Top Banner

of 36

Laboratorium Bahan Bangunan Dan Jalan

Jul 18, 2015

Download

Documents

Ferdi Aparat
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BAB I PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG Dalam teknik sipil terdapat beberapa bahan materi yang dipelajari. Salah satunya adalah pengetahuan digunakan dalam melaksanakan tentang aspal, dimana ilmu aspal

proyek pembuatan jalan raya. Dalam pembuatan jalan. Berbeda dengan

teknik sipil, aspal hanya digunakan untuk

beton, beton hampir digunakan dalam semua aspek ilmu teknik sipil. Artinya, semua struktur dalam teknik sipil akan menggunakan beton, minimal dalam pekerjaan pondasi. Struktur aspal sangat dipengaruhi oleh komposisi dan

kualitas bahan-bahan pencampur aspal seperti yang tercantum dalam perencanaan. Hal tersebut bergantung juga pada suhu, serta kekuatan menumbuk/ 1.2 TUJUAN Setelah melakukan percobaan ini, praktikan dapat: 1. Merencanakan suatu campuran dengan menggunakan metode perencanaan campuran yang yang memenuhi standart 2. Menguji suatu campuran uji menjelaskan prosedur-prosedur untuk penyesuaian dan koreksi proporsi campuran aspal 3. Menggunakan peralatan pengujian dengan terampil menekan aspal untuk bercampur dengan agregat lainnya.

1

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Dari sejarah dapat diketahui bahwa aspal, atau asphalt (USA) atau bitumen (Inggris) telah digunakan untuk beberapa keperluan, contoh: 1. Babilonia : aspal digunakan sebagai perekat pada pembuatan tembok 2. Kerajaan Roma : aspal digunakan sebagai bahan pada pekerjaan lantai 3. Mesir : aspal digunakan untuk bahan pengawet jenazah para raja

2.2 Bahan Penyusun Aspal merupakan senyawa hydrogen (H) dan carbon (C) yang terdiri dari parafins, naphtene, dan aromatics. Bahan-bahan tersebut membentuk kelompok yang disebut: a. Asphaltenese Kelompok ini membentuk butiran halus berdasarkan aromatic/benzene structure serta mempunyai berat molekul tinggi. b. Oils Kelompok ini berbentuk cairan yang melarutkan asphaltenese, tersusun dari paraffins (waxy), cyclo paraffins (wax-free), dan aromatics serta mempunyai berat molekul rendah. c. Resins Kelompok ini berbentuk cairan menyelubungi asphatenese dan mempunyai berat molekul sedang. Selanjutnya gabungan oils dan resins sering juga disebut maltenese. 2.3 Jenis Aspal a. Aspal Alam Aspal jenis ini banyak terdapat di alam, contohnya: 1. Lake Aspal, terdapat di Trinidad Bermuda. Aspal dari Trinidad ini jika diurai akan didapatkan bahan-bahan dengan komposisi kurang lebih sbb: 40 % bitumen 30 % bahan eteris 25 % bahan mineral 5 % bahan organik

2

2. Batu aspal (rock asphalt) di Pulau Buton (Sulawesi Tenggara), Aspal ini yang juga dikenal dengan Butas (Buton Asphalt) atau Asbuton (aspal Batu Buton), terdapat di dalam karang, sehingga aspalnya bercampur dengan batu kapur (CaCO3). Asbuton pada umumnya tersusun dari : 30 % bahan bitumen 65 % bahan mineral 5 % bahan lain

Proses terjadinya: Di daerah yang mengandung minyak bumi (beserta aspal) terjadi gerakan kulit bumi. Gerakan kulit bumi menyebabkan terjadinya penurunan dan retak-retak pada kulit bumi. Adanya tekanan di dalam kulit bumi, menyebabkan minyak bumi keluar. Jika tekanan cukup kuat, minyak bumi dapat keluar bersama aspal yang keluar melalui retak-retak pada kulit bumi, sehingga aspalnya tertinggal di dalam batuan yang dilewatinya. Untuk kondisi di Pulau Buton ini dalam perjalananya, minyak bumi ini keluar melalui batuan yang porous, sehingga minyak bumi bersama aspal akan menguap ke lapisan batu yang porous dan terjadilah rock asphalt. Mengingat proses terjadinya batu aspal ini, maka kadar bitumen yang ada dalam batu aspal tidak merata, dan ini terbukti bahwa pada suatu daerah kadar bitumennya sangat sedikit sedang pada daerah yang lain kadar bitumen yang didapat sangat tinggi. Sifatnya : 1. Mudah menyerap air, unuk pekerjaan jalan kadar air yang dianjurkan maksimum 10%. 2. Pengaruh panas Seperti halnya pada aspal, batu ini jika dipanasi akan berubah sifatnya, yaitu dari keadaan keras menjadi plastis. Sampai pada suhu 30o C, batu aspal masih bersifat rapuh dan mudah dipecah., sehingga jika diinginkan batu aspal yang lebih kecil pemecahan bongkah batu aspal harus dilakukan pada suhu rendah.Sedangkan pada suhu 60o-100oC, batu aspal sudah akan bersifat agal plastis dan sukar pecah. Bila suhu mencapai 100o3

150oC, batu aspal akan hancur.

b. Aspal Minyak Aspal yang diperoleh dan minyak bumi sering juga disebut aspal minyak ( asmin ). aspal murni petroleum asphalt. Persyaratan utama aspal semen adalah : AC berasal dari hasil minyak bumi. Aspal memiliki sifat yang sejenis. Kadar dalam aspal tidak melebihi 2 %. Tidak mengandung air dan tidak berbusa jika dipanaskan sampai 175 C

c. Aspal Emulsi Pada dasarnya aspal dan air tidak mau bercampur.jika keduanya bahan itu akan dicampur maka bahan yang satu (aspal) didispersikan dalam bahan-bahan kedua (cairan/air), dalam bentuk butiran butiran halus dapat bertahan lama yaitu butiran

agar bahan yang telah dicampur itu

aspal tidak berkumpul dan menggumpal maka perlu ditambah bahan lain yaitu surface actif agent (bahan pengemulsi) d. Aspal Karet Aspal karet ini diperoleh dengan cara menambahkan karet pada aspal minyak.aspal yang dapat digunakan berupa aspal semen, aspal cair atau aspal emulsi, sedangkan karetnya biasa berupa karet butiran, karet padat maupun karet cair.

2.4 Sifat Aspal Kepekaan aspal terhadap temperatur sedikit berkurang untuk meningkatkan kekurangpekaan aspal diusahakan dengan menambah jumlah udara yang dikeluarkan. Hal ini terjadi karena rangkaian Carbon ( C ) menjadi semakin panjang akibat lepasnya unsur Hidrogen ( H ) yang selanjutnya terubah menjadi air ( HrO ) karena adanya O2. Penggunaannya sebagai pelapis atap Ditambah bahan kimia Setelah aspal dipanasi, kemudian ditambah dengan bahan kimia dan terbentuklah epoxy asphalt.

