar 3,5 tahun jalan ke 4 tahun praktek sebagai psikolog.

P: Okee, langsung ke pertanyaan pertama yaa mbak Fiona. Bagaimana sih pola pikir

dan perilaku mahasiswa saat menempuh pendidikan di perguruan tinggi?

N: Yaa, ini tuh pertanyaan yang saya agak meraba-raba jawaban yang diharapkan.

Tetapi yang saya persiapkan ketika melihat pertanyaan itu begini, kalau seseorang

memasuki perguruan tinggi tuh masa perkembangannya masuk di remaja. Jadi bisa

dilihat biopsikososialnya yang berdampak ke perilakunya. Misalkan dari sisi

biologis, kalo pola pikir itu kan tentang kognitifnya. Di masa remaja ini, ada bagian

depan otak yang namanya prefrontal cortex yang tugasnya mengontrol perilaku,

mengambil keputusan, mempertimbangkan sesuatu. Di remaja itu sudah lumayan

matang tapi belum matang juga gitu, makanya kalo misalkan kita ngeliat masih ada

remaja yang labil atau masih belum bisa mengambil keputusan, itu masa

pembentukannya sampai nanti di tahap dewasa sudah matang. Jadi, pengambilan

keputusan hal yang sudah biasa dilakukan, yang berdampak ke pola pikir remaja.

Selain itu, untuk perilakunya karena mungkin kita bisa melihat remaja ini

emosional gitu ya, mungkin bisa dampak dari hormonal dan biologisnya juga jadi

Page 16: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

xxxv Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

berpengaruh ke moodnya atau psikologis remaja dan berdampak juga ke perilaku

yang dimunculkan.

P: Saya juga mau tambahin, tadi dibilang usianya remaja itu masih belum stabil dan

belum matang, tapi dalam pengambilan keputusan itu sebenarnya bisa dikembangin

gak sih?

N: Misalkan begini ya, kasih gambaran kalau bayi nggak boleh minum es nanti

batuk tapi bayi nggak paham, bukan karena gak mau paham tapi otaknya belum

mampu untuk paham apa sih kaitannya antara es dan sakit. Kalau remaja itu sudah

cukup mampu otaknya untuk menangkap secara abstrak kaitan-kaitan itu, jadi

memang sudah ditunjang dari biologisnya mampu memproses hal - hal abstrak

seperti kaitan antara es dan sakit, nilai atau aturan norma masyarakat yang tidak

tertulis tapi harus dilakukan, hormat dan sebagainya. Tapi kenapa ada remaja yang

tidak melakukan dan tetap seperti anak kecil, itu baru pengambilan keputusan

selama nanti referensi lingkungannya diajarin dan dikasih tahu kalau sama orang

tua yang hormat, senyum kalau disapa orang baru dan sebagainya. Itu kan mereka

mampu memahami tetapi eksekusi perilakunya bisa jadi dilakukan bisa jadi enggak.

Jadi untuk pertanyaannya tadi, iya akan berkembang karena secara biologis otak

kita semakin matang, semakin bagus, semakin mampu berpikir secara abstrak tapi

untuk eksekusi perilakunya balik lagi ke masing-masing individu.

P: Kebanyakan mahasiswa itu cenderung fokus dalam mengejar nilai akademis atau

IPK ga sih, mbak Fiona?

N: Kebanyakan tuh begitu, ya, tapi itu lebih karena sistem pendidikan sih, kayak

rapor itu kan. Rapor sekarang ini ada tuh, detail perilaku yang dicantumkan, kalau

diamati. Tapi kalau rapor saya dulu, udah cuma nilai doang. Nilai, apa, tidak ada

nilai perilaku, begitu. Tapi karena dari sistem pendidikan itu lebih banyak

mengapresiasi nilai kognitif ya, pengetahuan kita punya, adu memori begitu, siapa

memori yang lebih jago, itu lebih mendapat apresiasi. Apresiasi itu bisa juara, kalau

juara dapat hadiah dari sekolah misalkan, orang tua juga bangga, gitu kan.

P: Beasiswa juga, ya?

Page 17: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

xxxvi Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

N: Beasiswa, iya. Jadinya memang akhirnya IPK perlu banget, gitu loh, bagi

mahasiswa.

P: Tapi ada alasannya tersendiri ga sih mahasiswa itu menomor duakan soft skills

dan lebih mengutamakan nilai akademis itu?

N: Iya, itu menjadi penting karena masuk sistem, gitukan. Pun kalau di dunia kerja

filter pertama pasti IPK. Kenapa? karena CV kita dulu yang datang ke HRD nya.

Begitu juga dengan beasiswa yang tadi Joan bilang, kan. Sebelum bertemu langsung

tatap muka seperti ini yang mana kita bisa lihat nih, cara dia menyapa atau cara

menyambut orang baru kan langsung kelihatan, itukan soft skill tadi, kan.Tapi kalau

untuk, kayak, seleksi berkas itu kan IPK jadi barang konkret, barang konkret yang

bisa dilihat, yang bisa dibicarakan juga, konkret loh IPK ini. Atau hard skill, atau

pengetahuan tadi itu ya. Nah, kenapa soft skill jadi nomor dua? Satu tadi, tidak

kelihatan gitu. Misalkan kalau soft skill kan terlihat kepribadiannya, bekerja sama,

kemampuan mengelola emosi, berkomunikasi, mengatur dan lain sebagainya. Nah

itu tuh baru akan di-notice oleh orang lain ketika sudah ketemu. Apalagi online

kayak gini, kan, makin kita gatau loh kalau gak dikasih tau betapa gigih dia, itu kan

gak kelihatan. Nah akhirnya si remaja ini merasa, oh yang diapresiasi atau yang

kelihatan ini nih yang jadi lebih penting. Padahal sebenarnya soft skill ini malah

lebih penting, gitu. Karena, begini, yang membuat seseorang bertahan itu soft skill.

Hard skill tadi tuh jadi kayak luaran pertama, lah, jadi gimana bisa bertahan, bekerja

kelompok, atau di dunia kerja, itu ya soft skill. Kalau dia asal pintar aja tapi gak tau

berkomunikasi dengan bos, harus berbeda dengan berkomunikasi dengan rekan

sekerja, jadi problem, gitu kan kesannya. Itu pertama, yang kedua. Yang pertama

tadi kan berarti lingkungannya atau sistem itu membuat mereka berpikir bahwa

hanya hard skill yang diapresiasi. Yang kedua, ya mereka kurang informasi tentang

soft skill mungkin ya. Tapi, edukasi, kan ada beberapa kampus kayak misalnya

UMN ini ya, 5C ini kan sebenarnya soft skill, toh, dengan berbagai programnya itu

dengan menerapkan soft skill, begitu. Dapat nilai gak? Enggak. Dapetnya SKKM

point, gitu. Nah, jadi menempatkan diri di lingkungan yang tepat, yang punya

konsep atau mindset yang hard skill dan soft skill ini sama baiknya itu penting,

Page 18: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

xxxvii Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

begitu. Karena dari situlah mereka akan tahu informasi. Bayangkan kalau misalkan

mereka di lingkungan keluarga hanya ditanya IP, IP, IP, nilai, nilai, nilai rapot

misalnya kan. Terus masuk lagi ke sistem pendidikan perguruan tinggi yang tadi

tetap IP, IP terus, tidak ada informasi tentang soft skill yang gak tau sama sekali

kan. Jadi bukan gak bisa, tapi karena gak ada informasi, jadi informasi tentang soft

skill itu penting tuh menjadi penting juga, biar mereka terpapar, jadi minimal ada

refleksi pribadi, kontemplasi pribadi, gitu. Problem solving juga masuk soft skill,

jadi bisa kembangin hard skill dan soft skill nya juga.

P: Oke, tadi kan mbak Fiona bilang memang soft skill itu penting kan. Nah, faktor

apa saja sih yang dapat mendorong mahasiswa untuk mengembangkan soft skill

yang dimilikinya?

N: Informasi tentang pentingnya soft skill, itu, perlu disampaikan dulu. Juga dengan

contoh kasus. Kan ga susah, ya, cari contoh kasus tentang pentingnya soft skill gitu.

Misalkan, ada seseorang yang pintar banget, gitu, tapi dia ternyata semaunya dia,

gitu misalkan. Nah, apa yang terjadi, bisa tuh dikasih tau apa sih yang terjadi sama

orang-orang di sekitar dia? Dia pintar tapi gak disukai mungkin gitu, ga ada yang

mau kerjasama, malas orang, gitu. Orang akan memilih main dengan orang yang

biasa-biasa saja tapi enak diajak ngobrol, gak yang begini, gitu kan. Ya ada banyak

sih yang bisa mendorong supaya soft skill ini tuh jadi yang utama juga. Yang kedua

yang tadi ya, mesti masuk ke sistem, sistem pendidikan, kayak rapor yang tadi saya

sampaikan artinya kan ada perubahan kan, artinya tingkat SD, SMP, SMA itu sudah

ada tuh, penilaian ini, begitu. Sudah mengarah kesana, begitu.

P: Oke, kalau tadi kan faktor yang mendorong, kalau yang bisa menghambat

mahasiswa dalam mengembangkan soft skill yang dimiliki itu faktor apa saja?

N: Iya, yang satu tadi mungkin balik ke pertanyaan yang apresiasi tadi. Kan rajin,

tekun tuh, kalau hasilnya gak oke orang gak apresiasi, terus kita merasa sia-sia nih

rajin saya atau tekun saya, misalnya. Lebih fokus pada hasil, padahal berfokus pada

proses itu kan perlu, ya. Terus, mengasah soft skill itu kan mengasah diri ya, kalau

pengetahuan itu tuh kita baca, memori, paham, tahu, nilai bagus, gitu. Tapi soft skill

Page 19: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

xxxviii Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

itu mesti dialami, mesti lebih panjang lah waktunya. Mesti berlatih kadang up-and-

down, gitu kan. Kayak berinteraksi ini sampai pada satu titik kita tahu cara

berinteraksi dengan orang lain itu dengan seperti ini kan dari banyak trial and error

juga, gitu loh. Coba kalau terlalu ramah, ternyata respon nya gak oke. Kalau terlalu

pasif, gak oke juga. Jadi nemu yang sedang-sedangnya, gitu kan. Nah, mesti tekun,

tadi, gak pantang menyerah, kalau tadi malas sama orang, gak cocok saya interaksi

sama orang lain, jadi gak terasah kan soft skill nya. Jadi mungkin, hambatannya itu

ya, di usaha, di waktu juga mungkin. Memang mesti yang dialami, kan.

P: Oke, terus bagaimana sih cara mahasiswa mengembangkan soft skill nya di

perguruan tinggi?

N: Dengan aktif mengikuti organisasi, Unit Kegiatan Mahasiswa, kepanitiaan, baik

di dalam kampus maupun diluar kampus, ya. Jadi biar bertemu langsung dengan

orang untuk bisa melatih berbagai soft skill tadi. Kerjasama, cara komunikasi,

belajar percaya, banyak banget kalau ngomong soft skill ya, belajar percaya, belajar

kredibel, bisa dipercaya, belajar peduli, gitu.

P: Kalau di luar yang tadi itu, ada cara lain gak sih, mbak Fio, supaya mereka bisa

mengembangkan soft skill nya?

N: Di luar mengikuti kegiatan? Baik di kampus maupun di luar kampus? Mungkin

pelatihan, atau ikut workshop, gitu, workshop khusus misal mengelola emosi dan

lain sebagainya, itu secara singkatnya. Tapi ya setelah pelatihan itu mungkin ada

latihan-latihan simulasinya tapi the real nya itu ya organisasi tadi, kalau organisasi

tadi kan tidak akan pelatihannya, kan. Tapi kayak, coba, coba cari dan kepala kita

bakal mencari cara mengatasi masalah ini, gitu, dan jadi terbiasa, gitu, melatih diri.

P: Oke, oke. Apakah dengan mengembangkan soft skill itu dapat berdampak bagi

karier mahasiswa di dunia kerja?

N: Ya, jadi mungkin Joan pernah liat ya ada meme yang sering di Instagram bilang

kayak gini; orang kerja, misalnya kayak gini, saya tuh dibayar, itu tuh ngerjain

kerjaan yang sebenarnya tuh hanya 20-30%, 70% nya itu adalah handling problem

sama rekan sekerja dan sebagainya. Somehow it's true, gitu, maksudnya kerjaan itu

Page 20: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

xxxix Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

mungkin bisa kita handle tapi bagaimana mengkomunikasikan kalau ini tuh butuh

waktu sekian, gimana cara menyampaikan ide, biar gak terkesan gini, nah itu kayak

70 sampai 80 persen, kan. Artinya kan soft skill nya nih, gimana kamu

menyampaikan sesuatu. Kalau idemu brilian tapi penyampaiannya marah-marah,

maksa, ga mau kolaborasi? Ah udahlah tuh, jadi memang butuh hard skill, butuh

banget, tapi ya 50-50, gak ada yang 60-40, gak ada, gitu. Ya kalau di karier itu

menjadi penting. Nah, anak-anak yang IP nya tinggi kan ada wawancara tuh, nanti

ketahuan tuh dari caranya bicara, itu kayaknya gak sopan, dari caranya kok

sepertinya ini ya, nah nanti kan terasa, nanti gugur juga. IPK jadi saringan pertama,

iya, tapi untuk seterusnya yang membantumu bertahan hidup ya soft skill itu.

P: Menurut mbak Fiona nih, apakah diperlukan informasi yang dapat membantu

mahasiswa mengasah soft skill sebagai persiapan di dunia kerja?

N: Perlu informasi. Namun, sebenarnya dengan beberapa, aku berkaca di UMN ya,

dengan berkaca adanya wajib SKKM point 20, itukan mau gak mau kayak memaksa

seseorang untuk mengasah soft skill nya, kan? 20 itu lumayan banyak ya,

sebenarnya. Jadi harus ikut beberapa kegiatan, kepanitiaan, bahkan ada program

wajib, leadership, mentoring, OMB, gitu kan. Nah, itu sebenarnya secara tidak

langsung memberitahu juga, tapi pemberitahuan secara formal itu ya boleh juga sih,

baik juga. Supaya mereka teredukasi soft skill nya. Penting itu.

P: Menurut mbak Fiona, apakah dengan ada informasi dalam bentuk buku panduan

mengasah soft skill dapat membantu mahasiswa dalam mempersiapkan dunia kerja?

