FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANKEJADIAN RESPIRATORYDISTRESS OF NEWBORN(RDN) PADA NEONATUS DI RUANG PERINATLOGI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN MUNA TAHUN 2015 KaryaTulisIlmiah Diajukan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan di Akademi Kebidanan Paramata Raha Kabupaten Muna Oleh: Sarnia PSW.1B.2013.0082 YAYASAN PENDIDIKAN SOWITE AKADEMI KEBIDANAN PARAMATA RAHA KABUPATEN MUNA 2016
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANKEJADIANRESPIRATORYDISTRESS OF NEWBORN(RDN) PADA NEONATUS
DI RUANG PERINATLOGI RUMAH SAKIT UMUM DAERAHKABUPATEN MUNA TAHUN 2015
KaryaTulisIlmiah
Diajukan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikandi Akademi Kebidanan Paramata Raha Kabupaten Muna
Oleh:
SarniaPSW.1B.2013.0082
YAYASAN PENDIDIKAN SOWITEAKADEMI KEBIDANAN PARAMATA RAHA
KABUPATEN MUNA2016
LEMBAR PERSETUJUAN
Karya Tulis Ilmiah
Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan KejadianRespiratory Distress OfNewborn (RDN) pada Neonatus
di Ruang Perinatologi Rumah Sakit Umum DaerahKabupaten Muna Tahun 2015
Telah disetujui untuk diseminarkan di hadapan Tim Penguji Karya Tulis Ilmiah
Akademi Kebidanan Paramata Raha Kabupaten Muna
Raha, Juli 2016Pembimbing I Pembimbing II
Dina Asminatalia, S.Kep., Ns Wa Ode Siti Asma, S.ST.,M.Kes
Tabel 2 . Skor Down untuk Evaluasi Distress Respirasi pada Neonatus .... 11
Table 3 . Bagan Penanganan Gangguan Pernafasan pada Bayi Baru Lahir... 17
Tabel 4 . Defenisi Operasional dan Kriteria Obejektif.................................. 41
Tabel 5 . Distribusi Frekuensi bayi yang mengalami RDN di RSUDKabupaten Muna Tahun 2015........................................................ 47
Tabel 6 . Distribusi Frekuensi Usia Gestasi tentang kejadian RDN diRSUD Kabupaten Muna Tahun 2015............................................. 48
Tabel 7 . Distribusi Frekuensi Jenis Persalinan tentang Kejadian RDN diRSUD Kab. Muna Tahun 2015....................................................... 48
Tabel 8 . Distribusi Frekuensi Berat Badan Lahir tentang Kejadian RDNdi RSUD Kab. Muna Tahun 2015................................................... 49
Tabel 9 . Distribusi Frekuensi Asfiksia tentang Kejadian RDN di RSUDKab. Muna Tahun 2015................................................................. 49
Tabel 10 . Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Tentang Kejadian RDNRSUD Kab. Muna Tahun 2015....................................................... 50
Tabel 11 . Hubungan usia gestasi dengan kejadian RDN pada bayi di RSUDKabupaten Muna Tahun 2015……………………………………. 50
Tabel 12 . Hubungan jenis persalinan dengan kejadian RDN pada bayi diRSUD Kabupaten Muna Tahun 2015…………………………… 51
Tabel 13 . Hubungan berat badan lahir dengan kejadian RDN pada bayi diRSUD Kabupaten Muna Tahun 2015…………………………… 52
Tabel 14 . Hubungan asfiksia dengan kejadian RDN pada bayi di RSUDKabupaten Muna Tahun 2015…………………………………… 53
Tabel 15 . Hubungan Jenis Kelamin dengan kejadian RDN pada bayi diRSUD Kabupaten Muna Tahun 2015…………………………… 54
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Konsep ......................................................................... 37
Gambar 2. Rancangan Penelitian Cross Sectional…………………………… 40
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Izin Penelitian
Lampiran 2. Master Tabel
Lampiran 3. Hasil Perhitungan Uji Statistik dengan Uji Chi Square secara Manual
Lampiran 4. Hasil Uji SPSS
Lampiran 5. Surat Bukti Penelitian
xiv
INTISARI
Sarnia(Psw.2013.IB.0084) “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan KejadianRespiratory Distress Of Newborn (RDN) pada Neonatus di Ruang Teratai RumahSakit Umum Daerah Kabupaten Muna Tahun 2015”. Di bawah bimbingan DinaAsminatalia dan Wa Ode Siti Asma
Latar Belakang : Respiratory Distress of Newborn (RDN) adalah bayi baru lahiryang bernafas spontan, namun mengalami gangguan nafas atau bernafas cepat denganbatasan gangguan napas satu atau lebih dari gejala frekuensi napas > 60x/menit, ataufrekuensi napas < 30x/menit, henti napas > 20 detik dan sianosis sentral. Pada tahun2015 di RSUD Kab. Muna jumlah bayi baru lahir 542 orang jumlah kasus RDN 40orang sedangkan jumlah kematian 25 bayi yang disebabkan oleh RDN sebanyak 5bayi atau 20%.Metode Penelitian : Penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik denganpendekatan cross sectional dengan menggunakan teknik Purposive sampling.Hasil Penelitian: Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan chi-squaredidapatkan χ2 hitung (0,153)< χ2 tabel (3,841), hal ini menunjukkan tidak adahubungan usia gestasi dengan kejadian RDN. Hasil uji statistik dengan menggunakanchi-square didapatkan χ2 hitung (5,35) > χ2 tabel (3,841), hal ini menunjukkan adahubungan jenis persalinan dengan kejadian RDN. Hasil uji statistik denganmenggunakan chi-square didapatkan χ2 hitung (0,37) < χ2 tabel(3,841) hal inimenunjukkan tidak ada hubungan berat badan lahir dengan kejadian RDN. Hasil ujistatistik dengan menggunakan chi-square didapatkan χ2 hitung (2,27) < χ2
tabel(3,841), hal ini menunjukkan tidak ada hubungan asfiksia dengan kejadian RDN.Hasil uji statistik dengan menggunakan chi-square didapatkan χ2 hitung (5,5) > χ2
tabel (3,841) hal ini menunjukkan ada hubungan jenis kelamin dengan kejadian RDN.Kesimpulan : Ada hubungan jenis persalinan dan jenis kelamin bayi dan tidak adahubungan usia gestasi, berat badan lahir, asfiksia dengan kejadian RDN pada bayi diRSUD Kabupaten Muna Tahun 2015
Kata Kunci : RDN, faktor yang berhubungan dengan RDN.
Daftar Pustaka : 15 (2006 – 2015)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Respiratory Distress of Newborn (RDN) atau distress pernapasan pada neonatus
adalah bayi baru lahir yang bernafas spontan, namun mengalami gangguan nafas atau
bernafas cepat dengan batasan gangguan napas satu atau lebih dari gejala frekuensi napas >
60x/menit, atau frekuensi napas < 30x/menit, henti napas > 20 detik dan sianosis sentral.
Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya Respiratory Distress of Newborn (RDN)
namun penanganan awal kegawatan adalah hal yang sangat penting apabila terjadi apnea
yang merupakan salah satu tanda bahaya atau Danger Sign yang harus segera ditangani
dimanapun bayi baru lahir berada karena Respiratory Distress of Newborn (RDN) adalah
salah satu gangguan napas yang merupakan kegawatan perinatal jika tidak ditangani
dengan baik maka akan berdampak pada kematian atau gejala sisa atau sekeule bila dapat
bertahan hidup (Sukarni dan Sudarti, 2014).
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) prevalensi penyakit
sistem pernafasan pada bayi baru lahir mencapai 27,5% pada tahun 2009 dan meningkat
menjadi 29,5% pada tahun 2010, sebagian besar dari gangguan pernafasan tersebut
diakibatkan oleh asfiksia neonatorum dan RDN. Di negara maju seperti Amerika serikat,
penyakit ini masih mempengaruhi sekitar 40.000 bayi setiap tahunnya dan menyebabkan
20% kematian bayi. Kejadian RDN ini 60%-80% terjadi pada bayi prematur dan hanya 5%
saja kejadian pada bayi matur (Erlita,R, 2013).
Dalam profil kesehatan Indonesia dijelaskan bahwa beberapa penyebab kematian
bayi dapat bermula dari masa kehamilaan. Penyebab bayi yang terbanyak adalah
disebabkan karena pertumbuhan janin yang lambat, kekurangan gizi pada janin, kelahiran
premature, dan berat badan lahir rendah (BBLR) sedangkan penyebab lainnya yang cukup
2
banyak terjadi adalah kejadian kurangnya oksigen dalam rahim (hipoksia intauterus) dan
kegagalan nafas secara spontan dan teratur saat lahir atau beberapa saat setelah lahir
(Hamzah, 2013).
Survei Demografi Kesehatan Indonesia tahun 2012 menyebutkan bahwa kematian
bayi masih pada angka 32 per 1000 kelahiran hidup,dan hal tersebut terjadi pada minggu
pertama kelahirannya, paling besar diakibatkan karena gangguan pada sistem
pernafasannya yang mencapai 36,9%. Salah satu penyebab gangguan sistem pernafasan
pada bayi adalah RDN yang mencapai 14% (Erlita, R, 2013).
Berdasarkan data tahun 2013 di Kabupaten Muna jumlah bayi lahir hidup 5899
bayi dan dari jumlah tersebut kasus RDN 1 orang dengan jumlah bayi lahir mati 70 bayi.
Jumlah kejadian kematian bayi 0-7 hari adalah 41 bayi yang disebabkan oleh asfiksia 8
bayi atau 19,51 %, BBLR 2 bayi atau 4,88%, kelainan konegenital 6 bayi atau 14,63 % dan
lain – lain 25 bayi atau 60,98%,. Pada tahun 2014 jumlah bayi lahir hidup 5647 dan dari
jumlah tersebut kasus RDN pada tahun ini tidak ada dengan jumlah bayi lahir mati 66 bayi.
Jumlah kejadian kematian bayi 0-7 hari 44 bayi yang disebabkan oleh asfiksia 11 atau
25%, BBLR 13 bayi 29,54% dan lain – lain 20 bayi atau 45,45%,. Sedangkan pada tahun
2015 jumlah bayi lahir hidup 4245 dan dari jumlah tersebut kasus RDN pada tahun ini 4
orang, dengan jumlah bayi lahir mati 58 bayi. Dimana jumlah kejadian kematian bayi 16
bayi yang disebabkan oleh asfiksia 11 atau 66,67%, BBLR 5 bayi atau 33,33%, sedangkan
pada tahun 2016 periode Januari – Mei kasus RDN terdiri dari 2 orang dan jumlah
kematian yang disebabkan oleh RDN 2016 periode Januari – Mei terdiri dari 1 orang
(Dinkes Kab. Muna, 2015).
Berdasarkan survey data awal di rekam medik Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Muna pada tahun 2014 jumlah bayi baru lahir 319 orang dengan jumlah kasus
RDN 30 orang sedangkan jumlah kematian 26 orang yang disebabkan oleh BBLR 13
3
orang atau 50%, prematuritas 4 orang atau 15,38%, RDN 3 atau 11,53%, bayi cukup
bulan 1 orang atau 3,84%, asfiksia 2 orang atau 7,69%, curiga sepsis 1 orang atau 3,84%,
HDN 1 orang atau 3,84% dan kejang neonatorum 1 orang 3,84 % (Rekam Medik, 2014).