4

Aspal yang

akan

larut

dalam

minyak

yang

berasal

dari

minyak tanah kasar. Sifat ini dimanfaatkan untuk mcngubah aspal yang solid menjadi aspal cair ( cutback asphalt).

2.5 BAHAN TAMBAH (ADDITIVE) Semakin meningkatnya beban perkerasan, dituntut bahan lapis keras yang lebih baik dalam arti lebih mampu meneruskan dan menyebarkan beban lapis yang di bawahnya.untuk itu salah satu usahanya untuk meningkatkan kualitas aspal dengan menambahkan additive.denngan menambahkan additive karakteristik aspal sebagai bahan ikat akan lebih baik, antara lain : a. elastisitas meningkat b. tingkat keplastisan meningkat (rentang antara titik lembek traas breaking point) c. kohesi bitumen meningkat d. ketahanan terhdap deformasi permanen meningkat e. ketahanan terhadap kelelehan pada suhu rendah meningkat f. kerentanan bitumen terhadap panas menurun g. proses oksidasi terhadap bitumen lebih lambat.

2.6 Persyaratan Aspal Sebagai Bahan Jalan Beberapa persyaratan aspal sebagai bahan jalan adalah sebagai berikut: a. Kekakuan/kekerasan/stiffness b. Sifat mudah dikerjakan/workability Aspal yang dipilih haruslah mempunyai workability yang cukup dalam pelaksanaan program pengaspalan. Hal ini akan memudahkan pelaksanaan penggelaran bahan tersebut dan juga memudahkan dalam memadatkan untuk memperoleh lapis yang padat kompak. Dari sudut workabiltity ini usaha yang dapat dilakukan adalah: 1. Pemanasan/heating 2. ditambah pengencer 3. ditambah bahan pengemulsi Untuk menggunakan aspal cair dan aspal pengemulsi perlu memperhatikan waktu dan cuaca yang tepat, campuran cukup permeable, lapis penggelaran yang tidak terlalu tebal, sehingga proses volatilisation dan evaporation masih dapat berlangsungmasih dapat berlangsung Oleh karena itu untuk

5

kedua aspal ini umumnya digunakan pada kondisi lalulintas ringan atau juga untuk pekerjaan surface dressing, tack coat, dan slurry seals. 1. Kuat tarik/tensile strength dan adhesi/adhesion. Aspal yang digunakan harus memiliki kuat tarik dan adesi yang cukup. Sifat ini sangat diperlukan agar lapis perkerasan yang dibuat akan tahan terhadap: 1. retak/cracking (ditambah oleh kuat tarik), 2. pengulitan/freeting stripping (ditahan oleh adesi), 3. goyah/ravelling (ditahan oleh kuat tarik adesi).

c. Tahan Terhadap Cuaca Sifat ini diperlukan agar aspal tetap memiliki tahanan terhadap perubahan cuaca, misalnya konsistensi tidak banyak berubah akibat cuaca, sehingga kondisi permukaan jalan, misalnya koefisien gesek/skid resistance, dapat memenuhi kebutuhan lalulintas serta tahan lama/durable.

2.7 Sifat Kimia dan Fisik Aspal Kekentalan/viscosity Kekentalan aspal akan dipengaruhi oleh: 1. Temperatur. Dengan naiknya temperatur maka kekentalan aspal akan menurun. Hal ini disebabkan oleh energi termal/thermal energy meningkat dan melarutkan asphaltenese-nya ke dalam oils. Aromatic mineral oils mempunyai daya pelarut asphaltenese yang lebih besar disbanding dengan paraffinic minerals oil, sehingga aspal yang berasal dari aromatic based bitumen cenderung bersifat lebh peka terhadap perubahan suhu (higher temperatue suscepability) bila dibandingkan dengan paraffinic based bitumen. 2. Lama Pembebanan Jika dikaitkan dengan lalu lintas maka pembebanan yang lama akan terjadi pada lalu lintas dengan kecepatan rendah atau sebaliknya. Menurut Shell, dengan semakin lama pembebanannya maka aspal yang semula bersifat elastic akan bersifat lebih viscous. 3. Waktu (effect of time)

6

Hal ini berkaitan dengan sifat tahan lama aspal sebagi bahan jalan. Apabila asapl dibiarkan dalam keadaan yang tidak/jarang sekali mendapat beban, ternyata kekentalan aspal akan naik. Perubahan kekentalan ini sebanding dengan waktu dan terjadi pada komposisi kimia yang tetap (thixotropy). Thixotropy ini dapat dihilangkan dengan cara memberikan tegangan/beban atau pemanasan pada aspal tersebut

2.8 Percobaan Pembuatan Campuran Aspal dengan Cara Marshall Setelah didapatkan perbandingan komposisi masing-masing jenis batuan (kasar sedang halus), maka selanjutnya adalah merencanakan untuk menentukan berapa kadar aspal (jumlah pemakaian bahan pengikat aspal) yang cukup untuk mengikat komposisi batuan tersebut. Hal ini dikarenakan jumlah pemakaian aspal haruslah pas, tidak boleh kurang atau terlalu banyak. Ada anggapan bahwa aspal jalan lebih kuat, ini adalah salah. Karena terlalu banyak aspal akan mengakibatkan kekuatannya malah berkurang dan banyak lagi akibat lainnya, sebaliknya aspal yang kurang dapat mengakibatkan batuannya akan mudah lepas-lepas dan terbongkar kembali. Untuk itulah Bruce Marshal mengembangkan satu metoda untuk menentukan jumlah pemakaian aspal yang tepat hingga dapat menghasilkan campuran yang baik sesuai persyaratan teknis perkerasan jalan yang ditentukan, metode perencanaan yang dikembangkan oleh Bruce Marshal inilah yang akhirnya terkenal dengan istilah cara MARSHAL, dan dijadikan standart internasional untuk pembuatan perkerasan jalan campuran panas (hotmix). Tahapan pembuatan contoh aspal campuran panas secara lengkap adalah sebagaimana digambarkan pada skema percobaan Marshal, sedangkan lengkap prosedur pelaksanaannya adalah sesuai dengan prosedur yang telah dibakukan pada Marshal mix design AASHTO T-245 atau pada ASTM T-1559. Adapun inti dari prosedur perencananan campuran cara Marshal, urutannya adalah 1. pembuatan campuran panas dari satu perbandingan komposisi batuan yang sama dengan penggunaan kadar aspal yang bervariasi. (sebaiknya 7 variasi kadar aspal). 2. pembuatan briket contoh campuran (tiga contoh untuk satu variasi kadar aspal) dengan cara dicetak dan dipadatkan dengan alat

7

penumbuk khusus dengan jumlah tumbukan sesuai dengan peruntukan perkerasan jalan yang akan dibuat tersebut, dan penumbukan dilakukan terhadap kedua permukaan (atas dan bawah). 3. pemeriksaan briket campuran yang meliputi : kepadatan campuran berat isi campuran besaran pori dalam campuran besaran pori yang terisi aspal kekuatan atau stabilitas campuran pengukuran besaran kelelahan (flow) campuran.

