BAB 2 TINJAUAN KHUSUS 2.1 Batasan Batasan judul dalam KTI (Karya Tulis Ilmiah) ini adalah : 2.1.1 Asuhan keperawatan adalah tindakan yang berurutan dilakukan secara sistematis untuk menentukan masalah pasien, membuat perencanaan untuk mengatasinya, melaksanakan rencana itu, menugaskan orang lain untuk melakukan dan mengevaluasi keberhasilan secara efektif terhadap masalah yang diatasinya (Effendi Nasrul, 1995 : 3). 2.1.2 Neonatus adalah bayi berusia kurang dari 1 bulan (Prawirohardjo Sarwono, 2000) 2.1.3 Premature atau preterm adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan < 37 minggu, dengan berat badan yang sesuai (Mochtar Rustam, 1998). Sejak tahun 1961, WHO telah mengganti istilah prematur dengan BBLR, BBLR sendiri dikelompokkan menjadi 2 : Sesuai masa kehamilan (SMK) yaitu berat badan bayi sesuai masa kehamilan. Kecil masa kehamilan (SMK) yaitu berat badan bayi kecil dibandingkan dengan usia kehamilan. Pada karya tulis ini penulis mengambil BBLR yang sesuai masa kehamilan, yaitu bayi yang lahir usia kehamilan < 37 minggu dengan berat lahir <2500 gram. 7
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB 2
TINJAUAN KHUSUS
2.1 Batasan
Batasan judul dalam KTI (Karya Tulis Ilmiah) ini adalah :
2.1.1 Asuhan keperawatan adalah tindakan yang berurutan dilakukan secara
sistematis untuk menentukan masalah pasien, membuat perencanaan untuk
mengatasinya, melaksanakan rencana itu, menugaskan orang lain untuk
melakukan dan mengevaluasi keberhasilan secara efektif terhadap masalah
yang diatasinya (Effendi Nasrul, 1995 : 3).
2.1.2 Neonatus adalah bayi berusia kurang dari 1 bulan (Prawirohardjo Sarwono,
2000)
2.1.3 Premature atau preterm adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan < 37
minggu, dengan berat badan yang sesuai (Mochtar Rustam, 1998).
Sejak tahun 1961, WHO telah mengganti istilah prematur dengan BBLR,
BBLR sendiri dikelompokkan menjadi 2 :
Sesuai masa kehamilan (SMK) yaitu berat badan bayi sesuai masa
kehamilan.
Kecil masa kehamilan (SMK) yaitu berat badan bayi kecil dibandingkan
dengan usia kehamilan.
Pada karya tulis ini penulis mengambil BBLR yang sesuai masa kehamilan,
yaitu bayi yang lahir usia kehamilan < 37 minggu dengan berat lahir <2500
gram.
2.1.4 Post Asfiksia berat adalah masa sesudah bayi baru lahir tidak dapat bernafas
secara spontan dan adekuat dengan AS (0-3)(Wirjoatmodjo, 1994).
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Bayi Post Asfiksia Berat
2.2.1 Pengertian
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera
bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh
hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-
faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan atau segera lahir (Prawiro
Hardjo, Sarwono, 1997).
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak bisa
bernafas secara spontan dan adekuat (Wroatmodjo,1994).
Asfiksia Neonatotum adalah keadaan dimana bayi baru lahir yang
tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan
7
ini biasanya disertai dengan keadaan dimana hipoksia dan hiperkapneu serta
sering berakhir dengan asidosis (Santoso NI, 1992).
Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak
dilakukan dengan sempurna, sehingga tindakan perawatan dilaksanakan
untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan mengatasi gejala lanjut
yang mungkin timbul. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, beberapa
faktor perlu dipertimbangkan dalam menghadapi bayi dengan asfiksia.
2.2.2 Etiologi dan Faktor Predisposisi Asfiksiaa
Menurut pedoman Depkes RI Santoso NI, 1995. Ada beberapa faktor
etiologi dan predisposisi terjadinya asfiksiaa, antara lain sebagai berikut:
2.2.2.1 Faktor Ibu
Hipoksia ibu akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya.
Hipoksia ibu dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian analgetika
atau anesthesi dalam gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak karena
pendarahan, hipertensi karena eklamsia, penyakit jantung dan lain-lain.
2.2.2.2 Faktor Placenta
Yang meliputi solutio plasenta, pendarahan pada plasenta previa, plasenta
tipis, plasenta kecil, plasenta tak menempel pada tempatnya.
