LAPORAN PRAKTIKUM PROSES PEMISAHAN DENGAN PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA SECARA SIMULTAN ABSORPSI Kelompok XII : Ayu Maulina Sugianto NRP. 2313 030 031 Zandhika Alfi Pratama NRP. 2313 030 035 Shinta Rahayu C.W. NRP. 2313 030 082 Tanggal Percobaan 20 November 2015 Dosen Pembimbing Dr. Ir. Lily Pudjiastuti, MT. Asisten Laboratorium Fitria Romadhoni PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2015
52
Embed
LABORATORIUM PROSES PEMISAHAN DENGAN PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA Absorpsi
Pada industri gas alam, seperti PT. Linde Group Gresik yang pada prosesnya memerlukan pemisahan gas, CO2 termasuk kategori gas yang bersifat asam (acid gas) dan korosif sehingga dapat merusak bagian utilitas pabrik dan sistem perpipaannya serta dapat mengurangi nilai kalor dari gas alam. Gas CO2 harus dihilangkan karena pada suhu sangat rendah gas CO2 akan membeku yang mengakibatkan tersumbatnya sistem perpipaan dan merusak tubing-tubing pada main heat exchanger. Maka dari itu, adanya proses absorpsi dalam dunia industri sendiri bertujuan untuk meningkatkan nilai guna dari suatu zat dengan cara mengubah fasenya, sebagai contoh pembuatan asam nitrat (absorpsi NO dan NO2). Proses pembuatan asam nitrat tahap akhir dari proses pembuatan asam nitrat berlangsung dalam kolom absorpsi. Pada setiap tingkat kolom terjadi reaksi oksidasi NO menjadi NO2 dan reaksi absorpsi NO2 oleh air menjadi asam nitrat (Rahayu, 2009).
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAPORAN PRAKTIKUM PROSES PEMISAHAN DENGAN PERPINDAHAN
PANAS DAN MASSA SECARA SIMULTAN
ABSORPSI
Kelompok XII : Ayu Maulina Sugianto NRP. 2313 030 031
Zandhika Alfi Pratama NRP. 2313 030 035
Shinta Rahayu C.W. NRP. 2313 030 082
Tanggal Percobaan 20 November 2015
Dosen Pembimbing Dr. Ir. Lily Pudjiastuti, MT.
Asisten Laboratorium Fitria Romadhoni
PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA 2015
I-1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Berbagai industri petrokimia, bahan bakar minyak, gas alam, dan gas bio pada
prosesnya memerlukan pemisahan gas CO2 yang termasuk kategori gas asam yang bersifat korosif terhadap system perpipaan. Selain itu, gas CO2 harus dipisahkan dari gas
alam dan gas bio karena keberadaan gas CO2 dapat mengurangi nilai kalor dari kedua gas tersebut. Dalam pabrik sintesis ammonia, gas CO2 harus dipisahkan dari gas proses untuk menghindari keracunan katalis sintesis ammonia Komponen H2O yang berupa
moisture akan menyebabkan terbentuknya senyawa hidrat bila bereaksi dengan senyawa hidrokarbon. Senyawa hidrat ini bisa menyebabkan plugging atau penyumbatan dalam
pipa. Dengan demikian proses pemisahan CO2, H2S dan H2O merupakan unit terpenting
dalam industri pengolahan gas alam (Ningsih, 2012) . Pada industri gas alam, seperti PT. Linde Group Gresik yang pada prosesnya
memerlukan pemisahan gas, CO2 termasuk kategori gas yang bersifat asam (acid gas)
dan korosif sehingga dapat merusak bagian utilitas pabrik dan sistem perpipaannya serta
dapat mengurangi nilai kalor dari gas alam. Gas CO2 harus dihilangkan karena pada
suhu sangat rendah gas CO2 akan membeku yang mengakibatkan tersumbatnya sistem
perpipaan dan merusak tubing-tubing pada main heat exchanger.
