Top Banner
1 KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI RISKA NOVIANY R N121 09 571 PROGRAM KONSENTRASI TEKNOLOGI LABORATORIUM KESEHATAN FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013
70

KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

Jan 26, 2022

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

1

KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

RISKA NOVIANY R N121 09 571

PROGRAM KONSENTRASI

TEKNOLOGI LABORATORIUM KESEHATAN FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

2013

Page 2: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

2

KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

SKRIPSI

untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi

syarat-syarat untuk mencapai gelar sarjana

RISKA NOVIANY R N111 09 571

PROGRAM KONSENTRASI TEKNOLOGI LABORATORIUM KESEHATAN

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2013

ii

Page 3: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

3

KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

RISKA NOVIANY R

N121 09 571

Disetujui oleh :

Pembimbing Utama,

NIP. 19461614 197503 1 001 Prof. Dr. Tadjuddin Naid, M.Sc ,Apt

Pembimbing Pertama, Pembimbing Kedua,

NIP. 19630817 199503 1 001 Dr. Agus Alim Abdullah, Sp.PK (K)

NIDN 00-2502-4201 Dra Jeanny Wunas, MS., Apt

Pada tanggal Juni 2013

iii

Page 4: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

4

PERSETUJUAN

KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

Oleh

RISKA NOVIANY R N121 09 571

Dipertahankan dihadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin

Pada Tanggal 27 Mei 2013

Panitia Penguji Skripsi :

1. Ketua : Dr. Agnes Lidjaja, M.kes.,Apt …… …………........

2. Sekretaris : Drs. H. Syaharuddin, M.Si.,Apt… ..………..…...

3. Anggota : Dra. Rosany Tayeb, M.Si., Apt …..…………………

4. Ex. Officio : Prof. Dr. H. Tadjuddin Naid. M.Sc.,Apt ..…………….

5. Ex. Officio : dr. Agus Alim Abdullah , Sp.Pk(K) ………………

6. Ex. Officio : Dra. Jeanny Wunas, MS., Apt .....................

Mengetahui : Dekan Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin Prof. Dr. Elly Wahyudin, DEA., Apt NIP. 19560114 198601 2 001

iv

Page 5: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

5

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini adalah karya

saya sendiri, tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk

memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang

pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu

dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti bahwa pernyataan saya ini tidak

benar, maka skripsi dan gelar yang diperoleh, batal demi hukum.

Makassar, Mei 2013

Penyusun,

Riska Noviany R

v

Page 6: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

6

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian korelasi albuminuria dengan derajat hipertensi di Rumah sakit Labuang Baji’ Makassar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk untuk mengetahui seberapa besar hubungan antara Albuminuria dengan derajat hipertensi. Penelitian ini merupakan studi observasional dengan pendekatan cross sectional menggunakan sampel urin yang diambil dari pasien yang telah memenuhi kriteria sampel penelitian. Sampel urin diperiksa dengan menggunakan strip micral test. Jumlah sampel sebanyak 35 yang seluruhnya merupakan pasien hipertensi, laki-laki 20 (57,1%) dan perempuan 15 (42,9%), sebanyak 19 pasien normoalbuminuria, 15 pasien mikroalbuminuria dan 1 pasien makroalbuminuria. Hipertensi derajat satu 21 orang (60%), hipertensi derajat dua 12 orang (34,3%) dan hipertensi derajat tiga 2 orang (5,7%) . Hasil penelitian berdasarkan uji Chi-square menunjukkan ada perbedaan yang significant antara derajat hipertensi terhadap terjadinya albuminuria (p= 0.000, p<0,05) dan hasil uji korelasi pearson menunjukkan bahwa antara derajat hipertensi dengan nilai albuminuria memiliki hubungan yang signifikan (p=0,032, <0,05) dan memiliki arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang lemah (r=0,324)

vi

Page 7: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

7

ABSTRACT

The research of the correlation albuminuria and hypertension stage in the Hospital of Labuang Baji’ Makassar. The objective of this study is to find out how much the correlation between albuminuria with hypertension stage. This study is an observational study with cross sectional approach using urine samples taken from patients who have met the criteria of the study sample. urine samples were confirmed by micral test. The samples number of 35 that all of patients hypertension, Consist of 20 men (57,1%) and 15 women (42,9%), nineteen patients were normoalbuminuria, 15 patients were mikroalbuminuria and one patient was makroalbuminuria. Twenty one people with hypertension stage one (60%), 23 people with hypertension stage 2 (34,3%), and one people with hypertension stage 3 (5,7%). The results of study be based on Chi-square test result indicate that the significant difference becomes

evident between hypertension stage of albuminuria occurrence (p= 0.000, p<0,05) and pearson’s correlation test finds that the hypertension stage and albuminuria has a significant correlation (p=0,032, <0,05), and it has a positive correlation with weak intensity (r = 0.324).

vii

Page 8: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

8

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala pujian hormat dan syukur hanya bagi Tuhan Yesus, yang

telah mempercayakan penulis untuk mengerjakan studi dan

menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.

Sungguh banyak kendala yang penulis hadapi dalam rangka

penyusunan skripsi ini. Namun berkat dukungan dan bantuan berbagai

pihak, akhirnya penulis dapat melewati kendala-kendala tersebut. Oleh

karena itu, penulis dengan tulus menghaturkan banyak terima kasih dan

penghargaan yang setingi-tingginya kepada:

1. Pembimbing utama Prof. Dr. Tadjuddin Naid, M.Sc, Apt, pembimbing

pertama dr. Agus Alim Abdullah, Sp.PK (K), dan pembimbing kedua

Dra Jeanny Wunas, MS., Apt. disela-sela kesibukannya masih

bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran serta dengan sabar

membimbing

2. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin Prof. Dr. Elly

Wahyudin, DEA, Apt, Wakil Dekan I Prof. Dr. Gemini Alam, M.si, Apt

dan Wakil Dekan II Prof. Dr.rer.nat Marianti A. Manggau, Apt dan Wakil

Dekan III Drs Abd. Muzakkir Rewa, M.si., Apt

3. Ketua Program Konsentrasi Teknologi Laboratorium Kesehatan

Fakultas Farmasi UNHAS Bapak Subehan, M. Pharm. Sc,Ph.D, Apt

dan beserta semua staf pegawai tata usaha Fakultas Farmasi

viii

Page 9: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

9

4. Kepala Laboratorium Klinik Rumah Sakit Dr. Labuang Baji Makassar,

beserta staf laboran yang telah membantu dalam pelaksanaan

penelitian.

5. Ibu Dra. Rosany Tayeb M.si, Apt selaku Penasihat Akademik, terima

kasih atas bimbingan dan arahan yang diberikan selama menjalani

perkuliahan.

6. Seluruh dosen dan staf Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin

secara khusus Ibu Dra. Christiana Lethe, M.Si, terima kasih atas

perhatian, dan dorongan serta semangat yang diberikan.

7. Ayahanda (Alm) Samuel Ranteallo dan Ibunda Maria Tangdo. Terima

kasih atas seluruh, cinta kasih sayang, pengorbanan,waktu, dan jerih

lelah yang diberikan serta doa yang tak henti-hentinya terkirim buat

anaknda. Tiada kata-kata yang paling tepat untuk mengungkapkan

perasaan hati dan terima kasih atas segala jasa-jasa ayahanda dan

ibunda yang tiada mungkin terucapkan dan terbalaskan. Serta

saudara/i Duwita Ranteallo dan Resga Mige Ranteallo buat semangat

dan dukungannya dalam doa

8. Kak Juliaty Tandisiapi dan kak Marcus Effendy , terima kasih atas

bantuannnya baik berupa moril, dukungan, masukan dan doa. K’ati

terima kasih buat masukannya buat motivasi iman, juga buat ponakan-

ponakan ku tercinta Gabriella, Tiffany, Ekin, Angie, dan Rio makasih

buat masukan, kebersamaanya, dukungan motivasi dan doannya

ix

Page 10: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

10

9. Teman-teman dan seluruh komponen Persekutuan Mahasiswa Kristen

Oikumene Filadelfia FMIPA_Farmasi UNHAS.

10. Kelompok Tumbuh Bersama (KTB) Nafiri k’feby, novi, ithenk,dan

mona. Terima kasih atas dukungan doa dan semangat yang diberikan.

11. Wenney Nasten Pali, S.T atas dukungan doa dan semangat, waktu

dan kasih sayang yang diberikan.

12. Sahabat sahabatku tercinta agnesi lasarus, Fila, dan Ananda. Terima

kasih buat saran dan kritik yang membangun, motivasi, doa dan

terima kasih buat perjalinan persahabatan kita yang telah terjadi

begitu lama

13. Sahabat seperjuangan Nikma, Yanti sunaidi, Fenty A tupanwael dan

k’susilawati, terima kasih buat motivasi,dukungan, canda tawa

kebersamaan,waktu yang dilalui bersama,dan doa. Perjuangan kita

belum berakhir sampai disini kiranya persahabatn kita akan terus

berlanjut kejarlah Mimpi-mimpi kalian sahababtku.

14. Teman-teman Spir09raph, terkhususnya Fauzyah, novi, yuyun, jeje,

Ea, Ime, Ulla, BPA, Rabi, Vivi, K’yoel . serta yang lainnya. Perjuangan

kita masih berlanjut tetap semangat dan jangan menyerah.

Kebersamaan itu penting.

15. Kak tessa, kak yenti dan kak yondri, terima kasih buat bantuannya,

koreksi, waktu, pinjaman buku dan masukannya dalam menyelesaikan

skripsi.

16. Buat dr irfan terima kasih buat sumbangan ide-ide, masukannya.

x

Page 11: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

11

17. Kakak-kakak TLK angkatan 2005, 2006, D3, TLK angkatan 2007,

2008.

18. Buat Kepala desa matajang Puang Karman dan keluarga yang telah

membantu Kami dalam pelaksanaan KKN, serta teman KKN gel 82

Desa Matajang Enrekang

Terima kasih yang sama Penulis ucapkan kepada semua

pihak yang tidak dapat disebutkan, semoga Tuhan memberkati kita

sekalian. Akhirnya semoga karya ini dapat bermanfaat bagi

pengembangan ilmu pengetahuan. Amin.

