1 KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI RISKA NOVIANY R N121 09 571 PROGRAM KONSENTRASI TEKNOLOGI LABORATORIUM KESEHATAN FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013
1
KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI
RISKA NOVIANY R N121 09 571
PROGRAM KONSENTRASI
TEKNOLOGI LABORATORIUM KESEHATAN FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2013
2
KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI
SKRIPSI
untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi
syarat-syarat untuk mencapai gelar sarjana
RISKA NOVIANY R N111 09 571
PROGRAM KONSENTRASI TEKNOLOGI LABORATORIUM KESEHATAN
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2013
ii
3
KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI
RISKA NOVIANY R
N121 09 571
Disetujui oleh :
Pembimbing Utama,
NIP. 19461614 197503 1 001 Prof. Dr. Tadjuddin Naid, M.Sc ,Apt
Pembimbing Pertama, Pembimbing Kedua,
NIP. 19630817 199503 1 001 Dr. Agus Alim Abdullah, Sp.PK (K)
NIDN 00-2502-4201 Dra Jeanny Wunas, MS., Apt
Pada tanggal Juni 2013
iii
4
PERSETUJUAN
KORELASI ALBUMINURIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI
Oleh
RISKA NOVIANY R N121 09 571
Dipertahankan dihadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin
Pada Tanggal 27 Mei 2013
Panitia Penguji Skripsi :
1. Ketua : Dr. Agnes Lidjaja, M.kes.,Apt …… …………........
2. Sekretaris : Drs. H. Syaharuddin, M.Si.,Apt… ..………..…...
3. Anggota : Dra. Rosany Tayeb, M.Si., Apt …..…………………
4. Ex. Officio : Prof. Dr. H. Tadjuddin Naid. M.Sc.,Apt ..…………….
5. Ex. Officio : dr. Agus Alim Abdullah , Sp.Pk(K) ………………
6. Ex. Officio : Dra. Jeanny Wunas, MS., Apt .....................
Mengetahui : Dekan Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin Prof. Dr. Elly Wahyudin, DEA., Apt NIP. 19560114 198601 2 001
iv
5
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini adalah karya
saya sendiri, tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk
memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang
pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu
dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti bahwa pernyataan saya ini tidak
benar, maka skripsi dan gelar yang diperoleh, batal demi hukum.
Makassar, Mei 2013
Penyusun,
Riska Noviany R
v
6
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian korelasi albuminuria dengan derajat hipertensi di Rumah sakit Labuang Baji’ Makassar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk untuk mengetahui seberapa besar hubungan antara Albuminuria dengan derajat hipertensi. Penelitian ini merupakan studi observasional dengan pendekatan cross sectional menggunakan sampel urin yang diambil dari pasien yang telah memenuhi kriteria sampel penelitian. Sampel urin diperiksa dengan menggunakan strip micral test. Jumlah sampel sebanyak 35 yang seluruhnya merupakan pasien hipertensi, laki-laki 20 (57,1%) dan perempuan 15 (42,9%), sebanyak 19 pasien normoalbuminuria, 15 pasien mikroalbuminuria dan 1 pasien makroalbuminuria. Hipertensi derajat satu 21 orang (60%), hipertensi derajat dua 12 orang (34,3%) dan hipertensi derajat tiga 2 orang (5,7%) . Hasil penelitian berdasarkan uji Chi-square menunjukkan ada perbedaan yang significant antara derajat hipertensi terhadap terjadinya albuminuria (p= 0.000, p<0,05) dan hasil uji korelasi pearson menunjukkan bahwa antara derajat hipertensi dengan nilai albuminuria memiliki hubungan yang signifikan (p=0,032, <0,05) dan memiliki arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang lemah (r=0,324)
vi
7
ABSTRACT
The research of the correlation albuminuria and hypertension stage in the Hospital of Labuang Baji’ Makassar. The objective of this study is to find out how much the correlation between albuminuria with hypertension stage. This study is an observational study with cross sectional approach using urine samples taken from patients who have met the criteria of the study sample. urine samples were confirmed by micral test. The samples number of 35 that all of patients hypertension, Consist of 20 men (57,1%) and 15 women (42,9%), nineteen patients were normoalbuminuria, 15 patients were mikroalbuminuria and one patient was makroalbuminuria. Twenty one people with hypertension stage one (60%), 23 people with hypertension stage 2 (34,3%), and one people with hypertension stage 3 (5,7%). The results of study be based on Chi-square test result indicate that the significant difference becomes
evident between hypertension stage of albuminuria occurrence (p= 0.000, p<0,05) and pearson’s correlation test finds that the hypertension stage and albuminuria has a significant correlation (p=0,032, <0,05), and it has a positive correlation with weak intensity (r = 0.324).
vii
8
UCAPAN TERIMA KASIH
Segala pujian hormat dan syukur hanya bagi Tuhan Yesus, yang
telah mempercayakan penulis untuk mengerjakan studi dan
menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.
Sungguh banyak kendala yang penulis hadapi dalam rangka
penyusunan skripsi ini. Namun berkat dukungan dan bantuan berbagai
pihak, akhirnya penulis dapat melewati kendala-kendala tersebut. Oleh
karena itu, penulis dengan tulus menghaturkan banyak terima kasih dan
penghargaan yang setingi-tingginya kepada:
1. Pembimbing utama Prof. Dr. Tadjuddin Naid, M.Sc, Apt, pembimbing
pertama dr. Agus Alim Abdullah, Sp.PK (K), dan pembimbing kedua
Dra Jeanny Wunas, MS., Apt. disela-sela kesibukannya masih
bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran serta dengan sabar
membimbing
2. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin Prof. Dr. Elly
Wahyudin, DEA, Apt, Wakil Dekan I Prof. Dr. Gemini Alam, M.si, Apt
dan Wakil Dekan II Prof. Dr.rer.nat Marianti A. Manggau, Apt dan Wakil
Dekan III Drs Abd. Muzakkir Rewa, M.si., Apt
3. Ketua Program Konsentrasi Teknologi Laboratorium Kesehatan
Fakultas Farmasi UNHAS Bapak Subehan, M. Pharm. Sc,Ph.D, Apt
dan beserta semua staf pegawai tata usaha Fakultas Farmasi
viii
9
4. Kepala Laboratorium Klinik Rumah Sakit Dr. Labuang Baji Makassar,
beserta staf laboran yang telah membantu dalam pelaksanaan
penelitian.
5. Ibu Dra. Rosany Tayeb M.si, Apt selaku Penasihat Akademik, terima
kasih atas bimbingan dan arahan yang diberikan selama menjalani
perkuliahan.
6. Seluruh dosen dan staf Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin
secara khusus Ibu Dra. Christiana Lethe, M.Si, terima kasih atas
perhatian, dan dorongan serta semangat yang diberikan.
