Korps Pasukan Khas TNI Angkatan Udara (disingkat Korpaskhasau,
Paskhas atau sebutan lainnya Baret Jingga), merupakan pasukan
(khusus) yang dimiliki TNI-AU. Paskhas merupakan satuan tempur
darat berkemampuan tiga matra, yaitu laut, darat, udara. Dalam
operasinya, tugas dan tanggungjawab Paskhas lebih ditujukan untuk
merebut dan mempertahankan pangkalan udara dari serangan musuh,
untuk selanjutnya menyiapkan bagi pendaratan pesawat kawan.
Kemampuan ini disebut dengan Operasi Pembentukan dan Pengoperasian
Pangkalan Udara Depan (OP3UD).[1] Setiap prajurit Paskhas
diharuskan minimal memiliki kualifikasi para-komando (parako) untuk
dapat melaksanakan tugas secara profesional, kemudian ditambahkan
kemampuan khusus kematraudaraan sesuai dengan spesialisasinya.
Warna baret jingga Paskhas terinspirasi dari cahaya jingga saat
fajar di daerah Margahayu, Bandung, yaitu tempat pasukan komando
ini dilatih.[2]
Motto Paskhas ialah "Karmaye Vadikarate Mafalesu Kadatjana",
yang artinya bekerja tanpa menghitung untung dan rugi.[4] Presiden
RI pertama Ir. Sukarno, pada malam tirakatan hari Bhakti AURI di
Istana Negara tanggal 30 Juli 1964, memberikan ungkapan ini secara
langsung untuk memotivasi personel AURI. Sukarno menyitirnya dari
kalimat termasyhur pada Sangkahya-yoga kitab Bhagawadgita, sloka
2.47, yang lengkapnya berbunyi : "karmay evdhikras te m phaleu
kadcana m karma-phala-hetur bhr m te sago 'stv akarmai."
Sejarah[sunting] Penerjunan pasukan pertama kaliGubernur
Kalimantan Ir. Pangeran Muhammad Noor mengajukan permintaan kepada
AURI agar mengirimkan pasukan payung ke Kalimantan untuk tugas
membentuk dan menyusun gerilyawan, membantu perjuangan rakyat di
Kalimantan, membuka stasiun radio induk untuk memungkinkan hubungan
antara Yogyakarta dan Kalimantan, dan mengusahakan serta
menyempurnakan daerah penerjunan (dropping zone) untuk penerjunan
selanjutnya. Atas inisiatif Komodor (U) Suryadi Suryadarma kemudian
dipilih 12 orang putra asli Kalimantan dan 2 orang PHB AURI untuk
melakukan penerjunan.[5] Tanggal 17 Oktober 1947, tiga belas orang
anggota berhasil diterjunkan di Sambi, Kotawaringin Barat,
Kalimantan Tengah. Mereka adalah Heri Hadi Sumantri (montir radio
AURI asal Semarang), FM Suyoto (juru radio AURI asal Ponorogo),
Iskandar (pimpinan pasukan), Ahmad Kosasih, Bachri, J. Bitak, C.
Williem, Imanuel, Amirudin, Ali Akbar, M. Dahlan, JH. Darius, dan
Marawi. Semuanya belum pernah mendapat pendidikan secara sempurna
kecuali mendapatkan pelajaran teori dan latihan di darat (ground
training). Seorang lagi yaitu Jamhani batal terjun karena
takut.
Mereka diterjunkan dari pesawat C-47 Dakota RI-002 yang
diterbangkan oleh Bob Freeberg yang berkebangsaan Inggris sekaligus
sebagai pemilik pesawat, ko-pilot Opsir (U) III Suhodo, dan jump
master Opsir Muda (U) III Amir Hamzah. Bertindak sebagai penunjuk
daerah penerjunan adalah Mayor (U) Cilik Riwut yang putra asli
Kalimantan. Ini adalah operasi lintas udara pertama dalam sejarah
Indonesia. Pasukan ini awalnya akan diterjunkan di Sepanbiha,
Kalimantan Selatan namun akibat cuaca yang buruk dan kontur daerah
Kalimantan yang berhutan lebat mengakibatkan Mayor (U) Cilik Riwut
kebingungan saat memprediksi tempat penerjunan. Setelah bergerilya
di dalam hutan pada tanggal 23 November 1947, pasukan ini disergap
tentara Belanda akibat pengkhianatan seorang kepala desa setempat,
yang mengakibatkan gugurnya Heri Hadi Sumantri, Iskandar, dan Ahmad
Kosasih. Sedangkan yang lainnya berhasil lolos namun akhirnya
setelah beberapa bulan mereka berhasil juga ditangkap Belanda.
Dalam pengadilan, Belanda tidak dapat membuktikan bahwa mereka
adalah pasukan payung dan akhirnya mereka dihukum sebagai seorang
kriminal biasa. Mereka dibebaskan setelah menjalani hukuman 1 tahun
dan langsung diangkat menjadi anggota AURI oleh Komodor (U) Suryadi
Suryadarma. Peristiwa Penerjunan yang dilakukan oleh ke tiga belas
prajurit AURI tersebut merupakan peristiwa yang menandai lahirnya
satuan tempur pasukan khas TNI Angkatan Udara. Tanggal 17 Oktober
1947 kemudian ditetapkan sebagai hari jadi Komando Pasukan Gerak
Cepat (Kopasgat) yang sekarang dikenal dengan Korps Pasukan Khas
TNI Angkatan Udara (Korpaskhas).[6]
Pasukan Pertahanan Pangkalan (PPP)Pada masa awal kemerdekaan,
dalam konsolidasi organisasi Badan Keamanan Rakyat Oedara (BKRO)
membentuk Organisasi Darat yaitu Pasukan Pertahanan Pangkalan
(PPP). PPP dibutuhkan untuk melindungi pangkalan-pangkalan udara
yang telah direbut dari tentara Jepang terhadap serangan Belanda
yang pada waktu itu ingin kembali menduduki wilayah Republik
Indonesia. Pimpinan BKR saat itu baik Letjen Soedirman maupun
Komodor (U) Suryadi Suryadarma berpendapat bahwa Belanda pasti akan
menyerang ibukota RI di Yogyakarta lewat udara. PPP saat itu masih
bersifat lokal, yang dibentuk di pangkalanpangkalan udara seperti
di Pangkalan Udara Bugis (Malang), Maospati (Madiun), Mojoagung
(Surabaya), Panasan (Solo), Maguwo (Yogyakarta), Cibeureum
(Tasikmalaya), Kalijati (Subang), Pamengpeuk (Garut), Andir dan
Margahayu (Bandung), Cililitan dan Kemayoran (Jakarta) dan
pangkalan-pangkalan udara diluar pulau Jawa seperti Talang Batutu
(Palembang), Tabing (Padang) dll.Agresi Militer I dan II
Belanda
PPP sangat berperan saat terjadi Agresi Militer I dan Agresi
Militer II, ketika hampir seluruh pangkalan udara mendapat serangan
dari tentara Belanda, baik dari darat maupun dari udara. Serangan
besar-besaran dilancarkan oleh Belanda pada tanggal 19 Desember
1948 terhadap Pangkalan Udara Maguwo Yogyakarta. Belanda
mengerahkan pesawat P-51 Mustang, P-40 Kitty Hawk dan pembom
B-25/B-26. Selain itu diterjunkan dari pesawat C-47 Dakota sekitar
600 pasukan payung gabungan dari trup tempur Para-1 pimpinan Kapten
Eekhout. Pasukan payung ini merupakan bagian dari Tijger
Brigade/Divisi B (termasuk di dalamnya satuan Anjing NICA yang
terkenal ganas serta brutal) pimpinan Kolonel Van Langen yang
diperintahkan untuk menguasai Yogyakarta. Brigade ini masih
ditambah satuan elit gabungan pasukan darat dan udara grup tempur
M. Di Maguwo grup tempur M menerjunkan 2 kompi pasukan para komando
Korps Spesiale Troepen (KST) yang merupakan penggabungan dari baret
merah dan hijau Belanda pada November 1948.[7] Pada saat itu PPP
bersama kekuatan udara lainnya berusaha mempertahankan pangkalan.
