Top Banner

of 19

lalat 1.pdf

Jul 07, 2018

Download

Documents

Aninditta Putri
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • 8/18/2019 lalat 1.pdf

    1/19

    8

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    2.1  Tinjauan Umum tentang Lalat

    Lalat adalah salah satu insekta  ordo diptera yang mempunyai sepasang

    sayap berbentuk membran. Saat ini telah ditemukan tidak kurang dari 60.000

    sampai 100.000  species  lalat. Namun tidak semua  species  ini perlu diawasi,

    karena beberapa diantaranya tidak berbahaya bagi manusia ditinjau dari segi

    kesehatan (Depkes RI, 1991).

    Menurut Sigit dan Hadi (2006) menjelaskan bahwa: “Yang tergolong lalat

     pengganggu kesehatan adalah Ordo Diptera, Subordo Cyclorrhapha, dan

    anggotanya terdiri atas lebih dari 116.000 spesies lebih di seluruh dunia”. 

    Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa lalat merupakan

    ordo diptera yang termasuk dalam klasifikasi serangga (insecta) pengganggu yang

    menyebarkan penyakit dan menyebabkan gangguan kesehatan bagi manusia

    dengan spesies yang sangat banyak. Lalat adalah salah satu vektor yang harus

    dikendalikan karena dapat pengganggu aktifitas dan kesehatan masyarakat.

    Sebagai alat transportasi yang sangat baik dalam penularan penyakit, lalat

    sangat menyukai tempat yang tidak berangin, tetapi sejuk dan kalau malam hari

    sering hinggap di semak-semak di luar tempat tinggal, lebih menyukai makanan

    yang bersuhu tinggi dari suhu udara sekitar dan sangat membutuhkan air (Widyati

    & Yuliarsih, 2002).

    Kusnaedi (2006) menyatakan bahwa: “Tingginya kehidupan lalat

    dikarenakan tingginya kondisi lingkungan yang saniter ( filth =  jorok )”. Hal ini

  • 8/18/2019 lalat 1.pdf

    2/19

    9

     berarti bahwa lalat merupakan binatang yang senang hidup di lingkungan yang

    kotor dan lembab.

    2.2  Siklus Hidup Lalat

    Depkes (1991) menerangkan bahwa: “Lalat adalah insekta yang

    mengalami meta-morfosa yang sempurna, dengan stadium telur, larva/tempayak,

    kepompong dan stadium dewasa”. Hal ini menunjukkan semua lalat mengalami

    metamorfosis sempurna dalam perkembangannya (Sigit & Hadi, 2006).

    Metamorfosis sempurna yang dialami lalat adalah sebagai berikut:

    Stadium telur, stadium larva/tempayak, stadium kepompong dan terakhir stadium

    dewasa. Siklus ini bervariasi bergantung pada keadaan lingkungan

     perkembangbiakannya.

    Waktu yang dibutuhkan lalat menyelesaikan siklus hidupnya dari sejak

    masih telur sampai dengan dewasa antara 12 sampai 30 hari. Menurut Depkes RI

    (1991), bahwa: “rata-rata perkembangan lalat memerlukan waktu antara 7-22 hari,

    tergantung dari suhu dan makanan yang tersedia”.

    Gambar 2.1 Siklus Hidup Lalat

    ( sumber: goldcitypestservices.com, 2008)

  • 8/18/2019 lalat 1.pdf

    3/19

    10

    Berdasarkan Depkes (1991) siklus hidup lalat diuraikan sebagai berikut:

    1. 

    Telur

    Telur diletakkan pada bahan-bahan organik yang lembab (sampah, kotoran

     binatang, dan lain-lain) pada tempat yang tidak langsung kena sinar matahari.

    Telur berwarna putih dan biasanya menetes setelah 8-30 jam, tergantung dari

    suhu sekitarnya.

    Gambar 2.2 Telur Lalat

    ( sumber: creatures.ifas.ufl.edu, 2013)

    2. 

    Larva/tempayak

    Tingkat I : telur yang baru menetes, disebut instar   I berukuran panjang 2

    mm, berwarna putih, tidak bermata dan kaki, amat aktif dan ganas

    terhadap makanan, setelah 1 - 4 hari melepas kulit keluar instar  II.

    Tingkat II : ukuran besarnya 2 kali instar   I, sesudah satu sampai beberapa

    hari, kulit mengelupas keluar instar  III.