Tahun 2015 jumlah bayi baru lahir 542 orang dengan jumlah kasus RDN 40 orang
sedangkan jumlah kematian 25 orang yang disebabkan oleh BBLR 8 orang atau 32%,
RDN 5 atau 20%, asfiksia 3 orang atau 12%, sepsis neonatorum 2 orang atau 8%
dehidrasi berat 2 orang atau 8%, kejang neontaorum 1 orang, bayi cukup bulan 2 orang
atau 8%, labio palatokisis bilateral 1 orang atau 4%, UBS dispnue 1 orang atau 4%
sedangkan pada tahun 2016 periode Januari – mei jumlah neonatus yaitu 196 bayi dan ada
16 bayi yang terdiagnosa RDN. Pada periode ini jumlah kematian bayi baru lahir 11 orang
yang disebabkan oleh BBLR , sepsis neonatorum , asfiksia,bayi cukup bulan, suspek HDN
serta premature (Rekam Medik, 2015).
Berdasarkan data – data bahwa kejadian RDN masih banyak di Kabupaten Muna,
serta merupakan penyebab kematian terbesar kedua setelah BBLR hal ini diperlukan
deteksi dini dan pencegahan awal untuk mengurangi kejadian RDN. Berdasarkan hal
tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Kejadian Respiratory Distress Of Newborn (RDN) pada Neonatus
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna Tahun 2015”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah “Apakah Ada Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Respiratory Distress Of
Newborn (RDN) pada Neonatus Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna Tahun
2015”.
4
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Respiratory Distress Of
Newborn) pada neonatus di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna Tahun
2015.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui faktor yang berhubungan dengan kejadian Respiratory Distress Of
Newborn pada Neonatus berdasarkan usia gestasi
b. Mengetahui faktor yang berhubungan dengan kejadian Respiratory Distress Of
Newborn pada Neonatus berdasarkan jenis persalinan
c. Mengetahui faktor yang berhubungan dengan kejadian Respiratory Distress Of
Newborn pada Neonatus berdasarkan berat badan lahir
d. Mengetahui faktor yang berhubungan dengan kejadian Respiratory Distress Of
Newborn pada Neonatus berdasarkan asfiksia neonatorum
e. Mengetahui faktor yang berhubungan dengan kejadian Respiratory Distress Of
Newborn pada Neonatus berdasarkan jenis kelamin
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya konsep atau teori yang menyokong
perkembangan ilmu pengetahuan khusus serta sebagai referensi bagi peneliti
selanjutnya dan sumbangan pengembangan dan penyempurnaan ilmu pengetahuan
yang sudah ada yang terkait dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
Respiratory Distress of Newborn (RDN) pada neonatus.
5
2. Manfaat Praktis
a. Manfaat bagi profesi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumber informasi
penentu kebijakan baik di Rumah sakit, Departemen Kesehatan, Dinas Kesehatan,
dalam menyusun perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program kesejahteraan
ibu dan anak yang terkait dengan permasalahan ketuban pecah dini dengan
kejadian Respiratory Distress Of Newborn (RDN) pada Neonatus
b. Manfaat bagi institusi
Sebagai tambahan literatur dan referensi bagi mahasiswa kebidanan dalam rangka
peningkatan pengetahuan khususnya tentang faktor faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian Respiratory Distress of Newborn (RDN) pada neonatus.
c. Manfaat bagi peneliti
Sebagai wahana latihan untuk menambah wawasan dalam pembuatan Karya Tulis
Ilmiah dan bahan pengetahuan bagi peneliti tentang permasalahan bayi khususnya
yang berhubungan dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
Respiratory Distress of Newborn (RDN) pada neonatus.
d. Manfaat bagi peneliti selanjutnya
Hasil penelitian diharapkan menjadi salah satu sumber informasi dalam
memperkaya wawasan ilmu pengetahuan dan bahan kepustakaan sekaligus dapat
dijadikan acuan untuk penelitian yang berhubungan faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian Respiratory Distress of Newborn (RDN) pada
neonatus.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Respiratory Distress of Newborn (RDN)
a. Pengertian
Respiratory Distress of Newborn (RDN) atau biasa juga disebut Distress
Respiratory Syndrom (RDN) biasa juga disebut Hyaline Membrane Disease
(HMD) adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi dengan tanda-
tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar yang menetap
atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik,
sekitar 60% bayi yang lahir sebelum gestasi 29 minggu mengalami RDN (Lissuer
dan Fanaroff, 2009).
Respiratory Distress of Newborn (RDN) atau distress pernapasan pada
neonates adalah bayi baru lahir yang bernafas spontan, namun mengalami
gangguan nafas atau bernafas cepat dengan batasan gangguan napas satu atau lebih
dari gejala frekuensi napas > 60x/menit, atau frekuensi napas < 30x/menit, henti
napas > 20 detik dan sianosis sentral (Sukarni dan Sudarti, 2014).
Respiratory Distress of Newborn adalah penyakit yang disebabkan oleh
ketidak maturan dari sel tipe II dan ketidakmampuan sel tersebut untuk
menghasilkan surfaktan yang memadai. Sindrom ini terdiri atas dispue,
merinti/gruncing, tachipnue, retraksi dinding dada serta sianosis. Gejala ini timbul
biasanya dalam 24 jam pertama setelah lahir dengan degradasi yang berbeda-
beda,namun yang selalu adalah dispnue yang Merupakan tanda kesulitan ventilasi
paru (Williams dan Wilkins, 2011).
7
Berdasarkan dari beberapa pengertian dapat disimpulkan bahwa Respiratory
Distress of Newborn (RDN) adalah sekumpulan gejala gangguan napas pada bayi baru
lahir dengan tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada dan sianosis yang
disebabkan oleh ketidak maturan dari sel tipe II untuk menghasilkan surfaktan yang
memadai.
b. Etiologi
Hal yang menyebabkan terjadinya RDN atau sindrom gawat napas neonates
(SGNN) adalah kelainan intra paru dan kelainan ekstra paru.
1) Kelainan intra paru diantaranya penyakit mebran hialin(pada bayi prematur),
Transist Tachypnue Of The Newborn (pada bayi aterm), pneumonia, hipertensi
Skor < 4 : Tidak ada distress respirasiSkor 4-7 : Distress respirasiSkor >7 : Ancaman gagal napas (pemeriksaan gas darah harus dilakukan) (Sukarni danSudarti, 2014).
h. Komplikasi RDN
1) Komplikasi jangka pendek dapat terjadi :
a) Kebocoran alveoli : apabila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel), pada bayi
dengan RDN yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinikal hipotensi, apnea,
atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.
b) Jangkitan penyakit karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya
perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul kerana
tindakan invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat respirasi.
c) Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan
intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi terbanyak
pada bayi RDN dengan ventilasi mekanik.
12
2) Komplikasi jangka panjang
a) Dapat disebabkan oleh keracunan oksigen, tekanan yang tinggi dalam paru,
memberatkan penyakit dan kekurangan oksigen yang menuju ke otak dan organ
lain. Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :
(1) Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik
yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36
minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang
digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi,
inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan
menurunnya masa gestasi.
(2) Retinopathy prematur Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70%
bayi yang berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi
intrakranial, dan adanya infeksi (Wiliams dan Wilkins, 2011).
i. Penatalaksanaan RDN
1) Tindakan untuk mengatasi kegawatan pernafasan meliputi:
a) Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat
b) Mempertahakan keseimbangan asam basa.
c) Mempertahankan suhu lingkungan netral.
d) Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
e) Mencegah hipotermia.
f) Mempertahankan cairan dan elektrolit adekwat.
2) Tindakan untuk mengatasi kegawatan pernafasan meliputi :
a) Bebaskan jalan napas dan beri oksigen jika ada gangguan pernapasan
b) Jika terdapat henti napas (apnea), lakukan resusitasi neonatus
c) Pertahankan kadar gula agar tidak turun
13
d) Beri dosis pertama antibiotic intramuscular
e) Anjurkan agar bayi tetap hangat
f) Lakukan rujukan segera
3) Penatalaksanaan secara umum meliputi :
a) Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering dan
bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa 5 %
b) Pantau selalu tanda vital
c) Jaga kepatenan jalan nafas
d) Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)
e) Jika bayi mengalami apnea
f) Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan.
g) Lakukan penilaian lanjut
h) Bila terjadi kejang potong kejang.
i) Segera periksa kadar gula darah.
j) Pemberian nutrisi adekuat.
k) Setelah menajemen umum, segera dilakukan menajemen lanjut sesuai dengan
kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat gangguan nafas. Menajemen spesifik
atau menajemen lanjut (Hivanyislamaulita, 2014)
4) Gangguan nafas ringan
Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas ringan pada waktu
lahir tanpa gejala-gejala lain disebut “Transient Tachypnea of the Newborn” (TTNB).
Terutama terjadi setelah bedah sesar. Biasanya kondisi tersebut akan membaik dan
sembuh sendiri tanpa pengobatan. Meskipun demikian, pada beberapa kasus.
Gangguan napas ringan merupakan tanda awal dari infeksi sistemik.
a) Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.
14
b) Bila dalam pengamatan gangguan pernafasan memburuk atau timbul gejala sepsis
lainya, terapi untuk kemungkinan besar sepsis dan tangani gangguan sedang atau
berat seperti tersebut diatas
c) Berikan ASI bila mampu mengisap. Bila tidak,berikan ASI peras dengan
menggunakan salah satu cara alternaatif pemberian minuman
d) Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan nafas,
hentikan pemberian O2 jika frekuensi nafas antara 30-60 kali/menit.
e) Amati bayi selama 24 jam berikutnya, jika frekuensi nafas menetap antaran 30-
60kali/menit,tidak ada tanda sepsis, dan tidak ada masalah lain yang memerlukan
perawatan,bayi dapat dipulangkan
5) Gangguan nafas sedang
a) Lanjutkan pemberian O2 dengan kecepatan aliran sedang.
b) Bayi jangan diberi minum.
c) Jika ada tanda berikut, ambil sampel darah untuk kultur dan berikan antibiotic
(ampisilin dan gentamisin) untuk terapi kemungkinan besar sepsis.
(1) Suhu aksiler <35 derajat celcius atau >39 derajat celcius.
(2) Air ketuban bercampur mekonium.
(3) Riwayat infeksi intrauterine, demam curiga infeksi berat atau ketuban pecah
dini (>18 jam).
d) Bila suhu aksiler 34-36,5 derajat celcius atau 37,5-39 derajat celcius tangani untuk
masalah suhu abnormal,dan nilai ulang setelah 2 jam.
e) Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada perbaikan, ambil
sempel darah, dan berikan antibiotic untuk terapi kemungkinan besar sepsis.
f) Jika suhu abnormal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali abnormal ulangi
tahapan diatas
15
g) Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis,nilai kembali bayi setelah 2jam. Apabila
bayi tidak menunjukkan perbaikan atau tanda-tanda prburukan setelah 2 jam,terapi
untuk kemungkinan besar sepsis
h) Bila bayi mulai menunjukkan tanda-tanda perbaikan (frekuensi nafas menurun,
tarikan dinding dada berkurang atau suara merintih berkurang)
(1) Kurangi terapi O2 secaraa bertahap.
(2) Jangan memberikan terapi O2 yang tidak perlu secara terus menerus. Hentikan
pemberian O2 bilamana bayi tidak ada gangguan nafas dan diudara ruangan
tanpa pemberian O2 bayi tampak kemerahan.
(3) Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2jam
(4) Bila pemberian O2 tak diperlukan lagi, bayi mulai dilatih menyusui. Bila bayi
tak bisa menyusui, berikan ASI peras dengan menggunakan salah satu alternatif
cara pemberian minum
i) Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotic dihentikan.jika bayi
kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O2 selam 3 hari, minum baik dan
tidak ada alasan bayi tetap tinggal dirumah sakit dirumah sakit, bayi dapat
dipulangkan.
