379
I Komang Botha Wikrama, S.Ked
10700093
LABIO PALATOKSISIS
A.Definisi
Labio palatochizis (celah bibir / cleft lip) merupakan kelainan
kongenital yang disebabkan gangguan perkembangan wajah pada masa
embrio. Labio palatochizis berasal dari tiga kata yaitu labio
(bibir), palato (langit - langit) dan schizis (celah). Celah dapat
terjadi pada bibir, langit-langit mulut (palatum), ataupun pada
keduanya. Celah pada bibir disebut labiochisis sedangkan celah pada
langit-langit mulut disebut palatoschisis. Penanganan celah adalah
dengan cara pembedahan.
Labio palatoschizis merupakan suatu kelainan kongenital abnomaly
yang berupa adanya kelainan bentuk pada wajah. Palatokschizis
adalah adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan oleh
oleh kegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12
minggu. Bibir sumbing adalah malformasi yang disebabkan oleh
gagalnya propsuesus nasal median dan maksilaris untuk menyatu
selama perkembangan embriotik. B.Etiologi
a. Faktor Herediter Dimana material genetic dalam kromosom yang
mempengaruhi. Dimana dapat terjadi karena adaya adanya mutasi gen
ataupun kelainan kromosom (agen atau faktor yang menimbulkan cacat
pada masa embrio)Kawin antar kerabat sebagai faktor yang sudah
dipastikan. Gilarsi : 75% dari faktor keturunan resesif dan 25%
bersifat dominan. Pada setiap sel yang normal mempunyai 46 kromosom
yang terdiri dari 22 pasang kromosom non-sex ( kromosom 1 s/d 22 )
dan 1 pasang kromosom sex ( kromosom X dan Y ) yang menentukan
jenis kelamin. Pada penderita bibir sumbing terjadi Trisomi 13 atau
Sindroma Patau dimana ada 3 untai kromosom 13 pada setiap sel
penderita, sehingga jumlah total kromosom pada tiap selnya adalah
47. Jika terjadi hal seperti ini selain menyebabkan bibir sumbing
akan menyebabkan gangguan berat pada perkembangan otak, jantung,
dan ginjal. Namun kelainan ini sangat jarang terjadi dengan
frekuensi 1 dari 8000-10000 bayi yang lahir.
b. Faktor Eksternal
1. Faktor usia ibu
2. Obat-obatan. Asetosal, Aspirin (SCHARDEIN-1985) Rifampisin,
Fenasetin, Sulfonamid, Aminoglikosid, Indometasin, Asam Flufetamat,
Ibuprofen, Penisilamin, Antihistamin dapat menyebabkan celah
langit- langit. Antineoplastik, Kortikosteroid
3. Nutrisi (kekurangan zat seperti vitamin B6 dan B kompleks,
asam folat)d. Penyakit infeksi Sifilis, virus rubella e. Radiasif.
Stres emosional g. Trauma, (trimester pertama). (Wong, Donna L.
2003).C.Anatomi
Rongga mulut merupakan sebuah bagian tubuh yang terdiri dari :
lidah bagian oral (dua pertiga bagian anterior dari lidah), palatum
durum (palatum keras), dasar dari mulut, trigonum retromolar,
bibir, mukosa bukal, alveolar ridge, dan gingiva. Tulang mandibula
dan maksila adalah bagian tulang yang membatasi rongga mulut.
Rongga mulut yang disebut juga rongga bukal, dibentuk secara
anatomis oleh pipi, palatum keras, palatum lunak, dan lidah. Pipi
membentuk dinding bagian lateral masing-masing sisi dari rongga
mulut. Pada bagian eksternal dari pipi, pipi dilapisi oleh kulit.
Sedangkan pada bagian internalnya, pipi dilapisi oleh membran
mukosa, yang terdiri dari epitel pipih berlapis yang tidak
terkeratinasi. Otot-otot businator (otot yang menyusun dinding
pipi) dan jaringan ikat tersusun di antara kulit dan membran mukosa
dari pipi. Bagian anterior dari pipi berakhir pada bagian
bibir.
D.Klasifikasi
1) Berdasarkan organ yang terlibat :
a. Celah di bibir (labioskizis)b. Celah di gusi (gnatoskizis)c.
