ABIDAH EL KHALIEQY lahir di Jombang, Jawa Timur. Setamat
Madrasah Ibtidaiyah, melanjutkan sekolah di Pesantren Putri Modern
PERSIS, Bangil, Pasuruan. Di Pesantren ini ia menulis puisi dan
cerpen dengan nama Idasmara Prameswari, Ida Arek Ronopati, atau Ida
Bani Kadir. Memperoleh ijazah persamaan dari Madrasah Aliyah
Muhammadiyah Klaten, dan menjadi juara penulis puisi Remaja Se-Jawa
Tengah (1984). Alumni Fakultas Syariah IAIN Sunan Kalijaga ini
menulis tesis Komuditas Nilai Fisik Perempuan dalam Persfektif
Hukum Islam (1989). Pernah aktif dalam Forum Pengadilan Puisi
Yogyakarta (1987-1988), Kelompok Diskusi Perempuan Internasional
(KDPI) Yogyakarta, 1988-1989. Menjadi peserta dalam pertemuan APWLD
(Asia Pasific Forum on Women, Law And Development,
1988).Karya-karya penyair dan novelis yang bertinggal di kota
budaya ini, telah dipublikasikan di berbagai media masa lokal
maupun nasional, diantaranya The Jakarta Post, Jurnal Ulumul Quran,
Majalah Horizon, Republika, Media Indonesia, Suara Merdeka,
Kedaulatan Rakyat, Jawa Post, dan lain-lain. Serta dimaktubkan
dalam berbagai buku antologi sastra, seperti: Kitab Sastra
Indonesia, Angkatan Sastra 2000, Wanita Pengarang Indonesia,
ASEANO: An Antologi of Poems Shoustheast Asia, Album Cyber
Indonesia (Australia), Selendang Pelangi (antologi perempuan
penyair Indonesia), Para Pembisik, Dokumen Jibril, Nyanyian Cinta
dan lain-lain, juga dalam beberapa antologi sastra Festival
Kesenian Yogyakarta; Sembilu Pagelaran, Embun Tajjali dan Ambang.
Membacakan karya-karyanya di Taman Ismail Marzuki (1994 dan 2000).
Mewakili Indonesia dalam ASEAN Writers Conferenc/Workshop Poetry di
Manila, Philipina (1995). Menjadi pendamping dalam Bengkel Kerja
Penulisan Kreatif MASTERA (Majlis Sastra Asia Tenggara, 1997).
Membacakan puisi-puisinya di sekretariat ASEAN (1998), Konferensi
Perempuan Islam Se Asia-Fasifik dan Timur Tengah (1999). Mendapat
Penghargaan Seni dari Pemerintah DIY (1998). Mengikuti Program SBSB
(Sastrawan Bicara Siswa Bertanya) di berbagai SMU di kota besar
Indonesia (2000-2005). Menjadi pemenang dalam Lomba Penulisan Novel
Dewan Kesenian Jakarta (2003). Dinobatkan sebagai salah satu tokoh
muda Anak Zaman Menerobos Batas versi Majalah Syirah (2004).
Menjadi pemakalah dalam Pertemuan Sastrawan Melayu-Nusantara
(2005). Dialog tentang Sastra, Agama dan Perempuan, bersama
Camillia Gibs, di Kedutaan Kanada (2007). Membacakan karyanya dalam
Internasional Literary Biennale (2007). Bukunya yang sudah terbit;
Ibuku Laut Berkobar (1987), Menari di Atas Gunting (2001), Atas
Singgasana (2002) Genijora (2004), Mahabbah Rindu (2007), dan
Nirzona (2008). Serta antologi cerpen dalam bentuk draft; Jalan Ke
Sorga (2007) dan The Heavens Gulf (2008).KERAJAAN SUNYISyair
malamkuke Sinai aku menujuTak terbayang kerinduan melauttak
terpermai kesunyian memagutSeperti bumi padang saharahaus dan lapar
mengecap di bibirmerengkuh mimpi saat madu terkepung
lebahkekosongan dalam tetirahPadang padang membentangmelahap
tubuhku tanpa tulangdan kesana alamat kucariKerajaan Sunyi2000AKU
HADIRAku perempuan yang menyeberangi zamanmembara tanganku
menggenggam pusakasuara diammenyaksikan pertempuran memperanakkan
tahtaraja raja memecahkan wajahsilsilah kekuasaanAku perempuan yang
merakit titianmenabur lahar berapi di bukit sunyimembentangkan
impian di ladang ladang matimusik gelisah dari kerak bumiAku
perempuan yang hadir dan mengalirmembawa kemudipanji matahariAku
perempuan yang kembalidan berkemas pergi1991
PEREMPUAN YANG IBUPerempuan yang ibu tak kan lahirdari rahim
bumi belepotan lumpur dan nanahnurani berselubung cadar
kegelapandan pekat bersama harapanterkaparPerempuan yang ibu
lahirdari buaian cakrawaladari ukiran udara warna daun semestayang
menyapa alam dengan bahasa mawaratau kebeningan telagaTak ada
matahariluput dari jendela1990
IBUKU LAUT BERKOBARIbuku laut berkobargemuruhnya memanggil
manggil namakudi bukir purnama pepujianberjalinan rindu
memadatmenyala gelegak kasmaranyang terus meruahberkibar lembar
gairahmengiring bulanku singgsanafitrahku kembali menghirup
udaradari persekutuanembun baqa
Setetes cindramatamumengungguli istana seribu dewakuimani
sudah
1989
SEKALI MATAHARIKUDI TITIK ZENIT
Sekali matahariku di titik zenithkabut memburai di pelupuk
matatiupkan sang kala mengatom duniadi atas inti materidan dzat
ruhkulangkahi serbuan yang lenyapserentak melesat dalam
gemuruhtuntas dzikirkembali kosong
Nol berhamburantetirah dari Kekasih
1988HAWA (1)
Disepimu aku datangSebagai ratuMemberi puisi pada jiwa
tawarmuKau ingin anggur atau badamTinggal bagaimana caramu
bertanam
Sebagai ratuAku adalah Tribhuana TunggadewiAtau Shima di
kalinggaYang memegang tongkat kuasaAtau wilayah negeriku
Tiap Hawa adalah ratuYang paham mahkota baruDan menyimpan
asesori lamaSebagai benda klasik di rak pajangan belakaKIDUNG
SIMALAKAMA
Aku berdiri di bawah khuldisaat senja menyamarseperti iblis
tanpa diundangberbilah racun bersarung pedangmenusuk lambungkudi
langit terang
Aku berdiri menangkar sunyi bumisendirimenerbangi titik
niskalamenyusupkan jiwake puncak tahtacahaya Cinta
Tak ada waktu membayangmerekah dan mengaku kalahjengkal tanah
selalu begitumenghisap semua bungasekaligus putiknya
Hawa menembang lagu merduserupa kidung simalakama
2003
INTA WAHDAH(Dikau Saja)
Hausku bukan Iqlima memeluk Qabilbukan pula CleopatraAphrodite
atau Zulaikha
Cukup sudah cinta!Tak usai Hawa ngembaramenyelami airmatapohon
apa bakal tumbuhjika Layla abadi komadi barak kumuh dan luka
Wahai Majnun di puncak resah!
Sudah kuhafal kata kata bijakhuruf batu dari kaum botaknamun
kosa kata cintabaru ketemu kamusnyasaat matamu purnamadan subuh
menderumemanggil ruh di tubuh
Dikaulah cuma, kidung dadali kuping tulikujuga ombak yang timbul
tenggelambagai iman samudra jiwaku
Dan malam menggelombangkarna bintang berjumpaandi pangkuan kasih
dan cintamendesirkan sukmasemilir jiwakubukan perempuan bukan
lelakibukan budak atau tuanjika ingin menakarkukecuali mummi sedang
menimbangdiri sendiri
Burung burung terbang tinggimenguntai tasbihlangit abadirindu
rumah di syurga Rabiahasing dan sunyi
2005
PUISI-PUISI ABRAR YUSRASelasa, 11/02/2014 - 13:58 Sastra Seratus
...Lain-lain | Koleksi | Puisi | Abrar Yusra1970-ANLapar aku, aku
lapar. Kumakan buah segala buahSegala padi segala ubiKumakan sayur
segala sayur. Segala daun segala rumputKumakan ikan., Ketam. Udang.
KerangKumakan kudaAyam. Sapi. Kambing. Babi. Tikus. BekicotAku
lapar. Lapar lagi !Kumakan anginKumakan mimpiKumakan pilKumakan
kumanKumakan tanahKumakan lautKumakan mesiuKumakan bomKumakan
bulanDan bintang dan matahari !kumakan mimpimuRencanamuTangamnu.
KakimuKepalamuAstaga. Kumakan tangankuDan kakiku. Dan kepalakuDan
hah, kumakan kamu!HANYA SECERCAH CIUMANPandanglah kota dan
matahari, simpang dan tiang-tiang iniDi mana pernah melintas
bayanganmuPernah sekejap kita di siniMengiringkan waktuTiada
sesuatu yang pasti. Berbahagialah menyusur jalanResah dari tempat
demi tempatDan aku hanya bisa memberimu secercah ciumanYang hanya
kita bisa nikmatSemoga sesudah kota dan matahari, simpang dan
tiang-tiang iniEngkau pun bisa bertetap hatipada segala yang akan
datangSelamat jalan, anak sayang !SENANDUNG TAK BERNAMA Apatah
Dunia bagiku?Mungkin sebuah rumah untuk sebentar waktu.Atau mungkin
suatu daerah pengembaraan asingTak ada rumahku, rumah kita.Kita
baru bakal masuk ke sanaDan kebahagianku tiada lain selain
mencintai rumah ini, mencintai kau penghuninya.Moga-moga aku betah
terus di sini, sesampai waktuSedangkan penderitaanku adalah
kecemasan seorang anak tersesat.Atau kecemasan pengembara yang
menyandang kutukBerjalan dalam kabutentah ke Kampung Halaman, entah
ke Tempat Buangan
PUISI-PUISI KH. MUSTOFA BISRI (GUS MUS)Rabu, 12/02/2014 - 23:55
Sastra Seratus ...Lain-lain | Koleksi | Puisi | KH. Mustofa Bisri |
Gus MusSURABAYAJangan anggap mereka kalapjika mereka terjang
senjata sekutu lengkapjangan dikira mereka nekatkarena mereka cuma
berbekal semangatmelawan seteru yang hebatJangan sepelekan senjata
di tangan merekaatau lengan yang mirip kerangkaTengoklah baja di
dada merekaJangan remehkan sesobek kain di kepalatengoklah merah
putih yang berkibardi hati merekadan dengar pekik merekaAllahu
Akbar !
