Lampiran SE No.14/38/DASP tanggal 28 Desember 2012 --------------------------------------------------------------------- BAB I PENDAHULUAN Dalam rangka mencegah dimanfaatkannya Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran Selain Bank, yang meliputi penerbit dan/atau acquirer dalam kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK), penerbit dan/atau acquirer Uang Elektronik (e-money) dan/atau penyelenggara Kegiatan Usaha Pengiriman Uang (KUPU), yang selanjutnya disebut Penyelenggara, sebagai media pencucian uang dan/atau pendanaan terorisme, Penyelenggara wajib menerapkan program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU dan PPT) sebagaimana telah diatur dalam PBI No. 14/3/PBI/2012 tentang Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran Selain Bank (PBI APU dan PPT). A. Pencucian Uang 1. Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU PPTPPU): a. Pencucian Uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam UU PPTPPU. b. Tindak pidana pencucian uang adalah perbuatan: 1) menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan. 2) menyembunyikan ...
55
Embed
Lampiran SE No.14/38/DASP tanggal 28 Desember 2012 filePencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU dan PPT) sebagaimana telah diatur dalam PBI No. 14/3/PBI/2012 tentang
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Lampiran SE No.14/38/DASP tanggal 28 Desember 2012 ---------------------------------------------------------------------
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam rangka mencegah dimanfaatkannya Penyelenggara Jasa
Sistem Pembayaran Selain Bank, yang meliputi penerbit dan/atau
acquirer dalam kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu
(APMK), penerbit dan/atau acquirer Uang Elektronik (e-money) dan/atau
penyelenggara Kegiatan Usaha Pengiriman Uang (KUPU), yang selanjutnya
disebut Penyelenggara, sebagai media pencucian uang dan/atau
pendanaan terorisme, Penyelenggara wajib menerapkan program Anti
Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU dan PPT)
sebagaimana telah diatur dalam PBI No. 14/3/PBI/2012 tentang Program
Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi
Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran Selain Bank (PBI APU dan PPT).
A. Pencucian Uang
1. Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
(UU PPTPPU):
a. Pencucian Uang adalah segala perbuatan yang memenuhi
unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam
UU PPTPPU.
b. Tindak pidana pencucian uang adalah perbuatan:
1) menempatkan, mentransfer, mengalihkan,
membelanjakan, membayarkan, menghibahkan,
menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah
bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat
berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan
yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan
hasil tindak pidana dengan tujuan menyembunyikan
atau menyamarkan asal usul harta kekayaan.
2) menyembunyikan ...
Lampiran SE No.14/38/DASP tanggal 28 Desember 2012 ---------------------------------------------------------------------
2) menyembunyikan atau menyamarkan asal usul,
sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau
kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan
yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan
hasil tindak pidana.
3) menerima atau menguasai penempatan, pentransferan,
pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan,
penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil
tindak pidana. Ketentuan ini tidak berlaku bagi Pihak
Pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan
sebagaimana yang diatur dalam UU PPTPPU.
c. Hasil tindak pidana adalah Harta Kekayaan yang diperoleh
dari tindak pidana:
1) Korupsi;
2) Penyuapan;
3) Narkotika;
4) Psikotropika;
5) penyelundupan tenaga kerja;
6) penyelundupan migran;
7) di bidang perbankan;
8) di bidang pasar modal;
9) di bidang perasuransian;
10) kepabeanan;
11) cukai;
12) perdagangan orang;
13) perdagangan senjata gelap;
14) terorisme;
15) penculikan ...
Lampiran SE No.14/38/DASP tanggal 28 Desember 2012 ---------------------------------------------------------------------
15) penculikan;
16) pencurian;
17) penggelapan;
18) penipuan;
19) pemalsuan uang;
20) perjudian;
21) prostitusi;
22) di bidang perpajakan;
23) di bidang kehutanan;
24) di bidang lingkungan hidup;
25) di bidang kelautan dan perikanan; atau
26) tindak pidana lain yang diancam dengan pidana
penjara 4 (empat) tahun atau lebih,
yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan
tindak pidana menurut hukum Indonesia.
2. Pada dasarnya proses pencucian uang dikelompokkan ke dalam
3 (tiga) tahap kegiatan yang meliputi:
a. Penempatan (placement), adalah upaya menempatkan dana
yang dihasilkan dari suatu kegiatan tindak pidana ke dalam
sistem keuangan. Contoh penempatan dalam
penyelenggaraan jasa sistem pembayaran antara lain:
1) Menyetorkan uang hasil tindak pidana kepada
Penyelenggara untuk disampaikan kepada pihak lain.