2.2.2.3 Faktor Janin dan Neonatus
Meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit ke leher, kompresi tali
pusat antara janin dan jalan lahir, gemelli, IUGR, kelainan kongenital dan
lain-lain.
2.2.2.4 Faktor Persalinan
Meliputi partus lama, partus tindakan dan lain-lain (Ilyas Jumiarni, 1995).
2.2.3 Patofisiologi
Selama kehidupan di dalam rahim, paru janin tidak berperan dalam
pertukaran gas oleh karena plasenta menyediakan oksigen dan mengangkat
CO2 keluar dari tubuh janin. Pada keadaan ini paru janin tidak berisi udara,
sedangkan alveoli janin berisi cairan yang diproduksi didalam paru sehingga
paru janin tidak berfungsi untuk respirasi. Sirkulasi darah dalam paru saat ini
sangat rendah dibandingkan dengan setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh
karena konstriksi dari arteriol dalam paru janin. Sebagian besar sirkulasi
darah paru akan melewati Duktus Arteriosus (DA) tidak banyak yang masuk
kedalam arteriol paru.
Segera setelah lahir bayi akan menariknafas yang pertama kali
(menangis), pada saat ini paru janin mulai berfungsi untuk respirasi. Alveoli
akan mengembang udara akan masuk dan cairan yang ada didalam alveoli
8
akan meninggalkan alveoli secara bertahap. Bersamaan dengan ini arteriol
paru akan mengembang dan aliran darah kedalam paru akan meningkat
secara memadai. Duktus Arteriosus (DA) akan mulai menutup bersamaan
dengan meningkatnya tekanan oksigen dalam aliran darah. Darah dari
jantung kanan (janin) yang sebelumnya melewati DA dan masuk kedalam
Aorta akan mulai memberi aliran darah yang cukup berarti kedalam arteriole
paru yang mulai mengembang DA akan tetap tertutup sehingga bentuk
sirkulasi extrauterin akan dipertahankan.
Pada saat lahir alveoli masih berisi cairan paru, suatu tekanan ringan
diperlukan untuk membantu mengeluarkan cairan tersebut dari alveoli dan
alveoli mengembang untuk pertama kali. Pada kenyataannya memang
beberapa tarikan nafas yang pertama sangat diperlukan untuk mengawali dan
menjamin keberhasilan pernafasan bayi selanjutnya. Proses persalinan
normal (pervaginam) mempunyai peran yang sangat penting untuk
mempercepat proses keluarnya cairan yang ada dalam alveoli melalui ruang
perivaskuler dan absorbsi kedalam aliran darah atau limfe. Gangguan pada
pernafasan pada keadaan ini adalah apabila paru tidak mengembang dengan
sempurna (memadai) pada beberapa tarikan nafas yang pertama. Apnea saat
lahir, pada keadaan ini bayi tidak mampu menarik nafas yang pertama
setelah lahir oleh karena alveoli tidak mampu mengembang atau alveoli
masih berisi cairan dan gerakan pernafasan yang lemah, pada keadaan ini
janin mampu menarik nafas yang pertama akan tetapi sangat dangkal dan
tidak efektif untuk memenuhi kebutuhan O2 tubuh. keadaan tersebut bisa
terjadi pada bayi kurang bulan, asfiksia intrauterin, pengaruh obat yang
dikonsumsi ibu saat hamil, pengaruh obat-obat anesthesi pada operasi sesar.
Dalam hal respirasi selain mengembangnya alveoli dan masuknya udara
kedalam alveoli masih ada masalah lain yang lebih panjang, yakni sirkulasi
dalam paru yang berperan dalam pertukaran gas. Gangguan tersebut antara
lain vasokonstriksi pembuluh darah paru yang berakibat menurunkan perfusi
paru. Pada bayi asfiksia penurunan perfusi paru seringkali disebabkan oleh
vasokonstriksi pembuluh darah paru, sehingga oksigen akan menurun dan
terjadi asidosis. Pada keadaan ini arteriol akan tetap tertutup dan Duktus
Arteriosus akan tetap terbuka dan pertukaran gas dalam paru tidak terjadi.