    Tingkat III: larva berukuran 12 mm atau lebih, tingkat ini memakan waktu 3

    sampai 9 hari.

  • 8/18/2019 lalat 1.pdf

    4/19

    11

    Larva mencari tempat dengan temperatur yang disenangi, dengan

     berpindah-pindah tempat, misalnya pada gundukan sampah organik.

    Temperatur yang disukai adalah 30 –  350C.

    Gambar 2.3 Larva Lalat

    ( sumber: creatures.ifas.ufl.edu, 2013)

    3.  Pupa/kepompong

    Pada masa ini, jaringan tubuh larva berubah menjadi jaringan tubuh

    dewasa. Stadium ini berlangsung 3-9 hari. Temperatur yang disukai ± 350

    C.

    Gambar 2.4 Pupa Lalat

    ( sumber: creatures.ifas.ufl.edu, 2013)

  • 8/18/2019 lalat 1.pdf

    5/19

    12

    4. 

    Dewasa

    Proses pematangan menjadi lalat dewasa kurang lebih 15 jam dan setelah

    itu siap untuk mengadakan perkawinan. Seluruh waktu yang diperlukan 7-22

    hari, tergantung pada suhu setempat, kelembaban dan makanan yang tersedia.

    Umur lalat dewasa dapat mencapai 2-4 minggu.

    Gambar 2.5 Lalat Dewasa

    ( sumber: creatures.ifas.ufl.edu, 2013)

    2.3  Pola Hidup Lalat

    Pola hidup lalat terbagi menjadi beberapa bagian. Adapun pola hidup lalat

    adalah sebagai berikut.

    2.3.1 Tempat perindukan/berbiak

    Sucipto (2011) menyatakan bahwa : “ Tempat yang disenangi lalat adalah

    tempat yang basah seperti sampah basah, kotoran binatang, tumbuh-tumbuhan

    yang busuk, kotoran yang menumpuk secara kumulatif”. Depkes RI (1991)

    memaparkan bahwa : “Tempat yang disenangi adalah tempat basah, benda-benda

    organik, tinja, sampah basah, kotoran binatang, tumbuh-tumbuhan busuk, kotoran

    yang menumpuk secara kumulatif (dikandang hewan) sangat disenangi oleh larva

    lalat, sedangkan yang tercecer jarang dipakai sebagai tempat berbiak lalat”. Secara

    umum tempat perindukan bagi lalat adalah tempat yang kotor dan basah.

  • 8/18/2019 lalat 1.pdf

    6/19

    13

    2.3.2 

    Jarak terbang

    “Jarak terbang sangat tergantung pada adanya makanan yang tersedia, rata-

    rata 6-9 km, kadang-kadang dapat mencapai 19-20 km dari tempat berbiak atau 7-

    12 mil dari tempat perkembangbiakannya. Selain itu ia mampu terbang 4 mil/jam

    (Depkes, 1991)”.

    2.3.3 Kebiasaan makan

    Lalat memakan makanan yang dimakan oleh manusia sehari-hari, seperti

    gula, susu dan makanan lainnya, kotoran manusia serta darah. Bentuk

    makanannya cair atau makanan yang basah, sedang makanan yang kering dibasahi

    oleh ludahnya terlebih dulu, baru diisap (Depkes, 1991).

    Dalam Widyati & Yuliarsih (2002) mengungkapkan bahwa: “Lalat lebih

    menyukai makanan yang bersuhu tinggi daripada lingkungan sekitarnya”. 

    2.3.4 

    Tempat istirahat

    “Dalam memilih tempat istirahat (resting place), lalat lebih menyukai

    tempat yang tidak berangin, tetapi sejuk, dan kalau malam hari sering hinggap di

    semak-semak di luar tempat tinggal” (Widyati & Yuliarsih, 2002).

    Lalat beristirahat pada lantai, dinding, langit-langit, jemuran pakaian,

    rumput-rumput, kawat listrik dan lain-lain serta sangat disukai tempat-tempat

    dengan tepi tajam yang permukaannya vertikal. Tempat istirahat tersebut biasanya

    dekat dengan tempat makannya dan tidak lebih dari 4,5 meter di atas permukaan

    tanah (Depkes, 1991). Lalat istirahat ditempat dimana ia hinggap dan atau tempat

    yang dekat dari tempat hinggapnya.