Dengarlah pekik merekaAllahu Akbar !Gaungnya menggelegarmengoyak
langitSurabaya yang murkaAllahu Akbarmenggetarkan setiap yang
mendengarSemua pun jadi kecilSemua pun tinggal seupilSemua
menggigil.Surabaya,O, kota keberanianO, kota kebanggaanMana
sorak-sorai takbirmuyang membakar nyali kezaliman ?mana pekik
merdekamuYang menggeletarkan ketidakadilan ?mana arek-arekmu yang
siapmenjadi tumbal kemerdekaandan harga dirimenjaga ibu pertiwidan
anak-anak negeri.Ataukah kini semuanya ikut terbuailagu-lagu satu
nadademi menjagakeselamatan dan kepuasandiri sendiriAllahu Akbar
!Dulu Arek-arek Surabayatak ingin menyetrika Amerikamelinggis
InggrisMenggada Belandamurka pada Gurkamereka hanya tak
sukakezaliman yang angkuh merejalelamengotori persadamereka harus
melawanmeski nyawa yang menjadi taruhankarena mereka memang
pahlawanSurabayaDimanakah kau sembunyikanPahlawanku ?PUTRA-PUTRA
IBU PERTIWIBagai wanita yang tak ber-ka-be sajaIbu pertiwi terus
melahirkan putra-putranyaPahlawan-pahlawan bangsaDan
patriot-patriot negara(Bunga-bungakalian mengenalnyaAtau hanya
mencium semerbaknya)Ada yang gugur gagah dalam gigih
perlawananMerebut dan mempertahankan kemerdekaan(Beberapa
kuntumdipetik bidadari sambil senyumMembawanya ke sorga tinggalkan
harum)Ada yang mujur menyaksikan hasil perjuanganTapi malang tak
tahan godaan jadi bajingan(Beberapa kelopak bungadi tenung angin
kalaBerubah jadi duri-duri mala)bagai wanita yang tak ber-ka-be
sajaIbu pertiwi terus melahirkan putra-putranyaPahlawan-pahlawan
dan bajingan-bajingan bangsa(di tamansaribunga-bunga dan
duri-duriSama-sama diasuh mentari)Anehnya yang mati tak takut mati
justru abadiYang hidup senang hidup kehilangan jiwa(mentari tertawa
sedih memandang pedihDuri-duri yang membuat bunga-bunga tersisih)S
O A LRakyat - (Penguasa + Pengusaha) : (Umara + Ulama) +(Legislatif
- Eksekutif) + (Cendekiawan x Kiai) = ?(Mustofa Bisri
1993)NEGERIKUmana ada negeri sesubur negeriku?sawahnya tak hanya
menumbuhkan padi, tebu, dan jagungtapi juga pabrik, tempat
rekreasi, dan gedungperabot-perabot orang kaya diduniadan
burung-burung indah piaraan merekaberasal dari hutankuikan-ikan
pilihan yang mereka santapbermula dari lautkuemas dan perak
perhiasan merekadigali dari tambangkuair bersih yang mereka
minumbersumber dari keringatkumana ada negeri sekaya
negeriku?majikan-majikan bangsakumemiliki buruh-buruh
mancanegarabrankas-brankas ternama di mana-manamenyimpan
harta-hartakunegeriku menumbuhkan konglomeratdan mengikis habis
kaum melaratrata-rata pemimpin negerikudan handai taulannyaterkaya
di duniamana ada negeri semakmur negerikupenganggur-penganggur
diberi perumahangaji dan pensiun setiap bulanrakyat-rakyat kecil
menyumbangnegara tanpa imbalanrampok-rampok dibri rekomendasidengan
kop sakti instansimaling-maling diberi konsesitikus dan
kucingdengan asyik berkolusi(Mustofa Bisri 1414)DI TAMAN PAHLAWANDi
taman pahlawan beberapa pahlawan sedang berbincang-bincang tentang
keberanian dan perjuangan.Mereka bertanya-tanya apakah ada yang
mewariskan semangatperjuangan dan pembelaan kepada
yangditinggalkanAtaukah patriotisme dan keberanian di zaman
pembangunan inisudah tinggal menjadi dongeng dan slogan ?banyak
sekali tokoh di situ yang diam-diam ikut mendengarkandengan perasan
malu dan sungkanTokoh-tokoh ini menyesali pihak-pihak yang membawa
merekakemari karena menyangka mereka juga pejuang-pejuang
pemberani. Lalu menyesali diri mereka sendiri yang duluterlalu baik
memerankan tokoh-tokoh gagahberani tanpa mengindahkan
nurani.(Bunga-bunga yang setiap kali ditaburkan justru membuat
merekalebih tertekan)Apakah ini yan namanya siksa kubur ?tanya
seseorang di antara mereka yang dulu terkenal takaburTapi kalau
kita tak disemayamkan di sini, makam pahlawan iniakan sepi
penghuni, kata yang lain menghibur.Tiba-tiba mereka mendengar
Marsinah.Tiba-tiba mereka semua yang di Taman Pahlawan,yang
betul-betul pahlawan atau yang keliru dianggap pahlawan,begitu
girang menunggu salvo ditembakkan dan genderangpenghormatan ditabuh
lirih mengiringi kedatanganwanita muda yang gagah perkasa ituDi
atas, Marsinah yang berkerudung awan putihberselendang pelangi
tersenyum manis sekali :maaf kawan-kawan, jasadku masih
dibutuhkanuntuk menyingkapkan kebusukan dan membantu merekayang
mencari muka.kalau sudah tak diperlukan lagibiarlah mereka
menanamkannya di mana saja di persada inisebagai tumbal keadilan
atau sekedar bangkai tak berarti(1441)KELUHANTuhan, kami sangat
sibuk.1410KITA SEMUA ASMUNI ATAWA ASMUNI CUMA SATU Kita semua
AsmuniKita satu sama lainTidak lainAsmuni semuaAnak-anak
AsmuniOrang-orang AsmuniTuan AsmuniRaden AsmuniBapak AsmuniKiai
AsmuniPolitikus AsmuniPemikir AsmuniPembaru AsmuniKita semua
AsmuniKita satu sama lainTidak lainAsmuniSayangAsmuni yang jujur
cuma satuAsmuni yang menghiburCuma satu1988Dengan permohonan maaf
dari Asmuni Andiweky dari Group Lawak SrimulatKALAU KAU SIBUK KAPAN
KAU SEMPATKalau kau sibuk berteori sajaKapan kau sempat menikmati
mempraktekkan teori?Kalau kau sibuk menikmati praktek teori
sajaKapan kau memanfaatkannya?Kalau kau sibuk mencari penghidupan
sajaKapan kau sempat menikmati hidup?Kalau kau sibuk menikmati
hidup sajaKapan kau hidup?Kalau kau sibuk dengan kursimu sajaKapan
kau sempat memikirkan pantatmu?Kalau kau sibuk memikirkan pantatmu
sajaKapan kau menyadari joroknya?Kalau kau sibuk membodohi orang
sajaKapan kau sempat memanfaatkan kepandaianmu?Kalau kau sibuk
memanfaatkan kepandaianmu sajaKapan orang lain
memanfaatkannya?Kalau kau sibuk pamer kepintaran sajaKapan kau
sempat membuktikan kepintaranmu?Kalau kau sibuk membuktikan
kepintaranmu sajaKapan kau pintar?Kalau kau sibuk mencela orang
lain sajaKapan kau sempat membuktikan cela-celanya?Kalau kau sibuk
membuktikan cela orang sajaKapan kau menyadari celamu sendiri?Kalau
kau sibuk bertikai sajaKapan kau sempat merenungi sebab
pertikaian?Kalau kau sibuk merenungi sebab pertikaian sajaKapan kau
akan menyadari sia-sianya?Kalau kau sibuk bermain cinta sajaKapan
kau sempat merenungi arti cinta?Kalau kau sibuk merenungi arti
cinta sajaKapan kau bercinta?Kalau kau sibuk berkhutbah sajaKapan
kau sempat menyadari kebijakan khutbah?Kalau kau sibuk dengan
kebijakan khutbah sajaKapan kau akan mengamalkannya?Kalau kau sibuk
berdzikir sajaKapan kau sempat menyadari keagungan yang kau
dzikiri?Kalau kau sibuk dengan keagungan yang kau dzikiri sajaKapan
kau kan mengenalnya?Kalau kau sibuk berbicara sajaKapan kau sempat
memikirkan bicaramu?Kalau kau sibuk memikirkan bicaramu sajaKapan
kau mengerti arti bicara?Kalau kau sibuk mendendangkan puisi
sajaKapan kau sempat berpuisi?Kalau kau sibuk berpuisi sajaKapan
kau memuisi?(Kalau kau sibuk dengan kulit sajaKapan kau sempat
menyentuh isinya?Kalau kau sibuk menyentuh isinya sajaKapan kau
sampai intinya?Kalau kau sibuk dengan intinya sajaKapan kau
memakrifati nya-nya?Kalau kau sibuk memakrifati nya-nya sajaKapan
kau bersatu denganNya?)Kalau kau sibuk bertanya sajaKapan kau
mendengar jawaban!1987MULA-MULAMula-mula mereka beri aku namaLalu
dengan nama ituMereka belenggu tangan dan kakiku1987IDENTITAS ATAWA
AKU DALAM ANGKAnamaku mustofa bin bisri mustofalahir sebelum masa
anak cukup 2sebagai anak ke 2 dari 9 bersaudararumah kami nomer 3
jalan muliatermasuk 1 dari 17 erte di desaleteh namanya 1 dari 34
desa di kecamatan kota 1 dari 14 kecamatan di kabubatenrembang
namanya 1 dari 5 kabupatendi karesidenan pati 1 dari 6 karesidenan
di propinsi jawa tengah 1 dari 27 propinsi di indonesia1 dari 6
negara-negara asean di asia 1 dari 5 benua di dunia 1 dari sekian
kacang hijau di semesta.cukup jelaskah aku?1987ISTRIKUKalau istriku
tidak kawin dengankuDia bukan istriku tentuAku kebetulan
mencintainyaDiapun mencintaikuSeandainya pun aku tidak
mencintainyaDan dia tidak mencintaiku pulaDia tetap istrikuKarena
ia kawin denganku1987GURUKUKetika aku kecil dan menjadi
muridnyaDialah di mataku orang terbesar dan terpintarKetika aku
besar dan menjadi pintarKulihat dia begitu kecil dan luguAku
menghargainya duluKarena tak tahu harga guruAtaukah kini aku tak
tahuMenghargai guru?1987ORANG PENTINGOrang penting lain dengan
orang lainDia beda karena pentingnyaBicaranya penting diamnya
pentingKebijaksanaannya pentingNgawurnya pun pentingSemua yang ada
padanya pentingSampai pun yang paling tidak pentingJika tak penting
lagiDia sama dengan yang lain saja1987PUISI BALSEM DARI TUNISIADi
festival puisi di negeri Abu NuwasKepalaku pening setiap
hariDicekoki puisi-puisi mabok pujiPadahal aku tidak
membawaPuisi-puisi balsemku yang manjur istimewaUntung seorang
penyair TunisiaMunsif Al-Muzghany namanyaDi samping beberapa
kumpulan puisinyaDia membawa puisi-puisi balsem juga rupanya(Puisi
balsem cukup universal juga ternyata!)Satu di antaranya begini
bunyinya:Ada seekor kambingNyelonong masuk gedung parlemenDan
mengembikMaka tiba-tiba sajaMenggema di ruang terhormat ituPaduan
suara : setujuuu!Peningku sejenak hilangTernyata puisi balsem
TunisiaLumayan manjur jugaBaghdad (memang ditulis di Baghdad, tapi
disebutkan di sini sambil bergaya), 27 November 1989NYANYIAN
KEBEBASAN ATAWA BOLEH APA SAJAMerdeka!Ohoi, ucapkanlah lagi
pelan-pelanMerdekaKau kan tahu nikmatnyaNyanyian kebebasan
Ohoi,Lelaki boleh genit bermanja-manjaWanita boleh sengit bermain
bolaAnak muda boleh berkhutbah dimana-manaOrang tua boleh
berpacaran dimana sajaOhoi,Politikus boleh berlagak kiaiKiai boleh
main film semau hatiIlmuwan boleh menggugat ayatGelandangan boleh
mewakili rakyatOhoi,Dokter medis boleh membakar kemenyanDukun
klenik boleh mengatur kesejahteraanSaudara sendiri boleh
dimakiTuyul peri boleh dibaikiOhoi,Pengusaha boleh melacurPelacur
boleh berusahaPembangunan boleh berjudiPenjudi boleh
membangunOhoi,Yang kaya boleh mengabaikan saudaranyaYang miskin
boleh menggadaikan segalanyaYang di atas boleh dijilat hingga
mabukYang di bawah boleh diinjak hingga remukOhoi,Seniman boleh
bersufi-sufiSufi boleh berseni-seniPenyair boleh berdzikir
samawiMuballigh boleh berpuisi duniawiOhoi,Si anu boleh anuSiapa
boleh apaMerdeka?1987PILIHANAntara kaya dan miskin tentu kau
memilih miskinLihatlah kau seumur hidup tak pernah merasa
kayaAntara hidup dan mati tentu kau memilih matiLihatlah kau seumur
hidup mati-matian mempertahankan kematianAntara perang dan damai
tentu kau memilih damaiLihatlah kau habiskan umurmu berperang demi
perdamaianAntara beradab dan biadab tentu kau memilih
beradabLihatlah kau habiskan umurmu menyembunyikan kebiadaban dalam
peradabanAntara nafsu dan nurani tentu kau memilih nuraniLihatlah
kau sampai menyimpannya rapi jauh dari kegalauan dunia iniAntara
dunia dan akhirat tentu kau memilih akhiratLihatlah kau sampai
menamakan amal-dunia sebagai amal akhiratAntara ini dan ituBenarkah
kau memilih itu?1410/1989SUWUK KULHU SUNGSANGSato sampai sato
matiJalma sampai jalma matiMaling sampai maling matiRampok sampai
rampok matiTamak sampai tamak matiLalim sampai lalim matiTiran
sampai tiran matiButa sampai buta matiHantu sampai hantu matiSetan
sampai setan matiNiatbusuk sampai niatbusuk matiAtas pertolongan
Pasti.1411SUWUK SOLIBINSolibin solimatBimat busipatLangitmu tanpa
mendungLautku tanpa garamMendung bagiankuGaram bagianmuSolibin
solimatBimat busipatPundakmu tanpa bebanBebanku tanpa pundakHakmu
tanpa kewajibanKewajibanku tanpa hakSolibin solimatBimat
busipatKaukemas keserakahan dalam amal kesalehanKukemas kecemasan
dalam senyum kekalahanKaubungkus kebusukan dalam kafan
suteraKubungkus kepedihan dalam dada membaraSolibin solimatBimat
busipatKau keparat!1410SUWUK MANIKCEMARsang manikcemartelah
tergenggam tangannyawamurunduk tundukmerunduktunduk
rundukmenundukmerundukmenunduktundukrundukterbentuk!tengkukmu
pakubengkoklututmu sikusikugagukakukakugagutak tidaktak taktak
tidak tak taktak tak tak tidaktak tidak tak takgagukakukakugagukaku
semuagagu semuasemua ya ya ya ya sajayayaya yayaya yayaya
sajayayayayayaya sajalaa ilaha illallah muhammadur
rasuulullah1410KEPADA PENYAIRBrentilah menyanyi sendutak
menentutentang gunung-gunung dan batumega-mega dan awan
kelabutentang bulan yang gagudan wanita yang bernafsuBrentilah
bersembunyidalam simbol-simbol banciBrentilah menganyam-anyam
mayamengindah-indahkan cintamembesar-besarkan rinduBrentilah
menyia-nyiakan dayamemburu orgasme dengan tangan keluBrentilah
menjelajah lembah-lembahdengan angan-angan tanpa arahTengoklah
kanan-kirimuLihatlah kelemahan di mana-manamembuat lelap dan kalap
siapa sajaLihatlah kekalapan dan kelelapan merajalelamembabat
segalanyaLihatlah segalanya semena-menamengkroyok dan membiarkan
nurani tak berdayaBangunlahAsahlah huruf-hurufmuCelupkan
baris-baris sajakmudalam cahya dzikir dan doaLalu tembakkan
kebenaranDan biarlah Maha Benaryang menghajar kepongahan
gelapdengan mahacahyaNya1414MAJU TAK GENTARMaju tak gentarMembela
yang mungkarMaju tak gentarHak orang diserangMaju tak gentarPasti
kita menang!1993INPUT DAN OUTPUTDi mesjid-mesjid dan majlis-majlis
taklimberton-ton huruf dan kata-kata muliatanpa kemasan
dituang-suapkandari mulut-mulut mesin yang dinginke kuping-kuping
logam yang terbakaruntuk ditumpahkan ketika keluar.Di kamar-kamar
dan ruang-ruang rumahberhektar-hektar layar kehidupan matidengan
kemas luhur ditayang-sumpalkanmelalui mata-mata yang letihke
benak-benak seng berkaratuntuk dibawa-bawa sampai sekarat.Di
kantor-kantor dan markas-markasbertimbun-timbun arsip kebijaksanaan
anehdengan map-map agung dikirim-salurkanmelalui kepala-kepala
plastikke segala pejuru urat nadiuntuk diserap sampai mati.Di
majalah-majalah dan koran-koranberkilo-kilo berita dan opini
Tuhandengan disain nafsu dimuntah-jejalkanmelalui kolom-kolom
rapike ruang-ruang kosong tengkorakorang-orang tua dan anak-anak.Di
hotel-hotel dan tempat hiburanberonggok-onggok daging dan
virusdengan bungkus sutera disodor-suguhkanmelalui saluran-saluran
resmike berbagai pribadi dan instansiuntuk dinikmati dengan penuh
gengsiDi jalan-jalan dan di kendaraan-kendaraanberbarel-barel
bensin dan darahdengan pipa-pipa kemajuan ditumpah-ruahkanmelalui
pori-pori kejantananke tangki-tangki penampung nyawauntuk
menghidupkan sesal dan kecewa1415PAHLAWANLahir. Hilang. Gugur.