6) Gangguan nafas berat
Semakin kecil bayi kemungkinan terjadi gangguan nafas semakin sering dan
semakin berat. Pada bayi kecil ( berat lahir <2500 gram atau umur kehamilan <37
minggu) gangguan nafas kering memburuk dala waktu 36-48 jam pertama dan tidak
banyak terjadi perubahan dalam satu dua hari berikutnya dan kemudian akan membaik
pada hari ke 4-7.
a) Tentukan pemberian O2 dengan kecepatan aliran sedang (antara rendah dan
tinggi,lihat terapi oksigen)
16
b) Tangani sebagai kemungkinan besar sepsis.
c) Bila bayi menunjukkan tanda pemburukan atau terhadap terhadap sianosis
sentral,naikan pemberian O2 pada kecepatan aliran tinggi. Jika gangguan nafas bayi
semakin berat dan sianosis sentral menetap walaupun diberikan O2 100% bila
kemungkinan segera rujuk bayi kerumah sakit rujukan atau ada fasilitas dan mampu
memakai ventilator mekanik.
d) Jika gangguan nafas masih menetap selama 2 jam, pasanng pipa lambung untuk
mengosongkan cairan lambung dan udara.
e) Nilai kondisi bayi 4 kali sehari apa bila ada tanda perbaikan.
f) Jika bayi mulai menunjukkan tanda perbaikan (frekuensi nafas menurun, tarikan
dinding dada berkurang, warna kulit membaik)
(1) Kurangi pemberian O2
Jangan meneruskan pemberian O2 bila tidak perlu hentikan pemberian O2 bila bayi
diletakkan pada udara ruangan tanpa pemberian O2 tidak mengalami gangguan
nafas dan tampak kemerahan.
(2) Mulailah pemberian ASI peras melalui pipa lambunng.
(3) Bila pemberian O2 tak diperlukan lagi,bayi mulai dilatih dengn menggunakan salah
satu alternafif cara pemberian minum.
(4) Pantau dan catat setiap 3 jam mengenai:
(a) Frekuensi nafas
(b) Adanya terikan dinding dada atau suara merintih saat ekspirasi.
(c) Episode apnea
(5) Periksa kadar glucose darah sekali sehari setengah kebutukan minum dapat
dipenuhi secara oral.
17
(6) Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotic dihentikan. Jika bayi
tampak kemerahan tanpa terapi O2 sselama 3 hari, minum baik dan tidak ada
masalah lain yang memerlukan perawatan dirumah sakit, bayi dapat dipulangkan
(Sudarti dan Fauziah, 2013)
Tabel 3Bagan Penanganan Gangguan Pernafasan Bayi Baru Lahir
Tanda- TandaPernafasan cuping hidung, sianosis atau pucat, tarikan kedalamdinding iga bagian bawah, merintih, pernafasan cepat > 60/menit,aktivitas menurun disertai atoni atau hipotonoi.
Kategori Gangguan pernafasan sedang Gangguan pernafasan beratPenilaian
1. Pernafasan2. Biru (sianosis)
1. >60/menit2. Biru disekitar mulut
1. 0(apnu)-<40/menit2. Biru sentral lidah biru)
Puskesmas 1. Bersihkan jalan nafas2. Pertahankan tetap hangat3. Beri O2, kalau perlu dengan
masker4. Lanjutkan pemberian ASI
dengan cara diteteskan ataudengan sonde bila tidak maumenelan
5. Beri antibiotic ampisilin dangentamisin
6. Perawatan tali pusat bersih7. Amati terhadap tanda-tanda
kegawatan/sakit berat (rujukke rumah sakit)
1. Berikan jalan nafas2. Pertahankan tiap hangat3. Ventilasi tekanan positif
dengan pernafasan darimulut ke mulut ataumenggunakan balon dansungkup dengan oksigen
4. Bila perlu pijat jantung luar5. Beri antibiotic ampisilin dan
gentamisin6. Perawatan tali pusat bersih7. Amati terhadap tanda-tanda
gawatan/sakit berat (rujuk kerumah sakit)
Puskesmas Bila terpaksa tidak dirujuk :1. Beri antibiotic2. Bila perlu beli oksigen3. ASi diteruskan4. Infuse bila ada masalah minum
Rumah Sakit 1. X-ray toraks2. Infuse3. Cegah hipotermi4. Oksigen5. Antibiotic
2. Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Respiratory Distress of Newborn(RDN)
Faktor yang mempengaruhi terjadinya RDN pada bayi terdiri dari faktor ibu dan
faktor janin. Faktor ibu terdiri dari, usia gestasi, perdarahan antepartum, diabetes
mellitus, jenis persalinan, sedangkan pada faktor bayi tediri dari, berat badan lahir,
asfiksia neonatorum dan jenis kelamin (Silumut, P, 2013).
a. Faktor ibu
1) Usia gestasi
Usia kehamilan atau usia gestasi adalah ukuran lama waktu seorang
20
janin berada dalam rahim. Usia janin dihitung dalam minggu dari hari pertama
haid terakhir terakhir (HPHT) ibu sampai hari kelahiran. Periode ini lebih lama
dari usia pembuahan. Kehamilan cukup bulan (terin /aterm) adalah masa gestasi
37-42 minggu (259-294 hari) lengkap. Kehamilan kurang bulan (preterm)
adalah masa gestasi kurang dari 37 minggu 259 hari. Kehamilan lewat waktu
(Possterm) adalah masa gestasi lebih dari 42 minggu (294 hari). Bayi cukup
bulan (term infant) adalah bayi dengan usia gestasi 37-42 minggu. Bayi kurang
bulan (preterm infant) adalah bayi dengan usia gestasi kurang dari 37 minggu
(Muslihatun, 2010).
Kejadian RDN pada bayi aterem disebakan oleh takipnea transisnten
pada bayi baru lahir (Transient Tachypnea Of The Newborn) atau TTNB yang
merupakan penyebab paling utama gawat napas pada bayi aterm yang
disebabkan oleh keterlambatan absorbsi cairan paru baik setelah secsio secaria
maupun secara spontan. Takipneu pada bayi digambarkan sebagai peningkatan
pernafasan tiba-tiba segera setelah lahir dan biasanya berlanjut hingga 2-5 hari
pertama kehidupan namun membutuhkan oksigen ringan dan memerlukan
beberapa hari untuk sembuh (Lissuer dan Fanaroff, 2009).
Bayi baru lahir akan melakukan usaha untuk menghirup udara kedalam
paru-parunya yang mengakibatkan cairan dalam paru-paru keluar dari alveoli
ke jaringan interstitial di paru sehingga oksigen dapat dihantarkan ke arteriol
pulmonal dan menyebabkan arteriol berelaksasi. Jika keadaan ini terganggu
maka arteriol pulmonal akan tetap konstriksi, alveoli tetap terisi cairan dan
pembuluh darah sistemik tidak mendapat oksigen (Muslihatun, 2010).
Kejadian RDN pada bayi sering menyerang bayi yang lahir premature.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Tamad dan Supriyanto, 2012
21
insidensinya sebesar 60-80% pada bayi kurang dari 28 minggu, 15-30% pada
bayi 32-36 minggu dan 5% pada bayi kurang dari 37 minggu. Sangat jarang
terjadi pada bayi yang matur. Tonjolan paru-paru pada janin mulai terbentuk
pada usia gestasi 6 minggu dan akan terus berlanjut sedangkan surfaktan akan
mulai tumbuh pada usia gestasi 22-24 minggu dan baru mulai aktif pada usia
gestasi 24-26 minggu sedangkan surfaktan tersebut baru akan berfungsi pada
usia gestasi 32-36 minggu. Pada usia gestasi 24 minggu paru-paru mulai
mengambil oksigen meski bayi masih menerima oksigen dari plasenta. Untuk
persiapan hidup di luar rahim, paru-paru bayi mulai menghasilkan surfaktan
yang menjaga kantung udara tetap mengembang. Organ paru-paru mulai
terbentuk aktif pada usia gestasi 25-28 minggu yaitu pada permulaan trimester
ketiga. Surfaktan terdiri dari 90% fosfolipid dan 10% protein. Lesitin dan
sfingomielin adalah 2 komponen utama dalam surfaktan. Lesitin adalah
gliserofosfolipid surfaktan utama sedangkan sfingomielin adalah fosfolipid
yang berasal dari jaringan tubuh kecuali paru-paru. Rasio L/S adalah 1:1 pada
usia gestasi 31-32 minggu, 2:1 pada usia gestasi 35 minggu. Sebelum
kehamilan mencapai usia 34 minggu, lesitin dan sfingomielin berada dalam
konsentrasi yang sama tetapi pada kehamilan 34 minggu konsentrasi lesitin
mulai naik dan sfingomielin tetap. Jika perbandingan L/S menunjukkan angka
2:1 berarti paru-paru telah matang sempurna. Untuk rasio L/S >2 maka resiko
RDN ditemukan kecil kecuali pada ibu yang menderita diabetes mellitus
(Erlita,R, 2013)..
Kejadian RDN pada bayi posterem disebakan oleh aspirasi mekonium saat lahir
dan meningkat sesuai usia gestasi, terjadi 20-25% kelahiran pada usia gestasi 42
minggu, sebelum persalinan saat terjadi aspirasi mekonium maka bayi akan terajdi
22
asfiksia mengalami sesak napas (gasping). Saat lahir bayi dapat menginhalasi
mekonium kental yang dapat menyebakan obstruksi mekanis penumonistis kimiawi,
dan inaktivasi surfaktan. Pada saat dilakukan rontgen pada saat terjadi aspirasi
meconium terdapat hipreinflasi paru, pendataran diafragma, dan perluasan area bercak
pada daerah yang kolaps dengan deinsitas irregular kasar an area – area inflasi
berlebihan (Lissuer dan Fanaroff, 2009).
2) Perdarahan antepartum
Perdarahan antepartum pertama – tama harus diperhatikan dan selalu dipikirkan
karena umumnya bersumber pada kelainan plasenta dan berbahaya yang dapat
mengancam nyawa ibu maupun janin meningkatkan indikasi untuk mengakhiri
persalinan yang berdampak pada persalinan preterm. Jenis perdarahan antepartum
terdiri dari solusio plasenta, plasenta previa dan insersio valamentosa. Solusio plasenta
adalah terlepasnya sebagian atau keseluruhan plasenta dari temapt implantasi
normalnya (korpus uteri) setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum janin lahir.
Plasenta previa adalah plsenta yang berimplantasi pada segmen bawah arhim dan
menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum (Yantina dan Maternity, 2014).
Perdarahan retroplasenta dapat mengurangi sirkulasi uteroplasenta yang
normalnya 500-750mL jika kurang dari itu maka akan menyebabkan hipoksia janin.
Darah yang keluar juga dapat melepas selaput ketuban sehingga cairan amnion
berwarna merah karena bercampur dengan darah. Karena perdarahan tersebut dan
lepasnya plasenta dari tempatnya menyebabkan suplai nutrisi dan oksigen dari ibu
terhambat dan janin dapat mengalami hipoksia serta gangguan pertumbuhan intrauterin
khusunya pada organ vital seperti paru-paru. Perdarahan ini dapat menghambat
perkembangan dan proses pematangan paru dikarenakan suplai nutrisi yang dibutuhkan
tidak adekuat dan juga perdarahan ini berdampak pada persalinan prematur dimana
23
pada saat itu juga organ vital bayi seperti paru-paru belum berkembang sempurna
(Erlita,R, 2013)..
3) Jenis persalinan
Persalinan berdasarkan cara persalinan terbagi menjadi persalinan normal,
persalinan buatan dan persalinan anjuran. Persalinan normal adalah proses lahirnya
bayi pada letak belakang kepala dengan tenaga ibu sendiri tanpa bantuan alat-alat serta
tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam. Persalinan
buatan adalah proses persalinan dengan bantuan dari tenaga luar sedangakan persalinan
anjuran adalah bila kekuatan yang diperlukan untuk persalinan ditimbulkan dari luar
dengan jalan rangsangan
Persalinan menurut usia kehamilan dan berat janin yang dilahirkan terbagi 3
yaitu abortus, persalinan prematur dan persalinan matur. Abortus (keguguran) adalah
terhentinya suatu kehamilan pada atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu
(dihitung dari hari pertama menstruasi terakhir) dengan penegluaran hasil konsepsi
dengan berat < 500 gram (Nugroho, T, 2012).