Celah di langit (palatoskizis)d. Celah dapat terjadi lebih dari
satu organ misalnya terjadi di bibir dan langit-langit
(labiopalatoskizis)
2) Berdasarkan lengkap/tidaknya celah terbentuk.Tingkat kelainan
bibir sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang berat.
Beberapa jenis bibir sumbing :a. Unilateral Incomplete ; Apabila
celah sumbing terjadi hanya di salah satu sisi bibir dan tidak
memanjang hingga ke hidung.b. Unilateral complete ; Apabila celah
sumbing terjadi hanya di salah satu bibir dan memanjang hingga ke
hidung.c. Bilateral complete ; Apabila celah sumbing terjadi di
kedua sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung.
(A) Celah bibir unilateral tidak komplit, (B) Celah bibir
unilateral (C) Celah bibir bilateral dengan celah langit-langit dan
tulang alveolar, (D) Celah langit-langitE.PatofisiologiCacat bibir
sumbing terjadi pada trimester pertama kehamilan karena tidak
terbentuknya suatu jaringan di daerah tersebut. Semua yang
mengganggu pembelahan sel pada masa kehamilan bisa menyebabkan
kelainan tersebut, misal kekurangan zat besi, obat-obat tertentu,
radiasi. Tak heran kelainan bibir sumbing sering ditemukan di desa
terpencil dengan kondisi ibu hamil tanpa perawatan kehamilan yang
baik serta gizi yang buruk.Bayi-bayi yang bibirnya sumbing akan
mengalami gangguan fungsi berupa kesulitan menghisap ASI, terutama
jika kelainannya mencapai langit-langit mulut. Jika demikian, ASI
dari ibu harus dipompa dulu untuk kemudian diberikan dengan sendok
atau dengan botol berlubang besar pada bayi yang posisinya tubuhnya
ditegakkan. Posisi bayi yang tegak sangat membantu masuknya air
susu hingga ke kerongkongan. Jika tidak tegak, sangat mungkin air
susu akan masuk ke saluran napas mengingat refleks pembukaan katup
epiglotis( katup penghubung mulut dengan kerongkongan) mesti
dirangsang dengan gerakkan lidah, langit-langit, serta kelenjar
liur.Bibir sumbing juga menyebabkan mudah terjadinya infeksi di
rongga hidung, tenggorokan dan tuba eustachius (saluran penghubung
telinga dan tenggorokan) sebagai akibat mudahnya terjadi iritasi
akibat air susu atau air yang masuk ke rongga hidung dari celah
sumbingnya.1. Kegagalan penyatuan atau perkembangan jaringan lunak
dan atau tulang selama fase embrio pada trimester I.2. Terbelahnya
bibir dan atau hidung karena kegagalan proses nosal medial dan
maksilaris untuk menyatu terjadi selama kehamilan 6-8 minggu.3.
Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah palatum yang
disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan palatum pada masa
kehamilan 7-12 minggu.4. Penggabungan komplit garis tengah atas
bibir antara 7-8 minggu masa kehamilan. F. Manifestasi Klinis
Pada labioskisis :
a. Distorsi pada hidung
b. Tampak sebagian atau keduanya
c. Adanya celah pada bibir Pada palatoskisis:
a. Tampak ada celah pada tekak (uvula), palato lunak, dan keras
dan atau foramen incisive
b. Adanya rongga pada hidung
c. Distorsi hidung
d. Teraba celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa
dengan jarie. Kesukaran dalam menghisap atau makan
G.Pemeriksaan Penunjang1. Tespendengaran, bicara dan
evaluasi.