Hidup. Mengalir. Sudah.TIKUSmemanen tanpa menanammerompak tanpa
jejakkabur tanpa buntutbau tanpa kentut1414ORANG KECIL ORANG
BESARSuatu hari yang cerahDi dalam rumah yang gerahSeorang anak
yang luguSedang diwejang ayah-ibunya yang luguAyahnya
berkata:Anakku,Kau sudah pernah menjadi anak kecilJanganlah kau
nanti menjadi orang kecil!Orang kecil kecil peranannyaKecil
perolehannya, tambah si ibuYa, lanjut ayahnyaOrang kecil sangat
kecil bagiannyaAnak kecil masih mendinganRengeknya
didengarkanSuaranya diperhitungkanOrang kecil tak boleh
memperdengarkan rengekanSuaranya tak suara.Sang ibu ikut
wanti-wanti:Betul, jangan sekali-kali jadi orang kecilOrang kecil
jika jujur ditipuJika menipu dijurJika bekerja digangguinJika
mengganggu dikerjain.Ayah dan ibu berganti-ganti menasehati:Ingat,
jangan sampai jadi orang kecilOrang kecil jika ikhlas diperasJika
diam ditikamJika protes dikentesJika usil dibedil.Orang kecil jika
hidup dipersoalkanJika mati tak dipersoalkan.Lebih baik jadilah
orang besarBagiannya selalu besar.Orang besar jujur-tak jujur
makmurBenar-tak benar dibenarkanLalim-tak lalim dibiarkan.Orang
besar boleh bicara semaunyaOrang kecil paling jauh dibicarakan
saja.Orang kecil jujur dibilang tololOrang besar tolol dibilang
jujurOrang kecil berani dikata kurangajarOrang besar kurangajar
dikata berani.Orang kecil mempertahankan hakdisebut pembikin
onarOrang besar merampas hakdisebut pendekar.Si anak terus diam tak
berkata-kataNamun dalam dirinya bertanya-tanya:Anak kecil bisa
menjadi besarTapi mungkinkah orang kecilMenjadi orang
besar?Besoknya entah sampai kapansi anak terus
mencoret-coretdinding kalbunya sendiri:O r a n g k e c i l ? ? ?O r
a n g b e s a r ! ! !1993ANDAIKATAandaikata kupunyatak hanyalengan
lunglaitempat kita meletakkan kalahandaikata kupunyatak
hanyapangkuan landaitempat kita merebahkan resahandaikata
kupunyatak hanyadada lukatempat kita menyandarkan dukaandaikata
kupunyatak hanyatangan kelutempat kita menggenggam piluandaikata
kupunyatak hanyakata-kata dustapenyeka airmataandaikata kupunyatak
hanyatelinga rentapenampung deritaandaikatakupunyatak
hanyaandaikata1414IBUIbuKaulah gua teduhtempatku bertapa
bersamamusekian lamaKaulah kawahdari mana aku meluncur dengan
perkasaKaulah bumiyang tergelar lembut bagikumelepas lelah dan
nestapaGunung yang menjaga mimpikusiang dan malamMata air yang tak
brenti mengalirmembasahi dahagakuTelaga tempatku bermainberenang
dan menyelamKaulah, ibu, langit dan lautyang menjaga lurus
horisonkuKaulah, ibu, mentari dan rembulanyang mengawal
perjalanankumencari jejak sorgadi telapak kakimu(TuhanAku
bersaksiIbuku telah melaksanakan amanatMumenyampaikan
kasihsayangMumaka kasihilah ibukuseperti Kau
mengasihikekasih-kekasihMuAmin).1414NASIHAT RAMADLAN BUAT A.
MUSTOFA BISRIMustofa,Jujurlah pada dirimu sendiri mengapa kau
selalu mengatakanRamadlan bulan ampunan apakah hanya menirukan
Nabiatau dosa-dosamu dan harapanmu yang berlebihanlah
yangmenggerakkan lidahmu begitu.Mustofa,Ramadlah adalah bulan
antara dirimu dan Tuhanmu. Darimu hanyauntukNya dan Ia sendiri tak
ada yang tahu apa yang akan dianugerahkanNyakepadamu. Semua yang
khusus untukNya khusus untukmu.Mustofa,Ramadlan adalah bulanNya
yang Ia serahkan padamu dan bulanmuserahkanlah semata-mata padaNya.
Bersucilah untukNya. BersalatlahuntukNya. Berpuasalah untukNya.
Berjuanglah melawan dirimu sendiriuntukNya.Sucikan kelaminmu.
Berpuasalah.Sucikan tanganmu. Berpuasalah.Sucikan mulutmu.
Berpuasalah.Sucikan hidungmu. Berpuasalah.Sucikan wajahmu.
Berpuasalah.Sucikan matamu. Berpuasalah.Sucikan telingamu.
Berpuasalah.Sucikan rambutmu. Berpuasalah.Sucikan kepalamu.
Berpuasalah.Sucikan kakimu. Berpuasalah.Sucikan
tubuhmu.Berpuasalah.Sucikan hatimu.Sucikan
pikiranmu.Berpuasalah.Sucikandirimu.Mustofa,Bukan perut yang lapar
bukan tenggorokan yang kering yangmengingatkan kedlaifan dan
melembutkan rasa.Perut yang kosong dan tenggorokan yang kering
ternyata hanya penungguatau perebut kesempatan yang tak sabar atau
terpaksa.Barangkali lebih sabar sedikit dari mata tangan kaki dan
kelamin, lebih tahansedikit berpuasa tapi hanya kau yang tahuhasrat
dikekang untuk apa dan siapa.Puasakan kelaminmuuntuk memuasi
RidlaPuasakan tanganmuuntuk menerima KurniaPuasakan mulutmuuntuk
merasai FirmanPuasakan hidungmuuntuk menghirup WangiPuasakan
wajahmuuntuk menghadap KeelokanPuasakan matamuuntuk menatap
CahayaPuasakan telingamuuntuk menangkap MerduPuasakan rambutmuuntuk
menyerap BelaiPuasakan kepalamuuntuk menekan SujudPuasakan
kakkmuuntuk menapak SirathPuasakan tubuhmuuntuk meresapi
RahmatPuasakan hatimuuntuk menikmati HakikatPuasakan pikiranmuuntuk
menyakini KebenaranPuasakan dirimuuntuk menghayati
Hidup.Tidak.Puasakanhasratmuhanya untukHadliratNya!Mustofa,Ramadlan
bulan suci katamu, kau menirukan ucapan Nabi atau kau
telahmerasakan sendiri kesuciannya melalui kesucianmu.Tapi bukankah
kau masih selalu menunda-nunda menyingkirkan kedengkiankeserakahan
ujub riya takabur dan sampah-sampah lainnya yang mampat
daricomberan hatimu?Mustofa,inilah bulan baik saat baik untuk
kerjabakti membersihkan hati.Mustofa,Inilah bulan baik saat baik
untuk merobohkan berhala dirimuyang secara terang-terangan dan
sembunyi-sembunyikau puja selama ini.Atau akan kau lewatkan lagi
kesempatan iniseperti Ramadlan-ramadlan yang lalu.Rembang, Syaban
1413YA RASULALLAHaku ingin seperti santri berbaju putihyang
tiba-tiba datang menghadapmududuk menyentuhkan kedua telapak
tangannya di atas paha-pahamu muliamulalu aku akan bertanya ya
rasulallahtentang islamkuya rasulallahtentang imankuya
rasulallahtentang ihsankuya rasulallahmulut dan hatiku
bersaksitiada tuhan selain allahdan engkau ya rasul utusan
allahtapi kusembah juga diriku astaghfirullahdan risalahmu hanya
kubaca bagai sejarahya rasulallahsetiap saat jasadku salatsetiap
kali tubuhku bersimpuhdiriku jua yang kuingatsetiap saat kubaca
salawatsetiap kali tak lupa kubaca salamassalamualaika ayyuhan
nabiyyu warahmatullahi wabarakatuhsalam kepadamu wahai nabi juga
rahmat dan berkat allahtapi tak pernah kusadari apakah di
hadapankukau menjawab salamkubahkan apakah aku menyalamimuya
rasulallahragaku berpuasadan jiwaku kulepas bagai kudaya
rasulallahsekali-kali kubayar zakat dengan niatdapat balasan kontan
dan berlipatya rasulallahaku pernah naik hajisambil menaikkan
gengsiya rasulallah, sudah islamkah aku?ya rasulallahaku percaya
allah dan sifat-sifatnyaaku percaya malaikatpercaya kitab-kitab
sucinyapercaya nabi-nabi utusannyaaku percaya akheratpercaya
qadla-kadarnyaseperti yang kucatatdan kuhafal dari ustadtapi aku
tak tahuseberapa besar itu mempengaruhi lakukuya rasulallah, sudah
imankah aku?ya rasulallahsetiap kudengar panggilanaku menghadap
allahtapi apakah ia menjumpaikusedang wajah dan hatiku tak
menentuya rasulallah, dapatkah aku berihsan?ya rasulallahkuingin
menatap meski sekejabwajahmu yang elok mengerlapsetelah sekian lama
mataku hanya menangkap gelapya rasulallahkuingin mereguk senyummu
yang segarsetelah dahaga di padang kehidupan hambarhampir membuatku
terkaparya rasulallahmeski secercah, teteskan padakucahyamubuat
bekalku sekali lagimenghampirinya1414SAJAK CINTAcintaku kepadamu
belum pernah ada contohnyacinta romeo kepada juliet, si majnun qais
kepada lailabelum apa-apatemu-pisah kita lebih bermaknadibanding
temu-pisah yusuf dan zulaikharindu-dendam kita melebihi rindu
dendam adam hawaaku adalah ombak samuderamuyang lari-datang
bagimuhujan yang berkilat dan berguruh mendungmuaku adalah wangi
bungamuluka berdarah-darah durimusemilir sampai badai anginmuaku
adalah kicau burungmukabut puncak gunungmutuah tenungmuaku adalah
titik-titik hurufmuhuruf-huruf katamukata-kata maknamuaku adalah
sinar silau panasdan bayang-bayang hangat mentarimubumi pasrah
langitmuaku adalah jasad ruhmufayakun kunmuaku adalah
a-k-uk-a-umuRembang, 30.9.1995NEGERIKUNegeriku telah
menguning1415DALAM TAHIATdalam tahiatkulihat wajahmu berkelebatke
mana gerangan kau berangkat?berhentilah sesaatberi aku kesempatan
munajatatau sekedar menatap isyaratsebelum nafsuku menghentikan
salat1415DOA RASULULLAH SAWYa Allah ya TuhankuAmpunanMu lebih
kuharapkandaripada amalkurahmatMu lebih luasdaripada dosakuYa Allah
ya TuhankuBila aku tak pantasmencapai rahmatMuRahmatMu pantas
mencapaikuKarena rahmatMu mencapai apa sajaDan aku termasuk apa
sajaYa Arhamarrahimun!1415RASANYA BARU KEMARIN(Versi V)RasanyaBaru
kemarin Bung Karno dan Bung HattaAtas nama kita menyiarkan dengan
seksamaKemerdekaan kita di hadapan dunia. RasanyaGaung pekik
merdeka kitaMasih memantul-mantul tidak hanyaDari mulut-mulut para
jurkam PDI saja. RasanyaBaru kemarinPadahal sudah setengah abad
lamanyaPelaku-pelaku sejarah yang nista dan yang muliaSudah banyak
yang tiada. Penerus-penerusnyaSudah banyak yang berkuasa atau
berusahaTokoh-tokoh pujaan maupun cercaan bangsaSudah banyak yang
turun tahtaTaruna-taruna sudah banyak yang jadiPetinggi
negeriMahasiswa-mahasiswa yang dulu suka berdemonstrasiSudah banyak
yang jadi menteriRasanyaBaru kemarinPadahal sudah setengah abad
lamanyaTokoh-tokoh angkatan 45 sudah banyak yang komaTokoh-tokoh
angkatan 66 sudah banyak yang terbenamRasanyaBaru kemarinLetkol
Suharto sudah menjadiSesepuh negara-negara sahabatWartawan Harmoko
sudah menjadiPengatur suara rakyatWaperdam Subandrio sudah hidup
kembaliMenjadi pelajaran bagi setiap penguasaEngkoh Eddy Tanzil
sudah tak berkolusi lagiMenjadi renungan bagi setiap pengusahaIbu
Dewi sudah kembaliMenjadi penglipurBuldozer Amir Mahmud kiniSudah
tergusurOom Liem dan kawan-kawanSudah menjadi dewa-dewa
kemakmuranBang Zainuddin dan rekan-rekanSudah menjadi hiburanPak
Domo yang mengerikanSudah berubah menggelikanBang Ali yang
menentukanSudah berubah mengasihankanGenduk Megawati yang
gemulaiSudah menjadi pemimpin partaiIsmail Hasan Metarium yang
santaiSudah menjadi politisi piawaiGusti Mangkubumi di YogyaSudah
menjadi raja dan ketua golongan karyaGus Shohib yang sepuluh
anaknyaSudah menjadi pahlawan keluarga berencana(Hari ini ingin
rasanyaAku bertanya kepada mereka semuaBagaimana
rasanyaMerdeka?)RasanyaBaru kemarinPadahal sudah setengah abad
kitaMerdekaJenderal Nasution dan Jenderal Yusuf yang pernah
jayaSudah menjadi tuna karyaAli Murtopo dan Sudjono Humardani yang
saktiSudah lama matiPak Umar dan pak Darmono yang berdaulatSudah
kembali menjadi rakyatPak Mitro dan pak Beni yang perkasaSudah tak
lagi punya kuasaRasanyaBaru kemarinPadahal sudah setengah abad
kitaMerdekaKiai Ali dan Gus Yusuf yang agamawanSudah menjadi
priyayiDanarto dan Umar Kayam yang senimanSudah menjadi kiaiGus Dur
dan Cak Nur yang pintarSudah berkali-kali mengganti kacamataRendra
dan Emha yang nakalSudah berkali-kali mengganti ceritaGoenawan
sudah terpojok kesepianArief Budiman sudah berdemonstrasi
sendirianRomo Mangun sudah terbakar habis rambutnyaTardji sudah
menjalar-jalar janggutnya(Hari ini ingin rasanyaAku bertanya kepada
mereka semuaSudahkah kalianBenar-benar merdeka?)RasanyaBaru
kemarinPadahal sudah setengah abad lamanyaNegara sudah semakin
kuatRakyat sudah semakin terdaulatRasanyaBaru kemarinPejuang
Marsinah sudah berkali-kaliKuburnya digali tanpa perkaranya
terbongkarPreman-preman sejati sudah berkali-kaliDiselidiki dan
berkas-berkasnya selalu terbakarRasanyaBaru kemarinBanyak orang
pandai sudah semakin linglungBanyak orang bodoh sudah semakin
bingungBanyak orang kaya sudah semakin kekuranganBanyak orang
miskin sudah semakin kecuranganRasanyaBaru kemarinBanyak ulama
sudah semakin dekat kepada pejabatBanyak pejabat sudah semakin erat
dengankonglomeratBanyak wakil rakyat sudah semakin jauh dari
umatBanyak nurani dan akal budi sudah semakin sekarat(Hari ini