4. penentuan kadar aspal yang terbaik bagi perencanaan campuran tersebut

8

BAB III METODE PELAKSANAAN DAN HASIL PENGUJIAN3.1. PENGUJIAN TITIK LEMBEK ASPAL DAN TER3.1.1 Tujuan 3.1.1.1 Tujuan Instruksional Umum Setelah melakukan percobaan ini, anda akan dapat mengetahui serta memahami sifat-sifat fisik, mekanik dan teknologi aspal sebagai bahan perkerasan jalan dengan benar. 3.1.1.2 Tujuan Instruksional Khusus Setelah melakukan percobaan ini, anda dapat: a. Menentukan titik lembek aspal dan ter berkisar antara 30o C sampai 200o C. b. Menjelaskan prosedur pelaksanaan pengujian titik lembek aspal dan ter dengan benar. c. Menggunakan peralatan dengan terampil.

3.1.2 Dasar Teori Yang dimaksud dengan titik lembek adalah suhu pada saat bola baja dengan berat tertentu mendesak turun suatu lapisan aspal atau TER yang tertahan dalam cincin berukuran tertentu sehingga aspal atau ter tersebut menyentuh plat dasar. Penentuan titik lembek (softening point) dilakukan antara lain untuk mengetahui sampai suhu berapa aspal dapat dihamparkan dan bertahan dari pengaruh suhu tanpa menjadi leleh.

3.1.3 Peralatan. a. Termometer, sesuai dengan tabel. 1.1 dan gambar 1.1. b. Cincin kuningan, sesuai dengan gambar (1.2). c. Bola baja, diameter 9,53 mm dengan berat 3,45 sampai 3,55 gram. d. Alat pengarah bola, sesuai dengan gambar (1.3) e. Bejana Gelas, diameter 8,5 cm, tinggi 12 cm (tahan terhadap pemanasan mendadak).

9

f. Dudukan benda uji, sesuai dengan gambar (1.4). g. Penjepit. h. Pengukur waktu (stop watch). I. Pemanas atau hotplate

Tabel 1.1 Specifikasi Termometer Nama Termometer ASTM No. Terendah Daerah Pengukurano

ASTM Softening Point 15 C Seluruh 2 sampai 80o C 0,2o C 1o C karena 0,2o C skala 15 F Seluruh 30 sampai 180o F 0,5o F 1o F 0,4o Fo

ASTM High Softening Point 16 C Seluruh 30 sampai 200o C 0,5o C 5o C 0,3o Co

16 F Seluruh 85o sampai 392o F 1o F 10o F 0,5o F

Skala Terkecil Skala Terbesar Kesalahan pembacaan (maksimum) Standarisasi Panjang seluruhnya Diameter batang Diameter ujung Panjang cairan bagian bagian B C E D

es dan es dan tiap 20o C tiap 40o F 397 mm 6,0 sampai 7,0 mm 4,5 sampai 5,5 mm 9,0 sampai 14 mm 0o C F 32o F

setiap 20o F

setiap 70o F 397 mm

6,0 sampai 7,0 mm 4,5 sampai 5,5 mm 9,0 sampai 14 mm 30o C 86o F

Jarak ujung bawah tempat cairan ke garis

75 sampai 90 mm 80o C 175o F

75 smpai 90 200o C 392o F

Derajat pada jarak

G

333 sampai 354 mm cincin gelas

333 sampai 354 mm cincin gelas

Ruang penampung cairan

10

Gambar 1.1 gambar saat pengujian titik lembek

3.1.4 Benda Uji a. Panaskan contoh perlahan-lahan sambil diaduk terus menerus hingga cair merata. Pemanasan dan pengadukan dilakukan perlahan-lahan agar gelembung-gelembung udara tidak masuk. Suhu pemanasan untuk ter tidak boleh melebihi 56o

C di atas titik lembek, untuk aspal tidak lebih

dari 111 o C di atas titik lembek. b. Panaskan 2 buah cincin sampai mencapai suhu tuang contoh, dan letakan kedua cincin tersebut di atas pelat kuningan yang telah diberi lapisan campuran talk dan sabun. c. Tuangkan contoh ke dalam 2 buah cincin, diamkan pada suhu sekurangkurangnya 8 o C di bawah titik lembeknya sekurang-kurangnya selama 30 menit. d. Setelah dingin, ratakan permukaan contoh dalam cincin dengan pisau/ spatula yang telah dipanaskan.

3.1.5 Prosedur Pelaksanaan a. Pasang dan aturlah ke dua benda uji di atas dudukannya dan letakan pengarah bola di atasnya. Kemudian masukan seluruh peralatan tersebut ke dalam bejana gelas. Isilah bejana dengan air suling baru dengan suhu (5 1)o

C, sehingga tinggi permukaan air antara 101,6 mm sampai 108

mm. Letakan termometer yang sesuai untuk pengujian ini diantara kedua benda uji (kurang lebih 12,7 mm) dari tiap cincin. Aturlah jarak antara permukaan pelat dasar dengan dasar benda uji sehingga menjadi 25,4 mm. b. Letakan bola-bola baja yang bersuhu 5o

C diatas dan ditengah-tengaho

permukaan masing-masing benda uji dengan memakai penjepit. c. Panaskan bejana dengan kenaikan suhu 5 C per menit. Kecepatan

11

pemanasan ini tidak boleh diambil dari kecepatan pemanasan rata-rata dari awal sampai akhir pekerjaan ini. Untuk 3 menit yang pertama perbedaan kecepatan pemanasan tidak boleh melebihi 0,5 o C.

3.1.6 Pelaporan a. Laporkan suhu pada saat setiap bola baja menyentuh plat dasar. b. Kesimpulan dari hasil uji yang anda peroleh.

Catatan: a. Apabila kecepatan pemanasan melebihi ketentuan di atas, maka pekerjaan diulangi. b. Apabila dari suatu pekerjaan duplo perbedaan suhu untuk ke dua benda uji melebihi 1 o C, maka pekerjaan diulangi.

