KUMPULAN MAKALAH PEMENANG LOMBA KARYA TULIS KONPERENSI SANITASI DAN AIR MINUM NASIONAl (KSAN) TAHUN 2011 Kategori Pelajar Juara 1 M asfar Syafar SMA Negeri 1 Bulukumba Tema: Upaya penanggulangan terkait minimnya akses terhadap air bersih dan buruknya layanan sanitasi. Judul: Upaya penanggulangan penyediaan air bersih di daerah pesisir studi kasus pesisir pantai Bulukumba. Juara 2 Siti Kholifatul SMA Negeri 1 Ponorogo Tema: Upaya penanggulangan terkait minimnya akses terhadap air bersih dan buruknya layanan sanitasi. Judul: Saatnya Sanitasi dan Akses Air Bersih Menjadi Sorotan Juara 3 Muhammad Gilang Ramadhan Putra Ponpes Daar El‐Qolam II Tema: Upaya penanggulangan terkait minimnya akses terhadap air bersih dan buruknya layanan sanitasi. Judul: Upaya pemukiman PPA Sanila di lingkungan masyarakat Kategori Mahasiswa Juara 1 Hakimatul Mukaromah Universitas Diponegoro Tema:Pentingnya keterlibatan masyarakat untuk menjaga keberlanjutan pembangunan AMPL. Judul: Partisipasi Masyarakat sebagai Jawaban atas Tantangan Pembangunan Sarana dan Prasarana AMPL di Indonesia Juara 2 Frederic Hamonangan Universitas Brawijaya Tema:Upaya penanggulangan kemiskinan melalui pembangunan air minum dan sanitasi di Indonesia. Judul: Upaya Peningkatan Stratifikasi Sosial Masyarakat Miskin di Indonesia, Dengan Pemerataan Pembangunan Air Minum dan Sanitasi yang Berkelanjutan , Sistematis , dan Efisien. Juara 3 Gayuh Mustiko Jati Universitas Gajah Mada Tema:Upaya penanggulangan kemiskinan melalui pembangunan air minum dan sanitasi di Indonesia Judul:SEBUAH #OPTIMISME (Memberantas Kemiskinan Melalui Pembangunan Air Minum dan Sanitasi) Kategori Pelajar dan Mahasiswa Juara Favorit Mushonnifun Faiz Sugihartanto SMA Negeri 3 Malang Tema:Upaya penanggulangan terkait minimnya akses terhadap air bersih dan buruknya layanan sanitasi. Judul:Menanggulangi Masalah Ketersediaan Air Bersih dan Sanitasi di Indonesia
59
Embed
Kumpulan Karya Tulis Pemenang Lomba Penulisan Konperensi Sanitasi dan Air Minum Nasional (KSAN) Tahun 2011
Pemenang dikelompokkan dalam 2 (dua) kategori yaitu pelajar, dan mahasiswa.
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
KUMPULAN MAKALAH
PEMENANG LOMBA KARYA TULIS KONPERENSI SANITASI DAN AIR MINUM NASIONAl (KSAN) TAHUN 2011
Kategori Pelajar Juara 1 M asfar Syafar
SMA Negeri 1 Bulukumba Tema: Upaya penanggulangan terkait minimnya akses terhadap air bersih dan buruknya layanan sanitasi. Judul: Upaya penanggulangan penyediaan air bersih di daerah pesisir studi kasus pesisir pantai Bulukumba.
Juara 2 Siti Kholifatul SMA Negeri 1 Ponorogo
Tema: Upaya penanggulangan terkait minimnya akses terhadap air bersih dan buruknya layanan sanitasi. Judul: Saatnya Sanitasi dan Akses Air Bersih Menjadi Sorotan
Juara 3 Muhammad Gilang Ramadhan Putra Ponpes Daar El‐Qolam II
Tema: Upaya penanggulangan terkait minimnya akses terhadap air bersih dan buruknya layanan sanitasi. Judul: Upaya pemukiman PPA Sanila di lingkungan masyarakat
Kategori Mahasiswa Juara 1 Hakimatul Mukaromah
Universitas Diponegoro Tema:Pentingnya keterlibatan masyarakat untuk menjaga keberlanjutan pembangunan AMPL. Judul: Partisipasi Masyarakat sebagai Jawaban atas Tantangan Pembangunan Sarana dan Prasarana AMPL di Indonesia
Juara 2 Frederic Hamonangan Universitas Brawijaya
Tema:Upaya penanggulangan kemiskinan melalui pembangunan air minum dan sanitasi di Indonesia. Judul: Upaya Peningkatan Stratifikasi Sosial Masyarakat Miskin di Indonesia, Dengan Pemerataan Pembangunan Air Minum dan Sanitasi yang Berkelanjutan , Sistematis , dan Efisien.