N: Tentu, tapi buku panduan tersebut wajib dibaca, gitu. Karena kan harus jadi

masuk ke sistem, gitu. Kalaupun mau dijual biar dibeli gitu judulnya mesti yang

lebih menarik, bukan buku panduan soft skill kan. Tapi kayak ‘Self improvement

untuk meningkatkan karier’, tapi dalam isi bukunya itu meningkatkan soft skill,

sebenarnya, apa yang perlu dilatih.

P: Menurut mbak Fiona sendiri, informasi apa saja sih yang perlu diketahui dan

diinformasikan untuk dapat membantu mahasiswa mengembangkan soft skill yang

dimiliki?

Page 21: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

xl Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

N: Selalu bergerak, gini kan, kalau kita mau mengajak seseorang, itu mesti yang

relevan. Relevan itu berdasarkan kebutuhan mereka. Maka, selalu cek, sebenarnya

kasus atau yang lagi hot sekarang ini tuh apa sih? Mereka ini lagi butuh apa sih?

Gitu, kita ambil kasusnya, kita paparkan lalu ‘tau ga sih kenapa ini bisa terjadi?’

Nah, lalu kita tarik ke belakang, ‘karena kurang soft skill loh, karena mengutamakan

hard skill’. Apakah soft skill itu? Sudahkah kita latih? Jadi baru materinya. Pertama

mesti yang, ‘ih aku banget nih’, mesti yang kena di kita, karena yang kita baca gitu

kan? Iya, kita akan baca kalau misalkan tentang parenting, begitu, kayaknya belum

deh, gitu kayaknya kita belum tertarik gitu kan karena tidak relevan. Tapi kayak

bagaimana supaya disukai oleh orang, bagaimana supaya orang bisa mendengarkan

apa yang kita omongkan, nah itu kan jadi ‘oh iya nih setiap kali kerja kelompok

sering gak didengerin,’ terus kita baca oh yang pertama itu kita begini, dan

sebagainya. Dan mesti spesifik, sih, soft skill yang mau dilatih kan apa, karena

saking banyaknya tadi, mesti spesifik, kan? Misalkan tadi, jadi percaya diri, atau

belajar mesti apa yang dilakukan.

P: Kendala apa saja sih yang dapat menghambat penanaman soft skill ke

mahasiswa?

N: Misalkan gini, mahasiswanya merasa tekun tapi kok gak langsung dapat hasil

dari ketekunan itu, gitu loh. Karena kan proses, kan? Gak bisa dapat langsung. Beda

kalau IPK, satu semester sudah pasti IPK keluar di akhir semester, gitu. Jadi dia

semakin semangat karena pasti hasilnya. Tapi kalau latihan kerja sama, latihan

komunikasi, latihan problem solving, menjadi percaya diri, gitu ya. Itu tuh gak

langsung dapat, itu membuat seseorang jadi lebih fokus pada hard skill tadi, padahal

sebenarnya itu kalau dilakukan terus menerus akan menguntungkan kita dalam

keseharian kita, begitu. Itu mungkin kendalanya, terus generasi millenial kalau yang

sekarang ini kan serba instan, nanti cari deh karakteristik generasi millenial salah

satunya adalah instan. Ingin yang sederhana, ingin yang cepat, ingin yang apa, gitu,

sehingga fokusnya pada hasil, padahal kan perlu fokus pada proses, begitu.

P: Apa yang mbak Fiona takutkan jika mahasiswa sekarang itu kekurangan soft

skill?

Page 22: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

xli Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

N: Mungkin mereka tidak akan survive, merasa ‘me against the world’, gitu, kayak

tidak ada yang mendukung mereka sama sekali, itu satu. Karena gak berusaha untuk

bisa mencari tahu apa yang salah, dia mengandalkan ‘karena saya pintar harusnya

kamu mendengarkan’, mungkin begitu ya, gak tau tuh pola pikir ada aja tuh yang

seperti itu, ya. Atau menomorsatukan hard skill padahal lingkungannya perlu orang

yang bisa, yang punya soft skill bagus juga, gitu misalkan. Itu paling untuk

kerugiannya di diri sendiri. Jadi yang kedua mungkin dampaknya adalah nama

baiknya dia, nama baik keluarganya, nama baik alumninya, mungkin? ‘Lulusan

mana sih, kok kayak gini?’ Misalkan gitu loh kalau soft skill-nya gak baik, paling

begitu. Ya rugi aja dapatnya jadinya.

P: Oke, terima kasih banyak ya mbak Fiona atas waktunya dan kesediaannya untuk

menjadi narasumber pada wawancara ini.

N: Sama-sama Joan, sukses ya buat TA nya, ya.

P: Iya, terima kasih mbak Fio, sukses juga ya mbak Fio.

Page 23: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

xlii Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

Lampiran F Transkrip Wawancara dengan Global Relations UMN

Wawancara dilakukan dengan Boby Arinto, selaku Global Relations Universitas

Multimedia Nusantara melalui email pada 6 September 2021 dan dilanjutkan

dengan wawancara lanjutan pada 7 September 2021 melalui aplikasi WhatsApp.

Wawancara via Email

P : Pewawancara

N : Narasumber

P: Menurut Anda, apa itu soft skill?

N: Soft skill adalah kemampuan non-teknis yang dibentuk secara alami oleh

lingkungan, pendidikan, dan pergaulan. Bagaimana mengelola emosi diri dan

dalam kaitannya saat interaksi dengan orang lain. Keterampilan ini meski seperti

bakat, bisa dipelajari dan dikembangkan. Banyak disebutkan bahwa soft skill

merupakan kemasan yang efektif untuk hard skill.

P: Apa saja kemampuan yang termasuk ke dalam soft skill?

N: Contoh soft skill yang penting misalnya keterampilan komunikasi,

kepemimpinan, kecerdasan emosi, kolaborasi, antusiasme, berpikir kritis, percaya

diri, kreativitas, pemecahan masalah, konsistensi, dll.

P: Apakah semua jenis soft skill harus dikuasai oleh mahasiswa?

N: Tentu akan lebih baik jika semuanya bisa dikuasai, tapi minimal beberapa contoh

utama di atas perlu dikuasai. Menguasai 1 keterampilan soft skill tertentu pada

dasarnya bisa digunakan dalam berbagai bidang kerja dan ini akan membantu dalam

peningkatan karier. Contoh, kemampuan komunikasi yang efektif sangat

bermanfaat untuk semua bidang pekerjaan dan kehidupan. Ini berbeda dengan hard

skill dimana 1 keterampilan digunakan untuk bidang tertentu, misal keterampilan

membuat laporan keuangan perusahaan digunakan dalam bidang keuangan

perusahaan.

Page 24: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

xliii Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

P: Apakah soft skill lebih penting daripada hard skill di dunia kerja?

N: Sebenarnya keduanya saling melengkapi dan sama penting. Hanya saja

penggunaannya berbeda. Hard skill sangat dibutuhkan dalam menyelesaikan

pekerjaan tertentu yang membutuhkan keterampilan yang sesuai. Misal, dokter

harus punya keterampilan sesuai standar kedokteran untuk bisa praktik kedokteran

dan pengobatan. Namun pengetahuan kedokteran saja belum cukup jika misalnya

kasar, kurang komunikatif dan kurang teliti. Ini harus dilengkapi dengan soft skill

agar menjadi optimal, karena pada dasarnya pasien pun perlu rasa tenang, nyaman

dan percaya kepada dokternya.

P: Mengapa soft skill menjadi salah satu modal dasar dalam memasuki dunia

kerja?

N: Saat ini perusahaan tidak hanya mencari karyawan dengan hard skill tertentu

saja karena itu merupakan minimum requirement. Tetapi perusahaan menginginkan

karyawan yang juga memiliki keterampilan soft skill karena ini merupakan

keterampilan yang memungkinkan karyawan untuk terus berkembang, berpikiran

maju, punya keterampilan komunikasi dan kerja sama yang baik dan dapat

diandalkan. Tanpa soft skill tersebut, karyawan akan ketinggalan perkembangan

dan bisa menjadi problem di masa datang.

P: Apakah mengasah soft skill penting dilakukan oleh mahasiswa sebelum

memasuki dunia kerja? Seberapa penting dalam skala 1 - 5?

N: Sangat penting dan bahkan skala 5 karena ini menjadi keharusan kalau mau

sukses dan terus berkembang sebagai pendamping hard skill yang dipelajari.

P: Soft skill apa saja yang perlu dipersiapkan dan paling penting dimiliki oleh

mahasiswa di dunia kerja? N: Terutama keterampilan komunikasi, kepemimpinan,

kecerdasan emosi, kolaborasi, antusiasme, berpikir kritis, percaya diri, kreativitas,

pemecahan masalah, serta konsistensi dan mau bekerja keras selain bekerja cerdas.

P: Bagaimana cara mengembangkan soft skill yang dimiliki?

Page 25: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

xliv Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

N: Bisa dengan mengikuti berbagai kegiatan seminar atau workshop soft skill,

sering berdiskusi dengan orang yang memiliki soft skill yang bagus, menggunakan

role model, ikut kegiatan organisasi mahasiswa, terlibat dalam event kampus,

komunitas, kegiatan bakti sosial, belajar dari youtube atau social media, dll. Setelah

mempelajari ini harus langsung dipraktekkan sebagai sebuah kebiasaan yang

kemudian menjadi personalitas.

P: Apa manfaat dari penguasaan soft skill di dunia kerja, masa depan, dan

masyarakat bagi mahasiswa?

N: Penguasaan soft skill akan memudahkan meraih tujuan dalam pekerjaan dan

kesuksesan. Baik secara utamanya secara intra-personal (pengembangan diri)

maupun interpersonal dengan masyarakat dan lingkungan yang lebih luas karena

menjadi pribadi yang lebih mudah diterima dan dapat diandalkan.

P: Mengapa soft skill menentukan kesuksesan di dunia kerja dan masa depan?

N: Secara umum soft skill merupakan pembeda seseorang dari orang lainnya.

Kemampuan soft skill yang kuat akan menjadi nilai tambah bagi seseorang untuk

sukses di dunia kerja maupun masa depan.

P: Mengapa penguasaan soft skill dapat membantu mahasiswa bersaing di era

revolusi industri 4.0?

N: Betul, karena dengan soft skill maka mahasiswa akan selalu open-minded,

terdorong untuk mempelajari hal yang baru, fleksibilitas tinggi dan selalu mencari

solusi atas perkembangan teknologi dan lingkungan yang akan meningkatkan daya

saingnya.

P: Apa dampak dari kurangnya penguasaan soft skill di dunia kerja?

N: Biasanya akan ada hambatan dalam karier, pencapaian target, lemah dalam kerja

sama dan sulit untuk mendapat dukungan yang dibutuhkan.

P: Menurut Anda, apakah diperlukan informasi yang dapat membantu mengasah

soft skill sebagai persiapan di dunia kerja?

Page 26: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

xlv Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

N: Tentu. Sekarang ini informasi selain sangat perlu, penting dan semakin mudah

didapat melalui internet, membaca buku termasuk e-book, mengikuti podcast,

youtube pembelajaran yang bagus dan mencerahkan.

P: Informasi apa saja yang perlu diketahui dan diinformasikan untuk dapat

membantu mahasiswa mengembangkan soft skill yang dimiliki?

N: Mulai searching topik-topik soft skill secara online, mengikuti seminar atau

workshop, diskusi dengan orang yang memiliki soft skill yang baik, mencontoh role

model, dan banyak lainnya. Mulailah dengan kata kunci “how to …. (soft skill

tertentu).” Kembangkan soft skill sejak muda.

Wawancara Tambahan via WhatsApp

P : Pewawancara

N : Narasumber

P: Terkait jawaban Bapak “Keterampilan ini meski seperti bakat, bisa dipelajari dan

dikembangkan.” Apakah bakat (cth: olahraga, musik, dsb) bisa dibilang termasuk

ke dalam soft skill? Atau sebenarnya soft skill dan bakat itu berbeda? Bisa tolong

dijelaskan mengenai soft skill yang seperti bakat itu?

N: Keterampilan menggunakan alat musik atau olahraga tertentu itu masuk hard

skill, tetapi kemampuan bisa mencipta lagu dan menyesuaikan dengan minat

audiens itu soft skill. Sama juga dengan setiap orang bisa saja bicara di depan umum

misalnya presentasi tetapi yang yang dimaksud dengan bakat misalnya kemampuan

persuasif dalam presentasi tersebut yang yang membuat lawan bicara merasa

nyaman, mengangkat topik yang menarik sehingga interaksi menjadi kuat. Jadi

bakat di sini maksudnya kemampuan yang sudah pre-installed sebelumnya dan jika

didukung dengan hard skill maka menjadi sesuatu yang luar biasa. Jadi, bakat

merupakan potensi bawaan terhadap soft skill tertentu.

Page 27: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

xlvi Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

P: Kemampuan berbahasa asing itu termasuk ke dalam soft skill, bakat, atau hard

skill?

N: Kemampuan berbahasa asing misalnya paham grammar, structure, written skill

itu kategorinya hard skill karena itu adalah basic competency. Tetapi jika seseorang

mampu berbicara dalam bahasa asing dengan pemilihan diksi yang tepat, mudah

dipahami oleh native speaker dan persuasif dalam bahasa asing tersebut, itu

kategorinya soft skill.

P: Terkait jawaban Bapak “Banyak disebutkan bahwa soft skill merupakan kemasan

yang efektif untuk hard skill.” Apakah maksudnya adalah soft skill dapat

melengkapi hard skill sehingga kompetensi yang dimiliki seseorang menjadi

seimbang?

N: Betul. Misalkan dengan contoh yang tadi mengenai presentasi, saat ini hampir

semua orang bisa melakukan presentasi. Tapi ada sebagian yang bisa mengemas

presentasinya menjadi sangat menarik, menggugah emosi, merangsang berpikir

audiens dan kemudian bisa mengajak audiens melakukan hal yang disampaikan, ini

sudah kategori soft skill. Itu sebabnya ada presentasi yang "membosankan" dan ada

presentasi yang "ditunggu" karena isinya penting dan menyenangkan saat didengar

atau dilihat.

P: Terkait keterampilan komunikasi, apakah public speaking dan keterampilan

presentasi juga termasuk ke dalam komunikasi? Sebenarnya tiga keterampilan

tersebut sama saja atau berbeda?