3.1.7 Referensi a. AASHTO T-53-74 b. ASTM D-36-70 c. PEDC. Bandung. Pengujian Bahan. Edisi 1983

Tabel 1.2 Spesifikasi Termometer

NamaTermometer ASTM No. Terendah Daerah Pengukuran 15C

ASTM Softening Point 15F Seluruh 30 s/d 180F 0,5F 1F 0,4F

ASTM High Softening Point 16C Seluruh 30 s/d 200C 0,5C 5C 0,3C 16C Seluruh 85 s/d 392 F 1F 10F 0,5F

Seluruh 2 s/d 80C

Sakala Terkecil Sakala Terbesar Kesalahan karena pembacaan skala (maksimum) Standarisasi

0,2C 1C 0,2C

Es dan tiap 20C

Es dan tiap 40C

Setiap 20C

Setiap 70F

Panjang seluruhnya Diameter batang Diameter bagian ujumg

397 mm 6,0 s/d 7,0 mm 4,5 s/d 5,5 mm

397 mm 6,0 s/d 7,0 mm 4,5 s/d 5,5 mm

12

Pnjang bagian cairan Jarak ujung bawah tempat cairan kegaris Derajat pada jarak

9,0 s/d 14 mm 0C 32F

9,0 s/d 14 mm 30C 86F

75 s/d 90 mm 80C 175F

75 s/d 90 mm 200C 392F

333 s/d 354 mm Ruang penampung cairan Cincin gelas

333 s/d 354 mm Cincin gelas

HASIL PENGAMATANNo. Suhu yang diamati (C) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 7 12 17 22 27 32 37 42 47 52 Waktu (detik) I 0 66 125 190 250 307 370 428 488 548 II 0 66 125 190 250 307 370 428 488 548 47,667 47,75 Titik lembek (C) I II

3.1.8 KESIMPULAN Dari hasil pengujian, didapatkan nilai titik-titik lembek untuk dua benda uji yaitu suhu 47,667C dan suhu 47,75C pada waktu yang sama, sehingga aspal akan meleleh (tidak kaku) jika suhu yang dikenai aspal diatas 47,667C.

13

3.2. PENGUJIAN PENETRASI BAHAN-BAHAN BITUMEN3.2.1 Tujuan 3.2.1.1 Tujuan Instruksional Umum Setelah melakukan percobaan ini, anda akan dapat mengetahui serta memahami sifat-sifat fisik, mekanik dan teknologi aspal sebagai bahan perkerasan jalan dengan benar. 3.2.1.2 Tujuan Instruksional Khusus Setelah melakukan percobaan ini, anda dapat: a. Menentukan nilai penetrasi bitumen keras atau lembek (solid atau semi solid). b. Menjelaskan prosedur pelaksanaan pengujian penetrasi bitumen keras atau lembek dengan memasukan jarum penetrasi ukuran tertentu, beban dan waktu tertentu ke dalam bitumen pada suhu tertentu. c. Menggunakan peralatan dengan terampil.

3.2.2 Dasar Teori Penentuan penetrasi adalah suatu cara untuk mengetahui konsistensi aspal. Konsistensi aspal merupakan derajat kekentalan aspal yang sangat dipengaruhi oleh suhu. Untuk aspal keras atau lembek penentuan konsistensi dilakukan dengan penetrometer. Konsistensi dinyatakan dengan angka penetrasi, yaitu masuknya jarum penetrasi dengan beban tertentu ke dalam benda uji aspal pada suhu 25o

C

selama 5 detik. Penetrasi dinyatakan dengan angka dalam satuan 1/10 mm Bila jarum penetrasi masuk sedalam 10 mm, dikatakan aspal tersebut mempunyai angka penetrasi 100. semakin lembek aspal tersebut. Penentuan konsistensi dengan cara ini efektif terhadap aspal dengan angka penetrasi berkisar 50 - 200. Jadi semakin tinggi angka penetrasi

3.2.3 Peralatan. a. Termometer, sesuai dengan ketentuan. b. Alat penetrasi yang dapat menggerakan pemegang jarum naik-turun tanpa

14

gesekan dan dapat mengukur penetrasi sampai 0,1 mm. c. Pemegang jarum seberat (47,5 0,05) gram yang dapat dilepas dengan mudah dari alat penetrasi untuk peneraan. d. Pemberat dari (50 0,05) gram dan (100 0,05) gram, masing-masing dipergunakan untuk pengukuran penetrasi dengan beban 100 gram dan 200 gram. e. Jarum penetrasi terbuat dari stainless steel mutu 440 C, atau HRC 54 sampai 60 dengan ukuran dan bentuk menurut gambar (2.1). Ujung jarum harus berbentuk kerucut terpancung. f. Cawan contoh terbuat dari logam atau gelas berbentuk silinder dengan dasar rata dengan ukuran sebagai berikut : Penetrasi Di bawah 200 200 sampai 300 Diameter (mm) 55 70 Dalam (mm) 35 45

g. Bak perendam (water bath). Terdiri dari bejana dengan isi tidak kurang dari 10 liter dan dapat menahan suhu tertentu dengan ketelitian kurang lebih 0,1o

C. Bejana dilengkapi dengan plat dasar berlubang-lubang, terletak 50 mm

di atas dasar bejana dan tidak kurang dari 100 mm di bawah permukaan air dalam bejana. h. Nampan air untuk merendam benda uji, dengan isi tidak kurang dari 350 ml dan tinggi yang cukup untuk merendam benda uji tanpa bergerak. I. Pengukur waktu (stop watch) dengan skala pembagian terkecil 0,1 detik atau kurang dari kesalahan tertinggi 0,1 detik per 60 detik.

3.2.4 Benda Uji a. Panaskan contoh perlahan-lahan sambil diaduk terus menerus hingga cair merata. Pemanasan dan pengadukan dilakukan perlahan-lahan agar gelembung-gelembung udara tidak masuk. Suhu pemanasan untuk ter tidak boleh melebihi 60 o C di atas titik lembek, untuk aspal tidak lebih dari 90 C di atas titik lembek. Waktu pemanasan tidak boleh melebihi 30 menit. b. Setelah contoh cair merata, tuangkan contoh ke dalam cawan dan diamkan hingga dingin. Tinggi contoh dalam cawan tersebut tidak kurang dari angka penetrasi ditambah 10 mm. c. Tutuplah benda uji agar bebas dari debu dan diamkan pada suhu ruango

15

selama 1 sampai 1,5 jam untuk benda uji kecil dan 1,5 sampai 2 jam untuk benda uji besar. 3.2.5 Prosedur Pelaksanaan a. Letakan benda uji dalam nampan dan masukan ke dalam bak perendam yang telah berada pada suhu yang ditentukan. Diamkan dalam bak tersebut selama 1 sampai 1,5 jam untuk benda uji kecil dan 1,5 sampai 2 jam untuk benda uji besar. b. Periksalah pemegang jarum pada alat penetrometer agar jarum dapat dipasang dengan baik dan bersihkan jarum penetrasi dengan pelarut/ minyak kemudian keringkan jarum tersebut dengan lap/ kain bersih dan pasanglah jarum pada pemegang jarum. c. Pasanglah pemberat 50 gram di atas jarum untuk memperoleh beban sebesar 100 0,1 gram. d. Pindahkan nampan air yang berisi benda uji dari bak perendam ke bawah alat penetrasi. e. Turunkan jarum perlahan-lahan sehingga jarum tersebut menyentuh permukaan benda uji. Kemudian aturlah arloji (jarum penunjuk penetrasi) penetrometer pada angka 0 (nol). f. Lepaskan pemegang jarum dan secara bersamaan jalankan stop watch selama jangka waktu (5 0,1) detik. g. Putarlah arloji penetrometer dan bacalah angka penetrasi yang berimpit/ ditunjukan dengan jarum penunjuk h. Lepaskan jarum dari pemegang jarum pada alat penetrometer, bersihkan dan siapkan alat penetrasi untuk pembacaan berikutnya. I. Lakukan pembacaan penetrasi di atas tidak kurang dari 5 kali pada benda uji yang sama, dengan ketentuan setiap titik pemeriksaan berjarak satu sama lain dan dari tepi dinding cawan tidak kurang dari 10 mm..