Juara 3 Gayuh Mustiko Jati Universitas Gajah Mada
Tema:Upaya penanggulangan kemiskinan melalui pembangunan air minum dan sanitasi di Indonesia Judul:SEBUAH #OPTIMISME (Memberantas Kemiskinan Melalui Pembangunan Air Minum dan Sanitasi)
Kategori Pelajar dan Mahasiswa Juara Favorit
Mushonnifun Faiz Sugihartanto SMA Negeri 3 Malang
Tema:Upaya penanggulangan terkait minimnya akses terhadap air bersih dan buruknya layanan sanitasi. Judul:Menanggulangi Masalah Ketersediaan Air Bersih dan Sanitasi di Indonesia
Pemenang Pertama Kategori Pelajar Lomba Penulisan Konperensi Sanitasi dan Air Minum Nasional (KSAN) Tahun 2011
UPAYA PENANGGULANGAN PENYEDIAAN AIR BERSIH
DI DAERAH PESISIR STUDI KASUS PESISIR PANTAI BULUKUMBA
Esai ditulis untuk diikutkan dalam
“Lomba Esai Pelajar dan Mahasiswa KSAN 2011 ″
DISUSUN OLEH :
M. ASFAR SYAFAR
DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BULUKUMBA,
SMA NEGERI 1 BULUKUMBA
2011
Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau yang tersebar di seluruh nusantara dengan
mayoritas masyarakat yang bermata pencaharian sebagai nelayan. Salah satu masalah yang
dihadapi oleh masyarakat adalah kurangnya ketersediaan air bersih. Kekurangan air bersih ini
dari tahun ke tahun semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk.
Padahal air bersih merupakan kebutuhan paling penting untuk menunjang aktivitas makhluk
hidup. Kurangnya ketersediaan air bersih secara kuantitatif disebabkan karena 97 % air di
bumi merupakan air laut, sehingga dengan kadar garam sekitar 35000 mg/l menyebabkan air
tersebut tidak dapat langsung dipergunakan tanpa adanya pengolahan terlebih dahulu. Selain
itu kadar air tawar juga semakin menurun karena pembangunan yang berkelanjutan tanpa
memperhatikan lingkungan sehingga memperkecil daerah resapan air hujan. Kandungan air
tawar dalam tanah semakin menipis karena diambil terus menerus sehingga semakin banyak
air laut yang meresap kedalam tanah menggantikan posisi air tawar tersebut.
Menghadapi kebutuhan air bersih yang semakin meningkat, diperlukan fasilitas
penyediaan air bersih yang dapat menjangkau pemukiman penduduk, khususnya bagi
penduduk yang bermukim disekitar pesisir. Mengingat sebagian besar penduduk yang
bermukim disekitar pesisir memiliki tingkat ekonomi dan tingkat pendidikan yang rendah
maka diperlukan teknologi penyediaan air bersih yang mudah pemeliharaannya sehingga
tidak memerlukan biaya yang mahal untuk pengoperasiannya. Perencanaan yang baik dari
segi teknis maupun ekonomis penyaluran air dari fasilitas pengolahan air ke rumah-rumah
penduduk sangat diperlukan agar penyediaan air bersih dapat dilakukan dengan cara yang
efektif, efisien dan produk yang dihasilkan dapat dijangkau oleh penduduk. Salah satu daerah
pesisir yang memiliki kualitas penyediaan air bersih yang minim adalah Kabupaten
Bulukumba.
o Kabupaten Bulukumba sebagai salah satu daerah pesisir dengan ketersediaan air
bersih yang minim
Kabupaten Bulukumba adalah salah satu kabupaten yang berada di provinsi Sulawesi
Selatan yang luas wilayahnya sekitar 1.154,67 km2 yang terdiri dari 22,22% daerah pantai,
0,79% daerah lembah, 15,87% daerah perbukitan, dan 61,60% merupakan dataran. Secara
kewilayahan kabupaten Bulukumba berada pada kondisi empat dimensi yaitu dataran tinggi
pada kaki gunung Bawakaraeng-Lompo Battang, dataran rendah, pantai dan laut lepas.
Dengan jumlah penduduk sebanyak 394.757 jiwa (berdasarkan sensus penduduk 2010) yang
tersebar di 10 kecamatan, 24 kelurahan, serta 123 desa. Adapun ke 10 kecamatan tersebut
yaitu Kecamatan Gantarang, Kecamatan Ujungbulu, Kecamatan Ujung Loe, Kecamatan
Bontobahari, Kecamatan Bontotiro, Kecamatan Kajang, Kecamatan Herlang, Kecamatan
Kindang, Kecamatan Rilau Ale dan Kecamatan Bulukumpa. Dari ke-10 kecamatan tersebut
tujuh di antaranya merupakan daerah pesisir yang dimanfaatkan sebagai sentra
pengembangan pariwisata dan perikanan. (Wikipedia)
Dari kondisi geografis Kabupaten Bulukumba yang terdiri dari 22,22% daerah pantai
tersebut memberi gambaran bahwa Kabupaten Bulukumba terletak hampir di sepanjang
pesisir pantai. Inilah yang membuat sebagian besar penduduk Kabupaten Bulukumba yang
bermukim di pesisir pantai memilih profesi sebagai nelayan dan buruh rumput laut, yang
mana kebanyakan dari nelayan ini adalah nelayan yang berpendapatan rendah yang masih
berada di bawah garis kemiskinan. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan yang kuat
mengapa nelayan di sepanjang pesisir pantai ini memiliki akses air bersih yang rendah dan
sanitasi yang buruk.
