Top Banner
KARYA SASTRA ANGKATAN 20 (BALAI PUSTAKA) Di susun oleh : Adnaningdya Laksitasari Ajeng Septi Nuraeni Annisa Aulia Harmin Alfredo Miracle Ruthin Ba gas Bhanu Aribawa Cristian Rheizo Gorga XII IPA C BAHASA INDONESIA
18

Krakteristik balai pustaka

Feb 23, 2017

Download

Education

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Krakteristik balai pustaka

KARYA SASTRA ANGKATAN 20

(BALAI PUSTAKA)Disusun oleh :

Adnaningdya Laksitasari

Ajeng Septi Nuraeni

Annisa Aulia Harmin

Alfredo Miracle Ruthin

Bagas Bhanu Aribawa

Cristian Rheizo Gorga

XII IPA C

BAHASA INDONESIA

Page 2: Krakteristik balai pustaka

Sejarah Singkat Balai Pustaka

Pada akhir abad ke-19 masyarakat Indonesia sangat gemar membaca. Maka pemerintah Belanda mendirikan Komisi Bacaan Rakyat di setiap sekolah. Semakin lama komisi itu semakin luas dan semakin banyak kegiatannya. Maka komisi itu dirubah menjadi penerbit bernama Balai Pustaka.

Tujuan didirikannya Balai Pustaka ialah

1. Untuk mengembangkan bahasa – bahasa daerah. 2. Untuk menerjemahkan hasil sastra Eropa hal ini bertujuan agar rakyat Indonesia buta terhadap informasi yang berkembang di negaranya sendiri. 3. Untuk mengontrol bacaan-bacaan liar yang diterbitkan oleh berbagai penerbit lain, yang dirasa menyinggung pihak Belanda.

Page 3: Krakteristik balai pustaka

Ciri-ciri Sastra Balai Pustaka1. Menggambarkan pertentangan paham antara kaum muda dan kaum tua.2. Menggambarkan persoalan adat dan kawin paksa termasuk permaduan.3. Adanya kebangsaan yang belum maju masih bersifat kedaerahan.4. Gaya bahasanya masih menggunakan perumpamaan yang klise, pepatah, peribahasa, tapi menggunakan bahasa percakapan sehari-hari .5. Soal kebangsaan belum mengemuka, masih bersifat kedaerahan6.. Corak lukisannya adalah romantis sentimentil. Angkatan 20 melukiskan segala sesuatu yang diperjuangkan secara berlebih-lebihan.7. Puisinya masih banyak berbentuk syair dan pantun.8. Puisi bersifat dikdaktis. 9. Gaya penceritaan terpengaruh oleh sastra Melayu yang mendayu-dayu. Karna pada saat itu sastra lebih banyak yang berasal dari Sumatra.

Balai Pustaka

Page 4: Krakteristik balai pustaka

Penulis dan Karya Sastra Angkatan Balai Pustaka:

Merari Siregar• Azab dan sengsara (1920)• Binasa Kerna Gadis Priangan (1931)• Cinta dan Hawa Nafsu• Sijamin dan SIjohan

Marah Roesli• Siti Nurbaya (1922) • La Hami (1924)• Anak dan Kemenakan (1956)

Muhammad Yamin• Tanah Air (1922)• Indonesia, Tumpah Darahku (1928)• Kalau Dewi Tara Sudah BerkataKen Arok dan Ken

Dedes (1934)

Page 5: Krakteristik balai pustaka

Nur Sutan Iskandar• Apa Dayaku karena Aku Seorang Perempuan

(1923)• Cinta yang Membawa Maut (1926)• Salah Pilih (1928)• Karena Mentua (1932)• Katak Hendak Jadi Lembu• Neraka Dunia• Hulubalang Raja• Djangir Bali• Pengalaman Masa Ketjil• Tinta dan Kwadjiban• Dewi Rimba• Abu Nawas• Si burung

Tulis Sutan Sati• Tak disangka (1923)• Sengsara Membawa Nikmat (1928)• Tak membalas Guna (1932)• Si umbut muda • Memutuskan Pertalian (1932)• Sabai Nan aluih

Page 6: Krakteristik balai pustaka

Djamaluddin Adinegoro• Darah Muda (1927)• Asmara Jaya (1928)

Abas Soetan Pamoentjak• Pertemuan (1927)

Abdul Moeis• Salah Asuhan (1927)• Pertemuan Djodoh (1933)

Page 7: Krakteristik balai pustaka

MENGANALISISNOVELAZAB DAN SENGSARA

Page 8: Krakteristik balai pustaka

PERSOALAN KAWIN PAKSA

• Meski kecewa, Aminu'ddin tidak dapat menolak keinginan ayahnya. Ia mematuhi ayahnya bukan karena tidak setia pada Mariamin. Jika ia menolak menikahi gadis itu, keluarganya akan mendapat malu. Dengan keterpaksaan, Aminu'ddin menikah dengan gadis pilihan ayahnya.