3.2.6 Pelaporan a. Laporkan angka penetrasi rata-rata dari sekurang-kurangnya 3 pembacaan dalam bilangan bulat. b. Kesimpulan dari hasil uji yang anda peroleh.

16

Catatan: a. Hasil-hasil pembacaan tidak boleh melampaui toleransi di bawah ini: Hasil Penetrasi Toleransi 0 49 2 50 - 149 4 150 - 249 6 200 8

b. Apabila perbedaan antara masing-masing pembacaan melebihi toleransi, maka pemeriksaan harus diulangi. c. Termometer untuk bak perendam harus ditera secara teratur. d. Bitumen dengan penetrasi kurang dari 150 dapat diuji dengan alat-alat dan cara pemeriksaan ini, sedangkan bitumen dengan penetrasi antara 350 - 500 harus dilakukan dengan alat lain. e. Apabila pembacaan stop watch lebih dari (5 0,1) detik, hasil tersebut tidak berlaku/ diabaikan.

3.2.7 Referensi a. AASHTO T-49-68 b. ASTM D-5-71 c. PEDC. Bandung. Pengujian Bahan. Edisi 1983

Tabel 2.1 Data Pengujian Penetrasi No. Bacaan Pembacaan Penetrasi Benda Uji ( mm ) I 270.5 266 263 266 264.5 688.165 II 278 282 270 279 266

1 2 3 4 5 Rata-rata

17

Catatan

: - Temperatur ruang = 20 C - Dari hasil uji penetrasi, termasuk jenis aspal dgn Pen 60 - 70

3.2.8.

KESIMPULAN

Konsistensi dinyatakan dengan angka penetrasi, yaitu masuknya jarum penetrasi dengan beban terentu ke dalam benda uji aspal pada suhu 20C selama 5 detik. Semakin tinggi angka penetrasi semakin lembek aspal tersebut. Dari hasil praktikum yang telah dilaksanakan, rata-rata penetrasi aspal dari dua benda uji adalah sebesar 69.67mm.

18

3.3. PENGUJIAN BERAT JENIS BITUMEN KERAS DAN TER3.3.1 Tujuan 3.3.1.1 Tujuan Instruksional Umum Setelah melakukan percobaan ini, anda akan dapat mengetahui serta memahami sifat-sifat fisik, mekanik dan teknologi aspal sebagai bahan perkerasan jalan dengan benar. 3.3.1.2 Tujuan Instruksional Khusus Setelah melakukan percobaan ini, anda dapat: a. Menentukan nilai berat jenis bitumen keras dan ter dengan piknometer. b. Menjelaskan prosedur pelaksanaan pengujian berat jenis bitumen keras dan ter dengan benar. c. Membandingkan antara berat bitumen atau ter dan berat air suling dengan isi yang sma pada suhu tertentu. d. Menggunakan peralatan dengan terampil.

3.3.2 Dasar Teori Relatif density (kadang-kadang masih disebut berat jenis) aspal tanpa campuran, biasanya berkisar antara 1,025 - 1,035 pada suhu 25 C. Makin keras aspal umumnya berat jenisnya semakin tinggi. Berat jenis dapat dipengaruhi oleh perubahan suhu dan pemuaian yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan volume. Nilai berat jenis aspal dibutuhkan untuk membuat bermacam-macam variasi campuran aspal atau untuk jenis-jenis pengujian aspal lainnya.

3.3.3 Peralatan. a. Termometer, sesuai dengan ketentuan. b. Bak perendam yang dilengkapi pengatur suhu dengan ketelitian (25 0,1)o

C.

c. Piknometer. d. Air suling sebanyak 1000 cm3 e. Nampan. f. Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram.

19

3.3.4 Benda Uji a. Panaskan contoh bitumen keras atau ter sebanyak 50 gram, sampai menjadi cair dan aduklah untuk mencegah pemanasan setempat. Suhu pemanasan tidak boleh melebihi 56 waktu 30 menit b. Tuangkan contoh tersebut ke dalam piknometer yang telah kering hingga terisi 3/4 bagian dan diamkan pada suhu ruang sampai dingin.o

C di atas titik lembek, dan dalam

3.3.5 Prosedur Pelaksanaan a. Isilah nampan dengan air suling sehingga diperkirakan bagian atas piknometer yang tidak terendam 40 mm. Kemudian rendam piknometer ke dalam nampan sehingga terendam sekurang-kurangnya 100 mm dan masukan nampan ke dalam bak perendam serta atur suhu bak perendam pada 25 o C. b. Bersihkan, keringkan dan timbanglah piknometer dan penutupnya dengan ketelitian 1 mg ( A ). c. Angkatlah nampan dari bak perendam. Isilah piknometer dengan air

suling, kemudian tutuplah piknometer tanpa ditekan. d. Letakan piknometer kedalam nampan dan tekanlah penutup hingga rapat, kemudian masukan nampan dan piknometer ke dalam bak perendam. Diamkan dalam bak perendam sekurang-kurangnya 30 menit, kemudian angkatlah piknometer dan keringkan dengan lap/ kain. Timbanglah

piknometer berisi air suling dan penutup dengan ketelitian 1 mg ( B ). e. Keringkan piknometer dan penutupnya, kemudian tuangkan contoh uji bitumen ke dalam piknometer sehingga terisi 3/4 bagian. f. Biarkan piknometer sampai dingin, waktu pendinginan tidak kurang dari 40 menit dan timbanglah piknometer yang berisi benda uji dan penutupnya dengan ketelitian 1 mg ( C ). g. Isilah piknometer yang berisi benda uji dengan air suling dan tutuplah tanpa ditekan, diamkan agar gelembung-gelembung udara keluar. h. Masukan piknometer ke dalam nampan dan tekanlah penutup hingga rapat, kemudian rendamlah dalam bak perendam sekurang-kurangnya 30 menit. I. Angkat, keringkan dan timbanglah piknometer yang berisi benda uji, air suling dan penutupnya dengan ketelitian 1 mg.