ingin rasanyaAku bertanya kepada mereka semuaSudahkah kalian
benar-benar merdeka?)RasanyaBaru kemarinPembangunan ekonomi kita
sudah sedemikian lajuSemakin jauh meninggalkan pembangunan
akhlakyang tak kunjung majuAnak-anak kita sudah semakin mekar
tubuhnyaBapak-bapak kita sudah semakin besar perutnyaRasanyaBaru
kemarinPadahal sudah setengah abad kita merdekaKemajuan sudah
menyeret dan menguraiPelukan kasih banyak ibu-bapaDari anak-anak
kandung merekaKemakmuran duniawi sudah menutup mataBanyak saudara
terhadap saudaranyaDaging sudah lebih tinggi harganyaDibanding ruh
dan jiwaTanda gambar sudah lebih besar pengaruhnyaDari bendera
merah putih dan lambang garudaRasanyaBaru kemarinPadahal sudah
setengah abad kita merdekaPahlawan-pahlawan idola bangsaSeperti
Pangeran DiponegoroImam Bonjol, dan SisingamangarajaSudah
dikalahkan oleh Kesatria BajaHitam dan Kura-kura NinjaRasanyaBaru
kemarinOrangtuaku sudah pergi bertapaAnak-anakku sudah pergi
berkelanaKakakku sudah menjadi politikusAku sendiri sudah menjadi
tikus(Hari ini setelah setengah abad merdekaIngin rasanya aku
mengajak kembaliMereka semua yang kucintaMensyukuri lebih dalam
lagiRahmat kemerdekaan iniDengan meretas belenggu tiraniDiri
sendiriBagi merahmati sesama)RasanyaBaru kemarinTernyataSudah
setengah abad kitaMerdeka(Ingin rasanyaAku sekali lagi menguak
angkasaDengan pekik yang lebih perkasa:Merdeka!)11 Agustus
1995TENTANG K.H. A. MUSTOFA BISRIK.H. A. Mustofa Bisri atau biasa
dipanggil Gus Mus, lahir 10 Agustus 1944, putra dari KH. Bisri
Mustofa, ulama dari Rembang. Masa kecil dan remaja dihabiskan di
lingkungan pesantren. Tercatat pernah nyantri di Pesantren Lirboyo
Kediri, Pesantren Krapyak Yogyakarta dan Pesantren Raudlatut
Thalibien Rembang, kemudian melanjutkan studi di Universitas
Al-Azhar Kairo. Saat ini, beliau menjadi pengasuh di Pesantren
Raudlatut Thalibien Rembang. Karya tulisnya banyak tersebar di
media massa dan dibukukan, mengupas masalah keislaman, politik,
sosial, budaya. Gus Mus telah menerbitkan beberapa buku kumpulan
puisi, antara lain: (1). Ohoi, Kumpulan Puisi Balsem, (2). Tadarus,
Antologi Puisi, (3). Mutiara-mutiara Benjol, (4). Pahlawan dan
Tikus, (5). Syair Asmaul Husna (bahasa Jawa), (6). Rubaiyat Angin
dan Rumput, (7). Wekwekwek.
PUISI-PUISI ABDUL HADI W.M.Selasa, 11/02/2014 - 13:52 Sastra
Seratus ... Lain-lain | Koleksi | Puisi | Abdul Hadi WMLAGU DALAM
HUJANMerdunya dan merdunyaSuara hujanGempita pohon-pohonanMenerima
serakanSayap-sayap burungMerdunya dan merdunyaSeakan busukan akar
pohonanMenggema dan segar kembaliSeakan busukan
daungladiolaMenyanyi dalam langsai-langsai pelangi
biruMemintas-mintas cuacaMerdunya dan merdunyaNasib yang
bergerakJiwa yang bertempurGempita bumiMenerima hembusanSayap-sayap
kataYa, seakan merdunya suara hujanYang telah menjadi kebiasaan
alamBergerak atau bergolak dan bangkitBerubah dan berpindah dalam
pendaran warna-warniMelintas dan melewat dalam dingin dan
panasMerdunya dan merdunyaMerdu yang tiada bosan-bosannyaMelulung
dan tiada kembaliSeakan-akan memijar api1970AMSAL SEEKOR
KUCINGSelalu tak dapat kulihat kau dengan jelasPadahal aku tidak
rabun dan kau tidak pula bercadarHanya setiap hal memang harus
diwajarkan bagai semula:Selera makan, gerak tangan, gaya
percakapan, bayang-bayang kursiBahkan langkah-langkah kehidupan
menuju matiBiarlah kata-kataku ini dan apa yang
dipercakapkanbertemu bagai dua mulut yang lagi berciumanDan seperti
seekor kucing yang mengintai mangsanya di dahan pohonMenginginkan
burung intaiannya bukan melulu kiasan1975
LA CONDITION HUMAINEDi dalam hutan nenek moyangkuAku hanya
sebatang pohon mangga-- tidak berbuah tidak berdaun Ayahku berkata,
Tanah tempat kau tumbuhMemang tak subur, nak! sambil
makanbuah-buahan dari pohon kakekku dengan lahapnyaDan kadang
malam-malamtanpa sepengetahuan istrikuaku pun mencuri dan makan
buah-buahandari pohon anakku yang belum masak1975
LARUT MALAM, HAMBURG MUSIM PANASLaut tidur. Langit basahSeakan
dalam kolam awan berenangPada siapakah menyanyi gerimis malam
iniDan angin masih saja berembus, walau sendiriDan kita hampir jauh
berjalan:Kita tak tahu ke mana pulang malam iniAtau barangkali
hanya dua pasang sepatu kitaBergegas dalam kabut, topiku
mengeluhLalu jatuhAtau kata-kata yang tak pernahsebebas tubuhKetika
terbujur cakrawala itu kembalidan kita serasa sampai, kita
lupaGerimis terhenti antara sauh-sauh yang gemuruhDi kamar kita
berpelukan bagai dua rumah yang mau rubuh1974WINTER, IOWA
1974langit sisik yang serbuk, matahari yang rabunmenarilah dari
rambutnya yang putih beribu kupu-kupumenarilah dan angin yang
bising di hutan dan gurun-gurunmenarilah, riak sungai susut
malam-malam ke dasar lubukku1974RAMA-RAMArama-rama, aku ingin
rasamu yang hangatmeraba cahayaterbanglah jangan ke bunga, tapi ke
lautmenjelmalah kembang di karangrama-rama, aku ingin rasamu yang
hangatdi rambutmu jari-jari matahari yang dinginkadang mengembuni
mata, kadang pikiranmelimpahinya dengan salju dan hutan yang
lebat1974DINI HARI MUSIM SEMIAku ingin bangun dini hari, melihat
fajar putihmemecahkan kulit-kulit kerang yang tertutup Menjelang
tidur kupahat sinar bulan yang letih ituyang menyelinap dalam
semak-semak salju terakhirninabobo yang menentramkan, kupahatkan
padanyasebelum matahari memasang kaca berkilauanTapi antara gelap
dan terang, ada dan tiadaWaktu selalu melimpahi langit sepi dengan
kabut dululalu angin perlahan-lahan dan ribut memancarkan pagi--
burung-burung hai ini, sedang musim dingin yang hanyutmasih abadi
seperti hari kemarin yang mengibaharus memakan beratus-ratus masa
lampaukuBAYANG-BAYANGMungkin kau tak harus kabur,
selabayang-bayangmuyang menjauh dan menghindardari terang lampuIa
selalu menjauh dan menghindardari terang lampuIa selalu mondar
mandirmencari-cari bentuk dan namanyayang tak pernah ada1974DALAM
GELAPDalam gelap bayang-bayang bertemu dengan jasadnya yang telah
menunggudi sebuah tempatMereka berbincang-bincang untuk mengalahkan
tertang dan sepakatmengha-dapi terang yang kurang baik
perangainyaKarena itu dalam terang bayang-bayang selalu
berobah-robah menggeser-geserkan dirinya dan ruang untuk menipu
terangDan jasad selalu siap melindungi bayang-bayangnya dari terang
sambil menciptakan gelap dengan bayang-bayangnya dari sinar
terang1974MAUT DAN WAKTUKata maut: Sesungguhnya akulah yang
memperdayamu pergi mengembara sampai tak ingat rumahmenyusuri
gurun-gurun dan lembah ke luarmasuk ruang-ruang kosong jagad raya
mencari suaramerdu Nabi Daud yang kusembunyikan sejak berabad-abad
lamanyaTidak, jawab waktu, akulah yang justru memperdayamu sejak
hari pertama Qabi kusuruh membujukmumemberi umpan lezat yang tak
pernah menge-nyangkan hingga kau pun tergiur ingin lagi daningin
lagi sampai gelisah dari zaman ke zaman mencari-cari nyawa Habil
yang kau kira fanamengembara ke pelosok-pelosok dunia bagaikan Don
Kisot yang malang1974AKU BERIKANAku berikan seutas rambut padamu
untuk kenangantapi kau ingin merampas seluruh rambutku dari
kepalaIni musim panas atau bahkan tengah musim panaslangkahmu
datang dan pergi antara ketokan jam yang beratMengapa jejak selalu
nyaring menjelang sampaidaun-daun kering risik di pohon ingin
berdentumanke air selokan yang deraslangkahmu datang dan pergi
antara ketokan jam yang beratAku berikan sepotong jariku padamu
untuk kaubakartapi kau ingin merampas seluruh tanganku dari
lenganIni musim atau akhir musim panas aku tak tahuBurung-burung
kejang di udara terik seakan penatku padamuMaka kujadikan hari
esokku rumahTapi tak sampai rasanya hari iniku untuk
berjumpa1974MALAM TELUKMalam di telukmenyuruk ke kelamBulan yang
tinggal rusukpadam keabuanRatusan gagakBerteriakTerbang menuju
kotaAkankah nelayan kembali dari pelayaran panjangYang sia-sia? Dan
kembaliDengan wajah masaiSebelum akhirnya badaimengatup
pantai?Muara sempitDan kapal-kapal menyingkir pergiDan gonggong
anjingMencari sisa sepiAku berjalan pada tepiPada batasMencariTak
ada pelaut bisa datangDan nelayan bisa kembaliAku terhempas di batu
karangDan luka diri1971KADANGKadang begitu seringnyaciuman letih
pada bibirmumenghabiskan tetes demi tetes airmatanya sendiridan
kenangan lain yang lebih sedih mekar karenanyaDaging bagai
retasan-retasan arang oleh apitapi toh seakan abadiDan mereka yang
menganggapnya tak abadikarena cemas akan cintanya sendiriBegitu
diambilnya langkah: Ia seperti setangkai apiPada sehelai kertas
yang baru dituliskanSeseorang atau entah rangkulan yang
menggetarkanmengambil getaran itu lagidan aku adalah getaran itu
sendiri1971SEHABIS HUJAN KECILRetakan hujan yang tadi jatuh,
berkilauPada kelopak kembang yang memerahAntara batu-batu hening
merenungi air kolamAngin bercakap-cakap, sehelai daun terperanjat
dan lepas1972GERIMISISeribu gerimis menuliskan kemarau di
jendelaBasah langit yang sampai melepaskan senjaBersama gemuruh
yang dilemparkan jarum jam, kata-katabermimpilah bunga-bunga
menyusun kenangannyadari percakapan terik dan hamaKau toreh
bibirnya yang merkah, kata hamaDan kuhisap isi jantungnya yang
masih merahIIKenapa ia tak terkulaiDan masih bertahan jugaDan
bersenyum pada suryayang mengunyah-ngunyah airmatanyaIIIUntukku
ingar itu pun senantiasa menyuratAtau mimpiTapi angin masih saja
menggigilMendesakkan pagoIVTuhan, kau hanya kabar dari
keluhVBurung-burung punasing di sanakarena jarak dan
bahasa1971NYANYIAN KABUTKabut biru semata. Biru. Ada cahaya
berisikhelaan angin, lalu percakapanKunamakan senandungmu lengang,
udaraBerangkat cuaca malam dan ke mana kata-kataDan dalam kabut
bisik-bisikmu jelagaKadang kudengarkan itu sengau yang lepasdari
laringnya, kadang kudengarkan itulembar-lembar jatuh dari
kenangannyaKadang kudengarkan itudoa shalat sebelum sujud
diselesaikanDan seseorang bangun bagikumenyalakan lampu sebelum
malam1971EPISODEOmbak-ombak ini tidak perih, tidak engganmerendam
ketam-ketam, sinar keongPun tidak percuma menungging awamyang
kadang kala murung dekat pencakarLentera-lentera kapal yang merah
keabuankadang seperti mata kanak-kanakyang melahirkan dongengan
(malammenyebrangi selat dan) melemparkanbiji-biji anggrek di
sanaDan kadang: antara kelam, tidur aku!Perahu-perahu yang dulu
membawamu itudalam pelayaran panjang dan telah balik lagidengan
layar-layar dari dukaku yang pulangenggan1973LAUTDan aku pun
memandang ke laut yang bangkit ke arahkuselalu kudengar selamat
paginya dengan ombak berbuncah-buncahdan selamat pagi laut kataku
pula, siapa bersamamu menyanyi setiap malammenyanyikan yang tak ada
atau pagi atau senja? atau kata-katalaut menyanyi lagi, laut
mendengar semua yang kubisikkan padanya perlahan-lahanselamat pagi
laut kataku dan laut pun tersenyum, selamat pagi katanyasuaranya
kedengaran seperti angin yang berembus di rambutku, igauan waktu di
ubun-ubundan di atas sana hanya bayang-bayang dari sinar matahari
yang kuning keperak-perakandan alun yang berbincang-bincang dengan
pasir, tiram, lokan dan rumput-rumput di atas karangdan
burung-burung bebas itu di udara bagai pandang asing kami yang
lupaselamat pagi laut kataku dan selamat pagi katanya
tertawa-tawakemudian bagai sepasang kakek dan nenek yang sudah lama
bercinta kami pun terdiamkami pun diam oleh tulang belulang kami
dan suara sedih kami yang saling geser dan terkam menerkamkalau
maut suatu kali mau mengeringkan tubuh kami biarlah kering juga air
mata kamiatau bisikan ini yang senantiasa merisaukan engkau:
siapakah di antara kamiyang paling luas dan dalam, air kebalaunya
atau hati kami tempat kabut dan sinar selam menyelam?Tapi laut
selalu setia tak pernah bertanya, ia selalu tersenyum dan bangkit
ke arahkulaut melemparkan aku ke pantai dan aku melemparkan laut ke