  • 8/18/2019 lalat 1.pdf

    7/19

    14

    2.3.5 

    Lama hidup

    Pada musim panas, usia lalat berkisar antara 2-4 minggu, sedang pada

    musim dingin bisa mencapai 70 hari (Depkes, 1991). Widyati dan Yuliarsih

    (2002) menyatakan bahwa: “ Tanpa air lalat tidak dapat hidup lebih dari 46 jam”.

    Sehingga lama hidup lalat pada umumnya berkisar antara 2-70 hari.

    2.3.6 Temperatur dan kelembaban

    Lalat mulai terbang pada temperatur 150C dan aktifitas optimumnya pada

    temperatur 210C. Pada temperatur di bawah 7,50C tidak aktif dan di atas 450C

    terjadi kematian pada lalat. Sedangkan Kelembaban erat hubungannya dengan

    temperatur setempat (Depkes, 1991).

    2.3.7 Sinar

    Lalat merupakan serangga yang bersifat  fototropik , yaitu menyukai sinar.

    Pada malam hari tidak aktif, namun bisa aktif dengan adanya sinar buatan. Efek

    sinar pada lalat tergantung sepenuhnya pada temperatur dan kelembaban (Depkes,

    1991).

    Melihat pola hidupnya, lalat merupakan tipe makhluk hidup yang

    kompleks dan dapat berkembang biak dengan pesat serta mampu bertahan hidup

    dengan relatif lama pada temperatur dan keadaan tertentu.

    2.4  Jenis - Jenis Lalat

    Sebagai makhluk hidup, tentunya lalat memiliki banyak spesies.

    Berdasarkan pembagian spesiesnya, lalat memiliki beberapa spesis yang

    terpenting dari sudut kesehatan yaitu : lalat rumah ( Musca domestica), lalat

  • 8/18/2019 lalat 1.pdf

    8/19

    15

    kandang (Stomoxys calcitrans), lalat hijau ( Phenisial ), lalat daging (Sarchopaga),

    dan lalat kecil ( Fannia) (Depkes RI, 1991). 

    2.4.1 Lalat rumah ( Musca domestica)

    Gambar 2.6 Lalat Rumah ( Musca domestica) 

    ( sumber: Wikipedia, 2013)

    Menurut Sucipto (2011) bahwa: “Lalat rumah termasuk family  Muscidae 

    sebarannya diseluruh dunia, berukuran sedang dan panjang 6-8 mm, berwarna

    hitam keabu-abuan dengan empat garis memanjang gelap pada bagian dorsal

    toraks dan satu garis hitam medial pada abdomen dorsal , matanya pada yang

     betina mempunyai celah yang lebih lebar sedangkan lalat jantan lebih sempit,

    antenanya terdiri dari tiga ruas, bagian mulut atau  proboscis  lalat disesuaikankhusus dengan fungsinya untuk menyerap dan menjilat makanan berupa cairan,

    sayapnya mempunyai vena 4 yang melengkung tajam ke arah kosta mendekati

    vena 3, ketiga pasang kaki lalat ini ujungnya mempunyai sepasang kuku dan

    sepasang bantalan disebut pulvilus yang berisi kelenjar rambut”. 

    Pada umumnya siklus hidup dan pola hidup lalat rumah ini sama dengan

    siklus dan pola hidup lalat pada umumnya, yakni memerlukan suhu 30oC untuk

    hidup dan kelembaban yang tinggi, tertarik pada warna terang sesuai dengan sifat

     fototrofiknya, ukurannya yang berkisar 12-13 mm dan seterusnya. Bedanya

    dengan lalat jenis lain yakni terletak pada beberapa bentuk tubuhnya dan

    kebiasaannya tinggal.

  • 8/18/2019 lalat 1.pdf

    9/19

    16

    2.4.2 

    Lalat kandang (Stomoxys calcitrans)

    Menurut Sucipto (2011) bahwa, lalat kandang: “ (1). Lalat ini bentuknyamenyerupai lalat rumah tetapi berbeda pada struktur mulutnya yang berfungsi

    menusuk dan menghisap darah, (2). Lalat ini merupakan penghisap darah ternak

    yang dapat menurunkan produksi susu. Kadang-kadang menyerang manusia

    dengan menggigit pada daerah lutut atau kaki bagian bawah, (3) Lalat kandang

    dewasa berukuran panjang 5-7 mm, mempunyai bagian mulut (proboscis)

    meruncing untuk menusuk dan menghisap darah, (4). Bagian thoraksnya terdapat

    garis gelap yang diantaranya berwarna terang, (5). Sayapnya mempunyai vena 4

    yang melengkung tidak tajam ke arah kosta mendekati vena 3, (6). Antenanya

    terdiri atas tiga ruas, ruas terakhir paling besar, berbentuk silinder dan dilengkapi

    dengan arista yang memiliki bulu hanya pada bagian atas.