20

3.3.6 Perhitungan Hitunglah berat jenis dengan rumus: ( C -A) Berat Jenis Asp = ( B-A) - ( D - C ) dimana A B C D 3.3.7 Pelaporan a. Laporkan nilai berat jenis rata-rata, minimal dari dua benda uji dengan 3 desimal b. Kesimpulan dari hasil uji yang anda peroleh. = Berat piknometer + penutup = Berat piknometer + air + penutup = Berat piknometer + bitumen + penutup = Berat piknometer + bitumen + air + penutup

3.3.8 Referensi a. AASHTO T-228-68 b. ASTM D-70-72 c. PEDC. Bandung. Pengujian Bahan. Edisi 1983

Tabel 3.1 Data Pengujian Berat Jenis Aspal

Pemeriksaan Berat Piknometer + penutup Berat Piknometer + air + penutup Berat Piknometer + bitumen + penutup Berat Piknometer + bitumen + air + penutup ( C -A) Berat jenis aspal = ( B-A) - ( D - C ) Berat jenis aspal rata-rata Catatan : - Temperatur ruang = 20 C (A) (B) (C) (D)

Benda Uji I 28.08 77.78 69.49 78.8 1.025 II 29.68 79.18 66.59 79.9 1.019

1.022

21

gambar saat pengujian berat jenis aspal

3.3.9.

KESIMPULAN Berat jenis aspal tanpa campuran biasanya berkisar antara 1,025-1,035

pada suhu 25C. Dan data berat jenis yang diperoleh adalah 1,022, sehingga aspal dapat dilakukan pengerjaan karena diantara kisaran (1,025-1,035) berat jenis biasanya dalam 25C.

22

3.4. PENGUJIAN CAMPURAN ASPAL DENGAN ALAT MARSHALL 3.4.1 Tujuan 3.4.1.1 Tujuan Instruksional Umum Setelah melakukan percobaan ini, anda akan dapat mengetahui serta memahami sifat-sifat fisik, mekanik dan teknologi aspal sebagai bahan perkerasan jalan dengan benar.

3.4.1.2 Tujuan Instruksional Khusus Setelah melakukan percobaan ini, anda dapat: a. Menentukan karakteristik aspal dirinjau dari kestabilan dan kelelehannya bila dicampur dengan agregat. b. Merencanakan bahan perkerasan jalan aspal c. Menjelaskan prosedur pelaksanaan pengujian campuran aspal dengan alat Marshall dengan benar. d. Menggunakan peralatan dengan terampil.

3.4.2 Dasar Teori Yang dimaksud dengan pengujian campuran aspal dengan alat Marshall adalah pengujian karakteristik dari campuran aspal beton terhadap stabilitas dan kelelehannya. Campuran aspal beton atau perkerasan aspal campuran panas adalah suatu konstruksi perkerasan jalan yang terdiri dari komponen agregat atau batuan (kasar, sedang, halus dan filler), bahan pengikat (aspal) dengan perbandingan yang teliti dan seimbang dicampur dalam keadaan panas. Pemakaian aspal sebagai bahan pengikat dalam

campuran disamping karena sifatnya yang elastis dapat membuat perkerasan menjadi lentur atau fleksibel, juga dapat menambah kekuatan perkerasan. Campuran aspal beton sebagai bahan perkerasan jalan, harus memenuhi karakteristik sebagai berikut: 1. Internal Structure meliputi Density, Porositas, penyerapan dan kadar air. 2. Kekakuan dan kekuatan yang dinyatakan dengan Stability. Kekakuan umumnya dinyatakan dalam tegangan dan regangan, namun dalam campuran ini meliputi juga kecepatan laju pembebanan dan pengaruh temperatur. Kekakuan juga dinyatakan sebagai kemampuan bertahan

tanpa berubah bentuk akibat pembebanan. Sedangkan kekuatan meliputi tidak hanya kekuatan tekan saja tetapi juga kekuatan tarik, lentur, fatigue,

23

creep dan ketahanan terhadap abrasi. 3. Keawetan/ durability, meliputi ketahanan terhadap pengaruh cuaca seperti panas, pengaruh air dan kondisi atmosfir lainnya. 4. Ketahanan terhadap rembesan/ permeability, adanya air yang terperangkap dalam campuran aspal beton mengakibatkan terkelupasnya aspal dari batuan. Oleh karena itu kekedapan merupakan hal yang harus

diperhatikan untuk campuran aspal beton. 5. Karakteristik permukaan jalan meliputi ketahanan gelincir jalan dari sejumlah kendaraan ataupun serapan cahaya oleh permukaan jalan. Oleh karena itu jenis dan kondisi agregat serta jumlah aspal yang optimum dalam campuran, harus direncanakan seoptimum mungkin agar memenuhi persyaratan di atas.

3.4.3 Peralatan. a. Tiga buah cetakan benda uji yang berdiameter 10 cm dan tinggi 7,5 cm, lengkap dengan pelat alas dan leher sambung. b. Landasan pemadat terdiri dari balok kayu (jati atau yang sejenis) berukuran kira-kira 20 x 20 x 45 cm yang dilapisi dengan pelat baja berukuran 30 x 30 x 2,5 cm dan diikat pada lantai beton dengan 4 bagian siku. c. Penumbuk yang mempunyai permukaan tumbuk rata berbentuk silinder, dengan berat 4,536 kg (10 pound), dan tinggi jatuh bebas 45,7 cm. d. Alat pengeluar benda uji/ Ekstruder e. Bak perendam (water bath), lengkap dengan pengatur suhu. f. Mesin penekan lengkap dengan kepala penekan berbentuk lengkung. g. Cincin penguji (profing ring) berkapasitas 2500 kg dengan ketelitian 12,5 kg, dilengkapi dengan arloji tekan (dial) dengan ketelitian 0,0025 cm. h. Arloji kelelehan dengan ketelitian 0,25 mm dengan perlengkapannya. I. Oven, yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai 200 o C. j. Termometer, berkapasitas 250 o C dengan ketelitian 1 %, terbuat dari bahan logam. k. Timbangan berkapasitas 5 kg dengan ketelitian 0,1 gram, dilengkapi penggantung benda uji. l. Pemanas atau hotplate. m. Sarung tangan terbuat dari bahan karet dan asbes.

24

n. Nampan. o. Sendok aduk dan spatula. p. Panci-panci atau penggorengan untuk memanaskan agregat, aspal dan campuran aspal.

3.4.4 Benda Uji 3.4.4.1 Persiapan Benda Uji a. Keringkanlah agregat sampai beratnya tetap pada suhu (105 5) o C. Pisah-pisahkan agregat dengan cara penyaringan kering ke dalam fraksi-fraksi yang dikehendaki atau seperti berikut ini: 1 sampai 3/4 3/4 sampai 3/8 3/8 sampai No. 4 (4,76 mm) No. 4 sampai No. 8 (2,38 mm) lewat No. 8 b. Penentuan suhu pencampuran dan pemadatan harus ditentukan, sehingga bahan pengikat yang dipakai menghasilkan viscositas seperti Tabel 5.1.