Maguwo dipertahankan oleh 150 pasukan PPP dan 34 teknisi AURI
pimpinan Kadet Kasmiran. Dalam pertempuran tidak seimbang ini,
gugur 71 personel AURI termasuk Kadet Kasmiran dan 25 orang lainnya
yang tidak dikenal.[sunting] Penerjunan pertama di Indonesia
PPP inilah yang merupakan cikal bakal dari Pasukan Payung
(pasukan berparasut) setelah pada tanggal 12 Februari 1946
melakukan percobaan latihan penerjunan yang pertama kali di
Pangkalan Udara Maguwo Yogyakarta dengan menggunakan payung
(parasut) dan pesawat terbang peninggalan Jepang. Penerjunan
pertama yang semuanya dilaksanakan oleh 3 orang Indonesia baik
penerbangnya maupun penerjunnya, berlangsung menggunakan tiga buah
pesawat Churen. Penerbang Adisucipto menerjunkan Amir Hamzah,
penerbang Iswahyudi menerjunkan Legino dan penerbang M. Suhodo
menerjunkan Pungut. Penerjunan pertama di alam Indonesia merdeka
yang berlangsung di Pangkalan Udara Maguwo tersebut disaksikan oleh
Kepala Staf BKRO Komodor (U) Suryadi Suryadarma dan Panglima Besar
Letjen Sudirman serta petinggi BKR lainnya. Penerjunan yang
dilaksanakan pada ketinggian 700 meter, sebagai pengawas
kesehatannya adalah Dr. Esnawan. Penerjunan kedua diadakan di
Pangkalan Udara Maguwo tanggal 8 Maret 1947 pada saat wing day yang
merupakan terjun bebas (free fall) pertama di Indonesia dilakukan
oleh Opsir Udara I Soedjono dan Opsir Muda Udara I Soekotjo dengan
penerbang Gunadi dan Adisucipto. Penerjunan ini disaksikan oleh
Presiden Sukarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, para petinggi BKR
serta masyarakat luas.[8]. Pada tanggal 24 Maret 1947, kembali
dilaksanakan penerjunan oleh Soedjono dan Soekotjo dalam rangka
peresmian Pangkalan Udara Gadut di Bukittinggi.
Air Base Defence Troop (ABDT)
Baret Jingga Selanjutnya sejak tahun 1950, Pasukan Payung yang
saat itu masih bernama PPP berpusat di Jakarta dan mendapat sebutan
Air Base Defence Troop (ABDT). Pasukan membawahi 8 kompi dan
dipimpin oleh Kapten (U) RHA Wiriadinata dengan wakilnya Letnan I
(U) R Soeprantijo. Kemudian pada pertengahan tahun 1950, dibentuk
Inspektorat Pasukan Pertahanan Pangkalan (IPP) yang bermarkas di
jalan Sabang, Jakarta, yang pada bulan April 1952 dipindahkan ke
Pangkalan Udara Cililitan, Jakarta Timur. Pada tahun 1950 juga
diadakan Sekolah Terjun Payung (Sekolah Para) yang diikuti oleh
para prajurit, dalam rangka pembentukan Pasukan Para AURI. Sekolah
Para ini dibuka di Pangkalan Udara Andir Bandung, sebagai
kelanjutan dari embrio Sekolah Para di Maguwo. Hasil didik dari
Sekolah Para inilah yang kemudian disusun dalam Kompi-Kompi Pasukan
Gerak Tjepat (PGT) yang dibentuk pada bulan Februari 1952, dengan
Kapten (U) RHA Wiriadinata sebagai komandannya yang saat itu juga
merangkap sebagai Komandan Pangkalan Udara Andir di Bandung. Pada
tahun 1950-an, Pasukan AURI terdiri dari PPP, PGT dan PSU
(Penangkis Serangan Udara) yang kekuatannya terdiri dari 11 Kompi
Berdiri Sendiri (BS), 8 Pleton BS dan 1 Battery PSU.
Resimen Tim Pertempuran PGT (RTP-PGT)Selanjutnya pada Tahun
1960-an PGT juga ditugaskan dalam rangka operasi pembebasan Irian
Barat (Papua) yang berdasarkan perintah Men/Pangau, maka
dibentuklah Resimen Tim Pertempuran PGT (RTP PGT) yang bermarkas di
Bandung dan Kapten (U) Sugiri Sukani sebagai komandannya. RTP PGT
membawahi 2 Batalyon PGT yaitu Batalyon A PGT yang dipimpin oleh
Kapten (U) Z. Rachiman dan Batalyon B PGT yang dipimpin oleh Kapten
(U) JO. Palendeng. Komodor (U) RHA Wiriadinata adalah komandan PGT
pertama (1952) yang banyak membawa perkembangan terhadap pasukan
payung di Indonesia, terutama dalam tubuh AURI. Konsep PGT sejak
awal mulanya memang tertuju pada kemampuan para dan komando. Ia
juga pernah menjadi Panglima Gabungan Pendidikan Paratroops
(KOGABDIK PARA).
Pada masa pemerintahan Orde Lama, PGT AURI bersama KKO (Marinir)
dikenal loyal dan setia terhadap Presiden Sukarno. Kedua pasukan
elit ini bahkan dianggap menjadi anak emasnya Presiden Soekarno.
Hingga saat detik-detik kejatuhan Presiden Sukarno, kedua pasukan
ini tetap menunjukkan kesetiaannya pada Sang Proklamator
tersebut.
Komando Pertahanan Pangkalan Angkatan Udara (KOPPAU)Pada tanggal
15 Oktober 1962, berdasarkan Keputusan Men/Pangau Nomor : 195
dibentuklah Komando Pertahanan Pangkalan Angkatan Udara (KOPPAU).
Panglima KOPPAU dirangkap oleh Men/Pangau dan sebagai wakilnya
ditetapkan Komodor (U) RHA Wiriadinata. KOPPAU terdiri dari Markas
Komando (Mako) berkedudukan di Bandung, Resimen PPP di Jakarta dan
Resimen PGT di Bandung. Resimen PPP membawahi 5 Batalyon yang
berkedudukan di Jakarta, Banjarmasin, Makassar, Biak dan Palembang
(kemudian pindah ke Medan). Resimen PGT terdiri dari 3 Batalyon,
yaitu Batalyon I PGT (merupakan Batalyon III Kawal Kehormatan
Resimen Cakra Bhirawa) berkedudukan di Bogor, Batalyon II PGT di
Jakarta dan Batalyon III PGT di Bandung. Berdasarkan Surat
keputusan Men/Pangau Nomor : III/PERS/MKS/1963 tanggal 22 Mei 1963,
maka pada tanggal 9 April 1963 Komodor (U) RHA Wiriadinata
dikukuhkan menjadi Panglima KOPPAU dan menjabat selama 1 tahun.
Kemudian pada tahun 1964 digantikan oleh Komodor (U) Ramli Sumardi
sampai dengan tahun 1966.
KOPASGATBedasarkan hasil seminar pasukan di Bandung pada tanggal
11 s.d. 16 April 1966, sesuai dengan Keputusan MEN/PANGAU No. 45
Tahun 1966, tanggal 17 Mei 1966, KOPPAU disahkan menjadi Komando
Pasukan Gerak Tjepat (Kopasgat) yang terdiri dari 3 Resimen : 1.
Resimen I Pasgat di Bandung, membawahi : 1. Batalyon A Pasgat di
Bogor 2. Batalyon B Pasgat di Bandung 2. Resimen II Pasgat di
Jakarta, membawahi : 1. Batalyon A Pasgat di Jakarta 2. Batalyon B
Pasgat di Jakarta 3. Batalyon C Pasgat di Medan 4. Batalyon D
Pasgat di Banjarmasin 3. Resimen III Pasgat di Surabaya, membawahi
: 1. Batalyon A Pasgat di Makassar 2. Batalyon B Pasgat di Madiun
3. Batalyon C Pasgat di Surabaya 4. Batalyon D Pasgat di Biak 5.
Batalyon E Pasgat di Yogyakarta Selanjutnya bedasarkan Keputusan
KASAU No. 57 Tanggal 1 Juli 1970, "Resimen" diganti menjadi "Wing"'
Di era nama Kopasgat lah, korps baret jingga ini sangat terkenal.
Bahkan PDL Sus Kopasgat bermotif macan tutul menjadi acuan
pemakaian PDL TNI saat operasi Seroja.
Saat operasi pembebasan sandera pesawat DC-9 Woyla milik Garuda
Indonesia di Bandara Don Muang Thailand tahun 1981 sesungguhnya
Kopasgat-lah yang dipersiapkan untuk beraksi namun akibat berbagai
tekanan politik Orde Baru saat itu akhirnya Kopassus yang
diberangkatkan ke Bangkok.