2) Menambah (top up) nilai Uang Elektronik dengan
menggunakan hasil tindak pidana.
b. Transfer ...
Lampiran SE No.14/38/DASP tanggal 28 Desember 2012 ---------------------------------------------------------------------
b. Transfer (layering) adalah upaya untuk mentransfer harta
kekayaaan yang berasal dari tindak pidana yang telah
berhasil ditempatkan ke dalam sistem keuangan untuk
lebih mengaburkan asal usul harta kekayaan. Contoh
transfer dalam penyelenggaraan jasa sistem pembayaran
antara lain:
1) Melakukan transfer nilai Uang Elektronik yang berasal
dari hasil tindak pidana.
2) Memerintahkan Penyelenggara untuk mentransfer
dana hasil tindak pidana kepada pihak lain.
c. Penggunaan harta kekayaan (integration), adalah upaya
menggunakan harta kekayaan yang seolah-olah sah, baik
untuk dinikmati langsung, diinvestasikan ke dalam
berbagai bentuk kekayaan material maupun keuangan,
digunakan untuk membiayai kegiatan bisnis yang legal,
ataupun untuk membiayai kembali kegiatan tindak pidana.
3. Beberapa modus pencucian uang yang banyak dilakukan oleh
pelaku pencucian uang adalah:
a. Smurfing, yaitu upaya untuk menghindari pelaporan
dengan memecah-mecah transaksi yang dilakukan oleh
banyak pelaku.
b. Structuring, yaitu upaya untuk menghindari pelaporan
dengan memecah-mecah transaksi sehingga jumlah
transaksi menjadi lebih kecil.
c. U Turn, yaitu upaya untuk mengaburkan asal usul hasil
kejahatan dengan melakukan beberapa kali transaksi
untuk kemudian dikembalikan ke pengirim asalnya.
d. Cuckoo Smurfing, yaitu upaya mengaburkan asal usul
sumber dana dengan mengirimkan dana-dana dari hasil
tindak pidana melalui pihak ketiga yang menunggu kiriman
dana dari luar negeri dan tidak menyadari bahwa dana
yang diterimanya tersebut merupakan hasil tindak pidana.
e. Penggunaan ...
Lampiran SE No.14/38/DASP tanggal 28 Desember 2012 ---------------------------------------------------------------------
e. Penggunaan pihak ketiga, yaitu transaksi yang dilakukan
dengan menggunakan identitas pihak ketiga dengan tujuan
menghindari terdeteksinya identitas dari pihak yang
sebenarnya merupakan pemilik dana hasil tindak pidana.
f. Mingling, yaitu mencampurkan dana hasil tindak pidana
dengan dana dari hasil kegiatan usaha yang legal dengan
tujuan untuk mengaburkan sumber asal dananya.
g. Penggunaan identitas palsu, yaitu transaksi yang dilakukan
dengan menggunakan identitas palsu sebagai upaya untuk
mempersulit terlacaknya identitas dan pendeteksian
keberadaan pelaku pencucian uang.
B. Pendanaan Terorisme
1. Pendanaan terorisme adalah penggunaan harta kekayaan secara
langsung atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme.
Pendanaan terorisme pada dasarnya merupakan jenis tindak
pidana yang berbeda dari Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Namun demikian, keduanya mengandung kesamaan, yaitu
menggunakan jasa keuangan sebagai sarana untuk melakukan
suatu tindak pidana.
2. Berbeda dengan TPPU yang tujuannya untuk menyamarkan
asal-usul harta kekayaan, maka tujuan tindak pidana
pendanaan terorisme adalah membantu kegiatan terorisme, baik
dengan harta kekayaan yang merupakan hasil dari suatu tindak
pidana ataupun dari harta kekayaan yang diperoleh secara sah.
3. Untuk mencegah Penyelenggara digunakan sebagai sarana
tindak pidana pendanaan terorisme, maka setiap Penyelenggara
perlu menerapkan Program APU dan PPT secara memadai.
C. Kebijakan Penerapan Program APU dan PPT
1. Untuk mencegah agar Penyelenggara tidak dijadikan sebagai
sarana kegiatan pencucian uang dan/atau pendanaan
terorisme ...
Lampiran SE No.14/38/DASP tanggal 28 Desember 2012 ---------------------------------------------------------------------
terorisme, Penyelenggara tersebut wajib menerapkan Program
APU dan PPT.
