38 MPA 307 / April 2012 Dalam Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 diamanatkan bahwa “Pemerintah menugaskan BSNP un- tuk menyelenggarakan ujian nasio- nal yang diikuti peserta didik pada se- tiap satuan pendidikan jalur formal pendidikan dasar dan menengah dan jalur nonformal kesetaraan” (Pasal 67 ayat 1). Itulah yang menjadi dasar yu- ridis pelaksanaan UN yang akan kita laksanakan pertengahan April men- datang. Dari beberapa kali pelaksanaan UN yang dilaksanakan tiap tahun rata-rata persoalannya menyangkut pembocoran soal UN. Indikasinya terlihat dari hasil UN yang nilainya rata-rata fantastis. Fakta ini bertolak belakang dengan nilai yang didapat ketika dilaksanakan try out. Indikasi yang lain, hampir tidak ada perbedaan yang signifikan antara peserta didik yang satu dengan yang lain. Dengan kata lain, rupanya rekayasa telah me- lahirkan adagium baru dalam ranah pendidikan yaitu PBNM (Pintar Bo- doh Nilainya Mirip). Sementara kalau dilihat dari sisi nomor soal yang ja- wabannya salah dan benar kelihatan- nya homogen. Dengan indikasi yang demikian diduga kuat adanya pembo- coran soal UN meskipun tidak dite- mukan bukti materil. Melihat fenomena ini, ada baik- nya kalau kita merenungi kisah beri- kut. Konon dahulu kala ada seorang laki-laki yang memungut sebuah ke- pompong dan meletakkannya di atas meja. Lama sekali ia memperhatikan kepompong tersebut. Ternyata di su- dut kepompong itu ada sebuah lu- bang kecil. Beberapa hari kemudian ternyata makhluk yang ada dalam kungkungan kepompong tersebut ber- gerak-gerak. Makhluk itu memberon- tak ingin keluar dari “penjara” yang bernama kepompong. Lama sekali laki-laki itu memperhatikan gerakan makhluk di dalamnya. Beberapa saat kemudian kepompong itu tidak ber- gerak-gerak lagi. Nampaknya makh- luk di dalamnya telah kehabisan tena- ga tidak mampu untuk keluar dari kungkungan kepompong itu. Melihat hal itu si lelaki nampak- nya merasa iba dan kasihan, ia tidak sabar. Sebentar kemudian ia bergegas dan kemudian kembali dengan mem- bawa sebuah gunting. Berikutnya le- laki itu memotong kepompong dan mengeluarkan makhluk di dalamnya yang ternyata seekor kupu-kupu. Ku- pu-kupu malang tersebut menggeliat- geliat, kedua sayapnya mengkerut, ti- dak mengembang sebagaimana la- yaknya kupu-kupu yang lain. Bebe- rapa saat lamanya si lelaki menunggu sambil menatap makhluk malang ter- sebut tetapi tetap tidak ada perubah- an. Satu hari, dua hari bahkan satu minggu ia mengamati perkembangan si kupu-kupu hasilnya seperti sedia- kala. Ia tetap menggeliat dan sayap- nya tidak kunjung terkembang akhir- nya jadilah ia kupu-kupu tidak mampu terbang selamanya. Rupanya rasa iba dan kasihan si lelaki yang “baik hati” yang direali- sasikan dengan cara membantu me- ngeluarkannya dari kungkungan ke- pompong berakibat fatal. Kupu-kupu itu lahir prematur sehingga ia menjadi kupu-kupu yang cacat seumur hidup. Seandainya lelaki itu membiarkan ca- lon kupu-kupu itu keluar dengan ke- kuatannya sendiri tentu ia akan lahir menjadi kupu-kupu yang indah dan manis. Sebab daya yang dikeluarkan calon kupu-kupu untuk keluar dari lu- bang kecil itu menyebabkan cairan yang ada di tubuhnya berpencar me- nyebar sehingga sayapnya menjadi terkembang dan menjadi makhluk yang indah. Kisah di atas barangkali dapat menggugah kesadaran semua kom- ponen bangsa terutama praktisi pen- didikan bahwa rasa kasih sayang yang tidak pada tempatnya akan berujung pada malapetaka. Dalam konteks ini marilah biarkan peserta didik kita men- jawab soal UN sesuai dengan kemam- puannya sendiri. Mekanisme UN me- rupakan lubang kecil yang terdapat di dinding kepompong yang harus dilalui dengan kekuatan sendiri oleh masing-masing peserta didik. Ma- sing-masing pihak baik guru, siswa maupun walinya harus siap dengan resiko tidak lulus dan ekses yang di- Kupu-Kupu Yang Prematur dan Pembocoran Soal UN Oleh Mohammad Salehoddin *)