batu-batu karangandai di sana ada perempuan telanjang atau
kanak-kanak atau saatmu dipulangkan petanglaut tertawa padaku,
selamat malam katanya dan aku pun ketawa pada laut, selamat malam
katakudan atas selamat malam kami langit tergunang-guncang dan
jatuh ke cakrawala senjabegitulah tak ada sebenarnya kami tawakan
dan percakapkan kecuali sebuah sajak lama:aku cinta pada laut, laut
cinta padaku dan cinta kami seperti kata-kata dan hati yang
mengucapkannya1973KUSEBUTKusebut kata-kata engganmu detik
jamGemersik berat dihela jarumnyaSenandungmu mengalun bagai desau
angin ributjatuh ke pelimbahan air perlahan-lahanKabut yang
senantiasa berjkalan dari dinding ke dindingmembalik-balik beribu
percakapandan didapatkannya nama-nama asing yang tak ada
orangnyaKabut yang mengatakan sebuah lukaYang meluas dan mengendap
jadi palung di dadadan palung itu mengisap jantung kitaDan malam
yang senantiasa berdiri di luarberdiri berjaga mendengarkan yang
bakal tak sampaiDan bayang-bayang terangnya di bawah lampubernyanyi
gelisah melalui gang yang satu ke gang yang lainnya1973CINTA Cinta
serupa lautselalu ia terikat pada arusSetiap kali ombak
bertarungSeperti tutur kata dalam hatimuSebelum mendapat bibir yang
mengucapkanyaAngin kencang datang dari jiwaAir berpusar dan
gelombang naikMemukul hati kita yang telanjangDan menyelimutinya
dengan kegelapanSebab keinginan begitu kuatUntuk menangkap
cahayaMaka kesunyianpun pecahDan yang tersembunyi menjelmaKau
disampingkuAku disampingmuKata -kata adalah jembatanTapi yang
mempertemukanAdalah kalbu yang saling memandangMIMPI Aneh, tiap
mimpi membuka kelopak mimpi yang lain,berlapis-lapis mimpi,tiada
dinding dan tirai akhir,hingga kau semakin jauh dan semakin
dalamtersembunyi dalam ratusan tirai rahasiamembiarkan aku asing
pada wujudhampa dan wajah sendiri.Kudatangi kemudian pintu-pintu
awan, nadi-nadicahaya dan kegelapan, rimba sepi dan kejadian-- di
jalan-jalannya,di gedung-gedungnya kucari sosok bayangkuyang hilang
dalam kegaduhan.Tetap, yang fana mengulangi kesombongan dan
keangkuhannyadan berkemas pergi entah ke mana gelisah,asing
memasuki rumah sendiri menjejakkan kaki,bergumul benda-benda ganjil
yang tak pernah dikenal,menulis sajak, menemukan mimpi yang lain
lagi berlapis-lapis mimpi,tiada dinding akhir sebelum
menjumpai-Mu.(1981-1992)KETIKA MASIH BOCAH Ketika masih bocah,
rumahku di tepi lautBila pagi pulang dari perjalanan
jauhnyaMenghalau malam dan bayang-bayangnya, setiap kaliKulihat
matahari menghamburkan sinarnyaSeraya menertawakan gelombangYang
hilir mudik di antara kekosonganSebab itu aku selalu
riangBermendung atau berawan, udara tetap terangSetiap butir pasir
buku pelajaran bagikuKusaksikan semesta di dalamDan keluasan
mendekapku seperti seorang ibuBatang kayu untuk perahu masih lembut
tapi kuatKuhadapkan senantiasa jendelaku ke wajah kebebasanAku tak
tahu mengapa aku tak takut pada bahayaDuri dan kepedihan
kukenalMelalui kakiku sendiri yang telanjangArus begitu akrab
dengankuSelalu ada tempat bernaung jika udara panasDan angin
bertiup kencangTak banyak yang mesti dicemaskanOleh hati yang
selalu terjagaPulau begitu luas dan jalan lebarSeperti
kepercayaanDan kukenal tangan pengasih TuhanSeperti kukenal getaran
yang bangkitDi hatiku sendiriKEMBALI TAK ADA SAHUTAN DI SANA
Kembali tak ada sahutan di sanaRuang itu bisu sejak lama dan kami
gedor terus pintu-pintunyaHingga runtuh dan berderak menimpa
tahun-tahunpenuh kebohongan dan teror yang tak henti-hentinyaHingga
kami tak bisa tinggal lagi di sana memerah keputusasaan dan
cuacaDemikian kami tinggalkan janji-janji gemerlap itu dan mulai
bercerai-beraiLari dari kehancuran yang satu ke kehancuran
lainnyaBertikai memperebutkan yang tak pernah pasti dan adaDari
generasi ke generasiMenenggelamkan rumah sendiri ribut tak
henti-hentiHingga kautanyakan lagi padakuPenduduk negeri damai
macam apa kami iniraja-raja datang dan pergi seperti sambaran kilat
dan apiDan kami bangun kota kami dari beribu mati.Tinggi
gedung-gedungnya di atas jurang dan tumpukan belulangDan yang takut
mendirikan menara sendiri membusuk bersama sepiDemikian kami
tinggalkan janji-janji gemerlap itudan matahari 'kan lama terbit
lagiDOA UNTUK INDONESIA Tidakkah sakal, negeriku? Muram dan
liarNegeri ombakLaut yang diacuhkan musafirkarena tak tahu kapan
badai keluar dari eramanNegeri batu karang yang permai, kapal-kapal
menjauhkan diriNegeri burung-burung gagak\Yang bertelur dan
bersarang di muara sungaiUnggas-unggas sebagai datang dan pergiTapi
entah untuk apaNelayan-nelayan tak tahuAku impikan sebuah tambang
laogamLangit di atasnya menyemburkan asapDan menciptakan awan yang
jenakaBagai di badut dalam sandiwaraDengan cangklong besar dan
ocehanBatuk-batuk kerasSeorang wartawan bisa berkata :
IndonesiaAdalahberita-berita yang ditulisDalam bahasa yang
kacauDalam huruf-huruf yang coklat mudaDan undur dari bacaan mataDi
manakah ia kausimpan dalam dokumntasi dunia ?Kincir-kincir angin
ituSeperti sayap-sayap merpati yang penyapDan menyebarkan lelap ke
mana-manaSebagai pupuk bagi udaranyaLihat sungai-sungainya,
hutan-hutannya dan sawah-sawahnyaRatusan gerobag melintasi jembatan
yang belum selesai kaubikinKota-kotanya bertempat di sudut belakang
peta duniaNegeri ular sawahNegeri ilalang-ilalang liar yang memang
dibiarkan tumbuh suburTumpukan jerami basahMinyak tanahnya disimpan
dalamkayu-kakyu api bertumpukDan bisa kau jadikan itu sebagai api
unggunUntuk persta-pesta barbarIndonesia adalah buku yang sedang
dikarangUntuk tidak dibaca dan untuk tidak diterbitkanDi kantor
penerimaan tenaga kerjaOrang-orang sebagai deretan gerbong
keretaYang mengepulakan asap dan debu dari kaki dan keningnyaDan
mulutnya terngangaTatkala bencana mendamprat perutnyaBerapa
hutangmu di bank ? Di kantor penenaman modal asing ?Di dekat
jembatantuamalaikat-malaikat yang celakaMelagu panjangDan lagunya
tidak berarti apa-apaDan akan pergi ke mana hewan-hewan malam
yangterbang jauhAkan menjenguk gua mana, akan berteduh di rimba
raya mana ?Ratusan gagak berisik menuju kotaMenjalin keribuan di
alun-alun, di tiap tikungan jalanPuluhan orang bergembiraDi atas
bayangan mayat yang berjalanMemasuki toko dan pasarDi mana
dipamerkan barang-barang kerajinan perakDan emas tiruanIndonesia
adalah kantor penampungan para pengangguryang atapnya bocor dan
administrasinya kacauDijaga oleh anjing-anjing yang malas dan
mengantukIndonesia adalah sebuah kamusYang perbendaharaan
kata-katanya ruwetDibolak-balik, digeletakkan, diambil lagi,
dibaca, dibolak-balikSampai mata menjadi bengkakKata kerja, kata
seru, kata bilangan, kata benda, kata ulang,kata sifatKata sambung
dan kata mejemuk masuk ke dalam mimpimuDi mana kamus itu kau
pergunakan di sekolah-sekolah dunia ?Di manakah kamus itu kaujual
di pasaran dunia ?Berisik lagi, berisiklagi :Gerbong-gerbong
keretamembawa penumpang yang penuh sesakdan orang-orang itu pada
memandang ke sorgaDengan matanya yang putus asa dan berkilat
:Tuhanku, mengapa kaubiarkan ular-ular yang lapar iniMelata di bumi
merusaki hutan-hutanDan kebun-kebunmu yang indah permaiMengapa
kaubiarkan mereka .Negeri ombakBadai mengeram di telukUnggas-unggas
bagai datang dan pergiTapi entah untuk apaNelayan-nelayan tak
tahu1971DALAM PASANG Dan pasang apalagikah yang akan mengenyahkan
kita, kegaduhan apa lagi?Sekarat dan terbakar sudah kita oleh
tahun-tahun penuh pertikaian,ketakutan dan perang
saudaraTerpelanting dari kebuntuan yang satu ke kebuntuan
lainnyaTapi tetap saja kita membisu atau berserakanMenunggu
ketakpastianTelah mereka hancurkan rumah harapan kitaTelah mereka
campakkan jendela keluh dan ratap kitaHingga tak ada yang mesti
kuceritakan padamu lagitentang laut itu di sana, yang naik dan
menarik ketenteraman ke tepiKecuali serpih matahari dalam genggam
kesia-siaan iniyang bisa menghanguskan kota ini lagi- Raja-raja dan
kediaman mereka yang bertangan besiKecuali segala bual dan pidato
kumal yang berapi-apiAntara kepedihan bila kesengsaraan dan lapar
tak tertahankan lagiKita adalah penduduk negeri yang penuh
kesempatan dan mimpiTapi tak pernah lagi punya kesempatan dan
mimpiKita adalah penduduk negeri yang penuh pemimpinTapi tak
seorang pun kita temukan dapat memimpinKita....BARAT DAN TIMUR
Barat dan Timur adalah guruku Muslim, Hindu, Kristen,
Buddha,Pengikut Zen dan TaoSemua adalah gurukuKupelajari dari semua
orang saleh dan pemberaniRahasia cinta, rahasia bara menjadi api
menyalaDan tikar sembahyang sebagai pelana menuju arasy-NyaYa,
semua adalah gurukuIbrahim, Musa, Daud, Lao Tze Buddha,
Zarathustra,Socrates, Isa Almasih Serta Muhammad RasulullahTapi
hanya di masjid aku berkhidmatWalau jejak-NyaKujumpai di
mana-mana.SAJAK SAMARAda yang memisah kita, jam dinding iniada yang
mengisah kita, bumi bisik-bisik iniada. Tapi tak ada kucium wangi
kainmu sebelum pergitak ada. Tapi langkah gerimis bukan
sendiri1967MADURAAngin pelan-pelan bertiup di pelabuhan kecil
ituketika tiba, dengan langit, pohon, terik, kapaldan sampan yang
tenggelam di pintu cakrawalaSelamat pagi tanah kelahiranSebab aku
tak menghitung untuk ke berapa kaliKapan saat menebal pada
waktuSebab aku tahu yang paling berat adalah rinduSangsi selalu
melagukan hasrat dan impian-impianDan adakah yang lebih nikmat
daripada bersahabatdengan alam, dengan tanah kelahiran, dandengan
kerja serta dengan kehidupan?Aku akan mengatakan, tapi tidak untuk
yang penghabisan:Ketenangan Selat Kamaladalah ketenangan
hatikumembuang pikiran dangkalyang mengganggu sajakkukurangkul
tubuh alamseperti mula kelahiran Adamsedang sesudah
mengembarabaiklah kita rahasiakandari perjalanan iniaku membawa
timbun puisibahwa aku selalu asyik mencariketeduhan mimpikebiruan
Selat Kamaladalah kebiruan sajakkudan terasa hidup makin
kekalsesudah memusnah rindubertemu segala milik dan hakdalam cinta
dan sajaknoktah-noktah berdebu di bersihkandi kedua tangankuberi
pula salam sayupkepada pantai yang berbatas pasirdan langit yang
mulai reduppada waktu sajak lahirKedangkalan Sungai Sampangadalah
kedangkalan hatikumenimbang hidup terlalu gamangdan di situ
ketergesaan mengganggudan terlalu tamakdengan kesempurnaandengan
sesuatu yang bukan hakdengan kejemuantetapi sekali saat tiba
jugapada suatu tempattanpa petunjuk siapa-siapaasal kita
bersempatmengerti juga kenapa kiambangbertaut sepanjang
sungaidengan belukar dan kembang-kembangsebelum kita sampai ke
dasar dan muaranyaDiamnya Sungai Sampangadalah diamnya
sajakkusekali waktu banjir datangsekali waktu airnya birudan
bertetap tujuanke suatu muarayang berasal dari suatu daerah
pegununganuntuk sumber pertamaKerendahan Bukit Payudanadalah
kerendahan hatikumenerima nasib dalam kehidupandi atas kedua
bahusesekali pernah kitatidak tahu tentang kelahirandan bertakut
menjadi tuakarena ancaman kematianKeramahan Bukit Payudanadalah
keramahan sajakkuuntuk mengerti kepastianyang lebih keras dari
batusesekali pernah kitatidak tahu ke mana mengembarakemudian
muncul kembali di tanah kesayangandengan kehampaan di tangantak
seorang menyambut datangtak seorang menanti pulangtak seorang
menerima lapangatau membacakan tembang-tembangdan kesia-siaan
beginiakan selalu kualaminamun tak selalu kusesalisebab kubenam
sebelum jadiKeterpencilan desa Pasongsonganadalah keterpencilan
hatikusebelum memulai perjalananke jauh kota dan pulautapi
keabadian lautnya kinitelah mengembalikan cintakutanah yang pernah
tersia sebelum dimengertidan ditinggalkan rasa kebanggaankudan
sebagai anak manusiasekali aku minta istirah mengembaraberhenti
membuat puisi yang menderadan berhenti memikat dara-darasebab di
sinilah tumpahnyadarah kita pertamadan terakhir
berhentinyamengaliri nadinya1967FRAGMENBelumkah ada lindap