2. Program APU dan PPT merupakan bagian dari penerapan prinsip
kehati-hatian Penyelenggara yang paling kurang mencakup:
a. Tanggung jawab Direksi dan pengawasan aktif Dewan
Komisaris;
b. Kebijakan dan prosedur;
c. Pengendalian intern; dan
d. Sumber daya manusia.
3. Dalam menerapkan Program APU dan PPT, Penyelenggara wajib
memiliki kebijakan dan prosedur tertulis yang paling kurang
mencakup:
a. pelaksanaan CDD dan EDD, yang terdiri dari:
1) permintaan informasi dan dokumen;
2) verifikasi dokumen; dan
3) pemantauan transaksi.
b. penatausahaan dokumen;
c. penetapan profil pengguna jasa dan pengkinian informasi
pengguna jasa;
d. penolakan dan penghentian hubungan usaha;
e. kebijakan dan prosedur transfer dana; dan
f. pelaporan kepada PPATK.
4. Kebijakan dan prosedur di atas dituangkan dalam Pedoman APU
dan PPT, serta harus mempertimbangkan faktor teknologi
informasi yang berpotensi disalahgunakan oleh pelaku
pencucian uang atau pendanaan terorisme, termasuk jika
Penyelenggara mengeluarkan produk dan jasa baru.
5. Pedoman Program APU dan PPT tersebut wajib dikomunikasikan
kepada seluruh pegawai serta diterapkan secara konsisten dan
berkesinambungan untuk tercapainya penerapan program APU
dan PPT yang efektif.
D. Pelaporan ...
Lampiran SE No.14/38/DASP tanggal 28 Desember 2012 ---------------------------------------------------------------------
D. Pelaporan Kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK)
Penyelenggara wajib menyampaikan kepada PPATK:
1. Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) atau
Suspicious Transaction Report (STR).
Termasuk dalam unsur Transaksi Keuangan Mencurigakan
sesuai dengan UU PPTPPU adalah:
a. Transaksi keuangan yang menyimpang dari profil,
karakteristik, atau kebiasaan pola transaksi dari pengguna
jasa yang bersangkutan;
b. Transaksi keuangan oleh pengguna jasa yang patut diduga
dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan
transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh
pihak pelapor sesuai dengan ketentuan UU PPTPPU;
c. Transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan
dengan menggunakan harta kekayaan yang diduga berasal
dari tindak pidana; dan
d. Transaksi keuangan yang diminta oleh PPATK untuk
dilaporkan oleh pihak pelapor karena melibatkan harta
kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.
2. Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT) atau Cash
Transaction Report (CTR):
LTKT yang harus dilaporkan adalah Transaksi Keuangan Tunai
dalam jumlah paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) atau dengan mata uang asing yang nilainya setara, yang
dilakukan baik dalam satu kali transaksi maupun beberapa kali
transaksi dalam 1 (satu) hari kerja.
Yang dimaksud dengan Transaksi Keuangan adalah transaksi
untuk melakukan atau menerima penempatan, penyetoran,
3. Penyelenggara dapat meminta informasi kepada Pengguna Jasa
tentang latar belakang dan tujuan transaksi terhadap transaksi
yang tidak sesuai dengan profil Pengguna Jasa, dengan
memperhatikan ketentuan anti tipping-off sebagaimana
dimaksud dalam UU PPTPPU.
4. Apabila berdasarkan hasil pemantauan terdapat kemiripan atau
kesamaan nama sebagaimana dimaksud pada butir 2.c di atas,
maka Penyelenggara harus melakukan klarifikasi kepada
Pengguna Jasa untuk memastikan kemiripan tersebut.
5. Dalam hal nama dan identitas Pengguna Jasa sesuai dengan
nama tersangka atau terdakwa dan/atau daftar teroris
sebagaimana dimaksud pada butir 2.c, maka Penyelenggara
wajib melaporkan Pengguna Jasa tersebut dalam LTKM.
6. Pemantauan terhadap Pengguna Jasa harus dilakukan dengan
lebih ketat antara lain jika terdapat:
a. transaksi pengiriman dan penerimaan uang ke dan dari
negara yang berisiko tinggi; atau
b. transaksi yang dilakukan Pengguna Jasa yang tergolong
PEP.
Pemantauan dengan lebih ketat dapat dilakukan dengan
cara meningkatkan frekuensi pelaksanaan pemantauan.