Persalinan prematur adalah persalinan dengan usia kehamilan kurang dari 37
minggu atau berat badan lahir rendah 500 – 2499 gram Sedangkan persalinan matur
adalah persalinan dengan usia kehamilan 37-42 minggu dan berat janin diatas 2500
gram (Yantina dan Maternity, 2014)
Pada proses persalinan terkadang janin tidak bisa lahir secara normal, tindakan
medis berupa sectio cesarea merupakan prosedur efektif untuk mengatasi permasalahan
yang ada tetapi dapat menimbulkan berbagai komplikasi pada ibu dan bayi. Komplikasi
akibat persalinan SC yang bisa terjadi pada bayi adalah bayi menjadi kurang aktif
karena efek dari obat anastesi. Bayi yang dilahirkan melalui SC sering mengalami
gangguan pernafasan karena kelahiran terlalu cepat sehingga tidak mengalami adaptasi
24
atau transisi antara dunia rahim dan luar rahim ini menyebabkan nafas bayi terlalu
cepat.
Awal adanya nafas pada bayi yaitu tekanan terhadap rongga dada yang terjadi
karena kompresi paru-paru selama persalinan normal yang merangsang masuknya
udara kedalam paru-paru secara mekanis. Pada saat bayi melewati jalan lahir selama
persalinan, 1/3 cairan diperas keluar dari paru-paru tetapi pada bayi yang dilahirkan
sectio cesarea tidak dapat mengeluarkan cairan dari paru-paru ke interstitial
disekitarnya. Bayi ini akan mengalami kesulitan dalam meningkatkan respirasi karena
paru-paru masih berisi cairan dan hal ini jelas akan menyebabkan hipoksia pada bayi
dan pembuluh darah paru akan kontriksi. Agar alveoli dapat berfungsi optimal maka
dibutuhkan surfaktan dan aliran darah yang cukup. Jika perdaran darah terhambat maka
akan mempengaruhi juga pengembangan alveoli. Udara dalam alveoli akan terserap
kedalam pembuluh darah sehingga alveoli menciut dan memadat. Jaringan paru-paru
yang mengkerut biasa berisi dengan sel darah, serum, dan lendir yang akan
menyebabkan terbentuknya lapisan membran hialin. Kerusakan sel yang selanjutnya
menyebabkan bocornya serum protein kedalam alveoli dan menghambat kerja
surfaktan yang dapat mempengaruhi pernafasan bayi dan menyebabkan terjadinya
RDN (Erlita,R, 2013)..
4) Diabtes mellitus
Diabetes mellitus dalam kehamilan ialah gangguan toleransi glukosa berbagai
tingkat yang terjadi (atau pertama kali dideteksi) pada kehamilan. Batas ini tanpa
melihat dipakai atau tidaknya insulin atau menyingkirkan kemungkinan adanya
gangguan toleransi glukosa yang mendahului kehamilan. Diagnosis diabetes mellitus
sering dibuat untuk pertama kali dalam kehamilan karena penderita untuk pertama kali
datang kepada dokter atau diabetesnya menjadi lebih jelas oleh kehamilan
25
Klasifikasi Diabetes Melitus gestasional adalah diabetes gestasional dimana
Diabetes Melitus terjadi hanya pada waktu hamil, diabetes pregestasional dimana
Dibetes Melitus sudah ada sebelum hamil dan berlanjut sesudah kehamilan dan
diabetes pregestasional yang disertai komplikasi penyakit pembuluh darah seperti
retinopati, neuropati, dan pembuluh darah perifer. Kadar glukosa darah maternal
dicerminkan dalam kadar glukosa darah janin, karena glukosa melintasi plasenta
dengan mudah. Insulin tidak melintasi barrier plasenta, sehingga kelebihan produksi
insulin oleh ibu atau janin tetap tinggal bersama yang menghasilkan. Akhirnya,
glukosuria lebih sering terjadi pada wanita hamil dibandingkan wanita tidak hamil.
Fetus normal mempunyai sistem yang belum matang dalam pengaturan kadar
glukosa darah. Fetus normal adalah penerima pasif glukosa dari ibu. Glukosa melintasi
barrier plasenta melalui proses difusi dan kadar glukosa janin sangat mendekati kadar
glukosa ibu. Mekanisme transport glukosa melindungi janin terhadap kadar maternal
yang tinggi. Pada kehamilan normal, pancreas janin tidak dirangsang secara berlebihan
oleh puncak postprandial kadar glukosa darah ibu.
Bila kadar glukosa darah ibu tinggi melebihi batas normal/tidak terkontrol, akan
menyebabkan dalam jumlah besar glukosa dari ibu menembus plasenta menuju fetus
dan terjadi hiperglikemia pada fetus. Tetapi kadar insulin ibu tidak dapat mencapai
fetus sehingga kadar glukosa ibulah yang mempengaruhi kadar glukosa fetus. Sel beta
pancreas fetus kemudian akan menyesuaikan diri terhadap tingginya kadar glukosa
darah. Hal ini akan menimbulkan fetal hiperinsulinemia yang sebanding dengan kadar
glukosa darah ibu dan fetus. Hiperinsulinemia bertanggung jawab terhadap terjadinya
makrosomia oleh karena meningkatnya lemak tubuh. Janin yang lahir akan memiliki
masalah karena pancreas dari bayi terus memproduksi insulin dalam jumlah besar
untuk mengatasi kadar glukosa darah yang tinggi. Jika tidak diatasi makan bayi akan
26
mengalami hipoglikemia dan komplikasi serius lainnya.
Persalinan prematur umumnya dihubungkan dengan timbulnya sindrom gawat
nafas yang sering diakibatkan oleh penyakit membrane hialin atau RDN. Penyakit ini
pada bayi dari ibu diabetes mellitus bukan karena prematuritas tetapi juga karena
maturasi paru yang terhambat akibat hiperinsulinemia janin yang menghambat
produksi surfaktan. Hiperinsulinemia juga mengganggu pengaruh pematangan paru
dari kortisol. Usaha untuk mencegah terjadinya sindrom gawat nafas pada bayi adalah
kontrol glukosa darah ibu, persalinan spontan saat preterm, persalinan pervaginam dan
monitor keadaan janin selama kehamilan. Terapi pemberian kortikosteroid 7 hari
sebelum kelahiran pada ibu yang diduga akan melahirkan bayi RDN atau premature
merupakan salah satu faktor protektif untuk mencegah bayi tersebut menderita RDN
karena belum matangnya paru-paru (Erlita,R,2013)
b. Faktor bayi
1) Asfiksia Neonatorum
Asfiksia neonatorum merupakan keadaan kegagalan napas secara spontan dan
teratur segera setelah lahir. Bayi mungkin lahir dalam kondisi asfiksia (asfiksia
primer) atau mungkin dapat bernafas tetapi kemudian mengalami asfiksia beberapa
saat setalah lahir (asfiksia sekunder) (Sudarti dan Fauziah, 2013).
Janin sangat bergantung pada pertukaran plasenta untuk oksigen, asupan
nutrisi, dan pembuangan produk sisa sehingga gangguan pada aliran darah
umbilikal maupun plasenta hampir selalu akan menyebabkan asfiksia. Bayi dapat
mengalami kesulitan sebelum lahir, selama persalinan ataupun setelah lahir.
Kesulitan yang terjadi dalam kandungan, baik sebelum atau setelah persalinan
biasanya akan menimbulkan gangguan pada aliran darah diplasenta atau tali pusat.
Tanda klinis awal dapat berupa deselerasi frekuensi jantung janin. Masalah yang
27
dihadapi setelah persalinan lebih banyak berkaitan dengan jalan nafas atau paru-
paru
Pada saat pasokan oksigen berkurang, akan terjadi konstriksi arteriol pada
organ seperti usus, ginjal, otot dan kulit namun demikian aliran darah ke jantung
dan otak tetap stabil atau meningkat untuk mempertahankan pasokan oksigen.
Manifestasi dari asfiksia yaitu terjadinya hipoksia, asidosis metabolik dan
atelektasis. Hipoksia akan menyebabkan terjadinya oksigenasi jaringan menurun
dan mengakibatkan metabolism anaerobik dengan penimbunan asam laktat asam
organik sehingga terjadi asidosis metabolik. Kemudian kerusakan endotel kapiler
dan epitel duktus alveolaris menyebabkan transudasi kedalam alveoli dan terbentuk
fibrin, lalu fibrin dan jaringan epitel yang nekrotik menyebabkan terbentuknya
lapisan membran hialin. Terjadinya RDN pada bayi yang mengalami asfiksia
tergantung dari apgar score atau ringan beratnya asfiksia itu sendiri,
Asidosis dan atelektasis akan menyebabkan terganggunya jantung,
penurunan aliran darah ke paru, dan mengakibatkan hambatan pembentukan
surfaktan oleh sel pneumosit tipe II yang menyebabkan terjadinya atelektasis. Sel
penumosit tipe II ini sangat sensitive dan berkurang pada bayi dengan asfiksia pada
periode perinatal dan kematangannya dipacu dengan adanya stress intrauterine
(Erlita,R, 2013)..
2) Berat badan lahir
Berat badan lahir adalah berat badan neonates pada saat kelahiran, ditimbang
dalam waktu satu jam setelah lahir. Bayi berat lahir cukup dengan usia kehamilan
37—42 minggu adalah bayi dengan berat lahir 2500 – 4000 gram. Berat Bayi lahir
rendah (BBLR) / Low Birthweight infant adalah bayi denngan berat badan lahir 1500
gram sampai kurang dari 2500 gram. Bayi beart lahir sangat rendah (BBLSR)/ Very
28
Low Birthweight infant adalah bayi dengan berat badan lahir 1000-15000 gram. Bayi
berat lahir amat sangat rendah (BBLASR) Extremely Very Low Birthweight infant
adalah bayi lahir hidp dengan berat badan lahir kurang dari 1000 gram
Bayi baru lahir akan melakukan usaha untuk menghirup udara kedalam paru-
parunya yang mengakibatkan cairan dalam paru-paru keluar dari alveoli ke jaringan
interstitial di paru sehingga oksigen dapat dihantarkan ke arteriol pulmonal dan
menyebabkan arteriol berelaksasi. Jika keadaan ini terganggu maka arteriol pulmonal
akan tetap konstriksi, alveoli tetap terisi cairan dan pembuluh darah sistemik tidak
mendapat oksigen (Muslihatun, 2010 ).
Kejadian RDN pada bayi cukup bulan /aterm disebakan oleh takipnea
transisnten pada bayi baru lahir (Transient Tachypnea Of The Newborn) atau TTNB
yang merupakan penyebab paling utama gawat napas pada bayi aterm yang
disebabkan oleh keterlambatan absorbsi cairan paru baik setelah secsio secaria
maupun secara spontan. Takipneu pada bayi digambarkan sebagai peningkatan
pernafasan tiba-tiba segera setelah lahir dan biasanya berlanjut hingga 2-5 hari
pertama kehidupan namun membutuhkan oksigen ringan dan memerlukan beberapa
hari untuk sembuh (Lissuer dan fanaroff, 2009).