Maka dari itu, adanya proses absorpsi dalam dunia industri sendiri bertujuan untuk
meningkatkan nilai guna dari suatu zat dengan cara mengubah fasenya, sebagai contoh
pembuatan asam nitrat (absorpsi NO dan NO2). Proses pembuatan asam nitrat tahap
akhir dari proses pembuatan asam nitrat berlangsung dalam kolom absorpsi. Pada setiap
tingkat kolom terjadi reaksi oksidasi NO menjadi NO2 dan reaksi absorpsi NO2 oleh air
menjadi asam nitrat (Rahayu, 2009).
I.2 Rumusan Masalah
Bagaimana cara untuk mengetahui pengaruh penyerapan gas CO2 pada larutan
NaOH 0,1 N dengan flow rate NaOH sebesar 61 ml/detik dan 51 ml/detik terhadap flow
rate gas CO2 sebesar 7 ml/detik dan 6 ml/detik selama waktu kontak 3, 5, 7, 9 dan 11
menit?
I.3 Tujuan Percobaan
Tujuan percobaan absorpsi adalah untuk mengetahui pengaruh penyerapan gas CO2
pada larutan NaOH 0,1 N dengan flow rate NaOH sebesar 61 ml/detik dan 51 ml/detik
terhadap flow rate gas CO2 sebesar 7 ml/detik dan 6 ml/detik selama waktu kontak 3, 5,
7, 9 dan 11 menit.
II-1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Dasar Teori
II.1.1 Pengertian Absorpsi
Absorpsi adalah proses pemisahan bahan dari suatu campuran gas dengan cara
pengikatan bahan tersebut pada permukaan absorben cair yang diikuti dengan pelarutan.
Kelarutan gas yang akan diserap dapat disebabkan hanya oleh gaya-gaya fisik (pada
absorpsi fisik) atau selain gaya tersebut juga oleh ikatan kimia (pada absorpsi kimia).
Komponen gas yang dapat mengadakan ikatan kimia akan dilarutkan lebih dahulu dan
juga dengan kecepatan yang lebih tinggi (Redjeki, 2012).
Dalam proses absorpsi, zat yang diserap masuk ke bagian dalam zat penyerap.
Misalnya peristiwa pelarutan (gas ke dalam zat cair atau zat padat), difusi (zat cair ke
dalam zat padat), warna yang diserap oleh suatu benda (warna absorpsi), penyerapan
sinar bias oleh suatu zat pada peristiwa bias kembar (absorpsi selektif) dan penyerapan
energi oleh elektron di dalam satuan atom (spectrum absorpsi). Sedangkan pengertian
absorpsimetri adalah metode analisis untuk menentukan komposisi suatu zat dengan
mengukur cahaya yang diserap bahan itu. Misalnya, dengan mengetahui frekuensi
warna cahaya yang diserap, dapat ditentukan jenis zat penyerap (Taylor, 2013).
Difusi adalah proses pergerakan zat dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah.
Perbedaan konsentrasi yang ada pada dua larutan disebut gradien konsentrasi. Difusi
akan terus terjadi hingga seluruh partikel tersebar luas secara merata atau mencapai
keadaan kesetimbangan dimana perpindahan molekul tetap terjadi walaupun tidak ada
perbedaan konsentrasi (Isyafie, 2011).
