BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Darah manusia adalah cairan jaringan tubuh. Fungsi utamanya adalah mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh. Darah juga menyuplai jaringan tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa metabolisme, dan mengandung berbagai bahan penyusun sistem imun yang bertujuan mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit. Hormon-hormon dari sistem endokrin juga diedarkan melalui darah. Komponen penyusun darah ada 2 yaitu bagian yaitu : a. Plasma darah, mempunyai fungsi pengangkut gas dan sari makanan disamping itu plasma darah juga mengandung fibrinogen yang berfungsi dalam pembekuan darah. b. Sel darah, adalah merupakan 45 % volume darah. Sel darah terdiri atas sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan keping darah (trombosit). Plasma darah merupakan bagian yang cair dari darah yang mempunyai atau terdiri dari air ( 91-92%), protein 8-9%, substansi lain selain protein seperti garam amonium urea, asam urat kreatinin, kreatin, asam amino, santin, dan hiposantin. Darah beredar dalam pembuluh darah arteri,vena,dan kapiler. Sel darah merah merupakan sel yang paling banyak dibandingkan dengan 2 sel lainnya, dalam keadaan normal mencapai hampir separuh dari volume darah.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB IPENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Darah manusia adalah cairan jaringan tubuh. Fungsi utamanya adalah mengangkut
oksigen yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh. Darah juga menyuplai jaringan tubuh
dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa metabolisme, dan mengandung berbagai bahan penyusun
sistem imun yang bertujuan mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit. Hormon-hormon
dari sistem endokrin juga diedarkan melalui darah.
Komponen penyusun darah ada 2 yaitu bagian yaitu :
a. Plasma darah, mempunyai fungsi pengangkut gas dan sari makanan disamping itu plasma
darah juga mengandung fibrinogen yang berfungsi dalam pembekuan darah.
b. Sel darah, adalah merupakan 45 % volume darah. Sel darah terdiri atas sel darah merah
(eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan keping darah (trombosit).
Plasma darah merupakan bagian yang cair dari darah yang mempunyai atau terdiri dari
air ( 91-92%), protein 8-9%, substansi lain selain protein seperti garam amonium urea, asam urat
kreatinin, kreatin, asam amino, santin, dan hiposantin. Darah beredar dalam pembuluh darah
arteri,vena,dan kapiler.
Sel darah merah merupakan sel yang paling banyak dibandingkan dengan 2 sel lainnya,
dalam keadaan normal mencapai hampir separuh dari volume darah.
Sel darah merah mengandung hemoglobin, yang memungkinkan sel darah merah membawa
oksigen dari paru-paru dan mengantarkannya ke seluruh jaringan tubuh.
Oksigen dipakai untuk membentuk energi bagi sel-sel, dengan bahan limbah berupa karbon
dioksida, yang akan diangkut oleh sel darah merah dari jaringan dan kembali ke paru-paru.
1.2. Tujuan
Untuk mengetahui bentuk sel darah dan konsentrasi sel darah merah pada manusia
Untuk mengetahui bentuk sel darah dan konsentrasi sel darah merah pada katak, dan
Untuk mengetahui bentuk sel darah dan konsentrasi sel darah merah pada ikan.
BAB II
TEORI
2.1. Bentuk Sel Darah
a) Sel darah merah manusia
Sebuah eritrosit manusia berbentuk cakram bikonkaf, bagian tengahnya lebih tipis
dibandingkan dengan bagian tepi. Eritrosit mamalia tidak mengandung inti ( nukleus ), suatu
karakteristik yang tidak umum pada sel hidup. Semua sel darah merah tidak mempunyai
mitondria dan menghasilkan ATP-nya secara ekslusif melalui metabolisme anaerobik.
Fungsi utama eritrosit adalah membawa oksigen, dan sangat akan tidak efisien jika
metabolisme eritrosit sendiri bersifat aerobik dam mengkonsumsi sebagian oksigen yang mereka
bawa. Ukuran eritrosit yang kecil (berdiameter sekitar 12 µm) juga sesuai dengan fungsinya
supaya dapat diangkut, oksigen harus berdifusi melewati membran plasma sel darah merah.
Semakin kecil sel darah merah semakin besar pula total luas permukaan membran plasma dalam
suatu volume darah. Bentuk bikonkaf sel darah merah juga menambah luas permukaannya.
Bentuk bikonkaf ini berfungsi mempercepat pertukaran gas-gas antara sel-sel dan plasma darah.
Sel darah merah terutama dibentuk dalam sumsum tulang rusuk, tulang dada, dan tulang
belakang.
Meskipun sel darah merah berukuran sangat kecil, sel ini mengandung sekitar 250 juta
molekul hemoglobin, sejenis protein pengikat dan pembawa oksigen yang mengandung besi.
Hemoglobin ini jugan berikatan dengan molekul gas nitrat oksida (NO) selain dengan O2. ketika
sel darah merah lewat melalui hamparan kapiler paru-paru, insang, atau organ respirasi lainnya,
oksigen akan berdifusi kedalam eritrosit dan hemoglobin akan berikata dengan O2 dan NO.
hemoglobin akan membongkar muatannya dalam kapiler sirkuit sistemik. Disana oksigen akan
berdifusi ke dalam sel-sel tubuh. NO akan merelaksasikan dinding kapiler, sehingga dapat
mengembang. Hal tersebut mungkin berperan dalam membantu mengirimkan O2 ke
sel.
b) Sel darah katak
Sel darah pada katak mempunyai bentuk eritrosit yang lonjong dengan inti di tengahnya,
konsentrasi sel darah lebih encer dan termasuk poikiloterm.