7. Seluruh ...
Lampiran SE No.14/38/DASP tanggal 28 Desember 2012 ---------------------------------------------------------------------
7. Seluruh kegiatan pemantauan didokumentasikan dengan tertib.
H. Enhanced Due Dilligence (EDD)
1. EDD atau kegiatan CDD yang lebih mendalam harus dilakukan
terhadap Pengguna Jasa yang berisiko tinggi termasuk PEP.
2. Sifat, kualitas, dan kuantitas informasi Pengguna Jasa yang
perlu diperoleh harus memberikan gambaran mengenai tingkat
risiko yang timbul dari hubungan usaha yang terjadi.
3. Informasi yang diperoleh harus dapat diverifikasi dan
memberikan keyakinan terhadap profil Pengguna Jasa
sesungguhnya.
4. Terhadap calon Pengguna Jasa:
a. meminta informasi tambahan yang diperlukan untuk
memastikan kebenaran profil calon Pengguna Jasa;
dan/atau
b. meminta dokumen pendukung tambahan untuk meyakini
kebenaran informasi mengenai identitas, sumber dana,
sumber penghasilan, maksud, dan tujuan transaksi.
5. Bagi Pengguna Jasa atau Beneficial Owner :
a. melakukan kegiatan seperti yang dilakukan terhadap calon
Pengguna Jasa sebagaimana dimaksud pada angka 4;
b. melakukan analisa secara berkala paling kurang terhadap
informasi mengenai identitas, sumber dana, sumber
penghasilan, maksud, dan tujuan transaksi; dan
c. memantau lebih ketat pola transaksi nasabah untuk
memastikan kewajaran transaksi.
I. Pengkinian
1. Penyelenggara wajib melakukan pengkinian dokumen, data, dan
informasi Pengguna Jasa.
2. Pengkinian ...
Lampiran SE No.14/38/DASP tanggal 28 Desember 2012 ---------------------------------------------------------------------
2. Pengkinian dokumen, data, dan informasi Pengguna Jasa
sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan dengan
menggunakan pendekatan berdasarkan risiko.
3. Pendekatan berdasarkan risiko dilakukan antara lain dengan
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a. tingkat risiko negara tujuan atau negara asal transaksi;
b. tingkat risiko Pengguna Jasa, misalnya yang tergolong PEP;
c. terdapat transaksi dengan jumlah yang signifikan dan/atau
menyimpang dari profil transaksi atau profil Pengguna
Jasa.
4. Seluruh kegiatan pengkinian data harus didokumentasikan
secara tertib.
J. CDD oleh Pihak Ketiga
1. Penyelenggara dapat menggunakan hasil CDD yang telah
dilakukan pihak ketiga. Dalam hal masih terdapat keraguan,
Penyelenggara wajib melakukan identifikasi dan verifikasi atas
hasil CDD yang telah dilakukan oleh pihak ketiga tersebut
misalnya dengan melakukan pencocokan nama calon Pengguna
Jasa. Tanggung jawab akhir atas hasil identifikasi dan verifikasi
serta keputusan untuk melakukan hubungan usaha dengan
Pengguna Jasa sepenuhnya menjadi tanggung jawab
Penyelenggara.
2. Pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada angka 1 adalah pihak
pelapor sesuai ketentuan mengenai Anti Pencucian Uang dan
Pencegahan dan Pendanaan Terorisme.
3. Hasil CDD yang dapat digunakan oleh Penyelenggara adalah
hasil CDD dari pihak ketiga yang memenuhi kriteria paling
kurang sebagai berikut:
a. memiliki prosedur CDD sesuai dengan ketentuan yang
berlaku;
b. memiliki ...
Lampiran SE No.14/38/DASP tanggal 28 Desember 2012 ---------------------------------------------------------------------
b. memiliki kerja sama dengan Penyelenggara dalam bentuk
kesepakatan tertulis;
c. berkedudukan di negara yang telah menerapkan
rekomendasi FATF; dan
d. bersedia memenuhi permintaan informasi yang paling
kurang mengenai:
1) nama lengkap sesuai dengan yang tercantum pada
kartu identitas;
2) alamat, tempat, dan tanggal lahir;
3) nomor kartu identitas; dan
4) kewarganegaraan dari calon Pengguna Jasa,
serta salinan dokumen pendukung apabila sewaktu-waktu
dibutuhkan oleh Penyelenggara dalam rangka pelaksanaan
Program APU dan PPT. Kesediaan dimaksud dituangkan
dalam kesepakatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam
huruf b.