N: Dalam komunikasi ada intra-personal dan inter-personal. Public speaking dan

presentasi masuk dalam kategori inter-personal atau melibatkan orang lain. Jika

public speaking secara cakupan lebih luas, presentasi biasanya masuk dalam skala

audiens yang lebih spesifik dan terbatas. Meskipun secara basic hampir sama tetapi

ada pembedanya. Public speaking dan presentasi yang hanya "menyampaikan

informasi" menurut pandangan saya saat ini masih bisa dibedakan menjadi 2, yaitu

hard skill dan soft skill. Jika presentasi hanya menyajikan data dan cenderung

monoton maka ini masih hard skill dan belum masuk kategori memiliki kemampuan

Page 28: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

xlvii Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

soft skill. Tetapi jika sudah bisa mengemasnya sesuai kebutuhan dan minat audiens,

maka sudah masuk level soft skill. Kemampuan soft skill ini memang pada

umumnya bisa dirasakan tetapi kadang agak sulit jika dituliskan karena lebih efektif

menggunakan contoh-contoh. Misanya, seperti orang yang belum pernah

menikmati gula lalu dijelaskan tentang rasa manis.

P: Apakah dari sekian banyaknya jenis soft skill, dapat dikelompokkan menjadi

kategori yang lebih kecil? Contoh: Social Skills (Communication, Teamwork,

Presentation), Thinking Skills (Decision making, Problem Solving, Critical

Thinking, Leadership), Management Skills (Time, Stress, Conflict) Atau kategori

yang membedakannya adalah interpersonal dan intrapersonal?

N: Bisa dikategorikan berdasarkan kelompok yang lebih kecil sesuai kebutuhan.

Saya sendiri untuk memudahkannya bisa lebih kecil lagi menjadi intra-personal

(kemampuan mengelola dan mengembangkan diri sendiri) dan inter-personal

(dalam hubungannya dengan orang lain).

P: Menurut Anda, apakah dengan adanya informasi dalam bentuk buku panduan

mengasah soft skill (dengan ilustrasi) dapat membantu mahasiswa dalam

mempersiapkan dunia kerja? Mengapa?

N: Bisa saja. Pada prinsipnya adalah selain informasi yang disajikan komprehensif

dan menarik, juga yang penting adalah membangkitkan inspirasi pembaca untuk

melakukan hal yang disampaikan, jadi tujuan utamanya tercapai.

P: Kendala apa saja yang dapat menghambat penanaman soft skill ke mahasiswa?

N: Kendalanya jika mahasiswa tersebut belum open-minded, merasa soft skill

belum penting saat ini dan belum mau mulai mempelajarinya. Juga ketika

lingkungan di luar mahasiswa tersebut kurang mendukung, misal ketika ingin

mengikuti workshop atau seminar tentang soft skill dianggap aneh atau di luar

mainstream. Ini bisa melemahkan semangat pengembangan diri untuk mahasiswa

tersebut. Jadi penanaman soft skill ini pada dasarnya menjadi tugas semua orang,

tidak hanya per individu. Saling mendukung ke arah kesuksesan dan penting juga

untuk bergaul dengan orang-orang yang memiliki growing mindset.

Page 29: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

xlviii Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

Lampiran G Screenshot Wawancara dengan Global Relations UMN

Via Email

Via WhatsApp

Page 30: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

xlix Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

Lampiran H Transkrip Wawancara dengan HR Consultant

Wawancara dilakukan dengan Inaulia Sekar R., M.Psi., Psikolog, selaku HR

Consultant melalui aplikasi ZOOM Meeting pada 8 September 2021 pukul 17.00 –

17.30 WIB.

P : Pewawancara

N : Narasumber

P: Selamat sore kak, sebelumnya saya ingin berkenalan dulu sama kakak, mungkin

kakak bisa menyebutkan nama, bekerja sebagai apa, dimana, dan bekerja sudah

berapa lama.

N: Perkenalkan nama saya Inaulia Sekar Rarastiti, saya dulu sempat kerja di

Organizational Development di Astra International kurang lebih selama 5 tahun,

kemudian sempat di start up juga sebagai HR Generalist di Jakarta, namanya

Digiasia Bios sekarang saya sebagai HR Practitioner ya, HR Consultant dan

kemudian saya juga sebagai career coach dan CEO dari AIDE Consultant

Indonesia.

P: Oke, salam kenal kak Inaulia, panggilannya apa nih, kak?

N: Panggil saja Ina

P: Oke kak Ina, langsung ke pertanyaan pertama ya kak, menurut kakak soft skill

itu apa sih kak?

N: Soft skill itu adalah kemampuan non-teknis ya, jadi kayak sebuah emotional

intelligence sih, kalau saya omong. Itu adalah kecerdasan emosional yang

kemudian terepresentasi ke dalam emosi kita, ke dalam sikap kita, ke dalam

perilaku kita, nah itu adalah soft skill. Jadi bentuk soft skill itu banyak, ada soft skill

komunikasi, kemudian leadership, kemudian kemampuan bertahan, adaptif, dan

lain-lain. Itu adalah salah satu bentuk dari soft skills.

Page 31: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

l Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

P: Oke, kalau menurut kakak nih, seberapa penting sih penguasaan soft skill,

terutama mahasiswa, untuk persiapan di dunia kerja? Kalau dalam skala 1-5?

N: 5 sih, penting banget karena apa, ini juga didukung sih dengan apa yang

disampaikan oleh Daniel Goleman ya, bahwa faktor kesuksesan orang itu 75%

dipengaruhi oleh soft skill, 25% nya baru intelektual. Dan saya sendiri juga

merasakan ketika sudah di dunia kerja ternyata apa yang kita pelajari di kuliah itu

mungkin yang diimplementasikan hanya sekitar 10-20%. Selebihnya kita benar-

benar belajar secara learning by doing, sehingga memang soft skill sangat

menentukan kemampuan kita untuk belajar dalam dunia baru tersebut, dan survive

dalam dunia baru tersebut. Seperti itu.

P: Oke, mengapa sih soft skill itu menjadi salah satu modal dasar dalam memasuki

dunia kerja?

N: Karena ketika di dalam dunia kerja itu ya, banyak hal baru sih yang akan kita

pelajari, jauh berbeda dari saat kita kuliah, gitu. Dan untuk bisa survive dalam hal

tersebut, yang dibutuhkan adalah, itu tadi, kemampuan-kemampuan non teknis.

Karena kalau kemampuan teknis itu semua bisa dipelajari, begitu. Tapi kalau

kemampuan-kemampuan non teknis, soft skill itu tadi, itu adalah sesuatu yang

memang kita harus bangun, yang harus kita upayakan, lebih, kita upayakan lebih

awal lagi, agar kita dapat menghadapi setiap tantangan-tantangan di dalam dunia

kerja. Jadi intinya kenapa sih kita butuh soft skill, karena di dunia kerja itu adalah

dunia baru, yang berbeda dibanding dengan masa kuliah. Dan tantangannya itu

sangat banyak, dan ketika di dunia kerja kita itu dituntut untuk lebih mandiri. Kalau

pada saat kuliah kita kan ada orang tua, ada, tuntutannya berbeda, gitu, sama kita.

Tapi kalau pada saat kerja, kita itu diminta untuk lebih mandiri, kita diminta untuk

bisa berjuang lebih keras lagi, dan medannya pun juga berbeda, gitu ya. Kalau di

dunia kerja kan memang perubahan terjadi begitu cepat, kemudian kita, tanggung

jawabnya pun juga lebih besar, sehingga memang kemampuan non teknis atau soft

skill itu jauh lebih penting dibandingkan kemampuan hard skill. Seperti itu.

Page 32: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

li Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

P: Terus mengapa sih penguasaan soft skill itu lebih menentukan diterimanya calon

karyawan di dunia kerja?

N: Oke, baik. Karena itu tadi seperti yang saya katakan bahwa hard skill itu bisa

dipelajari, dengan lebih cepat dibandingkan soft skill. Dan soft skill itu kita tidak

bisa pelajari secara instan. Kalau kata Malcolm Gladwell dalam bukunya Outliers,

butuh 10.000 jam untuk mengubah habit seseorang. Maka, butuh 10.000 jam juga

untuk mengubah habit kita yang tadinya kita tuh gampang menyerah, kita mau

berubah jadi resilience, begitu, kita butuh waktu cukup lama, gitu loh, dibanding

kita mau menambah kemampuan hard skill kita, gitu. Dan yang namanya hard skill

itu tuh bisa lekang oleh waktu, tapi yang namanya soft skill itu enggak. Sehingga

itu yang jadi modal utama kita itu menghadapi tantangan apapun dalam dunia kerja.

Yang lebih utama itu kita punya soft skill itu dulu, baru setelah itu kita

mengembangkan hard skill.

P: Tapi sebenarnya dua-dua kemampuan itu tuh penting, sama penting, atau

gimana, kalau di dunia kerja?

N: Kalau di kacamata user ya, soft skill itu jauh lebih penting. Banyak orang yang

bilang, lebih baik saya tuh gak cari orang yang pintar, tapi orang yang bisa kerja.

Dimana yang bisa kerja itu adalah orang-orang yang memiliki soft skill yang bagus.

Karena kalau kebanyakan orang pintar itu gak punya kemampuan untuk bekerja

sama dalam team, mereka gak punya kemampuan komunikasi yang bagus, empati

yang bagus, sehingga makanya saya tuh bukannya nyari orang yang pintar tapi nyari

orang yang bisa bekerja. Sehingga kalau ditanya misalnya ada dua kandidat, satu

hard skill-nya oke, tapi soft skill-nya biasa saja, satunya soft skill-nya bagus, tetapi

hard skill-nya biasa saja, kalau disuruh memilih, saya akan memilih yang soft skill-

nya bagus.

P: Soft skill apa aja sih yang penting untuk dikembangkan sebagai persiapan untuk

memasuki dunia kerja?

N: Oke, jadi kalau merujuk dari World Economic Forum, itu ada yang utama itu

lima soft skills ya, yang pertama itu ialah communication, kemudian ada critical

Page 33: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

lii Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

thinking, creative, collaboration, dan yang terakhir itu kalau ga salah tuh adaptive,

agile ya jadi agile. Yang mana kita bisa merespon dengan cepat perubahan yang

ada.

P: Apa sih manfaat dari penguasaan soft skill di dunia kerja, masa depan, dan

masyarakat?

N: Oke, manfaat penguasaan soft skill untuk masa depan, dunia kerja dan

masyarakat, ya. Banyak banget sih manfaatnya, ya. Satu, kalau kita itu memiliki

soft skill yang bagus, ya, kita itu bisa berempati. Kita berempati sehingga kita itu

tau bagaimana kita harus bersikap, bagaimana kita itu harus menyikapi sebuah

situasi, itu. Sehingga bagaimanapun bentuk situasinya, bagaimanapun karakter

orang yang kita temui, bagaimanapun tantangannya, kalau kita bisa empati, ya,

maka kita itu akan bisa membaca situasi. Kalau kita bisa membaca situasi, maka

kita bisa tau tuh sikap seperti apa yang seharusnya kita munculkan.

P: Selain itu apakah ada manfaat lainnya kak?

N: Kalau manfaat lainnya ya tentu saja akan membuat kita survive sih, dengan

berbagai tantangan yang ada, ya. Apalagi di zaman sekarang perubahan itu terjadi

dengan sangat amat cepat, salah satu yang bisa membuat kita survive adalah itu tadi,

kita memiliki soft skill yang baik, gitu. Dan kalau di masyarakat tentu saja kalau

misalnya kita memiliki soft skill yang baik itu kita akan menjadi orang yang

memiliki networking yang bagus, memiliki personal branding yang baik pula,

begitu. Dan kalau di dunia kerja, ya, tentu saja kita, ya itu tadi sih, bisa

memperlancar karier kita. Karena kan berarti kita menunjukan orang yang adaptif,

ya, kita bisa menyesuaikan diri aja sih dalam berbagai situasi, begitu. Sehingga ya

orang-orang yang adaptif itu kan biasanya kariernya cepat, ya, tapi kita jangan

omongin, bandingin dengan orang yang memiliki privilege, itu beda. Jadi kita

omongin memang kita murni dari usaha kita, gitu ya, orang yang adaptif itu pasti

akan mendapatkan manfaat kariernya cepat, secara performance.

P: Kalau tadi kan kakak ada sebut kalo kita punya soft skill bisa survive kan di

kehidupan kerja, tapi berarti kalo untuk sebelum memasuki dunia kerja itu misalnya

Page 34: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

liii Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

seorang mahasiswa, dia sangat menguasai soft skill-nya itu apakah betul dapat

membantu dia bersaing di era industri 4.0 ini?

N: Iya, karena ketika dia tau dia punya soft skill-nya bagus ya maka dia itu bisa ya

itu tadi, beradaptasi dengan cepat dengan perubahan yang ada, industri, salah satu

ciri industri 4.0 itu kan perubahan terjadi dengan cepat ya gitu dan apa namanya

kalo kita punya soft skill yang baik gitu ya kita bisa menyesuaikan diri, kita bisa

membaca situasi seperti apa, kemudian kita bisa segera memutuskan bangkit

kembali dari ‘Oke ternyata ilmuku udah gak relevan lagi nih, berarti aku harus

seperti ini, harus seperti ini. Nah, itu adalah salah satu manfaat soft skill yang baik

di era saat ini.

P: Dari kakak sendiri sebagai seorang HR Consultant, apakah terdapat tips terkait

soft skill untuk mahasiswa sebelum melamar kerja?

N: Oke, tips untuk mahasiswa sebelum melamar kerja. Tips saya adalah perbanyak

exposure terhadap diri kita sih. Ya, jadi exposure terhadap diri kita bahwa ya

maksudnya dengan cara seperti apa? Ya sekarang itu kan banyak tuh webinar, terus

banyak juga platform yang memberikan kesempatan untuk internship ya.

Kemudian, apa namanya banyak juga konten-konten menarik yang bisa

membangun diri. Inget yang namanya soft skill itu tidak bisa diubah secara singkat

ya dan kalo gak kita ubah dari sekarang atau nunggu masuk dunia kerja terlebih

dahulu itu nanti takutnya terlambat karena apa? Kita membutuhkan waktu untuk

merubah atau meningkatkan kemampuan soft skill kita. Cara terbaik itu bukan

hanya dengan cara membaca buku, mendengarkan konten podcast atau YouTube

yah. Cara terbaik adalah dengan kita terjun langsung, dengan kita meningkatkan

experiences maka kita jadi tau bagaimana ‘Oh sikap apa atau mindset seperti apa

yang harus kita bangun? Soft skill yang harus kita bangun? seperti itu.