[sunting] PUSPASKHASAUSejalan dengan dinamika penyempurnaan
organisasi dan pemantapan satuan-satuan TNI, maka berdasarkan
Keputusan KASAU No. Kep/22/III/ 1985 tanggal 11 Maret 1985,
Kopasgat berubah menjadi Pusat Pasukan Khas TNI Angkatan Udara
(PUSPASKHASAU)
[sunting] KORPASKHASAUSeiring dengan penyempurnaan organisasi
TNI dan TNI Angkatan Udara, maka tanggal 17 Juli 1997 sesuai Skep
PANGAB No. SKEP/09/VII/1997, status Puspaskhas ditingkatkan dari
Badan Pelaksana Pusat menjadi Komando Utama Pembinaan (Kotamabin)
sehingga sebutan PUSPASKHAS berubah menjadi Korps Pasukan Khas TNI
AU (KORPASKHASAU).
KualifikasiPaskhas TNI-AU sebagai pasukan khusus Angkatan Udara
satu-satunya dan berkualifikasi terlengkap didunia ini memiliki
berbagai kemampuan tempur khas matra udara seperti Pengendali
Tempur (Dalpur), Pengendali Pangkalan (Dallan), SAR Tempur, Jumping
Master, Pertahanan Pangkalan yang meliputi pertahanan horizontal
(Hanhor) dan pertahanan vertikal (Hanver), Penangkis Serangan
Udara, jungle warfare, Air Assault (Mobud), Raid operation hingga
kemampuan anti teror aspek udara atau yang dikenal sebagai ATBARA
(Anti Pembajakan Udara). Selain itu Paskhas TNI-AU juga mahir untuk
bertempur di hutan, perkotaan,laut maupun pantai. Paskhas TNI-AU
juga memiliki kemampuan spesialisasi kematraudaraan untuk
melaksanakan doktrin OP3UD seperti Pengaturan Lalu-Lintas Udara
(PLLU), Meteo, Komunikasi-Elektronika (Komlek), Perminyakan
(Permi), Zeni lapangan (termasuk pionir, tali-temali, dll),
Intelijen Tempur, Kesehatan, ground handling, Pemadam Kebakaran
(PK), Angkutan, Perhubungan (PHB) hingga kemampuan khusus untuk
menginformasikan tentang fasilitas penerbangan sebelum pesawat
datang, jarak pandang (visibility), kecepatan dan arah angin, suhu
dan kelembaban udara, serta ketinggian dan jenis awan. Hal ini
sangat berkaitan dalam menentukan penembakan sasaran maupun
penerjunan pasukan, dan membantu mengendalikan pesawat tempur untuk
penembakan/pengeboman sasaran (Ground Forward Air Control/GFAC)
Tidak main-main, para personel Paskhas juga memiliki kemampuan
khusus sebagai Air Traffic Controller (ATC) di sebuah bandara.
Memang tidak ada satupun pasukan komando seperti Paskhas didunia
saat ini. Karena Paskhas merupakan pasukan komando, maka dalam
melaksanakan operasi tempur, jumlah personel yang terlibat relatif
sedikit, tidak sebanyak jumlah personel infanteri/pasukan reguler
dengan kata lain jarang menggunakan ukuran konvensional mulai dari
peleton hingga
batalyon. Paskhas jarang sekali (mungkin tidak pernah) melakukan
operasi dengan melibatkan kekuatan satu batalyon sekaligus.
Organisasi pasukanSetelah berubah status menjadi Kotamabin
berdasarkan Surat Keputusan Kepala Staf TNI Angkatan Udara No.
SKEP/73/III/1999 tanggal 24 Maret 1999, Korpaskhas membawahi WING
Paskhas (WING I, WING II, WING III), Detasemen Bravo Paskhas (Den
Bravo Paskhas) dan Detasemen Kawal Protokol Paskhas (Den Walkol
Paskhas). Saat ini Denwalkol berdasarkan Instruksi Kepala Staf
Angkatan Udara nomor : Ins/2/III/2008 tanggal 31 Maret 2008 telah
beralih pembinaannya dari Korpaskhas kepada Denma Mabes-AU,
sehingga efektif mulai tanggal dikeluarkan Instruksi tersebut
pembinaan Kawal Protokol dibawah Denma Mabesau.
HirarkiKorps Pasukan Khas TNI-AU adalah satu satunya wadah
berbentuk korps bagi pasukan berkualifikasi khusus di TNI-AU bahkan
dalam TNI. Korpaskhasau bersanding dengan Kopassus TNI AD adalah
Pasukan khusus berstatus KOMANDO resmi yang dimiliki oleh TNI. Hal
ini karena 2 organisasi pasukan khusus ini bersifat (KOTAMA)
BERDIRI SENDIRI dengan pelatihan dan kemampuan serang yang sangat
lethal secara individual. Paskhas lahir sebagai pasukan komando
sejak masa kelahirannya. Mereka diterjunkan dengan unit kecil di
belakang garis pertahanan lawan dan langsung menusuk jantung
pertahanan musuh. Maka itulah para personel pasukan payung ini
dididik dengan metode komando yang diadopsi dari SAS Inggris
(melalui pendidikan di Pusdik RPKAD). Metode pendidikan komando ala
baret merah mulai dilakukan di Wing III Diklat sejak Paskhas masih
bernama KOPPAU. Personil Paskhas juga diperkenankan tetap memakai
baret jingga kebanggaannya dan PDH Komando saat mengikuti berbagai
upacara resmi kenegaraan.Korpaskhasau memakai sebutan Pasukan untuk
jargon korps nya disingkat (Psk). Sesuai Peraturan Kasau
/53/VIII/2008 tertanggal 13 Agustus 2008 tentang Penyempurnaan
Pokok-Pokok Organisasi dan Prosedur Korps Paskhas TNI AU, maka
penyebutan "skadron" diubah menjadi "batalyon", "flight" menjadi
"kompi". Pengabdian Paskhas terus berlanjut seiring dengan tuntutan
tugas yang dibebankan kepada TNI Angkatan Udara pada umumnya dan
Korpaskhas pada khususnya. Pengabdian Paskhas tersebut, dapat
dilihat dari andil Paskhas yang tidak pernah absen di berbagai
bentuk operasi, baik operasi militer perang (OMP) maupun operasi
militer selain perang (OMSP). Sekarang ini, Korpaskhas telah tumbuh
dan berkembang menjadi salah satu andalan sekaligus kebanggaan,
yang dipercaya menjadi kekuatan pasukan pemukul di darat khas TNI
Angkatan Udara. Organisasi Korpaskhas disusun menjadi dua tingkat
yaitu Tingkat Markas Komando Korps Pasukan Khas TNI Angkatan Udara
disingkat Mako Korpaskhas dan Tingkat Pelaksana. Di Tingkat Mako
Korpaskhas terdiri dari eselon pemimpin, eselon pembantu
pimpinan/staf, eselon pelayanan, dan eselon pelaksana pusat, yang
membawahi satuan-satuan di bawahnya. Sedangkan di Tingkat Pelaksana
membawahi Wing I dan Wing II Paskhas dan Wing III Diklat Paskhas,
Detasemen Bravo Pasukan Khas AU, dan Detasemen Kawal Protokol
Paskhas AU, sejalan dengan perkembangan dan penyempurnaan
organisasi maka berdasarkan Instruksi Kepala Staf Angkatan Udara
nomor : Ins / 2 / III/ 2008 tanggal 31 Maret 2008 tentang
pelaksanaan pengalihan pembinaan Detasemen Pengawalan dan
Protokoler Paskhas (Denwalkol Paskhas) dari Korpaskhas ke Denma
Mabesau, sehingga sejak diterbitkannya Instruksi Kasau ini maka
Denwalkol Paskhas yang semula berada di bawah Korpaskhas ke Denma
Mabesau dengan nama Satuan Pengawalan dan Protokoler (Satwalkol)
Denma Mabesau. Untuk pengembangan organisasi kedepan saat ini
tengah diusulkan ke Mabes TNI-AU untuk pembentukan Wing III Paskhas
di Makassar Sulawesi Selatanuntuk meng-cover wilayah timur
Indonesia meliputi : Wilayah sekitar NTT, Sulawesi,Kep.Maluku dan
Papua , sedangkan Wing I paskhas di Kota Jakarta untuk meng-cover
wilayah barat Indonesia meliputi : Wilayah sekitar DKI Jakarta,
Jawa Barat, Banten ke barat sampai pulau Sabang dan Wing II Paskhas
di Malang Jawa Timur untuk men-cover wilayah tengah Indonesia
meliputi : Wilayah sekitar Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTB dan
Kalimantan. Sedangkan yang sebelumnya Wing III Pusdik Paskhas
menjadi Kodiklat Paskhas. Selain itu direncanakan pula penambahan 3
batalyon baru Paskhas yaitu Batalyon 468 di Biak, Batalyon 469 di
Medan, dan satu Batalyon lagi di Yogyakarta atau Kupang sehingga
nantinya Paskhas akan memiliki 10 sampai dengan 14 Batalyon
pasukan. Amanat Kepala Staf TNI Angkatan Udara pada Apel Khusus
tanggal 2 Januari 2012 yang di bacakan di seluruh satuan kerja TNI
Angkatan Udara yang menyebutkan Rencana Strategis kedepan hingga
2014 menuju The First Class Air Force menambah 5 Squadron Udara
baru, Satuan Radar, 2 Batalyon Tempur Paskhas, 10 Satuan Rudal
Paskhas. Diharapkan sampai dengan Renstra 2014, sesuai dengan
amanat Kasau terbentuk organisasi Korpaskhas sebagai berikut : 1.