sebelumkau kembali ke kamaryang suram dan kutandai musik
beku?Bayangan itu jadi gerimisdan meleleh di kebon rumah yang
gelapAku jadi garang pada malam seperti itudan ingin kukecup
bibirmu semutlak mungkinseperti juga hujan di padang-padangdengan
ringkik kuda yang memburu mega terbitRampungkan sepimu dan
matangkan dagingmusampai jadi lengkap perjalanan kita
nantipelancongan menuju dunia tanpa penyesalanhingga pada suatu
hari nantiaku tak lagi bermimpitentang gua di rimba perburuan
itu1971TUHAN, KITA BEGITU DEKATTuhan,Kita begitu dekatSebagai api
dengan panasAku panas dalam apimuTuhan,Kita begitu dekatSeperti
kain dengan kapasAku kapas dalam kainmuTuhan,Kita begitu
dekatSeperti angin dan arahnyaKita begitu dekatDalam gelapkini aku
nyaladalam lampu padammu1976SAJAK PUTIHKita telah menjadi sekedar
kenanganlembaran asing pada buku harianseperti tak pernah
kautuliskanperistiwa ituBunga-bunga sudah bergugurantangkai dan
kelopaknyaPohon-pohon keringDan jendela jadi kusamSeperti senja
bakal tenggelamDan Titi telah semakin tuameninggalkan masa
kanak-kanaknyaSeakan cairan lilinyang mengentaljadi malamDan
masa-masa cintamuhanyalah onggokanpuntung rokokdi lantaiyang
dinginDan dengan pot-pot bungabetapa
asingnyaKita1971EXODUSMenyandang beban sunyi ini di siniMenyandang
beban salib ini di siniMenyandang kehilanganYang seakanGenderang
mainan dipukul ombakDi antara teluk dan pasir pantaiSerta senja
yang menutup dinding laut iniKau mencariJejak nelayanNyiur tidak
mendesir dan pelabuhanSudah jarang dikunjungi kapal-kapalMenyandang
sepi ini di siniMenyandang kesal pikiran dan kekacauan
iniMenyandang mainanYang diberai ombak, senja, teluk dan pasir
hitamSeakan pecahan batu karang pada pantai yang legamKau
mencariJejak nelayanNyiur tidak mendesir dan pelabuhanSudah jarang
dikunjungi pelautBurung-burung pantai pergi, senja pergiTinggal
genderang mainan iniBerbunyi dan berbunyi jugaDan betapa dekatnya
sekarangHari haus dan lapar kitaBetapa dekatnya1970MEDITASIItulah
bidadari Cina itu, dengan seekor kilindan menyeret kainnya basah:
menggigil dalam kuil(daun-daun salam berguguran dan di berandamasih
terdengar suara hujan, hujan pasir) Iamenunjukkan yin-yang yang
kabur di atas pintudan di mataku terasa hembusan angin yang
merabunkan(lihatlah, ujarmu, ia mengajak kita ke tempat sepidi mana
berdiri sebuah makam kaisar yang matidalam pertempuran merebut kota
dari desa) Anginberlarian menghamburkan bau-bauan dari
tanganperempuan-perempuan yang wangi dan kedinginandi atas gapura
yin-yang yang mulai memuat lumutdengan tulisan-tulisan tua yang tak
terbaca sudah(langit adalah bayang-bayang, kau menyesaltelah
memimpikannya; dan di sebelahnyaberdiri gedung, beribu sungai dan
tebing gunungyang terbuat dari batu, anggur dan lempungyang kini
menampakkan bintang kemukus yang panjang)Itulah bidadari Cina itu
dan mendekat ke arahmumemandang dinding dan bertelanjang di sofa,
tapi tak mengerti(ia membeku jadi arca, waktu tentara kaisar
mulaimembangun kota di langit) dan beribu mantramemenuhi telinganya
yang tuli1972ANGIN: MENDESIR LAGIAngin; mendesir lagiHampir
mengantukAda sepiBerbisik di dahan-dahan pohonLagi tahu, gerimis
turunDi luar kamar yang tembagaDi luar rongga kataEngkau gemetar
karena musimCemas dalam kataDan tahu: ada yang tiadaBangkit di
jendelaDan mungkin: senja1968BAHKANBahkan jarum jam pun hanya
mengulangandai detiknya bukan kejemuan, kau tangkapkeluh bumi
seperti anak yang tak habis berharapdan mata kecilnya yang
gelisahmemandang laut hanya dunia garam dan
ikan-ikanBayang-bayangmu jugayang susut karena lampu di pelupukmu
padamLebih menjemukan dari rembang petangTapi berangkatlah!Di
seberang gelombang mungkin udara terang1976ANAKAnak ingin menangkap
gelombangrambutnya memutih seketikaIa mengerti laut dalamtapi tak
tahu di mana suaranya terpendamKetika angin berhembusbahkan
dahan-dahan pun diamKetika air surutbahkan pasang pun tak
karamKetika tidur merenggutdi langit tak sebutir bintang1975GNOTI
SEAUTONManusia bebas, ruhnya bagaifirman Tuhan, embun dalam cuaca
putihmencucinyaManusia bebas, ruhnya berjalanke tempat-tempat jauh
dan menemui para nabi dan orang suciDi muka laut, ditemuinya batu
karangdan awan burukManusia bebas, ruhnya bagairantai emas yang
dibelenggu matahari dan waktuDi tengah alam yang sempit:
Nasibmenyesak jantung dan tenggorokandan menimbulkan batuk dan
dahak kotordi tengah alam yang sempit: Kitamencari puncak
kenikmatanManusia bebas, ruhnya mencaribayang-bayang Tuhangambar
binatangperwujudan dewa-dewayang putus asaDi gerbang kuil besar:Ruh
terbang dan tidak kembali1969IN MEMORIAM AMIR HAMZAHKeranjang itu
masih menatap. Tahun mau berbungaTapi langit berangkat kemarau di
jendelaTanganmu: Mulut yang mengucapkan kebenaran ombakTapi
pendayung-pendayung datang terlambatKita jenguk ke air. Obor itu
menyalakan malamAngin itu angin kita. Tapi tak menghembus sampai
senja lain tiba.1976BATIMURUNG ITubuhmu membuat air di jeram ini
berterjunanlagilebih gemuruh kini melemparkan rusukkuke
tebing-tebing gunungAku terbangunseperti kupu dari
pompongnyaPerihkarena kelahiranTapi sumber-sumber yang
kutemukandari sanalah kata memancurkan sajak dan
mantraLadang-ladang yang kau gemburkankutanam di sana segala jenis
padi dan buah-buahanPenat kini kupikul hasil panennyaberupa rindu
dan cintaberupa gelisah dan lukaSeperti lama dulukupapar lagi
jiwaku dalam madu di atas bara1977
KAU BUKAN PERAWAN SUCI YANG TERSEDU: saras Aku tak sedang
menyulamkenanganAtau menyeberangkanmuke musim yang semiTanamlah
jarum sulamkuMenjadi semak berdaun duriSebelum bandul pendulum
ituMenjemputmu,bayanganmuMenjemput semua yang luputdari matamuAku
tak sedang memintal tangismujadi nasib baikRoda pemintal telah
kuistirahatkanKau bukan SaraswatiYang menggugurkan helai-helai
terataidi tangan kirinyaBukan juga perawan suciyang terseduTuhan
tak akan berkata di telingamuKarena angsa-angsa pergiMeninggalkan
rebab, genitri, dankeropak meragu, jugatangkai teratai yang
layuJogja, 2005KERIKIL BERJATUHAN DARI LANGIT : tsabit kalam
banuaTiba-tibaKerikil berjatuhan dari langitMenjelma hujan
yangmembangunkan tidurmuLalu kau memanjat jendelaMengintip halaman
perlahanMengintip hujan, pohon-pohon kedinginandan ayunan
basahBunda, jangan ribut.Hujannya sedang berubah jadi
kerikil.Bisikmu dengan mata yang kau sipitkanSambil menarik ibumu
ke kamar tidurDi luar,Hujan menghapus malamMenyesatkan malaikat
dalam gelapDan bocah kecilku lelapDengan kerikil-kerikil
berjatuhandalam mimpinyaJogja, 2004-2005GANDUM-GANDUM RANUMApa
jadinyaBila gandum-gandum yang hampir ranumdi ladangMenangis
kesepianKaena nyaring bunyi senapan mesinKarena mayat serdadu tua
itudilihatnya mengangaSekotak coklat, belum dibagikanSebungkus
rokok, masih tersegel rapiDan setumpuk kartu posyang belum sempat
dibalasAku belum mau mati.Kuambil kotak coklat itudan kugenggamDan
segera lelehSeperti sayap bidadariyang hilangjadi sebaris
cahayaAnganku terbangMenggantung,melayangSaat anak-anak kecil
murungMenyamar jadi peri kesedihanjadi peri masa laluyang
kehilangan bayanganPeri kecil berwajah sedihBidadari mungil tak
bersayapDan cahaya bintang yang murungHangus terbakar cuaca,remuk
jadi arang hitamSeperti lelehan coklatdi tangankuMayat serdadu tua
itumasih mengangaAku letih.Tapi istirahku belum usaidi pangkal
penghabisan.Apa jadinyaBila gandum-gandum yang hampir ranumdi
ladangMenangis kesepianTapi waktu mengingatkanku padasebuah tugu
batu tanpa namaDi sisi ladang gandumkian menguningDenpasar,
2002PUISIMenyeberangi sebaris puisiSeperti melewati sebuah tamanAku
jadi bangku, dancahaya matahariserupa waktuSeseorang akan
datangmembaca ulangSesat ke ujung malamAtau menemui terangfajar
terakhirSeseorang akan datangdan duduk di bangkuMenulis sebuah
pesanAtau membisikkannya perlahanBukan kepada angintapi pada
semestaPuisi mungkin miripkeluh anjingkuSamar, sekaligus
nyataDenpasar, 2001IMPERMANENCEPuisi beterbangan jauh ke langitKian
tak terjangkau lengankuMeski warna-warna melambungkan
nyawakuTanda-tanda kembali menjatuhkan hujanjuga akuKita selalu
menyepi dalam diriDi kota yang selalu gegas dengan bunyiJerat
apakah yang tuhan nyatakan untukkuSesat apakah yang tuhan nyanyikan
padakuIni kotak pandora yang dititipkan MinervaPeti berukiran
cahaya kata-kataMantra-mantra luruh menyentuh cahayaDan
puisiPuisi-puisi pergi menjauh dengan gaduhBersama nujuman yang
ranum oleh waktuSiapa yang berani menitah kuasa waktuBermain-main
dengan kesementaraan waktuTukang tenun yang ditenung ituMelilitku
dengan benang-benang hitamMenghimpitku tanpa celah arahAku tak
melihat anak panahmenuju pintu-pintu cahayaAku menyerahSejenak
menapaki jalan menuju rumahBurung-burung menderukan
anginMenderukanmu yang sekarat dan hampir matiAku membaca perangai
riangmuMengiangkan igau-igau kesakitanDi senyum alis matamuDan
akuAku tak mampu berlariAku tak dapat lagi menjangkau puisiJogja,
2012ULUWATUEmbun-embun di tepi daunmenetes pelanmenangis bagai
gerimisakhir senjaliar kupu-kupu putihyang mulaimenyeberangi
musimmengubah senjajadi malam curamkupu-kupu putihsayap-sayap
letihyang kecilkaki para dedari yang mungiltercermin pada kaca
pecahseperti langkahmumendaki tangga batulangkah kakimu
ringanseringan kaki kupu-kupu putihyang menggantung layangpada
bulantunggulah hingga kupu-kupuberanak pinakranting lalang kering
yang murungjatuh ditelan anginyang perlahan hilanghanya bintang
remangsaat sayup kudengarrancak tari kecakdari tebing pantai
Uluwatudalam damaiyang tak pernah usaiDenpasar, 2001RUMAH
LEBAHSebab tanda selamatSelalu bernaung di bawah puisiAku ziarah ke
rumah lebahTempat setiap kata keramatRedam dan terendam
dalam-dalamBekukan tintaKarena kata muncul di bibir jugaMendendang
lengang pokok dan cabangDinding-dinding rebahAngin telah menerobos
rumahMelewati seribu lubang dan celah-celahMengepung lalu
menggiring kitaKepada puisi dan makam kataBantul, 2008MAKAM
KECILTerbaring di sisimakam kecil, adikku.Aku terbayang pohon
natalCemara penuh cahayadan boneka para serdadu tergantung terayun
bisuKertas-kertas emasBuah-buah kayuBerdesakan di rantingTerbaring
di sisidipan mungil, adikku.Aku ingat, mata biruRambut putih, wajah
periSenyum bidadari yang sunyiKamar tidur kecil, diayun
anganTerbaring di sisi, makam kecil, adikkuDenpasar, 2000SARI
GADING, YAJNA SEPASANG NELAYANICemasku terbit sudahKetika kugiring
waktu terakhirsebelum pasir menjeritkantangismu yang
pertama(Kecemasan ibuYang tak dapat kau lihatdi wajah perempuan
mana pun)Aku terdiamMemandang hampa semestadan jagat rayaKarena
keheningan aku percaya adalah teman paling kekalOmbak yang
tenangadalah pertemuan dingindi batas nasibPerjumpaan akrab
pesisiryang dibelai lembut buihdan tiupan anginPergulatan yang
menyimpan guruhAntara pusaran air di dasar lautdengan pijakan
bumiSaling tahan, saling gerusSaling beradu kesunyianIIAku bumitak
pernah miskin gelisahKau langittak juga padamkan gundahKita
sama-sama ringsutmengadu hidupdengan patahan kataSegalanya tak
bersuara(kecuali alam yang terus bekerja)Napas sendiri
terdengarserupa sengal anjing yang merontadalam ikatanDegup yang
hidup di dadaseolah karangretak dilebur gelombangsepanjang
malamLalu lewat udara kita menanya maknaLewat udara kita susun
dongengtentang putri kecilYang akan dimimpikan anak-anak kecildi
setiap dengkurnyaDan ranggasan daun-daun keringdi musim hujanDengan
sendirinyaMenggenapi kisah panjangyang sesat di lautanSepanjang
umurLaut tak pernah sempurna, sayangkuLaut yang jernihtempat kita
akan berpulangIIIOm, sembah ing anatha tinghalana de tri loka
saranawahyadhyatmika sembahinghulun i jong tan hana wanehsang lwir
agni sakeng tahen kadi minak sakeng dadi kitasang saksat metu yan