2.2. Konsentrasi Sel Darah
Sel-sel darah aka membengkak dan pecah bila dimasukkan ke dalam larutan hipotonis
dan akan mengkerut bila dimasukkan kedalam cairan hipertonis. Sedangkan dalam larutan
isotonis sel-sel darah tidak mengalami perubahan apapun.
BAB IVPEMBAHASAN
4.1. Bentuk Sel darah
a) Sel darah merah manusia
Merupakan sel yang paling banyak dibandingkan dengan 2 sel lainnya, dalam keadaan normal
mencapai hampir separuh dari volume darah.
Sel darah merah mengandung hemoglobin, yang memungkinkan sel darah merah membawa
oksigen dari paru-paru dan mengantarkannya ke seluruh jaringan tubuh.
Oksigen dipakai untuk membentuk energi bagi sel-sel, dengan bahan limbah berupa karbon
dioksida, yang akan diangkut oleh sel darah merah dari jaringan dan kembali ke paru-paru.
Sel darah merah pada manusia ukuranye lebih kecil, lebih bulat dan tidak memiliki inti sel,
konsentrasi lebih pekat dan termasuk homoiterm.
Eritrosit pada mamalia tidak mempunyai inti dan pada manusia berbentuk cakram dengan garis
tengah dengan bentuk bikonkaf menyebabkan eritrosit memiliki permukaan yang luas sehingga
mempermudah pertukaran gas.
Fungsi utama eritrosit adalah membawa oksigen, dan sangat akan tidak efisien jika metabolisme
eritrosit sendiri bersifat aerobik dam mengkonsumsi sebagian oksigen yang mereka bawa.
Ukuran eritrosit yang kecil (berdiameter sekitar 12 µm) juga sesuai dengan fungsinya supaya
dapat diangkut, oksigen harus berdifusi melewati membran plasma sel darah merah. Semakin
kecil sel darah merah semakin besar pula total luas permukaan membran plasma dalam suatu
volume darah.
Sel darah katak & ikan
Sel darah pada katak mempunyai bentuk eritrosit yang lonjong dengan inti di tengahnya,
konsentrasi sel darah lebih encer dan termasuk poikiloterm.
Pada katak peredaran darahnya cukup unik. Karena katak mempunyai 3 ruang jantung, yaitu:
atrium kiri, atrium kanan, dan ventrikel. Darah vena dari seluruh tubuh mengalir masuk ke sinus
venosus dan kemudian mengalir menuju ke atrium kanan. Dari atrium kanan darh darah mengalir
ke ventrikel yang kemudian di pompa keluar melalui arteri pulmonalis → raru-paru → vena
pulmonalis → atrium kiri. Lintasan peredaran darah ini disebut juga peredaran darah paru-paru.
Selain peredaran darah paru-paru, katak juga mempunyai sistem peredaran darah sistemik yang
peredarannya adalah dimulai dari ventrikel → conus arteriosus → aorta ventralis seluruh tubuh
→ sinus venosus → atrium kanan.
Pada ikan ruang jantung terdiri dari 2 ruang yaitu, satu atrium dan ventrikel. Antara atrium dan
ventrikel terdapat katup yang berfungsi mengalirkan darah ke satu arah. Darah dari seluruh tubuh
mengalir dari sinus venosus dan kemudian masuk ke atrium. Dari atrium darah mengalir ke
ventrikel → conus arteriosus → aorta ventralis → insang → ke seluruh tubuh → vena cava →
sinus venosus.
4.2. Konsentrasi Sel Darah
Sel-sel darah akan membengkak dan pecah bila dimasukkan ke dalam larutan hipotonis
dan akan mengkerut bila dimasukkan kedalam cairan hipertonis. Sedangkan dalam larutan
isotonis sel-sel darah tidak mengalami perubahan apapun.
Pada larutan isotonis NaCl 0,9%, darah akan tetap stabil dan bentuk yang sama seperti
biasa karna larutan isotonis mempunyai komposisi yang sama dengan cairan tubuh.
Pada larutan hipotonis 0,65%, sel darah akan membengkak, yang di sebabkan oleh
turunnya tekanan osmotik plasma darah yang menyebabkan pecahnya dinding eritrosit, hal ini
mnyebabkan amsuknya air secara osmosis melalui dinding yang semipermiabel sehingga sel
darah membengkak.
Pada larutan hipertonis 0,85%, sel darah akan mengkerut. Kerutan yang terjadi pada
darah ini dikarenakan NaCl dengan konsentrasi 1, 2 tergolong pekat. Tergolong pekat jika
dibanding dengan cairan isi sel darah merah, sehingga menyebabkan air yang ada didalam sel
darah merah akan banyak keluar dan akibatnya sel darah merah akan mengkerut. Pada
konsentrasi 1 % sel darah katak (eritrositnya) memang benar-benar sudah mengkerut dan sudah
nampak agak mengecil, demiian juga halnya dengan eritrosit ikan. Pada manusia darah pada
dengan diberi larutan NaCl dalam konsntrasi ini juga mengalami pengkerutan atau krenasi. Pada
konsentrasi 0, 9% sel darah merah pada objek yang diamati secara umum normal, bentuknya
bikonkaf.