Nelayan tersebut lebih memilih menggunakan air tanah (sumur) dibanding mendapat
pasokan dari PDAM dikarenakan biaya pemasangan yang relatif mahal. Masalah yang
selanjutnya timbul adalah adanya perubahan rasa, aroma, dan warna air sumur di daerah
pesisir Kabupaten Bulukumba akibat dari semakin kecilnya daerah resapan air hujan dan
semakin menipisnya kandungan air tanah akibat pembangunan berkelanjutan yang tanpa
batas. Yang mana sumur yang mereka buat kebanyakan berair asin (payau), memiliki aroma
yang tidak enak dan berwarna kekuningan karena dekat daerah pantai. Hal ini membuat
penduduk yang bermukim disekitar pesisir terpaksa mengkomsumsi air tidak layak tersebut.
Hal ini tentunya sangat memprihatinkan karena dengan mengkomsumsi air berkadar garam
tinggi (air payau) dapat menyebabkan terjadinya penyakit diare, mual, muntaber, pusing,
gangguan pencernaan, dan berbagai gangguan kulit seperti kudisan dan bisul.
o Ada solusi, tapi tidak efektif
Untuk permasalahan penduduk yang bermukim di pesisir pantai tersebut sebenarnya
sudah ada solusinya , yaitu dengan melakukan pemurnian air laut. Pada dasarnya prinsip
pemurnian air laut adalah proses pemisahan garam dari air laut sehingga diperoleh air tawar,
proses ini kita kenal dengan sebutan desalinasi. Ada banyak cara untuk mengolah air asin
menjadi air tawar, antara lain:
1.Penyulingan
Percobaan pertama untuk memisahkan garam dan air laut adalah meniru cara alam,
yaitu dengan menguapkan air laut kemudian mengembunkan uapnya kembali. Ketika air laut
dipanaskan, hanya air yang menguap, garam-garam yang terlarut tetap tinggal dalam larutan
(air laut). Dengan menggunakan alat suling bagian dalam wadah perebus air laut dilengkapi
dengan pipa-pipa tegak untuk memperluas permukaan air yang dipanaskan. Dengan
perluasan dapat diperoleh banyak uap dalam waktu relatif singkat.
2.Osmosis Balik (Reverse Osmosis)
Osmosis balik atau reverse osmosis (RO), dilaksanakan dengan memberikan tekanan
terhadap air laut, sehingga memaksa dari molekul-molekul air murni menembus suatu
membran semipermeabel, sedangkan sisanya berupa garam larut, bahan-bahan organik,
bakteri akan ditolak (rejeksi). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar diatas. Osmosis
balik ini dioperasikan secara kontinyu. Kemurnian air yang dicapai hingga 99% dan tingkat
produksi yang tinggi. RO merupakan cara paling murah untuk menawarkan pemurnian air
laut. Keuntungan metode ini adalah kemurnian air yang dihasilkan bagus, menghemat
tempat,dan menghemat energi.
3.Evaporator
Evaporator adalah sistem utama bagi pabrik untuk mengolah air laut menjadi air tawar.
Demikian juga Ladang garam memproduksi garam melalui proses penguapan air laut.
Sebaliknya, air bersih akan diproduksi, dengan menghilangkan garam dari air laut.
Evaporator untuk mengolah air laut dirancangkan untuk mengumpulkan uap yang terjadi di
dalam proses penguapan. Proses tersebut antara lain: penguapan dengan multi guna yaitu air
laut yang direbus untuk penguapan. Sehingga uap itu akan terkumpul menjadi air tawar.
Teknologi itu biasanya digunakan untuk pabrik pengolah air laut skala besar. Disamping itu
juga terdapat proses tekanan peresapan (osmosis) dengan arah balik yaitu cara untuk
mengurangi dan menghapus rasa asin air laut. Teknologi ini digunakan untuk pabrik
pengolah air laut sekala menengah dan kecil.
Dari uraian diatas, kita dapat mengetahui berbagai cara untuk melakukan pemurnian air
laut menjadi air tawar. Akantetapi apakah proses desalinasi diatas efektif diterapkan untuk
penduduk pesisir? Apakah ini solusi yang jitu untuk menghadapi permasalahan ketersediaan
air bersih bagi masyarakat Kabupaten Bulukumba yang bermukim di pesisir pantai?