P: Harapan kakak sebagai HR Consultant soal soft skill untuk generasi muda itu

apa?

N: Harapan saya? Oke, harapan saya adalah generasi muda tidak mudah cukup puas

ya dan tidak hanya orientasinya itu nilai yah. Jadi, harapan saya adalah bagaimana

Page 35: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

liv Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

kita tumbuh menjadi generasi yang tangguh, dengan fokus terhadap apa yang bisa

kita kembangkan dari diri kita dan tidak menjadi generasi yang instan yang semua

itu nilainya udah bagus merasa sudah cukup. Gitu ya. Merasa tidak mau

mengembangkan diri sehingga teruslah menjadi generasi yang haus akan ilmu

pengetahuan, menjadi generasi yang menjadi gelas kosong di manapun kita berada

sehingga akan semakin banyak ilmu pengetahuan yang bisa kita serap dan

harapannya kita pun akan menjadi never ending learner ya. Never ending learner

dengan begitu itu adalah sebagai bukti kita atau cara kita merespons tantangan saat

ini. Dan itu lah yang kemudian akan bisa membuat kita survive gitu. Intinya

pokoknya jangan mudah puaslah terhadap apapun pencapaian kita. Terus liat ke

depan, teruslah haus akan hal-hal baru, kembangkan growth mindset kita sehingga

kita akan menjadi tadi itu never ending learner.

P: Apa yang kakak takutkan kalau misalnya mahasiswa sekarang ini kekurangan

soft skill?

N: Yang saya takutkan adalah itu tadi kalau generasi sekarang ini tidak memiliki

kemampuan soft skill mereka ini akan menjadi generasi yang mudah puas, mudah

puas atas pencapaian mereka dan kita menjadi generasi yang ngga bisa

berkolaborasi karena kita sudah merasa kita bisa kok kerja sendiri. Kita mampu

sehingga tidak mendorong kita untuk berkolaborasi atau berempati, menghargai

pendapat orang lain, mengakui kelebihan orang lain. Padahal, di era sekarang yang

dibutuhkan itu adalah eranya kolaborasi.

P: Menurut kakak sendiri sebenernya soft skill sama bakat itu mirip atau berbeda

sih, Kak?

N: Berbeda yah. Soft skill dan bakat itu berbeda yah. Bakat itu lebih ke capability

yang kita miliki. Kemampuan yang kita miliki tapi kalau soft skill itu lebih ke arah

skill yang kita butuhkan untuk bertahan hidup. Life skill, lebih ke life skill ya. Skill

yang kita butuhkan untuk menjalani kehidupan sehari-hari. Jadi ya itu tadi ada

creative thinking, critical thinking, agile, kemudian ada juga kemampuan asertif,

persuasion, negosiasi ya, kemampuan problem solving, flexibility gitu.

Page 36: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

lv Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

P: Kalau menurut kakak apakah diperlukan informasi yang dapat membantu

mengasah soft skill bagi mahasiswa sebagai persiapan untuk di dunia kerja?

N: Menurut saya perlu karena itu sebagai awareness dulu yah. Jadi informasi itu

adalah sebagai awareness biar temen-temen tuh sense of urgency-nya tumbuh dulu

tuh bahwa soft skill itu penting yah tapi inget informasi itu gak cukup untuk

mengubah soft skill harus ada experience langsung lah untuk bisa mengubah soft

skill.

P: Oke, menurut kakak apakah dengan adanya informasi dalam bentuk buku

panduan berilustrasi, mengasah soft skill dapat membantu mahasiswa dalam

mempersiapkan dunia kerja?

N: Bisa, bisa banget.

P: Kenapa, Kak?

N: Iya itu tadi jadi orang-orang tuh lebih merasa relate, lebih terbayang ya sehingga

awareness-nya akan tumbuh gitu.

P: Informasi apa aja sih yang perlu diketahui dan diinformasikan untuk dapat

membantu mahasiswa mengembangkan soft skill yang dimiliki sebagai persiapan

di dunia kerja?

N: Informasinya terkait dampak-dampaknya sih kalau misalnya kita gak punya soft

skill. Terus kita informasikan juga tantangan dunia ke depan itu seperti apa? Gitu

ya. Jadi, why-nya lah. Kenapa kita butuh soft skill ya, tantangan, dampaknya, serta

manfaat sih, kita bisa dapet kalo kita menguasai soft skill gitu.

P: Kalo kayak tips-tipsnya gitu, Kak?

N: Tips-tipsnya itu yah itu bisa juga ya tapi itu lagi sih. Oke, kalau tipsnya mungkin

bisa juga cuma kalau kita mau bangun awareness-nya dulu yah. Kalo ngomongin

awareness-nya dulu ya itu dulu gitu. Jadi, kita start with why, why? Kenapa aku

harus punya soft skill? Baru kita ngomongin what, baru kita ngomongin how gitu.

Page 37: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

lvi Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

P: Tadi kakak ada sebut dampak ya. Nah, dampak dari kekurangan soft skill

mahasiswa kalo melamar kerja itu apa sih, Kak?

N: Dampaknya ya pasti kita gak akan bisa menghadapi tantangan yang ada. Kita

gak bisa adaptive dengan tantangan dengan perubahan-perubahan yang terjadi di

dalam pekerjaannya dan akhirnya kemudian membuat kita gak bisa perform dalam

dunia kerja.

P: Menurut kakak kendala apa saja sih yang dapat menghambat penanaman soft

skill ke mahasiswa?

N: Oke, kendala apa ya, mindset sih. Kalo menurut aku banyak orang yang belum

sadar lah. Jadi tuh kan kalo melakukan kita sudah merasa butuh merasa apa ya

bahwa itu tuh memang harus kita lakukan gitu. Nah, orang-orang yang selama ini

mungkin udah di-treat tapi dia soft skill-nya belum terasah itu ya karena memang

satu dari segi mindset mereka belum terbentuk bahwa yang namanya soft skill ini

tuh butuh. Terus kemudian ketika mindset-nya belum ada udah pasti dari

kemauannya belum akan ada gitu. Jadi, yang paling utama tuh menurut saya

penghambat utama itu adalah mindset.

P: Masih banyak mahasiswa itu yang berpikiran nilai akademis itu lebih penting

gitu ya dibandingkan kemampuan non akademis-nya.

N: Bener.

P: Oke, terima kasih banyak, kak atas waktu dan kesediaan kakak untuk

diwawancarai.

N: Semoga bermanfaat yah

P: Bermanfaat sekali, kak.

N: Sukses ya, lancar ya skripsinya

P: Amin, sukses juga ya, Kak.

Page 38: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

lvii Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

Lampiran I Transkrip Wawancara dengan Editor Buku

Wawancara dilakukan dengan Katrine Gabby Kusuma, selaku editor buku

Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) melalui aplikasi ZOOM Meeting pada 4

September 2021 pukul 13.00 – 14.00 WIB.

P : Pewawancara

N : Narasumber

P: Sebelumnya, boleh dari Kak Katrine memperkenalkan diri dulu dari nama,

bekerja sebagai editor di mana, dan sudah berapa lama bekerja.

N: Hai, aku Katrine Gabby Kusuma panjangnya. Panggilannya Gabby aja. Kerja

sebagai salah satu editor di salah satu penerbit di Gramedia Group namanya

Kepustakaan Populer Gramedia atau singkatnya KPG. Aku udah mulai kerja dari

November 2014, berarti hampir 7 tahun. Itu ya perkenalan singkatnya.

P: Oke kak, pertanyaan pertama, apa sih perbedaan buku dibandingkan media

informasi lainnya, atau apa sih pembedanya, apakah buku lebih oke atau enggak

dibandingkan media informasi lain?

N: Buku jelas pembahasannya lebih mendalam karena dalam bentuk tulisan dan

halamannya juga lebih banyak, misalkan dibandingkan artikel di website atau

video-video di YouTube gitu kan. Nah, tentu dalam setiap buku kan ada proses

editingnya, dan ada proses riset nya juga. Nah itu, bisa dibilang tingkat

pertanggungjawabannya lebih tinggi karena sudah melewati beberapa orang,

mungkin bisa dibilang ngeceknya ada filternya berulang kali. Jadi dalam hal

informasi, itu udah dipastikan bisa dipertanggungjawabkan gitu lho. Sementara, ya

oke kalo artikel juga pasti melalui riset dan lain-lain, tapi sumbernya pun dari buku

kan. Jadi istilahnya tuh, buku tuh bisa dibilang babonnya, kayak dia payung

besarnya, nanti bisa diturunkan kemana-mana salah satunya artikel, konten di

YouTube, dll. Jadi menurut aku, kalo buku tuh lebih itu sih, informasinya lebih

banyak dan mendalam membahas sesuatu hal.

Page 39: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

lviii Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

P: Apa kelebihan membaca buku fisik dan digital? Buku jenis mana yang lebih

banyak digemari orang tua generasi milenial dan mahasiswa?

N: Sebenernya kalau melihat secara global termasuk luar negeri ya, mungkin

sekarang buku digital juga banyak digemari karena mungkin lebih praktis, gampang

dibawa kemana-mana, lebih murah. Tapi kalau dari Indonesia sendiri, sebenernya

buku digital masih belum banyak peminatnya, bisa dibilang kayak gitu. Soalnya

kan, kebetulan penerbit aku juga selain buku fisik, pasti setiap buku fisik ada buku

digitalnya. Nah itu, orang-orang masih prefer baca yang fisik dibandingkan digital.

Bisa dilihat dari sales, maupun dari kalo misalkan di Gramedia ada namanya

Gramedia Digital, jadi dia ada kayak subscribe gitu modelnya kayak Netflix. Kamu

setiap bulan bebas baca buku. Itu juga, memang meningkat setiap tahun, cuma

angkanya masih belum bisa menyaingi yang fisik. Kayak gitu. Tapi itu memang

kita lihat sebagai salah satu media masa depan lah, maksudnya walaupun sedikit

hasilnya, cuma ga boleh kita abaikan karena siapa tahu di masa depan memang itu

salah satu media yang lebih digemari. Selain itu, ada audiobook juga kan sekarang.

Audiobook ini juga mungkin lebih praktis lagi. Kan bisa sambil ngapa-ngapain.

Kalau misal digital kan masih tetap harus baca kan, kalau audiobook kan bisa

sambil ngerjain yang lain-lain. Nah itu juga mulai kita jajakin. Hasilnya juga

memang belum kelihatan karena sejauh ini masih nyetok-nyetok sih. Gitu, tapi ya

itu mungkin jadi salah satu media masa depan. Jadi kalau misalkan untuk sekarang

kalau di Indonesia, masih yang cetak yang digemari, dibandingkan digital. Tapi ya

gak menutup kemungkinan di masa depannya, juga akan banyak penggemarnya.

P: Kan tadi kakak bilang kalau sekarang memang lebih banyak penggemarnya tuh

masih buku fisik, tapi di satu sisi kita tahu kalau di Indonesia sering disebut kalau

minat bacanya masih rendah. Menurut kakak, gimana sih supaya menarik

masyarakat terutama untuk orang tua generasi milenial dan mahasiswa supaya tetap

mau membaca buku?

N: Hm, iya sih memang minat bacanya gak tinggi di Indonesia. Tapi kita beberapa

tahun belakangan ini, mulai dari tahun 2018 lah, kita melihat ada beberapa buku

yang ternyata digemari sama usia-usia yang tadi kamu bilang, untuk milenial

Page 40: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

lix Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

ataupun anak muda. Itu biasanya buku-buku yang, kalau istilah di penerbit kami

“mini kata, maks citra”. Jadi “mini kata”, katanya dikit aja. “Maks citra”, banyak

gambar atau visualnya. Yah, itu mungkin lebih mudah dicerna oleh semua orang,

bahkan yang tadi katanya gak suka baca ya. Jadi itu bisa bantu. Maksudnya, buku

gak selamanya yang teks tebel dan isinya teks semua gitu. Ada market yang lebih

suka buku yang gambarnya banyak, dll. Itu kita mungkin perlu eksplor buku-buku

jenis lain yang belum banyak di pasaran, ya kayak tadi itu misalnya banyak ilustrasi.

Atau mungkin sekarang itu biasanya orang-orang suka yang, dari segi konten ya,

selain dari segi penampilan, suka buku-buku yang seperti teman. Jadi kalau baca

ini itu kayak merasa ada temen yang cerita. Jadi dari segi narasi di teksnya pun

dibuat yang lebih gak belibet. Kalau belibet, kayak baca buku kuliah aja, teks gitu

kan, yah maleslah. Kalian kalau di kuliah aja udah baca buku teks, masa di rumah

bacanya teks yang ngejelimet lagi. Yah maleslah gitu. Jadi dari segi tampilan kita

usahain eksplor yang lebih jauh, dari segi konten penulisan pun cari yang lebih

masuk ke mereka, misalnya yang tadi lebih ramahlah untuk pembaca.

P: Okee, tadi kan dari segi kontennya, kalau menurut kakak, dari segi untuk

meningkatkan daya beli sebuah buku itu, apakah ada hal penting yang harus

diperhatikan?

N: kalau belakangan ini, ini memang gak kasus di semua buku ya, tapi ada beberapa

buku yang perlu ada engagement terlebih dahulu sebelum dia terbit. Jadi misalnya,

kalian tau buku NKCTHI, Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini, itu kan di awalnya,

kebetulan penerbitnya penerbit aku, jadi aku tahu ceritanya. Ini kan terbitnya tahun

2018 akhir ya, jadi sebenarnya dia tuh udah ngasih naskah dari 2018 awal bulan

Februari. Normalnya kalau penerbitan biasa, habis terima, terus kita edit, semuanya

udah oke, oke terbit. Paling makan waktu satu dua bulan lah maksimal banget. Nah

ini tuh dia gak mau, jadi coba kita coba gimana supaya buku ini tuh, karena

bentuknya baru kan, maksudnya sebelumnya belum terlalu banyak yang bentuknya

kayak gitu, yang cuma quotes beberapa dan banyak gambarnya. Gimana caranya

supaya ini tuh, orang tuh familiar dulu dengan konsep ini. Jadilah dia bikin akunnya

si NKCTHI di Instagram itu. Nah habis itu, selama beberapa bulan dia engage

Page 41: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

lx Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

dengan followersnya, misal dengan tanya jawab, dengan qna yang curhat-curhat

malem-malem, kayak gitu. Kalau kalian lihat kan di highlightsnya kan banyak tuh

contoh-contohnya. Itu makin lama berkembang-berkembang, followersnya tiba-

tiba naiknya jadi pesat banget. Nah itu dia, berarti buku yang macem kayak gini

udah familiar nih, eh sorry bukan buku ya, maksudnya konten yang kayak gini udah

familiar dan keliatan marketnya tuh ada. Bahkan marketnya mereka itu yang tadi

aku bilang, orang yang pada dasarnya tuh gak terlalu hobi buku lah. Gak terlalu

hobi baca buku, tapi mereka setelah tau akun itu bikin buku jadi tertarik beli buku.