Pada vertebrata eritrositnya ada yang berinti dan berbentuk ellipsoid. Darah manusia dan
darah hewan lain terdiri atas suatu komponen cair, yaitu plasma, dan berbagai bentuk unsur yang
dibawa dalam plasma, antara lain sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan
keping-keping darah.
Plasma terdiri atas 90% air, 7 sampai 8% protein yang dapat larut, 1% elektrolit dan
sisanya 1-2% berbagai zat makanan dan mineral yang lain Darah dapat mengalami lisis yang
merupakan istilah umum untuk untuk peristiwa menggelembung dan pecahnya sel akibat
masuknya sel kedalam air. Lisis pada eritrosit disebut hemolisis, yang berarti peristiwa pecahnya
eritrosit akibat masuknya air kedalam eritrosit sehingga hemoglobin keluar dari dalam eritrosit
menuju ke cairan sekelilingnya.
Membrane eritrosit bersifat permeable selektif yang berarti dapat ditembus oleh air dan
zat-zat tertentu, tetapi tidak dapat ditembus oleh zat-zat tertentu yang lain
Kerusakan membran eritrosit dapat disebabkan oleh antara lain penambahan larutan hipotonis,
hipertonis kedalam darah, penurunan tekanan permukaan membran eritrosit, zat/unsur kimia
tertentu, pemanasan dan pendinginan, rapuh karena ketuaan dalam sirkulasi darah dll. Apabila
medium di sekitar eritrosit menjadi hipotonis (karena penambahan larutan NaCl hipotonis)
medium tersebut (plasma dan lrt. NaCl) akan masuk ke dalam eritrosit melalui membran yang
bersifat semipermiabel dan menyebabkan sel eritrosit menggembung. Bila membran tidak kuat
lagi menahan tekanan yang ada di dalam sel eritrosit itu sendiri, maka sel akan pecah, akibatnya
hemoglobin akan bebas ke dalam medium sekelilingnya. Sebaliknya bila eritrosit berada pada
medium yang hipertonis, maka cairan eritrosit akan keluar menuju ke medium luar eritrosit
(plasma), akibatnya eritrosit akan keriput (krenasi). Keriput ini dapat dikembalikan dengan cara
menambahkan cairan isotonis ke dalam medium luar eritrosit (plasma).
Berdasarkan penelitian isi sel eritrosit hewn homoitherm isotonis terhadap larutan 0,9%
NaCl, oleh karena itu hemolisis akan terjadi apabila eritrosit hewan Homoitherm dimasukkan
kedalam larutan NaCl dengan konsentrasi dibawah 0,9%. Namun, perlu diketahui bahwa
membrane eritrosit memiliki toleransi osmotic, artinya sampai batas konsentrasi medium tertentu
sel belum mengalami lisis. Kadang-kadang pada suatu konsentrasi larutan tertentu tidak semua
eritrosit mengalami hemolisis. Hal ini menunjukkan bahwa toleransi osmotis membrane eritrosit
berbeda-beda. Pada eritrosit tua membrane selnya memiliki toleransi rendah (mudah pecah)
sedangkan membrane eritrosit muda memiliki toleransi osmotik, osmotic yang lebih besar (tidak
mudah pecah). Pada dasarnya eritrosit sudah mengalami hemolisis sempurna pada air suling.
Hasil hemolisis sempurna eritrosit pada air suling biasa dianggap larutan standard untuk
menentukan tingkat kerapuhan eritrosit
Hemolisis seperti yang dijelaskan diatas disebut hemolisis osmotic, yaitu hemolisis yang
disebabkan oleh perbedaan tekanan osmotic isi sel dengan mediumnya (cairan disekitarnya).
Hemolisis yang lain adalah hemolisis kimiawi, dimana membrane eritrosit rusak akibat substansi
kimia. Zat-zat yang dapat merusak membrane eritrosit (termasuk membrane sel yang lain) antara
lain adalah: kloroform, asseton, alcohol, benzene dan eter.
Peristiwa sebaliknya ialah krenasi, yang dapat terjadi apabila eritrosit dimasukkan ke
dalam medium yang hipertonis terhadap isi eritrosit. Misalnya, untuk eritrosit hewan
homoitherm adalah larutan NaCl yang lebih pekat dari 0,9% sedangkan untuk eritrosit hewan
poikilotherm adalah larutan NaCl yang lebih pekat dari 0,7%.
Apabila eritrosit mengalami hemolisis maka hemoglobin akan larut dalam mediumnya.
Akibat dari terlarutnya hemoglobin tersebut medium akan berwarna merah. Makin banyak
eritrosit yang mengalami hemolisis, maka makin merah warna mediumnya. Dengan
membandingkan warna mediumnya. Dengan membandingkan warna mediumnya dengan larutan
standar (eritrosit dalam air suling) maka dapat ditentukan tingkat kerapuhan membrane eritrosit
(tingkat toleransi osmotic membran.
Osmosis memainkan peranan yang sangat penting pada tubuh makhluk hidup, misalnya,
pada membran sel darah merah saat mengalami peristiwa hemolisis dan krenasi. Kerusakan
membran eritrosit dapat disebabkan oleh antara lain penambahan larutan hipotonis atau
hipertonis ke dalam darah, penurunan tekanan permukaan membran eritrosit, zat atau unsur
kimia tertentu, pemanasan atau pendinginan, serta rapuh karena umur eritrosit dalam sirkulasi
darah telah tua. Apabila medium di sekitar eritrosit menjadi hipotonis (karena penambahan
larutan NaCl hipotonis), medium tersebut (plasma dan larutan) akan masuk ke dalam eritrosit
melalui membran yang bersifat semipermiabel dan menyebabkan sel eritrosit menggembung.