Makassar, Mei 2013

Riska Noviany Ranteallo

xi

Page 12: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

12

DAFTAR ISI

halaman

HALAMAN SAMPUL ................................................................... ... i

HALAMAN PENUNJUK SKRIPSI ................................................... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................... iii

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................. iv

HALAMAN PERNYATAAN............................................................... v

ABSTRAK ................................................................................... vi

ABSTRACT ................................................................................. vii

UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................... viii

DAFTAR ISI ................................................................................ xii

DAFTAR TABEL ......................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN...................................................................... xiv

DAFTAR GAMBAR ...................................................................... xv

DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN ............................. xvi

BAB I PENDAHULUAN ........................................................... 1

I.1. Latar Belakang ........................................................ 1

I.2. Rumusan Masalah .................................................... 3

I.3. Tujuan Penelitian ...................................................... 3

I.4. Manfaat Penelitian .................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................... 4

II.1 Hipertensi ................................................................. 4

xii

Page 13: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

13

II.1.1 Definisi Hipertensi .................................................. 4

II.1.2 Etiologi Hipertensi .................................................. 5

II.2 Epidemiologi Hipertensi ............................................ 6

II.2.1 Frekuensi..……………………………………………. 6

II.2.2 Umur........…………………………………………….. 7

II.2.3 Jenis Kelamin...………………………………………. 7

II.3 Klasifikasi Hipertensi ................................................. 7

II.4 Patofisiologi Hipertensi ............................................. 10

II.5 Gejala Klinis Hipertensi ............................................. 13

II.6 Diagnosa Hipertensi.................................….. ………. 14

II.7 Faktor Resiko Hipertensi...…………………………… 15

II.7.1 Faktor Resiko Yang TidaK Dapat di Kontrol............... 15

II.7.2 Faktor Yang Dapat Diubah ...................................... 17

II.8 Albuminuria ................................................................. 20

II.8.1 Definisi ...................................................................... 20

II.9 Patofisiologi Albuminuria ............................................... 21

II.9.1 Mekanisme glomeruler dan Tubuler............................ 21

II.9.2 Proteinuria menyebabkan kerusakan tubulus............. 22

II.10 Deteksi Dini Albuminuria pada Hipertensi................... 23

II.11 Hipertensi dan Albuminuria.......................................... 24

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN ...................................... 27

III.1 Jenis Penelitian ...................................................... 27

III.2 Tempat dan Waktu Penelitian ................................. 27

xiii

Page 14: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

14

III.3 Populasi dan Sampel .............................................. 27

III.4 Kriteria Sampel ........................................................ 28

III.4.1 Kriteria Inklusi ......................................................... 28

III.4.2 Kriteria Eksklusi ....................................................... 28

III.5 Definisi Operasional................................................. 28

III.6 Prosedur Kerja ......................................................... 29

III.6.1 Alat dan bahan ......................................................... 29

III.6.2 Pemeriksaan Tekanan Darah ................................... 29

III.6.3 Pemeriksaan Albuminuria ......................................... 30

III.7 Analisis Data ........................................................... .... 31

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................... .... 32

IV.1 Hasil Penelitian ...................................................... .... 32

IV.2 Pembahasan .......................................................... .... 35

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................... .... 43

V.1 Kesimpulan ............................................................. .... 43

V.2 Saran ....................................................................... .... 43

DAFTAR PUSTAKA .................................................................... .... 44

DAFTAR TABE

LAMPIRAN-LAMPIRAN .............................................................. ..... 47

xiv

Page 15: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

15

DAFTAR TABEL

Tabel halaman

1. Klasifikasi tekanan darah menurut JNC 7 .................................. 8

2. Klasifikasi pengukuran tekanan darah dari international society

of hypertension (ISH) for recently updated WHO 2003 ............. 8

3. Hubungan jenis kelamin terhadap tekanan darah .................. …... 32

4. Hubungan umur terhadap tekanan darah .................................... 32

5. Hubungan jenis kelamin terhadap albuminuria ........................... 33

6. Hubungan umur terhadap albuminuria ............................. …. … 33

7. Hubunngan derajat hipertensi terhadap albuminuria .........…. … 34

8. Hubungan Lama Hipertensi terhadap albuminuria ................. 35

9. karateristik distribusi tekanan darah ...................................... 35

xv

Page 16: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

16

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran halaman 3. Tabel Hasil Penelitian ................................................................. 47

4. Skema Kerja ............................................................................... 48

3. Hasil Statistika ............................................................................ 49

4. Gambar Hasil Penelitian ........................................................ …. 52

xvi

Page 17: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

17

DAFTAR GAMBAR

Gambar halaman

1. Faktor- faktor yang mempengaruhi tekanan darah ............... 13 2. Penyebab albuminuria ..................................................................... 26

xvii

Page 18: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

18

DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN Lambang/Singkatan Arti

% Persen

≥ Lebih besar sama dengan

< Kurang dari

I Satu

II Dua

III Tiga

VII Tujuh

WHO Worl Health Organization

JNC Joint National Commite

Na Natrium

Ca kalsium

NHNES National Health and Nutrition Examination

Survey

ISH International Society of Hypertension

ACE angiotensin I-converting enzyme

ALJ Asam Lemak Jenuh

ALTJ Asam Lemak Tidak Jenuh

BM Berat Molekul

NKF-K/DOQI National Kidney Foundation Kidney Disease

Outcome Quality Initiative

xviii

Page 19: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

1

BAB I

PENDAHULUAN

Hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia,

selain karena prevalensinya yang meningkat masih banyak juga penderita

hipertensi yang belum mendapat pengobatan serta tekanan darahnya

tidak terkontrol. Diperkirakan telah menyebabkan 4,5% dari beban

penyakit secara global, dan prevalensinya hampir sama besar di negara

berkembang maupun di negara maju. Jumlah hipertensi meningkat secara

signifikan dari tahun ke tahun. Penderita hipertensi tidak hanya berisiko

tinggi menderita penyakit jantung, tetapi juga menderita penyakit lain

seperti penyakit saraf, ginjal, dan pembuluh darah. Makin tinggi tekanan

darah, makin besar resikonya (1,2,3).

Hasil Riset Kesehatan Dasar 2007 menunjukkan, sebagian besar

kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis. Hal ini terlihat dari

hasil pengukuran tekanan darah pada usia 18 tahun ke atas ditemukan

prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 31,7%, dimana hanya 7,2%

penduduk yang sudah mengetahui memiliki hipertensi dan hanya 0,4%

kasus yang minum obat hipertensi (4).

Worl Health Organization (WHO) menentukan batas normal

tekanan darah adalah 120 - 140 mmHg untuk tekanan sistolik dan 80 - 90

mmHg untuk tekanan diastolik. Seseorang dinyatakan hipertensi bila

tekanan darahnya di atas 140/90 mmHg. Menurut Joint National Commite

on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood pressure (JNC) VII

Page 20: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

2

mengklasifikasikan tekanan darah pada orang dewasa dengan usia di

atas 18 tahun dalam beberapa derajat yaitu hipertensi derajat I apabila

tekanan sistoliknya 140 - 159 mmHg dan tekanan diastoliknya 90 - 99

mmHg, hipertensi derajat II apabila tekanan darah sistoliknya >160 mmHg

dan diastoliknya > 100 mmHg, sedangkan hipertensi derajat III apabila

tekanan sistoliknya > 180 mmHg dan tekanan diastoliknya > 116 mmHg

(1,5).

Albumin merupakan salah satu protein, molekul protein biasanya

tidak ditemukan dalam urin, hal ini karena dalam kondisi normal, albumin

darah disaring oleh ginjal sehingga molekul besar seperti protein tetap

dalam darah. Albuminuria adalah suatu kondisi medis yang ditandai

dengan adanya albumin dalam urin. Albuminuria dapat mendasari

terjadinya diabetes, tekanan darah tinggi dan gagal jantung (6).

Perkembangan yang lebih serius dari kondisi ini dikenal sebagai

mikroalbuminuria . Mikroalbuminuria yaitu peningkatan albumin urin yang

akan menggambarkan kerusakan endotel di glomerulus dan juga

pembuluh darah sistemik (7).

Hipertensi berhubungan dengan ekskresi albuminuria yang

berkaitan dengan fungsi ginjal. Pada penderita hipertensi,

mikroalbuminuria berhubungan sangat erat menggambarkan penyakit

ginjal. Mikroalbuminuria merupakan konsekuensi kerusakan organ (ginjal)

yang terjadi karena hipertensi, dimana mikroalbuminuria pada penderita

hipertensi berhubungan kerusakan endotel glomerulus (7,8,9).

Page 21: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

3

Parving dkk melaporkan pertama sekali dijumpainya peningkatan

ekskresi albumin urin pada hipertensi esensial tahun 1974. Prevalensinya

pada penderita hipertensi bervariasi dari satu studi ke studi lainnya antara

5% - 46%. Protremoli dkk mendapatkan nilai mikroalbuminuria yang

rendah sesuai dengan derajat hipertensi (10).

Berdasarkan latar belakang diatas dibuat rumusan masalah dalam

penelitian ini bagaimana hubungan antara kadar albuminuria dengan

derajat hipertensi.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis hubungan kadar

albuminuria dengan derajat hipertensi.

Manfaat penelitian ini adalah untuk menambah informasi tentang

hubungan kadar albuminuria dengan derajat hipertensi serta menambah

informasi ilmiah yang dapat dikembangkan untuk penelitian selanjutnya.

Page 22: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Hipertensi

II.1.1 Definisi Hipertensi

Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah ≥ 140/90 mmHg.

Hipertensi yang diderita seseorang erat kaitannya dengan tekanan sistolik

dan distolik. Tekanan sistolik berkaitan dengan tingginya tekanan pada

arteri bila jantung berkontraksi, sedangkan tekanan darah distolik

berkaitan dengan tekanan arteri pada saat jantung relaksasi. Hipertensi

merupakan peningkatan darah yang bersifat abnormal dan dapat

diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya, mempunyai rentang dari

tekanan darah normal yang tinggi sampai hipertensi maligna. Hipertensi

diklasifikasikan atas hipertensi primer (90-95%) dan hipertensi sekunder

(5-10%) (12).

Tekanan darah merupakan gaya yang diberikan darah terhadap

dinding pembuluh darah dan ditimbulkan oleh desakan darah terhadap

dinding arteri ketika darah tersebut dipompa dari jantung ke jaringan.

Tekanan darah paling tinggi terjadi ketika ventrikel berkontraksi (tekanan

sistolik) dan paling rendah ketika ventrikel berelaksasi (tekanan diastolik).

Pada keadaan hipertensi, tekanan darah meningkat yang ditimbulkan

karena darah dipompa melalui pembuluh darah dengan kekuatan berlebih

(5).

4

Page 23: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

5

Hipertensi merupakan penyakit yang timbul akibat adanya interaksi

berbagai faktor resiko yang dimiliki seseorang. Faktor resiko pemicu

hipertensi yang tidak dapat dikontrol seperti obesitas, kurangnya aktivitas

fisik, perilaku merokok, pola konsumsi makanan yang mengandung

natrium dan lemak jenuh (13,14).

Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung, tahanan perifer

pada pembuluh darah, dan volume atau isi darah yang bersikulasi.

Hipertensi dapat menyebabkan komplikasi seperti penyakit jantung

koroner, left ventricle hypertrophy, dan stroke yang merupakan pembawa

kematian. Selain penyakit tersebut dapat pula menyebabkan gagal ginjal,

penyakit pembuluh lain, diabetes mellitus dan lain-lain (14).

II.1.2 Etiologi Hipertensi

Berdasarkan etiologinya, hipertensi dibagi atas hipertensi primer

(esensial) dan hipertensi sekunder.

a. Hipertensi Primer

Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui

penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Hipertensi ini mencakup

sekitar 95% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti genetik,

lingkungan, hiperaktivitas susunan saraf simpatis, sitem renin

angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca

intraseluler, dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko seperti obesitas

dan merokok. Hipertensi primer biasanya timbul pada umur 30 - 50 tahun

(13,14).

Page 24: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

6

b. Hipertensi Sekunder

Hipertensi sekunder atau hipertensi renal merupakan hipertensi

yang penyebabnya diketahui dan terjadi sekitar 10% dari kasus hipertensi.