Jadi perlu ada engagement kalau misalkan mau tes-tes pasar gitu ya, perlu ada

engagement terlebih dahulu sih. Jadi setelah dia agak udah mulai rame di Instagram,

berapa bulan tuh ya, kayaknya 6 bulan deh, bulan September baru dia umumin kalau

dia mau bikin buku. Orang-orang pada antusias dan hasilnya ya bisa dibilang

berhasil. Orang-orang tertarik beli bukunya, jadi mega best seller, dll. Gitu, jadi

selain dari teks, dari visual, kalian kan anak DKV ya, sebenernya bisa dibilang

cover kan ya, orang banyak bilang “don’t judge a book by its cover”, tapi ya ujung-

ujungnya yang dilihat pertama ya covernya gitu kan. Mungkin kalian lebih bisa

eksplor itu, kan kalian anak DKV ya. Tambahannya ya satu lagi itu, harus ada tes

pasar atau engagement terlebih dahulu sama marketnya supaya lebih diterima atau

supaya orang lebih minat.

P: Kalau terkait engagement yang NKCTHI tadi, kan mereka share di sosmednya

beberapa quotes-quotes yang memang ada di dalam bukunya juga gitu kan.

Menurut kakak, apakah itu akan mempengaruhi, si pembelinya akan mikir gak ya

kalau ini sudah pernah dia baca dan jadinya dia gak mau beli lagi. Atau justru

sebaliknya?

N: Nah kebetulan NKCTHI ini yang dia share di sosmed itu kebetulan cuma 20%

nya lah yang ada di buku. Selain yang di buku itu, ya jadi orang-orang ada bahan

baru yang dia baca pas dia terima bukunya, kayak cuma 20%. Jadi memang begitu

sih sebaiknya, soalnya kalo memang yang sudah pernah dibaca, yah jadi bukan

pengalaman baru lagi pas dilihat. Pasti feelnya beda pas lihat di sosmed sama lihat

hasil di buku karena misalnya aku kasih contoh quotes-quotes yang 20% itu ya,

Page 42: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

lxi Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

yang udah pernah dilihat di sosmed, sama yang di buku kalau dibandingkan, yang

di sosmed itu dulunya dari segi desain polosan aja sih, serius kayak cuma yang

belakangnya ya polos. Nah gimana caranya dia mainin desainnya supaya nanti di

buku ada pengalaman beda pas baca.

P: Dalam pembuatan buku itu, supaya pembacanya nyaman dalam membaca

bukunya, ada hal-hal yang harus diperhatikan gak kak, kayak dari segi tulisan,

ukuran buku yang nyaman dipegang, atau apa gitu?

N: Iya, itu penting banget kan. Dari pemilihan font, ukurannya, terus biasanya font

kan ada yang tipis ada yang tebel. Ukuran font maupun ukuran buku itu pengaruh

sih. Kita tuh pertama kalau mau bikin buku tentuin dulu bukunya mau yang bisa

dibawa kemana-mana atau cuma yang buat dilihat-lihat kayak coffee table book.

Kalau mau dibawa kemana-mana tentu harus memperhitungkan ini harus

seenggaknya masuk ke dalam tas. Berarti ukurannya harus yang bisa dipegang gitu

lah, yang gampang dibawa, dan harus ringan. Males orang baca buku walaupun

kecil tapi kertasnya berat, ya maleslah bawanya. Terus walaupun buku kecil, font

gak boleh ikut kecil kelihatannya. Di layout kan ah misal ada gambar di sini kecil,

berarti tulisannya harus lebih kecil, ya gak juga. Karena font tuh biasa standar sih

semua buku mau ukurannya apa juga ya fontnya segitu. Soalnya kita bacanya juga

kan gak mungkin pake kaca pembesar juga. Kayak gitu sih. Nah terus font juga

penting kan, aku agak gak ngerti istilahnya mungkin kalian anak DKV lebih ngerti

ya. Kalau buku terutama yang banyak teksnya, jangan font yang tegak-tegak gitu.

Gimana sih contohnya, biasa yang ada cursivenya gitu. Nah iya yang kayak ada

ekor-ekornya itu. Kalau buku yang fontnya tegak-tegak gitu ya ampun, font yang

tegak-tegak itu enaknya kalau ngeliat yang singkat aja, misalnya brosur, atau apa.

Jangan ditaruh di dalam buku. Nah itulah pentingnya, jadi setiap orang mau bikin

buku itu, walaupun udah di layout, itu pasti ujungnya kita proof print dulu namanya.

Jadi sebelum dicetak itu dicetak coba dulu nih, pas gak, karena apa yang kita lihat

di layar sama kita lihat di kertas kan beda. Jadi nanti itu akan dibantu di situ juga

ujung-ujungnya, di proses proof print itu.

Page 43: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

lxii Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

P: Sebenarnya waktu mencetak itu memang pasti ada standar khususnya gak sih,

misal waktu mencetak buku minimal fontnya ada ukuran berapa, atau minimal

ukuran buku yang boleh dicetak dan diedarkan itu berapa, ada gak ya kak?

N: Kalau ukuran buku sih sebenernya gak ada minimal maksimalnya. Itu tadi aku

bilang sebelumnya ditentuin dulu ini bukunya mau buat siapa, mau buat bacanya

kayak gimana. Misalnya, oke buku anak, walaupun dibawa-bawa, tapi anak kan

biasa baru mulai belajar baca, jadi fontnya harus lebih besar. Juga misal kalau buku

itu untuk orang yang udah rada-rada tua, fontnya juga jangan yang normal biasa

kayak kita baca novel. Agak lebih gede juga soalnya biasanya mereka suka males

pake kacamata kalau mau baca. Kan mereka biasanya plus gitu kan matanya. Hm,

sama spasinya itu loh, spasi antar kalimat itu biasanya kalau buat anak juga lebih

gede karena ya itu tadi, karena mereka baru belajar baca. Untuk anak SD misalnya,

supaya mereka juga bacanya gak terlalu capek karena banyak kalimat, gitu.

P: Kalau dari segi cetaknya, untuk menjaga kualitasnya gimana? mungkin dari segi

warnanya, atau yang lainnya.

N: iya jadi sebelum di print itu, tadi yang aku bilang ada yang namanya proof print.

Jadi di situ kita ngecek, misalnya dari warna, dari segi seusai gak ini cetakan di

kertas itu, soalnya biasa kita print di kertas yang akan dipake gitu kan. Soalnya

misalnya foto nih, kontennya foto tapi kertasnya book paper, itu kadang-kadang

dari segi ketajaman, dll suka ga terlalu ngejar. Karena akan memang lebih bagus

kalau di kertas art paper misalnya. Tapi ada pertimbangan lain, oh art paper berat.

Berarti kita pake apa ya yang lebih enak dibawa namun juga tidak mengorbankan

kualitas foto itu. Mungkin pake HVS atau apa yang lebih masuk. Nah di proof print

itu kan biasanya kalau misalkan ada warna yang kurang nih, jadi nanti kita ada kasih

notes ke percetakannya. Ini tuh harusnya lebih naik warnanya, atau ya banyaklah

koreksi-koreksian. Biasanya tentang warna sih antara kenaikan atau keturunan.

Atau kalau misalkan book paper itu kan kuning ya dasarnya. Jadi kayak oh ini tuh

karena warna kuning jadi gambarnya ikut terlalu kuning, kan sayang ya. Jadi ini

nanti apa yang harus dibenerin. Kalau dari kertas mau diapain lagi kan ga mungkin,

berarti mungkin kita adjust dari file kita gitu. Nah selain itu, dari segi percetakan

Page 44: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

lxiii Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

itu biasanya ngasih report ini tuh ternyata pas dicetak, dia kasih progres gitu sih ini

tuh kalo dicetak nanti kayak gini hasilnya. Walaupun udah kita proof, terus nanti

pas cetak massalnya ada nih kayak gini kan, persis kan. Atau ada kalau orang yang

lebih perfeksionis lagi, biasa untuk buku fotografi ya, nih di penerbit aku kan ada

beberapa dan penulisnya lumayan sensitif soal warna. Kalau dia mau kualitasnya

lebih terjaga lagi, biasa dia nginep di percetakannya. Seriusan, di percetakan tuh

ada penginapannya. Biasanya untuk Al-Quran. Ngecekin Al-Quran itu kan biasanya

kalau ada titik dikit, itu udah beda arti kan tulisan arab. Nah itu yang biasanya sering

pake, biasa untuk cetak Al-Quran. Fotografi juga kayak gitu. Kalau penulis yang

bener-bener perfeksionis banget, biasa mereka memilih untuk ngecek langsung di

site nya. Seru kalo kalian ke percetakan, tapi ya gitu lama nungguinnya.

P: Kalau dalam pembuatan buku panduan atau informasi gitu ada standarnya gak

sih kak? Terus jenis buku seperti apa yang cocok untuk jadi buku panduan?

N: Kalo buku panduan sih sebenernya kalo dari segi konten pengennya yang gak

terlalu mendiktekan, kayak lo harus gini, lo harus gini. Karena orang nanti merasa

kok agak terlalu menggurui ya. Jadi triknya adalah kita bikin konten yang membuat

orang yang baca tuh kayak mikir juga, “oh, kalau lebih baik leadershipnya yang

kayak gini atau kayak gini ya?”, kalo dari segi kontennya kayak gitu. Atau misalnya

kalau tadi orang tua, munculin ada sharing, munculin contoh-contoh lain yang

bener-bener ada di lapangan. Soalnya kalau cuma dengan teori doang, orang juga

merasa jadi ikut kuliah nih, gak terlalu praktis nih buku dipake, di kehidupan

nyatanya kayak apa contohnya. Kayak gitu-gitu. Kalau aku sarannya jangan terlalu

banyak teori dan jangan terlalu banyak nyuruh-nyuruh, ini harus kayak 1 2 3 step-

stepnya. Sama mungkin agak lebih menarik, belakangan ini banyak buku yang

mencantumkan sesuatu yang bisa diisi. Misalnya, “gimana progresnya setelah kamu

melakukan ini? Coba ditulis”, jadi nanti mereka bisa merenungkan apa yang di buku

ini mereka lakukan atau engga. Mungkin bisa dikasih kayak gitu supaya gak terlalu

bosen banyak teksnya.

P: Berarti jangan kaku lah ya, gitu. Kalau misalnya kita mau masukin gambar,

ilustrasi, atau foto gitu ke buku, ada standarnya gak kak?

Page 45: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

lxiv Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

N: Hm, gak sih, kalau ilustrasi sebenernya yang perlu aja. Jadi misalnya, kalian mau

highlight apa nih yang paling penting dari omongan itu. Jadi jangan semuanya

dikasih ilustrasi atau di setiap halaman ada ilustrasi. Itu mungkin memang

membantu, cuman kalau untuk buku yang tadi kalian bilang panduan untuk orang

self-development mungkin gak terlalu banyak gambarnya kan pasti. Jadi kalian

highlight aja dari teks apa yang paling penting, nah nanti itu yang diilustrasikan,

gitu. Misalnya, oh, aku punya buku namanya The Art of Restaurant Review tentang

panduan cara menulis restaurant review yang baik. Nah ini tuh, ilustrasinya untuk

membedakan kayak di dalamnya disebutin mengenal tipe-tipe kategori restaurant

secara internasional, ada fast food, traditional eateries, casual dining, sama

upscale. Nah untuk membedakannya nanti bisa dikasih ilustrasi kayak ini bedanya

apa sih yang lebih nyata gitu. Kayak gitu-gitu, jadi apa bahan yang penting disitu,

itulah yang kalian ilustrasikan. Jadi untuk highlight juga, gitu. Nih ada contohnya,

jadi dia bikin restaurant review kan, dia kasih halaman untuk diisi, cara untuk

review restaurant itu kayak gimana. Dikasih kayak latihannya gitu, jadi biar gak

bosen itu kayak ada aktivitasnya.

P: Kalau tadi kan ada hal-hal penting yang harus diperhatikan kayak cover dan

finishingnya, bahan kertas, ukuran, bentuk, sama penjilidannya. Seperti apa sih

yang umumnya dipakai dan direkomendasikan dalam pembuatan buku panduan

berilustrasi?

N: Yang paling basic sih sebenernya pake book paper, softcover. Kalau ukuran sih

sebenernya bebas, cuman kalau misalkan mau yang bisa dibawa mungkin yang

lebih compact bukunya seukuran novel, gitu. Tapi tergantung lagi kalian kalau nulis

buku seenggaknya harus tau marketnya siapa, apakah dia rela mengeluarkan uang

yang lebih banyak untuk kualitas buku yang lebih baik juga. Misalnya kalian mau

upgrade jadi hardcover atau apa, gitu sih. Sebenernya kalau yang paling standar sih

book paper dan softcover tadi itu. Yang berwarna atau engganya itu bisa dimainkan

sesuai selera.

P: Biasanya untuk orang tua generasi milenial sama mahasiswa, visual dan desain

yang gimana sih yang mereka suka?

Page 46: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

lxv Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

N: Hm, mungkin kayak yang tadi aku bilang ya, perlu ada ilustrasi atau elemen-

elemen lain biar gak selamanya teks terus, sama ada aktivitas-aktivitasnya juga

supaya gak terlalu bosen bacanya. Kalau berwarna berarti kita harus mikirin

costnya yang pasti juga akan tinggi. Jadi biasanya dimainin, kan kalau misalkan

berwarna full colour kan 4/4 tuh, CMYK kalian ngerti lah. Biasanya kita mainin

jadi 2/2, cuma mainin dua warna, kuning sama hitam misalnya. Ini cara maininnya

sih, misalnya mereka kalau ada gambar mungkin berharap seenggaknya ada

warnanya lah jangan hitam semua. Pilihan lain selain full colour yang biasanya

harganya akan menjadi semakin mahal, ya itu misalnya dua warna.