7. Ayahanda (Alm) Samuel Ranteallo dan Ibunda Maria Tangdo. Terima
kasih atas seluruh, cinta kasih sayang, pengorbanan,waktu, dan jerih
lelah yang diberikan serta doa yang tak henti-hentinya terkirim buat
anaknda. Tiada kata-kata yang paling tepat untuk mengungkapkan
perasaan hati dan terima kasih atas segala jasa-jasa ayahanda dan
ibunda yang tiada mungkin terucapkan dan terbalaskan. Serta
saudara/i Duwita Ranteallo dan Resga Mige Ranteallo buat semangat
dan dukungannya dalam doa
8. Kak Juliaty Tandisiapi dan kak Marcus Effendy , terima kasih atas
bantuannnya baik berupa moril, dukungan, masukan dan doa. K’ati
terima kasih buat masukannya buat motivasi iman, juga buat ponakan-
ponakan ku tercinta Gabriella, Tiffany, Ekin, Angie, dan Rio makasih
buat masukan, kebersamaanya, dukungan motivasi dan doannya
ix
10
9. Teman-teman dan seluruh komponen Persekutuan Mahasiswa Kristen
Oikumene Filadelfia FMIPA_Farmasi UNHAS.
10. Kelompok Tumbuh Bersama (KTB) Nafiri k’feby, novi, ithenk,dan
mona. Terima kasih atas dukungan doa dan semangat yang diberikan.
11. Wenney Nasten Pali, S.T atas dukungan doa dan semangat, waktu
dan kasih sayang yang diberikan.
12. Sahabat sahabatku tercinta agnesi lasarus, Fila, dan Ananda. Terima
kasih buat saran dan kritik yang membangun, motivasi, doa dan
terima kasih buat perjalinan persahabatan kita yang telah terjadi
begitu lama
13. Sahabat seperjuangan Nikma, Yanti sunaidi, Fenty A tupanwael dan
k’susilawati, terima kasih buat motivasi,dukungan, canda tawa
kebersamaan,waktu yang dilalui bersama,dan doa. Perjuangan kita
belum berakhir sampai disini kiranya persahabatn kita akan terus
berlanjut kejarlah Mimpi-mimpi kalian sahababtku.
14. Teman-teman Spir09raph, terkhususnya Fauzyah, novi, yuyun, jeje,
Ea, Ime, Ulla, BPA, Rabi, Vivi, K’yoel . serta yang lainnya. Perjuangan
kita masih berlanjut tetap semangat dan jangan menyerah.
Kebersamaan itu penting.
15. Kak tessa, kak yenti dan kak yondri, terima kasih buat bantuannya,
koreksi, waktu, pinjaman buku dan masukannya dalam menyelesaikan
skripsi.
16. Buat dr irfan terima kasih buat sumbangan ide-ide, masukannya.
x
11
17. Kakak-kakak TLK angkatan 2005, 2006, D3, TLK angkatan 2007,
2008.
18. Buat Kepala desa matajang Puang Karman dan keluarga yang telah
membantu Kami dalam pelaksanaan KKN, serta teman KKN gel 82
Desa Matajang Enrekang
Terima kasih yang sama Penulis ucapkan kepada semua
pihak yang tidak dapat disebutkan, semoga Tuhan memberkati kita
sekalian. Akhirnya semoga karya ini dapat bermanfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan. Amin.
Makassar, Mei 2013
Riska Noviany Ranteallo
xi
12
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN SAMPUL ................................................................... ... i
HALAMAN PENUNJUK SKRIPSI ................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................. iv
HALAMAN PERNYATAAN............................................................... v
ABSTRAK ................................................................................... vi
ABSTRACT ................................................................................. vii
UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................ xii
DAFTAR TABEL ......................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................... xv
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN ............................. xvi
BAB I PENDAHULUAN ........................................................... 1
I.1. Latar Belakang ........................................................ 1
I.2. Rumusan Masalah .................................................... 3
I.3. Tujuan Penelitian ...................................................... 3
I.4. Manfaat Penelitian .................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................... 4
II.1 Hipertensi ................................................................. 4
xii
13
II.1.1 Definisi Hipertensi .................................................. 4
II.1.2 Etiologi Hipertensi .................................................. 5
II.2 Epidemiologi Hipertensi ............................................ 6
II.2.1 Frekuensi..……………………………………………. 6
II.2.2 Umur........…………………………………………….. 7
II.2.3 Jenis Kelamin...………………………………………. 7
II.3 Klasifikasi Hipertensi ................................................. 7
II.4 Patofisiologi Hipertensi ............................................. 10
II.5 Gejala Klinis Hipertensi ............................................. 13
II.6 Diagnosa Hipertensi.................................….. ………. 14
II.7 Faktor Resiko Hipertensi...…………………………… 15
II.7.1 Faktor Resiko Yang TidaK Dapat di Kontrol............... 15
II.7.2 Faktor Yang Dapat Diubah ...................................... 17
II.8 Albuminuria ................................................................. 20
II.8.1 Definisi ...................................................................... 20
II.9 Patofisiologi Albuminuria ............................................... 21
II.9.1 Mekanisme glomeruler dan Tubuler............................ 21
II.9.2 Proteinuria menyebabkan kerusakan tubulus............. 22
II.10 Deteksi Dini Albuminuria pada Hipertensi................... 23
II.11 Hipertensi dan Albuminuria.......................................... 24
BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN ...................................... 27
III.1 Jenis Penelitian ...................................................... 27
III.2 Tempat dan Waktu Penelitian ................................. 27
xiii
14
III.3 Populasi dan Sampel .............................................. 27
III.4 Kriteria Sampel ........................................................ 28
III.4.1 Kriteria Inklusi ......................................................... 28
III.4.2 Kriteria Eksklusi ....................................................... 28
III.5 Definisi Operasional................................................. 28
III.6 Prosedur Kerja ......................................................... 29
III.6.1 Alat dan bahan ......................................................... 29
III.6.2 Pemeriksaan Tekanan Darah ................................... 29
III.6.3 Pemeriksaan Albuminuria ......................................... 30
III.7 Analisis Data ........................................................... .... 31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................... .... 32
IV.1 Hasil Penelitian ...................................................... .... 32
IV.2 Pembahasan .......................................................... .... 35
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................... .... 43
V.1 Kesimpulan ............................................................. .... 43
V.2 Saran ....................................................................... .... 43
DAFTAR PUSTAKA .................................................................... .... 44
DAFTAR TABE
LAMPIRAN-LAMPIRAN .............................................................. ..... 47
xiv
15
DAFTAR TABEL
Tabel halaman
1. Klasifikasi tekanan darah menurut JNC 7 .................................. 8
2. Klasifikasi pengukuran tekanan darah dari international society
of hypertension (ISH) for recently updated WHO 2003 ............. 8
3. Hubungan jenis kelamin terhadap tekanan darah .................. …... 32
4. Hubungan umur terhadap tekanan darah .................................... 32
5. Hubungan jenis kelamin terhadap albuminuria ........................... 33
6. Hubungan umur terhadap albuminuria ............................. …. … 33
7. Hubunngan derajat hipertensi terhadap albuminuria .........…. … 34
8. Hubungan Lama Hipertensi terhadap albuminuria ................. 35
9. karateristik distribusi tekanan darah ...................................... 35
xv
16
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran halaman 3. Tabel Hasil Penelitian ................................................................. 47
4. Skema Kerja ............................................................................... 48
3. Hasil Statistika ............................................................................ 49
4. Gambar Hasil Penelitian ........................................................ …. 52
xvi
17
DAFTAR GAMBAR
Gambar halaman
1. Faktor- faktor yang mempengaruhi tekanan darah ............... 13 2. Penyebab albuminuria ..................................................................... 26
xvii
18
DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN Lambang/Singkatan Arti
% Persen
≥ Lebih besar sama dengan
< Kurang dari
I Satu
II Dua
III Tiga
VII Tujuh
WHO Worl Health Organization
JNC Joint National Commite
Na Natrium
Ca kalsium
NHNES National Health and Nutrition Examination
Survey
ISH International Society of Hypertension
ACE angiotensin I-converting enzyme
ALJ Asam Lemak Jenuh
ALTJ Asam Lemak Tidak Jenuh
BM Berat Molekul
NKF-K/DOQI National Kidney Foundation Kidney Disease
Outcome Quality Initiative
xviii
1
BAB I
PENDAHULUAN
Hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia,
selain karena prevalensinya yang meningkat masih banyak juga penderita
hipertensi yang belum mendapat pengobatan serta tekanan darahnya
tidak terkontrol. Diperkirakan telah menyebabkan 4,5% dari beban
penyakit secara global, dan prevalensinya hampir sama besar di negara
berkembang maupun di negara maju. Jumlah hipertensi meningkat secara
signifikan dari tahun ke tahun. Penderita hipertensi tidak hanya berisiko
tinggi menderita penyakit jantung, tetapi juga menderita penyakit lain
seperti penyakit saraf, ginjal, dan pembuluh darah. Makin tinggi tekanan
darah, makin besar resikonya (1,2,3).