Jawabannya adalah tidak, mengapa? Karena seperti yang diterangkan diatas bahwa
masyarakat Kabupaten Bulukumba yang bermukim di pesisir pantai didominasi oleh nelayan
berpendapatan rendah dan masih berada di bawah garis kemiskinan. Hal ini tentunya menjadi
alasan yang kuat bahwa ke-tiga proses desalinasi tersebut tidak cocok diterapkan di
masyarakat Kabupaten Bulukumba yang bermukim di pesisir pantai karena cara tersebut
membutuhkan biaya yang tinggi karena menggunakan bahan kimia dan prosesnya yang
rumit. Disamping itu juga terjadi kesenjangan antara pemerintah dan rakyatnya, pemerintah
sangat tidak peduli dan acuh terhadap permasalahan yang sedang dihadapi oleh rakyatnya
saat ini. Sehingga sangat tidak mungkin terjalin kerja sama untuk menarik investor agar
menginvestasikan uangnya untuk membantu kesejahteraan masyarakat pesisir dengan
menyediakan akses air bersih yang layak.
o Merumuskan solusi, menghadapi tantangan
Untuk menghadapi permasalahan ini kita membutuhkan solusi yang jitu sekaligus
efektif, Nah, coba kita tinjau kembali! Bahan apa saja yang yang tersedia dalam jumlah yang
berlimpah dan bisa dimanfaatkan sebagai filter untuk menyaring air asin (payau) menjadi air
tanah yang layak? Fakta membuktikan bahwa arang dan sekam padi mampu menetralkan air
asin (payau) menjadi air berpH normal (pH 7) sehingga menjadi air yang layak komsumsi.
Disamping itu kita tidak perlu takut kekurangan bahan baku tersebut karena sekam padi dan
arang tergolong limbah yang banyak tersedia dimana-mana. Apalagi berdasarkan studi
pustaka yang telah saya lakukan ternyata arang dan sekam padi telah teruji keandalannya
sebagai salah satu bahan filter untuk pengolahan air yang tercemar oleh bakteri coli, logam
berat (Cu dan Cr), memperbaiki warna, dan tingkat kejernihan air
Nah, sekarang sudah jelas bagaimana buruknya penyediaan air bersih bagi masyarakat
pesisir Kabupaten Bulukumba, bagaimana melakukan melakukan pemurnian air laut menjadi
air tawar, serta bahan apa saja yang yang tersedia dalam jumlah yang berlimpah dan bisa
dimanfaatkan sebagai filter untuk menyaring air asin (payau) menjadi air tanah yang layak.
Sekarang, yang dibutuhkan adalah sebuah pemikiran yang maju untuk menciptakan sebuah
inovasi baru demi menyediakan air bersih yang layak yang dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat pesisir. Maka berdasarkan masalah tersebut maka saya mencoba melakukan
Pemenang Ketiga Kategori Mahasiswa Lomba Penulisan Konperensi Sanitasi dan Air Minum Nasional (KSAN) Tahun 2011
Tema: Upaya Penanggulangan Kemiskinan Melalui Pembangunan Air Minum dan Sanitasi di Indonesia
SEBUAH #OPTIMISME (Memberantas Kemiskinan Melalui Pembangunan Air Minum dan Sanitasi)
Oleh Gayuh Mustiko Jati (Universitas Gadjah Mada)
Pendahuluan
Di negara berkembang seperti Indonesia ini, fenomena kemiskinan merupakan salah
satu hal jamak dan menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah. Di Indonesia sendiri, angka
kemiskinan berada pada kisaran 14,15% dari total penduduk pada tahun 20101. Hal ini perlu
mendapat perhatian serius mengingat 14,15 % bukanlah angka yang kecil jika dibandingkan
total penduduk Indonesia yang mencapai 230 juta jiwa. Kemiskinan menjadi hal krusial yang
perlu dengan segera diselesaikan karena kemiskinan menjadi pemicu banyak hal terkait
permasalahan kependudukan dan kriminalitas.
Penyebab pasti kemiskinan tidak dapat diketahui secara pasti, namun kemiskinan
disinyalir karena kurangnya pemerataan dalam pembangunan dan ketidaksiapan masyarakat
dalam menghadapi perkembangan. Namun, hal ini tidak lantas menjadi acuan utama karena
sejatinya permasalahan kemiskinan dapat diatasi jika dilakukan upaya penanggulangan yang
tepat, setidaknya angka kemiskinan dapat diminimalisasi dengan kesungguhan dan kolaborasi
pemerintah dengan rakyat. Melalui pendekatan ini, dengan optimisme yang terarah,
kemiskinan dapat ditanggulangi dan angka kemiskinan dapat ditekan. Salah satu cara 1 http://www.antaranews.com/berita/1260211179/bps-angka-kemiskinan-2010-tidak-banyak-berubah-dari-2009
menanggulanginya adalah dengan pembangunan air minum dan sanitasi. Pertanyaan yang
akan timbul adalah apa keterkaitan antara kemiskinan dan pembangunan air minum dan
sanitasi? Bagaimana mungkin dua hal yang nampaknya berbeda haluan ini saling
mempengaruhi?