2. Laboratorium untuk persiapan operasi; Hb, Ht, leuko, BT,
CT.3. Evaluasi ortodental dan prostontal dari mulai posisi gigi dan
perubahan struktur dari orkumaxilaris.4. Konsultasi bedah plastik,
ahli anak, ahli THT, ortodentisist, spech therapi.5. MRI untuk
evaluasi abnormal6. Foto rontgen7. Pemeriksaan fisik8. USG sebagai
persiapan mental bagi calon orang tua. Sehingga setelah bayi lahir,
orang tua sudah siap dengan keadaan anak dan penanganan khusus yang
diperlukan dalam perawatan bayi.H.Penatalaksanaan
Penanganan kelainan celah bibir dan celah langitan memerlukan
penanganan yang multidisiplin karena merupakan masalah yang
kompleks, variatif dan memerlukan waktu yang lama serta membutuhkan
beberapa ilmu dan tenaga ahli, diantaranya dokter anak, dokter
bedah plastik, dokter bedah mulut, pediatric dentists,
orthodontist, prosthodontist, ahli THT (otolaryngologist), speech
pathologist, geneticist dan psikiater atau psikolog untuk menangani
masalah psikologis pasien (SM, 2007)Sebelum melakukan operasi,
orangtua diharapkan melakukan konseling. Hal ini untuk membantu
mengurangi kecemasan orangtua pasien dan memberikan informasi
mengenai operasi yang akan dilakukan dan bagaimana tampilan anak
mereka setelah dilakukan operasi. Konseling juga dilakukan bagi si
anak agar saat bertambah besar mereka tidak terganggu secara
psikologis (SM, 2007)Anak yang memiliki celah bibir dan atau celah
langit-langit memiliki masalah dalam proses makan karena itu
dibutuhkan metode agar anak tetap mendapat asupan gizi. Pemberian
makan pada anak dengan celah langit-langit lebih sulit dibanding
anak dengan celah bibir karena pada celah langit-langit, anak
cenderung mengalami kesulitan menghisap atau menelan. Untuk
mengatasinya, dapat digunakan dot khusus dengan nipple yang kecil
agar aliran air susu bisa kontinu dan terkontrol. Berbeda dengan
penderita celah bibir saja yang masih bisa diberi susu dengan botol
atau dot biasa (SM, 2007)Beberapa praktisi merekomendasikan
penggunaan obturator (plastic plate) untuk menutup celah selama
anak sedang makan. Plate ini membutuhkan modifikasi agar selalu pas
atau fit sejalan dengan perkembangan pertumbuhan langitan anak.
Namun pada beberapa kasus celah langitan, bayi bisa diberi asupan
makan tanpa menggunakan obturator yaitu bila orangtua bisa
mengikuti instruksi pemberian makan yang benar. Posisi pemberian
air susu kepada anak diperhatikan, posisi untuk anak yang menderita
celah bibir dengan langit-langit atau celah langit-langit saja
diusahakan lebih tegak (upright position) agar tidak mudah
tersedak. Orangtua dapat menggendong bayinya pada 35-45 terhadap
lantai. Dengan memberikan informasi dan pelatihan, bayi bisa diberi
makan dengan menggunakan preemie nipple yaitu nipple yang sifatnya
lebih lembut dan mudah disesuaikan dengan cleft atau dengan
menggunakan nipple khusus seperti Mead-Johnson cross cut nipple
dimana aliran susu dapat disesuaikan. Dapat juga merekomendasikan
jenis dot khusus untuk anak dengan celah yaitu dot yang memiliki
nipple yang panjang atau bersayap dimana susu yang keluar bisa
langsung menuju ke faring (SM, 2007)Perbaikan secara bedah
melibatkan beberapa prosedur primer dan sekunder. Prosedur
pembedahan dan waktu pelaksanaannya bervariasi, tergantung dari
tingkat keparahan defeknya dan keputusan dari dokter bedahnya
(SM,2007)Waktu yang tepat untuk dilakukan operasi perbaikan masih
diperdebatkan. Namun biasanya dokter bedah memilih waktu antara 24
jam sampai 12 bulan setelah kelahiran, ada juga beberapa dokter
bedah yang menunda sampai beberapa bulan untuk menunggu bayi lebih
besar dan lebih kuat. Jika tidak ada kontraindikasi medis, bisa
diikuti rule of ten, yaitu dapat dilakukan operasi bila pasien
berusia 10 minggu, berat badan 10 pon dan hemoglobin setidaknya 10
g/dl. Namun jika terdapat kondisi medis yang membahayakan kesehatan
bayi, operasi ditunda sampai resiko medis minimal (SM,
2007).Penutupan bibir awal (primary lip adhesion) dilakukan selama
beberapa bulan pertama lalu dilanjutkan dengan perbaikan langitan.