Hasil Riset Kesehatan Dasar 2007 menunjukkan, sebagian besar
kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis. Hal ini terlihat dari
hasil pengukuran tekanan darah pada usia 18 tahun ke atas ditemukan
prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 31,7%, dimana hanya 7,2%
penduduk yang sudah mengetahui memiliki hipertensi dan hanya 0,4%
kasus yang minum obat hipertensi (4).
Worl Health Organization (WHO) menentukan batas normal
tekanan darah adalah 120 - 140 mmHg untuk tekanan sistolik dan 80 - 90
mmHg untuk tekanan diastolik. Seseorang dinyatakan hipertensi bila
tekanan darahnya di atas 140/90 mmHg. Menurut Joint National Commite
on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood pressure (JNC) VII
2
mengklasifikasikan tekanan darah pada orang dewasa dengan usia di
atas 18 tahun dalam beberapa derajat yaitu hipertensi derajat I apabila
tekanan sistoliknya 140 - 159 mmHg dan tekanan diastoliknya 90 - 99
mmHg, hipertensi derajat II apabila tekanan darah sistoliknya >160 mmHg
dan diastoliknya > 100 mmHg, sedangkan hipertensi derajat III apabila
tekanan sistoliknya > 180 mmHg dan tekanan diastoliknya > 116 mmHg
(1,5).
Albumin merupakan salah satu protein, molekul protein biasanya
tidak ditemukan dalam urin, hal ini karena dalam kondisi normal, albumin
darah disaring oleh ginjal sehingga molekul besar seperti protein tetap
dalam darah. Albuminuria adalah suatu kondisi medis yang ditandai
dengan adanya albumin dalam urin. Albuminuria dapat mendasari
terjadinya diabetes, tekanan darah tinggi dan gagal jantung (6).
Perkembangan yang lebih serius dari kondisi ini dikenal sebagai
mikroalbuminuria . Mikroalbuminuria yaitu peningkatan albumin urin yang
akan menggambarkan kerusakan endotel di glomerulus dan juga
pembuluh darah sistemik (7).
Hipertensi berhubungan dengan ekskresi albuminuria yang
berkaitan dengan fungsi ginjal. Pada penderita hipertensi,
mikroalbuminuria berhubungan sangat erat menggambarkan penyakit
ginjal. Mikroalbuminuria merupakan konsekuensi kerusakan organ (ginjal)
yang terjadi karena hipertensi, dimana mikroalbuminuria pada penderita
hipertensi berhubungan kerusakan endotel glomerulus (7,8,9).
3
Parving dkk melaporkan pertama sekali dijumpainya peningkatan
ekskresi albumin urin pada hipertensi esensial tahun 1974. Prevalensinya
pada penderita hipertensi bervariasi dari satu studi ke studi lainnya antara
5% - 46%. Protremoli dkk mendapatkan nilai mikroalbuminuria yang
rendah sesuai dengan derajat hipertensi (10).
Berdasarkan latar belakang diatas dibuat rumusan masalah dalam
penelitian ini bagaimana hubungan antara kadar albuminuria dengan
derajat hipertensi.
Tujuan penelitian ini untuk menganalisis hubungan kadar
albuminuria dengan derajat hipertensi.
Manfaat penelitian ini adalah untuk menambah informasi tentang
hubungan kadar albuminuria dengan derajat hipertensi serta menambah
informasi ilmiah yang dapat dikembangkan untuk penelitian selanjutnya.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Hipertensi
II.1.1 Definisi Hipertensi
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah ≥ 140/90 mmHg.
Hipertensi yang diderita seseorang erat kaitannya dengan tekanan sistolik
dan distolik. Tekanan sistolik berkaitan dengan tingginya tekanan pada
arteri bila jantung berkontraksi, sedangkan tekanan darah distolik
berkaitan dengan tekanan arteri pada saat jantung relaksasi. Hipertensi
merupakan peningkatan darah yang bersifat abnormal dan dapat
diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya, mempunyai rentang dari
tekanan darah normal yang tinggi sampai hipertensi maligna. Hipertensi
diklasifikasikan atas hipertensi primer (90-95%) dan hipertensi sekunder
(5-10%) (12).
Tekanan darah merupakan gaya yang diberikan darah terhadap
dinding pembuluh darah dan ditimbulkan oleh desakan darah terhadap
dinding arteri ketika darah tersebut dipompa dari jantung ke jaringan.
Tekanan darah paling tinggi terjadi ketika ventrikel berkontraksi (tekanan
sistolik) dan paling rendah ketika ventrikel berelaksasi (tekanan diastolik).
Pada keadaan hipertensi, tekanan darah meningkat yang ditimbulkan
karena darah dipompa melalui pembuluh darah dengan kekuatan berlebih
(5).
4
5
Hipertensi merupakan penyakit yang timbul akibat adanya interaksi
berbagai faktor resiko yang dimiliki seseorang. Faktor resiko pemicu
hipertensi yang tidak dapat dikontrol seperti obesitas, kurangnya aktivitas
fisik, perilaku merokok, pola konsumsi makanan yang mengandung
natrium dan lemak jenuh (13,14).
Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung, tahanan perifer
pada pembuluh darah, dan volume atau isi darah yang bersikulasi.
Hipertensi dapat menyebabkan komplikasi seperti penyakit jantung
koroner, left ventricle hypertrophy, dan stroke yang merupakan pembawa
kematian. Selain penyakit tersebut dapat pula menyebabkan gagal ginjal,
penyakit pembuluh lain, diabetes mellitus dan lain-lain (14).
II.1.2 Etiologi Hipertensi
Berdasarkan etiologinya, hipertensi dibagi atas hipertensi primer
(esensial) dan hipertensi sekunder.
a. Hipertensi Primer
Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui
penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Hipertensi ini mencakup
sekitar 95% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti genetik,
lingkungan, hiperaktivitas susunan saraf simpatis, sitem renin
angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca
intraseluler, dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko seperti obesitas
dan merokok. Hipertensi primer biasanya timbul pada umur 30 - 50 tahun
(13,14).