• tidak lama selepas pernikahan Aminu'ddin, Mariamin menikah dengan Kasibuan, lelaki pilihan ibunya. Mariamin tidak dapat menolak permintaan ibunya untuk menikah, dengan lelaki yang bekerja sebagai kerani di Medan itu

Page 9: Krakteristik balai pustaka

ROMANTIS SENTRIPENTAL

• Hubungan cinta antara Mariamin dan Aminu’ddin semakin bersemi ketika suatu hari Mariamin tergelincir dari sebuah jemabatan bambu. Dengan sigap, Aminu’ddin terjun ke sungai untuk menyelamatkan jiwa Mariamin

• Mariamin sering berkirim dan berbalas surat dengan Aminu’ddin. Ia selalu menolak lamaran pemuda yang datang untuk meminangnya, karena kesetiaannya pada Aminu’ddin seorang.

Page 10: Krakteristik balai pustaka

ADAT• Azab dan Sengsara mengetengahkan kisah cinta antara Aminu'ddin dan Mariamin. Novel ini

dibuka dengan tradisi martandang, yaitu kunjungan pemuda ke rumah pemudi baik sebagai teman biasa, maupun telah menjadi kekasih. Hal ini termasuk adat pergaulan muda-mudi yang berlaku di Batak Angkola. Aminu'ddin menemui Mariamin di rumahnya untuk berpamitan. Ia akan bekerja di Medan demi mewujudkan cita-citanya menikahi kekasihnya, Mariamin.

• Apabila seorang laki-laki hendak menikahi seorang wanita, maka orang tuanya harus menjemput si gadis kemudian dibawa ke rumahnya. ( hal : 111 )

• Belum pernah terjadi dalam adat mereka, seorang gadis yang telah dijemput dikembalikan kepada keluarganya.

• Persoalan nikah paksa seperti yang dialami oleh Aminu'ddin dan Mariamin telah menjadi tradisi dalam masyarakat Sipirok ketika itu. Nuria, ibunda Mariamin juga secara paksa dinikahkan dengan Sutan Baringin, orang yang sama sekali tidak dicintainya. Jadi, pernikahan semacam ini telah berlangsung secara turun-temurun sejak kakek-nenek mereka.

• Bagi orang Tapanuli, sebelum mereka menikahkan anaknya, terlebih dahulu mereka pergi ke dukun untuk menanyakan untung dan rugi daripada perkawinan anak mereka kelak. ( hal : 133 )

Page 11: Krakteristik balai pustaka

SELISIH PAHAM

• Benar perbuatan kami ini tiada sebagai permintaan Ananda, tetapi janganlah anakku lupakan, kesenangan dan keselamatan anak itulah yang dipikirkan oleh kami orang tuamu. Oleh sebab itu haruslah anak itu menurut kehendak orang tuanya kalau ia hendak selamat di dunia. Itu pun harapan bapak dan ibumu serta sekalian kaum-kaum kita anakku akan menurut permintaan kami, yakni ananda terimalah menantu Ayahanda yang kubawa ini!" (hlm. 136)

Page 12: Krakteristik balai pustaka

Gaya bahasanya masih menggunakan perumpamaan yang klise, pepatah, peribahasa, tapi menggunakan bahasa percakapan sehari-hari , dan juga

menggunakan bahasa melayu.

• Kalau kita dalam kekayaan, banyaklah kaum dan sahabat. Bila kita jatuh miskin, seorang pun tak ada lagi yang rapat, sedang kaum yang karib itu menjauhkan dirinya.( hal : 117 ) peribahasa

• “Adinda pun tahu juga, anak kita itu Kakanda cintai, sebagaimana Adinda mencintai dia’.

• “adinda amat setuju dan memuji perbuatan anak kita itu. Sungguhpun ia muda, tetapi telah tua pikirannya, ia telah punya perasaan kepada mereka yang dalam kemiskinan itu”

• Ya, ya, jangan susah hati, pulanglah, bawalah uang ini akan belanjamu

• “Apalah gunanya kita berselisih karena harta peninggalan nenek kita. Bukankah kebaikan dari orang bersaudara itu lebih berharga dari pada emas dan perak? Itupun harapan Adindaini akan kemurahan Kakanda, eloklah kita berdamai supaya semangat mendiang nenek kita jangan gusar atas perbuatan kita itu”.

• Sutan Barigin orang yang telah rusak binasa budinya dari kecilnya, tiada mempunyai hati yang baik, sedikit pun tidak. Loba dan tamak, dengki dan khianat, itu sajalah yang memenuhi pikiranya. Herankah lagi kita, kalau segala jerih payah bapak Aminudin itu sia-sia belaka? Sutan Barigin tinggal bersitegang urat leher saja, perkataan siapa pun tiada diindahkanya, lain daripada asutan pokrol bamboo yang cerdik itu “ (Azab dan Sengsara : 94).

Page 13: Krakteristik balai pustaka

PUISISajak

Di mana harga karangan sajak,Bukan dalam maksud isinya;

Dalam bentuk, kata nan rancak,Dicari timbang dengan pilihannya.