Tujuan dari penutupan bibir awal ini adalah untuk mendapatkan
penampilan yang lebih baik, mengurangi insiden penyakit saluran
pernafasan dan untuk mengizinkan perbaikan definitif tanpa halangan
berupa jaringan scar yang berlebihan. Prostetik dan orthopedic
appliances dapat digunakan untuk mencetak atau memperluas segmen
maksila sebelum penutupan defek langitan. Selanjutnya, autogenus
bone graft dapat ditempatkan pada daerah defek tulang alveolar (SM,
2007)Prosedur perbaikan sekunder jaringan lunak dan prosedur
ortognatik dapat dilakukan untuk meningkatkan fungsi dan tampilan
estetik. Teknik yang digunakan dalam penutupan celah bibir yang
baik, selain berorientasi pada kesimetrisan dan patokan anatomi
bibir juga memperhitungkan koreksi kelainan yang sering dijumpai
bersamaan, misalnya hidung, baik pada saat yang bersamaan dengan
labioplasty maupun pada kesempatan yang telah direncanakan kemudian
hal ini untuk mempersiapkan jaringan dan menghindari parut atau
scar yang berlebihan. Prosedur yang mungkin dilakukan antara lain
seperti perbaikan konfigurasi anatomi bibir, hidung, langitan
durum, langitan molle dan alveolus. Penggunaan alat ortodontik juga
dapat dilakukan untuk mendapatkan susunan gigi geligi yang baik
didalam lengkung rahang dan memiliki hubungan fungsional yang baik
pula. 1. Labioplasty
Operasi labioplasty dilakukan pada usia kurang lebih 3 bulan dan
mengikuti ketentuan rule of tens yaitu (SM, 2007 & Anik,
2010).1. Berat bayi minimal 10 pounds
2. Hemoglobin lebih atau sama dengan 10 gr/dl dan
3. lekosit maksimal 10.000 /dl.
Tujuan utama labioplasty adalah menciptakan bibir dan hidung
yang seimbang dan simetris dengan jaringan parut minimal dan
menciptakan bibir yang berfungsi baik dengan mengurangi pengaruh
operasi terhadap pertumbuhan dan perkembangan lengkung maksila (SM,
2007 & Anik, 2010).Untuk tujuan tersebut maka setiap elemen
celah bibir dan hidung harus dibentuk seanatomis mungkin
(kartilago, kulit, otot dan mukosa nasal) dengan memperhatikan
pengambilan jaringan minimal untuk mencegah kurangnya volume bibir
dan hidung. Penanganan tepi insisi yang baik juga harus dilakukan
untuk mengurangi jaringan parut pasca operasi (SM, 2007 & Anik,
2010).
A) menandai daerah yang akan di triangular cleft lip repair. B)
penampakan selama operasi triangular repair. C) perbaikan
komplit.
2. Palatoplasty
Tujuan palatoplasty adalah memisahkan rongga mulut dan rongga
hidung, membentuk katup velofaringeal yang kedap air dan kedap
udara dan memperoleh tumbuh kembang maksilofasial yang mendekati
normal. Tantangan daripada palatoplasty dewasa ini bukanlah hanya
bagaimana menutup defek celah langit-langit namun juga bagaimana
didapatkan fungsi bicara yang optimal tanpa mengganggu pertumbuhan
maksilofasial (SM, 2007 & Anik, 2010).Waktu yang paling tepat
untuk dilakukannya palatoplasty masih tetap menjadi kontroversi.
Sebagian ahli bedah mendukung waktu palatoplasty sebelum usia 12
bulan karena lebih menguntungkan perkembangan bicara pasien sebab
proses belajar bicara dimulai pada usia 12 bulan (SM, 2007 &
Anik, 2010).
Penundaan palatoplasty lebih menguntungkan untuk perkembangan
maksilofasial namun lebih merugikan untuk perkembangan bicara
pasien. Waktu yang paling optimal untuk palatoplasty sampai sejauh
ini secara ilmiah belum terbukti namun sebagian besar ahli bedah
sepakat bahwa palatoplasty harus dilakukan sebelum usia 2 tahun
(SM, 2007 & Anik, 2010).Terdapat berbagai jenis teknik
palatoplaty namun yang paling sering dipakai adalah teknik von
langenbeck dan V-Y push back (Veau- Wardill-Kilner). Kedua teknik
ini memiliki kelebihan dan kekurangan
3. Von langenbeck Palatoplasty
Teknik von langenbeck menggunakan mukoperiosteal flap bipedikel
pada palatum durum dan palatum molle untuk menutup defek celah
langit-langit. Basis anterior dan posterior bipedikel flap
didekatkan kearah medial untuk menutup celah langit-langit (SM,
2007 & Anik, 2010). Keuntungan :
Teknik mudah dikerjakan
Waktu operasi cepat
Kekurangan :
Tidak mampu memanjangkan palatum ke posterior sehingga
kemungkinan terjadinya velopharingeal incompetence lebih
tinggi.