6
b. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder atau hipertensi renal merupakan hipertensi
yang penyebabnya diketahui dan terjadi sekitar 10% dari kasus hipertensi.
Hampir semua hipertensi sekunder berhubungan dengan gangguan
sekresi hormon dan fungsi ginjal. Penyebab spesifik hipertensi sekunder
antara lain penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular
renal, hiperaldesteronisme primer, sindroma Cushing, feokromositoma,
dan hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan. Umumnya
hipertensi sekunder dapat disembuhkan dengan penatalaksanaan tepat
(15).
II.2 Epidemiologi Hipertensi
II.2.1 Frekuensi
Di Amerika, diperkirakan 30% penduduknya (± 50 juta jiwa)
menderita tekanan darah tinggi (≥ 140/90 mmHg) dengan persentase
biaya kesehatan cukup besar setiap tahunnya. Menurut National Health
and Nutrition Examination Survey (NHNES) insiden hipertensi pada orang
dewasa di Amerika tahun 1999-2000 adalah sekitar 29-31%, yang berarti
bahwa terdapat 58-65 juta orang menderita hipertensi, dan terjadi
peningkatan 15 juta dari data NHNES III tahun 1988-1991. Tekanan darah
tinggi merupakan salah satu penyakit degeneratif. Umumnya tekanan
darah bertambah secara perlahan dengan bertambahnya umur. Risiko
untuk menderita hipertensi pada populasi ≥ 55 tahun yang tadinya
tekanan darahnya normal adalah 90% (16).
7
II.2.2 Umur
Berdasarkan The National Health and Nutrition Examination Survey
(NHNES), prevalensi hipertensi meningkat 13,2% pada usia 30-39 tahun,
22% pada usia 40-49 tahun, 37,5% pada usia 50-59 tahun, dan 51% pada
usia 60-74 tahun. Hipertensi sering terjadi setelah usia 65 tahun (15,16).
II.2.3 Jenis Kelamin
Diagnosis hipertensi terjadi pada umur diantara dekade ketiga dan
dekade kelima. Sampai dengan umur 55 tahun, laki-laki lebih banyak
menderita hipertensi dibanding perempuan. Dari umur 55 s/d 74 tahun,
sedikit lebih banyak perempuan dibanding laki-laki yang menderita
hipertensi. Pria lebih cenderung untuk menderita hipertensi daripada
wanita hingga usia 55 tahun, setelah usia tersebut proporsi penderita
hipertensi wanita melebihi pria (15,16).
II.3 Klasifikasi Hipertensi
Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure
(JNC 7) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi
kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2 seperti
yang terlihat pada tabel 1 dibawah.
8
Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7
Klasifikasi tekanan darah Tekanan darah sistolik (mmHg)
Tekanan darah distolik (mmHg)
Normal < 120 <80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi derajat 1 140-159 90-99
Hipertensi derajat 2 ≥ 160 ≥ 100
Di kutip dari : Arif Mansjoer, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I : Nefrologi dan Hipertensi. Jakarta: Media Aesculapius FKUI; 2001. p: 519-520. Di indonesia berdasarkan kosensus Pertemuan Ilmiah Nasional
Pertama Perhimpunan Hipertensi Indonesia tanggal 13-14 Januari
2007, belum dapat membuat klasifikasi hipertensi untuk orang Indonesia.
Hal ini dikarenakan data penelitian hipertensi di Indonesia berskala
nasional sangat jarang sehingga Perhimpunan Nefrologi Indonesia
(Pernefri) memilih klasifikasi sesuai WHO/ISH karena memiliki sebaran
yang lebih luas (13,16).
Tabel 2. klasifikasi pengukuran tekanan darah Dari International Society of Hypertension (ISH) For Recently Updated WHO tahun 2003
Klasifikasi tekananan darah
Tekanan darah sistolik (mmHg)
Tekanan darah diastolik (mmHg)
Optimal < 120 < 80
Normal < 130 < 85
Pra hipertensi < 130 – 139 85 – 89
Hipertensi Ringan (Hipertensi Derajat I)
< 140 – 159 90 – 99
Hipertensi Sedang (Hipertensi Derajat II)
< 160 – 179 100 – 109
Hipertensi Berat (Hipertensi Derajat III)
> 180 ≥ 110
Dikutip dari : Arif Mansjoer, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I : Nefrologi dan Hipertensi. Jakarta: Media Aesculapius FKUI; 2001. p: 519-520 dan sumber : linda Linda Brookes, 2004
9
Menurut Linda Brookes, The update WHO/ISH hypertension
guideline, yang merupakan divisi dari National Institute of Health di AS
secara berkala mengeluarkan laporan yang disebut Joint National
Committee on Prevention, Detectioan, Evaluation, and Treatment of High
Blood Pressure. Laporan terakhir diterbitkan pada bulan Mei 2003,
memberikan resensi pembaharuan kepada WHO/ISH tentang kriteria
hipertensi yang dibagi dalam empat kategori yaitu optimal, normal dan
normal tinggi / prahipertensi, kemudian hipertensi derajat I, hipertensi
derajat II dan hipertensi derajad III (17).
Prahipertensi, jika angka sistolik antara 130 sampai 139 mmHg
atau angka diastolik antara 85 sampai 89 mmHg. Jika orang menderita
prahipertensi maka risiko untuk terkena hipertensi lebih besar. Hipertensi
derajat I. Sebagian besar penderita hipertensi termasuk dalam kelompok
ini. Jika kita termasuk dalam kelompok ini maka perubahan pola hidup
merupakan pilihan pertama untuk penanganannya. Selain itu juga
dibutuhkan pengobatan untuk mengendalikan tekanan darah. Hipertensi
derajat II dan derajat III. Mereka dalam kelompok ini mempunyai risiko
terbesar untuk terkena serangan jantung, stroke atau masalah lain yang
berhubungan dengan hipertensi (17).
II.4 Patofisiologi Hipertensi
Tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah melalui sistem
sirkulasi dilakukan oleh aksi memompa dari jantung (cardiac output / CO)
dan Total Peripheral Resistance. Secara garis besar penyakit hipertensi
10
adalah hasil interaksi antara cardiac ouput dan tahanan perifer.
Peningkatan cardiac output adalah peningkatan kontraksi jantung yang
ditentukan oleh frekuensi denyut jantung dan volume. Tahanan perifer
adalah kelainan kontraktilitas dan struktur dari pembuluh darah yang
ditentukan oleh resistensi vaskuler perifer dan resistensi renal. Sebagian
besar pasien dengan hipertensi esensial mempunyai curah jantung yang
normal tapi resistensi yang meningkat (18).
Patofisiologi hipertensi primer terjadi melalui mekanisme :
1). Curah jantung dan tahanan perifer
Peningkatan curah jantung terjadi melalui dua cara yaitu
peningkatan volume cairan atau preload dan rangsangan saraf yang
mempengaruhi kontraktilitas jantung. Curah jantung meningkat secara
mendadak akibat adanya rangsang saraf adrenergik. Barorefleks
menyebabkan penurunan resistensi vaskuler sehingga tekanan darah
kembali normal. Namun pada orang tertentu, kontrol tekanan darah
melalui barorefleks tidak adekuat sehingga terjadi vasokonstriksi perifer
(18).
Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer sangat
berpengaruh terhadap normalitas tekanan darah. Tekanan darah
ditentukan oleh konsentrasi sel otot halus yang terdapat pada arteriol
kecil. Peningkatan konsentrasi sel otot halus berpengaruh pada
peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler. Peningkatan konsentrasi
otot halus mengakibatkan penebalan pembuluh darah arteriol yang
11
dimediasi oleh angiotensin dan menjadi awal meningkatnya tahanan
perifer yang irreversible (18).
2). Sistem renin-angiotensin
Ginjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volume
cairan ekstraseluler dan sekresi renin. Sistem renin-angiotensin
merupakan sistem endokrin penting dalam pengontrolan tekanan darah.
Renin disekresi sebagai respon glomerulus, penurunan asupan garam,
ataupun respon dari sistem saraf simpatik (19).
Mekanisme terjadinya hipertensi melalui terbentuknya
angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme
(ACE). ACE memegang peranan fisiologis penting dalam pengaturan
tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi
hati, kemudian oleh hormon renin yang diproduksi ginjal akan diubah
menjadi angiotensin I (dekapeptida tidak aktif). Angiotensin I diubah
menjadi angiotensin II (oktapeptida sangat aktif) oleh ACE yang
terdapat di paru-paru. Angiotensin II berpotensi besar meningkatkan
tekanan darah karena bersifat sebagai vasokonstriktor (19).
3). Sistem saraf simpatis
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak di pusat vasomotor pada medula otak. Dari pusat
vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke
korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia
simpatis di toraks dan abdomen. Sirkulasi sistem saraf simpatis
12
menyebabkan vasokonstriksi dan dilatasi arteriol. Sistem saraf otonom
memiliki peran penting dalam mempertahankan tekanan darah. Hipertensi
terjadi karena interaksi antara sistem saraf otonom dan sistem renin-
angiotensin bersama dengan faktor lain termasuk natrium, volume
sirkulasi, dan beberapa hormon (19).
4). Perubahan struktur dan fungsi pembuluh darah
Perubahan struktural dan fungsional sistem pembuluh darah
perifer bertanggung jawab terhadap perubahan tekanan darah
terutama pada usia lanjut. Perubahan struktur pembuluh darah
meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan
penurunan relaksasi otot polos pembuluh darah, yang mengakibatkan
penurunan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.
Sel endotel pembuluh darah juga memiliki peran penting dalam
pengontrolan pembuluh darah jantung dengan cara memproduksi
sejumlah vasoaktif lokal yaitu molekul oksida nitrit dan peptida
endotelium. Disfungsi endotelium banyak terjadi pada kasus hipertensi
primer (19).
Hipertensi sesungguhnya merupakan abnormalitas dari faktor-
faktor tersebut, yang ditandai dengan peningkatan curah jantung dan /
atau ketahanan periferal. Selengkapnya dapat dilihat pada gambar bagan
1 di bawah ini :
13
Gambar 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah (sumber Kaplan M. Norman, Measurenment of Blood Pressure and Primary Hypertension: Pathogenesis in Clinical Hypertension: Seventh Edition.Baltimore, Maryland USA: Williams & Wilkins, 1998; 28-46)
Tubuh memiliki sistem yang berfungsi mencegah perubahan
tekanan darah secara akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi dan
mempertahankan stabilitas tekanan darah dalam jangka panjang.
II.5 Gejala Klinis Hipertensi
Pemeriksaan fisik dapat pula tidak dijumpai kelainan apapun selain
tekanan darah tinggi yang merupakan satu-satunya gejala. Penderita
hipertensi kadang tidak menampakkan gejala sampai bertahun-tahun.
Apabila terdapat gejala, maka gejala tersebut menunjukkan adanya
kerusakan vaskuler (18)
14
Elizabeth J. Corwin menyebutkan bahwa sebagian besar gejala
klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun. Manifestasi
klinis yang timbul dapat berupa nyeri kepala saat terjaga yang kadang-
kadang disertai mual dan muntah akibat peningkatan tekanan darah
intrakranium, penglihatan kabur akibat keruskan retina karena hipertensi,
ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan saraf, nokturia
(peningkatan urinasi pada malam hari) karena peningkatan aliran darah
ginjal dan filtrasi glomerolus (20).
II.6 Diagnosa Hipertensi
Menurut Slamet Suyono evaluasi pasien hipertensi mempunyai tiga
tujuan :
a. Mengidentifikasi penyebab hipertensi
b. Menilai adanya kerusakan organ target dan penyakit kardiovaskular,
beratnya penyakit serta respon terhadap pengobatan.
c. Mengidentifikasi adanya faktor risiko kardiovaskuler lain atau penyakit
penyerta, yang ikut menentukan prognosis dan ikut menentukan
panduan pengobatan.
Diagnosa hipertensi tidak dapat ditegakkan dalam satu kali
pengukuran, dan hanya dapat ditetapkan setelah dua kali atau lebih
pengukuran pada kunjungan yang berbeda kecuali terdapat kenaikkan
tinggi atau gejala-gejala klinis yang menyertai (21).
15
Data yang diperlukan untuk evaluasi tersebut diperoleh dengan
cara anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan
pemeriksaan penunjang.
Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi, dan lama
menderitanya, pengobatan hipertensi sebelumnya, riwayat dan gejala-
gejala penyakit yang berkaitan seperti penyakit jantung koroner, penyakit
serebosvakuler dan lainnya. Apakah terdapat riwayat penyakit dalam
keluarga, gejala-gejala yang berkaitan dengan penyakit hipertensi, gejala
kerusakan organ, perubahan aktifitas atau kebiasaan sebagai faktor resiko
hipertensi (seperti merokok, konsumsi makanan, riwayat dan faktor
pribadi, keluarga, lingkungan, pekerjaan, dan lain-lain (13,21).
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain
pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi,
dengan tujuan untuk menentukan adanya kerusakan organ dan faktor
resiko atau mencari penyebab hipertensi. Pada umumnya dilakukan
pemeriksaan urinalisa, darah perifer lengkap, kimia darah (kalium,
natrium, kreatinin, gula darah puasa, kolesterol total) dan EKG (13,21).
II.7 Faktor Resiko Hipertensi
II.7.1 Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol
1) Usia
Faktor usia sangat berpengaruh terhadap hipertensi, semakin tua
seseorang semakin besar resiko terserang hipertensi. Insiden hipertensi
yang makin meningkat dengan bertambahnya usia disebabkan oleh
16
perubahan alamiah dalam tubuh yang mempengaruhi jantung, pembuluh
darah dan hormon (21).
Semakin bertambahnya usia, resiko terkena hipertensi lebih besar
sehingga prevalensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi sekitar 40%
dengan kematian sekitar 50% di atas umur 60 tahun. Arteri kehilangan
elastisitas atau kelenturan serta tekanan darah meningkat seiring dengan
bertambahnya usia. Peningkatan kasus hipertensi akan berkembang pada
usia lima puluhan dan enam puluhan. Kenaikan tekanan darah seiring
bertambahnya usia merupakan keadaan biasa. Namun apabila perubahan
ini terlalu mencolok dan disertai faktor-faktor lain maka memicu terjadinya
hipertensi dengan komplikasinya (21).