Kemiskinan
Kemiskinan merupakan bentuk dari ketidakberdayaan seseorang dalam aspek
ekonomi. Seperti halnya kemiskinan yang terjadi di Indonesia, umumnya terjadi akibat
kesulitan dalam hal ekonomi. Entah itu karena pengangguran atau penghasilan yang tidak
mampu memenuhi kebutuhan dan kurang dari penghasilan minimal yang ditentukan atau
memang karena keadaan yang tidak mendukung. Kemiskinan ini erat kaitannya dengan
beberapa pola kehidupan bermasyarakat di Indonesia. Beberapa studi mengenai pola hidup
masyarakat mendapati bahwa kemiskinan yang terjadi di tengah masyarakat merupakan
bentuk dari ketidaksiapan masyarakat menghadapi perubahan. Perubahan yang dimaksud
disini adalah perkembangan zaman. Betapa tidak, mereka yang tidak siap menghadapi
perubahan inilah yang tidak mampu menyesuaikan dengan iklim persaingan dan cenderung
memasrahkan diri kepada keadaan. Memang, beberapa kemiskinan difaktori oleh latar
belakang keluarga, pendidikan, lingkungan, sistem dalam suatu komunitas, dan juga pola
pikir. Mengapa penulis memasukkan pola pikir juga? Karena sejatinya kemiskinan, atau
apalah kita menyebutnya itu, adalah bentuk dampak dari hasil pola pikir manusia. Setidaknya
orang yang berpikir dengan kreatif dan alternatif tidak akan membiarkan dirinya terkungkung
dalam permasalahan kemiskinan. Sementara orang yang pasrah akan keadaan akan terus
melakukan pembiaran yang justru membuat mereka tetap bertahan pada zona kemiskinan.
Suatu hal yang miris adalah kemiskinan ini ternyata sudah menjadi rantai yang sangat
kuat sehingga sulit sekali untuk melepaskan diri jika terjebak dalam siklus ini. Dari data yang
diperoleh dari BPS, menunjukkan bahwa angka kemiskinan yang terjadi pada tahun 2009-
2010 hingga 2011 tidak mengalami penurunan yang signifikan. Hal ini menjadi indikasi
bahwa program pengentasan kemiskinan yang dijalankan pemerintah belum sepenuhnya
berjalan dengan baik. Padahal beberapa program pengentasan kemiskinan sudah digadangkan
pemerintah dan menjadikan optimisme dalam penurunan angka kemiskinan di Indonesia.
Program ini meliputi perbaikan sektor pendidikan, kesempatan berkarya dan hal-hal besar
lainnya dalam sektor ekonomi. Namun, pemerintah tidak menyadari bahwa perbaikan aspek
individual sebenarnya yang lebih penting dan fundamental yakni aspek kesehatan, baik
kesehatan tubuh maupun kesehatan lingkungan. Mengapa demikian?
Air Minum dan Sanitasi
Air yang merupakan kebutuhan pokok paling mendasar dari manusia, dan pemenuhan
kebutuhan akan air merupakan sebuah hal mutlak yang perlu dipenuhi. Seperti kita ketahui
air kita gunakan untuk minum, mandi, mencuci, dan berbagai aktivitas kehidupan lain. Tanpa
air, sepertinya kehidupan ini tidak akan berjalan. Dalam hal untuk minum, dimensi
pembahasan air tidak hanya sebatas membahas kuantitas air yang tersedia saja, namun faktor
kualitas menjadi nilai penting yang harus diperhatikan. Kuantitas air yang dikonsumsi
menunjukkan ketersediaan air, apakah mencukpi atau tidak dan sampai pada pembahasan
dengan cara apa kita mecukupinya. Sementara pembahasan pengenai kualitas menjadi
penentu selanjutnya karena kualitas air yang dikonsumsi sangat menentukan kualitas
kesehatan seseorang karena berhubungan langsung dengan aktivitas dalam tubuh seseorang.
Pada tahap ini, peran air menjadi sangat besar dan sangat krusial. Air menjadi faktor penentu
sehat atu tidaknya seseorang maupun masyarakat.
Sanitasi, istilah lain untuk menyebut usaha untuk membina dan menciptakan suatu
keadaan yg baik di bidang kesehatan, terutama kesehatan masyarakat (Kamus Besar Bahasa
Indonesia), juga sangat mempengaruhi kesehatan seseorang karena sanitasi berhubungan erat
dengan sistem pengelolaan lingkungan. Di masyarakat sendiri, sanitasi ini dikenal dengan
istilah MCK, yakni mandi, cuci, dam kakus walaupun pada praktiknya sanitasi tidak hanya
sebatas itu, sanitasi memiliki kajian yang lebih luas, terutama pada kesehatan lingkungan dan
masyarakat. Sanitasi sangat menentukan kesehatan masyarakat, mengingat lingkungan
sebagai tempat tinggal masyarakat merupakan tempat semua aktivitas masyarakat. Jika
lingkungan sehat, bukankah masyarakatnya juga akan sehat? Begitulah keterkaitan sanitasi
dengan kesehatan masyarakat, baik kesehatan pada tingkat individu maupun sampai tingkat
masyarakat.
Antara Kemiskinan dan Air Minum dan Sanitasi
Kemiskinan dan pembangunan air minum dan sanitasi memang tidak memiliki
korelasi langsung. Namun jika menelusuri lebih jauh, kedua hal berbeda ini memiliki satu
keterikatan yang saling mempengaruhi satu sama lain. Jika kita lihat dari pembahasan
kemiskinan dan air minum dan sanitasi ternyata ada sebuah keterkaitan yang apabila ditarik
lurus akan bertumpu pada titik yang sama, yakni pengentasan kemiskinan.