    Gambar 2.7 Lalat Kandang (Stomoxys calcitrans)( sumber: Wikipedia, 2013)

    Siklus hidup dari lalat kandang juga hampir sama dengan siklus hidup lalat

     pada umumnya. Yang membedakannya yakni pada lama berlangsungnya siklus,

     jarak terbang, serta ada siklus pradewasa ( pupa). Dan cenderung menghisap

    darah.

    Tahap larva berlangsung selama 1-3 minggu, kemudian menjadi pupa dan

    akan muncul stadium pradewasa setelah satu minggu atau lebih, dan siklus hidup

     berkisar 3-5 minggu pada kondisi optimal. Saat dewasa lalat ini menghisap darah

    hewan dan cenderung tetap di luar rumah di tempat yang terpapar sinar matahari

    serta termasuk penerbang yang kuat dan bisa melakukan perjalanan jauh dari

    tempat perindukan (Sucipto, 2011).

  • 8/18/2019 lalat 1.pdf

    10/19

    17

    2.4.3 

    Lalat hijau ( Phenisial )

    Gambar 2.8 Lalat Hijau ( Phenisial ) 

    ( sumber: Wikipedia, 2013)

    Menurut Sucipto (2011) bahwa “Lalat hijau termasuk kedalam  family 

    Calliphoridae  serta terdiri atas banyak jenis, umumnya berukuran dari sedang

    sampai besar dengan ciri-ciri sebagai berikut : (1). Warna hijau, abu-abu, perak

    mengkilat atau abdomen gelap, (2). Lalat ini berkembang biak di bahan yang cair

    atau semi cair yang berasal dari hewan dan jarang berkembang biak di tempat

    kering atau bahan buah-buahan, (3). Jantan berukuran panjang 8 mm, mempunyai

    mata merah besar, (4). Lalat ini dilaporkan juga membawa telur cacing  Ascaris

    lumbriocoides, Trichuris trichiura dan cacing kait pada bagian tubuh luarnya dan

     pada lambung lalat”.

    2.4.4 

    Lalat daging (Sarchopaga)

    Gambar 2.9 Lalat Daging (Sarchopaga)

    ( sumber: Wikipedia, 2013)

    Menurut Sucipto (2011) bahwa “Lalat daging termasuk dalam  family

    Sarcophagidae  dengan ciri-ciri sebagai berikut : (1). Berwarna abu-abu tua,

     berukuran sedang sampai besar, kira-kira 6-14 mm panjangnya, (2). Lalat ini

    mempunyai tiga garis gelap pada bagian dorsal toraks, dan perutnya mempunyai

    corak seperti papan catur, (3). Bersifat viviparous dan mengeluarkan larva hidup

  • 8/18/2019 lalat 1.pdf

    11/19

    18

     pada tempat perkembangbiakannya seperti daging, bangkai, kotoran dan sayuran

    yang sedang membusuk, (4). Siklus hidup lalat ini berlangsung 2-4 hari.

    Lambungnya mengandung telur cacing Ascaris lumbricoides dan cacing cambuk ”. 

    2.4.5 Lalat kecil ( Fannia)

    Gambar 2.10 Lalat Kecil ( Fannia), (a) Fannia Canicularis , (b) Fannia Scalaris 

    ( sumber: Wikipedia, 2013)

    “Lalat Fannia canicularis dan Fannia scalaris dikenal dengan nama  Litte

    house flies. Lalat ini berkembang biak di tempat kotoran basah hewan piara, orang

    atau unggas, atau buah-buahan yang sedang membusuk. Lalat ini lebih menyukai

    keadaan sejuk dan lebih lembab dibandingkan jenis-jenis  Musca. Lalat ini jugamenghabiskan waktunya lebih banyak di dalam hunian manusia, dan tempat

     jantan berkeliling di sekitar lampu-lampu yang menggantung”. (Sucipto, 2011).