Bila membran tidak kuat lagi menahan tekanan yang ada di dalam sel eritrosit itu sendiri, maka
sel akan pecah.
Lisis merupakan istilah umum untuk peristiwa menggelembung dan pecahnya sel akibat
masuknya air ke dalam sel. Lisis pada eritrosit disebut hemolisis, yang berarti peristiwa
pecahnya eritrosit akibat masuknya air ke dalam eritrosit sehingga hemoglobin keluar dari dalam
eritrosit menuju ke cairan sekelilingnya. Membran eritrosit bersifat permeabel selektif, yang
berarti dapat ditembus oleh air dan zat-zat tertentu, tetapi tidak dapat ditembus oleh zat-zat
tertentu yang lain. Hemolisis ini akan terjadi apabila eritrosit dimasukkan ke dalam medium yang
hipotonis terhadap isi sel eritrosit. Namun perlu diketahui bahwa membran eritrosit (termasuk
membran sel yang lain) memiliki toleransi osmotik, artinya sampai batas konsentrasi medium
tertentu sel belum mengalami lisis. Kadang-kadang pada suatu konsentrasi larutan NaCl tertentu
tidak semua eritrosit mengalami hemolisis. Hal ini menunjukkan bahwa toleransi osmotis
membran eritrosit berbeda-beda. Pada eritrosit tua membran selnya memiliki toleransi rendah
(mudah pecah), sedangkan membran eritrosit muda memiliki toleransi osmotik yang lebih besar
(tidak mudah pecah). Pada dasarnya semua eritrosit sudah mengalami hemolisis sempurna pada
air suling. Hasil hemolisis sempurna eritrosit dalam air suling biasa dianggap sebagai larutan
standar untuk menentukan tingkat kerapuhan eritrosit.
Hemolisis yang disebabkan oleh perbedaan tekanan osmotic isi sel dengan mediumnya
(cairan di sekitarnya) disebut hemolisis osmotik. Hemolisis yang lain adalah hemolisis kimiawi
dimana medium eritrosit rusak akibat subtansi kimia. Zat-zat yang dapat merusak membran
eritrosit (termasuk membran sel yang lain) antara lain kloroform, aseton, alcohol, benzena, dan
eter.
Peristiwa sebaliknya dari hemolisis adalah krenasi, yaitu peristiwa mengkerutnya
membran sel akibat keluarnya air dari dalam eritrosit. Krenasi dapat terjadi apabila eritrosit
dimasukkan ke dalam medium yang hipertonis terhadap isi eritrosit, misalnya untuk eritrosit
hewan homoioterm adalah larutan NaCl yang lebih pekat dari 0,9 % NaCl, sedangkan untuk
eritrosit hewan poikiloterm adalah larutan NaCl yang lebih pekat dari 0,7 %. Pada pengamatan
toleransi osmotik eritrosit digunakan larutan NaCl yang berbeda konsentrasi yaitu 0,1%, 0,3%,
0,5%, 0,7%, 0,9%, 1%, 2%, 3% dan akuades. Pengamatan toleransi osmotik eritrosit dilakukan
untuk mengetahui reaksi eritrosit setelah ditambah larutan NaCl dengan konsentrasi tertentu dan
akuades sehingga dapat diamati adanya eritrosit yang mengalami hemolisis atau krenasi. Pada
konsentrasi NaCl 0,7% eritrosit tidak mengalami hemolisis karena larutan Nacl yang digunakan
bersifat isotonis, sehingga hal itu digunakan sebagai kontrol terhadap reaksi menggunakan NaCl
dengan konsentrasi lain yang berbeda dan akuades. Apabila eritrosit diberikan NaCl dengan
konsentrasi 0,1%, 0,3%, 0,5% eritrosit cenderung mengalami hemolisis, dikarenakan cairan di
luar sel (NaCl 0,1%, 0,3%, 0,5%) berdifusi ke dalam sel akibat adanya perbedaan potensial air
(PA) dimana PA larutan NaCl lebih tinggi dari pada PA sel darah merah. Jumlah air yang masuk
ke dalam eritrosit semakin bertambah sampai akhirnya melampaui batas kemampuan membran
eritrosit dan menyebabkan membran itu pecah sehingga sitoplasma eritrosit keluar.