Hampir semua hipertensi sekunder berhubungan dengan gangguan

sekresi hormon dan fungsi ginjal. Penyebab spesifik hipertensi sekunder

antara lain penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular

renal, hiperaldesteronisme primer, sindroma Cushing, feokromositoma,

dan hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan. Umumnya

hipertensi sekunder dapat disembuhkan dengan penatalaksanaan tepat

(15).

II.2 Epidemiologi Hipertensi

II.2.1 Frekuensi

Di Amerika, diperkirakan 30% penduduknya (± 50 juta jiwa)

menderita tekanan darah tinggi (≥ 140/90 mmHg) dengan persentase

biaya kesehatan cukup besar setiap tahunnya. Menurut National Health

and Nutrition Examination Survey (NHNES) insiden hipertensi pada orang

dewasa di Amerika tahun 1999-2000 adalah sekitar 29-31%, yang berarti

bahwa terdapat 58-65 juta orang menderita hipertensi, dan terjadi

peningkatan 15 juta dari data NHNES III tahun 1988-1991. Tekanan darah

tinggi merupakan salah satu penyakit degeneratif. Umumnya tekanan

darah bertambah secara perlahan dengan bertambahnya umur. Risiko

untuk menderita hipertensi pada populasi ≥ 55 tahun yang tadinya

tekanan darahnya normal adalah 90% (16).

Page 25: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

7

II.2.2 Umur

Berdasarkan The National Health and Nutrition Examination Survey

(NHNES), prevalensi hipertensi meningkat 13,2% pada usia 30-39 tahun,

22% pada usia 40-49 tahun, 37,5% pada usia 50-59 tahun, dan 51% pada

usia 60-74 tahun. Hipertensi sering terjadi setelah usia 65 tahun (15,16).

II.2.3 Jenis Kelamin

Diagnosis hipertensi terjadi pada umur diantara dekade ketiga dan

dekade kelima. Sampai dengan umur 55 tahun, laki-laki lebih banyak

menderita hipertensi dibanding perempuan. Dari umur 55 s/d 74 tahun,

sedikit lebih banyak perempuan dibanding laki-laki yang menderita

hipertensi. Pria lebih cenderung untuk menderita hipertensi daripada

wanita hingga usia 55 tahun, setelah usia tersebut proporsi penderita

hipertensi wanita melebihi pria (15,16).

II.3 Klasifikasi Hipertensi

Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on

Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure

(JNC 7) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi

kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2 seperti

yang terlihat pada tabel 1 dibawah.

Page 26: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

8

Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7

Klasifikasi tekanan darah Tekanan darah sistolik (mmHg)

Tekanan darah distolik (mmHg)

Normal < 120 <80

Prehipertensi 120-139 80-89

Hipertensi derajat 1 140-159 90-99

Hipertensi derajat 2 ≥ 160 ≥ 100

Di kutip dari : Arif Mansjoer, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I : Nefrologi dan Hipertensi. Jakarta: Media Aesculapius FKUI; 2001. p: 519-520. Di indonesia berdasarkan kosensus Pertemuan Ilmiah Nasional

Pertama Perhimpunan Hipertensi Indonesia tanggal 13-14 Januari

2007, belum dapat membuat klasifikasi hipertensi untuk orang Indonesia.

Hal ini dikarenakan data penelitian hipertensi di Indonesia berskala

nasional sangat jarang sehingga Perhimpunan Nefrologi Indonesia

(Pernefri) memilih klasifikasi sesuai WHO/ISH karena memiliki sebaran

yang lebih luas (13,16).

Tabel 2. klasifikasi pengukuran tekanan darah Dari International Society of Hypertension (ISH) For Recently Updated WHO tahun 2003

Klasifikasi tekananan darah

Tekanan darah sistolik (mmHg)

Tekanan darah diastolik (mmHg)

Optimal < 120 < 80

Normal < 130 < 85

Pra hipertensi < 130 – 139 85 – 89

Hipertensi Ringan (Hipertensi Derajat I)

< 140 – 159 90 – 99

Hipertensi Sedang (Hipertensi Derajat II)

< 160 – 179 100 – 109

Hipertensi Berat (Hipertensi Derajat III)

> 180 ≥ 110

Dikutip dari : Arif Mansjoer, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I : Nefrologi dan Hipertensi. Jakarta: Media Aesculapius FKUI; 2001. p: 519-520 dan sumber : linda Linda Brookes, 2004

Page 27: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

9

Menurut Linda Brookes, The update WHO/ISH hypertension

guideline, yang merupakan divisi dari National Institute of Health di AS

secara berkala mengeluarkan laporan yang disebut Joint National

Committee on Prevention, Detectioan, Evaluation, and Treatment of High

Blood Pressure. Laporan terakhir diterbitkan pada bulan Mei 2003,

memberikan resensi pembaharuan kepada WHO/ISH tentang kriteria

hipertensi yang dibagi dalam empat kategori yaitu optimal, normal dan

normal tinggi / prahipertensi, kemudian hipertensi derajat I, hipertensi

derajat II dan hipertensi derajad III (17).

Prahipertensi, jika angka sistolik antara 130 sampai 139 mmHg

atau angka diastolik antara 85 sampai 89 mmHg. Jika orang menderita

prahipertensi maka risiko untuk terkena hipertensi lebih besar. Hipertensi

derajat I. Sebagian besar penderita hipertensi termasuk dalam kelompok

ini. Jika kita termasuk dalam kelompok ini maka perubahan pola hidup

merupakan pilihan pertama untuk penanganannya. Selain itu juga

dibutuhkan pengobatan untuk mengendalikan tekanan darah. Hipertensi

derajat II dan derajat III. Mereka dalam kelompok ini mempunyai risiko

terbesar untuk terkena serangan jantung, stroke atau masalah lain yang

berhubungan dengan hipertensi (17).

II.4 Patofisiologi Hipertensi

Tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah melalui sistem

sirkulasi dilakukan oleh aksi memompa dari jantung (cardiac output / CO)

dan Total Peripheral Resistance. Secara garis besar penyakit hipertensi

Page 28: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

10

adalah hasil interaksi antara cardiac ouput dan tahanan perifer.

Peningkatan cardiac output adalah peningkatan kontraksi jantung yang

ditentukan oleh frekuensi denyut jantung dan volume. Tahanan perifer

adalah kelainan kontraktilitas dan struktur dari pembuluh darah yang

ditentukan oleh resistensi vaskuler perifer dan resistensi renal. Sebagian

besar pasien dengan hipertensi esensial mempunyai curah jantung yang

normal tapi resistensi yang meningkat (18).

Patofisiologi hipertensi primer terjadi melalui mekanisme :

1). Curah jantung dan tahanan perifer

Peningkatan curah jantung terjadi melalui dua cara yaitu

peningkatan volume cairan atau preload dan rangsangan saraf yang

mempengaruhi kontraktilitas jantung. Curah jantung meningkat secara

mendadak akibat adanya rangsang saraf adrenergik. Barorefleks

menyebabkan penurunan resistensi vaskuler sehingga tekanan darah

kembali normal. Namun pada orang tertentu, kontrol tekanan darah

melalui barorefleks tidak adekuat sehingga terjadi vasokonstriksi perifer

(18).

Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer sangat

berpengaruh terhadap normalitas tekanan darah. Tekanan darah

ditentukan oleh konsentrasi sel otot halus yang terdapat pada arteriol

kecil. Peningkatan konsentrasi sel otot halus berpengaruh pada

peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler. Peningkatan konsentrasi

otot halus mengakibatkan penebalan pembuluh darah arteriol yang

Page 29: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

11

dimediasi oleh angiotensin dan menjadi awal meningkatnya tahanan

perifer yang irreversible (18).

2). Sistem renin-angiotensin

Ginjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volume

cairan ekstraseluler dan sekresi renin. Sistem renin-angiotensin

merupakan sistem endokrin penting dalam pengontrolan tekanan darah.

Renin disekresi sebagai respon glomerulus, penurunan asupan garam,

ataupun respon dari sistem saraf simpatik (19).

Mekanisme terjadinya hipertensi melalui terbentuknya

angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme

(ACE). ACE memegang peranan fisiologis penting dalam pengaturan

tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi

hati, kemudian oleh hormon renin yang diproduksi ginjal akan diubah

menjadi angiotensin I (dekapeptida tidak aktif). Angiotensin I diubah

menjadi angiotensin II (oktapeptida sangat aktif) oleh ACE yang

terdapat di paru-paru. Angiotensin II berpotensi besar meningkatkan

tekanan darah karena bersifat sebagai vasokonstriktor (19).

3). Sistem saraf simpatis

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh

darah terletak di pusat vasomotor pada medula otak. Dari pusat

vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke

korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia

simpatis di toraks dan abdomen. Sirkulasi sistem saraf simpatis

Page 30: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

12

menyebabkan vasokonstriksi dan dilatasi arteriol. Sistem saraf otonom

memiliki peran penting dalam mempertahankan tekanan darah. Hipertensi

terjadi karena interaksi antara sistem saraf otonom dan sistem renin-

angiotensin bersama dengan faktor lain termasuk natrium, volume

sirkulasi, dan beberapa hormon (19).

4). Perubahan struktur dan fungsi pembuluh darah

Perubahan struktural dan fungsional sistem pembuluh darah

perifer bertanggung jawab terhadap perubahan tekanan darah

terutama pada usia lanjut. Perubahan struktur pembuluh darah

meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan

penurunan relaksasi otot polos pembuluh darah, yang mengakibatkan

penurunan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.

Sel endotel pembuluh darah juga memiliki peran penting dalam

pengontrolan pembuluh darah jantung dengan cara memproduksi

sejumlah vasoaktif lokal yaitu molekul oksida nitrit dan peptida

endotelium. Disfungsi endotelium banyak terjadi pada kasus hipertensi

primer (19).

Hipertensi sesungguhnya merupakan abnormalitas dari faktor-

faktor tersebut, yang ditandai dengan peningkatan curah jantung dan /

atau ketahanan periferal. Selengkapnya dapat dilihat pada gambar bagan

1 di bawah ini :

Page 31: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

13

Gambar 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah (sumber Kaplan M. Norman, Measurenment of Blood Pressure and Primary Hypertension: Pathogenesis in Clinical Hypertension: Seventh Edition.Baltimore, Maryland USA: Williams & Wilkins, 1998; 28-46)

Tubuh memiliki sistem yang berfungsi mencegah perubahan

tekanan darah secara akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi dan

mempertahankan stabilitas tekanan darah dalam jangka panjang.

II.5 Gejala Klinis Hipertensi

Pemeriksaan fisik dapat pula tidak dijumpai kelainan apapun selain

tekanan darah tinggi yang merupakan satu-satunya gejala. Penderita

hipertensi kadang tidak menampakkan gejala sampai bertahun-tahun.

Apabila terdapat gejala, maka gejala tersebut menunjukkan adanya

kerusakan vaskuler (18)

Page 32: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

14

Elizabeth J. Corwin menyebutkan bahwa sebagian besar gejala

klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun. Manifestasi

klinis yang timbul dapat berupa nyeri kepala saat terjaga yang kadang-

kadang disertai mual dan muntah akibat peningkatan tekanan darah

intrakranium, penglihatan kabur akibat keruskan retina karena hipertensi,

ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan saraf, nokturia

(peningkatan urinasi pada malam hari) karena peningkatan aliran darah

ginjal dan filtrasi glomerolus (20).