Mako Korpaskhas, membawahi : 1. Den Bravo 90 2. Satwalkol Denma
Mabesau 2. Wing I Paskhas di Jakarta, membawahi : 1. Resimen I
Paskhas PPRC di Jakarta, membawahi : 1. Batalyon 461 PPRC Paskhas
di Jakarta 2. Batalyon 462 PPRC Paskhas di Pekanbaru 3. Batalyon
465 PPRC Paskhas di Pontianak 4. Batalyon 469 PPRC Paskhas di Medan
pengembangan Kompi A BS 5. Kompi BS Banda Aceh 2. Resimen I Paskhas
PSU di Jakarta, membawahi : 1. Batalyon 467 Arhanud Mobile Paskhas
di Lanud Halim 2. Sat Rudal Lanud Halim Next 3. Sat Rudal Lanud
Pekanbaru Next 4. Sat Rudal Lanud Supadio Next 5. Sat Rudal Lanud
Medan Next 6. Sat Rudal Lanud Sulaeman Next 3. Wing II Paskhas di
Makassar, membawahi : 1. Resimen II Paskhas PPRC di Malang,
membawahi : 1. Batalyon 464 PPRC Paskhas di Malang 2. Batalyon 466
PPRC Paskhas di Makassar 3. Batalyon 468 PPRC Paskhas di Biak 4.
Batalyon 4610 PPRC Paskhas di Yogyakarta pengembangan Kompi E BS 5.
Kompi BS Kupang
6. Kompi BS Bali Next, karena peningkatan menjadi Lanud Type B
7. Kompi BS Ambon Next, karena peningkatan menjadi Lanud Type B 2.
Resimen II Paskhas PSU di Makassar, membawahi : 1. Batalyon 463
Arhanud Mobile Paskhas di Lanud Iswahyudi 2. Sat Rudal Lanud Adi
Sucipto Next 3. Sat Rudal Lanud Iswahyudi Next 4. Sat Rudal Lanud
Abd. Saleh Next 5. Sat Rudal Lanud Hasanudin Next 6. Sat Rudal
Lanud Manuhua Next 4. Wing III Kodiklat Paskhas di Bandung,
membawahi : 1. Pusdik Tempur Darat (purrat) 2. Pusdik Matra
(Dalpur, Dallan, SAR, Mekanis) 3. Pusdik Pertahanan Udara (Hanud)
4. Pusdik Khusus 5. Pusdik Tempur Darat (purrat)
[sunting] Kekuatan pasukanPaskhas saat ini berkekuatan 7.300-an
personel. Dalam beberapa waktu kedepan direncanakan Paskhas TNI-AU
akan mendapatkan 40 buah panser buatan Pindad sebagai cikal bakal
Batalyon Kavaleri Paskhas. Rencana ini tengah mengalami negoisasi
ulang untuk diadakan penambahan jumlahnya dikarenakan ranpur
sejenis Panser dinilai sangat cocok untuk mendukung tugas sebagai
bantuan tempur dari Batalyon-batalyon tempur Para Komando dengan
karakteristiknya sebagai pasukan pemukul reaksi cepat paskhas TNI
AU selain juga panser sangat diperlukan untuk pasukan pertahanan
pangkalan. Sebelumnya konsep tugas Paskhas adalah sebagai pasukan
pertahanan pangkalan (Defensif) maka sekarang konsep akan dirubah
menjadi pasukan pemukul (ofensif) dan pasukan pertahanan
(defensif). Begitu juga untuk Dalam konsep penggelaran pasukan
berintensitas tinggi, TNI mengenal istilah PPRC (Pasukan Pemukul
Reaksi cepat) yang mana paskhas sebagai satuan TNI berkualifikasi
Para Komando merupakan nyawa atau inti dari pasukan PPRC TNI dan
sebagai pendukungnya adalah batalyon-batalyon linud kostrad. PPRC
adalah pasukan pemukul TNI untuk menghadapi kondisi kondisi darurat
di wilayah NKRI. Dalam Pelaksanaan tugasnya Paskhas mengemban tugas
sebagai: 1. Pasukan Pemukul Reaksi Cepat TNI (Yon Parako 461 s/d
468)(Rencana Yon Parako 469 di Medan) 2. Pasukan Penagkis serangan
Udara (akan dibentuk Yon Arhanud dan Den Rudal Hanud) 3. Pasukan
Pertahanan Pangkalan (Kompi-kompi BS di setiap Lanud Induk dan
Lanud Type B)) Paskhas juga berniat mendatangkan lagi kendaraan
taktis serbu sejenis Dirgantara Military Vehicle (DMV) buatan PT DI
yang terbukti handal dan kini telah dipakai oleh pasukan elit
Paskhas Detasemen Bravo-90. Korps baret jingga ini telah diperkuat
dengan kedatangan 200 rudal panggul permukaan ke udara QW
(QianWei)-3. Rudal Manpad QW-3 perorangan (diharapkan penambahan
sekitar 300 unit lagi untuk Pam Sat Radar) Rudal QW-3 dilengkapi
penjejak semi-active laser guidance, cocok untuk menggasak pesawat
tempur maupun rudal lain dalam ketinggian rendah sampai dengan
jarak 8 km. Memiliki bobot 13 kg dan kecepatan maksimum 750
km/jam. Senjata ini dipergunakan untuk menggantikan Triple gun
buatan Hispano Suiza (Switzerland) tahun 1950-an dan DSHK 12,7 mm.
Juga beberapa saat yang lalu diujicobakan PT Pindad senjata meriam
pesawat direhab untuk dijadikan senjata berat darat untuk
Korpaskhas. Paskhas juga tengah berupaya mendatangkan 4 baterai PSU
jarak pendek berupa Oerlikon kaliber 35 mm untuk hanud titik model
komposit yang sudah terintegrasi antara rudal, meriam, radar dan
pos komando taktis. Senjata ini sudah menggunakan teknologi
tercanggih dan telah digunakan oleh banyak negara Eropa. Menurut
rencana, senjata PSU ini akan ditempatkan di 3 Lanud Utama TNI-AU.
Salah satu kelebihan utama lainnya untuk PSU Oerlikon kaliber 35 mm
ini adalah kemampuannya untuk dapat dimobilisasi dengan pesawat
Hercules. TNI AU juga berencana untuk pembelian Rudal Jarak
Sedang/JSe pengganti Rudal S-75/SA-2 guidelines. Kedepan dengan
rencana kedatangan bateray-bateray meriam oerlicon contraves 35 mm,
penambahan jumlah rudal manpad QW-3 dan beberapa unit meriam triple
gun yang masih bagus serta rencana Kohanudnas untuk menghidupkan
kembali Satuan Rudal Jarak Menengah maka diharapkan dapat dibentuk
beberapa batalyon artileri meriam hanud dan beberapa detasemen
bateray rudal baru untuk di tempatkan di tiap-tiap wing paskhas.
Kedepan untuk pengembangan Korpaskhas dengan Alut Sista PSU saat
ini yang telah dipunyai, yaitu : 1. Artileri Hanud Meriam tripple
Gun thn 1950 (dari 55 unit tinggal 16 unit yang layak pakai) 2.
Rudal Manpad QW-3 perorangan (sekitar 200 unit) Rencana Pengadaan
Alut Sista PSU baru berupa: 1. Artileri Hanud Meriam Oerlicon
Contraves 35 mm (diharapkan 55 unit pengganti Tripple Gun 1950) 2.