Selama penurunan perfusi paru masih ada, oksigenasi ke jaringan tubuh
tidak mungkin terjadi. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan
tergantung dari berat dan lamanya asfiksia, fungsi tadi dapat reversible atau
menetap, sehingga menyebabkan timbulnya komplikasi, gejala sisa, ataupun
9
kematian penderita. Pada tingkat permulaan, gangguan ambilan oksigen dan
pengeluaran CO2 tubuh ini mungkin hanya menimbulkan asidosis
respiratorik. Apabila keadaan tersebut berlangsung terus, maka akan terjadi
metabolisme anaerobik berupa glikolisis glikogen tubuh. Asam organik yang
terbentuk akibat metabolisme ini menyebabkan terjadinya gangguan
keseimbangan asam basa berupa asidosis metabolik. Keadaan ini akan
mengganggu fungsi organ tubuh, sehingga mungkin terjadi perubahan
sirkulasi kardiovaskular yang ditandai oleh penurunan tekanan darah dan
frekuensi denyut jantung. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa pada
penderita asfiksia akan terlihat tahapan proses kejadian yaitu menurunnya
kadar PaO2 tubuh, meningkat PCO2, menurunnya pH darah dipakainya
sumber glikogen tubuh dan gangguan sirkulasi darah. Perubahan inilah yang
biasanya menimbulkan masalah dan menyebabkan terjadinya gangguan pada
bayi saat lahir atau mungkin berakibat lanjut pada masa neonatus dan masa
pasca neonatus.
Hipoksia janin atau bayi baru lahir sebagai akibat dari vasokonstriksi dan
penurunan perfusi pru yang berlanjut dengan asfiksia, pada awalnya akan
terjadi konstriksi Arteriol pada usus, ginjal, otot dan kulit sehingga
penyediaan Oksigen untuk organ vital seperti jantung dan otak akan
meningkat. Apabila askfisia berlanjut maka terjadi gangguan pada fungsi
miokard dan cardiac output. Sehingga terjadi penurunan penyediaan oksigen
pada organ vital dan saat ini akan mulai terjadi suatu “Hypoxic Ischemic
Enchephalopathy (HIE) yang akan memberikan gangguan yang menetap
pada bayi sampai dengan kematian bayi baru lahir. HIE ini pada bayi baru
lahir akan terjadi secara cepat dalam waktu 1-2 jam, bila tidak diatasi secara
cepat dan tepat (Aliyah Anna, 1997).
2.2.4 Gejala Klinik
Gejala klinik Asfiksia neonatorum yang khas meliputi :
2.2.4.1 Pernafasan terganggu
2.2.4.2 Detik jantung berkurang
2.2.4.3 Reflek / respon bayi melemah
2.2.4.4 Tonus otot menurun
2.2.4.5 Warna kulit biru atau pucat
2.2.5 Diagnosis
Asfiksia pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia atau
hipoksia janin. Diagnosa anoksia / hipoksia dapat dibuat dalam persalinan
dengan ditemukan tanda-tanda gawat janin untuk menentukan bayi yang
10
akan dilahirkan terjadi asfiksia, maka ada beberapa hal yang perlu
mendapatkan perhatikan.
2.2.5.1 Denyut Jantung Janin
Frekuensi normal ialah 120 sampai 160 denyutan per menit, selama his
frekuensi ini bisa turun, tetapi diluar his kembali lagi kepada keadaan
semula. Peningkatan kecepatan denyutan jantung umumnya tidak banyak
artinya, akan tetapi apabila frekuensinya turun sampai dibawah 100/menit,
dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya.
2.2.5.2 Mekanisme Dalam Air Ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada
prosentase kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan terus
timbul kewaspadaan. Adanya mekonium dalam air ketuban pada prosentase
kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu
dapat dilakukan dengan mudah.
2.2.5.3 Pemeriksaan PH Pada Janin
Dengan menggunakan amnioskopi yang dimasukkan lewat serviks dibuat
sayatan kecil pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah janin. Darah
ini diperiksa pH-nya adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila
pH itu turun sampai dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya.