Fungsi bicara tidak optimal
A) marking desain flap B) Bipedikel mucoperiosteal flap
dielevasi dari lateral relaxing incision ke margin celah
langit-langit dilanjutkan dengan penutupan lapisan mucoperiosteum
nasal. flap mucoperiosteum rongga mulut komplit (SM, 2007 &
Anik, 2010).4. V-Y Pushback ( Veau- Wardill Kilner)
palatoplasty
A) penentuan marking insisi. B) mukoperiosteal flap oral
dielevasi dengan mempertahankan neurovascular bundle palatinus
mayus pada kedua sisi dilanjutkan retroposisi dan repair m. levator
velli palatine setelah penutupan mukoperiosteal nasal. C)
penjahitan mukoperiousteum oral (SM, 2007 & Anik, 2010).
Keuntungan : (SM, 2007 & Anik, 2010).1. Memperpanjang palatum
ke posterior
2. Meningkatkan fungsi bicara sebagai akibat palatum yang bisa
diperpanjang lebih ke posterior Kekurangan :
1. Kemungkinan timbul fistula pada daerah antara palatum durum
dan palatum molle karena mukoperiosteum yang tipis didaerah
tersebut.
2. Meninggalkan tulang terbuka / denuded bone yang lebar pada
tepi lateral celah langit-langit. Daerah ini kemudian membentuk
jaringan parut yang berperan pada konstriksi lengkung maksila.
3. Waktu operasi lebih lamaI.Komplikasi (SM, 2007 & Anik,
2010)a.Obstruksi jalan nafas Pascabedah obstruksi jalan napas
adalah komplikasi yang paling penting dalam periode pasca-operasi
langsung. Situasi ini biasanya hasil dari prolaps dari lidah ke
orofaring sementara pasien tetap dibius dari anestasi.
Intraoperative penempatan lidah tarikan jahitan membantu dalam
pengelolaann situasi ini. Obstruksi jalan napas juga dapat menjadi
masalah berkepanjangan karena perubahan pada saluran napas
dinamika, terutama pada anak-anak dengan rahang kecil.b. Pendarahan
Selama pembedahan perdarahan adalah komplikasi yang sering terjadi
pada langit-langit karena terdapat banyak pembuluh darahnya. Ini
dapat berbahaya pada bayi karena kekurangan volume darah. Sebelum
pembedahan penilaian tingkat haemoglobin dan platelet adalah
penting.
c. PeradanganKomplikasi yang lain dapat terjadi antara lain
adalah peradangan, injuri terhadap saraf, pembengkakan dan fistula.
Odem setelah operasi adalah normal dan fisilogis. Kemungkinan
perangan dapat diminimalisasi dengan terapi antibiotik, teknik
pembedahan yang baik, dan memperhatikan syarat-syarat
asepsisJ.PrognosisKelainan labioschisis merupakan kelainan bawaan
yang dapat dimodifikasi/ disembuhkan. Kebanyakan anak yang lahir
dengan kondisi ini memerlukan operasi saat usia masih dini, dan hal
ini sangat memperbaiki penampilan wajah secara signifikan. Dengan
adanya teknik pembedahan yang makin berkembang, 80% anak dengan
labioschisis yang telah ditangani mempunyai perkembangan kemampuan
bicara yang baik. Terapi bicara yang berkesinambungan menunjukkan
hasil peningkatan yang baik pada masalah-masalah berbicara pada
anak labioschisis.DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak.
Jakarta : Salemba
Nelson. 1993. Ilmu Kesehatan Anak bagian 2. Jakarta: Fajar
InterpratamaNgastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta :
EGCWong, Dona L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pedriatik.
Jakarta : EECAnil K. Lalwani. 2010. Current diagnosis &
treatment in otolaryngology. Head & Neck Surgery. New York: A
Lange Medical book H: 323-38. SM. 2007. Textbook of oral &
maxillofacial surgery. New Delhi: Elsevier. H: 493-514.