1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang dilakukan secara berkelanjutan. Salah satu faktor penentu utama kualitas sumber daya manusia adalah gizi (Depkes RI, 2002 : 1). Krisis yang melanda perekonomian Indonesia pada pertengahan tahun 1997 telah berpengaruh negatif terhadap kondisi perekonomian secara menyeluruh dan khususnya terhadap kesejahteraan penduduk. Kondisi ini menyebabkan sebagian masyarakat tidak mampu mengakses pangan dan pada akhirnya berpengaruh terhadap keadaan gizi terutama anak balita serta ibu hamil dan ibu menyusui (http://www.tomouto.net). Di negara berkembang, kesakitan dan kematian pada anak balita banyak dipengaruhi oleh keadaan gizi (Supariasa, 2001 : 184). Dengan demikian status gizi balita perlu dipertahankan dalam status gizi baik, dengan cara memberikan makanan bergizi seimbang yang sangat penting untuk pertumbuhan (Paath, 2004 : 108). Menurut data RisKesDas (Riset Kesehatan Dasar) pada tahun 2007 di Indonesia diketahui prevalensi balita dengan gizi buruk 5,4%, gizi kurang 13,00%, gizi baik 77,20% dan gizi lebih 4,30%. Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI Tahun 2005, suatu masyarakat disebut tidak mempunyai masalah kesehatan bila hanya ada 2,0% balita mempunyai status gizi kurang dan 0,5% balita mempunyai status gizi buruk. Sementara itu, di provinsi Jawa Timur tercatat prevalensi balita dengan gizi buruk 4,8%, gizi kurang 12,60%, gizi baik 78,00% dan gizi lebih 4,50%. Menurut data hasil
64
Embed
KTI AAT Sosial Ekonomi Keluarga Dengan Status Gizi Balita
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas
Sumber Daya Manusia (SDM) yang dilakukan secara berkelanjutan. Salah
satu faktor penentu utama kualitas sumber daya manusia adalah gizi
(Depkes RI, 2002 : 1). Krisis yang melanda perekonomian Indonesia pada
pertengahan tahun 1997 telah berpengaruh negatif terhadap kondisi
perekonomian secara menyeluruh dan khususnya terhadap kesejahteraan
penduduk. Kondisi ini menyebabkan sebagian masyarakat tidak mampu
mengakses pangan dan pada akhirnya berpengaruh terhadap keadaan gizi
terutama anak balita serta ibu hamil dan ibu menyusui
(http://www.tomouto.net). Di negara berkembang, kesakitan dan kematian
pada anak balita banyak dipengaruhi oleh keadaan gizi
(Supariasa, 2001 : 184). Dengan demikian status gizi balita perlu
dipertahankan dalam status gizi baik, dengan cara memberikan makanan
bergizi seimbang yang sangat penting untuk pertumbuhan (Paath, 2004 : 108).
Menurut data RisKesDas (Riset Kesehatan Dasar) pada tahun 2007 di
Indonesia diketahui prevalensi balita dengan gizi buruk 5,4%, gizi kurang
13,00%, gizi baik 77,20% dan gizi lebih 4,30%. Berdasarkan data dari
Departemen Kesehatan RI Tahun 2005, suatu masyarakat disebut tidak
mempunyai masalah kesehatan bila hanya ada 2,0% balita mempunyai status
gizi kurang dan 0,5% balita mempunyai status gizi buruk. Sementara itu, di
provinsi Jawa Timur tercatat prevalensi balita dengan gizi buruk 4,8%, gizi
kurang 12,60%, gizi baik 78,00% dan gizi lebih 4,50%. Menurut data hasil
2
2
Pemantauan Status Gizi (PSG) balita berdasarkan BB/U pada tahun 2008 di
Kabupaten Bojonegoro, dari 70.749 balita yang ditimbang didapatkan balita
dengan gizi buruk 1,32%, balita dengan gizi kurang 13,15%, balita dengan
gizi baik 83,63% dan balita gizi lebih 1,90%. Sedangkan di Puskesmas
Ngumpakdalem dari 2.267 balita yang ditimbang didapatkan balita dengan
gizi buruk 2,03%, balita dengan gizi kurang 15,84%, balita dengan gizi baik
80,90% dan balita dengan gizi lebih 1,24%. Berdasarkan register pencatatan
operasional timbang Desa Ngumpakdalem tahun 2008 dari 323 balita yang
ditimbang didapatkan balita dengan gizi buruk 3,72%, balita dengan gizi
kurang 21,05%, balita dengan gizi baik 71,83% dan balita dengan gizi lebih
3,41%.