2) Jenis Kelamin
Faktor jenis kelamin juga berpengaruh terjadinya resiko hipertensi,
di mana pria lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan wanita
dengan rasio sekitar 2,29 mmHg untuk peningkatan darah sistolik. Bila
ditinjau dari perbandingan pria dan wanita, tenyata terdapat angka yang
sangat bervariasi. Menurut Arif Mansjoer, dkk, pria dan wanita menapouse
mempunyai pengaruh yang sama untuk terjadinya hipertensi. Menurut
MN.Bustan bahwa wanita lebih banyak yang menderita hipertensi
dibanding pria. Wanita dipengaruhi oleh beberapa hormon termasuk
hormon estrogen yang melindungi wanita dari hipertensi dan
komplikasinya termasuk penebalan dinding pembuluh darah atau
17
aterosklerosis. Wanita usia produktif sekitar 30-40 tahun, kasus serangan
jantung jarang terjadi, tetapi meningkat pada pria (20,21).
3) Riwayat Keluarga
Individu dengan riwayat keluarga memiliki penyakit tidak
menular lebih sering menderita penyakit yang sama. Jika ada riwayat
keluarga dekat yang memiliki faktor keturunan hipertensi, akan
mempertinggi risiko terkena hipertensi pada keturunannya sebesar
empat kali lipat. Data statistik membuktikan jika seseorang memiliki
riwayat salah satu orang tuanya menderita penyakit tidak menular,
maka dimungkinkan sepanjang hidup keturunannya memiliki peluang
25% terserang penyakit tersebut. Jika kedua orang tua kita mempunyai
hipertensi, kemungkinan kita mendapatkan penyakit tersebut 60% ( 20).
II.7.2 Faktor Yang Dapat diubah/dikontrol
1) Konsumsi garam
Garam dapur merupakan faktor yang sangat berperan dalam
patogenesis hipertensi. Garam dapur mengandung 40% natrium dan
60% klorida. Konsumsi 3-7 gram natrium perhari, akan diabsorpsi
terutama di usus halus. Pada orang sehat volume cairan
ekstraseluler umumnya berubah-ubah sesuai sirkulasi efektifnya dan
berbanding secara proporsional dengan natrium tubuh total. Volume
sirkulasi efektif adalah bagian dari volume cairan ekstraseluler pada
ruang vaskular yang melakukan perfusi aktif pada jaringan. Natrium
diabsorpsi secara aktif, kemudian dibawa oleh aliran darah ke ginjal
18
untuk disaring dan dikembalikan ke aliran darah dalam jumlah yang
cukup untuk mempertahankan taraf natrium dalam darah. Kelebihan
natrium yang jumlahnya mencapai 90-99% dari yang dikonsumsi,
dikeluarkan melalui urin. Pengeluaran urin ini diatur oleh hormon
aldosteron yang dikeluarkan kelenjar adrenal (7,19).
Orang-orang peka natrium akan lebih mudah mengikat natrium
sehingga menimbulkan retensi cairan dan peningkatan tekanan
darah. Garam memiliki sifat menahan cairan, sehingga mengkonsumsi
garam berlebih atau makan-makanan yang diasinkan dapat menyebabkan
peningkatan tekanan darah. Garam menyebabkan penumpukan cairan
dalam tubuh, karena menarik cairan di luar sel agar tidak keluar, sehingga
akan meningkatkan volume dan tekanan darah (21).
2) Konsumsi Lemak
Kebiasaan mengkonsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan
peningkatan berat badan yang berisiko terjadinya hipertensi.
Konsumsi lemak jenuh juga meningkatkan risiko aterosklerosis yang
berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Kandungan bahan kimia
dalam minyak goreng terdiri dari beraneka asam lemak jenuh (ALJ)
dan asam lemak tidak jenuh (ALTJ). Minyak goreng yang tinggi
kandungan ALTJ-nya hanya memiliki nilai tambah gorengan pertama
saja. Penggunaan minyak goreng lebih dari satu kali pakai dapat
merusak ikatan kimia pada minyak, dan hal tersebut dapat meningkatkan
pembentukan kolesterol yang berlebihan sehingga dapat
19
menyebabkan aterosklerosis dan hal yang memicu terjadinya hipertensi
dan penyakit jantung (21,22).
3) Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor yang berhubungan
dengan hipertensi, sebab rokok mengandung nikotin. Menghisap
rokok menyebabkan nikotin terserap oleh pembuluh darah kecil dalam
paru-paru dan kemudian akan diedarkan hingga ke otak. Di otak, nikotin
akan memberikan sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas
epinefrin atau adrenalin yang akan menyempitkan pembuluh darah
dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan darah
yang lebih tinggi. Hal tersebut akan meningkatkan risiko terjadinya
hipertensi dan penyakit jantung koroner (18,22).
4) Kebiasaan kosumsi minum-minuman beralkohol
Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi. Peminum alkohol
berat cenderung hipertensi meskipun mekanismenya belum diketahui
secara jelas. Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih
belum jelas. Namun diduga peningkatan kadar kortisol dan peningkatan
volume sel darah merah serta kekentalan darah merah yang berperan
dalam peningkatan tekanan darah (21,22).
5) Obesitas
Obesitas merupakan ciri dari populasi penderita hipertensi. Curah
jantung dan sirkulasi volume darah penderita hipertensi yang obesitas
lebih tinggi dari penderita hipertensi yang tidak obesitas. Obesitas erat
20
kaitannya dengan mengkonsumsi makanan yang tinggi lemak. Obesitas
meningkatkan resiko terjadinya hipertensi karena beberapa sebab. Makin
besar massa tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok
oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Volume darah yang beredar
pada pembuluh darah menjadi meningkat sehingga memberi tekanan
lebih besar pada dinding arteri. Kelebihan berat badan juga meningkatkan
frekuensi denyut (20,22).
6) Olahraga
Aktivitas fisik sangat mempengaruhi stabilitas tekanan darah.
Orang yang tidak aktif melakukan kegiatan fisik cenderung
mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi. Hal tersebut
mengakibatkan otot jantung bekerja lebih keras pada setiap kontraksi.
Makin keras usaha otot jantung dalam memompa darah, makin besar
tekanan yang dibebankan pada dinding arteri sehingga meningkatkan
tahanan perifer yang menyebabkan kenaikkan tekanan darah. Aktifitas
fisik yang kurang dapat meningkatkan risiko kelebihan berat badan yang
akan menyebabkan risiko hipertensi meningkat (22).
II.8 Albuminuria
II.8.1 Definisi
Protein tidak biasanya ditemukan dalam urin karena protein
memiliki molekur besar, sehingga protein tetap dalam darah. Protein
biasanya kembali diserap dan digunakan sebagai sumber energi. Potein
yang beredar banyak di dalam darah maka akan ada beberapa jumlah
21
protein akan ditemukan di urin. Uji albumin urin akan memberikan
informasi tentang jumlah protein (albumin) yang terdapat dalam urin. Uji
albumin dalam urin dilakukan jika dokter mencurigai penyakit ginjal. Jika
terdeteksi dini, dokter dapat memulai pengobatan yang dapat mencegah
kerusakan ginjal lebih lanjut (23).