Tabel 4.1 Viscositas Penentu Suhu Campuran Bahan Pengikat Kinemat ik Saybolt Furol Engler Kinemat ik Pemadatan Saybolt Furol Engler

C.St Aspal Panas Aspal Dingin Ter 170 20 170 20

Det.SF 85 20 85 20 -

C.St 280 30 280 30

Det.SF 140 15 140 15 -

25 3

40 5

-

-

-

25

3.4.4.2 Persiapan Campuran a. Untuk tiap benda uji diperlukan agregat sebanyak 1100 gram, sehingga menghasilkan tinggi benda uji kira-kira 6,25 0,125 cm. b. Panaskan panci atau penggorengan beserta agregat kira-kira 28 o C di atas suhu pencampur untuk aspal panas dan ter, kemudian aduk sampai merata. Untuk aspal dingin panaskan sampai 14 o C di atas suhu pencampuran. c. Secara bersamaan panaskan aspal sampai suhu pencampuran.a d. Tuangkan aspal sebanyak yang dibutuhkan ke dalam agregat yang sudah dipanaskan tersebut. e. Aduklah dengan cepat, sampai agregat terlapisi secara merata. 3.4.4.3 Pemadatan Benda Uji a. Bersihkan perlengkapan cetakan benda uji serta bagian muka penumbuk dengan seksama dan panaskan sampai suhu antara 93,3 o C sampai 148,9 o C. b. Letakan selembar kertas saring atau kertas penghisap yang sudah digunting menurut ukuran cetakan ke dalam dasar cetakan. c. Masukan seluruh campuran ke dalam cetakan dan tusuk-tusuk campuran keras-keras dengan spatula yang dipanaskan atau aduklah dengan sendok semen 15 kali keliling pinggirannya dan 10 kali dibagian dalam/ tengahnya. Lepaskan bagian leher cetakan dan ratakanlah permukaan campuran dengan mempergunakan sendok semen menjadi bentuk yang sedikit cembung. Waktu akan dipadatkan suhu campuran harus berada dalam batas-batas suhu pemadatan seperti tercantum pada tabel 5.1. d. Letakan cetakan di atas landasan pemadat. e. Lakukan pemadatan dengan alat penumbuk sebanyak 75 , 35 kali atau sesuai kebutuhan dengan tinggi jatuh 45 cm, selama pemadatan tahanlah agar palu pemadat selalu tegak lurus pada cetakan. Lepaskan keping alas dan leher cetakan, balikan alat cetakan berisi benda uji dan pasanglah kembali perlengkapannya, dan tumbuklah dengan jumlah tumbukan yang sama. f. Setelah selesai pemadatan, lepaskan keping alas dan dinginkan pada suhu ruang.

26

g. Setelah dingin, keluarkan benda uji dari dalam cetakan dengan alat pengeluar benda uji/ ekstruder secara hati-hati, berilah tanda pengenal pada masing-masing benda uji dan biarkan selama kira-kira 24 jam pada suhu ruang serta letakan benda uji pada tempat yang rata.

3.4.5 Prosedur Pelaksanaan a. Bersihkan benda uji dari kotoran-kotoran yang menempel. b. Ukur tinggi benda uji dengan ketelitian 0,1 mm. c. Timbang benda uji. d. Rendam dalam air kira-kira 24 jam pada suhu ruang. e. Timbang dalam air untuk mendapatkan isi benda uji. f. Timbang benda uji dalam kondisi kering permukaan jenuh. g. Rendam benda uji aspal dalam bak perendam selama 30 menit sampai 40 menit atau panaskan di dalam oven selama 2 jam dengan suhu konstan (60 1) o C. h. Sebelum melakukan pengujian, bersihkan batang penuntun (guide rod) dan permukaan dalam dari kepala penekan (test head). Lumasi batang penuntun sehingga kepala penekan yang atas dapat meluncur bebas, bila dikehendaki kepala penekan direndam bersama-sama benda uji pada suhu antara 21 sampai 38 o C. i. Keluarkan benda uji dari bak perendam atau dari oven atau dari pemanas udara dan letakkan ke dalam segmen bawah kepala penekan. Pasang segmen atas di atas benda uji dan letakan keseluruhannya ke dalam mesin penguji. Pasang arloji kelelehan (flow meter) pada kedudukannya di atas salah satu batang penuntun dan atur kedudukan jarum penunjuk pada angka nol. j. Sebelum pembebanan diberikan, kepala penekan beserta benda ujinya dinaikkan hingga menyentuh atas cincin penguji. Atur kedudukan jarum arloji tekan pada angka nol. Berikan pembebanan kepada benda uji

dengan kecepatan tetap sebesar 50 mm per menit sampai pembebanan maksimum tercapai, atau pembebanan menurun seperti yang ditunjukan jarum arloji tekan, dan catatlah pembebanan maksimum yang dicapai dan nilai kelelehan yang ditunjukan oleh jarum kelelehan. Waktu yang diperlukan dan saat diangkatnya benda uji dari rendaman air sampai

27

tercapainya beban maksimum tidak boleh melebihi 30 detik.

3.4.6 Perhitungan Lihat pada contoh pengisian formulir percobaan marshall.

3.4.7 Pelaporan Untuk benda uji yang diperiksa, laporan harus meliputi keterangan sebagai berikut: a. Tinggi benda uji percobaan. b. Beban maksimum, bila perlu dikoreksi. c. Nilai kelelehan. d. Suhu pencampuran e. Suhu pemadatan. f. Suhu percobaan. g. Analisa hubungan antara ketahanan (stabilitas), flow (kelelehan), persen rongga dalam campuran, persen rongga terisi aspal dan berat jenis benda uji dengan kadar aspal dalam bentuk grafik h. Kesimpulan dari hasil pengujian yang saudara peroleh.

3.4.8 Referensi a. AASHTO T-245-74 b. ASTM D-1559-62 T c. PEDC. Bandung. Pengujian Bahan. Edisi 1983 d. DPU. Bandung. Manual Jalan Puslitbang Jalan. e. SK SNI M-58-1990-03, Metoda Pengujian Campuran Aspal dengan Alat Marshall. Departemen Pekerjaan Umum. Badan Penelitian dan Pengembangan PU. Jakarta

28

Keterangan : a = % Aspal terhadap batuan b c d e f g h = % Aspal terhadap batuan campuran = Berat benda uji = Berat benda uji dalam keadaan jenuh = Berat benda uji dalam air = Isi benda uji =d-e = Berat isi benda uji =c/f = Berat jenis maksimum teoritis (gram) (gram) (gram) (ml) (ton/m)

100= % ?????????????????????????????????????????? % ?????????????????????????????? + ???????????? ?????????????????????????????????????????? ???????????? ??????????????????????????????