II.6 Diagnosa Hipertensi

Menurut Slamet Suyono evaluasi pasien hipertensi mempunyai tiga

tujuan :

a. Mengidentifikasi penyebab hipertensi

b. Menilai adanya kerusakan organ target dan penyakit kardiovaskular,

beratnya penyakit serta respon terhadap pengobatan.

c. Mengidentifikasi adanya faktor risiko kardiovaskuler lain atau penyakit

penyerta, yang ikut menentukan prognosis dan ikut menentukan

panduan pengobatan.

Diagnosa hipertensi tidak dapat ditegakkan dalam satu kali

pengukuran, dan hanya dapat ditetapkan setelah dua kali atau lebih

pengukuran pada kunjungan yang berbeda kecuali terdapat kenaikkan

tinggi atau gejala-gejala klinis yang menyertai (21).

Page 33: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

15

Data yang diperlukan untuk evaluasi tersebut diperoleh dengan

cara anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan

pemeriksaan penunjang.

Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi, dan lama

menderitanya, pengobatan hipertensi sebelumnya, riwayat dan gejala-

gejala penyakit yang berkaitan seperti penyakit jantung koroner, penyakit

serebosvakuler dan lainnya. Apakah terdapat riwayat penyakit dalam

keluarga, gejala-gejala yang berkaitan dengan penyakit hipertensi, gejala

kerusakan organ, perubahan aktifitas atau kebiasaan sebagai faktor resiko

hipertensi (seperti merokok, konsumsi makanan, riwayat dan faktor

pribadi, keluarga, lingkungan, pekerjaan, dan lain-lain (13,21).

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain

pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi,

dengan tujuan untuk menentukan adanya kerusakan organ dan faktor

resiko atau mencari penyebab hipertensi. Pada umumnya dilakukan

pemeriksaan urinalisa, darah perifer lengkap, kimia darah (kalium,

natrium, kreatinin, gula darah puasa, kolesterol total) dan EKG (13,21).

II.7 Faktor Resiko Hipertensi

II.7.1 Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol

1) Usia

Faktor usia sangat berpengaruh terhadap hipertensi, semakin tua

seseorang semakin besar resiko terserang hipertensi. Insiden hipertensi

yang makin meningkat dengan bertambahnya usia disebabkan oleh

Page 34: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

16

perubahan alamiah dalam tubuh yang mempengaruhi jantung, pembuluh

darah dan hormon (21).

Semakin bertambahnya usia, resiko terkena hipertensi lebih besar

sehingga prevalensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi sekitar 40%

dengan kematian sekitar 50% di atas umur 60 tahun. Arteri kehilangan

elastisitas atau kelenturan serta tekanan darah meningkat seiring dengan

bertambahnya usia. Peningkatan kasus hipertensi akan berkembang pada

usia lima puluhan dan enam puluhan. Kenaikan tekanan darah seiring

bertambahnya usia merupakan keadaan biasa. Namun apabila perubahan

ini terlalu mencolok dan disertai faktor-faktor lain maka memicu terjadinya

hipertensi dengan komplikasinya (21).

2) Jenis Kelamin

Faktor jenis kelamin juga berpengaruh terjadinya resiko hipertensi,

di mana pria lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan wanita

dengan rasio sekitar 2,29 mmHg untuk peningkatan darah sistolik. Bila

ditinjau dari perbandingan pria dan wanita, tenyata terdapat angka yang

sangat bervariasi. Menurut Arif Mansjoer, dkk, pria dan wanita menapouse

mempunyai pengaruh yang sama untuk terjadinya hipertensi. Menurut

MN.Bustan bahwa wanita lebih banyak yang menderita hipertensi

dibanding pria. Wanita dipengaruhi oleh beberapa hormon termasuk

hormon estrogen yang melindungi wanita dari hipertensi dan

komplikasinya termasuk penebalan dinding pembuluh darah atau

Page 35: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

17

aterosklerosis. Wanita usia produktif sekitar 30-40 tahun, kasus serangan

jantung jarang terjadi, tetapi meningkat pada pria (20,21).

3) Riwayat Keluarga

Individu dengan riwayat keluarga memiliki penyakit tidak

menular lebih sering menderita penyakit yang sama. Jika ada riwayat

keluarga dekat yang memiliki faktor keturunan hipertensi, akan

mempertinggi risiko terkena hipertensi pada keturunannya sebesar

empat kali lipat. Data statistik membuktikan jika seseorang memiliki

riwayat salah satu orang tuanya menderita penyakit tidak menular,

maka dimungkinkan sepanjang hidup keturunannya memiliki peluang

25% terserang penyakit tersebut. Jika kedua orang tua kita mempunyai

hipertensi, kemungkinan kita mendapatkan penyakit tersebut 60% ( 20).

II.7.2 Faktor Yang Dapat diubah/dikontrol

1) Konsumsi garam

Garam dapur merupakan faktor yang sangat berperan dalam

patogenesis hipertensi. Garam dapur mengandung 40% natrium dan

60% klorida. Konsumsi 3-7 gram natrium perhari, akan diabsorpsi

terutama di usus halus. Pada orang sehat volume cairan

ekstraseluler umumnya berubah-ubah sesuai sirkulasi efektifnya dan

berbanding secara proporsional dengan natrium tubuh total. Volume

sirkulasi efektif adalah bagian dari volume cairan ekstraseluler pada

ruang vaskular yang melakukan perfusi aktif pada jaringan. Natrium

diabsorpsi secara aktif, kemudian dibawa oleh aliran darah ke ginjal

Page 36: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

18

untuk disaring dan dikembalikan ke aliran darah dalam jumlah yang

cukup untuk mempertahankan taraf natrium dalam darah. Kelebihan

natrium yang jumlahnya mencapai 90-99% dari yang dikonsumsi,

dikeluarkan melalui urin. Pengeluaran urin ini diatur oleh hormon

aldosteron yang dikeluarkan kelenjar adrenal (7,19).

Orang-orang peka natrium akan lebih mudah mengikat natrium

sehingga menimbulkan retensi cairan dan peningkatan tekanan

darah. Garam memiliki sifat menahan cairan, sehingga mengkonsumsi

garam berlebih atau makan-makanan yang diasinkan dapat menyebabkan

peningkatan tekanan darah. Garam menyebabkan penumpukan cairan

dalam tubuh, karena menarik cairan di luar sel agar tidak keluar, sehingga

akan meningkatkan volume dan tekanan darah (21).

2) Konsumsi Lemak

Kebiasaan mengkonsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan

peningkatan berat badan yang berisiko terjadinya hipertensi.

Konsumsi lemak jenuh juga meningkatkan risiko aterosklerosis yang

berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Kandungan bahan kimia

dalam minyak goreng terdiri dari beraneka asam lemak jenuh (ALJ)

dan asam lemak tidak jenuh (ALTJ). Minyak goreng yang tinggi

kandungan ALTJ-nya hanya memiliki nilai tambah gorengan pertama

saja. Penggunaan minyak goreng lebih dari satu kali pakai dapat

merusak ikatan kimia pada minyak, dan hal tersebut dapat meningkatkan

pembentukan kolesterol yang berlebihan sehingga dapat

Page 37: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

19

menyebabkan aterosklerosis dan hal yang memicu terjadinya hipertensi

dan penyakit jantung (21,22).

3) Merokok

Merokok merupakan salah satu faktor yang berhubungan

dengan hipertensi, sebab rokok mengandung nikotin. Menghisap

rokok menyebabkan nikotin terserap oleh pembuluh darah kecil dalam

paru-paru dan kemudian akan diedarkan hingga ke otak. Di otak, nikotin

akan memberikan sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas

epinefrin atau adrenalin yang akan menyempitkan pembuluh darah

dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan darah

yang lebih tinggi. Hal tersebut akan meningkatkan risiko terjadinya

hipertensi dan penyakit jantung koroner (18,22).

4) Kebiasaan kosumsi minum-minuman beralkohol

Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi. Peminum alkohol

berat cenderung hipertensi meskipun mekanismenya belum diketahui

secara jelas. Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih

belum jelas. Namun diduga peningkatan kadar kortisol dan peningkatan

volume sel darah merah serta kekentalan darah merah yang berperan

dalam peningkatan tekanan darah (21,22).

5) Obesitas

Obesitas merupakan ciri dari populasi penderita hipertensi. Curah

jantung dan sirkulasi volume darah penderita hipertensi yang obesitas

lebih tinggi dari penderita hipertensi yang tidak obesitas. Obesitas erat

Page 38: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

20

kaitannya dengan mengkonsumsi makanan yang tinggi lemak. Obesitas

meningkatkan resiko terjadinya hipertensi karena beberapa sebab. Makin

besar massa tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok

oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Volume darah yang beredar

pada pembuluh darah menjadi meningkat sehingga memberi tekanan

lebih besar pada dinding arteri. Kelebihan berat badan juga meningkatkan

frekuensi denyut (20,22).

6) Olahraga

Aktivitas fisik sangat mempengaruhi stabilitas tekanan darah.

Orang yang tidak aktif melakukan kegiatan fisik cenderung

mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi. Hal tersebut

mengakibatkan otot jantung bekerja lebih keras pada setiap kontraksi.

Makin keras usaha otot jantung dalam memompa darah, makin besar

tekanan yang dibebankan pada dinding arteri sehingga meningkatkan

tahanan perifer yang menyebabkan kenaikkan tekanan darah. Aktifitas

fisik yang kurang dapat meningkatkan risiko kelebihan berat badan yang

akan menyebabkan risiko hipertensi meningkat (22).

II.8 Albuminuria

II.8.1 Definisi

Protein tidak biasanya ditemukan dalam urin karena protein

memiliki molekur besar, sehingga protein tetap dalam darah. Protein

biasanya kembali diserap dan digunakan sebagai sumber energi. Potein

yang beredar banyak di dalam darah maka akan ada beberapa jumlah

Page 39: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

21

protein akan ditemukan di urin. Uji albumin urin akan memberikan

informasi tentang jumlah protein (albumin) yang terdapat dalam urin. Uji

albumin dalam urin dilakukan jika dokter mencurigai penyakit ginjal. Jika

terdeteksi dini, dokter dapat memulai pengobatan yang dapat mencegah

kerusakan ginjal lebih lanjut (23).

Albuminuria adalah suatu kondisi yang ditandai dengan adanya

albumin (yang merupakan protein darah) dalam urin. Dalam kondisi

normal albumin disaring oleh ginjal. Albuminuria adalah suatu kondisi

medis yang ditandai dengan adanya albumin dalam urin. Albuminuria

dapat mendasari terjadinya diabetes, tekanan darah tinggi dan gagal

jantung. Uji Micral albumin adalah tes urine yang pada dasarnya

difokuskan pada identifikasi adanya albumin dalam urin dan awal untuk

mendeteksi (6,23).

Mikroalbuminuria yaitu peningkatan albumin urin yang akan

menggambarkan kerusakan endotel di glomerulus dan juga pembuluh

darah sistemik. Mikroalbuminuria didefinisikan sebagai ekskresi albumin

dalam urin sebesar 20-200 µg/min atau >30 mg/hari. Pemeriksaan ini

bermanfaat untuk kontrol tekanan darah , diabetes, dan restriksi protein.