4. Jika dalam melaksanakan CDD Penyelenggara bekerjasama
dengan pihak lain yang bukan merupakan pihak pelapor
(termasuk outsourcing atau agen), maka pelaksanaan kegiatan
CDD oleh pihak lain tersebut dipandang sebagai bagian dari
pelaksanaan CDD yang dilakukan oleh Penyelenggara sendiri.
Dengan demikian, pihak lain tersebut bukan merupakan pihak
ketiga sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan 2. Dalam hal
ini, Penyelenggara tetap bertanggung jawab penuh atas
pelaksanaan CDD oleh pihak lain tersebut dan memastikan
kesesuaiannya dengan ketentuan yang berlaku.
5. Penyelenggara bertanggung jawab untuk melaksanakan
penatausahaan dokumen hasil CDD yang dilakukan pihak
ketiga dan data hasil identifikasi dan verifikasi sebagaimana
dimaksud pada angka 1 serta dokumen hasil CDD yang
dilakukan oleh Penyelenggara sendiri melalui pihak lain yang
bukan ...
Lampiran SE No.14/38/DASP tanggal 28 Desember 2012 ---------------------------------------------------------------------
bukan merupakan pihak pelapor (termasuk outsourcing atau
agen).
K. Beneficial Owner
1. Penyelenggara wajib memastikan apakah calon Pengguna Jasa
atau Pengguna Jasa bertindak mewakili Beneficial Owner untuk
melakukan hubungan usaha dengan Penyelenggara.
2. Dalam hal calon Pengguna Jasa atau Pengguna Jasa bertindak
mewakili Beneficial Owner, Penyelenggara wajib melakukan
seluruh prosedur CDD atau EDD terhadap calon Pengguna Jasa
atau Pengguna Jasa dan Beneficial Owner.
3. Dalam hal Beneficial Owner digolongkan sebagai Politically
Exposed Person (PEP), maka prosedur yang diterapkan adalah
prosedur EDD.
4. Penyelenggara wajib memperoleh dokumen identitas dan/atau
dokumen pendukung informasi dari Beneficial Owner, yang sama
dengan dokumen calon Pengguna Jasa sebagaimana dimaksud
pada Tabel 1 ditambah dengan dokumen sebagai berikut:
Tabel 2. Dokumen dan informasi lainnya terkait Beneficial Owner (BO)
No. BO dari Pengguna Jasa
Perorangan
BO dari Pengguna
Jasa Badan Usaha
Tidak Berbadan
Hukum
BO dari Pengguna
Jasa Badan Hukum
1. Dokumen yang menunjukkan
hubungan atau keterkaitan
antara calon Pengguna Jasa
dengan Beneficial Owner yang
ditunjukkan antara lain
dengan surat penugasan,
surat perjanjian, surat kuasa
atau dokumen lainnya
Dokumen yang
menunjukkan
seseorang sebagai
Beneficial Owner
dari Pengguna Jasa,
yang ditunjukkan
antara lain dengan
surat pernyataan.
Dokumen yang
menunjukkan
seseorang sebagai
Beneficial Owner dari
Pengguna Jasa, yang
ditunjukkan antara
lain dengan anggaran
dasar, akta pendirian,
atau surat pernyataan.
2. Pernyataan ...
Lampiran SE No.14/38/DASP tanggal 28 Desember 2012 ---------------------------------------------------------------------
2. Pernyataan tertulis dari calon
Pengguna Jasa mengenai
kebenaran identitas maupun
sumber dana dari Beneficial
Owner
Pernyataan tertulis
dari calon Pengguna
Jasa mengenai
kebenaran identitas
maupun sumber
dana dari Beneficial
Owner
Pernyataan tertulis
dari calon Pengguna
Jasa mengenai
kebenaran identitas
maupun sumber dana
dari Beneficial Owner
5. Kewajiban penyampaian dokumen Beneficial Owner
sebagaimana dimaksud pada angka 4 tidak berlaku bagi
lembaga pemerintah atau perusahaan yang telah terdaftar di
bursa efek (listing). Beneficial Owner yang mendapatkan
pengecualian tetap wajib didokumentasikan dengan cara
mencatat identitas dari Beneficial Owner tersebut.
6. Apabila Penyelenggara meragukan atau tidak dapat meyakini
identitas Beneficial Owner, Penyelenggara wajib menolak untuk
melakukan hubungan usaha atau transaksi dengan calon
Pengguna Jasa.
L. Pengguna Jasa Berisiko Tinggi dan PEP
1. Penyelenggara wajib mengidentifikasi calon Pengguna Jasa,
Pengguna Jasa dan/atau Beneficial Owner yang memenuhi
kriteria berisiko tinggi dan/atau PEP.