Menurut Taylor (2013), absorpsi merupakan salah satu proses pemisahan dengan
mengontakkan campuran gas dengan cairan sebagai penyerapnya. Penyerap tertentu
akan menyerap setiap satu atau lebih komponen gas. Pada absorpsi sendiri ada dua
macam proses yaitu :
a. Absorpsi fisik
Absorpsi fisik merupakan absorpsi dimana gas terlarut dalam cairan penyerap
tidak disertai dengan reaksi kimia. Contoh absorpsi ini adalah absorpsi gas H2S
dengan air, metanol, propilen, dan karbonat. Penyerapan terjadi karena adanya
interaksi fisik, difusi gas ke dalam air, atau pelarutan gas ke fase cair. Dari asborbsi
fisik ini ada beberapa teori untuk menyatakan model mekanismenya, yaitu :
1. Teori model film
2. Teori penetrasi
3. Teori permukaan yang diperbaharui
b. Absorpsi kimia
Absorpsi kimia merupakan absorpsi dimana gas terlarut didalam larutan
penyerap disertai dengan adanya reaksi kimia.Contoh absorpsi ini adalah absorpsi
dengan adanya larutan MEA, NaOH, K2CO3, dan sebagainya. Aplikasi dari absorpsi
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya
II-2
kimia dapat dijumpai pada proses penyerapan gas CO2 pada pabrik amoniak.
Penggunaan absorpsi kimia pada fase kering sering digunakan untuk mengeluarkan
zat terlarut secara lebih sempurna dari campuran gasnya. Keuntungan absorpsi
kimia adalah meningkatnya koefisien perpindahan massa gas, sebagian dari
perubahan ini disebabkan makin besarnya luas efektif permukaan. Absorpsi kimia
dapat juga berlangsung di daerah yang hampir stagnan disamping penangkapan
dinamik.
Hal-hal menurut (Primasto, 2015) yang mempengaruhi dalam proses absorpsi:
Luas Permukaan Kontak
Semakin besar permukaan gas dan pelarut yang kontak, maka laju absorpsi yang
terjadi juga akan semakin besar. Hal ini dikarenakan, permukaan kontak yang
semakin luas akan meningkatkan peluang gas untuk berdifusi ke pelarut.
Laju Alir Fluida
Jika laju alir fluida semakin kecil, maka waktu kontak antara gas dengan pelarut
akan semakin lama. Dengan demikian, akan meningkatkan jumlah gas yang
berdifusi.
Tekanan Operasi
Peningkatan tekanan akan meningkatkan efisiensi pemisahan.
Temperatur Komponen Terlarut dan Pelarut
Temperatur pelarut hanya sedikit berpengaruh terhadap laju absorpsi.
Konsentrasi Gas
Perbedaan konsentrasi merupakan salah satu driving force dari proses difusi yang
terjadi antar dua fluida.
Menurut Firdaus (2011), pemilihan solvent umumnya dilakukan sesuai dengan
tujuan absorpsi, antara lain:
Jika tujuan utama adalah untuk menghasilkan larutan yang spesifik, maka solvent
ditentukan berdasarkan sifat dari produk.
Jika tujuan utama adalah untuk menghilangkan kandungan tertentu dari gas, maka
ada banyak pilihan yang mungkin. Misalnya air, dimana merupakan solven yang
paling murah dan sangat kuat untuk senyawa polar.
Syarat mutlak dalam suatu proses absorpsi menurut (Geankoplis, 1983) adalah
kelarutan solute dalam solvent harus lebih besar daripada kelarutannya dalam carrier.
Beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam pemilihan pelarut agar proses
absorpsi berlangsung antara lain yaitu:
1. Kelarutan Gas
Kelarutan gas harus tinggi sehingga meningkatkan laju absorpsi dan menurunkan
kuantitas solvent yang diperlukan. Umumnya solvent yang memiliki sifat yang sama
dengan bahan terlarut akan lebih mudah dilarutkan. Jika gas larut dengan baik di
dalam fraksi mol yang sama pada beberapa jenis solvent, maka dipilih solvent yang
memiliki berat molekul paling kecil agar didapatkan fraksi mol gas terlarut yang
lebih besar. Jika terjadi reaksi kimia dalam operasi absorpsi maka umumnya
kelarutan akan sangat besar. Namun bila solvent akan di-recovery maka reaksi
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya
II-3
tersebut harus reversible. Sebagai contoh, etanol amina dapat digunakan untuk
mengabsorpsi hydrogen sulfide dari campuran gas karena sulfide tersebut sangat
mudah diserap pada suhu rendah dan dapat dengan mudah dilucut pada suhu tinggi.
