KORUPSI MASIH SUBUR HUTAN SUMATERA SEMAKIN HANCUR OLEH: KOALISI MASYARAKAT SIPIL SUMATERA LBH Pekanbaru Yayasan Mitra Insani HaKI FWI ICW Yayasan Auriga PWYP Indonesia Yayasan HAkA MaTA YCMM Perkumpulan Qbar LBH Padang Jikalahari Fitra Riau Walhi Aceh Walhi Sumut Walhi Sumbar Walhi Riau Walhi Sumsel Walhi Bengkulu Walhi Babel TuK Indonesia Eknas Walhi
17
Embed
KORUPSI MASIH SUBUR - indo-acf.orgindo-acf.org/documents/preview/1480482523_PPT_Korupsi_Kehutanan... · Salah satu strategi pencegahan melalui pengalihan ... 10 Tahun 2016 bagi Pencegahan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Koalisi Masyarakat Sipil Sumatera menilai implementasi GN-PSDA berguna untuk kampanye pendidikan budaya anti-korupsi, melakukan pengumpulan data dan penertiban administratif serta perbaikan sistem dan mekanisme kebijakan.
Dalam periode 2009-2013, tutupan hutan di Sumatera mengalami deforestasi seluas 1,5 juta hektar dengan tingkat deforestasi sebesar 382 ribu hektar per tahunnya. Provinsi Riau adalah provinsi yang mengalami deforestasi terluas sebesar 687 ribu hektar, disusul Jambi seluas 225 ribu hektar dan Sumatera Selatan seluas 164 ribu hektar. Berbeda dengan kajian LHK, FWI menemukan sampai tahun 2013, hutan alam di Sumatera tersisa sekitar 11,3 juta hektar atau sekitar 24 persen dari luas daratan pulau Sumatera termasuk di pulau-pulau kecil (FWI, 2013).
Hutan Alam Sumatera
DEFORESTASI
1,5 juta ha
AKIBAT PRAKTIK KORUPSI dengan menyalahgunakan kewenangan dalam proses perizinan maupun alih fungsi lahan
Sawit dan Ilusi Kesejahteraan Masyarakat Luas lahan perkebunan sawit yang dikelola masyarakat tidak berkorelasi positif dengan peningkatan kesejahteraan rakyat
Terbukti, tingkat kemiskinan di Sumatera tahun 2015 dan 2016 mengalami peningkatan dibanding 2014. Di tahun 2016 saja, penduduk miskin di Sumatera berjumlah 6.273.730 jiwa atau 11,22 persen dari keseluruhan penduduk (BPS, 2016)
Penduduk miskin di Sumatera berjumlah 6.273.730 jiwa
atau 11,22 persen dari keseluruhan
penduduk
Kerusakan hutan dan lahan di Sumatera diperparah oleh Izin Usaha Pertambangan
(IUP) yang berada di kawasan hutan. Berdasarkan data KPK dari hasil Koordinasi
dan Supervisi Kementerian/lembaga KPK, per Oktober 2016 mencatat, dari 34,7 juta hektar
luas IUP yang dikeluarkan secara nasional, 22,9 juta berada di dalam kawasan hutan,
dimana 5 juta hektar diantaranya berada di kawasan hutan lindung dan hutan konservasi
yang seharusnya bebas dari aktivitas pertambangan
22,9 juta ha IUP dalam kawasan hutan
5 juta ha IUP dalam HL dan HK
Ijin Pertambangan di Kawasan Hutan
Di Sumatera Barat Tahun 2016, terdapat 278 IUP.