Dengan penilaian pH darah janin dapat ditemukan derajat asfiksia yaitu :
Tabel 2.1. Penilaian pH Darah Janin
NO Hasil Sikor Apgar Derajat Asfiksiaa Nilai pH
1. 0 – 3 Berat < 7,2
2. 4 – 6 Sedang 7,1 – 7,2
3. 7 – 10 Ringan > 7,2
Sumber : Wiroatmodjo, 1994
2.2.5.4 Dengan Menilai Apgar Skor
Cara yang digunakan untuk menentukan derajat asfiksiaa yaitu dengan
penilaian APGAR. Apgar mengambil batas waktu 1 menit karena dari hasil
penyelidikan sebagian besar bayi baru lahir mempunyai apgar terendah pada
umur tersebut dan perlu dipertimbangkan untuk melakukan tindakan
resusitasi aktif. Sedangkan nilai apgar lima menit untuk menentukan
prognosa dan berhubungan dengan kemungkinan terjadinya gangguan
11
neurologik di kemudian hari. Ada lima tanda (sign) yang dinilai oleh Apgar,
yaitu :
Tabel 2.2 Penilaian Apgar
Tanda-tanda Vital Nilai = 0 Nilai = 1 Nilai = 2
1. Appearance
(warna kulit)
Seluruh tubuh
biru atau putih
Badan merah,
kaki biru
Seluruh tubuh
kemerah-merahan
2. Pulse
(bunyi jantung)
Tidak ada Kurang dari
100 x/ menit Lebih dari
150 x/ menit
3. Grimance
(reflek)
Tidak ada
Lunglai
Menyeringai
Fleksi ekstremitas
Batuk dan bersin
4. Activity
(tonus otot)
Tidak ada
Fleksi kuat, gerak
aktif
5. Respirotary
effort
(usaha bernafas)
Lambat atau
tidak ada Menangis kuat
atau keras
Dari kelima tanda diatas yang paling penting bagi jantung karena
peninggian frekuensi jantung menandakan prognosis yang peka. Keadaan
akan memburuk bila frekuensi tidak bertambah atau melemah walaupun
paru-paru telah berkembang. Dalam hal ini pijatan jantung harus dilakukan.
Usaha nafas adalah nomor dua. Bila apnea berlangsung lama dan ventilasi
yang dilakukan tidak berhasil maka bayi menderita depresi hebat yang
diikuti asidosis metabolik yang hebat. Sedang ketiga tanda lain tergantung
dari dua tanda penting tersebut.
Ada 3 derajat Asfiksiaa dari hasil Apgar diatas yaitu :
1. Nilai Apgar 7-10, Vigorous baby atau asfiksia ringan.
12
Bayi dalam keadaan baik sekali. Tonus otot baik, seluruh tubuh kemerah-
merahan. Dalam hal ini bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan
tindakan istimewa.
2. Nilai Apgar 4-6 Mild Moderat atau asfiksia sedang.
Pada pemeriksaan fisik akan dilihat frekuensi jantung lebih dari 100 kali
permenit, tonus otot kurang baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
3. Nilai Apgar 0-3, asfiksia Berat
Pada pemeriksaan ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 kali
permenit, tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat,
reflek iritabilitas tidak ada.
2.2.6 Pelaksanaan Resusitasi
Segera setelah bayi baru lahir perlu diidentifikasi atau dikenal
secara cepat supaya bisa dibedakan antara bayi yang perlu diresusitasi atau
tidak. Tindakan ini merupakan langkah awal resusitas bayi baru lahir.
Tujuannya supaya intervensi yang diberikan bisa dilaksanakan secara tepat
dan cepat (tidak terlambat).
2.2.6.1 Membuka Jalan Nifas
1. Tujuan : Untuk memastikan terbuka tidaknya jalan nafas.
2. Metode :
Meletakkan bayi pada posisi yang benar.
Letakkan bayi secara terlentang atau miring dengan leher agak eksentensi/
tengadah. Perhatikan leher bayi agar tidak mengalami ekstensi yang
berlebihan atau kurang. Ekstensi karena keduanya akan menyebabkan udara
yang masuk ke paru-paru terhalangi.
Letakkan selimut atau handuk yang digulug dibawah bahu sehingga
terangkat 2-3 cm diatas matras.
Apabila cairan/lendir terdapat bar dalam mulut, sebaiknya kepala bayi
dimiringkan supaya lendir berkumpul di mulut (tidak berkumpul di farings
bagian belakang) sehingga mudah disingkirkan.
Membersihkan Jalan Nafas
Apabila air ketuban tidak bercampur mekonium hisap cairan dari mulut dan
hidung, mulut dilakukan terlebih dahulu kemudian hidung.
Apabila air ketuban tercampur mekonium, hanya hisap cairan dari trakea,
sebaiknya menggunakan alat pipa endotrakel (pipa ET).