Sebaliknya, soda kaostik tidak digunakan dalam kasus ini karena walaupun sangat
mudah menyerap sulfide tapi tidak dapat dilucuti dengan operasi stripping.
2. Volatilitas
Pelarut harus memiliki tekanan uap yang rendah, karena jika gas yang meninggalkan
kolom absorpsi jenuh terhadap pelarut maka akan banyak solvent yang terbuang.
Jika diperlukan dapat digunakan cairan pelarut kedua yang volatilitasnya lebih
rendah untuk menangkap porsi gas yang teruapkan. Aplikasi ini umumnya
digunakan pada kilang minyak dimana terdapat menara absorpsi hidrokarbon yang
menggunakan pelarut hidrokarbon yang cukup volatile dan di bagian atas digunakan
minyak nonvolatile untuk me-recovery pelarut utama. Demikian juga halnya dengan
hydrogen sulfide yang diabsorpsi dengan natrium fenolat lalu pelarutnya di-recovery
dengan air.
3. Korosivitas
Pelarut hendaknya memiliki korosivitas kecil, sehingga material konstruksi alat
tidak terlalu mahal. Solvent yang korosif dapat merusak kolom.
4. Harga Pelarut
Penggunaan solvent yang mahal dan tidak mudah di-recovery akan meningkatkan
biaya operasi kolom.
5. Ketersediaan
Ketersediaan pelarut di dalam negeri akan sangat mempengaruhi stabilitas harga
pelarut dan biaya operasi secara keseluruhan.
6. Viskositas
Pelarut harus mempunyai harga viskositas yang rendah sehingga proses absorpsi
berjalan cepat, pressure drop kecil pada saat pemompaan, memberikan sifat
perpindahan panas yang baik dan meningkatkan karakteristik floading dalam
menara absorpsi.
7. Hal-hal lain yang meliputi: solvent harus nontoxic, nonflammable, memiliki
komposisi kimia yang stabil dan titik bekunya rendah.
Pada proses absorpsi terdapat minimal tiga komponen yang terlibat di dalamnya,
yaitu: komponen gas terlarut yang disebut solute atau absorbat, komponen gas
pembawa atau carrier, dan komponen cairan pelarut yang disebut solvent atau
absorben.
II.1.2 Teori Dasar Peristiwa Absorpsi
Teori dasar yang menjelaskan tentang peristiwa absorpsi, yaitu antara lain:
1. Teori Dua Film (Double Film Theory)
Pada berbagai proses pemisahan, materi berdifusi dari satu fase ke fase
lainnya, dan laju difusi di dalam kedua fase tersebut mempengaruhi laju
perpindahan massa keseluruhan. Dalam teori ini Whitman menyatakan bahwa
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya
II-4
kesetimbangan diasumsikan terjadi pada permukaan batas (interface) antara fase
gas dan cairan sehingga tahanan perpindahan massa pada kedua fase
ditambahkan untuk memperoleh tahanan keseluruhan. Model ini
menggambarkan tentang adanya lapisan difusi. Perpindahan massa yang terjadi
ditentukan oleh konsentrasi dan jarak perpindahan massa, yaitu ketebalan film
tersebut.
Jika cairan mempunyai komposisi tetap, konsentrasi pada bagian film akan
menurun dari A* pada permukaan sampai Ao pada cairan bagian ruah. Di sini
tidak terjadi konveksi pada film dan gas terlarut melewati film tersebut hanya
oleh difusi molekuler.