Sebanyak 153 IUP belum berstatus Clear and Clean (CnC
Di BENGKULU 5.960,3 hektar wilayah pertambangan masuk hutan konservasi
IRONINYA
Penerbitan izin nyatanya tidak
berperan signifikan dalam
penerimaan pendapatan
negara
Sumatera Utara pada tahun 2015 menyebutkan, dari 38 pemegang IUP mineral logam & batubara hanya 12
perusahaan yang membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak
(PNBP)
Sementara di Sumatera Barat, sejak tahun 2010 – 2013 diperkirakan
potensi kerugian penerimaan negara dari land rent mencapai Rp. 4,6 miliar
Konflik Tenurial dan Bencana Alam Ketidakjelasan penetapan kawasan hutan juga berpotensi menimbulkan konflik tenurial baik
antara masyarakat versus pemerintah, masyarakat versus perusahaan atau
pemerintah versus perusahaan
Berdasarkan data WALHI Sumsel tahun 2013, sekitar 35 konflik agraria terjadi antara masyarakat dengan perkebunan,
tambang dan kawasan hutan. Selama
2012 -2013, sekitar 70 orang yang terdiri dari petani, aktivis dan
masyarakat lokal dikriminalisasi karena mempertahankan lahan dan
lingkungan hidupnya
35 Kasus konflik agraria
Deforestasi hutan di Sumatera juga berdampak terhadap peningkatan kejadian bencana seperti banjir, longsor serta kebakaran hutan dan lahan (karhutla). 24 orang meninggal dunia, Lebih dari 600 ribu jiwa menderita ISPA, 2,61 juta hektar hutan dan lahan terbakar, lebih dari 60 juta jiwa terpapar asap, Serta kerugian ekonomi Rp 221 triliun. Ini diluar sektor kesehatan dan pendidikan.
RIAU Sebanyak 97.239 orang menderita
penyakit pernapasan dan iritasi, serta 6 korban meninggal yang dipicu oleh
asap.
Aceh Periode 2011 – 2015
168 kasus bencana banjir Tahun 2016
Lebih 30 kasus bencana banjir.
berdampak terhadap hilang/rusak infrastruktur pelayanan publik, ekonomi
warga, dan korban jiwa
Penilaian Kinerja Pencegahan Korupsi Strategi pencegahan oleh pemerintah daerah menjadi salah satu hal yang utama dalam GN-PSDA, Instruksi Presiden No. 7 Tahun 2015 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2015, dan Instruksi Presiden No. 10 Tahun 2016 Tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2016-2017.
Keterbukaan informasi merupakan hal utama dalam pencegahan korupsi
Salah satu strategi pencegahan melalui pengalihan kewenangan perizinan dan non perizinan kepada Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Di Aceh, sudah terdapat Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BP2T) yang sudah menyediakan informasi mengenai tata cara perizinan dan layanan perizinan onlineBP2T di Riau belum menyediakan informasi mengenai tata cara perizinan dan layanan perizinan online di website.
Namun, pengalihan kewenangan kepada PTSP tersebut
harus dicermati lagi, apakah memang berimplikasi positif untuk
lingkungan hidup.
atau justru hanya mempermudah
investasi dan menambah
permasalahan baru Di Riau, keberadaan badan publik yang membentuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) sebagai tolak ukur kepatuhan terhadap UU tersebut masih minim.
Pemerintah Daerah Sumatera Barat cenderung tertutup akan permintaan informasi seperti dokumen izin pertambangan. Civil Society Organization (CSO) di Sumatera Barat yang membangun komunikasi dengan Pemerintah untuk mendapatkan dokumen perizinan sejak awal 2016, hingga kini belum berhasil mendapatkannya. Pemerintah selalu beralasan terkendala di peralihan kewenangan antara pemerintah daerah kabupaten dan provinsi.
Penilaian Kinerja Penegakan Hukum atas Kasus Korupsi Penyebab kerusakan hutan di
Sumatera adalah korupsi, baik yang dilakukan dengan penyalahgunaan
kewenangan maupun praktik suap dalam proses perizinan dan alih fungsi lahan
Dari tujuh kasus korupsi sektor kehutanan yang ditangani KPK di Sumatera, sebagian besar terjadi di Provinsi Riau
Dari sekian banyak kasus korupsi yang ditangani KPK di Sumatera, hingga saat ini belum ada korporasi yang dikenakan pertanggungjawaban pidana walaupun keterlibatannya tergambarkan dengan cukup jelas dari keterangan-keterangan dalam persidangan. Bahkan, korporasi-korporasi tersebut masih beroperasi hingga saat ini.