Hemolisa sempurna adalah peristiwa pecahnya trombosit dalam sel darah merah yang mengakibatkan tidak adanya lagi hemoglobin dalam darah hemolisa sempurna adalah pecahnya membran eritrosit, sehingga hemoglobin bebas ke dalam medium sekelilingnya (plasma). Pada lingkungan hipotonis (akuades), sel menyerap air, membengkak dan pecah
disebut hemolisis hemolisa merupakan penguraian sel darah merah dimana hemoglobin akan terpisah dari eritrosit
Hemolisa
Hemolisa adalah suatu keadaan anemi yang terjadi oleh karena meningkatnya penghancuran dari sel eritrosit yang diikuti dengan ketidakmampuan dari sumsum tulang dalam memproduksi sel eritrosit untuk mengatasi kebutuhan tubuh terhadap berkurangnya sel eritrosit untuk mengatasi kebutuhan tubuh terhadap berkurangnya sel eritrosit tersebut, penghancuran sel eritrosit yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya hiperplasi sumsum tulang sehingga produksi sel eritrosit akan meningkat dari normal., hal ini terjadi bila umur eritrosit berkurang dari 120 hari menjadi 15-20 hari tanpa diikuti dengan anemi, namun bila sumsum tulang tidak mampu mengatasi keadaan tersebut maka akan terjadi anemi Krenasi adalah peristiwa mengkerutnya sel darah karena cairan dalam sel darah keluar menuju cairan eksternal yang konsentrasinya lebih tinggi. Pada lingkungan hipertonis (garam > 1%), sel akan mengkerut disebut krenasi). krenasi adalah bila eritrosit berada pada medium yang hipertonis, maka cairan eritrosit akan keluar menuju ke medium luar eritrosit (plasma), akibatnya eritrosit akan keriput. krenasi adalah kontraksi atau pembentukan nokta tidak normal di sekitar pinggir sel setelah dimasukkan ke dalam larutan hipertonik, karena kehilangan air melalui osmosis. Secara etimologi, krenasi berasal dari bahasa Latin crenatus.
Keterangan :R : HipotonisP : HemolisaS : HipertonisQ : KrenasiLarutan Hipotonis adalah larutan yang selulernya mempunyai tekanan lebih kecil
terhadap sel. bila cairan disekeliling sel lebih rendah tekanan osmotiknya dan air cenderung melewati membran, masuk ke dalam sel. Air yang masuk sel menyebabkan pembengkakan dan kemudian pecah, keadaan ini disebut sel darah merah mengalami hemolisa. Larutan Hipotonis adalah larutan yang memiliki osmolalitasnya lebih rendah dari plasma, larutan yang mempunyai tekanan osmotik lebih rendah dari yang lain disebut larutan Hipotonis.larutan hipertonis adalah larutan yang memiliki osmolalitasnya lebih besar dari plasma. Larutan Hipertonis terjadi apabila sel darah merah terdapat di dalam plasma hipertonis (lebih pekat daripada sitoplasma sel) maka akan melepaskan air ke dalam plasma dan menjadi berkerut. Sel darah merah yang berkerut disebut krenasi. Dalam hubungannya dengan sel-sel mamalia, larutan sodium khlorid lebih dari 0,85 % dikatakan hipotonis; larutan sodium khlorid lebih dari 0,85 % bersifat isotonik larutan hipertonis terjadi jika larutan yang selulernya mempunyai tekanan lebih besar terhadap sel. Larutan yang mempunyai tekanan osmotik lebih tinggi dari yang lain disebut Larutan Hipertonis Larutan Isotonik yaitu bila kadar larutan pada kedua sisi membran sama, seperti sel dalam darah, maka cairan di sekeliling sel tersebut dikatakan isotonik (isosmotik). Artinya, tekanan osmotik pada kedua sisi membran sama. Larutan sodium khlorid 0,85 % merupakan larutan isotonik dengan sel darah merah mamalia dan berdasarkan hal itu disebut larutan garam fisiologiklarutan-larutan yang mempunyai tekanan osmotik sama disebut Isotonis. Larutan garam fisiologik dapat digunakan untuk menjaga kesegaran jaringan, seperti pada luka terbuka, sehingga tidak terjadi kerusakan sel-sel). Larutan isotonik (isotonus) adalah larutan yang memiliki osmolalitas yang sama dengan plasma jika sel darah merah ditempatkan dalam cairan yang mempunyai tekanan osmotik yang sama maka tidak akan terjadi kelebihan air yang masuk dan keluar dan sel tidak akan membengkak terhadap cairan intraseluler sel dan larutan tersebut disebut isotonik (isosmotik).
Larutan Hypertonic, Isotonic, dan Hypotonic
Jika di dalam suatu bejana yang dipisahkan oleh selaput semipermiabel, jika dalam suatu bejana yang dipisahkan oleh selaput semipermiabel ditempatkan dua Iarutan glukosa yang terdiri atas air sebagai pelarut dan glukosa sebagai zat terlarut dengan konsentrasi yang berbeda dan dipisahkan oleh selaput selektif permeabel, maka air dari larutan yang berkonsentrasi rendah akan bergerak atau berpindah menuju larutan glukosa yang konsentrainya tinggi melalui selaput permeabel. jadi, pergerakan air berlangsung dari larutan yang konsentrasi airnya tinggi menuju kelarutan yang konsentrasi airnya rendah melalui selaput selektif permiabel. Larutan vang konsentrasi zat terlarutnya lebih tinggi dibandingkan dengan larutan di dalam sel dikatakan .sebagai larutan hipertonis. sedangkan larutan yang konsentrasinya sama dengan larutan di dalam sel disebut larutan isotonis. Jika larutan yang terdapat di luar sel, konsentrasi zat terlarutnya lebih rendah daripada di dalam sel dikatakan sebagai larutan hipotonis
Sel Hewan dan Sel Tumbuhan dalam Larutan Isotonis,
Larutan Hipotonis, dan Larutan Hipertonis
Pada larutan isotonis, sel tumbuhan dan sel darah merah akan tetap normal bentuknya. Pada larutan hipotonis, sel tumbuhan akan mengembang dari ukuran normalnya dan mengalami peningkatan tekanan turgor sehingga sel menjadi keras. Berbeda dengan sel tumbuhan, jika sel hewan/sel darah merah dimasukkan dalam larutan hipotonis, sel darah merah akan mengembang dan kemudian pecah /hemolisis, hal ini karena sel hewan tidak memiliki dinding sel. Pada larutan hipertonis sel tumbuhan akan kehilangan tekanan turgor dan mengalami plasmolisis (lepasnya membran sel dari dinding sel), sedangkan sel hewan/sel darah merah dalam larutan hipertonis menyebabkan sel hewan/sel darah merah mengalami krenasi sehingga sel menjadi keriput (krenasi) karena kehilangan air
Faktor-faktor yang mempengaruhi hemolisa adalah faktor kerusakan membran eritrosit dapat disebabkan oleh antara lain penambahan larutan hipotonis, hipertonis kedalam darah, penurunan tekanan permukaan membran eritrosit, zat/unsur kimia tertentu, pemanasan dan pendinginan, rapuh karena ketuaan dalam sirkulasi darah dll. Apabila medium di sekitar eritrosit menjadi hipotonis (karena penambahan larutan NaCl hipotonis) medium tersebut (plasma dan larutan NaCl) akan masuk ke dalam eritrosit melalui membran yang bersifat semipermiabel dan menyebabkan sel eritrosit menggembung. Bila membran tidak kuat lagi menahan tekanan yang ada di dalam sel eritrosit itu sendiri, maka sel akan pecah, akibatnya hemoglobin akan bebas ke dalam medium sekelilingnya hemolisis dapat disebabkan oleh malaria dan obat anti malaria. Hemolisis dapat juga disebabkan karena meningkatnya fragilitas osmotik dari eritrosit yang terinfeksi dan tidak terinfeksi, sehingga umur eritrosit menurun.