Bayi berat lahir rendah merupakan masalah penting dalam pengelolaannya
karena mempunyai kecenderungan kearah peningkatan terjadinya infeksi kesukaran
mengatur nafas tubuh sehingga mudah untuk menderita sindrom gawat napas atau
RDN. Hubungan antara umur kehamilan dengan berat bayi lahir rendah
mencerminkan kecukupan pertumbuhan intrauterine dan dapat dibedakan menjadi
sesuai masa kehamilan (SMK), kurang masa kehamilan (KMK) dan besar masa
kehamilan (BMK). Klasifikasi bayi menurut umur kehamilan dibagi 3 yaitu kelompok
bayi kurang bulan adalah bayi yang lahir denga usia gestasi kurang dari 37 minggu
29
(259 hari), bayi cukup bulan adalah bayi yang lahir dengan masa kehamilan dari 37
minggu sampai dengan 40 minggu (259-283 hari) dan bayi lebih bulan adalah bayi
dengan usia gestasi mulai 40 minggu atau lebih. Berat Bayi lahir rendah (BBLR)
terdiri dari 2 macam yaitu :
(1) Bayi Kurang Bulan (KB) : Umur kehamilan 37 minggu
(2) Bayi kecil masa kehamilan (KMK) : bayi dilahirkan kurang dari percentil ke – 10
kurva pertumbuhan janin (Sudarti dan Fauziah, 2013)
Berat bayi rendah khususnya yang mengalami prematuritas murni
menyebabkan berbagai permasalahan akibat belum maturnya organ tubuh bayi. Salah
satu penyebab yang sering muncul adalah kesulitan bernafas seperti RDN. Penyakit
ini terjadi dikarenakan paru yang belum matur, produksi surfaktan yang kurang
sempurna, alveoli yang masih sangat kecil dan sulit berkembang dan pengembangan
paru yang kurang sempurna karena dinding thoraks masih lemah. Sedangkan dismatur
dapat terjadi pada bayi preterm, aterm dan postterm. Karakteristik bayi dismatur sama
dengan yang ada pada bayi prematur, pada bayi dismatur terjadi retardasi
pertumbuhan intrauterine dan wasting. Pada bayi dismatur yang aterm mengalami
gangguan suplai oksigen dan nutrisi dari ibu ke janin sehingga terjadi hipoksia dan
memperlambat proses pematangan organ-organ vital dalam tubuh janin salah satunya
adalah paru-paru dan dapat menyebabkan APGAR score rendah pada saat lahir dan
mengalami distress pernafasan. (Erlita,R, 2013).
3) Jenis kelamin bayi
Kelamin janin sudah ditentukan sejak awal konsepsi. Secara normal
perkembangan prenatal organ genital laki-laki dan perempuan merupakan proses yang
sangat kompleks. Jenis kelamin ditentukan oleh 3 faktor utama yaitu faktor
kromosaom, faktor gonad dan faktor hormonal. Penentuan fenotipe seks dimulai dari
30
seks genetik yang kemudian diikuti oleh suatu kaskade yaitu kromosom seks
menentukan jenis gonad, gonad menentukan diferensiasi/regresi duktus internal.
Perkembangan gonad dimulai pada sekitar minggu ke 7 masa gestasi dari
mesoderm intermediat dan bersifat bipotensial yaitu dapat berdiferensiasi menjadi
testis dan ovarium. Telah dipahami bahwa pada saat konsepsi, kromosom kelamin telah
terbentuk. Pada individu dengan kromosom seks XY, gonad indiferen akan
berkembang menjadi testis dan akan menimbulkan maskulinisasi. Sedangkan pada
individu XX akan terbentuk ovarium
Jika ada jaringan testis maka akan terbentuk 2 produk yaitu testosteron dan
subtansi penghambat yaitu mulleri inhibition stimulation (MIS) atau anti-mulleri
hormon yang disekresikan oleh sel sertoli testis yang berada dalam tubulus seminiferus.
Peran utama MIS adalah merepresi perkembangan duktus mulleri (tuba falopii, uterus,
vagina atas). Pada fetus laki-laki dengan fungsi testis normal, maka MIS merepresi
perkembangan duktus mulleri sedangakn testosterone menstimulasi perkembangan
duktus wolfii. Perkembangan testis diatur oleh gen testis determining faktor (TDF) atau
disebut sex determining region (SRY). Testosteron diproduksi oleh testis akibat
rangsangan hCG dan LH. Sebaliknya apabila tidak terdapat testis akan terbentuk gonad
dan fenotipe perempuan. Pada kondisi janin perempuan, akibat terpapar androgen
berlebihan akan timbul genitalia ambiguitas, misalnya pada hiperplasia adrenal,
luteoma, arenoblastoma atau ibu yang memakai steroid
Terdapat 2 organ endokrin dalam kelenjar adrenal yaitu medulla dan korteks.
Korteks adrenal, gonad dan plasenta berbagi kemampuan untuk mensistesis hormon
steroid. Semua jaringan penghasil steroid dapat membuat androgen dan estrogen tetapi
hanya korteks adrenal yang memiliki enzim yang diperlukan untuk pembentukan
kortisol. Zona retikularis pada korteks adrenal merupakan suatu bagian berupa jala-jala
31
yang membatasi medulla dan membentuk kortisol, androgen dan estrogen. Hormon
androgen pada laki-laki dapat menunda terjadinya matutasi paru dengan menurunkan
produksi surfaktan oleh sel pneumosit tipe II. Kortisol meningkat secara dramatis
dalam cairan amnion dimulai minggu 34-36 dan dihubungkan dengan kematangan
paru-paru.
Paru-paru janin mempunyai kemampuan dalam merubah kortison menjadi
kortisol dan ini mungkin sebagai sumber kortisol yang penting untuk paru-paru. Pada
kejadian RDN, hormon androgen mengahambat perkembangan paru dan menurun
produksi surfaktan oleh sel pneumosit tipe II dengan mempengaruhi reseptor kortisol
pada sel pneumosit tipe II (Erlita,R, 2013).
B. Landasan Teori
1. Respiratory Distress of Newborn (RDN)
Respiratory Distress of Newborn (RDN) atau biasa juga disebut Respiratory
Distress of Newborn (RDN) biasa juga disebut Hyaline Membrane Disease (HMD)
adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi dengan tanda-tanda takipnue
(>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar yang menetap atau memburuk
pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik, sekitar 60% bayi yang
lahir sebelum gestasi 29 minggu mengalami RDN (Lissuer dan fanaroff, 2009)
2. Hubungan antara Usia Gestasi, Jenis Persalinan, Berat Badan Lahir, AsfiksiaNeonatorum dan Jenis Kelamin dengan Kejadian Respiratory Distress Of Newborn(RDN) Pada Neonatus
a. Usia kehamilan atau usia gestasi
Usia kehamilan atau usia gestasi adalah ukuran lama waktu seorang janin
berada dalam rahim yang terdiri dari kehamilan cukup bulan atau aterm( 37-42
minggu), kurang bulan atau preterm (>37) dan lewat bulan atau posterm (<42
minggu). Pada ketiga usia kehamilan memiliki hubungan untuk terjadinya RDN
32
pada bayi. Pada usia kehamilan cukup bulan apabila pada bayi mengalami takipnea
transisten pada bayi baru lahir (Transient Tachypnea Of The Newborn) atau TTNB
biasa disebut dengan peningkatan pernafasan tiba – tiba segera setalah lahir yang
disebakan oleh keterlambatan absorbsi cairan paru baik setelah secsio secaria
maupun secara spontan. Hal ini merupakan penyebab paling utama pada bayi
aterem sehingga terjadi RDN pada bayi (Erlita,R, 2013).
Kejadian RDN pada bayi sering menyerang bayi yang lahir premature.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh insidensinya sebesar 60-80% pada bayi
kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi 32-36 minggu dan 5% pada bayi kurang
dari 37 minggu. Salah satu penyebab gawat napas pada bayi preterm adalah
sindrom gawat napas atau RDN yang disebabkan oleh defisiensi surfaktan.
Keadaan ini menyebakan kompliansi paru yang buruk (yaitu paru menjadi kaku)
yang kemudian menyebabkan kolaps alveolar dan mengganggu pertukaran gas
sehingga perubahan ini menyebabkan peningkatan kerja pernapasan dan
hipoksemia. Sedangkan pada bayi posterem hubungannya dengan kejadian RDN
pada bayi disebakan oleh aspirasi mekonium saat lahir dan meningkat sesuai usia
gestasi. Pada saat terjadi aspirasi mekonium maka bayi akan terjadi asfiksia dan
mengalami sesak napas (gasping). Pada saat lahir bayi dapat menginhalasi
mekonium kental yang dapat menyebabkan obstruksi mekanis dan inaktifasi
surfaktan sehingga dengan hal itu dapat menyebabkan RDN pada bayi (Lissuer dan
fanaroff, 2009).
b. Jenis persalinan
Persalinan berdasarkan cara persalinan terbagi menjadi persalinan normal,
persalinan buatan dan persalinan anjuran. Perbedaan persalinan normal dengan
persalinan SC. Pada persalinan normal pada saat bayi melalui jalan lahir selama
33
persalinan, 1/3 cairan diperas keluar dari paru-paru sedangkan pada bayi yang
dilahirkan seksio secaria kehilangan keuntungan dari kompresi rongga dada dan
dapat menderita paru – paru basah dalam jangka waktu lebih lama dengan sisa
caran didalam paru – paru dikeluarkan dari paru – paru dan diserap oleh pembuluh
limfe dan darah serta semua alveolus paru – paru akan berkembang terisi udara
sesuai dengan perjalanan waktu (Sangadah, S, 2014)
Namun pada proses persalinan terkadang janin tidak bisa lahir secara
normal, tindakan medis berupa sectio cesarea merupakan prosedur efektif untuk
mengatasi permasalahan yang ada tetapi dapat menimbulkan berbagai komplikasi
pada ibu dan bayi. Komplikasi akibat persalinan SC yang bisa terjadi pada bayi
adalah bayi menjadi kurang aktif karena efek dari obat anastesi. Bayi yang
dilahirkan melalui SC sering mengalami gangguan pernafasan karena kelahiran
terlalu cepat sehingga tidak mengalami adaptasi atau transisi antara dunia rahim
dan luar rahim ini menyebabkan nafas bayi terlalu cepat. Pada bayi yang dilahirkan
sectio cesarea tidak dapat mengeluarkan cairan dari paru-paru ke interstitial
disekitarnya. Bayi ini akan mengalami kesulitan dalam meningkatkan respirasi
karena paru-paru masih berisi cairan dan hal ini jelas akan menyebabkan hipoksia
pada bayi dan pembuluh darah paru akan kontriksi. Agar alveoli dapat berfungsi
optimal maka dibutuhkan surfaktan dan aliran darah yang cukup. Jika peredaran
darah terhambat maka akan mempengaruhi juga pengembangan alveoli. Udara
dalam alveoli akan terserap kedalam pembuluh darah sehingga alveoli menciut dan
memadat. Jaringan paru-paru yang mengkerut biasa berisi dengan sel darah, serum,
dan lendir yang akan menyebabkan terbentuknya lapisan membran hialin.
Kerusakan sel yang selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein kedalam
34
alveoli dan menghambat kerja surfaktan yang dapat mempengaruhi pernafasan bayi
dan menyebabkan terjadinya RDN (Erlita,R, 2013).
3. Berat badan lahir
Pada bayi dengan berat badan normal pada saat lahir mengalami takipnea
transisten pada bayi baru lahir (Transient Tachypnea Of The Newborn) atau TTNB
biasa disebut dengan peningkatan pernafasan tiba – tiba segera setalah lahir yang
disebakan oleh keterlambatan absorbsi cairan paru baik setelah secsio secaria
maupun secara spontan. Hal ini merupakan penyebab paling utama pada bayi
aterem sehingga terjadi RDN pada bayi.