Praktik korupsi di atas merupakan cerminan buruknya
tata kelola hutan dan lahan yang dapat mengakibatkan hutan
Sumatera hilang dalam kurun waktu 69 tahun. Apabila tidak
dilakukan perbaikan, Riau diproyeksi menjadi provinsi
tercepat kehilangan luasan hutan yakni hanya dalam waktu
14 tahun (FWI, 2013).
HUTAN SUMATERA HILANG DALAM KURUN WAKTU
RIAU dalam waktu
14 tahunKARENA pemerintah daerah belum
melaksanakan tanggung jawabnya dalam pencegahan secara efektif
Sementara itu, penegakan hukum terhadap dugaan korupsi yang ditemukan oleh publik baik masyarakat maupun CSO masih lemah..
KARENA dokumen pelaporan yang alat buktinya belum lengkap
Belum matangnya konstruksi perbuatan tersebut dengan pasal-pasal dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Sesuai dengan ketentuan perundang-undangan beban pembuktian tersebut bukan terletak pada publik
Laporan kasus yang disampaikan publik banyak yang tidak ditindaklanjuti lembaga penegak hukum dengan alasan
GNP-SDA serta Inpres No. 7 Tahun 2015 dan Inpres No. 10 Tahun 2016 Tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
Sudah semestinya digunakan sebagai
untuk
korupsi di sektor SDA
yang ada di Sumatera karena sistem pencegahan korupsi yang baik belum terbangun. S e l a i n i t u l e m a h n y a penegakan hukum serta k o n t r o l p u b l i k a t a s penanganan kasus juga turut memiliki andil.
Namun faktanya, instrumen tersebut belum efektif dalam mengatasi masalah korupsi sektor SDA
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 1. Mendorong KLHK untuk segera menyelesaikan pengukuhan kawasan hutan agar terdapat kejelasan
mengenai status kawasan; 2. KLHK dan Pemerintah Daerah harus berkomitmen dalam melakukan evaluasi atas izin yang berada dalam
kawasan hutan di masing-masing daerahnya; 3. Pemerintah Pusat harus mengevaluasi efektifitas dan efisiensi sistem perizinan tambang, kebun, dan hutan
melalui PTSP; 4. Pemerintah Daerah harus berkomitmen penuh dalam melaksanakan amanat GN-PSDA, Inpres No. 7 Tahun
2015, dan Inpres No. 10 Tahun 2016 bagi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi di sektor SDA, termasuk dalam mendorong keterbukaan informasi dan partisipasi publik di masing-masing SKPD;
5. Pemerintah Daerah harus membuat rencana kerja yang terukur serta melaporkan perkembangan pelaksanaannya ke publik dalam melaksanakan amanat GN-PSDA, Inpres No. 7 Tahun 2015, dan Inpres No. 10 Tahun 2016 bagi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi di sektor SDA, termasuk dalam mendorong keterbukaan informasi dan partisipasi publik di masing-masing SKPD;
6. Pengembangan kolaborasi strategis dengan berbagai pihak dalam pencegahan dan penanganan kasus korupsi sektor SDA, diawali dengan pembuatan sistem pelaporan perkara yang sederhana dan tidak rumit untuk memastikan partisipasi publik dapat dioptimalkan;
7. Aparat Penegak Hukum harus berkomitmen melaksanakan amanat UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk tidak hanya mengenakan pertanggungjawaban pidana kepada penyelenggara negara ataupun individu swasta melainkan juga korporasi; dan
8. Aparat Penegak Hukum didukung oleh Pemerintah harus merealisasikan pembuatan database sistem informasi penanganan kasus secara online yang dapat diakses publik dengan mudah.