II.9. Patofisiologi Albuminuria

II.9.1 Mekanisme glomeruler dan Tubuler

Hubungan antara ekskresi albumin dan permeabilitas vaskuler

menjadikan ekskresi albumin dalam urin lebih sensitif terhadap proses

inflamasi termasuk penyakit kardiovaskuler. Ginjal merupakan organ ideal

Page 40: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

22

menjelaskan sejumlah kecil perubahan permeabilitas vaskuler sistemik.

Semua albumin yang difiltrasi, direabsorbsi oleh tubulus proksimalis

melalui mekanisme endisitotik yang berkapasitas rendah dan berafinitas

tinggi dan hanya 10-30 mg per 24 jam yang terdapat dalam urin. Dengan

asumsi bahwa 7 gr albumin difiltrasi setiap 24 jam, 1% meningkat pada

kondisi permeabilitas vaskuler sistemik sebagai respon keadaan inflamasi

sehinnga menghasilkan tambahan 70 mg albumin melewati filtrasi. Pada

saat mekanisme tubuler pada reabsorbsi albumin mendeteksi saturasi,

ekskresi albumin dalam urin akan meningkat dari 30 menjadi lebih 100

mg/ 24 jam (24).

II.9.2 Proteinuria menyebabkan kerusakan tubulus

Protein di dalam urin berasal dari ultrafiltrasi dan dari traktus

urinarius sendiri. Protein dengan Berat Molekul (BM) rendah (<40.000)

akan melewati barier filtrasi glomerulus dan diabsorpsi. Protein serum

orang normal mengandung sekitar 60% albumin. Konsentrasi albumin di

dalam plasma lebih tinggi, BM yang sedang dan kemampuan filtrasi yang

terbatas, menyebabkan hanya sejumlah kecil albumin yang berada di

dalam urin normal. Sebanyak 0,1% albumin dalam plasma difiltrasi

sebagai filtrat ultra dan 95-99% dari semua protein yang difiltrasi akan

direabsorbsi. Protein dengan BM tinggi (>90.000) tidak mampu melalui

melewati barier filtrasi glomerulus pada orang normal. Kemampuan ginjal

menyaring protein tergantung pada beberapa faktor yaitu tekanan filtrasi,

Page 41: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

23

ukuran pori, muatan listrik membran basal glomerulus dan reabsorbsi

protein dalam tubulus proksimal (24).

Tubulus terekspos protein berlebih akan terjadi reabsorbsi protein

berlebih pula, sehingga tubulus menjadi reaktif, akan mensekresi sitokin

dan kemokin yang kemudian mengaktifkan makrofag. Kemokin

meransang fibrolas, dan matriks protein. Secara bersama-sama semua ini

menyebabkan fibrosis interstitial, inflamasi, dan penyakit ginjal (24)

Tekanan kapiler glomerulur yang tinggi menganngu permeabilitas

glomeruler terhadap protein yang difiltrasi dalam jumlah berlebihan dan

mencapai lumen tubulus proksimal. Jumlah protein yang ditemukan di urin

merupakan indikator abnormalitas pada permeabilitas glomerular sebagai

petanda kerusakan lesi ginjal. Protein yang berfiltrasi melaui kapiler

glomerular mungkin memeiliki toksisitas ginjal, dan dapat menyebabkann

faktor resiko penyakit lain seperti hipertensi (25).

II.10 Deteksi dini albuminuria pada penderita hipertensi

Proteinuria merupakan suatu petanda adanya kerusakan ginja,

pada banyak penelitian terbukti bahwa proteinuria mempunyai peran

sebagai petanda resiko mortalitas kardiovaskular dan prediktor

progresivitas penyakit ginjal dan jumlah protein yang dikeluarkan melalui

urin berkolerasi dengan besarnya penurunan LFG (laju filtrasi

Glomerulus). Penurunan fungsi ginjal semakin besar sesuai dengan

banyaknya proteinuria. Proteinuria tidak hanya sekedar petanda adnya

kerusakan ginjal, akan tetapi juga faktor resiko dari PJK.

Page 42: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

24

Urin normal mengandung sejumlah kecil protein, dalam NKF-

K/DOQI guidelines terminologi proteinuria menunjukkan peningkatan

ekskresi albumin urin, protein total, terminologi albuminuria menunjukkan

secara khusus peningkatan ekskresi albumin urin, terminologi

mikroalbuminuria menunjukkan ekskresi albumin urin yang diatas batas

normal namun dibawah dari kadar yang dapat dideteksi oleh tes untuk

ekskresi total protein urin (25).

Pada orang dewasa dengan peningkatan resiko terjadi penyakit

ginjal kronik, NKF-K/DOQI menganjurkan untuk memeriksa albuminuria

dengan pemeriksaan urin, baik dengan dipstik khusus untuk albumin atau

rasio albumin/kreatinin. Secara tradisional tes dipstik digunakan untuk

mendeteksi protein dalam urin, tes ini semi kuantitatif. Saat ini bermacam

metode berbasiskan antobodi digunakan untuk mengukur kadar albumin

urin yang rendah (25).

II.11 Hipertensi dan Albuminuria

Hipertensi berhubungan dengan ekskresi albuminuria dan

berhubungan dengan fungsi ginjal. Pada penderita hipertensi, peningkatan

kadar albuminuria berhubungan dengan luasnya penyakit kardiovaskuler.

Adanya peningkatan ekskresi albumin urin menunjukkan peningkatan

jumlah albumin yang melewati transkapiler dan merupakan petanda

kerusakan mikrovaskuler. Peningkatan albumin dalam urin akibat

kerusakan organ ginjal yang terjadi karena hipertensi. Disfungsi endotel

merupakan latar belakang kerusakan organ ginjal. Disfungsi endotel

Page 43: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

25

merupakan akibat dari hipertensi dan aterosklerosis dini. Pada keadaan

jantung yang normal, fungsi endotel berguna untuk vasodilatasi melalui

pelepasan nitric oxide. Peningkatan albuminuria dikenal sebagai petanda

disfungsi endotel. Hal ini terjadi karena pasase albumin transmembran

yang terjadi karena berkurangnya produksi heparan sulfat. Rendahnya

kontrol glikemik menghambat enzim N-deacetylase. Kebocoran albumin

tidak hanya terjadi di glomerulus tetapi juga di retina dan pembuluh darah

(7,25).

Hipertensi merupakan central factor yang menyebabkan kerusakan

ginjal. Aktifasi sistem renin angiotensin aldosteron (RAA), berperan pada

sistem hormonal dalam mekanisme regulasi tekanan darah, dikenal

melaui efek endokrin, parakrin dan intrakrin dalam ginjal dari efek

Angiotensin II (7,25).

Ada dua faktor utama terjadinya peningkatan albuminuria, yaitu

faktor hemodinamik (tekanan hidrostatik glomerulus) dan non-

hemodinamik (permeabilitas membran basalis glomerulus) dan non-

hemodinamik (permeabilitas membran basalis glomerulus). Tekanan

hidrostatis glomerulus diatur oleh kontraksi arteriol. Sebagai respon

homeostasis normal, naiknya tekanan darah sistemik akan diikuti oleh

konstriksi arteriol, sehingga tekanan hidrostatik intraglomerulus dijaga

tetap normal. Bila mekanisme ini terganggu atau bila terjadi konstriksi di

arteriol aferen, maka akan terjadi peningkatan tekanan hidrostatik

intraglomerulus yang memudahkan terjadinnya ekskresi protein (25).

Page 44: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

26

Mekanisme terjadinya albuminuria juga disebabkan oleh peningkatan

membran permeabilitas seperti gambar bagan di bawah ini :

Gambar 2. Penyebab albuminuria dan proteinuria ( sumber : Hoder S, 2013. Nefropati diabetik : Patofisiologi, Patologi, dan Penatalaksanaa.diakses pada tanggal 04 april Available from:http://sikkahoder.blogspot.com/2013/01/nefropati-patofisiologi.html

Reabsorpsi protein yang berlebih pada tubulus akan

mengakibatkan tubulus menjadi reaktif dan mensekresi sitokin dan

kemokin. Semuanya bersama-sama akan menyebabkan fibrosis interstial,

inflamasi dan kerusakan ginjal. Sejauh ini semua penelitian menemukan

adanya kecendrungan tekanan darah yang lebih tinggi pada mereka

dengan miroalbuminuria daripada yang normoalbuminuria (26).

Page 45: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

27

BAB III

PELAKSANAAN PENELITIAN

III.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini berupa observasi laboratorik menggunakan

desain Cross Sectional untuk menganalisis kadar albuminuria

berdasarkan derajat hipertensi.

III.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian telah dilaksanakan di Laboratorium Klinik Rumah Sakit

Umum Labuang Baji, bulan Februari sampai Maret 2013

III.3 Populasi dan Sampel

Populasi penelitian adalah pasien penderita hipertensi yang

memeriksakan diri di Rumah Sakit Labuang Baji

Besar jumlah sampel diperkirakan berdasarkan rumus (11).

n = Zα2 PQ

d2

Keterangan

n = Besar Sampel

Zα= Deviat baku normal untuk tingkat kemaknaan, α (ditetapkan). Nilai α

ini dipilih sesuai dengan IK yang diinginkan, Bila IK 95% berarti α =

0.05, sehingga Zα = 1,96

P = Proporsi atau keadaan yang akan dicari (dari pustaka) atau perkiraan

proporsi penyakit / efek pada populasi dari peneliti sebelumnya (0.10)

27

Page 46: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

28

Q = 1-P (1 - 0,10 = 0,9)

d = Tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki = 0,1

Untuk mencari besar sampel yang diperlukan, maka dihitung sebagai

berikut :

n = (1,96)2 .(0,10). (0.9)

= 34,574 dibulatkan menjadi 35 sampel

III.4 Kriteria Sampel

III.4.1 Kriteria inklusi

Pasien bersedia ikut serta dalam penelitian, Pasien penderita

hipertensi berdasarkan derajat hipertensi, laki-laki dan perempuan usia

minimal 18 tahun dengan nilai tekanan darah lebih dari 140 mmHg ,

Pasien bersedia diambil sampelnya untuk penelitian.

III.4.2 Kriteria Eksklusi

Pasien yang sedang hamil, pasien yang mengalami komplikasi

penyakit ginjal, diabetes neprofatik.

III.5 Definisi Operasional

1. Derajat hipertensi adalah tingkatan dari kenaikan tekanan darah,

dimana hipertensi dibagi dalam beberapa derajat. Klasifikasi masing-

masning yaitu hipertensi derajat I apabila tekanan sistoliknya 140-159

mmHg dan tekanan diastoliknya 90-99 mmHg, hipertensi derajat II

apabila tekanan darah sistoliknya >160 mmHg dan diastoliknya > 100

0,12

Page 47: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

29

mmHg , sedangkan hipertensi derajat III apabila tekanan sistoliknya >

180 mmHg dan tekanan diastoliknya > 116 mmHg.

2. Albuminuria adalah suatu kondisi yang ditandai dengan adanya

albumin dalam urin yang di nilai dengan Chemstrip Micral, kriteria

kadar albuminuria :

a) Putih (-) : Kadar albumin urin 0 mg/L

b) Merah muda (+) : Kadar albumin urin 1-20 mg/L

c) Merah (++) : Kadar albumin urin 21-50 mg/L

d) Merah tua (+++) : Kadar albumin urin 51-100 mg/L

III.6 Prosedur Kerja

III.6.1 Alat dan Bahan Penelitian

Alat – alat yang digunakan adalah spigmomanometer, stetoskop,

wadah penampung urin, dan tissu.