    Pada umumnya segala jenis atau spesies lalat memiliki kecenderungan

     pola hidup dan siklus hidup yang hampir sama. Namun pada keadaan-keadaan

    tertentu dan tempat-tempat tertentu ada lalat yang mampu bertahan kuat

    dibandingkan dengan lalat-lalat yang lainnya. Tapi hal ini tidak mempungkiri

     bahwa spesies-spesies lalat yang telah disebutkan diatas merupakan vektor

     pembawa penyakit dan merupakan hewan pengganggu yang harus dikendalikan

    sehingga perlu diketahui siklus dan pola hidupnya agar mudah untuk

    dikendalikan.

  • 8/18/2019 lalat 1.pdf

    12/19

    19

    2.5  Penyakit yang Disebabkan oleh Lalat

    Sucipto (2011) mengemukakan bahwa: “lalat merupakan vektor mekanis

     jasad-jasad patogen terutama penyebab penyakit usus, dan bahkan beberapa

    spesies khususnya lalat rumah dianggap sebagai vektor thypus abdominalis,

     salmonellosis, cholera, disentri tuberculosis, penyakit sapar dan trypanosominasi 

    serta lalat Chrysops  dihubungkan dengan penularan parasit flaria loa loa dan 

     pasteurella tularensis penyebab tularemia pada manusia dan hewan”.

    Secara lebih detail Sucipto (2011) menjelaskan beberapa penyakit yang

    disebabkan oleh lalat antara lain: “(1).  Disentri, dengan gejala sakit pada bagian

     perut, lemas karena terhambat peredaran darah dan pada kotoran terdapat mucus 

    dan push, (2). Diare, dengan gejala sakit pada bagian perut, lemas dan pencernaan

    terganggu.  Disentri dan diare termasuk karena Shigella spp atau diare bisa juga

    karena  Escherichia coli, (3). Thypoid , gejala sakit pada bagian perut, lemas dan

     pencernaan terganggu, penyebabnya adalah Salmonella spp, (4). Cholera, gejala

    muntah-muntah, demam, dehydrasi, penyebabnya adalah Vibrio cholera, (5). Pada

     beberapa kasus, sebagai vektor penyakit lepra dan  yaws  (Frambusia atau Patek),

    (6). Kasus kecacingan pada manusia dan hewan juga banyak ditularkan oleh lalat

    rumah, lalat hijau dan Sarcophaga spp. Misal cacing jarum atau cacing kremi

    ( Enterobius vermin cularis), cacing giling ( Ascaris lumbricoides), cacing kait

    ( Ancylostoma sp, Necator ), cacing pita (Taenia, Dypilidium caninum), cacing

    cambuk (Trichuris trichiura), (7). Belatung lalat  Musca domestica, Chrysomya

    dan Sarcophaga dapat juga menyerang jaringan luka pada manusia dan hewan.

    Infestasi ini disebut myasis atau belatungan”. 

    2.6  Pengukuran Tingkat Kepadatan Lalat

    Pada lingkungan yang tergolong kotor, sangat banyak dikerumuni lalat.

    Untuk meminimalisir pembiakkan lalat perlu diadakan upaya pengendalian lalat.

    Sering kali upaya pengendalian terhadap lalat cenderung hanya untuk membunuh

    lalat saja yang dalam waktu relatif singkat populasi lalat tersebut akan menurun.

    Akan tetapi lalat yang masih tertinggal dapat hidup apabila menemukan tempat-

    tempat untuk berkembang biak, dan suatu saat akan mampu membuat suatu

     populasi baru sehingga upaya pengendalian akan sia-sia. Oleh karena itu upaya

  • 8/18/2019 lalat 1.pdf

    13/19

    20

     pengendalian lalat seharusnya tidak hanya ditujukan pada populasi lalat dekat

    dengan manusia saja, tetapi juga harus pada sumber-sumber tempat berkembang

     biaknya lalat.

    Berdasarkan Depkes RI (1991) bahwa: “Sebelum melakukan

     pengendalian, perlu dilakukan pengukuran tingkat kepadatan lalat dimana data ini

    dapat dipakai untuk merencanakan upaya pengendalian, yaitu tentang kapan,

    dimana dan bagaimana pengendalian yang akan dilakukan. Selain itu pengukuran

    tingkat kepadatan lalat diperlukan untuk menilai keberhasilan pengendalian

    sebelum dan sesudah dilak ukan penanganan”.