hana wwang amuter tutur pinahayuTakdir tergurat, anakkuDengan
saudara tuamu, sang ari-ariKubeli bubur merah putih,empuk-empuk,
pisang sabasunggar dan sebuah tabung bambuyang berisi air,juga
sebilah sisirLalu karena kasihKuserahkan ikhlasSekecup
hidupku,hidupmupada Hyang Agungdan Dewa DewiIni yajna yang tak
terganti sepanjang umurdi sisa hari yang murungMeski tanganku tak
bisa mengusap kulitmuAir susu tak akan tumpahmemerahkan wajahatau
ngalir memasuki jantungmuDan mulut tak sempat melantun tembang
pucungjuga pesan hidup yang tersirat di kidung suciuntuk pengantar
tidurmuIVPantai yang keruhpasir yang lusuhKaukah pilu yang menjelma
suratan burukAku datang dengan beribu keluSari Gading
namakuPerempuan yang lahir sebagai kurbandan menjelma pohon
gebangyang setia mencumbu bumiPersembahan bagi kau nelayan,
sepertimuLalu sempurnalah hidupmuLanjutkan kembaramulewat sepenggal
kisah bagi ritus lautDengan peninggalanku(Wasiat tanda sujud pada
ayah ibuyang membuatku mencium aroma pantai)Angkat sauh, layarkan
perahuHaturkan sesaji, dan lafalkan mantraBiar jiwaku menyambangi
kalianLewat sebilah harap meski pengap Yogya, 2007Puisi ini
terinspirasi cerita dari Bali berjudul Sari GadingCatatan:1. Yajna
(baca: yadnya, bhs sanskerta): persembahan, kurban2. Adalah sebuah
kidung yang termuat dalam Kekawin Arjunawiwaha, artinyaOm, sembah
hamba yang hina semoga dilihat oleh Beliau yang menguasai tiga
duniaLahir bathin sembah hamba ke hadapan kakiMu tiada lainBagaikan
api di dalam kayu, bagaikan minyak di dalam santanYang akan nyata
tampak bila ada orang yang membawa pikiran/pengetahun ke jalan yang
benar3. Pucung: adalah salah satu jenis tembang di Bali dengan gu
laghu 4u 8u 6a 8i 4u - 8a EMPAT BURUNG DALAM DONGENG
TIDURMU(1)Malaikat terseduTiga pendeta sangsiBerulang
menimbangmawas diri:adakah kematianjadi jalan paling sucimeski dosa
tak pernah luputmenghampiri diri?Ini harus dilaluiBukankah tiap
kematianmemikul satu kelahiran baru(2)Kota makin bisingBukan karena
ringkik kudaAtau rintih sapipenarik pedatiAku terbangun dalam
keramaianYang enggan memaknai hariDengan menghirup dalam-dalam
napasKota pun menangisi kematiannyaTentang musim yang tak pernah
jelasnampakTulisan-tulisan tak terbacaBanyak cerita tak
diceritakanRaib di tangan para rahibSeolah disucikanDipenggal
aruswaktu ke waktuMenghanyutkan katahingga kuburnyaLadang adalah
tempat istirahMenjelma makamPenghabisan nama-namadi hari yang
murung: akankah peri-perimemberi sihiryang membuat tanahjadi
hijau?Lalu kembalilah padakudari hidup yang teraniayaSaat bulan
gemetar di kejauhanSetiap ceritamenjelma pulau-pulau kecildan laut
yang mengitarinya(3)Langit jernihBidadari pagi sibukMembunuh satu
demi satu bintangdan kilau murungnyaDetik-detik bertaludiburu biru
waktuOrang-orang menabuh sunyiLalu pergilah merekaEmpat burung
denganempat benih padi berwarna(4)Aturan-aturan tak mesti
dipatuhiBadai mengubahnya lebih indahdari segala arah
anginMemukul-mukul bebatuanDengan tangannyayang bernama
ketiadaanRetaklah batu,Seperti bulat mata mereka yang
pucatTerbanglah kalianDara, Kuteh dan TitiranTerbang jauh dalam
mimpiSebelum mimpi buruk mengejarKita yang berpulangMenjelang
malamMembawa keluh yang selalu sama tentang puisi Gelegak rindu
ingatanpada lahir kataHijau rahim kata-kata(5)Inilah kami, DewiTiga
burung, dantiga benih padi berwarnaMatahari langsat dengan
ronanyaMungkin tubuh jadi gumpal getirDan amis kental
darahmeruahMenggembur tanahSembunyikan kamiLewat benih-benih ini,
DewiDengan sihir di keempat tanganmuBiar tualang usai tanpa
rupa(6)Aku gelisahDengan tinta yang makin bekuMenuliskan sekian
perjalananEntah untuk kali yang keberapaHidup cuma hitam-putihKita,
bidak-bidak caturTercenungMemikirkan jalan nasibsendiri-sendiriLalu
padamkan doadan ayat-ayat suci(meski tak selalu sia-sia)Tuhan yang
kosong: adakah Iasemesta yang selalu hampa?Jogja, 2007Puisi ini
terinspirasi kisah dari Bali berjudul Empat Burung Pembawa Empat
Bijih Padi Berwarna.MALAM NATALTiap tiba adventAku tanya bintang:
adakah perabuan terakhiruntuk jasadku?Misa dan puasatak juga
selesaiLalu orang-orang melantunkaneleginya
sendiriBayangkanPerang-perang, yanglewat sekejapPeluru-peluru
menyayat kulittak sengajaMusim mengering, cuaca lukaBunga-bunga
menutup kelopaknyaMeneteskan wangi yang tersisadan menguap di
udaraSebelum sampai di tanah yang merahpasrah karena anyir darah:
adakah perabuan terakhiruntukku?Sedang mayat-mayatmasih pulas
tidurDengkur tertiup angin yang layuDan bisikan bisu: tak ada lagi
tempatuntukmuJogja, 2004ZIARAH SUNYIapa kau percayamalaikat yang
melindungikuadalah arwah kakek nenekyang lama kurindukanapa kau
percayaperi yang menemanikuadalah ruh anjing hitamyang menjaga masa
kecilkini aku terdiamketika orang-orang tak lagi percayapada
malaikat, peri-peridan kilau sayapnya: aku terbuangJogja,
2006TENTANG KOMANG IRA PUSPITANINGSIHKomang Ira Puspitaningsih
lahir di Denpasar, 31 Mei 1986. Puisi dan cerpennya pernah dimuat
di beberapa media massa, al: Bali Post, Kompas, Koran Tempo, Jurnal
Puisi, Pikiran Rakyat, Padang Ekspres. Beberapa kali memenangkan
atau menjadi nominasi dalam lomba penulisan puisi. Puisinya juga
terhimpun dalam beberapa antologi bersama, al. 100 puisi terbaik
Indonesia versi Pena Kencana 2008 dan 60 puisi terbaik Indonesia
versi Pena Kencana 2009. Sepertinya, Kau Bukan Perawan Suci yang
Tersedu adalah antologi puisi tunggalnya yang pertama.
PUISI-PUISI DIAN HARTATISelasa, 11/02/2014 - 23:43 Sastra
Seratus ... Lain-lain | Koleksi | Puisi | Dian HartatiKALENDER
LUNARmencermati bulangerak putar yang tak pernah didugatibatiba
purnamakau selalu berceritatentang malam dan serigalamanusia dan
petakasesuatu yang bernama kaladi setiap bentukan bulankau
memandang langit mahabintangtibatiba gerhanaSudutBumi, 7 Agustus
2009MATA ORANG PESISIRaku bertemu mereka, serombongan anak
mudadatang dari tempat tak terdugaramaimemainkan musik jiwapar
amparan paser poterampak naong camara odangadu asre mabunga atee
setthina neng senengan*tibatiba tubuhku ingin bergerakirama apa
initanganku terbawa arus, terbawa ceritaterpasung katakata yang tak
kumengertialunan perkusiaku bertemu orangorang pesisirmatamata itu
berceritatentang nelayanpatroli kampungrangkuman nyanyian alammata
itu membaramengenlkan padaku akan sebuah iramapatrolimusik
orangorang pesisirpar amparan paser poterampak naong camara
odangadu asre mabunga atee setthina neng senengan*aku bertemu
mereka di sebuah kota, berjabat tanganmata itu memercikkan
sahajakeramahan para pendatangSudutBumi, 7 Agustus 2009* Lirik lagu
Pantai Lombang yang dibawakan ole le Gung Mozaik Perkusi, kelompok
musi dari Legung Timur, Kecamatan Batang-batang, Sumenep,
Madura.TARU MENYAN1/embun masih mengental di truyansayupsayup
terdengar kulkulteraturmembawa isyarattung tung tungsebuah berita
disampaikan anginsiapakah adik kecil yang matihingga alam begini
suramtak ada yang tahu jejak usia2/orangorang berkumpulmembawa
perkakasmenyiapkan upacarabanjar ramai dan truyan menjadi
putihdigiring ruparupa sesaji3/langkahlangkah begitu layutaru
menyan yang ditujumencapai sema mudakuburan bagi jasad yang selalu
utuhdiawetkan waktuSudutBumi, 20 Februari 2009PATENGAN buat: Acep
Zamzam Noorkedatanganku disambut gigil batudi antara perahu pekat
halimun juga sepiaku mencari titik beradamuduapuluhenam tahun yang
lalugerak rumputan menceritakan kisah rengganis dan ki santang
membawa kidung gugur daun mencipta riak di sehampar kebun tehmasih
samar kurasakan tempatmuudara mencipta beku di separuh tubuhdi
sinikah kau berdiri menghitung lagu jiwa,di sinikah kau anyam
benangbenang kecintaan?langkahlangkah itu terpatribetapa luas
jangkauanmumenuju pulau sasakatempat bertemunya dua hati peraduan
di suatu kisahsepi melingkup saat ini di patengangemuruh angin
memecah wajahmupohonan melindapkan kuasaakhaku dipeluk hangat
kabut: sendiriSudutBumi, 5 Juni 2006MANIK DARI PUGUNG RAHARJO
merinduimu ketika malam jadi sempurnamenjejak jalan menuju
bukitbukit dan pohonanlereng dan kemilau carnalimadalah sebuah
pertemuan di juring harapanundakan pundenakarakar kenangan saling
membelitmengisahkan jambat hangkiratsi pahit lidahjuga kisah
tentang anak dalamkemilau sampai di kemilingekskavasi tiada
akhirketika itu tahun sakabekal kuburdari zaman ke zamanrambutmu
manik,tergerai di semilir anginmelepaskan kuccitmeremangkan setiap
pandangantawamu begitu lirihmeraba kupukupu di leherjenjanglelah
berlatih tari melintingbergurausaling berbalas sagata bukahayagadis
dan bujangmalammalam jadi kenangansementara kakakhening dalam
sesattatapnya nanarsunyi dalam ritual mantokdiingatnya muanyakjauh
di kruimenjelmakan sengkarut peristiwamamak berdiang di depan
kancahmenunggu kopi menghitamkagrihpanas barasedang musim berganti
selaludanselalu berubahmoyangku dari zaman tumisaling berebut masuk
hutan menjumpai muli putridi pangkalan sumur jernihmenyimak
rayuhsuara kulintang sebagai tolak bala tumbul dewanititisan
dewaagar diberkatidisyaratimanik kekasihku,diorama kampung halaman
menyadarkan akuseorang pejalan lelahmerapal sarambai juga
cerawandimensi waktu telah meluruhkankeras hatikisah rakata diletup
dasyatnyagoncang bumi ganggu tiduringatlah rumahmu di desa
wanabubungan seolah trapesiumsebuah tradisi di rumah panggungsenja
ini akan kuceritakan tentang lautgadinggading mengambang karena
keangkuhan manusiadengarlah kahindang ini, sayangraga yang masai
karena jumpaperahuperahu tinggalkan pesisir pantaipendatang huni
sang bumi ruwa juraimanik, kubawa serta kemilau tubuhmudi biru
lautanharihari yang kutinggalkanhanya sekedar siasatmatahari itu
pasti kembalimenyinari punggung sebuah bukitSudutBumi, 8 Agustus
2006Catatan:carnalim: jenis manic-manik kacakuccit: kucir
rambutsagata bukahaya: bentuk pantun percintaansesat: rumah
adatmantok: menenen kain tapismuanyak: seni vocalkancah: kuali
besahkagrih: adukmuli putri: bidadarirayuh: hajatansarambai: jenis
prosa panjangcerawan: keluhan jiwakahindang: puisi lisan berisi
kisah sedihGELIAT MUSIM ANGIN TEDUHmenuju utara menuju
timurtanahtanah dijelajahimemburu jati diri karena jiwa
terkekangberbondong menatap nyiur di garis pantaimendirikan bangsal
beranakpinakmenghitung hari dalam satu musimbegitulah daik lingga
mengawali kisahbersama cuaca dan gerak gemawan membangun ritualdabo
singkep ramaikan bandar desa malang rapatgeliatkan musim angin
teduhbersama anak, istri, juga handai tolan1mak long, segera
siapkan berteh. pilih padipadi ungguluntuk digoreng. beras kuning
dan beras basuh yang utama,juga bakek sebanyak tiga kapur. aku
ingat mereka sukamerokok, siapkan tiga batang saja. tembakau dan
pembarajangan sampai tertinggal. jauh-jauh hari telah
kusiapkankemenyan.sebab april mengundang musim angin teduhgelombang
laut dapat berdamaikupilih pagi tenang mendatangi hujansiap meramu
bersama datuk, sang pawingduapuluh hari mendatang kayukayu pilihan
direndamkini waktu bertandang ke hutanmenjumpai para makhluk
gaibwahai hantuhantupara jembalangmambangjindengarlah kami datang
membawa sesajimohon izinagar kesampuk menjauh dari kamikapak dan
parang telah terasahkayu pilihan tercatat dalam ingatanjauhi jika
terlilit ularjauhi jika terdapat ulartinggalkan saja jika
berbuahapalagi terdapat cacatpilih yang lain jika milik
kerabatdengarlah mantra kayu kami ucapkansalam pada nabi ilyassalam
pada nabi ilyassalam pada nabi ilyaskami minta kayu iniuntuk rezeki
kami di lautsetelah hajat terucapalam seolah memberi izindaunan itu
luruh mengangguk setujuayuan kapak jadi pertandajalan baru menuju
penghidupan2mak long, percayakah kau puan? kita akan
mengacakkelong. mengundang ikan bilis agar terperangkap.