Albuminuria adalah suatu kondisi yang ditandai dengan adanya
albumin (yang merupakan protein darah) dalam urin. Dalam kondisi
normal albumin disaring oleh ginjal. Albuminuria adalah suatu kondisi
medis yang ditandai dengan adanya albumin dalam urin. Albuminuria
dapat mendasari terjadinya diabetes, tekanan darah tinggi dan gagal
jantung. Uji Micral albumin adalah tes urine yang pada dasarnya
difokuskan pada identifikasi adanya albumin dalam urin dan awal untuk
mendeteksi (6,23).
Mikroalbuminuria yaitu peningkatan albumin urin yang akan
menggambarkan kerusakan endotel di glomerulus dan juga pembuluh
darah sistemik. Mikroalbuminuria didefinisikan sebagai ekskresi albumin
dalam urin sebesar 20-200 µg/min atau >30 mg/hari. Pemeriksaan ini
bermanfaat untuk kontrol tekanan darah , diabetes, dan restriksi protein.
II.9. Patofisiologi Albuminuria
II.9.1 Mekanisme glomeruler dan Tubuler
Hubungan antara ekskresi albumin dan permeabilitas vaskuler
menjadikan ekskresi albumin dalam urin lebih sensitif terhadap proses
inflamasi termasuk penyakit kardiovaskuler. Ginjal merupakan organ ideal
22
menjelaskan sejumlah kecil perubahan permeabilitas vaskuler sistemik.
Semua albumin yang difiltrasi, direabsorbsi oleh tubulus proksimalis
melalui mekanisme endisitotik yang berkapasitas rendah dan berafinitas
tinggi dan hanya 10-30 mg per 24 jam yang terdapat dalam urin. Dengan
asumsi bahwa 7 gr albumin difiltrasi setiap 24 jam, 1% meningkat pada
kondisi permeabilitas vaskuler sistemik sebagai respon keadaan inflamasi
sehinnga menghasilkan tambahan 70 mg albumin melewati filtrasi. Pada
saat mekanisme tubuler pada reabsorbsi albumin mendeteksi saturasi,
ekskresi albumin dalam urin akan meningkat dari 30 menjadi lebih 100
mg/ 24 jam (24).
II.9.2 Proteinuria menyebabkan kerusakan tubulus
Protein di dalam urin berasal dari ultrafiltrasi dan dari traktus
urinarius sendiri. Protein dengan Berat Molekul (BM) rendah (<40.000)
akan melewati barier filtrasi glomerulus dan diabsorpsi. Protein serum
orang normal mengandung sekitar 60% albumin. Konsentrasi albumin di
dalam plasma lebih tinggi, BM yang sedang dan kemampuan filtrasi yang
terbatas, menyebabkan hanya sejumlah kecil albumin yang berada di
dalam urin normal. Sebanyak 0,1% albumin dalam plasma difiltrasi
sebagai filtrat ultra dan 95-99% dari semua protein yang difiltrasi akan
direabsorbsi. Protein dengan BM tinggi (>90.000) tidak mampu melalui
melewati barier filtrasi glomerulus pada orang normal. Kemampuan ginjal
menyaring protein tergantung pada beberapa faktor yaitu tekanan filtrasi,
23
ukuran pori, muatan listrik membran basal glomerulus dan reabsorbsi
protein dalam tubulus proksimal (24).
Tubulus terekspos protein berlebih akan terjadi reabsorbsi protein
berlebih pula, sehingga tubulus menjadi reaktif, akan mensekresi sitokin
dan kemokin yang kemudian mengaktifkan makrofag. Kemokin
meransang fibrolas, dan matriks protein. Secara bersama-sama semua ini
menyebabkan fibrosis interstitial, inflamasi, dan penyakit ginjal (24)
Tekanan kapiler glomerulur yang tinggi menganngu permeabilitas
glomeruler terhadap protein yang difiltrasi dalam jumlah berlebihan dan
mencapai lumen tubulus proksimal. Jumlah protein yang ditemukan di urin
merupakan indikator abnormalitas pada permeabilitas glomerular sebagai
petanda kerusakan lesi ginjal. Protein yang berfiltrasi melaui kapiler
glomerular mungkin memeiliki toksisitas ginjal, dan dapat menyebabkann
faktor resiko penyakit lain seperti hipertensi (25).
II.10 Deteksi dini albuminuria pada penderita hipertensi
Proteinuria merupakan suatu petanda adanya kerusakan ginja,
pada banyak penelitian terbukti bahwa proteinuria mempunyai peran
sebagai petanda resiko mortalitas kardiovaskular dan prediktor
progresivitas penyakit ginjal dan jumlah protein yang dikeluarkan melalui
urin berkolerasi dengan besarnya penurunan LFG (laju filtrasi
Glomerulus). Penurunan fungsi ginjal semakin besar sesuai dengan
banyaknya proteinuria. Proteinuria tidak hanya sekedar petanda adnya
kerusakan ginjal, akan tetapi juga faktor resiko dari PJK.
24
Urin normal mengandung sejumlah kecil protein, dalam NKF-
K/DOQI guidelines terminologi proteinuria menunjukkan peningkatan
ekskresi albumin urin, protein total, terminologi albuminuria menunjukkan
secara khusus peningkatan ekskresi albumin urin, terminologi
mikroalbuminuria menunjukkan ekskresi albumin urin yang diatas batas
normal namun dibawah dari kadar yang dapat dideteksi oleh tes untuk
ekskresi total protein urin (25).
Pada orang dewasa dengan peningkatan resiko terjadi penyakit
ginjal kronik, NKF-K/DOQI menganjurkan untuk memeriksa albuminuria
dengan pemeriksaan urin, baik dengan dipstik khusus untuk albumin atau
rasio albumin/kreatinin. Secara tradisional tes dipstik digunakan untuk
mendeteksi protein dalam urin, tes ini semi kuantitatif. Saat ini bermacam
metode berbasiskan antobodi digunakan untuk mengukur kadar albumin
urin yang rendah (25).
II.11 Hipertensi dan Albuminuria
Hipertensi berhubungan dengan ekskresi albuminuria dan
berhubungan dengan fungsi ginjal. Pada penderita hipertensi, peningkatan
kadar albuminuria berhubungan dengan luasnya penyakit kardiovaskuler.
Adanya peningkatan ekskresi albumin urin menunjukkan peningkatan
jumlah albumin yang melewati transkapiler dan merupakan petanda
kerusakan mikrovaskuler. Peningkatan albumin dalam urin akibat
kerusakan organ ginjal yang terjadi karena hipertensi. Disfungsi endotel
merupakan latar belakang kerusakan organ ginjal. Disfungsi endotel
25
merupakan akibat dari hipertensi dan aterosklerosis dini. Pada keadaan
jantung yang normal, fungsi endotel berguna untuk vasodilatasi melalui
pelepasan nitric oxide. Peningkatan albuminuria dikenal sebagai petanda
disfungsi endotel. Hal ini terjadi karena pasase albumin transmembran
yang terjadi karena berkurangnya produksi heparan sulfat. Rendahnya
kontrol glikemik menghambat enzim N-deacetylase. Kebocoran albumin
tidak hanya terjadi di glomerulus tetapi juga di retina dan pembuluh darah
(7,25).