P: Berarti kalau misalkan warnanya lebih sedikit memang jatuhnya lebih murah ya,

kak?

N: Iya, misalnya kayak gini kan, walaupun cuma dua warna tapi tetap enak dilihat

gitu lho. Ini bisa jadi satu alternatif. Tapi kalau misalkan marketnya, rasanya kalau

full colour mereka juga tetap akan beli ya, oke no problem.

P: Kalau menentukan budgeting dalam pembuatan sebuah buku itu gimana sih,

kak? Terus berapa kira-kira harga yang harus kita keluarkan untuk merilis satu

buku?

N: Hm, itu bener-bener tergantung bukunya banget sih. Cuma step awalnya,

biasanya kan kita nentuin dulu specs nya, misalnya dari segi ukuran, berapa

halaman, terus binding nya mau apa, softcover atau hardcover, dari warnanya. Nah

habis itu dapat kan harga cetaknya. Harga cetaknya kita hitung sama sekalian nanti

ditambah produksi ke penerbit besar ya, biasanya kan cost distribusi ke toko, cost

nanti harus bayar royalti, cost kalau misalnya nambah bayar ilustrator lagi, cost in

case ada penerjemah, kayak gitu-gitu. Nah itu semua biayanya ditambahin, dapetlah

nanti harga, sorry aku gabisa kasih detail cara hitungnya, tapi nanti dari komponen

harga-harga itu dapetlah harga jualnya nanti. Tentunya kalau misalkan oplah yang

kita terbitkan semakin banyak akan semakin bisa lebih murah juga harga jualnya.

Tapi biasanya kita normalnya ya sebelum pandemi itu, 2.000 sampai 3.000

eksemplar sekali cetak. Tapi sejak pandemi ini kita memang kurangi jadi 1.000

Page 47: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

lxvi Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

eksemplar, standarnya segitu. Kecuali untuk buku-buku yang memang kira-kira

akan jadi best seller nih, oke berani mungkin kita naikin tetap di 2.000 eksemplar.

Untuk budget bener-bener tergantung bukunya sih masing-masing.

P: Tapi kak kalau, tadi kan kakak bilangnya jumlah yang dicetak kan berdasarkan

apakah dia best seller atau karena pandemi atau gak. Sebenarnya ada gak sih

minimalnya harus cetak berapa banyak eksemplar sekali cetak?

N: Hm, sebenernya gak ada, kayak yang tadi aku bilang itu paling standarnya sih

1.000 eksemplar. Cuma kalau misalkan bener-bener buku ini tuh bagus, tapi kita

tuh masih tes-tes pasar lah ini tuh oke atau gak ya, kayak gitu. Bahkan sekarang tuh

ada yang namanya print on demand, jadi tergantung permintaan. Kalau misalkan

sebelum terbit kita buka pre-order dulu kan biasanya, oke dari pre-order ini yang

tertarik 100, berarti kita coba cetak 100 dulu. Sekarang tuh bener-bener tergantung

sih jadi gak ada minimal-minimalnya. Tapi kalo untuk standarnya, kebanyakan

buku, ya 90% nya lah, 1.000 eksemplar minimal kalau sekarang.

P: Kalau untuk targetnya mahasiswa dan orang tua milenial, biasanya tuh kira-kira

umumnya harga berapa sih kak yang mereka rela keluarkan untuk membeli sebuah

buku?

N: Kalau mahasiswa, di bawah Rp 100.000 biasanya, range Rp 70.000 - Rp 90.000

lah, kayak gitu. Kalau yang orang tua milenial mungkin bisa sampai Rp 125.000

masih oke. Tapi biasanya yang Rp 125.000 pun dengan kualitas yang berwarna,

hardcover, dll. Untuk orang tua milenial range nya bisa naik lagi bahkan Rp

150.000 pun mereka masih oke deh. Tapi yang Rp 150.000 itu bener-bener yang

udah hardcover, full colour, dan ada bonus apa gitu biasanya. Tapi biasanya

normalnya sekarang sih Rp 125.000an lah.

P: Kalau yang range harga untuk mahasiswa itu kak Rp 70.000 - Rp 90.000 kan

kira-kira, itu sudah bisa full colour gak?

N: Bisa, tapi softcover. Kemarin aku kebetulan baru hitungin ada satu buku, sekitar

240 halaman, ini untuk 1.000 eksemplar ya, itu dapet Rp 99.000 sih udah full colour

tapi softcover.

Page 48: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

lxvii Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

P: Sama itu kak, ada minimal atau maksimal jumlah halaman gak sih dalam satu

buku?

N: Jumlah halaman itu sebenernya akan berpengaruh ke gimana nanti kita akan

binding bukunya. Jadi kalau untuk softcover, minimal harus 48 halaman biasanya

yang kelihatan punggungnya. Karena biasanya kalau kita cetak itu harus kelipatan

delapan. Bahkan sekarang percetakan ada yang requestnya kelipatan enam belas.

Tergantung percetakannya nanti dealnya gimana, ada yang minta enam belas ada

yang minta delapan, tapi biasanya sih delapan. Kurang dari 48 halaman itu

bindingnya mau ga mau harus staples kayak majalah Bobo, namanya jilid kawat.

Kalau hardcover itu, kalau gak salah minimal 64 halaman deh untuk bisa ada

punggung hardcover nya. Jadi sebenernya minimal halaman itu balik lagi ke kalian

mau jenis jilidnya apa dan walaupun misalnya, oke kayaknya softcover bisa nih 48

halaman, cuma dilihat lagi bagus apa gak dengan spine yang sekecil itu untuk di

display misalnya. Apalagi kalau kalian tujuannya untuk itu, kan kalian anak DKV,

pasti visualnya berpengaruh. Biasanya ukuran spine yang bagus itu, kalau untuk

hardcover 120 halaman, nah itu pas lah kira-kira segitu, kalau menurut aku pribadi

sih. Terus kalau yang softcover, minimal bisa kelihatan tulisan di punggung

bukunya. Sebenernya kalau halaman sih gak ada ketentuan harus minimal berapa,

cuma balik lagi nanti ke estetikanya kelihatannya kayak gimana.

P: Berarti kalau softcover itu memang rata-rata semuanya pakai perfect binding ya

kak?

N: Iya, softcover kayak gini sih, pakai lem gitu kan jilidnya. Biasanya kalau yang

jilid kawat itu kita pakai buat buku anak sih memang buat belajar menulis AIUEO

yang kayak gitu-gitu.

P: Ada tips gak sih kak, kalau misalnya buat buku yang nantinya bakal di display

di toko buku, yang bisa menarik perhatian orang di tengah banyaknya buku lain?

N: Hm, kalau dari segi ukuran usahakan jangan terlalu heboh. Misalnya, normalnya

kan buku itu portrait, oke lucu sih kalau landscape, tapi nanti kalau buku landscape

ini di rak itu susah nempatinnya. Karena kalau di toko buku, kalau kalian jalan ke

Page 49: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

lxviii Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

Gramedia tuh biasanya kan nyusunnya sejajar, terus di belakangnya tumpukan buku

yang sejenis gitu kan. Nah orang toko tuh pengen dalam satu rak itu sebanyak-

banyaknya buku yang mereka bisa masukin. Kalau kalian bukunya landscape,

makan tempat nih buku, nanti di displaynya menyamping malah covernya gak

kelihatan. Ya boleh-boleh aja sih kalau kalian memang bukunya artsy banget yang

landscape, cuma saran aku lebih baik kalau buku untuk di display di toko buku sih

tetap portrait. Kalau buku anak itu kan biasanya agak gede A4 dan tipis, biasanya

untuk belajar menulis kayak gitu-gitu kan. Nah itu triknya, karena dia besar satu

rak itu kan harus muat semuanya, biasanya mereka numpuknya cover bagian kanan

buku aja yang kelihatan karena spinenya gak ada kan. Biasanya desainer buku anak

sebisa mungkin taruh informasi di ⅓ bagian kanan cover. Itu sih tips-tipsnya yang

paling sering ditemui. Kalau dari cover tentu ya kalian buatlah semenarik mungkin.

P: Kalau judul buku, biasanya kan kalau ke toko buku terus lihat judul menarik

orang jadi tertarik untuk beli buku, itu gimana kak?

N: Iya, judul juga penting sih. Jadi selain visual, judul tentu sangat penting untuk

menarik perhatian orang. Kan sekarang banyak banget misalnya buku tentang, yang

sekarang lagi rame itu self-improvement. Nih contohnya ada buku judulnya How to

Die, kurang bombastis apa kok ada buku tentang cara mati, tapi ternyata ini tuh

buku panduan klasik supaya menjalani hidup itu dengan to the fullest gitu lho.

Memang judul-judul yang agak menggelegar itu memang lumayan menarik

pembaca, cuma jangan terlalu heboh yang kayak judul-judul headline, clickbait

gitu, jangan ya. Kalau judul buku itu usahakan gak terlalu panjang-panjang tapi

menarik mata, gampang diingat, dan tentunya harus nyambung sama isi bukunya.

P: Kakak bisa ceritain sedikit gak kak, kira-kira dari waktu buku mulai ditulis,

didesain, dan lain sebagainya sampai bisa ada di toko buku itu perjalanannya

gimana kak?

N: Oke, naskah itu ada dua macam, jadi satunya itu memang full penulis sudah nulis

sampai habis baru kasih ke penerbit, nanti penerbit menilai ini akan diterima atau

gak. Atau satunya lagi naskah itu memang didesain bareng penulis sama penerbit

Page 50: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

lxix Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

bahkan dari sebelum cetak gitu. Misalnya, bukunya Naela Ali itu yang pertama kan

Stories ya, Stories itu awalnya memang dia sendiri yang nulis baru dikasih ke aku.

Tapi di ujung-ujungnya, misalnya seri Silly Gilly Daily itu dia sudah ngerjainnya

bareng aku. Dari sejak awal si Naela kasih, diskusi bareng, jadi ngebangun bareng

sama penerbitnya. Tapi normalnya kebanyakan memang dari penulis sudah full

baru kasih ke editor. Setelah kasih ke editor, biasanya kita akan kasih feedback atau

perbaikan apa, yang perlu ditambahin apa. Nah biasanya proses yang lama itu di

tektokannya itu. Jadi dari aku kasih feedback, nanti dari penulisnya perbaiki terus

nanti balik lagi ke aku, kalau sudah oke lanjut, kalau gak balik lagi ke aku, ya itu

tektokannya bisa beberapa kali. Nah setelah editing itu masuk ke layouting bareng

sama desainer, nentuin layoutnya mau kayak gimana, mau ada ilustrasi apa, dll.

Terus dari situ kalau sudah oke semuanya, baru di tes print sebelum dicetak kayak

yang tadi aku bilang. Oh, sebelum tes print itu kita ada yang namanya forum fiat.

Forum fiat itu adalah cross checking, jadi misalnya aku pegang bukunya Naela nanti

aku kasih buku itu ke editor lain untuk di check proofreading. Soalnya walaupun

kita sudah baca sampai berapa kali pun pasti nemu aja ada salahnya, jadi memang

perlu mata orang lain untuk lihat. Baru habis itu proof print, kalau sudah oke, cetak.

Kalau softcover cetak sekitar satu minggu, terus kalau hardcover bisa sebulan.

Habis itu baru didistribusikan ke toko-toko. Kalau durasinya sebenernya tergantung

banget sih, masing-masing penulis bisa beda-beda nyelesainnya. Kalau lancar

banget bisa dua sampai tiga bulan lah dari buku selesai sampai ke toko buku. Tapi

dengan catatan itu yang super lancar ya tanpa masalah apapun, karena memang ada

buku-buku khusus yang perlu waktu agak lama gitu.

P: Terima kasih banyak ya, kak.

N: Sama sama, semoga membantu ya.

Page 51: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

lxx Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

Lampiran J Transkrip Focus Group Discussion (FGD)

Focus Group Discussion (FGD) dilakukan dengan lima mahasiswa Universitas

Multimedia Nusantara berusia 19 – 22 tahun melalui aplikasi ZOOM Meeting pada

17 September 2021 pukul 19.00 – 20.00 WIB.

P : Penulis

ET : Elizabeth Tirta (22)

AW : Andit Winanda Putra (22)

WM : Wiliona Metta Septira (21)

AT : Albert Tanuwijaya (20)

VW : Virgina Wedyanti (19)

P: Selamat malam semua, sebelumnya boleh masing-masing perkenalan diri

dulu ya. Dari nama, jurusan, dan angkatan.

ET: Oke kenalin, nama aku Elizabeth Tirta dari Animasi 2017. Halo semua.

AW: Halo semua, perkenalkan nama aku Andit Winanda dari DKV 2018.

WM: Halo, nama aku Wiliona dari Animasi 2018.

AT: Oke, halo semua, aku Albert Tanuwijaya biasa dipanggil Atew. Aku dari

Jurnalistik 2018, salam kenal.

VW: Halo kakak-kakak, nama aku Virgina dari DKV 2019, salam kenal.

P: Kita lanjut ke pertanyaan yang pertama ya. Jadi kalian ada yang tau gak

sih hard skill itu apa?

WM: Hard skill itu kalau menurut aku kemampuan yang bisa dipelajari.

AT: Hard skill, kalau tadi kan Ona mungkin penjelasan ini nya ya umum dan

memang benar hard skill seperti itu. Kalau aku boleh kasih contoh biasanya tuh

Page 52: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

lxxi Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

hard skill itu yang dibutuhkan umumnya biasa kayak perusahaan-perusahaan kalau

kita mau lamar kerja gitu.

AW: Hard skill itu kemampuan di bidang studinya masing-masing.

VW: Hmm.. aku juga setuju sih sama pendapat yang lain. Mungkin mau nambahin

satu aja mungkin mempelajari bahasa asing itu termasuk ya.

P: Nah, tadi kan kalian udah kasih tau nih pengertian dari hard skill. Nah,

hard skill apa aja sih yang kalian itu punya?