Ada dua faktor utama dan mendasar yang memegang peranan penting untuk terjadinya hemolisa yaitu:
1. Faktor Instrinsik (Intra Korpuskuler).
Biasanya merupakan kelainan bawaan, diantaranya yaitu : a) Kelainan membrane, b) Kelainan molekul hemoglobin, c) Kelainan salah satu enzym yang berperan dalam metabolisme sel eritrosit. Sebagai contoh: bila darah yang sesuai ditransfusikan pada pasien dengan kelainan intra korpuskuler maka sel eritrosi tersebut akan hidup secara normal, sebaliknya bila sel eritrosit dengan kelainan dengan kelainan intra korpuskuler tersebut ditransfusikan pada orang normal, maka sekeritrosit tersebut akan mudah hancur atau lisis.
Biasanya merupakan kelainan yang didapat (aquaired) dan selalu disebabkan oleh faktor immune dan non immune, bila eritrosit normal di transfusikan pada pasien ini, maka penghancuran sel eritrosit tersebut menjadi lebih cepat ,sebaliknya bila eritrosit pasien dengan kelainan ekstra korpuskuler di transfusikan pada orang normal maka sel eritrosit akan secara normal.
Faktor-faktor yang mempengaruhi krenasi adalah
Faktor lingkungan hipertonik (sel memiliki larutan dengan konsentrasi yang lebih rendah dibandingkan larutan di sekitar luar sel),
1. osmosis (difusi air) menyebabkan pergerakan air keluar dari sel, menyebabkan sitoplasma berkurang volumenya. Sebagai akibatnya, sel mengecil.
Gravitas jenis suatu zat adalah indeks atau rasio berat zat tersebut dibandingkan dengan berat air yang volumenya sama dengan zat yang disebut tadi. Suatu zat yang beratnya kurang dari berat air yang volumenya sama, akan mempunyai gravitas jenis kurang dari 1,00; apabila beratnya lebih, maka gravitas jenisnya lebih besar dari 1,00. pengukuran gravitas jenis ini biasanya dilakukan dengan hydrometer. Hydrometer juga digunakan untuk mengukur gravitas jenis cairanDarah memiliki gravitas jenis (berat jenis) yang sedikit lebih tinggi dibandingkan air terutama disebabkan oleh adanya sel-sel darah; sel darah merah lebih berat dari sel darah putih, dan kedua jenis sel itu lebih berat dibanding plasma. Gravitas jenis (berat jenis) darah bervariasi diantara spesies hewan seperti ayam berkisar antara 1,042 - 1,045; domba dan kambing 1,042; sapi 1,043; anjing dan manusia 1,059 sedangkan kuda dan babi 1,060
gravitas jenis (berat jenis) pada manusia bervariasi dari 1,054 – 1,060, sedangkan berat jenis plasmanya bervariasi dari 1,024 – 1,028. Pada ternak gravitas jenis (berat jenis) hampir sama dengan manusia yang sangat bervariasi, seperti pada kuda 1,060; sapi 1,043; domba 1,042 dan babi 1,060.
Laktodensimeter
Golongan darah adalah ciri khusus darah dari suatu individu karena adanya perbedaan jenis karbohidrat dan protein pada permukaan membran sel darah merah. Dua jenis penggolongan darah yang paling penting adalah penggolongan ABO dan Rhesus (faktor Rh). Sekitar 46 jenis antigen selain antigen ABO dan Rh, hanya saja lebih jarang dijumpai. Transfusi darah dari golongan yang tidak kompatibel dapat menyebabkan reaksi transfusi imunologis yang berakibat anemia hemolisis, gagal ginjal, syok, dan kematian Golongan darah adalah jumlah dari semua antigen serologikal, faktor golongan darah yang, melekat pada membran sel darah merah. Faktor golongan darah diturunkan secara bebas satu sama lain. Antigen (antikoagulan) adalah senyawa kimia protein yang biasa disuntikkan ke suatu individu yang kekurangan antigen tersebut akan menyebabkan pembentukan senyawa khusus yang menetralisir antigen. Penggolongan darah A, B, O didasarkan pada ada tidaknya antibodi dalam tubuh kita masing-masing
Menurut sistem ABO, ada empat golongan darah dan pembagian ini berdasarkan fakta yaitu:
a. Serum darah manusia mengandung aglutinin, semacam antibodi yaitu substansi yang dapat menggumpalkan eritrosit orang lain dengan golongan berbeda, bila keduanya dicampur.
b. Eritrosit memiliki substansi aglutinogen, semacam antigen pada membran slnya yang sanggup merangsang pembekuan aglutinin.