Berbagai faktor yang mempengaruhi status gizi pada balita antara lain
kurangnya persediaan pangan, kurang baiknya kualitas lingkungan
(Almitsier S, 2001 : 301). Adapun faktor lain yang mempengaruhi adalah
kondisi sosial ekonomi dan budaya keluarga seperti pola asuh keluarga
(Depkes RI, 2002 : 2). Sosial ekonomi dapat diukur melalui variabel-
variabel pendapatan keluarga, tingkat pendidikan dan pekerjaan
(Notoatmodjo, S. 2005 : 68). Masalah gizi pada balita akan berdampak serius
terhadap kualitas generasi mendatang (Depkes RI, 2002 : 2). Pada obesitas
(gizi lebih) pada anak bila terus berlanjut sampai dewasa dapat mengakibatkan
semakin meningkatnya penyakit degeneratif seperti jantung koroner, diabetes
melitus, hipertensi dan penyakit hati (Almitsier S, 2001 : 308). Selain itu gizi
kurang pada balita dapat menyebakan gangguan pertumbuhan fisik dan
perkembangan mental (Depkes RI, 2002 : 2). Gizi buruk akan mempengaruhi
banyak organ dan sistem organ yang akan merusak sistem pertahanan tubuh
terhadap mikroorganisme maupun pertahanan mekanik, dampak selanjutnya
3
3
dapat terjadi gangguan pertumbuhan dan perkembangan mental serta
menurunnya skor IQ (Pudjiadi S, 2001 : 134).
Upaya penanggulangan gizi kurang yang dilakukan adalah peningkatan
usaha pemberdayaan keluarga untuk ketahanan pangan tingkat rumah tangga,
peningkatan upaya pelayanan gizi terpadu dan sistem rujukan dimulai dari
tingkat Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) hingga puskesmas dan rumah
sakit, peningkatan komunikasi informasi dan edukasi di bidang pangan dan
gizi masyarakat dan intervensi langsung kepada sasaran melalui Pemberian
Makanan Tambahan (PMT), distribusi vitamin A dosis tinggi, tablet dan sirup
besi serta kapsul minyak beriodium (Almatsier S, 2001 : 307).
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang “Hubungan Sosial Ekonomi Keluarga dengan Status Gizi
Balita di Desa Ngumpakdalem Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro
tahun 2009”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut : “Apakah ada hubungan antara sosial ekonomi
keluarga dengan status gizi balita di Desa Ngumpakdalem Kecamatan Dander
Kabupaten Bojonegoro ?”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui hubungan sosial ekonomi keluarga dengan status gizi
balita di Desa Ngumpakdalem Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro.
4
4
2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi sosial ekonomi keluarga meliputi pendapatan
keluarga, pendidikan ibu dan pekerjaan ibu di Desa Ngumpakdalem
Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro.
b. Mengidentifikasi status gizi balita di Desa Ngumpakdalem Kecamatan
Dander Kabupaten Bojonegoro.
c. Menganalisa hubungan sosial ekonomi keluarga (pendapatan keluarga,
pendidikan ibu dan pekerjaan ibu) dengan status gizi balita di Desa
Ngumpakdalem Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Responden
Dapat meningkatkan pengetahuan responden tentang gizi seimbang pada
balita sehingga bisa mengubah kebiasaan-kebiasaan yang salah terhadap
pemberian makanan pada balita dan akhirnya dapat mengurangi kejadian
kurang gizi.
2. Bagi Peneliti
Dapat dijadikan sebagai pengalaman baru dalam melakukan penelitian
serta dapat mengaplikasikan teori yang diperoleh dari kampus dengan
yang ada di masyarakat.