ET: Nah, kalau aku dari animasi pastinya dituntut untuk bisa bikin animasi yang

baik. Baik secara 2D maupun 3D. Mungkin juga bisa collab sama anak film. Bahasa

mungkin harus bisa mungkin gimana ya kayak animasi kan juga lingkupnya bukan

cuma di Indonesia, di luar negeri juga bisa. Jadi, harus bisa ya bahasa lain-lain lah

karena aplikasi dan lain-lain juga pasti pake bahasa ya umumnya Inggris gitu kan.

AW: Kalau aku sesuai bidang aku sih. Aku DKV ambil brand design. Jadi, hard

skill yang berdasarkan perkuliahan aku paling kayak bikin desain buat poster, iklan,

terus desain packaging. Gak cuma itu doang sih paling sama bikin desain buat

kebutuhan umumnya kayak bikin kartu, mainan.

WM: Kalau aku hard skill-nya itu di bagian animasi. Animasi 2D, 3D. Terus ada

lagi desain grafis terus ada kayak hobi-hobi lain di luar animasi juga ada. Itu kan

termasuk hard skill. Terus bahasa.

AT: Di dunia perjurnalistikan ini hard skill aku adalah ya yang berbau jurnalistik

misalnya menulis berita, mengoperasikan kamera, hubungan dengan jurnalistik,

ngedit video yang berbau jurnalistik. Maksudnya beda kayak ngedit video biasa

gitu ya.

VW: Hmm… kalau dari aku, aku kurang lebih sama kayak kak Andit karena kan

sama-sama VBD kayak desain-desain packaging, poster, nge-layout gitu lah. Nah,

terus mungkin dari membuat hasil rancangan-rancangan itu di dalam prosesnya itu

kan ada analisis, analisa ya itu. Itu juga termasuk dari hard skill sih kayak gimana

caranya kita cari big idea, how to say, what to say gitu-gitu.

Page 53: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

lxxii Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

P: Oke, terima kasih semua. Lanjut ke pertanyaan selanjutnya. Selama kuliah,

kalian tuh fokus mengembangkan hard skill yang udah kalian sebutkan tadi

gak sih? Alasannya apa?

ET: Pastinya selama kuliah kita pasti harus ngembangin kan? karena kayak ya kita-

kita yang pada tahun terakhir ini pasti dituntut untuk bisa menyelesaikan apa yang

kita ambil di perkuliahan. Itu yang ditantang untuk jadi bahan kelulusan kita. Buat

nentuin kita tuh bisa sanggup untuk masuk ke dunia kerja apa enggak, sesuai dengan

jurusan kita.

AW: Kalau aku sih udah jelas sih selain ini sesuai minat aku juga. Pokoknya selama

penugasan itu kayak udah dijadiin pelatihan hard skill sih kayak bisa dari yang ngga

bisa ini jadi makin bisa.

WM: Jawabannya iya alasannya karena nanti di setelah keluar dari kuliah, itu yang

bakal pertama kali diliat supaya bisa masuk ke suatu company, kayak gitu.

AT: Secara tidak langsung itu pasti kita ter-develop sendiri sih karena kita belajar

mau kita seniat-niatnya orang atau seenggak niat-niatnya orang aku yakin pasti ada

satu dua poin yang bisa diambil gitu dari perkuliahan kita untuk meng-improve hard

skill ini.

VW: Aku juga setuju sama pendapat kakak-kakak kayak kita ngga secara langsung

ter-develop sendiri kan apa hard skillnya dari tugas-tugas, kerjaan-kerjaan gitu.

Nah, terus aku dari pernyataan kak Ona tadi aku jadi keingetan juga statement dari

Pak Ezza sama dari papaku bilang kita tuh kalau misalkan sudah kerja diliatnya ‘lu

dah bikin apa’ kayak kalau misalkan cuman dari kertas doang tapi nggak ada

hasilnya, portofolio yang udah kita apa aja bikin kayak kurang meyakinkan gitu sih.

P: Menurut kalian, nilai akademis/IPK itu penting gak sih untuk di kuliah

sekarang dan untuk nanti di masa depan, di dunia kerja? Alasannya apa?

ET: Kalau menurut aku pribadi sih sebenernya gak. Ya standar lah ya untuk dibilang

penting tapi kayaknya kalau untuk di dunia kerja orang pasti ngeliat lagi balik lagi

Page 54: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

lxxiii Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

ke patokan ‘oh ipk kamu berapa? kamu lulusan mana?’ Itu yang bakal jadi kayak

penentu kamu bakal diterima atau gak.

AW: Kalau menurut aku juga sih sebenernya standar kalau di zaman sekarang tuh

standar sih soal IPK. Kadang ada kan kalau misalnya IPK tinggi tapi kalau pas di

dunia kerja ternyata di misalnya ditanya tools ini itu kayak masih gak bisa jelasin

kayak percuma sih menurut aku. Jadi, balik lagi ke masing-masing kalau misalkan

IPK bagus tapi dikembangkan juga dengan niat yang bagus itu sebenernya jauh

lebih penting sih dan lebih bagus menurut aku.

WM: Kalau menurut aku semasa kuliah, IPK bagus itu penting untuk misalnya

mengejar beasiswa gitu. Itu kan sangat sangat membantu keuangan gitu secara

finansial tapi kalau misalnya di luar kerja mungkin buat company-company seni itu

tuh gak gitu jadi patokan karena mereka liatnya apa yang kalian bisa, apa yang udah

pernah kalian buat bukan dari IPK nya. Bahkan mereka gak akan nanya ‘IP lu

berapa’, gitu. Tapi kalau misalnya di perusahaan-perusahaan teori atau perusahaan-

perusahaan yang non seni itu sangat sangat membantu karena HR ngeliatnya dari

3,5 ke atas.

AT: Aku bisa dibilang setuju sama Ona juga karena itu balik lagi ke tadi kalo di

kuliah itu helpful banget buat akademis. Ya pokoknya selama kuliah IPK bagus,

mungkin bisa dapet beasiswa juga dan istilahnya aman lah. Kita kan juga kalau

kuliah ngomongin sks kan. Kalau kita IP nya segini bisa dapet bobot sksnya berapa.

Menurut aku itu penting. But again, di luar perkuliahan, ini kalau semester 7

sebenernya kan aku di semester 7 nih itungannya magang ini kan sekarang dan

memang jujur pas aku, aku cantumin IP juga di di CV, tapi pas aku wawancara

magang pun yang dilihat yang lebih utama portofolio. Selama hasil apapun yang

kalian bikin lebih bagus, aku yakin dengan IP yang pas-pasan tapi as long as

mungkin perusahaan itu sesuai dengan portofolio kamu itu menurut aku lebih bagus

daripada IP tinggi tapi portofolionya tidak sesuai gitu.

Page 55: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

lxxiv Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

VW: Kalau aku setuju sih sama ko Atew soalnya kayak walaupun IP nya mungkin

di bawah 3,5 tapi portofolionya diliatnya ternyata wow, itu kayak bakal sangat

membantu banget gitu sih jadi gak kayak selalu berpatokan sama IP.

P: Kalian-kalian yang di sini nih termasuk orang-orang yang ngejar nilai

akademis itu gak sih? Kalau misalnya disuruh urutin nih prioritas kalian di

kuliah dari belajar, nugas, IPK, sama organisasi?

ET: Nugas, belajar, organisasi, baru IPK kalau buat aku itu. Kayak kalau nugas kan

sebenernya dari awal kayak menurut aku ya itu kan kayak hard skill tadi kan lama-

lama terasah. Itu juga namanya nugas kita oke sambil jalan sambil belajar. Dari situ

juga kita juga belajarnya bukan cuman belajar di kuliah doang tapi juga belajar dari

organisasi buat dapet bukan cuma hard skill-nya tapi juga soft skill nya gitu kan.

Dari itu juga baru bisa prioritasin IPK nya.

AW: Kalau aku sih sesuai urutan sih belajar, nugas, IPK, sama abis itu organisasi.

Kenapa organisasi dari belakangan karena aku selama kuliah ikut organisasi baru

sekali jadi ini sesuai pengalaman aku sih.

WM: Pertama itu IPK, kedua itu belajar, tiga organisasi, keempat nugas karena kalo

IPK pertama itu karena ngejar beasiswa kalo IPK. Terus kalo kenapa nugas

terakhir? karena kalo misalnya lagi nugas, memang tujuannya itu buat belajar,

nugasnya juga pasti maksimal. kayak gitu. Jadi, pas di dalem belajarnya itu tuh udah

ada nugas. Iyah gitu. Terus organisasi di atas nugas karena dari organisasi bisa dapet

yang lain selain yang kita belajar di perkuliahan.

AT: Jadi, kalau buat aku itu nugas karena aku tipenya nugas sambil belajar.

Organisasi karena ini mungkin nanti entah dibahas soft skill nanti ya. Kalau buat

aku soft skill penting gitu. Terus baru IPK bener kata Ona itu buat mengejar

beasiswa juga. Ya syukur-syukur bisa bantu finansial tapi I think organisasi aku

utamain dulu. Tapi sekarang organisasiku udah selesai kemarin sempet utamain

IPK dulu gitu. Terakhir, baru belajar.

VW: Ya, aku juga kalau belajar tuh sambil nugas kayak belajar di luar nugas itu

kayak jarang gitu lho karena udah keburu capek kayak keburu gak ada motivasi

Page 56: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

lxxv Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

juga gitu. Urutan selanjutnya itu ya itu organisasi, terus terahir IPK. Cuman kalau

sekarang tuh kayak apa ya pengen lebih mentingin IPK daripada organisasi ngejar

beasiswa. Cuman gak bisa gitu kayak tetep pengen dilatih mental dan skill, soft

skill-nya itu untuk kerja.

P: Di antara kalian ini tau gak sih soft skill itu apa?

WM: Ya, kalau menurut Ona soft skill itu sesuatu yang udah ada di dalam diri kalian

tapi bisa dikembangkan. Pokoknya itu harus muncul dari niat kalian sendiri untuk

punya soft skill itu gitu.

AT: Setuju sama pendapat Ona ya. Itu bisa dikembangkan tapi emang kaliannya

harus niat.

P: Soft skill apa aja sih yang kalian tau?

ET: 5C Kompas Gramedia, mentoring kemaren yang kita pelajari kayak leadership,

ya tadi public speaking.

AW: Kalau soft skill menurut aku pasti yang jelas public speaking. Public speaking-

nya paling kayak misalnya debat atau bertukar pikiran secara kritis. Abis itu

menurut aku tuh analisa research tuh juga termasuk, masih bisa termasuk soft skill

juga. Sama cara kita beradaptasi itu juga termasuk sih menurut aku.

WM: Kalau dari aku itu ada lagi yang penting banget di pokoknya kehidupan deh

itu adalah time management, ada lagi project management, terus open minded, terus

analytical thinking yang tadi Andit ada bilang critical thinking juga, terus fast

learner, sosial, sama paling yang krusial itu menyuarakan opini.

AT: Komunikasi, public speaking, leadership, melatih mental, kayak 5C Kompas

Gramedia yang kita pelajari di UMN juga mayoritas termasuk soft skill kayak

competitive, customer delight, itu sih kalo menurut aku.

VW: Cara kita mengatasi stress. Terus kayak gimana cara kita mengendalikan

emosi di bawah tekanan, cara kita memotivasi diri, gimana caranya kita tanggung

jawab gitu.

Page 57: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

lxxvi Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

P: Nah, kalau menurut kalian sendiri di dunia kerja, itu tuh lebih penting soft

skill atau hard skill sih? Alasannya apa?

ET: Kalau menurut aku sih dua-duanya sama-sama penting ya. Karena kayak

memang mesti balanced gitu kan untuk masuk dunia kerja. Kita memang mesti bisa

kerja tapi kita juga mesti, kalau menurut aku ya, kayak tadi kan soft skill itu lebih

ke cara kita bersosialisasi juga. Jadi intinya tuh kayak kita bisa kerja tapi kita juga

bisa communication sama yang lain gitu lho soal kerjaan kita nih gimana gitu kan

itu juga penting.

AW: Agak susah sih sebenernya soalnya dua-duanya kayak bener-bener prioritas

sih tapi kalau menurut aku paling hard skill sih kayak yang dari awal bilang pasti

kalau di dunia kerja tuh sebenernya hard skill dulu sih yang dibutuhkan kalau

menurut aku, kemampuan secara bidang akademik yang menyesuaikan perusahaan

baru soft skill yang dibutuhkan juga.

WM: Kalau Ona lebih ke soft skill karena dengan kita punya misalnya kemauan

untuk belajar itu juga merupakan soft skill dan kita punya kemauan untuk belajar

kita punya hard skill dan kalau misalnya di luar itu banyak yang jatohnya ‘oh

yaudah deh dia ngga usah terlalu jago yang penting dia mau belajar gak?’ Jadi

menurut aku soft skill itu yang paling ditanya duluan karena orang liatnya, apalagi

yang liatnya dari relasi. Relasi kalau misalnya dari soft skill-nya dia aja kurang gitu

kan. Kurang memadai. Relasinya itu langsung putus.

AT: Kalau dari aku tergantung dunia kerja kalian. Kalau dingomongin lebih penting

kalo di perusahaan, perusahaan yang normal, mungkin katakanlah mengutamakan

hard skill. Ya berarti memang hard skill kamu harus lebih diutamakan. Misalnya

kayak programming pake coding segala macem tapi ya kalo ngobrol yaudah

ngobrol biasa aja yang penting kerjaan selesai. Tapi katakanlah kamu bekerja di

dunia entertainment. Nah, kalau di dunia entertainment kan ya mungkin ada hard

skill yang dibutuhin misalnya kayak tadi aku bilang kamu ngebuat video dan kamu

sekaligus mengedit video kamu sendiri. Berarti itu kan editing video kamu bisa

masuk ke hard skill kan. Cuman, cara kamu ngomong di depan kamera, cara kamu

Page 58: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

lxxvii Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

public speaking, cara kamu men-deliver something ke orang baik melalui langsung

atau video ya menurut aku itu soft skill jauh lebih penting.

VW: Kayak sebenernya dua-duanya penting kan kayak yang tadi kak Elizabeth

bilang kayak harus 50-50 gitu.

P: Kalian tau gak sih cara mengasah soft skill yang kalian miliki?