Tanya pertama keluar di hati,Setelah sajak di baca tamat,

Sehingga mana tersebut sakti,Mengikat diri didalam hikmat.

Dengan jelas dapat kita lihat, bahwa puisi di atas memiliki corak yang sama dengan Pantun yaitu memiliki sajak a-b,a-b,

Page 14: Krakteristik balai pustaka

PUISI

Dilihat bentuknya seperti pantun, tetapi dilihat hubungan barisnya berupa syair. Ia meniadakan tradisi sampiran dalam pantun sehingga sajak itu disebut pantun modern.

BUKAN BETA BIJAK BERPERI

Bukan beta bijak berperi,pandai menggubah madahan syair,

Bukan beta budak Negeri,musti menurut undangan mair,

Sarat-saraf saya mungkiri,Untai rangkaian seloka lama,

beta buang beta singkiri,Sebab laguku menurut sukma.

Page 15: Krakteristik balai pustaka
Page 16: Krakteristik balai pustaka

• BUKAN BETA BIJAK BERPERI

• Bukan beta bijak berperi,• pandai menggubah madahan syair,• Bukan beta budak Negeri,• musti menurut undangan mair,• Sarat-saraf saya mungkiri,• Untai rangkaian seloka lama,• beta buang beta singkiri,• Sebab laguku menurut sukma.

• Dilihat bentuknya seperti pantun, tetapi dilihat hubungan barisnya berupa syair. Ia meniadakan tradisi sampiran dalam pantun sehingga sajak itu disebut pantun modern.

:Di atas batasan bukit barisanMemandang beta ke bawah memandang,Tampaklah hutan rimba dan ngarai,Lagipula sawah, telaga nan permai,Serta gerangan lihatlah pula,Langit yang hijau bertukar warnaOleh pucuk daun kelapa

Dari segi isi, puisi ini merupakan ucapan perasaan pribadi seorang manusia yang rindu pada keagungan yang Maha Kuasa. Dari segi bentuk, jumlah barisnya tidak lagi empat baris, seperti syair dan pantun dan persajakannya (rima) tidak sama.

Page 17: Krakteristik balai pustaka

• Masygul (murung, susah), ruyup (mengantuk, hari yang beranjak malam), bengkalai (terlantar), ranggah (memetik buah dengan tongkat/sampai habis), Tuhan sarwa sekalian alam (Tuhan seru sekalian alam), lamun (namun), fiil (perbuatan), khizit, pokrol bambu (pembela perkara dalam pengadilan yang tidak menempuh pendidikan tinggi), garipir, kudung (terpotong pada ujungnya, kerudung), tiris (bocor), berabung, malap (cahaya yang tidak terang), pimping, salaian (para-para di atas dapur, alat untuk menyalakan tungku), juadah (penganan dari ketan), air kahwa (kopi), kerani (pegawai rendah), gamit (menyentuh dengan ujung jari), cambung (mangkuk cekung), setelempap (ukuran selebar telapak tangan), sebulu, bumiputra (pribumi), jaiz (boleh), bidai (jalinan bidai/bambu), dan bang (adzan)

Page 18: Krakteristik balai pustaka

• "Pada waktu dahulu sudah tentu saya mendapat pemeliharaan yang senang, kalau saya sakit," kata perempuan itu dalam hatinya. "Akan tetapi sekarang, aduh, siapakah yang kuharapkan lagi? Seorang pun tak ada yang melihat saya, demikianlah rupanya manusia itu di dunia ini. Kalau kita dalam kekayaan, banyaklah kaum dan sahabat; bila kita jatuh miskin, seorang pun tak ada lagi yang rapat, sedang kaum yang karib itu menjauhkan dirinya. Akan tetapi Allah pengiba, anakku sudah besar dan cakap memelihara saya pada waktu sakit. Cinta orang tua yang kusimpan baginya, dibalasnya dengan kasih sayang anak kepada orang tuanya. Demikianlah cinta Riam kepada saya. Kalau ia pergi ke ladang atau ke sawah, selamanya ia mencari pembawaan akan menyenangkan hatiku, meskipun yang dibawanya itu tiada seberapa harganya; seperti tadi cuma kol dan sayur-sayuran yang dibawa untuk saya, karena telah lama tak ada nafsuku makan. Sayur yang direbus anakku itu, tentu lebih sedap nanti kumakan, lebih sedap dari sup daging atau ayam waktu hari kesukaanku, sungguhpun tak enak dirasa lidahku nanti, akan tetapi lezat juga pada perasaan hatiku. Mariamin, Mariamin, doakanlah kepada Allah, biar saya lekas sembuh dan lama hidup, supaya saya dapat menyenangkan hidupmu dengan adikmu. Kalau tiada supaya saya dapat menyenangkan hidupmu dengan adikmu. Kalau tiada demikian, siapakah yang akan mencarikan nafkah untukmu berdua? Kalau induk ayam itu mati, siapakah lagi yang mengaiskan makanan untuk anaknya yang kecil-kecil itu? Bila hari hujan, sayap siapakah lagi tempat mereka berlindung, supaya jangan mati kedinginan?"