Bahan yang digunakan adalah urin, dan strip micral test.

III.6.2 Pemeriksaan Tekanan Darah

Pemeriksaan tekanan darah diukur dengan spigmomanometer air

raksa. Pasien diberikan posisi yang nyaman ( berbaring / duduk ) bila

pasien duduk salah satu tangan diletakkan di atas meja dan palpasi

daerah arteri brachialis. Pastikan bahwa manset tidak ada udara,

kemudian manset dipasang di atas arteri brachialis ± 2,5 cm (di atas

denyutan). Spigmomanometer diletakkan (tabung air raksa sejajar

dengan mata). Untuk memulai mengukur tekanan darah, kait dibuka yang

terletak dibawah tabung air raksa ke arah kanan. Palpasi daerah arteri

Page 48: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

30

radialis di palpasi dan temukan denyutan. Katup pemompa ditutup dengan

kencang kemudian dipompa sampai tidak teraba denyutan pada

arteri radialis. Stetoskop dipasang pada telinga dan letakkan di arteri

brachialis. Katup pemompa dibuka secara perlahan-lahan degan waktu ±

30 detik. Bunyi pertama didengar dan pada angka berapa bunyi pertama

terdengar, lanjutkan sampai bunyi ke dua terdengar. Hasil pengukuran

dicatat.

III.6.3 Pemeriksaan Albuminuria

Urin sewaktu pasien ditampung dalam wadah bersih dan kering

yang telah diberi label identitas pasien. Sampel urin disiapkan , kemudian

Chemstrip Micral dimasukkan ke dalam urin sampai batas tertentu, dan

tunggu selama 1 menit. Chemstrip Micral diletakkan di atas tissu selama

30 detik. Dan dibandingkan warnanya dengan warna standar yang ada di

tabung tempat tes strip. Bila warna putih berarti negatif, bila warna merah

berarti positif. Prinsip dari Chemstrip Micral dimana setelah aplikasi

sampel urin, maka sampel akan mengalir ke lembar konjugat. Bila ada

albumin akan berikatan dengan antibodi berlabel emas. Sisanya akan

terikat, sehingga zona deteksi hanya dicapai oleh molekul konjugat.

Tergantung kadar albumin, hasil warna menunjukkan rentang antara putih

ke merah

Page 49: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

31

III.7 Analisa Data

Data yang terkumpul, dilakukan tabulasi data, dan diolah dengan

program SPSS versi 16 dengan menggunakan uji Chi-Square dan

Korelasi Pearson. Data di sajikan dalam bentuk tabel.

Page 50: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1. Hasil Penelitian

Telah dilakukan pemeriksaan albuminuria pada pasien hipertensi

berdasarkan derajat hipertensi di Rumah Sakit Labuang Baji Makassar

pada bulan Februari sampai dengan Maret 2013 sebanyak 35 sampel.

Tabel 3. Hubungan jenis kelamin terhadap tekanan darah

Berdasarkan hasil penelitian angka penderita hipertensi pada laki-

laki sebanyak 20 orang lebih tinggi dibandingkan dengan angka penderita

hipertensi pada perempuan yaitu sebanyak 15 orang.

Tabel 4. Hubungan antara umur dan tekanan darah

Umur

Kelompok tekanan darah Total Hipertensi

derajat satu Hipertensi derajat dua

Hipertensi derajat tiga

n % n % n % n %

< 41 1 100% 0 0% 0 0% 1 100% 41-50 5 55,6% 4 44,4% 0 0% 9 100%

51-60 4 4,4% 5 55,6% 0 0% 9 100% 61-70 9 75% 3 25.0% 0 0% 12 100% >70 2 50% 0 0% 2 50% 4 100% Total 21 60% 12 34,3% 2 5,7% 35 100%

Jenis Kelamin Kelompok TD

Total

Hiertensi derajat satu

Hipertensi derajat dua

Hipertensi derajat tiga

Laki-laki 13 65% 5 25,0% 2 10.0% 20 100.0%

Perempuan 8 53,3% 7 46,7% 0 0.0% 15 100.0%

Total 21 60,0% 12 34,3% 2 5.7% 35 100.0%

32

Page 51: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

33

Berdasarkan tabel di atas, pasien yang mengalami hipertensi

tertinggi pada kategori usia 61-70 tahun dan terendah pada kategori usia

≤ 41 tahun.

Tabel 5. Hubungan antara jenis kelamin dan albuminuria

Jenis Kelamin

Albumin

Normo albuminuria

Mikro albuminuria

Makro albuminuria

Total

n % n % n % n % Laki-laki 9 45% 10 50% 1 5% 20 100%

Perempuan 10 66,7% 5 33,3% 0 0% 15 100%

Total 19 54,3% 15 42,9% 1 2,9% 35 100%

Berdasarkan tabel di atas pasien normoalbuminuria pada laki-laki

sebanyak 9 (45.0%), mikroalbuminuria pada laki-laki sebanyak 10 0rang

(50.0%), dan makroalbuminuria pada laki-laki sebanyak 1 orang (5%).

Pasien perempuan dengan normoalbuminuria sebanyak 10 orang

(66.7%), mikroalbuminuria sebanyak 5 orang (33,3%) dan pada pasien

perempuan tidak ditemukan makroalbuminuria.

Tabel 6. Hubungan umur dan albuminuria

Umur Albuminuria

Total Normo

albuminuria Mikro

albuminuria Makro

albuminuria n % n % n % n %

< 41 0 (0%) 1 (100%) 0 (0%) 1 (100%)

41 - 50 6 (66,7%) 3 (33.3%) 0 (0%) 9 (100%)

51-60 5 (55,6%) 4 (44,4%) 0 (0%) 9 (100%)

61 - 70 6 (50%) 6 (50%) 0 (0%) 12 (100%)

> 70 2 (50%) 1 (25%) 1 (25%) 4 (100%)

Total 19 (54,3%) 15 (42,9%) 1 (2,9%) 35 (100%)

Page 52: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

34

Pasien dengan normoalbuminuria 19 orang (54,3%) dengan umur

terbanyak 41-50 dan 61-70 tahun. Mikroalbuminuria 15 0rang (42,9%)

dengan umur terbanyak 61-70 tahun sebanyak 6 orang. Makroalbuminuria

didapatkan pada 1 pasien (25%) dengan umur di atas 70 tahun.

Tabel 7. Hubungan albuminuria dan derajat hipertensi

Tekanan Darah

Albuminuria Total Normo

albuminuria Mikro

albuminuria Makro

albuminuria

n % n % n % n % Derajat Satu 14 66,7% 7 33,3% 0 0% 21 100%

Derajat Dua 4 33,3% 8 66,7% 0 0% 12 100%

Derajat Tiga 1 50% 0 0% 1 50% 2 100%

Total 19 54,3% 15 42,9% 1 2,9% 35 100%

Pasien Normoalbuminuria dengan hipertensi derajat satu sebanyak

14 orang (66.7%), Mikroalbuminuria dengan hipertensi derajat satu

sebanyak 7 orang (33.3%), tidak ada pasien Makroalbuminuria dengan

hipertensi derajat satu. Pasien normoalbuminuria dengan hipertensi

derajat dua sebanyak 4 (33.3%), Mikroalbuminuria dengan hipertensi

derajat dua 8 orang (66,7%), tidak ada pasien Makroalbuminuria dengan

hipertensi derajat dua. Pasien Normoalbuminuria dengan hipertensi

derajat tiga sebanyak 1 orang (50%), tidak ada pasien Mikroalbuminuria

dengan hipertensi derajat tiga. Pasien Makroalbuminuria dengan

hipertensi derajat tiga sebanyak 1 orang (50%). Hasil perhitungan statistik

diperoleh nilai p= 0,027,semakin meningkat tekanan darah maka semakin

meningkat nilai albuminuria (p<0,05).

Page 53: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

35

Tabel 8. Lama hipertensi terhadap Albuminuria

Lama Hipertensi (Tahun)

Albuminuria

Total (n)

Normo Albuminuria

(n)

Mikro Albuminuria

(n)

Makro Albuminuria

(n) 1-2 20 7 1 28

3-4 1 5 0 6

>4 0 0 1 1

Total 21 12 2 35

Berdasarkan tabel di atas pasien yang menderita hipertensi

selama 1-2 tahun dengan normoalbuminuria sebanyak 20 pasien,

sedangkan dengan lama hipertensi 3-4 tahun terbanyak pada

mikroalbuminuria sebanyak 5 pasien dan pasien dengan lama hipertensi

di atas 4 tahun terbanyak pada makroalbuminuria sebanyak 1 pasien.

Tabel 9. Karateristik distribusi tekanan darah

karateristik N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Tekanan sistolik (mmHg) 35 140 180 150.86 12.455

Tekanan distolik (mmHg) 35 60 110 90.57 11.617

Berdasarkan tabel di atas tekanan sistolik memiliki nilai minimun

140 mmHg dan 180 mmHg, dan tekanan distolik memiliki nilai minimun 60

mmHg dan maksimun 110 mmHg

IV.2 Pembahasan

Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah ≥ 140/90 mmHg.

Hipertensi merupakan peningkatan darah yang bersifat abnormal dan

Page 54: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

36

dapat diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya, mempunyai rentang

dari tekanan darah normal yang tinggi sampai hipertensi maligna.

Tekanan kapiler glomerular. Tekanan darah tinggi merupakan salah satu

penyakit degeneratif. Umumnya tekanan darah bertambah secara

perlahan dengan bertambahnya umur. Hipertensi mengakibatkan

komplikasi baik jangka pendek maupun jangka panjang. Hipertensi primer

secara klinis dapat menghasilkan proteinuria, albuminuria dan penurunan

fungsi ginjal. Albuminuria pada pasien hipertensi merupakan indikator

penurunan fungsi ginjal.

Tekanan kapiler glomerular yang tinggi mengganggu permeabilitas

glomerular terhadap protein yang mana kemudian difiltrasi dalam jumlah

berlebihan dan mencapai lumen tubulus proksimal. Jumlah albumin yang

ditemukan di urin merupakan indikator abnormalitas permeabilitas

glomerular sebagai petanda keparahan lesi ginjal bersama faktor resiko

laiinya seperti hipertensi.

Pemeriksaan albuminuria pada pasien hipertensi berdasarkan

derajat hipertensi di Rumah sakit Labuang Baji’ Makassar pada bulan

Februari sampai Maret 2013 telah dilakukan terhadap 35 sampel. Jenis

penelitian bersifat cross-sectional study. Penelitian ini bertujuan untuk

melihat bagaimana hubungan albuminuria dengan derajat hipertensi.

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 3 jumlah pasien hipertensi

derajat satu sebanyak 21(60%) orang, hipertensi derajat dua 12 (34,3%)

orang, dan hipertensi derajat tiga sebanyak 2 orang (5,7%). Hipertensi

Page 55: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

37

derajat satu lebih tinggi pada laki-laki 13 orang, sedangkan hipertensi

derajat dua lebih tinggi pada perempuan 7 orang dan hipertensi derajat

tiga lebih tinggi pada laki-laki 2 orang. Berdasarkan hasil uji Chi-Square

tidak terdapat hubungan dan perbedaan antara jenis kelamin dengan

tekanan darah (p=0,238) , dimana H0 diterima. Bila ditinjau dari jenis

kelamin terdapat angka yang bervariasi, sehinnga tidak ada perbedaan

yang bermakna antar jenis kelamin dan tekanan darah. Penelitian

sebelumnya terdapat perbedaan hubungan jenis kelamin terhadap

tekanan darah. Namun hingga kini beberapa penelitian masih terdapat

perbedaan faktor jenis kelamin terhadap tekanan darah.