Gambar II.1 Profil Model Dua Film
Proses difusi berlangsung efektif bila lapisan film tipis. Lapisan film yang
tipis akan meniadakan terjadinya tahanan dari lapisan itu (tahanan makin kecil),
sehingga proses perpindahan massa tidak terganggu. Untuk mendapatkan lapisan
yang tipis, kondisi dari kedua aliran fase harus diatur yaitu diusahakan membuat
aliran yang turbulen, karena pada lapisan film yang tipis akan diperoleh gradien
konsentrasi yang kecil, sehingga proses absorpsi berjalan sangat cepat dengan
keadaan menjadi steady state.
Ketika suatu zat ditranfer dari satu fase ke fase yang lain melalui suatu
interface diantara keduanya maka resistance di kedua fase tersebut
menyebabkan gradien konsentrasi yang dapat dilihat sebagai berikut :
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya
II-5
Gambar II.2 Gradien Konsentrasi di Dekat Interface Gas-Liquid
Untuk sistem dimana konsentrasi solute dalam gas dan liquid adalah
kecil, maka laju transfer massa dapat dinyatakan oleh persamaan yang
memperkirakan laju transfer massa yang sebanding dengan perbedaan diantara
konsentrasi bulk dan konsentrasi dalam interface gal-liquid.
NA = kG’(p-pi) = kL
’(ci-c)
Dimana : NA = Laju transfer massa
kG’ = Koefisien laju transfer massa fase gas
p = Tekanan parsial solute dalam bulk gas
pi = Tekanan parsial solute dalam interface
kL’ = Koefisien transfer massa pada fase liquid
ci = Konsentrasi solute pada interface
c = Konsentrasi solute pada bulk liquid.
Secara definisi, koefisien transfer massa kG’ dan kL
’ adalah perbandingan
antara flux massa molal NA terhadap driving forse konsentrasi (p-pi) dan (ci-c).
suatu alternatif untuk menyatakan laju transfer dalam sistim yang encer adalah
sebagai berikut :
NA = kG(y-yi) = kL(xi-x)
Dimana: NA = Laju transfer massa,
kG = Koefisien laju transfer massa fase gas,
y = Fraksi mol solute dalam bulk gas,
yi = Fraksi mol solute dalam interfase,
kL = Koefien transfer massa pada fase liquid,
xi = Fraksi mol solute pada interfase,
x = Fraksi mol solute pada bulk liquid.
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya
II-6
Perbandingan harga koefisien transfer massa pada fase liquid dengan fase gas
akan didapatkan:
kL
kG=
(y-yi)
(xi-x)
Dan apabila diplot secara grafis dengan melibatkan komposisi kesetimbangan
antara uap dan cair dan operating line akan didapatkan hubungan kesetimbangan
y* = F(x)
Dimana : y* adalah fraksi mol solute yang berkesetimbangan dengan fraksi mol
solute x.
Jika hubungan kesetimbangan merupakan grafik sederhana (yang pada
umumnya mendekati garis lurus karena konsentrasi solute yang rendah) maka
laju transfer massa akan sebanding dengan perbedaan konsentrasi bulk di fase
pertama dengan konsentrasi bulk di fase kedua yang berada di fase pertama.
Sehingga penyelesaian laju transfer massa akan menjadi:
NA = KG(y-y*) = kL(xi-x) = kG(y-yi) = KL(x*-x)
Dimana : KG = Koefisien transfer massa overall dalam fase gas
KL = Koefisien transfer massa overall dalam fase liquid
2. Teori Penetrasi
Teori penetrasi ini dikemukakan oleh Higbie. teori menyatakan mekanisme
perpindahan massa melalui kontak antara dua fasa, yaitu fasa gas dan fasa liquid.
Dalam pernyataannya, Higbie menekankan agar waktu kontak lebih lama. Higbie,
untuk pertama kalinya menerapkan teori ini untuk absorpsi gas dalam liquida yang
menunjukkan bahwa molekul-molekul yang berdifusi tidak akan mecapai sisi
lapisan tipis yang lain jika waktu kontaknya pendek.