Pada bayi berat lahir rendah merupakan masalah penting dalam
pengelolaannya karena mempunyai kecenderungan kearah peningkatan terjadinya
infeksi sehingga menyebabkan kesukaran mengatur nafas tubuh sehingga mudah
untuk menderita sindrom gawat napas atau RDN sedangkan pada bayi yang
mengalami prematuritas murni menyebabkan berbagai permasalahan akibat belum
maturnya organ tubuh bayi. Salah satu penyebab yang sering muncul adalah
kesulitan bernafas seperti RDN dikarenakan paru yang belum matur, produksi
surfaktan yang kurang sempurna, alveoli yang masih sangat kecil dan sulit
berkembang dan pengembangan paru yang kurang sempurna karena dinding
thoraks masih lemah. Sedangkan dismatur dapat terjadi pada bayi preterm, term dan
postterm. Karakteristik bayi dismatur sama dengan yang ada pada bayi prematur,
pada bayi dismatur terjadi retardasi pertumbuhan intrauterine dan wasting. Pada
bayi dismatur yang term mengalami gangguan suplai oksigen dan nutrisi dari ibu ke
janin sehingga terjadi hipoksia dan memperlambat proses pematangan organ-organ
vital dalam tubuh janin salah satunya adalah paru-paru dan dapat menyebabkan
APGAR score rendah pada saat lahir dan mengalami distress pernafasan (Erlita,R,
35
2013).
4. Asfiksia neonatorum
Asfiksia neonatorum merupakan keadaan kegagalaan napas secara spontan
dan teratur segera setelah lahir yang diakibatkan oleh pasukan oksigen berkurang
sehingga banyak berkaitan dengan gangguan jalan napas atau paru – paru.
Hubungannya dengan kejadian RDN pada bayi pada saat pasokan oksigen
berkurang, akan terjadi konstriksi arteriol pada organ seperti usus, ginjal, otot dan
kulit namun demikian aliran darah ke jantung dan otak tetap stabil atau meningkat
untuk mempertahankan pasokan oksigen. Manifestasi dari asfiksia yaitu terjadinya
hipoksia, asidosis metabolik dan atelektasis. Hipoksia akan menyebabkan
terjadinya oksigenasi jaringan menurun dan mengakibatkan metabolism anaerobik
dengan penimbunan asam laktat asam organik sehingga terjadi asidosis metabolik.
Kemudian kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris menyebabkan
transudasi kedalam alveoli dan terbentuk fibrin, lalu fibrin dan jaringan epitel yang
nekrotik menyebabkan terbentuknya lapisan membran hialin sedangkan asidosis
dan atelektasis akan menyebabkan terganggunya jantung, penurunan aliran darah ke
paru, dan mengakibatkan hambatan pembentukan surfaktan oleh sel pneumosit tipe
II yang menyebabkan terjadinya atelektasis. Sel penumosit tipe II ini sangat
sensitive dan berkurang pada bayi dengan asfiksia pada periode perinatal dan
kematangannya dipacu dengan adanya stress intrauterine (Erlita,R, 2013).
5. Jenis kelamin
Kelamin janin sudah ditentukan sejak awal konsepsi. Secara normal
perkembangan prenatal organ genital laki-laki dan perempuan merupakan proses
yang sangat kompleks. Terdapat 2 organ endokrin dalam kelenjar adrenal yaitu
medulla dan korteks. Korteks adrenal, gonad dan plasenta berbagi kemampuan
36
untuk mensistesis hormon steroid. Semua jaringan penghasil steroid dapat membuat
androgen dan estrogen tetapi hanya korteks adrenal yang memiliki enzim yang
diperlukan untuk pembentukan kortisol. Zona retikularis pada korteks adrenal
merupakan suatu bagian berupa jala-jala yang membatasi medulla dan membentuk
kortisol, androgen dan estrogen.
Hormon androgen pada laki-laki dapat menunda terjadinya maturasi paru
dengan menurunkan produksi surfaktan oleh sel pneumosit tipe II. Kortisol
meningkat secara dramatis dalam cairan amnion dimulai minggu 34-36 dan
dihubungkan dengan kematangan paru-paru karena Paru-paru janin mempunyai
kemampuan dalam merubah kortison menjadi kortisol dan sebagai sumber kortisol
yang penting untuk paru-paru. Hubungannya dengan kejadian RDN, hormon
androgen menghambat perkembangan paru dan menurun produksi surfaktan oleh
sel pneumosit tipe II dengan mempengaruhi reseptor kortisol pada sel pneumosit
tipe II.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Tamad, Supriyanto, &
Rosanti, 2011) menjelaskan berbagai faktor resiko yang berhubungan dengan
kejadian RDN diantaranya adalah prematuritas dan BBLR. Selain itu penelitian
yang dilakukan oleh (Damanik & Indarso, 2008) menyebutkan bahwa faktor yang
paling berpengaruh besar terhadap kejadian RDN adalah usia gestasi dan berat
badan lahir. Dan penelitian yang dilakukan oleh (Hasan, 2012) menjelaskan faktor
yang berhugungan dengan RDN yaitu usia gestasi, berat badan lahir dan asfiksia
neonatorum.
Berdasarkan penelitian, (Hasan, 2012), persalinan sectio cesarean merupakan
salah satu faktor yang tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian
RDN pada bayi Sedangkan menurut (Damanik & Indarso, 2008) asfiksia neonatorum
37
merupakan salah satu faktor yang tidak memiliki hubungan dengan kejadian RDN
karena menurut penelitian yang dilakukannya, asfiksia neonatorum merupakan
manifestasi dari RDN itu sendiri. Faktor yang memiliki hubungan sangat erat yaitu
usia gestasi dan berat badan lahir rendah (Erlita,R, 2013).
Ketika peneliti membandingkan beberapa pendapat penelitian ini bahwa yang
paling mempengaruhi adalah usia gestasi, berat badan lahir mempunyai resiko 2x
lipat dibandingkan dengan faktor lain untuk terjadinya RDN pada bayi. Meskipun
demikian, penelitian lanjutan diperlukan guna memastikan apakah faktor usia
gestasi, jenis persalinan, berat badan lahir, asfiksa neonatorum, dan jenis kelamin
memang memiliki faktor langsung terjadinya RDN pada bayi yang menimbulkan
kematian pada bayi.
C. Kerangka Konsep
Gambar 1. Kerangka Konsep
Keterangan :
: Variabel Independent
: Hubungan variabel yang diteliti
: Variabel Dependent
: Variabel yang tidak diteliti
Kejadian RespiratoryDistress of Newborn
(RDN)
Usia Gestasi
Asfiksia neonatorum
Berat badan lahir
Jenis kelamin
Perdarahan Antepartum
Jenis persalinan
Diabetes Mellitus
38
D. Hipotesis Penelitian
1. : Tidak ada hubungan antara usia gestasi dengan kejadian Respiratory
Distress of Newborn (RDN) pada bayi di RSUD Kabupaten Muna
tahun 2015
: Ada hubungan antara usia gestasi dengan kejadian Respiratory Distress
of Newborn (RDN) pada bayi di RSUD Kabupaten Muna tahun 2015
2. : Tidak ada hubungan antara jenis persalinan dengan kejadian
Respiratory Distress of Newborn (RDN) pada bayi di RSUD
Kabupaten Muna tahun 2015
: Ada hubungan antara jenis persalinan dengan kejadian Respiratory
Distress of Newborn (RDN) pada bayi di RSUD Kabupaten Muna
tahun 2015
3. : Tidak ada hubungan antara berat badan lahir dengan kejadian
Respiratory Distress of Newborn (RDN) pada bayi di RSUD
Kabupaten Muna tahun 2015
: Ada hubungan antara berat badan lahir dengan kejadian Respiratory
Distress of Newborn (RDN) pada bayi di RSUD Kabupaten Muna
tahun 2015
4. : Tidak ada hubungan asfiksia neonatorum dengan kejadian Respiratory
Distress of Newborn (RDN) pada bayi di RSUD Kabupaten Muna
tahun 2015
: Ada hubungan antara asfiksia neonatorum dengan kejadian Respiratory
Distress of Newborn (RDN) pada bayi di RSUD Kabupaten Muna
tahun 2015
39
5. : Tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian Respiratory
Distress of Newborn (RDN) pada bayi di RSUD Kabupaten Muna
tahun 2015
: Ada hubungan antara jenias kelamin dengan kejadian Respiratory
Distress of Newborn (RDN) pada bayi di RSUD Kabupaten Muna
tahun 2015
40
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian analitik yaitu penelitian yang bertujuan untuk
memberikan gambaran tentang kenyataan atau data objektif, dengan pendekatan cross
sectional. Pengukuran variabel dilakukan pada suatu saat artinya subyek hanya diobservasi
pada saat yang sama dan pengukuran variabel dilakukan pada saat pemeriksaan atau
pengkajian (Nursalam, 2016).
Populasi
(sampel)
faktor risiko (+) faktor risiko (-)
efek (+) efek (-) efek(+) efek (-)
Gambar 2. Rancangan Penelitian Cross Sectional
B. Subyek Penelitian
1. Populasi
Populasi penelitian adalah semua bayi yang di rawat di ruang perinatologi Rumah
Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna pada tahun 2015 sebanyak 542 orang.
Keterangan:n = Jumlah sampelN= Jumlah populasid2= Presisi yang ditetapkan (0,05) (Nursalam, 2016)
41
Maka didapatkan :
n = .( , )n = .( , )n = ,n = ,n = 230,14 = 230
Setelah dihitung menggunakan rumus diatas maka sampel didapatkaan 230
bayi.
C. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Waktu
Penelitian ini di laksanakan pada tanggal 6 – 7 bulan Juli tahun 2016.
2. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Ruang Perinatologi Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Muna tahun 2016.
D. Identifikasi Variabel Penelitian Variabel.
Variabel dependent dalam penelitian ini adalah kejadian Respiratory Distress of
Newborn (RDN), Sedangkan Usia gestasi, jenis persalinan, berat badan lahir, asfiksia
neonatorum, dan jenis kelamin bayi menjadi variabel independent dalam penelitian ini.
42
E. Defenisi Operasional
Tabel 4Tabel Defenisi Operasional Dan Kriteria Objektif
Semua bayi yangterdiagnosa RespiratoryDistress of the Newborn(RDN) berdasarkandiagnose doketr di ruangbayi RSUD kabupatenmuna tahun 2015 yangtertulis di buku rekammedic
Ya : bila tertulis RespiratoryDistress of the Newborn(RDN) sesuai dengandiagnose dokter yang tercatatdirekam medicTidak : bila tidak tertulisRespiratory Distress of theNewborn (RDN) sesuaidengan diagnose dokter yangtercatat direkam medic
Checklist Nominal
2 IndependentUsia gestasi
Usia gestasi adalah usiakehamilan ibu yangtertulis BCB dan BKBsesuai diagnosa dokteryang tercatat di rekammedik yang menderitaRDN
BCB : Jika tertulis BCBBKB : Jika tertulis BKB Checklist Nominal
Jenispersalinan
Jenis persalinan adalahjenis persalinan yangtertulis SPT, SCberdasarkan diagnosedokter yang tertulisdirekam medic
SC: jika tertulis SC sesuaidiagnose dokter yang tertulisdi rekam medicSPT : jika tertulis SPT dansesuai diagnose dokter yangtertulis di rekam medic
Checklist Nominal
Berat badanlahir
Berat badan lahiradalah berat badannormal termasuk BBLRyaitu premature murnidan dismatur yangtertulis pada catatanrekam medic
BBLR : jika tertulis BBLR,BBLSR, BBLSARTidak BBLR : jika tidaktertulis BBLR, BBLSR,BBLSAR
Checklist Nominal
Asfiksianeonatorum
Asfiksia neonatorumadalah kegagalan napaspada bayi yang tertulispada rekam medicsesuai diagnose dokterbaik asfiksia ringan,sedang maupun berat
Asfiksia : jika tertulisasfiksia, asfiksia ringan,asfiksia sedang, asfiksia beratdan post asfiksiaTidak asfiksia : jika tidaktertulis asfiksia, asfiksiaringan, asfiksia sedang,asfiksia berat dan postasfiksia
Checklist Nominal
Jeniskelamin
Jenis kelamin adalahjenis kelamin bayi padasaat dilahirkan yangtercatat di rekam medik
Beresiko : jika bayi yangdilahirkan laki – lakiTidak beresiko : jika bayiyang dilahirkan perempuan
Checklist Nominal
43
F. Instrumen Penelitian
Sampel penelitian menggunakan data sekunder. Data sekunder yaitu data bayi yang
mengalami Respiratory Distress of Newborn (RDN) pada tahun 2015 berdasarkan
diagnose dokter yang tertulis di buku rekam medik. Pada penelitian ini, instrumen yang
akan digunakan adalah checklist.