3. Bagi Tenaga Kesehatan
Dapat memberikan informasi tentang permasalahan gizi pada balita dan
faktor-faktor yang mempengaruhinya sehingga dapat dilakukan upaya
perbaikan gizi.
4. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat dipergunakan untuk menambahkan sumber kepustakaan sebagai
bahan bacaan dan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk
penelitian selanjutnya.
5
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini akan dibahas mengenai konsep keluarga, konsep balita, konsep
sosial ekonomi, konsep status gizi, kerangka konseptual dan hipotesa.
A. Konsep Keluarga
1. Pengertian
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala
keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu
tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan
(Depkes RI, 1988).
Menurut Salvicion G Bailon dan Aracelis Maglaya (1989) keluarga
adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan
darah, hubungan pekawinan atau pengikatan dan mereka hidup dalam
suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam perannya
masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan.
Dari kedua definisi diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa
keluarga adalah :
a. Unit terkecil masyarakat
b. Terdiri atas dua orang atau lebih
c. Adanya ikatan perkawinan dan pertalian darah
d. Hidup dalam satu rumah tangga
e. Di bawah asuhan seorang kepala rumah tangga
6
6
f. Berinteraksi diantara sesama anggota keluarga.
g. Setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing.
h. Menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan.
(Effendy Nasrul, 1998 : 32).
2. Tipe atau bentuk keluarga
a. Keluarga inti (nuclear family) adalah keluarga yang terdiri dari ayah,
ibu dan anak-anak.
b. Keluarga besar (Extended family) adalah keluarga inti ditambah
dengan sanak saudara, misalnya nenek, kakek, keponakan, saudara
sepupu, paman, bibi dan sebagainya.
c. Keluarga berantai (Serial family) adalah keluarga yang terdiri dari
wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu
keluarga inti.
d. Keluarga duda dan janda (single family) adalah keluarga yang terjadi
karena perceraian atau kematian.
e. Keluarga berkomposisi (Composite family) adalah keluarga yang
perkawinannya berpoligami dan hidup secara bersama.
f. Keluarga kabitas (Cahabitation) adalah dua orang menjadi satu tanpa
pernikahan tetapi membentuk suatu keluarga.
Keluarga Indonesia umumnya menganut tipe keluarga besar
(Extended family) (Effendy Nasrul, 1998 : 34).
3. Peranan keluarga
Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku
interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam
posisi dan situasi tertentu. Peranan individu dalam keluarga didasari oleh
7
7
harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat.
Berbagai peranan yang terdapat di dalam keluarga adalah sebagai berikut :
a. Peranan ayah.
Ayah sebagai suami dari istri, berperan sebagai pencari nafkah,
pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga,
sebagai anggota dari kelompok sosialnya, serta sebagai anggota
masyarakat dari lingkungannya.
b. Peranan ibu.
Ibu sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai
peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan
pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok
dari peranan sosialnya, serta menjadi anggota masyarakat dari
lingkungannya, disamping itu juga dapat berperan sebagai pencari
nafkah tambahan dalam keluarganya.
c. Peranan anak.
Anak-anak melaksanakan peranan psiko-sosial sesuai dengan
tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan spiritual.
(Effendy Nasrul, 1998 : 34).
4. Fungsi keluarga
Dalam suatu keluarga ada beberapa fungsi yang dapat dijalankan
sebagai berikut :
a. Fungsi biologis.
1) Untuk meneruskan keturunan.
2) Memelihara dan membesarkan anak.
3) Memenuhi kebutuhan gizi keluarga.
8
8
b. Fungsi psikologis.
1) Memberikan kasih sayang dan rasa aman bagi keluarga.
2) Memberikan perhatian diantara keluarga.
3) Memberikan kedewasaan kepribadian anggota keluarga.
4) Memberikan identitas keluarga.
c. Fungsi sosialisasi
1) Membina sosialisasi pada anak.
2) Membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat
perkembangan masing-masing.
3) Meneruskan nilai-nilai keluarga.
d. Fungsi ekonomi.
1) Mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan
keluarga.
2) Menabung untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga dimasa
yang akan datang.
e. Fungsi pendidikan.
1) Menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan,
keterampilan dan membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat
dan minat yang dimilikinya.
2) Mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang
dalam memenuhi peranannya sebagai orang dewasa.
3) Mendidik anak sesuai dengan tingkat perkembangannya.
(Mubarak Wahit Iqbal, 2006 : 264)
9
9
B. Konsep Balita
Bawah lima tahun atau sering disingkat balita merupakan salah satu
periode usia manusia setelah bayi sebelum anak awal. Balita dibedakan :
1. Bayi (0-12 bulan).
2. Anak balita (13-36 bulan).
3. Anak balita (37-60 bulan).
(Wijono Djoko, 2006 : 65).
C. Konsep Sosial Ekonomi
1. Pengertian
Sosial adalah segala sesuatu yang mengenai masyarakat
(Pius dan Dahlan, 2001 : 718).
Ekonomi adalah segala usaha manusia dalam memenuhi
kebutuhannya guna mencapai kemakmuran hidupnya, pengaturan rumah
tangga (Pius dan Dahlan, 2001 : 131).
Sosial ekonomi adalah suatu konsep, dan untuk mengukur sosial
ekonomi keluarga harus melalui variabel-variabel pendapatan keluarga,
tingkat pendidikan dan pekerjaan (Notoatmodjo, 2005 : 68).
Keadaan sosial ekonomi yang rendah pada umumnya berkaitan erat
dengan berbagai masalah kesehatan yang dihadapi, hal ini disebabkan
karena ketidakmampuan dan ketidaktahuan dalam mengatasi berbagai
masalah tersebut (Effendy Nasrul, 1998 : 39).
2. Variabel yang diukur dalam sosial ekonomi keluarga
a. Pendapatan keluarga
Kemiskinan sebagai salah satu determinan sosial ekonomi
merupakan penyebab gizi kurang yang pada umumnya menduduki
10
10
posisi pertama (Suhardjo, 2008 : 8). Menurut Emil Salim
(Hartomo, 2004 : 314) bahwa kemiskinan adalah merupakan suatu
keadaan yang dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk
memenuhi kebutuhan hidup yang paling pokok seperti pangan,
pakaian, tempat berteduh dan lain-lain. Salah satu akibat dari
kurangnya kesempatan kerja adalah rendahnya pendapatan masyarakat.
Kurangnya kesempatan kerja yang tersedia tidak lepas dari struktur
perekonomian Indonesia yang sebagian besar masih tergantung pada
sektor pertanian termasuk masyarakat pedesaan yang sebagian besar
hidup dari hasil pertaniaan (agraris) dan pekerjaan-pekerjaan yang
bukan agraris hanya bersifat sambilan sebagai pengisi waktu luang
(Ahmadi Abu, 1997 : 259). Tolok ukur yang umumnya digunakan
untuk penggolongan seseorang atau masyarakat dikatakan miskin
adalah tingkat pendapatan (Ahmadi Abu, 1997 : 327).
Pendapatan merupakan nilai maksimal yang dapat dikonsumsi
oleh seseorang dalam satu periode dengan mengharapkan keadaan
yang sama pada akhir periode seperti semula (Rustam, 2002).
Terdapat hubungan antara pendapatan dan keadaan status gizi.
Hal itu karena tingkat pendapatan merupakan faktor yang
menetukan kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi
(FKM UI, 2007 : 176). Kemampuan keluarga untuk membeli bahan
makanan antara lain tergantung pada besar kecilnya pendapatan
keluarga. Keluarga dengan pendapatan terbatas kemungkinan besar
akan kurang dapat memenuhi kebutuhan makanannya terutama untuk
memenuhi kebutuhan zat gizi dalam tubuhnya (FKM UI, 2007 : 175).
11
11
Tingkat pendapatan dapat menentukan pola makan. Orang dengan
tingkat ekonomi rendah biasanya akan membelanjakan sebagian besar
pendapatan untuk makanan, sedangkan orang dengan tingkat ekonomi
tinggi akan berkurang belanja untuk makanan (FKM UI, 2007 : 176).
Hal ini akan berdampak terhadap status gizi balita yang pada
umumnya akan menurun (Depkes RI, 2000 : 3).