Teori Higbie ini menyebutkan bahwa turbulensi akan menaikkan difusivitas
pusaran, hal ini akan menentukan waktu kontak perpindahan massa yang terjadi
untuk setiap keadaan massa. Difuivitas pusaran ini terjadi dalam keadaan setimbang
antara fase gas dan liquid.
3. Teori Danckwerts
Teori penetrasi juga dikembangkan oleh Danckwerts yang menyatakan bahwa
unsur-unsur fluida pada permukaan secara acak akan diganti oleh fluida lain yang
lebih segar dari aliran tindak. Teori ini digunakan dalam keadaan khusus di mana
dianggap massa difusivitas pusaran berlangsung dalam waktu yang bervariasi dan
dianggap laju perpindahan massa tidak tergantung dari waktu perpindahan unsur
dalam fase cairan tindak pada keadaan stagnan. Sehingga perpindahan massa yang
terjadi di interfacemerupakan harga dari jumlah zat yang terabsorpsi. Jadi dianggap
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya
II-7
bahwa perpindahan unsur secara tindak fase cairan menuju interface tidak akan
mempengaruhi kecepatan perpindahan massanya.
Dalam laboratorium, koofisien perpindahan massa overall absorpsi CO2 oleh
larutan NaOH , didasarkan pada persamaan :
G
T
NaK a
ht. S. P . Ylm
Dimana,
*Ya-Ya
*Ya-Yaln
*Ya-Ya*Ya-Ya Ylm
11
22
1122
Bila absorbant yang digunakan memiliki konsentarsi rendah, maka akan
diperoleh kurva kesetimbangan yang memenuhi hukum Henry yaitu:
Ya1* = He . Xa1
Ya2* = He. Xa2
Menurut Treybal (1980), konstanta Henry untuk larutan elektrolit dapat diperoleh
dari persamaan Van Krevelen dan Hoftijer, yaitu:
logHe
Heo =h ×I
h= h+ + h- + hg
I= ∑ Ci × Zi
2
2
Dimana: He = Harga karakteristik ion-ion dari larutan elektrolit
Heo = Konstanta Henry untuk air murni
I = Kekuatan ionik larutan elektrolit
h = Umlah kontribusi yang menunjukkan adanya ion positif dan
negatif dari unsur gas
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya
II-8
II.1.3 Prinsip Kerja Kolom Absorpsi
Gambar II.3 Konfigurasi Absorber-Stipper
Udara yang mengandung komponen terlarut (misalnya CO2) dialirkan ke dalam
kolom pada bagian bawah. Dari atas dialirkan alir. Pada saat udara dan air bertemu
dalam kolom isian, akan terjadi perpindahan massa. Dengan menganggap udara tidak
larut dalam air (sangat sedikit larut),maka hanya gas CO2 saja yang berpindah ke dalam
fase air (terserap). Semakin ke bawah, aliran air semakin kaya CO2. Semakin ke atas
,aliran udara semakin miskin CO2.
Pada Gambar II.3 memperlihatkan satu konsep menangkap CO2 yang fleksibel
yang memungkinkan sebuah pabrik dipasang dengan menangkap CO2 untuk
mendapatkan kembali sebagian output pra-ambil dengan kembali uap pengupasan CO2
ke turbin LP untuk menghasilkan listrik. Kerja kompresi CO2 kemudian jatuh karena
ada sedikit CO2 yang akan dikompresi, meskipun laju aliran kompresor minimum
mungkin memerlukan daur ulang CO2 pada beban capture rendah. Selama parsial-beban
menangkap CO2, satu pendekatan operasi untuk uap dan aliran pelarut kaya untuk
stripper menjadi berkurang secara bersamaan dan sama-sama. Penelitian sebelumnya
telah menyarankan bahwa ini adalah pendekatan yang terbaik untuk meminimalkan
hukuman efisiensi dan menjaga stabilitas sistem. Kaya pelarut dialihkan dari stripper
yang didaur ulang ke absorber, penurunan penghapusan sehingga CO2 dan
meningkatkan emisi sebagai pelarut menjadi jenuh dengan CO2. Peningkatan emisi CO2
bisa dikenakan biaya tambahan CO2, namun parsial-beban menangkap CO2 bisa
menguntungkan jika penjualan listrik tambahan mengimbangi kenaikan biaya emisi
CO2.