G. Cara Analisis Data
1. Analisis Univariat
Data yang diperoleh dari hasil pengumpulan data disajikan dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi dan grafik. Dalam penelitian ini dilakukan analisis univariat secara
deskriptif sederhana berupa presentasi.
Rumus yang digunakan adalah :
= 100%Keterangan:
f = Frekuensi
P = Persentasi
n = Jumlah sampel (Putri Ariani, 2014)
2. Analisis Bivariat
Uji statistik dengan menggunakan Microsoft Office Excel dan chi square untuk
mengetahui ada tidaknya hubungan antara dua variabel dengan confidence interval
(CI) 95 %. Rumus yang digunakan adalah:
= ∑( − )Keterangan:∑ = JumlahX = Statistik Chi Square HitungO = Nilai frekuensi yang diobservasiE = Nilai frekuensi yang diharapkan=
44
Kriteria pengujian :
1. Jika X2 hitung ≥ X2 tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti ada
hubungan antara usia gestasi, jenis persalinan, berat badan lahir, asfiksia neonatorum
dan jenis kelamin bayi dengan kejadian Respiratory Distress of Newborn (RDN) pada
bayi di RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015.
2. Jika X2 hitung < X2 tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak ada
hubungan antara usia gestasi, jenis persalinan, berat badan lahir, asfiksia neonatorum
dan jenis kelamin bayi dengan kejadian Respiratory Distress of Newborn (RDN) pada
bayi di RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015 (Putri Ariani, 2014)
H. Jalannya Penelitian
1. Tahap Persiapan
Pelaksanaan penelitian dimulai dengan mempersiapkan/mengurus surat izin penelitian
pada institusi Akademi Kebidanan Paramata Raha Kab. Muna guna melaporkannya k
Kesbang Pol dan Linmas serta Dinas Kesehatan sebelum memulai kegiatan
pengumpulan data di lapangan.
2. Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaannya dimulai dengan mencatat semua hasil dari data yang diperoleh di
lapangan dengan menggunakan teknik purposive sampling.
3. Tahap Pengolahan Data
Data yang dikumpulkan kemudian diolah, dianalisis dan disajikan secara analitik dalam
bentuk narasi, tabel dan gambar.
4. Tahap Penulisan Laporan
Pada tahap ini disajikan laporan sebagai tahap akhir penulisan ini.
45
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
a. Letak Geografis
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna Propinsi Sulawesi tenggara
terletak di ibukota kabupaten tepatnya di jalan Sultan Syahrir Kelurahan Laende
Kecamatan Katobu Kabupaten Muna Propinsi Sulawesi Tenggara. Lokasi ini
mudah dijangkau dengan kendaraan umum dengan batas sebagai berikut :
1) Sebelah utara : Jl. Basuki Rahmat
2) Sebelah Timur : Jl. Sultan Hasanudin
3) Sebelah selatan : Jl. Laode Pandu
4) Sebelah Barat : Jl. Ir. Juanda
b. Sejarah Singkat
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna didirikan pada masa
penjajahan Belanda oleh mantri yang berkebangsaan Belanda. Pada saat itu mantri
berkebangsaan belanda hanya dibantu oleh seorang asistennya dan dua orang
perawat. Setelah 11 tahun berlalu mantri tersebut pulang kembali ke negerinya dan
tepat pada tahun 1928 beliau diganti oleh seorang dokter dari Jawa yang bernama
dokter Soeparjo. Masyarakat muna mengenal dokter Soeparjo dengan sebutan
dokter jawa. Beliau tamatan dari sekolah belanda yaitu Nederlandhes In Launshe
Aonzen School (NIAS).
Masa kepemimpinan dokter Soeparjo hanya berlangsung selama tujuh tahun,
kemudian beliau digantikan oleh dokter berkebangsaan Belanda bernama dokter
Hyaman. Selang 5 tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1940 seorang dokter asal
46
China bernama dokter Pang Ing Ciang menggantikan kepemimpinan dokter
Hyaman. Pada masa kepemimpinan dokter Pang Ing Ciang sangat disukai oleh
masyarakat Muna sebab beliau sangat memperhatikan kesehatan masyarakat Muna
pada saat itu.
Pada tahun 1949, saat peralihan pemerintahan Belanda ke pemerintahan
Republik Indonesia masa pemerintahan dokter Pang Ing Cian berakhir dan beliau
diganti oleh dokter berkebangsaan Belanda bernama dokter Post. Dokter Post
mempunyai dua orang asisten sehingga sebagian besar pekerjaannya diserahkan
pada kedua asistennya. Namun kepemimpinan dokter Post tidak berlangsung lama,
beliau hanya satu tahun lamanya.
Pada tahun 1950 dokter Post digantikan oleh dokter Lemens yang berasal dari
Belgia. Dokter Lemens memimpin selama 10 tahun yakni pada tahun 1950 sampai
dengan tahun 1960. Pada tahun 1965 dilakukan rehabilitasi yang di prakarsai oleh
Bupati Muna Laode Rasyid, SH. Ini merupakan rehabilitasi pertama selama Rumah
sakit tersebut didirikan tahun 1965-1970. Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten
Muna dipimpin oleh dokter Ibrahim Ahtar Nasution. Masa kepemimpinannya
berlangsung selama 3 tahun dan sejak itu tahun masa kepemimpinan Rumah Sakit
Umum Kabupaten Muna ditetapkan setiap 3 tahun sekali memimpin.
Saat ini Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna dijadikan sebagai
salah satu rumah sakit yang merupakan lahan praktek dan kajian ilmiah bagi
mahasiswa Akademi Keperawatan Kabupaten Muna dan Mahasiswa Akademi
Kebidanan Paramata Raha Kabupaten Muna.
c. Lingkungan Fisik
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna Propinsi Sulawesi Tenggara berdiri
diatas lahan seluas 10.740 Ha.
47
d. Fasilitas pelayanan kesehatan
Fasilitas/sarana pelayanan kesehatan yang ada di Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Muna Propinsi Sulawesi Tenggara adalah :
1) Pelayanan kesehatan rawat jalan yakni poliklinik penyakit dalam, poliklinik
umum, poliklinik kebidanan dan penyakit kandungan, poliklinik gigi dan
Erlita, R (2013) Faktor – Factor Yang Berhubungan Dengan Kejadian RespiratoryDistress Of Newborn di BRSD Luwuk Kabupaten Banggai Provinsi SulawesiTengah. http://www.rizkaerlit-3412-1-14-rizka-7/ diakses tanggal 19 juni 2016
Hamzah, A (2013) Sosiologis Pengasuhan Anak. Makassar : Masagena Press
Hivanyislamaulita (2014) Gangguan Pernapasan.https://hivanyislamaulita041.wordpress.com/2014/06/27/gangguan-pernafasan/diakses tanggal 18 Juli 2016
Lissauer, T & fanaroff, A. (2009). At a Glance Neonatolgi. Jakarta : Erlangga
Maternity, D., Yantina Y., Putri, RD. (2014). Asuhan Kebidanan Patologis. BandarLampung : Binarupa Aksara Publisher
Nugroho, T. (2012) Patologi Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika
Nursalam, (2016) Metodologi Penelitian Ilmu keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Profil Kesehatan Sulawesi Tenggara (2012) Angka Kematian Bayi di Provinsi SulawesiTenggara Tahun 2014 http://sultra.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/20 di aksestanggal 21 juni 2016
Sangadah, S (2014) Asuhan Keperawatan Anak Dengan RDS.http://sitisangadah25.blogspot.co.id/2014/04/asuhan-keperawatan-anak-dengan-rds.html=2 di akses tanggal 18 Juli 2016
Silumut, P. (2013). Faktor - Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian RDN Pada Bayi,http://puputsilumut.blogspot.com/2014/03/rds-respiratory-distress-syndrome_6.html di akses tanggal 20 juni 2016
Sudarti & fauziah, A. (2013). Asuhan Kebidanan Neonatus Risiko Tinggi Dan Kegawatan .Yogyakarta: Nuha Medika
Sukarni, IK,. Wahyu, P. (2013) Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Yogyakrata : NuhaMedika
William & Wilkins (2011). Nursing Memahami Berbagai Macam Penyakit . Jakarta barat :PT Indeks Jakarta
Lampiran 1.PEMERINTAH KABUPATEN MUNA
BADAN KESATUAN BANGSA DAN POLITIKJLN. M.H THAMRIN NO.8 TELP/FAKS. (0403) 2521 427
R A H A
Raha, 06 Juli 2016
Nomor : 070/230 KepadaLampiran : Yth. Direktur RSUD Kab. MunaPerihal : Izin Penelitian di –
R a h a
Menunjuk surat Direktur AKBID Paramata Raha Nomor 256.B/AKBID-PM/VIII/2016Tanggal 4 Juli 2016 perihal Izin Penelitian, maka dengan ini memberikan izin penelitiankepada :
Nama : S A R N I ANIM : PSW.B.2013.IB.0082Jurusan : DIII Kebidanan Akademi Kebidanan Paramata Raha Kab.
Muna
Yang bersangkutan di atas akan mengadakan penelitian/pengambilan data dalam rangkapenyusunan Skripsi/Tesis dengan Judul :
“FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN RESPIRATORYDISTRESS OF NEWBORN (RDN) PADA NEONATUS DI RUANG TERATAI RUMAHSAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN MUNA TAHUN 2015”
Lokasi Penelitian : RSUD Kab. MunaWaktu Penelitian : 06 Juli 2016 sampai selesai
Kepada yang bersangkutan agar memperhatikan hal – hal sebagai berikut :
1. Senantiasa menjaga keamanan dan ketertiban serta mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Tidak mengadakan kegiatan lain yang bertentangan dengan rencana semula.3. Dalam setiap kegiatan di lapangan, agar pihak Peneliti senantiasa koordinasi dengan
pemerintah setempat.4. Wajib menghormati adat istiadat yang berlaku didaerah setempat.5. Menyerahkan 1 (satu) examplar copy hasil penelitian kepada bupati Muna Cq. Kepala
Badan Kesbang dan Politik Kab. Muna.6. Surat izin akan dicabut kembali dan dinyatakan tidak berlaku apabila ternyata surat
pemegang surat izin ini tidak mentaati ketentuan tersebut diatas.
Demikian disampaikan untuk menjadi perhatian dan maklum.
Tembusan : Disampaikan Kepada :1. Bupati Muna (Sebagai Laporan di Raha) ;2. Kepala Dinas Kesehatan Kab. Muna di Raha ;3. Direktur AKBID Paramata Raha Kab. Muna di Raha ;4. Mahasiswa yang bersangkutan ( S A R N I A ).