2. Penyelenggara harus menyusun daftar Pengguna Jasa yang
merupakan PEP dalam daftar tersendiri.
3. Dalam melakukan hubungan usaha dengan Pengguna Jasa
berisiko tinggi dan/atau PEP, Penyelenggara harus menunjuk
pejabat senior yang memiliki pengetahuan dan pengalaman
mengenai APU dan PPT sebagai pejabat yang berwenang untuk:
a. memberikan ...
Lampiran SE No.14/38/DASP tanggal 28 Desember 2012 ---------------------------------------------------------------------
a. memberikan persetujuan atau penolakan terhadap calon
Pengguna Jasa yang berisiko tinggi dan/atau PEP;
dan/atau
b. membuat keputusan untuk meneruskan atau
menghentikan hubungan usaha dengan Pengguna Jasa
atau Beneficial Owner yang berisiko tinggi dan/atau PEP.
M. Penetapan Kriteria Area Berisiko Tinggi
Dalam mengelompokkan Pengguna Jasa berdasarkan tingkat
risikonya, Penyelenggara antara lain dapat berpedoman pada
ketentuan PPATK yang mengatur mengenai Pedoman Identifikasi
Produk, Pengguna Jasa, Usaha, dan Negara Berisiko Tinggi Bagi
Penyedia Jasa Keuangan yang selanjutnya disebut dengan Pedoman
Identifikasi PPATK.
Area berisiko tinggi dalam pedoman ini, selain mendasarkan pada
Pedoman Identifikasi PPATK juga referensi lainnya yang dikeluarkan
oleh otoritas berwenang atau yang telah menjadi kelaziman
internasional.
1. Produk dan Jasa Berisiko Tinggi
Secara umum, karakteristik dari produk berisiko tinggi dan jasa
berisiko tinggi adalah produk/jasa yang ditawarkan kepada
Pengguna Jasa yang mudah dikonversikan menjadi kas atau
setara kas, atau yang dananya mudah dipindah-pindahkan dari
satu yurisdiksi ke yurisdiksi lainnya dengan maksud
mengaburkan asal-usul dana tersebut.
2. Pengguna Jasa Berisiko Tinggi
Salah satu Pengguna Jasa yang berisiko tinggi adalah PEP yaitu
orang yang mendapatkan kepercayaan untuk memiliki
kewenangan publik diantaranya adalah penyelenggara negara
sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan
yang mengatur mengenai penyelenggara negara, dan/atau orang
yang ...
Lampiran SE No.14/38/DASP tanggal 28 Desember 2012 ---------------------------------------------------------------------
yang tercatat sebagai anggota partai politik yang memiliki
pengaruh terhadap kebijakan dan operasional partai politik baik
yang berkewarganegaraan Indonesia maupun yang
berkewarganegaraan asing. Untuk PEP yang merupakan
penyelenggara negara di Indonesia kriterianya adalah sebagai
berikut:
Tabel 3. Kriteria mengenai PEP
Ketentuan Definisi Keterangan
UU No.28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Pejabat Negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif, dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
• Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara;
• Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara;
• Menteri;
• Gubernur;
• Hakim;
• Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
• Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, antara lain direksi BUMN dan direksi BUMD.
SE/03/M.PAN/01/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara.
Penyelenggara Negara • Pejabat eselon II dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan instansi pemerintah dan/atau lembaga negara.
• Semua kepala kantor di lingkungan Departemen Keuangan
• Pengawas Bea dan Cukai;
• Auditor;
Pejabat ...
Lampiran SE No.14/38/DASP tanggal 28 Desember 2012 ---------------------------------------------------------------------
Ketentuan Definisi Keterangan
• Pejabat yang mengeluarkan perijinan;
• Pejabat/Kepala Unit Masyarakat; dan
• Pejabat pembuat regulasi
Pihak-pihak yang tergolong PEP termasuk juga:
a. perusahaan yang dimiliki atau dikelola oleh PEP;
b. keluarga PEP sampai dengan derajat kedua; dan/atau
c. pihak-pihak yang secara umum dan diketahui publik
mempunyai hubungan dekat dengan PEP.