Peralatan yang digunakan dalam operasi absorpsi mirip dengan yang digunakan
dalam operasi distilasi. Namun demikian terdapat beberapa perbedaan menonjol pada
kedua operasi tersebut, yaitu sebagai berikut:
Umpan pada absorpsi masuk dari bagian bawah kolom, sedangkan pada distilasi
umpan masuk dari bagian tengah kolom.
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa Secara Simultan D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya
II-9
Pada absorpsi cairan solven masuk dari bagian atas kolom di bawah titik didih,
sedangkan pada distilasi cairan solven masuk bersama-sama dari bagian tengah
kolom.
Pada absorpsi difusi dari gas ke cairan bersifat irreversible, sedangkan pada distilasi
difusi yang terjadi adalah equimolar counter diffusion.
Rasio laju alir cair terhadap gas pada absorpsi lebih besar dibandingkan pada
distilasi.
II.1.4 Aplikasi Absorpsi
Absorpsi dalam dunia industri digunakan untuk meningkatkan nilai guna dari suatu
zat dengan cara merubah fasenya.
1. Proses Pembuatan Formalin
Formalin yang berfase cair berasal dari formaldehid yang berfase gas dapat
dihasilkan melalui proses absorpsi. Teknologi proses pembuatan formalin
Formaldehid sebagai gas input dimasukkan ke dalam reaktor. Output dari reaktor
yang berupa gas yang mempunyai suhu 182 0C didinginkan pada kondensor hingga
suhu 55 0C, dimasukkan ke dalam absorber. Keluaran dari absorber pada tingkat I
mengandung larutan formalin dengan kadar formaldehid sekitar 37 – 40%. Bagian
terbesar dari metanol, air,dan formaldehid dikondensasi di bawah air pendingin
bagian dari menara, dan hampir semua removal dari sisa metanol dan formaldehid
dari gas terjadi dibagian atas absorber dengan counter current contact dengan air
proses.
2. Proses Pembuatan Asam Nitrat
Pembuatan asam nitrat (absorpsi NO dan NO2). Proses pembuatan asam nitrat
Tahap akhir dari proses pembuatan asam nitrat berlangsung dalam kolom absorpsi.
Pada setiap tingkat kolom terjadi reaksi oksidasi NO menjadi NO2 dan reaksi
absorpsi NO2 oleh air menjadi asam nitrat. Kolom absorpsi mempunyai empat fluks
masuk dan dua fluks keluar. Empat fluks masuk yaitu air umpan absorber, udara
pemutih, gas proses, dan asam lemah. Dua fluks keluar yaitu asam nitrat produk dan
gas buang. Kolom absorpsi dirancang untuk menghasilkan asam nitrat dengan
konsentrasi 60 % berat dan kandungan NOx gas buang tidak lebih dari 200 ppm.
Aplikasi absorpsi lainnya seperti proses pembuatan urea, produksi ethanol,
minuman berkarbonasi, fire extinguisher, dry ice, supercritical carbon dioxide dan
masih banyak lagi aplikasi absorpsi dalam industri.
Selain itu absorpsi ini juga digunakan untuk memurnikan gas yang dihasilkan
dari fermentasi kotoran sapi. Gas CO2 langsung bereaksi dengan larutan NaOH
sedangkan CH4 tidak. Dengan berkurangmya konsentrasi CO2 sebagai akibat reaksi
dengan NaOH, maka perbandingan konsentrasi CH4 dengan CO2 menjadi lebih besar