Rudal Manpad QW-3 perorangan (diharapkan penambahan sekitar 300
unit lagi untuk Pam Sat Radar) 3. Rudal Jarak Sedang/JSe pengganti
Rudal S-75/SA-2 guidelines (diharapkan 7 bateray) Diharapkan
Kompi-kompi BS Pertahanan Pangkalan (Hanlan) sebagian dapat
dikembangkan menjadi Batalyon-batalyon PSU (Arhanud dan
Detasemen-detasemen Rudal Jarak Sedang/JSe). Untuk meningkatkan
kinerja Korpaskhas yang salah satunya adalah bertugas menangkal
segala ancaman dari udara wilayah Udara NKRI maka sebaiknya di
bentuk Resimen Penangkis Serangan Udara (PSU)yang khusus bertugas
melindungi kedaulatan NKRI dari segala bentuk ancaman yang berasal
dari udara. Paskhas kini mengupayakan untuk mengganti senjata
perorangan SS 1 yang kabarnya akan digantikan SiG-552 ataupun SS-2.
Terutama untuk menyiapkan Batalyon-batalyon tempur 461 sampai
dengan 469 sebagai Pasukan Pemukul Para Komando Pprc paskhas maka
dalam tiap regu di tiap batalyon para komando paskhas akan
dilengkapi dengan senjata SS2-V1 WITH PINDAD 40mm GRENADE LAUNCHER
dan Squad Automatic Weapon senapan mesin ringan seperti FN
Minimi(Senjata Otomatis Regu). Sedangkan di dalam kompi bantuan
akan dilengkapi dengan SMB (Senapan Mesin Berat) DShk-38 dirancang
sebagai senjata pemukul untuk sasaran darat dan udara jarak pendek.
SMB ini biasa digunakan oleh unit kavaleri dan infantri. Pada unit
kavaleri, DShK sudah menjadi standar ditempatkan pada
turret beragam MBT (Main Battle Tank), bahkan tank ringan,
panser dan rantis pick up.dalam infantri, wajar bila DShK
dioperasikan dengan case khusus beroda dua, mirip dengan model
meriam/kanon. Dengan demikian SMB ini mudah digerakkan, dibawa atau
dipindahkan dengan bantuan pengait pada jip atau truk.
[sunting] DETASEMEN BRAVO '90Detasemen Bravo 90 (disingkat Den
Bravo-90) terbilang pasukan khusus Indonesia yang paling muda
pembentukannya. Baru dibentuk secara terbatas di lingkungan Korps
Pasukan Khas TNI-AU pada 1990, Bravo berarti yang terbaik. Konsep
pembentukannya merujuk kepada pemikiran Jenderal Guilio Douchet:
Lebih mudah dan lebih efektif menghancurkan kekuatan udara lawan
dengan cara menghancurkan pangkalan/instalasi serta alutsista-nya
di darat daripada harus bertempur di udara. Motto: Catya Wihikan
Awacyama Kapala artinya Setia, Terampil, Berhasil
[sunting] Pengukuhan Detasemen Bravo-90Dikukuhkan pada tanggal
16 September 1999 oleh KSAU Marsekal Hanafie Asnan. Dalam
melaksanakan operasinya, Bravo dapat juga bergerak tanpa identitas.
Bisa mencair di satuansatuan Paskhas, atau seorang diri. Layaknya
dunia intelijen Bukan main-main, Bravo-90 juga melengkapi
personelnya dengan beragam kualifikasi khusus tempur lanjut, mulai
dari combat free fall, scuba diving, pendaki serbu, teknik terjun
HALO (High Altitude Low Opening) atau HAHO (High Altitude High
Opening), para lanjut olahraga dan para lanjut tempur (PLT), dalpur
trimedia (darat, laut, udara), selam, tembak kelas 1, komando
lanjut serta mampu menggunakan teknologi informasi dan komunikasi
dengan sarana multimedia. Pasukan elit ini juga kebagian jatah
untuk berlatih menembak dengan menggunakan peluru tajam tiga kali
lipat lebih banyak dari pasukan reguler lainnya. Hal ini
dimaksudkan untuk melatih ketepatan dan kecepatan mereka untuk
bertindak dalam waktu sepersekian detik. Den Bravo '90 mempunyai 3
tim yang disebut Alfa, yaitu : 1. Tim Alfa 1 mempunyai spesialisasi
intelijen. 2. Tim Alfa 2 berkualifikasi spesialisasi perang
kota/hutan dan 3. Tim Alfa 3 spesialisasi Counter Terrorism.
Disamping itu ada Tim Bantuan Mekanik untuk pemeliharaan senjata
dan peralatan serta tim khusus plus tim pelatih. Tapi sebenarnya 3
tim itu mempunyai keahlian yang merata di bidang counter terrorism.
Pasukan inti baret jingga ini juga kerap berlatih dengan Gultor
Kopassus, Kopaska TNI-AL dan Den Jaka Marinir. Saat ini ada
peningkatan standart pasukan sehingga mencapai 1 detasemen secara
utuh dengan jumlah ideal mengikuti tabel organisasi personel (TOP)
yaitu 265 personel dibawah pimpinan seorang Letnan Kolonel. Bravo
saat ini sudah memiliki fasilitas pertempuran jarak dekat (CQB).
Bahkan untuk latihan pembebasan sandera di pesawat, Bravo langsung
melaksanakannya didalam pesawat baik milik TNI-AU maupun PT. DI.
Bravo juga menjadi pasukan khusus pertama di Indonesia yang mampu
menguasai ilmu bela diri Stema yang merupakan ciri khas dari
pasukan elit Rusia.
[sunting] Tahap Pendidikan Den Bravo-90Pendidikan Bravo sekitar
6 bulan. Dilaksanakan di Wing III/Diklat Paskhas Satdik 02 Lanjut
dan Satdik 03 Khusus. Anggotanya diseleksi dari siswa terbaik
peringkat 1-40 lulusan
sekolah komando Paskhas dan personel aktif di
Wing/Resimen/Batalyon/Detasemen. Semua diseleksi ketat mulai dari
IQ, kesemaptaan, keahlian spesialisasi militer yang dibutuhkan
serta kesehatan. Semua dengan asistensi lembaga TNI-AU yang
berkompeten dengan bidang masing masing. Nampaknya para pelatih
Detasemen Penanggulangan Teror ala Pasukan khusus TNI-AU ini tak
main main. Peluru tajam digunakan dalam latihan tahap akhir.
Alhasil para calon Bravo juga penuh perhitungan, cermat, cepat
sekaligus tepat dalam bertindak. Bertempur total dan habis habisan.
Itulah kesimpulan akhir pendidikan Bravo. Mereka tercetak menjadi
prajurit elit Paskhas yang siap diterjunkan di mana saja baik di
Luar Negeri maupun di seluruh Indonesia. Setelah lulus, para
personel Bravo muda ini berhak atas brevet bravo, lambang, Call
Sign dan perlengkapan tempur standard Bravo lainnya. Mereka juga
dibagi ke dalam 3 tim Alfa dan Tim Ban Nik. Bagi para personel
Bravo yang telah dianggap senior, bisa dipindahkan ke Tim khusus
yang tak lain berisi prajurit Bravo berkemampuan di luar matra
udara yaitu Frogmens yang mampu melakukan infiltrasi lewat laut,
Selam Tempur, UDT, EOD, Zeni Demolisi, Penerbangan, elektronika
dll.
[sunting] Rentang Penugasan Den Bravo-90Dimulai sejak 1992 dalam
pengamanan KTT di Jakarta, Misi pemulangan TKI Cina, dan misi Geser
Tim Tim sebagai buntut lepasnya Tim tim dari NKRI. Bravo ditugasi
mengendalikan Bandara Komoro dalam satgas ITFET (Indonesian Task
Force in East Timor), namun pengamanan pusat kota juga dipercayakan
kepada komando Bravo. Mereka bertugas sampai detik-detik akhir
turunnya merah-putih dari bumi Lorosae Setelah itu dalam konflik
Ambon, Bravo mengalami berbagai peperangan frontal dari darat ke
darat dalam menyekat 2 kubu yang bertikai. Bravo tergabung dalam
Yon Gab 1 bersama Kopassus dan Taifib Marinir. Dalam konflik Aceh,
Bravo ditugasi untuk mengamankan bandara dan lanud di seluruh
wilayah NAD. Juga dalam operasi bertaraf Internasional diantaranya
meliputi : Tim Khusus pasukan perdamaian PBB dan Operasi
penyelamatan evakuasi WNI di Luar Negeri.