Seperti yang telah kita bicarakan, ada aspek fundamental yang seharusnya dibenahi
dalam upaya pengentasan kemiskinan adalah perbaikan dalam sektor kesehatan. Di satu sisi,
aspek kesehatan dan sanitasi merupakan salah satu indikator dalam pemenuhan kesehatan.
Hal ini berarti, upaya penanggulangan kemiskinan dapat dilakukan dengan upaya
pembangunan air minum dan sanitasi. Karena kedua hal tersebut memiliki keterkaitan, yakni
sebagai aspek dasar kesehatan dan melalui kesehatan ini kemiskinan dapat ditanggulangi.
Pengaruh yang demikian besar bagi kesehatan, menempatkan air minum dan sanitasi juga
menjadi hal penting yang diperlu diperhatikan oleh semua kalangan masyarakat saat ini, juga
pemerintah.
Sebuah studi Bank Dunia yang disebarluaskan bulan Agustus 2008 menemukan
bahwa kurangnya akses terhadap sanitasi menyebabkan biaya finansial dan ekonomi yang
berat bagi ekonomi Indonesia, tidak hanya bagi individu tetapi juga bagi sektor publik dan
perdagangan. Sanitasi yang buruk, termasuk kebersihan yang buruk, menyebabkan sedikitnya
120 juta kasus penyakit dan 50.000 kematian dini setiap tahun, dengan dampak ekonominya
senilai lebih dari 3,3 miliar dolar AS per tahun.2 Melihat fakta ini, perbaikan faktor kesehatan
melalui pembangunan air minum dan sanitasi menjadi sangat penting dalam rangka
mengurangi dampak lanjutannya, yang salah satunya adalah kemiskinan.
Pembangunan air minum dan sanitasi seharusnya menjadi prioritas pemerintah dan
dimasukkan dalam program penanggulangan kemiskinan. Dalam praktiknya nanti,
pembangunan air minum dan sanitasi akan berimbas positif pada sektor kebersihan
lingkungan, dan dengan terciptanya kebersihan lingkungan akan membawa dampak yang
baik bagi ekonomi masyarakat yang akan mengurangi kemiskinan, walaupun secara tidak
langsung. Lalu pembangunan air minum dan sanitasi seperti apa yang diperlukan untuk
menciptakan kesehatan di masyarakat?
Pembangunan Air Minum dan Sanitasi
Pembangunan air minum dan sanitasi yang dilakukan tidak hanya melibatkan satu
pihak saja, namun pembangunan air minum dan sanitasi harus dilakukan dengan kolaborasi
antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga-lembaga terkait serta LSM-LSM yang bergerak
di bidang tersebut. Tanpa adanya kolaborasi yang terstruktur, sangat sulit menciptakan
pembangunan air minum dan sanitasi. Karena, pembangunan air minum dan sanitasi
merupakan hajat besar dan hal ini perlu menjadi semacam acuan dan titik balik menengahi
permasalahan air minum dan sanitasi yang erat kaitannya dengan kesehatan .
diminimalisasi. Namun hendaknya hal ini tidak menjadi optimisme belaka, kita harus
bergerak bersama-sama. Kemiskinan harus diperangi dan segera diakhiri dari jalan manapun.
Jika kita bisa memulai mengentaskan kemiskinan dari aspek air minum dan sanitasi, mengapa
tidak?
Mari bergerak bersama-sama dan maju terus Indonesia!!! (gayuhmj)
Pemenang Favorit Kategori Pelajar dan Mahasiswa Lomba Penulisan Konperensi Sanitasi dan Air Minum Nasional (KSAN) Tahun 2011
Menanggulangi Masalah Ketersediaan Air Bersih dan Sanitasi di Indonesia
Oleh Mushonnifun Faiz Sugihartanto (SMA Negeri 3 Malang)
Masalah air bersih dan sanitasi tampaknya merupakan masalah klasik yang tak kunjung usai diberantas di Indonesia. Bagaimana tidak ? Pada tahun 2011 ini, dari sekitar dua ratus jutaan penduduk Indonesia, baru 20% saja yang memiliki akses terhadap air bersih. Itu pun kebanyakan di daerah perkotaaan. Sedangkan sisanya, atau sekitar 80% rakyat Indonesia masih mengkonsumsi air yang tak layak untuk kesehatan.
Hal itu dibuktikan melalui hasil penelitian dari Jim Woodcock, seorang konsultan masalah air dan sanitasi dari bank dunia, yang hasilnya adalah 100.000 bayi di Indonesia tewas setiap tahunnya yang disebabkan oleh diare, penyakit yang paling mematikan nomor dua setelah infeksi saluran pernapasan akut. Penyebab utamanya, jelas buruknya akses terhadap air bersih serta sanitasi.