Ringkasan Sistem ABO
Golongan
Darah
Antigen
Sel Merah
Antibodi
dalam Serum
Tidak mendonorkan pada golongan
Dapat Menerima
dari GolonganAB A dan B Tidak ada AB Semua kelompokA A Anti-B A dan AB A dan OB B Anti-A B dan AB B dan O
O Tidak ada Anti-A & Anti-B
Semua kelompok O
Golongan darah manusia ditentukan berdasarkan jenis antigen dan antibodi yang terkandung dalam darahnya, sebagai berikut (Anonim, 2008a) :
Individu dengan golongan darah A memiliki sel darah merah dengan antigen A di permukaan membran selnya dan menghasilkan antibodi terhadap antigen B dalam serum darahnya. Sehingga, orang dengan golongan darah A-negatif hanya dapat menerima darah dari orang dengan golongan darah A-negatif atau O-negatif.
Individu dengan golongan darah B memiliki antigen B pada permukaan sel darah merahnya dan menghasilkan antibodi terhadap antigen A dalam serum darahnya. Sehingga, orang dengan golongan darah B-negatif hanya dapat menerima darah dari orang dengan dolongan darah B-negatif atau O-negatif
Individu dengan golongan darah AB memiliki sel darah merah dengan antigen A dan B serta tidak menghasilkan antibodi terhadap antigen A maupun B. Sehingga, orang dengan golongan darah AB-positif dapat menerima darah dari orang dengan golongan darah ABO apapun dan disebut resipien universal. Namun, orang dengan golongan darah AB-positif tidak dapat mendonorkan darah kecuali pada sesama AB-positif.
Individu dengan golongan darah O memiliki sel darah tanpa antigen, tapi memproduksi antibodi terhadap antigen A dan B. Sehingga, orang dengan golongan darah O-negatif dapat mendonorkan darahnya kepada orang dengan golongan darah ABO apapun dan disebut donor universal. Namun, orang dengan golongan darah O-negatif hanya dapat menerima darah dari sesama O-negatif.
Golongan darah ABO didasarkan pada dua aglutinogen, yang disimbolkan dengan huruf A dan B. Seseorang yang eritrositnya membuat aglutinogen a saja, dimasukkan sebagai golongan darah A. Yang eritrositnya hanya membuat aglutinogen B, dimasukkan dalam golongan darah B. Seseorang yang eritrositnya membuat aglutinogen A dan B adalah golongan darah AB. Individu yang eritrositnya tidak membuat aglutinogen adalah golongan darah O. Plasma darah orang bergolongan A, B, dan O berisi antibodi tertentu yang disebut aglutinin. Antibodi a (anti A), yang mengikat aglutinogen A, dan antibodi b (anti B) yang mengikat aglutinogen B. Golongan darah lebih ditentukan oleh faktor genetik oleh karena itu alasan satu
manfaat tes golongan darah adalah untuk menentukan hubungan kekeluargaan. Selain itu, juga digunakan untuk kepentingan transfusi darah Empat golongan darah O-A-B yang utama. Dalam transfusi darah dari satu orang ke orang lain, darah donor dan darah resipien dalam keadaan normal diklasifikasikan dalam empat golongan darah O-A-B utama, seperti pada tabel. 5, tergantung pada ada atau tidaknya kedua aglutinogen. Bila tidak terdapat aglutinogen A atau B, darah digolongkan O. bila hanya terdapat aglutinogen tipe A, darah digolongkan A, bila hanya terdapat aglutinogen tipe B, darah digolongkan B. Sedangkan bila terdapat kedua aglutinogen A dan B, darah digolongkan AB
Golongan Darah dengan Genotipe, Unsur Aglutinogen dan Aglutininnya
GenotipeGolongan
Aglutinogen Aglutinin
OO O -Anti-A dan Anti-B
OA atau AA A A Anti-BOB atau BB B B Anti-AAB AB A dan B -
Prevalensi berbagai golongan darah diantara bangsa kulit putih Kira-kira sebagai berikut
Tipe Persen
O 47
A 41
B 9
AB 3
Golongan darah ABO terdiri dari Golongan darah O, A, B, dan AB. Dan penggolongan berdasarkan faktor Rh terbagi menjadi Rh+ dan Rh-. Protein dalam sel darah disebut agglutinogen, sementara protein dalam plasma disebut agglutinin . Agglutinogen memiliki dua jenis yaitu A dan B, begitu juga agglutinin memiliki jenis a dan b.