Berdasarkan survey pendapatan dan pengeluaran rumah tangga
tahun 2008 oleh Badan Pusat Statistik Kabupaten Bojonegoro,
pendapatan keluarga di Kabupaten Bojonegoro dibedakan menjadi 3
golongan :
1) Pendapatan rendah : dibawah Rp 625.000 per bulan
2) Pendapatan sedang : Rp 625.000- Rp 1.105.000 per bulan
3) Pendapatan tinggi : diatas Rp 1.105.000 per bulan
b. Pendidikan ibu
Salah satu faktor yang menyebabkan timbulnya kemiskinan
adalah pendidikan yang terlampau rendah. Dengan adanya tingkat
pendidikan yang rendah menyebabkan seseorang kurang mempunyai
keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupannya
(Ahmadi Abu, 1997 : 344). Tingkat pendidikan khususnya tingkat
pendidikan ibu mempengaruhi derajat kesehatan karena unsur
pendidikan ibu dapat berpengaruh pada kualitas pengasuhan anak.
Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap dan
perilaku hidup sehat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan
memudahkan seseorang untuk menyerap informasi dan
mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari
(Depkes RI, 2004 : 27).
12
12
Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara (UU RI No. 20 tahun 2003).
Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non formal dan
informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Tingkat
pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah
dan pendidikan tinggi. Pendidikan dasar merupakan tingkat pendidikan
yang melandasi tingkat pendidikan menengah. Adapun tingkat
pendidikan dasar adalah Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah
Pertama (SMP) atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan menengah
merupakan lanjutan pendidikan dasar. Adapun bentuk pendidikan
menengah adalah Sekolah Menengah Atas (SMA) atau bentuk lain
yang sederajat. Pendidikan tinggi merupakan tingkat pendidikan
setelah pendidikan menengah yang mencakup program diploma,
sarjana, magister, spesialis dan doktor yang diselenggarakan oleh
perguruan tinggi (UU RI No. 20 tahun 2003).
Tingkat pendidikan berhubungan dengan status gizi karena
dengan meningkatnya pendidikan kemungkinan akan meningkatkan
pendapatan sehingga dapat meningkatkan daya beli makanan
(FKM UI, 2007 : 276).
Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi, misalnya
hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan
kualitas hidup.
13
13
Menurut Y.B Mantra yang dikutip oleh Notoatmodjo (1985)
pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku
seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk
sikap berperan serta dalam pembangunan kesehatan
(Nursalam dan S Pariani, 2001 : 33). Makin tinggi tingkat pendidikan
seseorang, makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak
pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang
akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai
yang baru diperkenalkan (Kuncoroningrat, 1997).
c. Pekerjaan ibu
Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak
merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang dan
banyak tantangan (Nursalam & S. Pariani, 2001 : 133).
Bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu.
Bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan
keluarga (Nursalam & S. Pariani, 2001 : 133).
Batasan ibu yang bekerja adalah ibu-ibu yang melakukan
aktivitas ekonomi mencari penghasilan baik di sektor formal maupun
informal yang dilakukan secara reguler di luar rumah. Tentunya
aktivitas ibu yang bekerja akan berpengaruh terhadap waktu yang
dimiliki ibu untuk memberikan pelayanan/kasih sayang terhadap
anaknya (http://syehaceh.wordpress.com). Anak yang mendapatkan
perhatian lebih, baik secara fisik maupun emosional, selalu mendapat
senyuman, mendapat makanan yang seimbang maka keadaan gizinya
lebih baik dibandingkan dengan teman sebayanya yang kurang
mendapat perhatian orang tua (Depkes RI, 2002 : 11). Anak yang
14
14
diasuh oleh nenek atau tetangga bukan kerabat kemungkinan juga
menjadi penyebab masalah gizi (http://www.kompas.com). Selain itu
para ibu yang mencari nafkah tambahan pada waktu-waktu tertentu
misalnya pada musim panen mereka pergi memotong padi para
pemilik sawah yang letak sawahnya jauh dari tempat tinggal para ibu
tersebut. Anak-anaknya terpaksa ditinggalkan di rumah sehingga
kurang mendapat perhatian sebagaimana mestinya. Para ibu yang
menerima pekerjaan tetap sehingga harus meninggalkan anaknya
dari pagi sampai sore. Dengan demikian pemberian ASI atau
makanan tambahan tidak dilakukan sebagaimana mestinya
(Pudjiadi S, 2001 : 105).