3. Usaha Berisiko Tinggi
Contoh usaha yang berisiko tinggi antara lain:
a. pedagang efek yang melakukan fungsi sebagai perantara
efek (nasabah perusahaan);
b. perusahaan asuransi dan broker asuransi (perusahaan);
c. money changer (perusahaan);
d. dana pensiun dan usaha pendanaan (perusahaan);
e. tempat hiburan dan executive club;
f. jasa pengiriman uang;
g. jasa akuntan, pengacara dan notaris
(perusahaan/perorangan);
h. jasa surveyor dan agen real estat (perusahaan);
i. pedagang logam mulia (perusahaan/perorangan);
j. usaha barang-barang antik, dealer mobil, kapal serta
penjual barang/barang mewah; atau
k. agen perjalanan.
4. Transaksi Pengguna Jasa yang terkait dengan negara lain yang
berisiko tinggi.
Contoh ...
Lampiran SE No.14/38/DASP tanggal 28 Desember 2012 ---------------------------------------------------------------------
Contoh negara yang berisiko tinggi antara lain:
a. negara yang pelaksanaan rekomendasi FATF
diidentifikasikan belum memadai;
b. termasuk dalam daftar FATF statement;
c. diketahui secara luas sebagai tempat penghasil dan pusat
perdagangan narkoba;
d. dikenal secara luas menerapkan banking secrecy laws yang
ketat;
e. dikenal sebagai tax haven antara lain berdasarkan data
terkini dari Organisation for Economic Cooperation and
Development (OECD). Posisi Mei 2009 terdapat 35
negara/wilayah yang tergolong tax haven yaitu:
1. Aruba
2. Anguilla
3. Antigua and
Barbuda
4. Bermuda
5. Bahamas
6. Bahrain
7. Belize
8. British Virgin
Islands
9. Cook Islands
10. Cyprus
11. Dominica
12. Gibraltar
13. Grenada
14. Guernsey
15. Isle of Man
16. Jersey
17. Liberia
18. Malta
19. Marshall
Islands
20. Mauritius
21. Montserrat
22. Niue
23. Nauru
24. Netherlands
Antilles
25. Samoa
26. Panama
27. San Marino
28. Seychelles
29. St. Lucia
30. St. Kitts & Nevis
31. St. Vincent and
the Grenadines
32. Turks & Caicos
Islands
33. US Virgin Islands
34. Vanuatu
35. Cayman Islands
f. dikenal ...
Lampiran SE No.14/38/DASP tanggal 28 Desember 2012 ---------------------------------------------------------------------
f. dikenal memiliki tingkat korupsi yang tinggi. Informasi
tersebut dapat diperoleh antara lain dari publikasi
Transparency International; atau
g. terkena sanksi PBB.
BAB IV ...
Lampiran SE No.14/38/DASP tanggal 28 Desember 2012 ---------------------------------------------------------------------
BAB IV
PENDEKATAN BERDASARKAN RISIKO
(RISK BASED APPROACH)
1. Profil risiko menggambarkan tingkat risiko dari Pengguna Jasa,
produk maupun jasa yang memiliki potensi pencucian uang atau
pendanaan teroris, antara lain jasa pengiriman uang atau produk
bank menggunakan jasa elektronik.
2. Pengidentifikasian Pengguna Jasa berdasarkan risiko dapat
dilakukan dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a. identitas Pengguna Jasa;
b. alamat/lokasi usaha Pengguna Jasa;
c. profil Pengguna Jasa; dan
d. nilai transaksi.
Tabel 4. Contoh klasifikasi profil risiko
Rendah Menengah Tinggi
Identitas
Pengguna
Jasa
Menyerahkan lebih
dari satu identitas
yang masih
berlaku dan
berdomisili sesuai
dengan alamat
dalam kartu
identitas.
Data/informasi
identitas calon
Pengguna Jasa
kadaluarsa,
namun
Pengguna Jasa
tetap kooperatif
melakukan
updating.
• Pengguna Jasa tidak
memiliki identitas
yang dikeluarkan
oleh pihak yang
berwenang.
• Data/informasi
identitas calon
Pengguna Jasa
diragukan, misalnya
kartu identitas tidak
dikeluarkan oleh
pihak yang
berwenang, data
tidak benar, dll.
• Data/informasi
identitas ...
Lampiran SE No.14/38/DASP tanggal 28 Desember 2012 ---------------------------------------------------------------------
Rendah Menengah Tinggi
identitas tidak sesuai
dengan domisili atau
Pengguna Jasa selalu
berpindah tempat
atau tidak dapat
dihubungi.
• Pengguna Jasa WNI
yang pada saat
pembukaan rekening
menggunakan alamat
yang wilayahnya
berada di luar
wilayah Indonesia.