Pada tabel 4 dapat dilihat Pasien dengan hipertensi derajat satu

umur terbanyak 61-70 tahun (75%). Hipertensi derajat dua umur

terbanyak 51-60 tahun (55,6%). Hipertensi derajat tiga terdapat 2 orang

dengan umur terbanyak >70 tahun (50%). Dari perhitungan statistik

berdasarkan hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p= 0,010, dimana H0 di

tolak. Semakin meningkat umur ada kecenderungan terjadi peningkatan

tekanan darah (p<0,05). Hal ini bertujuan untuk membuktikan bahwa

semakin tua usia, semakin besar resiko terserang hipertensi.

Insiden ini disebabkan oleh perubahan alamiah dalam tubuh

yang mempengaruhi jantung, pembuluh darah dan hormon. Arteri

kehilangan elastisitas atau kelenturan, dan tekanan darah seiring

bertambahnya usia. Hipertensi bisa terjadi disegala usia. Hasil penelitian

menunjukkan peningkatan tekanan darah mulai umur empat puluhan.

Page 56: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

38

Pada tabel 5 hubungan antara jenis kelamin dan nilai albuminuria.

Pasien normoalbuminuria tebanyak pada perempuan sebanyak 10 orang

(66,7%). Mikroalbuminuria pada laki-laki sebanyak 10 0rang (50%), dan

Makroalbuminuria pada laki-laki sebanyak 1 (5%). Hasil perhitungan

statistik berdasarkan uji Chi-Square didapatkan nilai p= 0,359, maka H0

diterima Tidak ada hubungan atau perbedaan antara jenis kelamin dengan

nilai albuminuria (p>0.05). Namun hingga kini belum dapat dibuktikan

secara pasti tentang hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian

albuminuria.

Pada tabel 6 hubungan antara umur dan nilai albuminuria dimana

rentang umur yang ikut dalam penelitian 32-76 tahun. Pasien dengan

normoalbuminuria dengan umur terbanyak 41-50 dan 61-70 tahun

berjumlah 12 orang. Mikroalbuminuria dengan umur terbanyak 61-70

tahun sebanyak 6 orang. Makroalbuminuria didapatkan pada 1 pasien

(25%) dengan umur di atas 70 tahun. Dari perhitungan statistik di peroleh

nilai p= 0, 265. Tidak ada hubungan antara umur dengan nilai albuminuria.

Nilai p> 0,05. Karena Chi-Square Hitung > Chi-Square tabel (10,150 >

15.507), maka H0 diterima, jadi tidak ada hubungan antara umur dengan

albuminuria, dan hal ini tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh

Niskanen L,dkk yang menyatakan semakin meningkat umur penderita

maka semakin meningkat nilai albuminuria. Hal ini kemungkinan di

sebabkan oleh variasi umur serta jumlah sampel yang sedikit.

Page 57: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

39

Hubungan albuminuria sengan derajat hipertensi dapat dilihat pada

tabel 7, normoalbuminuria terbanyak ditemukan pada pasien hipertensi

derajat satu sebanyak 14 orang (66,7%), mikroalbuminuria terbanyak

ditemukan pada pasien hipertensi derajat dua sebanyak 8 orang (66,7%),

dan makroalbuminuria terbanyak ditemukan pada pasien hipertensi

derajat tiga sebanyak 1 orang (50%). Berdasarkan hasil uji Chi-Square

diperoleh nilai P= 0,027. Chi-Square Hitung > Chi-Square tabel

(20,959 > 9,488), maka H0 ditolak. Terdapat hubungan dan perbedaan

antara albuminuria dengan derajat hipertensi. Semakin meningkat

tekanan darah maka semakin meningkat nilai albuminuria r= 0,547

(p<0,05). Berdasarkan uji korelasi pearson diperoleh nilai p= 0.032 dan

nilai r=0.362 memiliki arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang l

emah. Hal ini di karenakan jumlah sampel penelitian yang sedikit serta

kriteria eksklusi dimana pasien diabetes nefropati dan paien gagal ginjal

kronik tidak diikutkan dalam penelitian.

Hubungan lama hipertensi dengan albuminuria pada tabel 8 pasien

yang menderita hipertensi selama 1-2 tahun dengan normoalbuminuria

sebanyak 20 pasien, sedangkan dengan lama hipertensi 3-4 tahun

terbanyak pada mikroalbuminuria sebanyak 5 pasien dan pasien dengan

lama hipertensi di atas 4 tahun terbanyak pada makroalbuminuria

sebanyak 1 pasien. Lama menderita hipertensi 1-2 tahun lebih sering

dijumpai pada penderita hipertensi tanpa mikroalbuminuria dibandingkan

hipertensi dengan mikroalbuminuria, sedangkan lama hipertensi >4 tahun

Page 58: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

40

lebih sering dijumpai pada pasien hipertensi dengan makroalbuminuria.

Hasil Uji Chi-Square diperoleh nilai p=0,000 (p<0,05) maka H0 ditolak.

Terdapat hubungan antara lama hipertensi dengan albuminuria.

Semakin tinggi derajat hipertensi semakin tinggi nilai albuminuria.

Hal ini menggambarkan bagaimana petanda kerusakan ginjal

kedepannya. Protein yang ditemukan dalam urin menggambarkan

keadaan dari abnormalitas atau perubahan permeabilitas vaskuler

sistemik. Albuminuria mempunyai peran sebagai petanda resiko

mortalitas kardiovaskular dan prediktor progresivitas penyakit ginjal dan

jumlah protein yang dikeluarkan melalui urin berkolerasi dengan besarnya

penurunan LFG (laju filtrasi Glomerulus). Semakin lama pasien menderita

hipertensi maka semakin meningkat albuminuria, dan semakin banyak

penyakit penyerta. Pemeriksaan rasio albumin kreatinin digunakan untuk

melihat sebagai mana peningkatan albuminuria, yang menggambarkan

kemampuan ginjal bekerja.

Hipertensi dapat menyebabkan peningkatan filtrasi glomerulus

sehingga terjadi peningkatan dan permeabilitas kapiler glomerulus

sehingga protein dapat lolos dan ditemukan di dalam urin. Peningkatan

filtrasi protein akan menyebabkan peningkatan konsentrasi protein dalam

lumen tubulus, protein tersebut akan mengalami reabsorpsi oleh sel

tubulus proksimal dan apabila terjadi secara berlebihan akan

menyebabkan akumulasi protein di dalam retikulum endolisosom.

Sehingga hipertensi yang telah berlansung lama yang akan menyebabkan

Page 59: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

41

sklerosis glomerulus dan nefrosklerosis yang diakibatkan oleh hipertensi

yang dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal yang akan berkembang

secara progresif

Ginjal mempunyai peranan dalam memfiltrasi, protein yang lolos

dalam urin mengindikasikan adanya gangguan pada glomerulus yang

dapat menyebabkan peningkatan intraglomerular yang kemudian akan

berkembang menjadi nefroklerosis. Glomerulus tidak bisa bekerja dengan

baik maka banyak protein yang beredar kembali ke aliran darah, sehingga

viskositas darah menjadi kental. Jantung memberi tekanan untuk

memompa darah dengan lebih, sehingga terjadi peningkatan tekanan

darah.

Hasil yang mempengaruhi nilai negatif dan positif pada strip micral

adanya sampel urin akan mengalir ke lembar konjugat. Bila ada albumin

akan berikatan dengan antibodi berlabel emas. Sisanya akan terikat,

sehingga zona deteksi hanya dicapai oleh molekul konjugat. Tergantung

kadar albumin, hasil warna menunjukkan rentang antara putih ke merah.

Berdasarkan hasil uji chi-square terdapat hubungan yang

bermakna antara tekanan darah sistolik dengan nilai albuminuria

sedangkan pada tekanan darah diastolik tidak terdapat hubungan yang

bermakna. Pedrinelli dkk dalam review tentang mikroalbuminuria tahun

2002 menarik kesimpulan bahwa meski kadar mikroalbuminuria

sebanding dengan beratnya kenaikan tekanan darah sistolik, tekanan

darah diastolik, namun cenderung menunjukkan asosiasi yang lebih kuat

Page 60: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

42

dengan tekanan darah sistolik daripada tekanan diastolik. Homeostasis

tekanan darah diatur dengan keseimbangan aliran darah, resistensi

vaskuler, pengaturan elektrolit dan air serta pertumbuhan sel

Hasil pengamatan untuk tekanan darah dan albuminuria

berdasarkan tabel pengamatan diperoleh hasil yang tidak sesuai

kemungkinan hal ini disebabkan oleh jumlah sampel yang sedikit dan

pengukuran tekanan darah dilakukan sebanyak satu kali, sampel pasien

rawat jalan serta tidak di kontrol lamanya pasien yang mengkonsumsi

obat-obatan, keadaan psikis pasien serta adanya faktor lain khususnya

faktor komponen sindroma metabolik lainnya yang dalam penelitian ini

tidak dapat diperiksa. Beberapa faktor dapat mempengaruhi kadar

mikroalbuminuria ialah olahraga, aktivitas fisik, obat-obatan, dehidrasi.

Pengumpulan sampel yang dilakukan pada penelitian ini adalah

dengan menggunakan sampel urin sewaktu yang menggambarkan

keadaan pada saat itu dan banyak hal yang dapat mempegaruhi hasil.

Pemeriksaan baku emas untuk mengukur ekskresi albumin urin adalah

dengan mengumpulkan urin 24 jam, namun pemeriksaan ini menyulitkan

pada penderita hipertensi karena sulitnya mengumpulkan urin selama 24

jam, sering terjadi kesalahan dalam pengumpulannya, hasilnya sering

dipengaruhi jumlah asupan cairan, keadaan diuresis dan konsentrasi urin

yang dihasilkan. Urin pertama pagi hari lebih disukai karena berkorelasi

baik dengan ekskresi protein urin 24 jam, namun penggunaan urin

sewaktu juga dapat digunakan.

Page 61: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

43

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh

kesimpulan bahwa ada

1. Tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin terhadap

tekanan darah, jenis kelamin terhadap albuminuria dan umur terhadap

albuminuria

2. Terdapat hubungan yang bermakna antara umur terhadap tekanan

darah dan lama hipertensi terhadap albuminuria.

3. Hubungan bermakna antara derajat hipertensi dan albuminuria,

sehingga makin tinggi tekanan darah maka semakin tinggi kadar

albuminuria. Pada hasil uji korelasi menunjukkan bahwa antara derajat

hipertensi dengan nilai albuminuria memiliki hubungan yang signifikan dan

memiliki arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang lemah.

V.2. Saran

1. Pasien hipertensi dengan miroalbuminuria dan makroalbuminuria

sebaiknya melakukan pengontrolan terhadap kadar albuminuria untuk

memantau kerja fungsi ginjal sehingga tidak menimbulkan komplikasi .

2. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan

sampel urin 24 jam atau sampel urin pagi, dan sampel yang lebih banyak

serta melihat peningkatan albuminuria dengan pemeriksaan

mikroalbuminuria berdasarkan ratio albumin kreatinin.