Di NTT (Nusa Tenggara Timur), warga harus menempuh jarak minimal sejauh 700 meter dengan lama sekitar 46 menit ditambah dengan tekstur jalanan yang mereka lalui yang tidak rata untuk memperoleh air bersih. Tentu saja hal itu sangat memprihatinkan. Selain disebabkan oleh topografi daerah tersebut, tidak adanya sistem infrastruktur yang memadai juga merupakan penyebab utama sulitnya masyarakat mengakses air bersih.
Bahkan, saking langkanya air bersih, warga Pulau Sebatik di Kalimantan Timur pun kesulitan air bersih. Sampai‐sampai mereka harus mengambil air bersih di daerah Tawau yang telah masuk ke dalam wilayah Malaysia. Sebenarnya di daerah tersebut telah terdapat Pipa PDAM yang dibangun pada tahun 2004. Namun kondisi sudah rusak karena tidak pernah dialiri air bersih.
Data dari kementerian kesehatan menyatakan bahwa 60% sungai di Indonesia tercemar, mulai dari bahan organic sampai bakteri‐bakteri penyebab diare seperti coliform dan Fecal coli. Padahal, air sungai seharusnya bisa menjadi sumber kehidupan warga sekitar. Namun, justru malah tercemar dan berubah warnanya menjadi hitam pekat, sehingga tidak layak untuk dijadikan air minum, mandi, serta mencuci. Kondisi ini tentunya menyebabkan pencemaran lingkungan dan berimbas pada buruknya kesehatan pada warga.
Belum selesai masalah akses terhadap air bersih, masalah buruknya sanitasi juga semakin besar. Sebab, kedua hal tersebut juga berkaitan. Sebuah penelitian bahkan menunjukkan bahwa masih sekitar 70 juta masyarakat Indonesia buang air besar sembarangan setiap harinya. Itu berarti, setiap hari ada 14.000 ton tinja dan 176.000 meter kubik air seni yang mencemari lingkungan. Bakteri E.Coli juga dijumpai pada 75% air sumur dangkal di perkotaan Hal itu tentu menyebabkan akses air bersih semakin sulit. Ini dibuktikan dengan sebuah data yang menunjukkan dari 1000 orang penduduk Indonesia, 411 diantaranya terkena penyakit diare, yang itu artinya hampir 50% penduduk Indonesia.
Menurut penelitian sebuah lembaga yang bernama MDGs (Millenium Development Goals) Asia Pasifik, Bahwa untuk sektor sanitasi di Indonesia cakupan akses nasionalnya, rata‐rata memang telah
mencapai 80%, dan itu artinya telah melampaui target dari MDGs yang hanya 74%. Namun, hal itu baru sebatas kuantitas. Bukan kualitas. Dengan bukti di atas yang menunjukkan bahwa banyaknya bayi yang meninggal akibat diare, hal itu telah cukup membuktikan bahwa secara kualitas, sanitasi di Indonesia masih sangat‐sangat buruk.
Sedangkan bila ditinjau dari kuantitas dan kualitas, data terbaru yang dilansir MDGs, baru 51,02% keluarga di Indonesia yang memiliki akses sanitasi yang memadai. Targetnya, pada tahun 2015 akses sanitasi dapat naik hingga di angka 60% hingga 70%.
Masalah sanitasi juga tidak hanya merembet di masyarakat saja. Pemerintah juga ikut “kebakaran jenggot” menghadapi masalah ini. Berdasarkan data Direktorat Air Minum dan Limbah Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, kerugian Indonesia akibat buruknya layanan Sanitasi mencapai 58 triliyun rupiah per tahun. Salah satunya karena biaya memperoleh air bersih yang mahal.
Melihat data‐data di atas tentu kita sangat prihatin terhadap kondisi masyarakat Indonesia sekarang ini ditinjau dari faktor ketersediaan akses terhadap air bersih serta sanitasi. Hal itu tentunya memunculkan tanda tanya besar. Apa penyebab buruknya kualitas air dan sanitasi di Indonesia ? Menurut saya, ada 2 masalah pokok yang menyebabkan buruknya kualitas air di Indonesia.
Masalah yang pertama adalah rendahnya kesadaran masyarakat Indonesia terhadap lingkungan tempat tinggalnya. Dari data di atas saja sudah dapat dibuktikan, dengan masih banyaknya penduduk Indonesia yang buang air besar sembarangan tentu menyebabkan buruknya kualitas air di Indonesia terutama pada sumber‐sumber air yang seharusnya menjadi sumber penghidupan warga. Dengan tingkat populasi yang tinggi, namun kesadaran akan lingkungan yang rendah semakin memperparah kondisi tersebut. Masyarakat Indonesia masih sering membuang limbah rumah tangga, sampah, dst. Padahal sungai‐sungai itulah yang menjadi sumber penghidupan mereka. Belum juga eksploitasi air tanah untuk kepentingan fasilitas hotel, apartemen, dan perkantoran yang menyebabkan semakin berkurangnya debit air bersih.