[sunting] Inventaris Senjata Den Bravo-90Pistol Scorpion sudah
tinggal kenangan. Kini Bravo memiliki senjata jagonya CQB yaitu MP
5. Sebagian adalah hibah dari Korea. Namun begitu masih bagus.
Pistol pun pakai SiG Sauer. Anggota Bravo dilengkapi uniform full
gears dengan peralatan terbaru. Mulai dari rompi anti peluru, NVG,
GPS, pelindung kaki dan lutut, sepatu khusus, pelindung mata, pisau
lempar sampai alat komunikasi point to point. Bahkan dalam situasi
khusus, Bravo bisa memboyong pesawat pesawat TNI-AU dari pesawat
angkut sampai pesawat tempur untuk menyokong misi operasinya. Bravo
juga kini telah memiliki senjata SAR-21 (Singapore Air Rifle).
Kabarnya Bravo mendapat 50 buah senjata jenis ini dari Mabes TNI.
Kedepan Den Bravo 90 sebagai pasukan khusus andalan TNI akan
dilengkapi dengan berbagai peralatan persenjataan termodern dan
high teknologi untuk menyongsong perang masa depan yang lebih
Global dan Moden. Dan Mendatang akan lebih lengkap, modern dan
profesional menuju pasukan elite kelas dunia untuk menjadi pagar
dan benteng NKRI.
[sunting] Kendaraan Taktis Den Bravo-90Detasemen Bravo-90
Paskhas TNI-AU saat ini setidaknya mengoperasikan beberapa jenis
kendaraan taktis antara lain: 1. Land Rover Defender MRCV (multi
role combat vehicle)
2. Dirgantara Military Vehicle (DMV-30T) 3. Beberapa Rantis
Lainnya (amfibi,dll) Land Rover Defender MRCV (multi role combat
vehicle) Kendaraan taktis (rantis) Bravo-90 Land Rover Defender
MRCV (multi role combat vehicle)yang satu ini memang khusus.
Termasuk Land Rover jenis defender heavy duty antipeluru yang
dilengkapi tangga lipat serta penyangga mobil. Tangga ini lazim
digunakan dalam penyerbuan gedung (building assault). Agar mobil
berdiri stabil, penyangga diturunkan secara hidraulik untuk menahan
goyangan. Melihat tongkrongannya, rantis Bravo-90 ini adalah jenis
Defender Td5 dengan basis station wagon sasis panjang. Mobil yang
dari pabrikannya dilego seharga 20.495 poundsterling (standar) ini
ditenagai mesin disel berkapasitas 2500cc. Bila disimak lebih jauh,
tentu saja ada fasilitas khusus yang ditambahkan. Sebut saja plat
pijakan kaki yang menempel disekeliling bodi mobil. Tentu saja
bukan tanpa tujuan fasilitas tadi dibuat. Plat berfungsi sebagai
pijakan pasukan yang berdiri disekeliling mobil. Dengan demikian
maka pasukan bisa di drop dengan cepat. Dirgantara Military Vehicle
(DMV-30T) Kendaraan sejenis Humvee dan bertampang sangar ini adalah
produk pertama dan asli rakitan PTDI. Kendaraan ini mendapat nomor
register di lingkungan TNI-AU yakni 4020-10. DMV menggunakan mesin
disel 3000 cc Ford Ranger dan teknologi Mazda Tampilannya semakin
perkasa dengan senjata utama senapan mesin GRMG yang disimpan di
bagian atap kendaraan, serta senjata FN Minimi kaliber 5,56 mm yang
menyembul keluar dari kabin depan yang tidak dipasangi kaca.
Gerakan mobil anyar itu dipastikan tetap lincah, baik di jalan raya
maupun di medan yang terjal sekalipun. Empat buah ban ukuran besar
melekat di dua as dengan ketinggian jarak lantai kabin ke tanah
sekitar 90 centimeter. Apabila tertembak, bagian ban masih akan
tetap berdiri dan berfungsi maksimal karena dilengkapi dengan
lapisan besi yang dipasang melingkar pada bagian ban. Kendaraan
tempur ini didesain untuk kapasitas empat orang prajurit dengan jok
yang terbuat dari fibre glass yang dicat khas warna loreng TNI. DMV
mempunyai ketahanan perjalanan hingga 600 kilometer. Berbeda dengan
kendaraan biasanya, sasis DMV dibangun dengan besi-besi pipa
berkualitas sesuai dengan standard dan spesifikasi kendaraan versi
militer Ranpur DMP-30T produksi PT DI, yang diawaki prajurit
Paskhasau dari satuan Denbravo dengan dilengkapi
persenjataannya
[sunting] Markas Komando Bravo-90Pada tahun 2009, Detasemen
Bravo-90 telah menempati markas barunya seluas beberapa hektar di
daerah Rumpin, Bogor. Daerah ini dinilai sangat strategis karena
dekat dengan dua lanud utama TNI-AU yaitu Lanud Atang Sanjaya,
Bogor dan Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta sehingga mudah untuk
menggerakkan pasukan keseluruh wilayah Indonesia. Daerah ini juga
memiliki akses yang cepat ke pusat pemerintahan (khususnya Istana
Negara Jakarta dan Istana Bogor, Gedung MPR-DPR serta Mabes TNI di
Cilangkap) maupun dengan pintu gerbang negara di Bandara
Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng. Selain itu Den Bravo90
juga direncanakan untuk dapat melindungi Pusat Pengembangan dan
Pengkajian Iptek (Puspiptek) milik BPPT dan fasilitas LAPAN di
daerah Serpong, Tangerang
[sunting] KomandanArtikel utama untuk bagian ini adalah: Daftar
komandan Korps Pasukan Khas
Komandan Korpaskhas Pertama TNI Angkatan Udara yang kala itu
bernama Pasukan Gerak Tjepat adalah Komodor Udara (U) PGT RHA
Wiriadinata, sedangkan saat ini Komandan Korpaskhas (Dankorpaskhas)
adalah Marsekal Muda TNI Amarullah, menggantikan Marsekal Pertama
TNI Harry Budiono yang menjadi staf ahli KSAU. Sebelumnya,
Amarullah menjabat sebagai Wakil Komandan Paspampres. Dan sebagai
Wakil Komandan Korpaskhas adalah Marsekal Pertama TNI
Manurung.[9]
[sunting] Operasi MiliterPenumpasan RMS, DI/TII dan
PRRI/PERMESTA Ketika terjadi beberapa pemberontakan di bumi Pertiwi
ini, PPP ditugaskan pula untuk menumpas pemberontakan DI/TII di
wilayah Jawa Barat. Personil PPP melakukan pengejaran di wilayah
Tangkuban Perahu, Pegunungan Galunggung, Pegunungan Guntur dan
Pegunungan Tampomas. Selain itu PPP juga ikut melaksanakan
penumpasan DI/TII di Sulawesi Selatan dengan melakukan operasi yang
dipimpin langsung oleh Letkol (U) RHA Wiriadinata. Saat penumpasan
RMS tahun 1952, PPP mengerahkan 1 kompi pasukannya di Kendari dan
Pulau Buru, Maluku. Pada peristiwa PRRI di Sumatera, dua kompi PGT
pimpinan LU I Sugiri Sukani dan LU I Rachman bersama 1 kompi RPKAD
melakukan penerjunan untuk pertama kali pada 12 Maret 1958 saat
Operasi Tegas di Pangkalan Udara Simpang Tiga, Pekanbaru. Empat
hari berselang pada operasi Sapta Marga 16 Maret 1958, pasukan yang
sama dari PGT bersama RPKAD kembali melakukan penerjunan di Medan.
Ketika operasi 17 Agustus di Sumatera Barat, PGT mendapat tugas
untuk merebut Lanud Tabing di Padang. Untuk mengawali operasi ini,
delapan personel PGT dipimpin Letkol (U) RHA Wiriadinata ditugaskan
melakukan operasi khusus. Tim kecil PGT ini mendapat tugas
menentukan titik penerjunan yang paling aman bagi pasukan TNI.
Pendaratan open sea ini, terbilang berbahaya. Ombak besar
menyulitkan pendaratan. Akibatnya, saat regu PGT mendarat dengan
motor-tempel kecil di pantai, perahunya pecah. Sampai di pantai,
mereka bergerak cepat, menyusup, menentukan koordinat, dan membuat
kode-kode rahasia pada DZ. Tentu tidak gampang menentukan lokasi
DZ, mengingat pasukan PRRI tersebar di manamana. Pada 17 April 1958
tepat pukul 06.40 satu batalyon PGT dan satu kompi RPKAD
diterjunkan dan langsung mendapat perlawanan dari pasukan PRRI,
akibatnya satu personel PGT gugur. Selain itu Lanud Tabing juga
sudah dipenuhi oleh ranjau paku dan bambu-bambu runcing yang sudah
dipersiapkan sebelumnya. Pada 20 Mei 1958, satu kompi PGT dipimpin
Kapten (U) R Suprantijo kembali diterjunkan di Morotai saat operasi
Merdeka untuk menumpas Permesta di Sulawesi Utara dan Maluku.