Alamat/
Lokasi Usaha
Pengguna
Jasa
Alamat/lokasi
usaha di dalam
kabupaten/ kota
yang sama atau
berbatasan dengan
lokasi
kabupaten/kota
berada.
Alamat/lokasi
usaha di luar
kabupaten/ kota
dimana lokasi
kabupaten/ kota
Penyelenggara
Jasa Sistem
Pembayaran
Selain Bank
berada.
Alamat/lokasi usaha
Pengguna Jasa berada
di zona perdagangan
bebas.
Profil
Pengguna
Jasa
Petani/buruh tani. Pegawai
Perusahaan.
• Orang yang
digolongkan berisiko
tinggi dengan
berpedoman pada
ketentuan PPATK.
• Pegawai dari
perusahaan yang
tergolong berisiko
tinggi.
Pedagang di pasar
tradisional.
Pedagang valuta
asing atau
pengiriman uang
Kegiatan usaha yang
berbasis uang tunai
seperti mini market,
jasa pengelolaan parkir,
rumah makan ...
Lampiran SE No.14/38/DASP tanggal 28 Desember 2012 ---------------------------------------------------------------------
Rendah Menengah Tinggi
rumah makan, Stasiun
Pengisian Bahan Bakar
(SPBU), pedagang isi
pulsa.
Nilai
Transaksi
Nilai transaksi
rendah, misal
dibawah
Rp1.000.000,00
(satu juta rupiah)
dan sesuai dengan
profil pengguna
jasa.
Jumlah
transaksi cukup
besar namun
didukung
dengan
dokumen yang
memadai atau
masih tergolong
wajar atau
masih sesuai
dengan profil
pengguna jasa.
Transaksi secara tunai
dalam jumlah besar,
misalnya di atas
Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah)
dan/atau tidak sesuai
dengan profil nasabah.
3. Penetapan klasifikasi tingkat risiko tidak berlaku bagi Pengguna
Jasa yang tergolong sebagai PEP. Dengan demikian apabila terdapat
calon Pengguna Jasa atau Pengguna Jasa yang karena
pekerjaannya atau jabatannya tergolong sebagai PEP, maka yang
bersangkutan secara otomatis diklasifikasikan sebagai risiko tinggi.
BAB V ...
Lampiran SE No.14/38/DASP tanggal 28 Desember 2012 ---------------------------------------------------------------------
BAB V
PENATAUSAHAAN DOKUMEN DAN PELAPORAN
A. Penatausahaan Dokumen
1. Penyelenggara wajib menatausahakan dokumen dengan baik
sebagai upaya untuk membantu pihak yang berwenang dalam
melakukan penelusuran terhadap dana-dana yang diindikasikan
berasal dari hasil tindak pidana. Dengan demikian, dokumen
yang dimiliki/disimpan Penyelenggara harus akurat dan
lengkap, sehingga mudah pencariannya jika diperlukan.
2. Dokumen yang ditatausahakan paling kurang mencakup:
a. dokumen yang terkait dengan informasi calon Pengguna
Jasa, Pengguna Jasa atau Beneficial Owner, antara lain
berupa identitas (contoh: fotokopi kartu identitas) dan
informasi transaksi; dan
b. dokumen keuangan yang terkait Pengguna Jasa, antara lain
berupa catatan, bukti pembukuan, dan data pendukung
administrasi keuangan yang merupakan bukti adanya hak
dan kewajiban serta kegiatan usaha Penyelenggara.
3. Jangka waktu penatausahaan dokumen adalah sebagai berikut:
a. untuk dokumen sebagaimana dimaksud pada butir 2.a,
paling singkat 5 (lima) tahun sejak berakhirnya transaksi
dan/atau pemberian jasa kepada Pengguna Jasa;
b. untuk dokumen sebagaimana dimaksud pada butir 2.b,
sesuai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang yang mengatur mengenai dokumen
perusahaan.
4. Dokumentasi dapat dilakukan lebih lama jika terkait kasus
tertentu dan diminta oleh otoritas yang berwenang, seperti Bank
Indonesia atau PPATK.
5. Dokumen ...
Lampiran SE No.14/38/DASP tanggal 28 Desember 2012 ---------------------------------------------------------------------
5. Dokumen dapat ditatausahakan dalam bentuk asli, salinan,
electronic form, microfilm, atau dokumen yang berdasarkan
undang-undang yang berlaku dapat digunakan sebagai alat
bukti.
6. Penatausahaan salinan dokumen identitas dilakukan setelah
pencocokan salinan dokumen identitas dengan dokumen