Masalah yang kedua, adalah rendahnya alokasi APBD tiap daerah yang digunakan untuk memperbaiki layanan air bersih dan sanitasi. Berdasarkan data dari Dirjen Bina Pembangunan Daerah Kementrian Dalam Negeri, pada tahun 2010 yang lalu, rata‐rata alokasi belanja sanitasi seluruh kota dan kabupaten di Indonesia masih di angka 1,5% dari total belanja APBD. Dibandingkan pada saat tahun 2006 yang alokasi rata‐ratanya hanya 0.5%, hal itu tentu mengalami kenaikan yang signifikan. Namun, berkaca dari kondisi Indonesia saat ini, hal itu tentu jauh dari kata layak, karena kondisi sanitasi dan air bersih di Indonesia telah mencapai taraf yang sangat memprihatinkan.
Dua masalah pokok di atas, sepertinya tak kunjung usai. Bahkan dari tahun ke tahun semakin besar serta rumit untuk diatasi. Lalu bagaimana cara mengatasinya agar masalah tersebut dapat sedikit demi sedikit dikurangi ?
Menurut saya ada 3 langkah strategis yang harus diambil oleh pemerintah untuk mengatasi masalah air bersih dan sanitasi
Langkah pertama dan yang paling mendasar di sini adalah pemerintah terus menggalakkan upaya penumbuhan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan sekitarnya. Hal itu sebenarnya telah dilakukan oleh pemerintah melalui program PHBS, yaitu Perilaku Hidup Bersih dan Sehat yang
mengupayakan untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar sadar, mau dan mampu melakukan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Sasaran penyuluhan program ini adalah kelas IV dan V SD/sederajat. Namun, di sini, saya ingin menggarisbawahi, bahwa hendaknya penyuluhan tentang PHBS sebaiknya lebih dimulai dari dini. Bahkan sejak taman kanak‐kanak pun, pemerintah harus memberikan penyuluhan juga. Mulai dari hal‐hal kecil seperti mencuci tangan sebelum makan, gosok gigi dua kali sehari, dan lainnya. Sehingga, penanaman perilaku hidup sehat dapat teraplikasikan sejak anak didik berada di pendidikan dasar.
PHBS seharusnya juga tidak hanya diberikan kepada anak‐anak. Orang tua pun juga perlu diberi pengetahuan tentang ini. Sebab, orang tua‐lah yang membentuk pribadi dan perilaku anak tersebut. Secara tidak langsung, orang tua juga menjadi pengawas bagi anak saat di rumah, apakah anak tersebut mampu melaksanakan perilaku hidup sehat ataukah tidak.
Selain itu, instansi ‐ instansi pemerintah, masyarakat, pendidikan dan lainnya juga harus diberi penyuluhan tentang ini. Dengan begitu, fasilitas di lembaga mereka tentu harus memenuhi standar, bahkan di atas standar. Misal fasilitas tempat cuci tangan yang memadai serta fasilitas MCK yang bersih dan layak
Selain digalakkan melalui penyuluhan, pemerintah juga sebenarnya telah menggalakkan PHBS melalui demonstrasi atau peragaan langsung. Misalnya demonstrasi cuci tangan yang benar, klinik sanitasi, dan lain sebagainya. Namun, upaya pemerintah mengadakan sosialisasi semacam itu terlihat belum menyeluruh ke seluruh wilayah Indonesia, terutama daerah‐daerah yang masuk ke dalam daerah dengan kualitas air dan sanitasi yang buruk. Ketidakterjangkauan itulah yang menyebabkan masyarakat tidak tahu bagaimana berperilaku hidup sehat. Oleh karena itu, pelaksanaan PHBS hendaknya dipetakan secara maksimal sehingga dapat menjangkau daerah‐daerah yang membutuhkan.
Program lainnya yang telah dilaksanakan pemerintah adalah PPSP yaitu Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman. Melalui program ini pembangunan sanitasi untuk permukiman yang membutuhkan diharapkan dapat dipercepat. Namun, minimnya anggaran yang dimiliki, menyebabkan program ini jauh dari kata maksimal. Sehingga, dibutuhkan anggaran yang lebih besar untuk mewujudkannya.
Langkah kedua yang harus dilaksanakan, setelah kesadaran masyarakat dapat ditumbuhkan, maka pemerintah menaikkan anggaran untuk meningkatkan fasilitas untuk mengakses air bersih serta sanitasi yang layak. Berdasarkan data yang telah saya tulis di atas, rata‐rata daerah di Indonesia masih mengalokasikan 1,5% dari APBD‐nya untuk pembangunan di bidang sanitasi. Hal itu tentu sangat kecil, dan seharusnya bisa ditambah untuk tahun‐tahun ke depannya.
Langkah yang ketiga, apabila di rasa APBD telah mencapai titik maksimum, sehingga tidak dapat dinaikkan lagi, pemerintah juga dapat menjalin kerja sama dengan lembaga‐lembaga internasional yang berkaitan dengan hal ini. Misalnya lembaga PBB, seperti WHO atau World Health Organization. Di tingkat nasional, langkah Danone untuk membantu ketersediaan air bersih di NTT patut diacungi jempol. Dan itu, tentu akan semakin dapat menjangkau daerah lainnya bila kerja sama itu dilakukan dengan lembaga‐lembaga Internasional lainnya.