    Perlunya melakukan pengukuran tingkat kepadatan lalat adalah bertujuan

    untuk mengetahui tentang: (1). Tingkat kepadatan lalat. (b). Sumber-sumber

    tempat berkembang biaknya lalat.

    Dari sudut pandang peneliti, melakukan pengukuran tingkat kepadatan

    lalat sangatlah penting sebagai data dan pertimbangan awal untuk mengambil

    langkah apa yang akan dilakukan untuk mengendalikan lalat dan sasaran tempat

    yang tepat yang akan ditindaki untuk melakukan pengendalian tersebut. Sebagai

    usaha dasar dalam melakukan pengukuran tingkat kepadatan lalat perlu

    diperhatikan terlebih dahulu persiapan pengukurannya, waktu pengukuran,

     peralatan pengukuran, dan cara pengukurannya.

    2.6.1 Persiapan pengukuran

    Dalam melakukan penelitian, perlu persiapan yang matang terlebih dahulu.

    Dalam persiapan penelitian, yang perlu ditentukan adalah alat yang digunakan dan

    lokasi atau tempat pengukuran. Depkes RI (1991) mengemukakan bahwa:

    “kepadatan lalat dapat diukur dengan menggunakan beberapa alat atau

    teknik/cara, namun cara yang paling mudah, murah dan cepat adalah dengan

    menggunakan fly grill ”. 

  • 8/18/2019 lalat 1.pdf

    14/19

    21

    Persiapan pengukuran tebagi atas penyediaan alat dan penentuan lokasi

     pengukuran. Dalam penyediaan alat, tinggal memilih salah satu bentuk teknik

     pengukuran dan pembuatannya disesuaikan dengan kebutuhan.

    Dalam Depkes RI (1991), menjelaskan bahwa sasaran yang diukur

    kepadatan lalatnya adalah lokasi yang berdekatan dengan kehidupan manusia

    antara lain : (1). Pemukiman penduduk, (2). Tempat-tempat umum (pasar,

    terminal kendaraan umum, rumah makan restoran, hotel/losmen dan sebagainya),

    (3). Lokasi sekitar tempat pengumpulan sampah sementara yang berdekatan

    dengan pemukiman dan lokasi sekitar tempat pembuangan akhir sampah yang

     berdekatan dengan pemukiman”. 

    2.6.2 Waktu pengukuran

    Menurut Depkes RI (1991), bahwa : “Waktu pengukuran kepadatan lalat

    hendaknya dapat dilakukan pada : (a). Setiap kali dilakukan pengendalian lalat

    (sebelum dan sesudah), (b). Monitoring secara berkala, yang dapat di lakukan

    sedikitnya 3 bulan satu kali”. 

    Jadi, waktu pengukuran adalah saat yang tepat dan baik untuk melakukan

     pengukuran. Seperti yang telah dijelaskan di atas waktu pengukuran kepadatan

    lalat dilakukan sebelum dan sesudah melakukan pengendalian serta dilakukan

    secara berkala.

    2.6.3 Peralatan pengukuran

    Peralatan pengukuran adalah alat yang akan digunakan untuk mengukur

    hal yang dimaksud. Dalam penelitian ini alat yang digunakan antara lain  fly grill,

    counter, termometer  , hygrometer, alat tulis menulis, dan waktu/jam/ stopwatch 

  • 8/18/2019 lalat 1.pdf

    15/19

  • 8/18/2019 lalat 1.pdf

    16/19

    23

    1) 0 –  2 : tidak menjadi masalah (rendah)

    2) 3 –  5 : perlu dilakukan sebuah pengamanan terhadap tempat – tempat

     berkembang biaknya lalat (sedang)

    3) 6 –  20 : populasinya padat dan perlu pengamanan terhadap tempat-tempat

     berkembang biaknya lalat dan tindakan pengendaliannya

    (tinggi/padat)

    4) 21 keatas : populasinya sangat padat dan perlu diadakan pengamanan

    terhadap tempat-tempat berkembang biaknya lalat dan tindakan

     pengendalian lalat (sangat tinggi/sangat padat)

    2.7  Tinjauan Umum tentang Fl y Grill  

    Menurut Depkes RI (1991), bahwa: “ Fly grill dapat dibuat dari bilah-bilah

    kayu yang lebarnya 2 cm dan tebalnya 1 cm dengan panjang masing-masing 80

    cm, sebanyak 16 - 24 buah. Bilah-bilah tersebut hendaknya dicat putih. Bilah-

     bilah yang telah disiapkan, dibentuk berjajar dengan jarak 1 - 2 cm pada kerangka

    kayu yang telah disiapkan dan sebaiknya pemasangan bilah pada kerangkanya

    mempergunakan paku sekrup sehingga dapat dibongkar pasang setelah dipakai”. 

    Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa  fly grill   adalah alat

    yang digunakan untuk mengukur tingkat kepadatan lalat di lokasi pengukuran

    yang terbuat dari bilah-bilah dengan ukuran 80 cm x 2 cm. Bilah-bilah ini dibuat

     berjejer dengan spasi 1-2 cm sebanyak 16-24 deret.  Fly grill   yang digunakan

    dibuat dengan teknik tertentu.

    Fitri (2012) menjelaskan bahwa: “Cara pembuatan fly grill  adalah sebagai

     berikut. (1) Mengukur dan memotong balok kayu masing-masing dengan panjang

    80 cm, (2). Mengukur dan memahat balok kayu dengan jarak 2 cm. (3).

    Menghaluskan kayu dengan ampelas, dan membersihkannya dengan kain lap

    sampai bersih, (4). Memotong ban dengan panjang 80 cm, (5). Menghubungkan 2

     bilah kayu dengan ban yang telah dipotong dengan jarak 2 cm yang disambung

    dengan paku sampai bilah kayu terakhir, (6) Melakukan hal yang sama hingga

    keempat sisi fly grill  tertutup dengan ban pada kedua sisinya, (7). Melakukan uji

    fungsi fly grill ”. 

  • 8/18/2019 lalat 1.pdf

    17/19

    24

    Pembuatan  fly grill yang dilakukan peneliti dalam menghadirkan alat

    adalah dibuat dengan cara yang sama seperti yang terurai diatas. Namun kali ini

     peneliti lebih menambahkan pada proses pengecetan atau pemberian warna.

    Setelah alat telah terangkai dengan baik maka peneliti akan membuat  fly grill

    yang baru lagi hingga jumlahnya sesuai yang dibutuhkan peneliti.  Fly grill  yang

    telah terangkai rapi akan dicat dengan cat warna. Jumlah cat warna yang

    digunakan sesuai dengan jumlah  fly grill   yang telah berhasil dirangkai agar

    masing-masing fly grill  akan dicat dengan warna yang berbeda.

    Adapun ilustrasi bentuk  fly grill, digambarkan di bawah ini. 

    Gambar 2.11 Fly grill

    ( sumber: Depkes RI, 1991)

  • 8/18/2019 lalat 1.pdf

    18/19

    25

    2.8  Kerangka Berpikir

    2.8.1 

    Kerangka teori

    Gambar 2.12 Kerangka Teori

    LALAT

    Pasar Ikan /Tempat

    Pelelangan Ikan

    Benda

    organik

    Makanan

    (Ikan)

    Tempat

     basahSampah

     basah

    Tumbuhan/Benda

     busuk

    Tempat yang disukai

    Pengukuran tingkat

    kepadatan lalat

    menggunakan fly

    ≥ 2 ekor lalat

     per block grill  

    < 2 ekor lalat

     per block grill  

    Warna Fly

    Grill  

    - Biru

    - Hitam

    Putih

    - Kuning

    Merah

    - Coklat

    Warna asli

    Perbedaan

    Jumlah

    Kepadatan Lalat

    Berpotensi

    menyebarkan

     penyakit

    Mempengaruhi

    derajat

    BelumBerpotensi

    menyebarkan

  • 8/18/2019 lalat 1.pdf

    19/19

    26

    2.8.2 

    Kerangka konsep

    Gambar 2.13 Kerangka Konsep

    Keterangan :

    : Variabel bebas ( Independent )

    : Variabel terikat ( Dependent )

    : Tidak diteliti

    : Output

    2.9 Hipotesis Penelitian

    Hipotesis dalam penelitian ini adalah “Terdapat Pengaruh Variasi Warna

     Fly Grill  Terhadap Kepadatan Lalat”. 

    Warna Fly Grill  

    - Biru

    - Hitam

    - Putih

    - Kuning

    - Merah

    Coklat

    - Warna asli

    kayu

    Suhu

    Kelembaban

    Kepadatan lalatJumlah

    kepadatan lalat