?????? ?????? ??????i =

???????????? ??????????????????????????????

k l m n o p q r s

= Jumlah kandungan rongga = 100-i-j = Rongga terhadap agregat = 100-j = Rongga terisi aspal = 100 x i / l = Rongga terhadap campuran = 100 (100 x g / h) = Pembacaan arloji stabilitas = Stabilitas (o dikalibrasi) = Stabilitas setelah dikoreksi (p x faktor koreksi ) = Kelelehan (0,01) = Tebal benda uji

29

stabilitas4000.000 3500.000 3000.000 Stabilitas 2500.000 2000.000 1500.000 1000.000 500.000 0.000 0 1 2 3 4 5 Kadar Aspal (%) Series1 Poly. (Series1) 6 7 8 9 10 1997.753 2183.217 3100.176

Flow7.000 6.000 5.000 Flow 4.000 3.000 2.000 1.000 0.000 0 2 4 6 8 10 12 14 Kadar Aspal (%) Series1 Expon. (Series1) 2.815 4.945 4.665

30

2.290 2.285 2.280 2.275 Density 2.270 2.265 2.260 2.255 2.250 2.245 0 2

density

4

6

8

10

Kadar Aspal (%)(Series1) Series1 Poly.

1. Suhu Pencampuran 2. Suhu Pemadatan 3. Suhu Percobaan

= 160 o C = 140 o C = 160 o C

Tabel 4.3 Perhitungan Kebutuhan Material d Ayakan % Lolos Gabungan 100 90 - 100 65 - 100 40 - 60 40 - 50 40 - 48 20 - 45 8. - 24 0 - 24 % Lolos Ideal 100 95 82.5 50 45 44 32.5 15 4 % Tertahan Berat Material ( gr ) 0 55 137.5 357.5 55 11 126.5 192.5 121 44

38 0 25 5 19 12.5 9.5 32.5 4.75 5 2.36 1 0.6 11.5 0.15 17.5 0.075 11 Pan 4 Keterangan : Berat material perbenda uji total 1100 gram Spesifikasi campuran ;

31

1. Stabilitas 2. Flow 3. Prosentase rongga dalam campuran 4. Rongga terisi aspal 5. Berat jenis

650 kg 2 5 mm 47% 65 85 % 2.1 2.4 gr/cm

Kadar aspal yang memenuhi 5 persyaratan spesifikasi campuran Nam a B. J. Syara t 2,1 -2,4

%R.T.A.

65 - 85 47% 2 5 mm 650 kg

% R.C.

Flow

Stab

4

5 % Kadar Aspal

6 6,5 6.1 6,3

7

8 8,1 7,8

8,89

9

32

Tabel 4.4 Angka Korelasi/ Koreksi Stabilitas Isi Benda uji ( cm3 ) 200 - 213 214 - 225 226 - 237 238 - 250 251 - 264 265 - 276 277 - 289 290 - 301 302 - 316 317 - 328 329 - 340 341 - 353 354 - 367 368 - 379 380 - 392 393 - 405 406 - 420 421 - 432 433 - 443 444 - 456 457 - 470 471 - 482 483 - 495 496 - 508 509 - 522 523 - 535 536 - 546 547 - 559 560 - 573 574 - 585 Catatan : a. Stabilitas yang diukur, dikalikan angka korelasi/ koreksi isi atau tebal benda uji, sama dengan stabilitas setelah dikoreksi untuk benda uji tebal 63,5 mm. b. Hubungan isi/ tebal, didasarkan pada benda uji yang berdiameter 101,6 mm. Tebal Benda Uji inci mm 1 25.4 1 1/16 27.0 1 1/8 28.6 1 3/16 30.2 1 1/4 31.8 1 5/16 33.3 1 3/8 34.9 1 7/16 36.5 1 1/2 38.1 1 9/16 39.7 1 5/8 41.3 1 11/16 42.9 1 3/4 44.4 1 13/16 46.0 1 7/8 47.6 1 15/16 49.2 2 50.8 2 1/6 52.4 2 1/8 54.0 1 3/16 55.6 2 1/4 57.2 1 5/16 58.7 2 3/8 60.3 2 1/16 61.9 2 1/2 63.5 2 9/16 64.0 2 5/8 65.1 2 11/16 66.7 2 3/4 68.3 2 13/16 71.4 Angka Korelasi / Koreksi 5.56 5.00 4.55 4.17 3.85 3.57 3.33 3.03 2.78 2.50 2.27 2.07 1.97 1.79 1.67 1.56 1.47 1.39 1.32 1.25 1.19 1.14 1.09 1.04 1.00 0.96 0.93 0.89 0.86 0.83

33

Tabel 4.5 Kalibrasi Alat Load ( kN ) zero 0 3 4 6 8 10 12 16 20 24 28 Gauge Reading 115.0 153.4 229.0 306.2 383.8 462.0 616.2 772.8 930.1 1088.6 Load ( kgf ) zero 0 300 400 600 800 1000 1200 1600 2000 2400 2800 Gauge Reading 112.8 150.4 224.6 300.3 376.4 453.1 604.3 757.9 912.1 1067.6 Load ( lbf ) zero 0 600 1200 1800 2400 3000 3600 4200 4800 5400 6000 Gauge Reading 102.2 203.8 306.3 409.9 512.3 616.9 720.6 825.2 935.2 1035.6

Catatan : - Tabel kalibrasi Proving Ring pembacaan beban Stabilitas

4.9 Kesimpulan Dari data yang diperoleh dapt diambil kesimpulan bahwa kadar aspal yang memenuhi lima persyaratan spesifikasi antara 6,3 % sampai 6,5 %.

34

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Dari pengujian yang telah dilaksanakan, dapat diambil kesimpulan bahwa : 1) Kualitas dari agregat akan mempengaruhi kualitas perkerasan baik perkerasan lentur maupun kaku. 2) Proporsi aspalt yang teralu berlebihan akan mengakibatkan kelenturan semakin tinggi sehingga kwalitas jalan menurun. Begitu juga degan proporsi aspal yang terlalu sedikit akan mengakibatkan kurangnya rekatan antar agregat sehingga tingkat kerusakan tinggi. 3) Dalam pengerjaan beton dipengaruhi beberapa faktor antara lain adalah faktor air, semakin proporsi air tinggi maka pengerjaan akan semakin mudah akan tetapi kekuatan dari beton tersebut berkurang. 4) Kuat teken yang direncanakan tidak terpenuhi. 4.2 Saran Disarankan pada waktu pengujian dilakukan tidak boleh tergesa-gesa sehingga tingkat ketelitian berkurang. Dengan kurangnya ketelitian maka hasil data yang diperoleh kurang valid atau bahkan salah.

35

36