43

Page 62: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

44

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization (WHO) . International Society of Hypertension Statement on Management of Hypertension. JHypertens . Australia. 2003. hal.1983-1992

2. A Marilyn E, Moothouse FM, Geisser AC. Rencana asuhan keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3 . Penerbit EGC. Jakarta. 2000. hal.39

3. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian

dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan. Pharmaceutical care untuk penyakit hipertensi . Jakarta. 2006. hal. 1

4. Departemen Kesehatan RI. Masalah Hipertensi di Indonesia.[serial on

the internet]). 29 november 2012. Avalaible from hhtp://www.depkes. go.id

5. A Price Sylvia, M Wilson Lorraine. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-

proses Penyakit, edisi 6. Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2006. hal.530-583

6. Wilson DD . Manual of Laboratory & Diagnostic Tests. United States

of America. 2008. hal 397. Available as FDF file. 7. Jensen J, Rasmussen B, Strangaard S, Schroll M, Johnsen K. Arterial

Hypertension, Microalbuminuria, and Risk of Ischemic Heart Disease. Hypertension. PubMed. Denmark. 2000. hal 898-903.

8. Nelson E. Hubungan Antara Mikroalbuminuria yang Dinilai dengan

Rasio Albumin Kreatinin Urin dengan Hipertrofi Ventrikel Kiri Pada Penderita Hipertensi Esensial. Tesis Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan. 2009. hal. 18

9. Wang TJ. Low grade albuminuria and the risk of hypertension and blood pressure progression. Circulation. Amerika. 2005. hal 1370

10. Palmer BF. Renal Dysfunction Complicating the Treatment of

Hypertension. NEJM. London . 2002. hal 1256-61

11. Budiantoro E. Metodologi Penelitian Kedokteran. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta. 2004. Hal 48-49

12. Chobanian AV, et al. The seventh report of the joint national commite

on prevention, detection, evaluation, and treatment of high blood pressure. JAMA. 2003;289. hal. 2560-72

44

Page 63: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

45

13. Arif M. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I : Nefrologi dan Hipertensi.

Media Aesculapius FKU. Jakarta. 2001. hal. 519-520

14. Brashers, Valentina. Aplikasi Klinis Patofisiologi: Pemeriksaan & Manajemen, Ed 2 (Terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2004. Jakarta.

15. Hajjar I, Kotchen TA. Trends In Prevalence, Awareness, Treatment, And Control Of Hypertension In The United States. JAMA . 2003 ;290. hal.199-206

16. Susalit E, Kapojos EJ, Lubis HR. Hypertensi primer. dalam : Suyono S (eds). Buku aja ilmu penyakit dalam . edisi . BP FKUI. Jakarta . 2003. hal. 453-471

17. Brookes L. The Update WHO/ISH Hypertension Guidline. Brazil: J Hypertens 2004. hal. 151-183

18. Sagala LBR. Perawatan Penderita Hipertensi di Rumah oleh Keluarga Suku Batak dan Suku Jawa di Kelurahan Lau Cimba Kabanjahe. Skripsi Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Medan. 2009. hal. 13-15

19. Sukresna W. Karakteristik Penderita Hipertensi yang Dirawat

Inap di RSUD Arifin Achmad Pekan Baru Tahun 2004-2008 [internet]. 2011 [diakses 13 februari 2013]. hal. 8-20. Available from: http://repository.usu.ac.id/

20. E.J. Corwin. Buku Saku Patofisiologi . Jakarta. Penerbit buku kedokteran EGC. 2001. hal. 694.

21. Aris S. Faktor-faktor Risiko Hipertensi Grade II pada Masyarakat (Studi Kasus di Kabupaten Karanganyar). 2007 [diakses 15 februari 2013]. hal. 29-50, 90-126. Available from: http://eprints.undip.ac.id/

22. Ali K. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta: 2003. hal. 88-96

Page 64: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

46

23. Tom M. Micral Albumin Testing Result. Diakses pada tanggal 21 Februari 2013.

Available from http://www.medicalhealthtests.com/pathology-test/albumin-urine-test.html

24. Widranti DMH. Profil Albuminuria Fase akut dan Pasca Fase Akut stroke dan Dalam Hubungannya Dengan Beberapa Faktor Resiko. Semarang. FK UNDIP. Semarang. 2003. hal.6-10

25. Nelson E. Hubungan Antara Mikroalbuminuria yang dinilai dengan rasio albumin kreatinin urin dengan hipertrofi ventrikel kiri pada pasien hipertensi [internet] 2009 [dikutip 2 april 2013]. hal. 26-30. Available from: http://repository.usu.ac.id/

26. Limantoro C. Hubungan antara mikroalbuminuria dengan indeks massa ventrikel kiri pada pasien hipertensi. UNDIP. Semarang: 2003. hal.10-12

Page 65: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

47

LAMPIRAN I

TABEL HASIL PENELITIAN

No Nama Jenis kelamin

L/P

Umur (Tahun)

Lama hipertensi (Tahun)

TD (mmHg)

Hasil (+ / -)

Kadar/ nilai

(mg/l) 1 Aw L 47 2 170/100 + 20 2 Ld P 67 1 140/90 - 0 3 sg P 44 1 140/90 - 0 4 JA L 74 2 140/80 - 0 5 RO P 59 3 170/100 - 0 6 SJ P 43 2 160/80 - 0 7 MA L 70 2 150/80 - 0 8 AW L 50 2 140/80 + 20 9 AA L 70 2 140/80 - 0 10 SF L 62 2 140/80 ++ 50 11 AR L 72 5 180/100 +++ 100 12 AS P 53 3 160/100 ++ 50 13 DU P 44 1 140/80 - 0 14 DS L 76 2 180/60 - 0 15 UI L 32 1 140/90 + 20 16 VR L 64 2 150/90 + 20 17 TN P 58 1 140/90 ++ 50 18 HU L 76 2 140/90 ++ 50 19 KI L 49 2 160/100 - 0 20 LO L 63 3 140/80 - 0 21 LP L 56 2 160/100 + 20 22 KL P 67 2 160/100 + 20 23 HK L 70 2 140/70 + 20 24 NN P 61 3 160/100 ++ 50 25 KM P 51 4 160/100 ++ 50 26 IK L 70 3 160/100 ++ 50 27 WN L 58 1 140/100 - 0 28 PW P 45 1 140/100 - 0 29 LL P 58 1 160/110 - 0 30 QA P 61 1 140/80 - 0 31 JU P 55 1 150/100 - 0 32 AF L 60 1 140/100 - 0 33 NT L 46 2 160/100 + 20 34 FM L 50 1 140/100 - 0 35 IN P 67 1 150/70 - 0 Keterangan = L (laki-laki), p (perempuan), 0 mg/l (-), 20 mg/l (+), 50 mg/l (++), 100 mg/l (+++)

Page 66: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

48

LAMPIRAN 2

SKEMA KERJA

Pasien terdiagnosa hipertensi oleh dokter

Kriteria inklusi

Kesimpulan

Analisa data

Hasil

(+3)

(+2)

(+1) (-)

Pemeriksaan albuminuria

Hipertensi

Derajat 1

Hipertensi

Derajat 2

Hipertensi

Derajat 3

Pengambilan urin sewaktu

Pengukuran tekanan darah dengan

spigmomanometer

Tekanan Darah

strip di celupkan selama 5 detik pada sampel urin hingga batas tengah,

diamkan selama 1 menit, hasil dicatat

48

Page 67: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

49

LAMPIRAN III

HASIL STATISTIKA

Chi-Square Tests hubungan jenis kelamin dan tekanan darah

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 2.868a 2 .238

Likelihood Ratio 3.593 2 .166

N of Valid Cases 35

a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .86.

Chi-Square Tests hubungan umur dan tekanan darah

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Pearson Chi-Square 20.150a 8 .010

Likelihood Ratio 14.822 8 .063

Linear-by-Linear Association .577 1 .448

N of Valid Cases 35

a. 12 cells (80.0%) have expected count less than 5. The minimum expected

count is .06.

Chi-Square Tests jenis kelamin dan albuminuria

Value df Asymp. Sig. (2-

sided)

Pearson Chi-Square 2.047a 2 .359

Likelihood Ratio 2.421 2 .298

N of Valid Cases 35

a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum

expected count is .43.

Chi-Square Tests hubungan umur tehadap albuminuria

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Pearson Chi-Square 10.002a 8 .265

Likelihood Ratio 6.968 8 .540

Linear-by-Linear

Association

.565 1 .452

N of Valid Cases 35

a. 13 cells (86.7%) have expected count less than 5. The minimum

expected count is .03.

49

Page 68: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

50

TD * Albumin Crosstabulation

Albumin Total

Normal

albuminaria

Mikroalbumina

ria

Makroalbumin

aria

TD

Hiertensiderajatsatu Count 14 7 0 21

% within TD 66.7% 33.3% 0.0% 100.0%

Hipertensiderajatdua Count 4 8 0 12

% within TD 33.3% 66.7% 0.0% 100.0%

Hipertensiderajattiga Count 1 0 1 2

% within TD 50.0% 0.0% 50.0% 100.0%

Total Count 19 15 1 35

% within TD 54.3% 42.9% 2.9% 100.0%

Chi-Square Tests hubungan tekanan darah terhadap albuminuria

Value df Asymp. Sig. (2-

sided)

Pearson Chi-Square 20.959a 4 .000

Likelihood Ratio 10.962 4 .027

Linear-by-Linear Association 4.461 1 .035

N of Valid Cases 35

a. 5 cells (55.6%) have expected count less than 5. The minimum expected

count is .06.

Symmetric Measures

Value Approx. Sig.

Nominal by Nominal Phi .774 .000

Cramer's V .547 .000

N of Valid Cases 35

Correlations tekanan darah dan albuminuria

TD Albuminuria

TD Pearson Correlation 1 .362*

Sig. (2-tailed) .032

N 35 35 Albuminuria Pearson Correlation .362* 1

Sig. (2-tailed) .032 N 35 35

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

50

Page 69: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

51

Lama Hipertensi * albuminuria Crosstabulation

albuminuria

Total

Lama Hipertensi Normo

albuminuria

Mikro

albuminuria

Makro

albuminuria

1-2

tahun

Count 20 7 1 28

Expected Count 16.8 9.6 1.6 28.0

% within lh 71.4% 25.0% 3.6% 100.0%

3-4 Count 1 5 0 6

Expected Count 3.6 2.1 .3 6.0

% within lh 16.7% 83.3% .0% 100.0%

>4

tahun

Count 0 0 1 1

Expected Count .6 .3 .1 1.0

% within lh .0% .0% 100.0% 100.0%

Total Count 21 12 2 35

Expected Count 21.0 12.0 2.0 35.0

% within lh 60.0% 34.3% 5.7% 100.0%

Chi-Square Tests lama hipertensi terhadap albuminuria

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Pearson Chi-Square 24.469a 4 .000

Likelihood Ratio 13.656 4 .008

Linear-by-Linear Association 9.363 1 .002

N of Valid Cases 35

a. 7 cells (77,8%) have expected count less than 5. The minimum

expected count is ,06.

51

Page 70: KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI

52

LAMPIRAN IV GAMBAR HASIL PENELITIAN

gambar strip micral tes, dan sampel urin

gambar pengukuran urin dengan strip micral

52