Beberapa waktu kemudian satu kompi PGT dipimpin LU I Heru Achjar
berhasil merebut bandara Mapanget di Manado. Begitu gencarnya
pertempuran di darat maupun dari udara, hingga sempat memancing
pesawat Lockheed U-2 Dragon Lady milik AU Amerika (USAF). Pesawat
ini pernah dimanfaatkan mengintai pulau Natuna yang disiapkan untuk
menggempur Jakarta
Operasi Trikora PGT AURI dalam operasi Trikora mengambil porsi
terbesar jumlah pasukan yang diinfiltrasi ke Irian Barat dengan
total 532 orang. Jumlah personel dari TNI, Polri dan relawan yang
diinfiltrasikan selama Trikora adalah 1.154 personel dengan jumlah
korban jiwa 216 gugur/hilang dan 296 tertangkap. Pada tanggal 25
April 1962, saat operasi Banteng Ketaton sebanyak 40 orang pasukan
PGT dibawah pimpinan Sersan Mayor (U) J. Picaulima diterjunkan
untuk pertama kali di Irian Barat yaitu di daerah Fak-Fak begitu
juga penerjunan yang dilakukan 39 personel PGT di Kaimana tanggal
26 April 1962 berhasil dengan baik. Pada 11 Mei 1962, pasukan PGT
dibawah pimpinan Letan Satu (U) Manuhua melaksanakan penerjunan di
Sorong saat Operasi Serigala. Salah satu kisah heroik dan
bersejarah adalah peristiwa pengibaran Sang Saka Merah Putih untuk
pertama kali dipancangkan di bumi Cendrawasih, Irian Barat, yang
dilakukan oleh anggota PGT atas inisiatif Sersan (U) M.F. Mengko.
Pada tanggal 19 Mei 1962, sebanyak 81 anggota PGT bertolak dari
Pangkalan Udara Pattimura, Ambon, dengan pesawat Hercules yang
dipiloti Mayor (U) T.Z Abidin menuju sasaran daerah penerjunan
sekitar Kampung Wersar, Distrik Teminabuan. Pada dini hari mereka
diterjunkan tepat di atas markas tentara Belanda. Pertempuran jarak
dekat yang serba kacau segera terjadi. Tentara Belanda yang tengah
tidur kaget karena ada pasukan PGT yang diterjunkan tepat
dimarkasnya, sedangkan prajurit PGT juga tidak menyangka akan
diterjunkan dimarkas tentara Belanda karena sebelumnya mereka
dibriefing akan diterjunkan di perkebunan teh. Kisah heroik ini
mengakibatkan tewasnya 53 anggota PGT AURI termasuk komandan tim
Letnan Dua (U) Suhadi. Untuk mengenang peristiwa bersejarah
tersebut di daerah Teminabuan, Sorong kini telah didirikan sebuah
monumen yang diberi nama Tugu Merah Putih. Untuk memperkuat posisi
tentara Indonesia di Irian Barat dilaksanakan operasi Jatayu pada
14 Agustus 1962 dengan rincian Kelompok Elang dibawah pimpinan
Kapten (U) Radik Sudarsono diterjunkan di Sorong dan Kelompok
Alap-alap di daerah Merauke dipimpin Letnan (U) Benyamin
Matitaputty. Suatu hal yang amat mengagumkan adalah kemampuan untuk
bertahan hidup (survival)dari prajurit PGT. Meskipun dengan kondisi
alam Irian Barat yang ganas dimana berhutan lebat dengan ketinggian
pohon mencapai di atas 50 meter, langkanya binatang maupun tumbuhan
yang dapat dimakan, ancaman penyakit malaria, kekurangan logistik
dan obat-obatan ditambah serangan gencar dari pesawat tempur maupun
tentara Belanda, namun mereka masih mampu bergerilya di dalam hutan
sampai menjelang terjadinya gencatan senjata. Penerjunan
dilaksanakan dini hari menjelang subuh. Prajurit PGT dikepekatan
malam yang amat dingin diterjunkan di atas hutan-hutan belantara di
dekat kota-kota kecil Irian Barat. Para prajurit PGT cukup tangguh
untuk berjuang melawan hutan belantara yang pepohonannya amat
tinggi, sehingga sebelum mencapai tanah mereka harus bergelut
dengan tali dan pisau komando agar bisa turun karena rata-rata
tersangkut dipepohonan.
Secara total dilakukan 9 kali penerjunan yang dilakukan PGT
selama operasi Trikora di daerah Kaimana, Fak-Fak, Sorong
(Sausapor, Klamono dan Teminabuan) serta Merauke dengan
mengakibatkan gugurnya 94 orang prajurit dan 73 orang terluka [10]
Operasi Dwikora
Paskhas formasi pertahanan Seperti halnya saat Trikora, pada
saat operasi Dwikora PGT AURI juga menjadi pasukan yang pertama
kali diterjunkan ke wilayah Malaysia. Berbeda dengan Trikora maupun
saat penumpasan PRRI/PERMESTA, kali ini PGT bertindak sebagai
pelaku tunggal penerjunan (solo performer) tanpa didampingi
kesatuan lain dari TNI-AD. Selain melalui udara, personel PGT juga
melakukan infiltrasi lewat jalur darat dan laut. Pada tanggal 31
Januari 1964, PGT melakukan penyebaran pamflet dengan pesawat
Hercules C-130 di daerah perbatasan (Sabah, Tawau dan sekitar Pulau
Sebatik)[11] Sejak bulan April 1964, dua kompi PGT dibawah pimpinan
LMU I Sutikno dan LMU I Sukimin dipersiapkan dalam rangka
infiltrasi melalui laut. Pasukan ini kemudian diberangkatkan ke
Tanjung Balai, Karimun dengan kapal motor. Untuk pertama kalinya
pada tanggal 16 Agustus 1964, satu peleton dipimpin SMU Sadikin
berhasil menyusup lewat laut ke Pontian Kecil, Johor Baru. Keesokan
harinya bertepatan dengan hari kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus
1964 kembali satu peleton PGT pimpinan SMU Suparmin disusupkan ke
wilayah Malaysia lewat jalur laut. Sebelumnya pada dini hari
sebanyak 17 personel PGT berhasil melakukan penerjunan di selatan
Johor. Dalam penerjunan pada tanggal 1-2 September 1964 diterjunkan
3 peleton pasukan terdiri dari 1 peleton dari kompi LU I
Suroso,Jakarta dan 2 peleton dari kompi LMU Sutikno,Bandung.
Ironisnya, salah satu pesawat C-130 Hercules yang diterbangkan
Mayor (U) Djalaloedin Tantu bersama 7 awak pesawat jatuh ke selat
Malaka. Sebuah sumber menyatakan bahwa kecelakaan pesawat Hercules
yang melakukan terbang malam tersebut akibat terbang terlalu rendah
untuk menghindari deteksi radar lawan. Mayor (U) Sugiri Sukani,
Komandan Resimen PGT dan LU I Suroso ada di dalam pesawat malang
tersebut. Unsur yang ikut tewas dalam peristiwa tersebut adalah 47
orang personel PGT ( 40 orang dari Jakarta dan 7 orang dari
Bandung) dan 10 orang Cina Melayu, diantaranya adalah dua gadis.
Sedangkan 2 Hercules lainnya berhasil menerjunkan pasukan PGT di
daerah sasaran. Sasaran penerjunan ini adalah daerah Taiping, Labis
dan Ipoh.
Hanya dalam waktu dua hari, hampir semua personel PGT dapat
ditangkap akibat pengkhianatan dari penunjuk jalan yang berasal
dari etnis Melayu dan Cina. Mereka baru dibebaskan dari penjara
Malaysia setelah 11 Maret 1966 dan dipulangkan ke Indonesia. Setiba
di Jakarta, akibat efek dari peristiwa G-30S/PKI mereka kembali
ditahan di Cijantung di asrama RPKAD dan diberi julukan Tentara
Merah. KU I Sukardi yang tertangkap dan divonis hukuman gantung
oleh pemerintah Malaysia akhirnya dibebaskan pasca gencatan senjata
RI Malaysia. Hampir seluruh personel PGT yang diinfiltrasikan ke
Malaysia tertangkap akibat banyaknya operasi yang secara sengaja
dibocorkan oleh oknum-oknum di Indonesia. Sedangkan 4 personel PGT
yang kembali dengan selamat dan tidak tertangkap mendapatkan
anugerah Bintang Sakti dari Presiden RI bersama-sama dengan anggota
yang gugur. Jumlah personel PGT yang gugur/hilang selama operasi
Dwikora berjumlah 83 orang sedangkan yang tertangkap/terluka
berjumlah 117 orang[12]
Operasi Seroja Dalam Operasi Seroja, Kopasgat tidak berfungsi
sebagai pasukan pemukul seperti yang dilakukan Pasukan Gerak Tjepat
(PGT) dalam penumpasan pemberontakan PRRI/Permesta, perjuangan
Trikora dan Dwikora. Kopasgat yang terdiri dari Pengendali Tempur
(Dalpur), Pengendali Pangkalan (Dallan) dan Satuan Tempur (Satpur)
bertugas membentuk pangkalan udara operasi dan pengamanannya.