Pekerjaan diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :
1) Bekerja : PNS/ABRI, swasta, buruh/pegawai tidak tetap.
2) Tidak bekerja/ibu rumah tangga
(Nursalam & S. Pariani, 2001 : 138)
D. Konsep Status Gizi
1. Pengertian status gizi
Status gizi adalah merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara
makanan yang masuk kedalam tubuh (nutrient input) dengan kebutuhan
tubuh (nutrient out put) akan gizi tersebut (Supariasa IDN, 2001 : 88).
2. Klasifikasi status gizi
Dalam menentukan status gizi harus ada ukuran baku yang sering
disebut reference. Baku antropometri yang sekarang digunakan di
15
15
Indonesia adalah WHO-NCHS (World Health Organization-Nation Center
for Health Statistics) dengan melihat nilai Z-SCORE, sebagai berikut :
TABEL 1
KLASIFIKASI GIZI ANAK BAWAH LIMA TAHUN (BALITA)
INDEKS STATUS GIZI AMBANG BATAS *)
Gizi lebih > + 2 SD
Gizi baik ≥ -2 SD sampai + 2 SD
Gizi kurang < 2 SD sampai ≥– 3 SD
Berat Badan
menurut
Umur (BB/U)Gizi buruk < - 3 SD
*) SD : Standar Deviasi
(Dinkes Jatim, 2005 : 1)
a. Status gizi lebih
Status gizi lebih berkaitan dengan konsumsi makanan yang
melebihi dari yang dibutuhkan terutama konsumsi lemak yang tinggi
dan makanan dari gula murni (Djaeini Ahcmad, 2000 : 27).
b. Status gizi baik
Status gizi baik adalah kesesuaian antara jumlah asupan dengan
kebutuhan gizi seorang anak (Santoso Soegeng, 2004 : 3).
c. Status gizi kurang
Status gizi kurang pada dasarnya merupakan gangguan kesehatan
yang disebabkan oleh kekurangan asupan energi dan protein dalam
waktu tertentu (DepKes RI, 2002 : 2).
d. Status gizi buruk
Bila kondisi gizi kurang berlangsung lama maka akan berakibat
semakin berat kekurangannya, dalam keadaan ini dapat menjadi gizi
buruk (DepKes RI, 2000 : 6).
16
16
3. Metode penilaian status gizi
Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan pengukuran langsung
maupun tidak langsung :
a. Penilaian status gizi secara langsung
Penilaian gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian
yaitu :
1) Klinis
Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang
terjadi dihubungkan dengan ketidakcukupan gizi.
2) Biokimia
Metode ini menggunakan pemeriksaan spesimen yang diuji
secara laboratoris.
3) Biofisik
Metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan
fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari
jaringan (Supariasa IDN, 2001 : 88).
4) Antropometri
Pengukuran antropometri adalah pengukuran terhadap
dimensi tubuh dan komposisi tubuh (FKM UI, 2007 : 264).
Antropometri sebagai indikator status gizi dapat digunakan
dalam memberikan indikasi tentang kondisi sosial ekonomi
penduduk (Wijono Djoko, 2000 : 68). Antropometri sebagai
indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa
parameter (Supariasa IDN, 2001 : 38). Kombinasi antara beberapa
parameter disebut indeks antropometri (Supariasa IDN, 2001 : 56).
17
17
Indeks antropometri yang digunakan adalah berat badan menurut
umur (BB/U).
a) Berat badan
Pada masa bayi-balita, berat badan dapat dipergunakan
untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi.
Penentuan berat badan dilakukan dengan cara menimbang.
Alat ukur yang digunakan di lapangan sebaiknya memenuhi
beberapa persyaratan : mudah digunakan dan dibawa dari satu
tempat ketempat lain, mudah diperoleh dan relatif murah