nantikanhari panen itu. tanggultanggul akan memenuhidadamu dengan
manikam. siapkan sesaji yang sama, ohya tambahkan juga sebutir
telur yang masak, serabai, lepat,dan ketupat, agar lengkap semua
itu.tiga hari lalu aku telah bertandang ke lautmenandai dengan
tongkat pancang yang kukuhkau tahu laut begitu bersahabatbertakzim
pada semestakini akan kularungkan semah serta kayu pilihankarena
semua siap dicacaksiap dibentangkandatuk menggiring salammemetakan
setiap lankah agar tak siamenjelmakan ratusan bahkan ribuan
keinginansalam pada nabi khaidirsalam pada nabi sulaimansalam pada
nabi allahitutsang penguasa airsang penguasa ikansang penguasa
bumikami minta tempat iniuntuk rezeki kami di lauttunggu saja
isyarat raja lautjika mimpi buruk tak datangsegera kami kembalijika
mimpi buruk datangapa yang bisa kami kehendakisemua milikmu
semataternyata laut begitu pemurahberkah kami dapatkansegera
tanggung jawab diselesaikansalam bagi raja lautkami datang untuk
sebuah kehendakmenyacak kelong bagi pemilikjangan ganggu kami umat
muhammadmencari rezeki di lautkami tak berniat jahathanya bermaksud
baik mantra selesai diucapsegala sesaji ditaburkecuali rokok,
tembakaujuga penganansemua ditenggelamkandalam hening yang
kakupekan kedua di bulan meiarus laut memantau setiap
geraktenangtangantangan itu bersikerasmenyacakmembentuk sebuah
ruang di atas permukaannanarsebab sesaji diterima alam3mak long,
buang semua lelah di ragamu istriku. segerarebus beriburibu butir
kacang hijau, tanak sampai ia manisuntuk dicecap. siapkan juga
bedak beras yang kau tumbukkemarin. segeralah, jangan biarkan hari
matang tanpa siasat.ajak azizah buah hatiku, ajarkan padanya
bagaimanamenyiapkan alat penepuk. mengumpulkan daun gandarusa,
setawar, dan sedinginan. tak baik remaja dibiarkanmelamun
sendiri.senja itu doadoa ditetaskansemua menunduk
syukurkalimatkalimat mengawang di lautanterbawa arus, angin, juga
bisikanbisikan para nabisetelah asar yang syahduserombongan menuju
kelongseorang memimpin, bukan datuk tentunyaucap syukur menghunjam
ke dasar lautucap syukur terbang ke semestainilah kesempatan
ituketika berkah diterimasemangkuk bubur terasa gurihkelat di
lidahkini saatnya pancang tua diberkatitanggultanggul
diberkatipawang menaburkan tepung tawaral fatihah terlantuntiga
surat lain menyusulal ikhlas, al falaq, an naasgemuruh angin
datanglidahlidah ombak menajamsalam bagimu roh bani,penguasa
kayukayukami hormat padamukami memohon pada engkaukami akan
memasang lampu kelonguntuk rezeki kami di lautsemua heningmenanti
kelam bersama dengung shalawatluruh ditingkah harusiap memanen di
hari menjelangmenuju utara menuju timurtanahtanah
dijelajahiberbondong menatap nyiur di garis pantaimendirikan
bangsal beranakpinakbegitulah daik lingga mengawali kisahbersama
cuaca dan gerak gemawan membangun ritualdabo singkep ramaikan
bandar desa malang rapatgeliatkan musim angin teduhSudutBumi, 19
September 2006LELAKI HUJANtibatiba kau menjemputku dalam perjalanan
pulangketika sore berubah mendungdan jalanan hanya
menyisakanbayangan pohonpohon cemaralangkahku masih saja
tersarukmendapati mimpi yang jadi nyatakau dan rupamu menjelma sore
itujadi hujan yang dikirim tuhanmendatangi aku yang selalu berjalan
sendiri di setiap sorekau membawa angin imajiyang luruhkan semua
rindukubagi lelaki yang selalu datang dan pergikau hadir dengan
ribuan ceritatentang anakanak hujan yang membasahi tubuhkugigil
sore yang menghangatkanlalu kita berjalan bersamabercerita tentang
perjalanan airmuaramuara tempat singgahdan ceruk rahasia yang telah
kita buatkau lelaki hujandatang memberikan warna di hatikusetelah
abadabad muramtanpa gemuruhdan menyisakan kenangan biru yang
ranumdatang menjelma hujan di soreku yang sibukSudutBumi, 23
November 2007GYNOID#1#tubuhku hanya sumbuyang tiap detik dibakar
usia waktudapatkah kau berlarimenyelamatkan aku di ujung
waktu?#2#berkas cahaya putihterus menyelubungimengambil sebagian
napassebagian ruhhingga aku akan benarbenar padamdi
hadapanmu#3#tubuh lukaSudut Bumi, Juni 2009TENTANG HUJAN DAN
KEMARAUdiamdiam aku mendoatentang hujan yang tak reda di
matamumalaikat itu beterbanganmencari sisi lain hidupmencerna kelam
di retina matamuuntukmu diamdiam aku amati cuacaluruh juga akhirnya
kemaraudatang lalu menjaga jejarakagar kita tak sempat
kecewaSudutBumi, 10 April 2006SAHIBULHIKAYAT DI NEGERI MANTANG
ARANGperkenalkanlah tuan puan, sahibulhikayatsedang bertandang ke
negeri mantang arangdi negeri itu ia terperangahmendapati pesisir
yang ramailalu bersadai, menjelingkan matasahibulhikayat menegaskan
pendengaranmenajamkan mata di remang malamsebidang tikar dihampardi
hadapannya, seorang bomoh menyulut mantraritual buka tanah
dimulaimeminta izin para leluhursalam pembuka,secawan air menemani
ruparupa sesaji nan sahihlorong masa lalu terkuakbersama rampak
para panjakmadah melayu menggelora bersambut gedombak,serta serunai
menyayat hatialam ditingkah musik makyongyang setakat di antara
ketertegunanperhatikan tuan puansahibulhikayat beralih peranmemakai
topeng menaiki pentasmenyanyikan lagu menghadap rebabbetabik
sebagai tanda pembukaalkisah, putri nak kandang, permaisuri raja
peransitun sedang mengidampermaisuri negeri seraja kerajaan dang
balaiinginkan daging rusa putihrusa putih bunting sulung, sulung
ayah, sulungbundasulung segenap hutan carang rimba*sahibulhikayat
berperan gandasebagai awang pengasuh, putri, dan wak perambunkadang
menjadi panjak ataupun canggaitersebab gerusan waktu telah melupa
opera zamananak muda menjauh dari akarnyawak perambun menerima
titah rajamencari daging rusa putihditemani anak panah mercu dewa,
susuri hutanselama hati bertujuhwak perambun tak menemu rusa, hanya
pandangseorang putri dalam hutanputri bernama nang nora, putri
sindang bulangyang ketujuhkata sepakat terucap, berdua menghadap
rajabercerita bahwa tak ada daging rusa putih di
dunia*sahibulhikayat mendengar lengking serunaiterlepas dari kantuk
merapikan segala ingatantentang roh melayu di bumi sagantang
ladaperhatikan tuan puan,mata sahibulhikayat menjerang
kalambersempalan dengan tarianmencecah bibir bomoh yang melecutkan
jampijampitutup panggungtuan puan, lihatlah gelagat
sahibulhikayatia bangkit menjauhi kerumunanmeninggalkan bunyibunyi
pesisirmelanjutkan perjalanan hingga ke daek dan linggabermuhibah
ke negeri serumpunmembawa kelampauan melayuSudutBumi, Oktober 2007*
Kutipan cerita dari salah satu kisah MakyongTENTANG DIAN
HARTATILahir di Bandung, 13 Desember 1983. Lulusan jurusan Bahasa
dan Sastra Indonesia, Universitas Pendidikan Indonesia. Karyanya
tersebar di berbagai media massa dan antologi puisi bersama.
Diundang dalam event Ubud Writer dan Reader Festival tahun
2009.PUISI-PUISI SONI FARID MAULANASabtu, 15/02/2014 - 10:40 Sastra
Seratus ... Lain-lain | Koleksi | Puisi | Soni Farid MaulanaSEMACAM
SURATuntuk Sutardji Calzoum Bachrijika itu yang kau maksud:
memangaku punya hubungan baik dengan ikandi kolam; -- juga dengan
warna unguteratai dalam lukisan Monet.tapi kucing yang
mengeongdalam aortamu: -- rindu daging paling mawarrindu susu
paling zaitun,yang harum lezatnya semerbak sudahdari arah
al-kautsar. Tapi, seberapa sungguhkegelapan bisa dihalau: -- jika
gerhanamembayang di hati? Seberapa alif mekardi alir darah; -- jika
setiap tasbih diucap,yang berdebur di otak hanya ombak syahwat?dji,
tangki airmata selalu bedah di situ2002CIWULANaku mendengar suara
ricik air sungai yang ngalirdi antara batu-batu dan batang
pohonanyang rubuh ke ciwulanaku mendengar suara itu mengusik
jiwakubagai alun tembang cianjuranyang disuarakan nenekku di gelap
malam1979DAUNsiapa yang tak hanyutoleh guguran daun: ketika
anginmempermainkannya di udara terbukaketika lembar demi lembar
cahaya mataharimenyentuh miring dengan amat lembutnyasiapa yang tak
hanyut oleh guguran daunketika maut begitu perkasamencabut usia
hingga akarnya, ketika mataharimenarik tirai senja, ketika
keheninganmenyungkup batu-batu di dada. Siapayang tak hanyut oleh
guguran daun: ketikalobang kuburan ditutup perlahan, ketikadoa-doa
dipanjatkan dengan suara tersekatketika kutahu pasti kau tak di
sampingku1980SUARA TEROMPET AKHIR TAHUNdi ujung malam sedingines
dalam kulkas;apa yang kau harapdari suaraterompet akhir tahun?fajar
yang menyingsingtanpa bunyi kayu dilahap api,tanpa tubuh yang
hangusseperti sisa bakaran kardus?kita berharapsemisal tak ada
kurapdi daging waktuyang esok hari kita kunyahdalam pesta kehidupan
yang renyah?tapi apa artinya berharapdan tidak berharap,bila langit
muram terus membayangseperti pengalaman yang kelam:o, bunyi kayu
yang hangusdan tulang kepala yang meletusdalam kobaran api di bulan
Meiyang ngeri di ini negeri?di ujung malam sedingines dalam
kulkas;apa yang kau harapdari ujung bunyi terompetakhir
tahun?1998SELEPAS KATAuntuk Kautsar M. Attarperempuan itu terbaring
di ruang bersalinbayang-bayang sang ajal berkelebat dalambiji
matanya; memperkenalkan dirikupada warna darah dan tanah. Dan kau
yangdilahirkan sore itu, tangismu keras,air matamu adalah arus
sungai yang derasmenyeret kesadaranku ke palung deritaseorang ibu,
yang sisa amis darahpersalinannya; masih melekat di tubuhku,yang
kini rapuh dikikis waktu, digali detikjam yang terus melaju ke
dunia tak dikenal,di luar hiruk-pikuk kehidupan kota besar;ada yang
menjauh dari surau dari kilautelaga kautsar yang Dia
berikan2003LANSKAPaku mendengarnyanyian angin pagidi tangkai
pohonanaku melihat cahaya sunyi matahariberkilau lembut dalam
bening embun pagiyang bergayutan di punggung rumputanaku mendengar
salam itu,salamNya, dilantunkankokok ayam jantannegeri
langit1976TEMBANGKau yang hidup dalam ingatankuadalah tembang yang
tak pernah selesaidilantunkan angin sepanjang waktuKau yang memberi
arah dalam hidupkuadalah petikan kecapi, alun suling,lagu yang tak
pernah sirna di kalbuku.1977TENTANG ULARdi kamar ini, di antara
bayang-bayang kelambuaku cari wangi tubuhmu. Desis ular dari
bayang-bayangmasa silam kembali menggema dalam ingatanku,lalu
firmanNya yang menggetarkan itu.1994NARASI DI BAWAH HUJANhujan,
curahkan berkahmu yang hijaupada lembah