Lampiran 2.DAFTAR CHEKLIST
FACTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN RESPIRATORY DISTRESS OF NEWBORN (RDN)PADA BAYI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN MUNA
TAHUN 2015
SPT/Rujukan
1 By.Ny I √ √ √ √ √ √2 By Ny. R √ √ √ √ √ √3 By Ny. J √ √ √ √ √ √4 By Ny. M √ √ √ √ √ √5 By.Ny.V √ √ √ √ √ √6 by. Ny. S √ √ √ √ √ √7 By. A √ √ √ √ √ √8 By Ny. L √ √ √ √ √ √9 By MW √ √ √ √ √ √10 By. Ny H √ √ √ √ √ √11 By Hr √ √ √ √ √ √12 By. Ny Hs √ √ √ √ √ √13 By Ny. Sr √ √ √ √ √ √14 By. Ny Lt √ √ √ √ √ √15 By Ny. Ai √ √ √ √ √ √16 By. Ny H √ √ √ √ √ √17 By Ny. Nr √ √ √ √ √ √18 By. Ny Sd √ √ √ √ √ √19 By.Ny SR √ √ √ √ √ √20 By Ny. NH √ √ √ √ √ √21 By Ny. HR √ √ √ √ √ √22 By Ny. TM √ √ √ √ √ √23 By.Ny.FM √ √ √ √ √ √24 by. Ny. SM √ √ √ √ √ √
BBLRTidakBBLR
asfiksiaNo Nama
RDN Usia getasi Jenis Berat badan lahir
Ya Tidak BCB BKB SCTidak
asfiksiaBeresiko(L)
Tidakberesiko
Jenis kelaminAsfiksia
25 By. Ny. LW √ √ √ √ √ √26 By Ny. RS √ √ √ √ √ √27 By Ny. RM √ √ √ √ √ √28 By. AR √ √ √ √ √ √29 By Ny. NB √ √ √ √ √ √30 By. Ny IR √ √ √ √ √ √31 By Ny. ST √ √ √ √ √ √32 By. Ny AD √ √ √ √ √ √ √33 By Ny. AD 2 √ √ √ √ √ √34 By. Ny NL √ √ √ √ √ √35 By Ny. ND √ √ √ √ √ √36 By. Ny SL √ √ √ √ √ √37 By Ny. IM √ √ √ √ √ √38 By. Ny NB √ √ √ √ √ √39 By Ny. IK √ √ √ √ √ √40 By. Ny SN √ √ √ √ √ √41 By Ny. HM √ √ √ √ √ √42 By Ny. HB √ √ √ √ √ √43 By.Ny.FM √ √ √ √ √ √44 by. Ny. SD √ √ √ √ √ √45 By. Ny. LW √ √ √ √ √ √46 By Ny. RS √ √ √ √ √ √47 By Ny. RM √ √ √ √ √ √48 By.Ny.FM √ √ √ √ √ √49 by. Ny. SM √ √ √ √ √ √50 By. Ny. LD √ √ √ √ √ √51 By Ny. RM √ √ √ √ √ √52 By Ny. RM √ √ √ √ √ √53 By. Ny. KAR √ √ √ √ √ √54 By Ny. NB √ √ √ √ √ √55 By. Ny IR √ √ √ √ √ √56 By Ny. ST √ √ √ √ √ √57 By. Ny AW √ √ √ √ √ √
58 By Ny. ADQ √ √ √ √ √ √59 By. Ny WE √ √ √ √ √ √60 By Ny. ND √ √ √ √ √ √61 By. Ny OP √ √ √ √ √ √62 By Ny. LM √ √ √ √ √ √63 By. Ny NB √ √ √ √ √ √64 By Ny. GB √ √ √ √ √ √65 By. Ny FH √ √ √ √ √ √66 By Ny. JU √ √ √ √ √ √67 By Ny. KY √ √ √ √ √ √68 By Ny. KD √ √ √ √ √ √69 By Ny. DG √ √ √ √ √ √70 By Ny. OK √ √ √ √ √ √71 By Ny. BH √ √ √ √ √ √72 By. Ny DF √ √ √ √ √ √73 By .Ny. GG √ √ √ √ √ √74 By. Ny Hs √ √ √ √ √ √75 By Ny. Sr √ √ √ √ √ √76 By. Ny Lt √ √ √ √ √ √77 By Ny. Ai √ √ √ √ √ √78 By. Ny H √ √ √ √ √ √79 By Ny. Nr √ √ √ √ √ √80 By. Ny Sd √ √ √ √ √ √81 By.Ny SR √ √ √ √ √ √82 By. Ny Hr √ √ √ √ √ √83 By Ny. Srt √ √ √ √ √ √84 By. Ny Hn √ √ √ √ √ √85 By Ny. AKL √ √ √ √ √ √86 By. Ny K √ √ √ √ √ √87 By Ny. Nr √ √ √ √ √ √88 By. Ny Sw √ √ √ √ √ √89 By.Ny SR √ √ √ √ √ √90 By Ny. NH √ √ √ √ √ √
91 By Ny. HR √ √ √ √ √ √92 By Ny. Tn √ √ √ √ √ √93 By.Ny.Gn √ √ √ √ √ √94 By.Ny.LM √ √ √ √ √ √ √95 By. Ny. LW √ √ √ √ √ √96 By Ny. LP √ √ √ √ √ √97 By Ny. FK √ √ √ √ √ √98 By Ny. ML √ √ √ √ √ √99 By Ny. RK √ √ √ √ √ √100 By Ny. VB √ √ √ √ √ √101 By Ny. VG √ √ √ √ √ √102 By Ny. DR √ √ √ √ √ √103 By Ny. PO √ √ √ √ √ √104 By Ny. LP √ √ √ √ √ √105 By Ny. DE √ √ √ √ √ √106 By Ny. GT √ √ √ √ √ √107 By Ny. MK √ √ √ √ √ √108 By Ny. LO √ √ √ √ √ √109 By Ny. GY √ √ √ √ √ √110 By Ny. DR √ √ √ √ √ √111 By Ny. SD √ √ √ √ √ √112 By Ny. WE √ √ √ √ √ √113 By Ny. QW √ √ √ √ √ √114 By Ny. SA √ √ √ √ √ √115 By Ny. SD √ √ √ √ √ √116 By Ny. FT √ √ √ √ √ √117 By Ny. HF √ √ √ √ √ √118 By Ny. RT √ √ √ √ √ √119 By Ny. RL √ √ √ √ √ √120 By. Ny Hr √ √ √ √ √ √121 By Ny. SRT √ √ √ √ √ √122 By. Ny Hn √ √ √ √ √ √123 By Ny. AD √ √ √ √ √ √
124 By. Ny KD √ √ √ √ √ √125 By Ny. Nr √ √ √ √ √ √126 By. Ny SS √ √ √ √ √ √127 By.Ny WE √ √ √ √ √ √128 By Ny. NH √ √ √ √ √ √129 By Ny. HR √ √ √ √ √ √130 By Ny. TT √ √ √ √ √ √131 By.Ny.GR √ √ √ √ √ √132 By.Ny.LM √ √ √ √ √ √133 By. Ny. LW √ √ √ √ √ √134 By Ny. LP √ √ √ √ √ √135 By Ny. FK √ √ √ √ √ √136 By Ny. NH √ √ √ √ √ √137 By Ny. BG √ √ √ √ √ √138 By Ny. FD √ √ √ √ √ √139 By Ny. DW √ √ √ √ √ √140 By Ny. WR √ √ √ √ √ √141 By Ny. YU √ √ √ √ √ √142 By Ny. OU √ √ √ √ √ √143 By Ny. PG √ √ √ √ √ √144 By Ny. GB √ √ √ √ √ √145 By Ny. DW √ √ √ √ √ √146 By Ny. SW √ √ √ √ √ √147 By Ny. CD √ √ √ √ √ √148 By Ny. RFR √ √ √ √ √ √149 By Ny. GTU √ √ √ √ √ √150 By Ny. JL √ √ √ √ √ √151 By Ny. LM √ √ √ √ √ √152 By. Ny NB √ √ √ √ √ √153 By Ny. GB √ √ √ √ √ √154 By. Ny FH √ √ √ √ √ √155 By Ny. JU √ √ √ √ √ √156 By Ny. KY √ √ √ √ √ √
157 By Ny. KD √ √ √ √ √ √158 By Ny. DG √ √ √ √ √ √159 By Ny. OK √ √ √ √ √ √160 By. Ny SL √ √ √ √ √ √161 By Ny. IM √ √ √ √ √ √162 By. Ny NB √ √ √ √ √ √163 By Ny. IK √ √ √ √ √ √164 By. Ny SN √ √ √ √ √ √165 By Ny. HM √ √ √ √ √ √166 By Ny. HB √ √ √ √ √ √167 By.Ny.FM √ √ √ √ √ √168 by. Ny. SD √ √ √ √ √ √169 By. Ny. LW √ √ √ √ √ √170 By Ny. RS √ √ √ √ √ √171 By Ny. RM √ √ √ √ √ √172 By.Ny.FM √ √ √ √ √ √173 by. Ny. SM √ √ √ √ √ √174 By. Ny H √ √ √ √ √ √175 By Ny. HRS √ √ √ √ √ √176 By. Ny Hs √ √ √ √ √ √177 By Ny. SRW √ √ √ √ √ √178 By. Ny Lt √ √ √ √ √ √179 By Ny. AGH √ √ √ √ √ √180 By. Ny HRT √ √ √ √ √ √181 By Ny. Nr √ √ √ √ √ √182 By. Ny Sd √ √ √ √ √ √183 By.Ny SR √ √ √ √ √ √184 By Ny. NH √ √ √ √ √185 By Ny. HR √ √ √ √ √ √186 By Ny. TM √ √ √ √ √ √187 By. Ny SN √ √ √ √ √ √188 By Ny. HM √ √ √ √ √ √189 By Ny. HB √ √ √ √ √ √
190 By.Ny.FM √ √ √ √ √ √191 by. Ny. SD √ √ √ √ √ √192 By. Ny. LW √ √ √ √ √ √193 By Ny. RS √ √ √ √ √ √194 By Ny. RM √ √ √ √ √ √195 By.Ny.FM √ √ √ √ √ √196 by. Ny. SM √ √ √ √ √ √197 By. Ny. LD √ √ √ √ √ √198 By Ny. RM √ √ √ √ √ √199 By Ny. RM √ √ √ √ √ √200 By. Ny. KAR √ √ √ √ √ √201 By Ny. NB √ √ √ √ √ √202 By. Ny IR √ √ √ √ √ √203 By Ny. ST √ √ √ √ √ √204 By. Ny AW √ √ √ √ √ √205 By Ny. ADQ √ √ √ √ √ √206 By. Ny WE √ √ √ √ √ √207 By Ny. ND √ √ √ √ √ √208 By Ny. AKL √ √ √ √ √ √209 By. Ny K √ √ √ √ √ √210 By Ny. Nr √ √ √ √ √ √211 By. Ny Sw √ √ √ √ √ √212 By.Ny SR √ √ √ √ √ √213 By Ny. NH √ √ √ √ √ √214 By Ny. HR √ √ √ √ √ √215 By Ny. Tn √ √ √ √ √ √216 By.Ny.Gn √ √ √ √ √ √217 By.Ny.LM √ √ √ √ √ √218 By. Ny. LW √ √ √ √ √ √219 By. Ny. L √ √ √ √ √ √220 By Ny. FK √ √ √ √ √ √221 By Ny. ML √ √ √ √ √ √222 By Ny. LO √ √ √ √ √ √
223 By Ny. SW √ √ √ √ √ √224 By Ny. CD √ √ √ √ √ √225 By Ny. RFR √ √ √ √ √ √226 By Ny. GTU √ √ √ √ √ √227 By Ny. JL √ √ √ √ √ √228 By Ny. LM √ √ √ √ √ √229 By. Ny NB √ √ √ √ √ √230 By Ny. GB √ √ √ √ √ √
Lampiran 3.Hasil Perhitungan Uji Statistik
1. Hubungan kejadian RDN dengan Usia GestasiKejadian