ET: Kalau aku sih ya mungkin selama sekolah lah ya dari awal sekolah, kuliah,

segala macem kita tau cara soft skill itu dari lingkungan pertemanan, organisasi, itu

pasti kita kelatih tuh lama-lama kan soft skill. Gimana cara kita komunikasi,

nyampein pendapat, tadi public speaking, dan lain-lain. Mungkin di luar itu biasa

sih kayak liat-liat video referensi kan kayak misalnya ‘Oh kita mau ngelatih public

speaking nih’, gitu kan ikutlah seminar-seminar yang lain gitu. Ada yang kayak

kasih ‘Oh gimana sih cara bisa menyampaikan pendapat yang baik?’ yang tidak

menyinggung dan tidak apa gitu kan. Ikut les mungkin yang kayak kalau menurut

aku buat tadi belajar bahasa juga masih termasuk soft skill kan. Jadi, itu mungkin

kayak ikut-ikut kursus untuk belajar bahasa yang lain.

AW: Kalau menurut aku hampir sama sih, setuju sama ci Elizabeth. Pertama dari

lingkungan pertemanan atau gak sosial di lingkungan sosial itu di luar dari

perkuliahan. Misalnya lagi naik kendaraan umum biasanya kan suka diajak ngobrol

gitu kan. Nah, itu juga bisa dijadiin belajar sih. Terus sama seminar juga iya bisa

juga. Menurut aku selain seminar, dari YouTube juga bisa sih sebenernya kayak

yang singkat lah contohnya kayak ‘Gimana caranya belajar public speaking?’.

WM: Kalau aku butuh bahannya itu dari diri sendiri muncul gitu kan ‘Aduh gue

tiba-tiba pengen jadi gini’ gitu kan karena sadar sendiri atau gak ‘ditampar’ sama

orang lain gitu. Misalnya kayak dia nonton hal-hal yang positif terus tiba-tiba ‘Aduh

iya gua tertampar’ gitu atau gak dari orang luar. Entah koneksi, atasan atau dari

dosen, atau dari temen sendiri, sahabat sendiri kayak gitu tuh yang mengkritik kita

terus kayak ‘Oh iya gue udah harus berubah’ atau ‘Gue gak bisa nih kayak gini

terus’ kayak gitu. Jadi, harus ada faktor luar dan faktor dalam ditambah sama kayak

media-media yang munculin sesuatu yang ‘menampar’.

Page 59: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

lxxviii Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

AT: Kalau aku dibilang udah tau. Ada yang sudah tau tapi aku yakin masih banyak

hal di luar sana yang belum aku tau. Mungkin tadi mirip yang Ona bilang ya faktor

dalam, faktor luar. Belum semua faktor dalam dan faktor luar dari diri aku itu udah

ku ketahui tapi mungkin beberapa di antaranya udah ada. Kayak mungkin

pengalaman aku di dunia jurnalistik, pengalaman aku bikin video baik untuk tugas

maupun di luar tugas.

VW: Kalau aku sama kayak ko Atew tadi bilang kayaknya aku lebih ke dari faktor

eksternal deh. Kayak harus ada kejadian pahit dulu. Kayak baru pengen ‘bales

dendam’ gitu dengan ningkatin worth sama value diri gitu. Kayak dari situ aku

jadinya ikut organisasi, seminar, terus nonton TikTok tentang apa sih kayak cara-

cara untuk tingkatin soft skill, terus kadang-kadang ada di explore IG, ada post-post

tentang soft skill. Terus kayak diskusi sama temen-temen atau gak sama orang

terdekat gitu lah, itu kan kadang-kadang bisa bertukar mindset, sudut pandang juga

gitu kan.

P: Kalian udah mengasah soft skill belum sih untuk persiapan di dunia kerja

nanti?

ET: Ya, kalau menurut aku sih kayaknya lebih sambil jalan ya. Maksudnya kan

kayak tadi aku bilang kayak soft skill itu kan termasuk yang cara adaptasi,

komunikasi, dan lain-lain kan kayak sekarang kita lagi magang nih gitu kan. Lagi

magang lagi yang magang merdeka apalagi, aku gak tau yang lain ya. Kalau aku

magang merdeka itu kan kayak magang sambil skripsi. Jadi, kita juga mesti

bisa komunikasi sama rekan kerja, komunikasi juga sama dosen gitu-gitu kan.

AW: Kalau aku sih udah sih. Aku kan lagi magang juga kan. Nah, terus aku juga

sekalian belajar juga misalnya ditanya apa aku jawab duluan. Terus ngasih pendapat

misalnya dari tugas atau misalkan baik dari tugas, instruksi tugas atau terus kayak

ngasih pendapat.

WM: Kalo Ona udah dicoba kembangkan dari sekolah terus masuk-masuk

organisasi, terus kalau sekarang di magang juga nyarinya bukan cuma ngembangin

hard skill tapi juga soft skill. Contohnya kayak aku itu slow respond orangnya,

Page 60: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

lxxix Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

sedangkan di kantor itu aku belajar untuk harus fast respond dengan jawaban yang

baik dan benar.

AT: Menurut aku untuk soft skill-nya aku sedang mempelajari itu. Belum selesai,

masih jauh, masih banyak yang harus aku pelajari.

VW: Kalau aku mulai ngasah soft skill nya itu sih dari awal masuk kuliah ya. Pas

kuliah itu aku jadi belajar lebih berani terus kayak public speaking, terus kayak cara

berkomunikasi gitu-gitu sih. Tapi aku ya kayak tadi Ko Atew bilang aku masih

dalam proses, masih banyak yang harus aku tingkatin.

P: Menurut kalian mengasah soft skill sebagai persiapan masuk ke dunia kerja

itu penting gak sih?

ET, AW, WM, AT, VW: Penting.

P: Kalian tau gak kalau soft skill itu menjadi salah satu modal dasar untuk

masuk ke dunia kerja di era industri 4.0?

AT, VW: Tau.

ET, AW, WM: Gak tau.

P: Kalian tau gak sih manfaat penguasaan soft skill di dunia kerja?

WM: Nah, itu kalau menurut aku ya itu tuh buat jadi fondasi diri kita, diri semuanya

dalam bertindak profesional. Soft skill itu fungsinya untuk itu.

AT: Mungkin komunikasi dan interaksi dengan rekan kerja jadi lebih baik.

P: Kalau tadi kan manfaatnya nih, kalau dampak dari kurangnya penguasaan

soft skill di dunia kerja kalian tau gak?

WM: Orang liat kita kurang gitu. Maksudnya kayak nanti ada cerita tentang diri

kita yang kurang. Jadi, itu kayak disadvantage dari kita punya soft skill yang

kurang.

AW: Kalau menurut aku ini sih bakal kacau sih kayak contoh simpelnya kayak

misalnya nanya pendapat, kalau misalnya nih kita tau sebuah teori atau tools tapi

Page 61: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

lxxx Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

kalau misalkan kita kayak gak pinter untuk mengkomunikasikan atau

membicarakannya kayak susah juga sih ujungnya.

VW: Mungkin kayak kalo misalkan soft skill kita kurang sama client itu jadi kayak

clientnya itu jadi gak jadi gitu lho kayak gak mau pake jasa kita karena udah

keliatan bahwa soft skill-nya kita tuh kurang. Jadi kayak daripada terjerumus gitu.

Negosiasinya itu kurang.

ET: Penilaian gak sih? Penilaian dari perusahaan apa calon client gitu ke kitanya ke

dampak kerjaannya yang nanti bakal kita kerjain gitu kan.

P: Kalian tadi kan beberapa udah ada yang mengasah soft skill kan? Upaya-

upaya yang tadi udah kalian sebutin itu udah cukup membantu kalian belum

sih menguasai soft skill itu?

ET: Kalau menurut aku pribadi mungkin ya yang udah dilakuin mungkin belum

maksimal karena belum keliatan juga hasilnya kan. Belum bisa kita praktekkin

langsung juga. Apalagi tadi kan poinnya itu lebih ke soft skill pada dunia kerja. Kita

kan belum sampai ke sana juga jadi kayak belum, menurut aku sih belum keliatan

dan jadi belum maksimal aja hasil soft skill-nya.

AW: Kalau menurut aku sih walaupun hasilnya kurang maksimal cuma kalau

misalnya bisa dilatih berkali-kali dengan baik pasti hasilnya juga bakal maksimal

sih.

WM: Kalo Ona masih belum, masih mau explore lebih karena manusia tidak pernah

puas teman-teman. Jadi, masih pengen explore lagi apalagi kalau nemu cara-cara

lain-lain maksudnya media-media lain yang bikin tertarik. Sebetulnya susah gitu

dapet yang ‘Oh iya boleh nih gua liat nih’ atau gak ‘Oh iya boleh nih gue contoh’.

AT: Masih jauh dari kata cukup bahkan. Udah bukan bagus lagi ya. Bahkan aku

masih di bawah cukup menurut aku. Hasil yang udah aku dapatkan dari

pengembangan soft skill aku masih banyak banget soft skill yang aku butuhkan di

jalur aku nanti yang belum aku explore banget gitu lho. Harus tetep ya kata Ona

tadi lah tidak pernah puas. Jangan pernah puas lah pokoknya.

Page 62: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

lxxxi Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

VW: Kalau menurut aku sih udah ya karena dari upaya-upaya itu soft skill-nya

akupun udah ningkat jauh gitu lho dari pas masa-masa aku dulu pas sekolah gitu.

Awal kuliah itu aku masih jauh banget lah dari yang sekarang. Jadi, kalau menurut

aku tuh setiap proses peningkatan yang aku capai dari upaya aku untuk

meningkatkan soft skill itu udah sangat baik. Jadi kayak aku sangat apresiasi proses-

prosesnya itu. Menurut apa yang aku tingkatin gitu.

P: Kalau dari upaya kalian tadi itu ada kendala gak sih selama kalian

mengasah soft skill itu? Kalau ada, kendala apa yang menghambat kalian?

WM: Kalo aku lebih ke faktor misalnya waktu mau ngembangin satu soft skill,

kayak maunya itu baru 50% gitu belum 100%. Terus yang kedua itu kalau misalnya

ada soft skill yang sebenernya belum punya nih, tapi belum mau diasah karena

belum nemu sesuatu yang ‘nendang’ gitu yang bikin ‘Sadar lu’ gitu. Terus ada lagi

gak sabaran kayak kan itu butuh proses tapi gak sabaran jadi merasa not worth it,

gitu lho yang kayak ‘Aduh gue gak bisa-bisa’.

VW: Time management sih kalo di aku. Parah banget.

ET: Kalo dari aku sih mungkin hampir sama kayak sama Ona. Belum semua yang

pengen kita pelajarin belum bisa semuanya dipelajarin mungkin juga karena

memang belum niat, belum kayak tadi bilang belum niat 100%.

AW: Kalau aku ini sih sama kayak Virgina, time management. Aku tuh tipe orang

yang agak susah fleksibel. Bagi waktu antara belajar soft skill sama nugas.

P: Menurut kalian informasi yang terkait soft skill sebagai persiapan dunia

kerja itu perlu gak sih?

AT: Ini kalau pendapat pribadi ya, pribadi, selagi itu cocok dengan jalur yang ingin

kita tempuh aku rasa bisa jadi informasi tambahan dan kalau emang bisa ngebantu

itu jadi penting gitu.

WM: Penting karena kalau kerja kita berhubungan sama orang lain. Jadi butuh soft

skill yang memang orang lain juga merasa ‘Oh iya lu worth to be friend with’, ‘lu

worth kerja di sini’, kayak gitu misalnya.

Page 63: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

lxxxii Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

AW: Tapi kalau menurut aku yang paling utama sih harus tau ilmunya dulu juga

sih.

VW: Aku udah setuju sih sama yang lain karena kayak kalau misalkan soft skill

juga gak ditingkatin ya apa ya why not aja gitu kayak kenapa gak sekalian soft skill

ditinggiin biar value jadi lebih tinggi gitu.

ET: Setuju sih sama semua juga tambahan lagi untuk pribadi kalau misalnya kita

bisa dapet soft skill sebanyak-banyaknya kenapa gak? Dan lagi kalau misalnya itu

bisa nambahin nilai pribadi itu juga bisa kan kita kayak sharing ke yang lain buat

berbagi buat kayak sharing ilmu buat siapa tau orang lain juga bisa gitu ningkatin.

P: Kalau misal informasi tentang soft skill tadi yang udah kita bahas dalam

bentuk buku panduan dengan ilustrasi juga menurut kalian membantu gak

sih sebagai acuan dan pedoman untuk kalian? Kalian tertarik gak untuk baca

kalau misalnya ada?

ET: Kalau buat aku sih pribadi aku bakal tertarik karena memang aku juga gak gitu

kuat baca buku yang banyak tulisan. Jadi pastinya kalau diselingin ama ilustrasi-

ilustrasi gitu bakal lebih menarik sih.

AW: Kalau aku tertarik juga sih dan menurut aku pribadi sih selain belajar soft skill,

aku juga bisa belajar hard skill nya juga sih kayak misalnya aku kurang pintar

ilustrasi, pas begitu aku liat ilustrasinya kok menarik banget kayak ada inspirasi

buat belajar juga sih. Jadi selain belajar soft skill, hard skill juga diseimbangin juga.

WM: Kalo dari Ona lebih tertarik kalau lebih banyak visualnya daripada tulisannya

karena ada beberapa buku-buku yang konteksnya serius tapi karena visualnya

bagus, tulisannya gak bertele-tele, jadi bukunya tuh bertahan dibaca sampai akhir

gitu.

AT: Dari pendapat pribadi juga dan memang sama ama temen-temen, better emang

ada visual, kenapa? lebih enak aja sih kalau buat aku pribadi ya karena aku emang

orangnya cepet bosenan. Kalau visualnya banyak kan berarti tidak bosen gitu kan.

Page 64: LAMPIRAN - Universitas Multimedia Nusantara

lxxxiii Perancangan Buku Panduan…, Joanne Michellina, Universitas Multimedia Nusantara

VW: Aku bakal tertarik karena aku gak kuat baca teks gitu. Jadi harus ada visualnya

biar aku lebih masuk ke otak. Nah, terus dari yang kak Andit tadi juga aku kan

sebenernya pengen jadi ilustrator. Jadi kalau misalkan ngeliat ilustrasi-ilustrasi gitu

jadi apa sih sebagai referensi masukan juga kayak ‘Oh ini bagus juga nih. Gua foto

ah’ biar sebagai referensi ke depannya gitu. Siapa tau dibutuhin gitu.

P: Oke, sekian FGD kita pada malam ini. Terima kasih banyak buat kalian

semua yang udah bersedia ikut FGD ini dan udah kasih banyak banget insight,

thank you ya guys.