1. Golongan darah A jika mengandung agglutinogen A di sel-selnya dan agglutinin b di plasma-nya
2. Golongan darah B jika mengandung agglutinogen B di sel-selnya dan agglutinin a di plasma-nya
3. Golongan darah AB jika mengandung agglutinogen A dan B di sel-selnya dan tidak memiliki agglutinin di plasma-nya
4. Golongan darah O jika tidak memiliki aggllutinogen di sel-selnya dan memiliki agglutinin a dan b di plasmanya
Pewarisan Golongan Darah
Golongan darah dinamai menurut keberadaan zat yang disebut aglutinogen, yang terdapat didalam sel darah merah. Ada dua jenis aglutinogen, yaitu A dan B. Apabila didapat aglutinogen A, golongan darah individu tersebut adalah A, bila ditemukan aglutinogen B, maka golongan darah individu tersebut adalah B. Apabila kedua aglutinogen ditemukan , individu memiliki golongan darah AB dan golongan O tidak mengandung aglutinogen didalam sel darah merahnya sehingga tidak akan mengalami aglutinasi oleh aglutinin plasma manapun. Dengan demikian plasma dari golongan A mengandung aglutinin anti-B, plasma golongan B mengandung aglutinin anti-A, plasma golongan AB tidak mengandung aglutinin sehingga tidak menyebabkan sel darah merah manapun mengalami aglutinasi, sedangkan plasma golongan O mengandung kedua jenis aglutinin tersebut Golongan Darah
Golongan
Darah
Aglutinogen pada
Sel Darah Merah
Aglutinin dalam
PlasmaA Antigen A Anti – AB Antigen B Anti – BAB Antigen A & B Tidak keduanyaO Tidak ada antigen Tidak ada Anti A & Anti B
Plasma darah mengandung suatu protein yang disebut aglutinin. Plasma darah golongan A mengandung aglutinin β, plasma darah golongan B mengandung aglutinin α. Kedua macam aglutinin α dan β terdapat pada plasma darah golongan O, sedangkan plasma darah golongan AB tidak mengandung aglutinin sama sekali. Apabila sel darah merah golongan A dicampur dengan plasma darah golongan B yang mengandung aglutinin α, maka akan terjadi proses aglutinasi dan hemolisis. Demikian pula halnya, apabila sel darah golongan B ditempatkan pada plasma darah golongan A. Sel darah golongan O bila ditempatkan pada plasmadarah golongan darah A, B atau AB, tidak memberikan reaksi sebabsel darah golongan tidak mengandung aglutinogen (Poedjiadi, 2006).
Golongan darah dikelompokkan menjadi empat yaitu; A, B, O, dan AB. Penetapan penggolongan darah didasarkan pada ada tidaknya antigen sel darah merah A dan B. Individu-individu dengan golongan darah A mempunyai antigen A yang terdapat pada sel darah merah, individu dengan golongan darah B mempunyai antigen B, dan individu dengan golongan darah O tidak mempunyai kedua antigen tersebut
Golongan Darah ABO
Golongan darah berguna dalam melakukan transfusi darah. Yaitu proses tranfer darah ke tubuh orang yang membutuhkan, misal karena kekurangan darah oleh sebab kecelakaan, penyakit, atau sebab lain. Darah yang di berikan kepada orang yang menerima harus ”cocok”. Jika tidak akan terjadi masalah yang fatal, bahkan kematian. Hal ini membuat penggolongan darah dijadikan sebagai identifikasi dilihat dari aspek keturunan golongan darah maupun dalam pemuliabiakan ternak
Golongan Darah
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat kecocokan golongan darah, pewarisan darah dan kecocokan plasma pada tabel berikut ini:
Pewarisan Golongan Darah kepada Anak
Ibu/Ayah O A B AB
O O O, A O, B A, BA O, A O, A O, A, B, AB A, B, ABB O, B O,A,B,AB O,B A, B, ABAB A, B A, B, AB A, B, AB A, B, AB
Kecocokan Plasma
Resipien Donor harusAB AB manapunA A atau AB manapunB B atau AB manapun
O O, A, B atau AB manapun
Tabel 9. Kecocokan Golongan Darah
Gol Darah Resipien
Donor harus
AB+ Golongan darah mana punAB- O- A- B- AB-A+ O- O+ A- A+A- O- A+B+ O- O+ B- B+B- O- B-O+ O- O+O- O-
Diposkan oleh Acchal di 19.13
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda Langganan: Poskan Komentar (Atom)
Muhammad Azhar
Pengikut
Arsip Blog
▼ 2009 (6) o ▼ Desember (6)
FISIOLOGI VIII DAN IX FISIOLOGI VII FISIOLOGI VI DAN X FISIOLOGI III DAN IV FISIOLOGI II DAN V FISIOLOGI I
Mengenai Saya
Acchal Lihat profil lengkapku
PERBEDAAN HIPOTONIS dan HIPERTONIS
larutan hipertonis adalah Larutan yang konsentrasi zat terlarutnya
lebih tinggi dibandingkan dengan larutan di dalam sel.sedangkan
larutan hipotonis adalah larutan yang terdapat di luar sel, konsentrasi
zat terlarutnya lebih rendah daripada di dalam sel.
Larutan Hipotonis terjadi bila cairan disekeliling sel lebih rendah
tekanan osmotiknya dan air cenderung melewati membran, masuk ke
dalam sel. Air yang masuk sel menyebabkan pembengkakan dan
kemudian pecah, keadaan ini disebut sel darah merah mengalami
hemolisa.
Larutan Hipertonis terjadi apabila sel darah merah terdapat di dalam
plasma hipertonis (lebih pekat daripada sitoplasma sel) maka akan