Urutan kedua metode membuka jalan nafas ini bisa dibalik, penghisapan
terlebih dahulu baru meletakkan bayi dalam posisi yang benar, pembersihan
jalan nafas pada semua bayi yang sudah mengeluarkan mekoneum, segera
13
setelah lahir (sebelum baru dilahirkan) dilakukan dengan menggunakan
keteter penghisap no 10 F atau lebih. Cara pembersihannya dengan
menghisap mulut, farings dan hidung.
2.2.6.2 Mencegah Kehilangan Suhu Tubuh / Panas
1. Tujuan : Mencegah komplikasi metabolisme akibat kehilangan panas.
2. Metode
Meletakkan bayi terlentang dibawah pemancar panas (Infant warmer)
dengan temperatur untuk bayi aterm 34°C, untuk bayi preterm 35°C.
Tubuh dan kepala bayi dikeringkan dengan menggunakan handuk dan
selimut hangat, keuntungannya bayi bersih dari air ketuban, mencegah
kehilangan suhu tubuh melalui evaporosi serta dapat pula sebagai pemberian
rangsangan taktik yang dapat menimbulkan atau mempertahankan
pernafasan.
Untuk bayi sangat kecil (berat badan kurang dari 1500 gram) atau apabila
suhu ruangan sangat dingin dianjurkan menutup bayi dengan sehelai plastik
tipis yang tembus pandang.
2.2.6.3 Pemberian Tindakan VTP (Ventilasi Tekanan Positif)
1. Tujuan : untuk membantu bayi baru lahir memulai pernafasan.
2. Metode :
Pastikan bayi diletakkan dalam posisi yang benar.
Agar VTP efektif kecepatan memompa (Kecepatan Ventilasi dan tekanan
ventilasi harus sesuai, kecepatan ventilasi sebaiknya 40-60 kail/menit.
Tekanan ventilasi yang dibutuhkan sebagai berikut :
Nafas pertama setelah lahir membutuhkan 30-40 cm H2O.
Setelah nafas pertama membutuhkan 15-20 cm H2O.
Bayi dengan kondisi / penyakit paru-paru yang berakibat turunnya
compliance membutuhkan 20-40 cm H2O.
Tekanan ventilasi hanya dapat diukur apabila digunakan balon yang
mempunyai pengukur tekanan.
Observasi gerak dada bayi
Adanya gerakan dada bayi naik turun merupakan bukti bahwa sungkup
terpasang dengan baik dan paru-paru mengembang. Bayi seperti menarik
nafas dangkal. Apabila dada bergerak maksimum, bayi seperti menarik nafas
14
panjang, menunjukkan paru-paru terlalu mengembang, yang berarti tekanan
diberikan terlalu tinggi. Hal ini dapat menyebabkan pneumotorax.
Observasi gerak perut bayi
Gerak perut tidak dapat dipakai sebagai pedoman ventilasi yang efektif.
Gerak perut mungkin disebabkan masuknya udara kedalam lambung.
Penilaian suara nafas bilateral
Suara nafas didengar dengan menggunakan stetoskop. Adanya suara nafas di
kedua paru-paru merupakan indikasi bahwa bayi mendapat ventilasi yang
benar.
Observasi pengembangan dada bayi
Apabila dada terlalu berkembang, kurangi tekanan dengan mengurangi
meremas balon. Apabila dada kurang berkembang, mungkin disebabkan oleh
salah satu sebab berikut :
Perlekatan sungkup kurang sempurna.
Arus udara terhambat.
Tidak cukup tekanan (Prawirohardjo Sarwono, 2000; 351-254).
2.2.6.4 Pemberian Obat-Obatan Penunjang
Obat-obatan diperlukan apabila frekuensi jantung bayi tetap 80 per menit
walaupun telah dilakukan ventilasi adekuat (dengan oksigen 100%) dan
kompresi dada untuk paling sedikit 30 detik atau frekuensi jantung nol.
Obat-obatan yang diperlukan pada bayi asfiksiaa :
1. Beri adrenalin (larutan 1 : 10.000) dengan dosis 0,1-0,3 ml/kg berat
badan, apabila bayi mengalami bradikardia menetap diberikan sublingual
atau diberikan intravena, sementara NaHCO3 tetap diberikan, disertai
pernafasan buatan.
2. Natrium bicarbonat (NaHCO3) diberikan dengan dosis 2 ml/kg berat
badan (cairan 7,5%) dilarutkan dengan Dextrose 10% dalam