Gelaran pertama Kopasgat terjadi tanggal 7 Desember 1975 saat 126
personel Detasemen-B Kopasgat yang dipimpin Kapten (Psk) Silaen
diterjunkan dengan cara air landed di lapangan terbang Dili, selang
dua hari pada 9 Desember 1974 delapan Hercules C-130 menerjunkan
pasukan dari Yonif Linud-328 Kostrad, Grup-1 Kopassus, Yonif
401/Banteng Raiders dan 156 personel Kopasgat pada pukul 07.25 WIT.
Tugas Kopasgat adalah membebaskan lapangan terbang Baucau, atau
lebih populer dengan Villa Salazar dalam bahasa Portugis.
Detasemen-A Kopasgat dipimpin Kapten (Psk) Afendi. Operasi ini
sekaligus membuktikan kemampuan Kopasgat melaksanakan Operasi
Pembentukan dan Pengoperasian Pangkalan Udara Depan (OP3UD). Jumlah
personel Kopasgat yang luka-luka saat penerjunan di Baucau adalah
19 orang terdiri dari 2 orang Satpur dan 17 orang Dallan.[13] Jauh
sebelum operasi Seroja dimulai, Kopasgat bersama satuan elit
lainnya di TNI sudah terlebih dahulu masuk ke wilayah Timor-Timur
untuk membentuk kantong-kantong gerilya serta mendukung para
pejuang pro integrasi Selama operasi Seroja, kehadiran Kopasgat
amat disegani baik oleh rakyat maupun gerilyawan Fretilin karena
sikapnya yang simpatik dan mampu merebut hati rakyat. Markas
Kopasgat seringkali dijadikan tempat perlindungan oleh rakyat untuk
menghindari konflik bersenjata yang terjadi. Warna baret jingga dan
loreng komando khas Kopasgat kala itu amat populer di Timor-Timur.
Hal ini berimplikasi pula pada sedikitnya jumlah personel Kopasgat
yang gugur selama operasi Seroja bila dibandingkan dengan satuan
lainnya di TNI. Jumlah personel TNI yang gugur di Timor-Timur
antara tahun 1974-1999 adalah 2.292 orang sedangkan dari pihak
pejuang pro integrasi mencapai jumlah 1.527 orang[14].
Operasi Trisula dan Penumpasan PGRS/Paraku Kopasgat turut serta
dalam operasi Trisula Kodam V Brawijaya tahun 1967 di daerah Blitar
Jawa Timur guna penumpasan sisa-sisa gerakan PKI didaerah tersebut.
Dalam mendukung operasi ini Kopasgat mengerahkan satu kompi
pasukannya dari Resimen III dibawah pimpinan LU II Wim Mustamu.
Pada tahun 1967-1969 timbul pergolakan di Kalimantan Barat yang
dikenal dengan nama Pasukan Gerilya Rakyat Serawak (PGRS) dan
Pasukan Rakyat Kalimantan Utara (Paraku) berasal dari warga
keturunan Tionghoa simpatisan komunis diwilayah Kalimantan. Untuk
menghadapi PGRS/Paraku, pemerintah memutuskan untuk menggelar
operasi Saber Kilat. Kopasgat sendiri melakukan tugasnya secara
berkala dan diadakan pergantian pasukan pada periode tertentu
sampai dengan operasi selesai tahun 1969. Perwira Kopasgat yang
bertugas dalam operasi ini antara lain Kolonel (U) Z. Rachiman,
Letkol (U) Sudjito, LU I Samadikun, LU I Mashud, LU I Sudadyo, LU I
Nasroel dan LU II Siswoto Soemali dan LU II Joenoes. Dalam operasi
ini gugur 2 orang personel Kopasgat asal Resimen I dan 4 orang
lainnya gugur saat peristiwa Lanud Singkawang II
[sunting] Operasi SipilSelain mengabdikan dirinya dalam
tugas-tugas operasi militer, prajurit paskhas juga ikut
berpartisipasi dalam misi kemanusiaan seperti operasi Tinombala dan
Tampomas penanggulangan bencana alam, Tentara Masuk Desa dan karya
bakti TNI lainnya.
[sunting] Misi PerdamaianKeterlibatan Paskhas dalam misi
perdamaian di luar negeri di bawah bendera PBB seperti tergabung
dalam:
Kontingen Garuda di Vietnam, Kontingen Garuda XIV dibawah
Unprofor di Yugoslavia, Kontingen Garuda XIV A-B di Bosnia,
Kontingen Garuda XVII dibawah OKI di Filipina, Kontingen Garuda
XXIII di Libanon dan penugasan militer di luar negeri lainnya.
[sunting] Identitas Korps Baret JinggaDi era Kopasgat mulai
dipergunakan baret berwarna jingga dengan emblem berbentuk
segilima. Dirasa kurang pas, emblem itu diganti dengan bentuk
persegi seperti yang saat ini dipakai Paskhas. Motto yang tertulis
pada emblem berbunyi Karmaye Vadikaraste Mafalesu Kadatjana yang
artinya bekerja tanpa menghitung untung dan rugi. Sementara badge
yang dipasang di lengan kiri merupakan gambar lama yang digunakan
PGT. Badge itu berupa perisai berwarna merah menyala dengan gambar
parasut mengembang menerjunkan dua jenis senjata ringan dan berat.
Dari gambar itu dapat diartikan bahwa Kopasgat adalah pasukan Linud
yang gagah berani. Kedua lambang, emblem dan badge serta baret
berwarna jingga saat ini masih digunakan sebagai ciri pasukan elit
TNI-AU. Selain itu dilengan kanan ditambahkan pula badge dengan
tulisan Para Komando sebagai ciri khas Pasukan Para Komando
Udara[15] Badge ini juga dipakai dilengan kanan pakaian dinas
setiap para KSAU sebagai wujud penghormatan kepada satuan elit
dilingkup TNI-AU ini.
[sunting] Referensi1. ^
http://indonesiaeliteforces.tripod.com/id9.html 2. ^ Budhy Santoso.
"Baret Jingga. Pasukan Payung Pertama di Indonesia". Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta, 1999 3. ^ Bhagavad Gita, bab 2 : "Kenyataan
abadi daripada kelestarian jiwa", ayat 47 4. ^
http://www.angkasa-online.com/10/01/khusus/khusus1.htm 5. ^
Sutrisno. Marsekal TNI Suryadi Suryadarma Departemen Pendidikan dan
Kebudayaaan, Jakarta, 1985. 6. ^ Sesuai keputusan MEN/PANGAU No.54
Tahun 1967, tanggal 12 Oktober 1967. 7. ^ Himawan Susanto.
Yogyakarta 19 Desember 1948. Jenderal Sudirman vs Jenderal Spoor.
8. ^ Awal Kedirgantaraan di Indonesia. Perjuangan AURI 1945-1950
Yayasan Obor, 2008 9. ^ http://www.tni-au.mil.id/organisasi.asp 10.
^ Poengky Poernomo Djati. "Perjuangan AURI dalam Trikora".
Direktorat Sejarah Ditwatpersau, Jakarta , 1996 11. ^ Poengky
Poernomo Djati. Peranan AURI Dalam Pelaksanaan Konfrontasi Dengan
Malaysia Tahun 1963. Sub Direktorat Sejarah Ditwatpersau, Jakarta,
1992 12. ^ I Ketut Subandi. "Triwarsa Kopasgat.Sejarah Komando
Pasukan Gerak Tjepat TNI Angkatan Udara". Dinas Sejarah TNI-AU,
Jakarta, 1977 13. ^ Hendro Subroto. "Operasi Udara di Timor-Timur".
Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2005 14. ^
http://www.sejarahtni.mil.id/index.php?cid=1756 15. ^ Istilah ini
dipopulerkan oleh Marsdya (Purn) Budhy Santoso untuk membedakan
dengan satuan Para Komando yang ada di angkatan lain