Hipertensi merupakan central factor yang menyebabkan kerusakan
ginjal. Aktifasi sistem renin angiotensin aldosteron (RAA), berperan pada
sistem hormonal dalam mekanisme regulasi tekanan darah, dikenal
melaui efek endokrin, parakrin dan intrakrin dalam ginjal dari efek
Angiotensin II (7,25).
Ada dua faktor utama terjadinya peningkatan albuminuria, yaitu
faktor hemodinamik (tekanan hidrostatik glomerulus) dan non-
hemodinamik (permeabilitas membran basalis glomerulus) dan non-
hemodinamik (permeabilitas membran basalis glomerulus). Tekanan
hidrostatis glomerulus diatur oleh kontraksi arteriol. Sebagai respon
homeostasis normal, naiknya tekanan darah sistemik akan diikuti oleh
konstriksi arteriol, sehingga tekanan hidrostatik intraglomerulus dijaga
tetap normal. Bila mekanisme ini terganggu atau bila terjadi konstriksi di
arteriol aferen, maka akan terjadi peningkatan tekanan hidrostatik
intraglomerulus yang memudahkan terjadinnya ekskresi protein (25).
26
Mekanisme terjadinya albuminuria juga disebabkan oleh peningkatan
membran permeabilitas seperti gambar bagan di bawah ini :
Gambar 2. Penyebab albuminuria dan proteinuria ( sumber : Hoder S, 2013. Nefropati diabetik : Patofisiologi, Patologi, dan Penatalaksanaa.diakses pada tanggal 04 april Available from:http://sikkahoder.blogspot.com/2013/01/nefropati-patofisiologi.html
Reabsorpsi protein yang berlebih pada tubulus akan
mengakibatkan tubulus menjadi reaktif dan mensekresi sitokin dan
kemokin. Semuanya bersama-sama akan menyebabkan fibrosis interstial,
inflamasi dan kerusakan ginjal. Sejauh ini semua penelitian menemukan
adanya kecendrungan tekanan darah yang lebih tinggi pada mereka
dengan miroalbuminuria daripada yang normoalbuminuria (26).
27
BAB III
PELAKSANAAN PENELITIAN
III.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini berupa observasi laboratorik menggunakan
desain Cross Sectional untuk menganalisis kadar albuminuria
berdasarkan derajat hipertensi.
III.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian telah dilaksanakan di Laboratorium Klinik Rumah Sakit
Umum Labuang Baji, bulan Februari sampai Maret 2013
III.3 Populasi dan Sampel
Populasi penelitian adalah pasien penderita hipertensi yang
memeriksakan diri di Rumah Sakit Labuang Baji
Besar jumlah sampel diperkirakan berdasarkan rumus (11).
n = Zα2 PQ
d2
Keterangan
n = Besar Sampel
Zα= Deviat baku normal untuk tingkat kemaknaan, α (ditetapkan). Nilai α
ini dipilih sesuai dengan IK yang diinginkan, Bila IK 95% berarti α =
0.05, sehingga Zα = 1,96
P = Proporsi atau keadaan yang akan dicari (dari pustaka) atau perkiraan
proporsi penyakit / efek pada populasi dari peneliti sebelumnya (0.10)
27
28
Q = 1-P (1 - 0,10 = 0,9)
d = Tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki = 0,1
Untuk mencari besar sampel yang diperlukan, maka dihitung sebagai
berikut :
n = (1,96)2 .(0,10). (0.9)
= 34,574 dibulatkan menjadi 35 sampel
III.4 Kriteria Sampel
III.4.1 Kriteria inklusi
Pasien bersedia ikut serta dalam penelitian, Pasien penderita
hipertensi berdasarkan derajat hipertensi, laki-laki dan perempuan usia
minimal 18 tahun dengan nilai tekanan darah lebih dari 140 mmHg ,
Pasien bersedia diambil sampelnya untuk penelitian.
III.4.2 Kriteria Eksklusi
Pasien yang sedang hamil, pasien yang mengalami komplikasi
penyakit ginjal, diabetes neprofatik.
III.5 Definisi Operasional
1. Derajat hipertensi adalah tingkatan dari kenaikan tekanan darah,
dimana hipertensi dibagi dalam beberapa derajat. Klasifikasi masing-
masning yaitu hipertensi derajat I apabila tekanan sistoliknya 140-159
mmHg dan tekanan diastoliknya 90-99 mmHg, hipertensi derajat II
apabila tekanan darah sistoliknya >160 mmHg dan diastoliknya > 100
0,12
29
mmHg , sedangkan hipertensi derajat III apabila tekanan sistoliknya >
180 mmHg dan tekanan diastoliknya > 116 mmHg.
2. Albuminuria adalah suatu kondisi yang ditandai dengan adanya
albumin dalam urin yang di nilai dengan Chemstrip Micral, kriteria
kadar albuminuria :
a) Putih (-) : Kadar albumin urin 0 mg/L
b) Merah muda (+) : Kadar albumin urin 1-20 mg/L
c) Merah (++) : Kadar albumin urin 21-50 mg/L
d) Merah tua (+++) : Kadar albumin urin 51-100 mg/L
III.6 Prosedur Kerja
III.6.1 Alat dan Bahan Penelitian
Alat – alat yang digunakan adalah spigmomanometer, stetoskop,
wadah penampung urin, dan tissu.
Bahan yang digunakan adalah urin, dan strip micral test.
III.6.2 Pemeriksaan Tekanan Darah
Pemeriksaan tekanan darah diukur dengan spigmomanometer air
raksa. Pasien diberikan posisi yang nyaman ( berbaring / duduk ) bila
pasien duduk salah satu tangan diletakkan di atas meja dan palpasi
daerah arteri brachialis. Pastikan bahwa manset tidak ada udara,
kemudian manset dipasang di atas arteri brachialis ± 2,5 cm (di atas
denyutan). Spigmomanometer diletakkan (tabung air raksa sejajar
dengan mata). Untuk memulai mengukur tekanan darah, kait dibuka yang
terletak dibawah tabung air raksa ke arah kanan. Palpasi daerah arteri
30
radialis di palpasi dan temukan denyutan. Katup pemompa ditutup dengan
kencang kemudian dipompa sampai tidak teraba denyutan pada
arteri radialis. Stetoskop dipasang pada telinga dan letakkan di arteri
brachialis. Katup pemompa dibuka secara perlahan-lahan degan waktu ±
30 detik. Bunyi pertama didengar dan pada angka berapa bunyi pertama
terdengar, lanjutkan sampai bunyi ke dua terdengar. Hasil pengukuran
dicatat.
III.6.3 Pemeriksaan Albuminuria
Urin sewaktu pasien ditampung dalam wadah bersih dan kering
yang telah diberi label identitas pasien. Sampel urin disiapkan , kemudian
Chemstrip Micral dimasukkan ke dalam urin sampai batas tertentu, dan
tunggu selama 1 menit. Chemstrip Micral diletakkan di atas tissu selama
30 detik. Dan dibandingkan warnanya dengan warna standar yang ada di
tabung tempat tes strip. Bila warna putih berarti negatif, bila warna merah
berarti positif. Prinsip dari Chemstrip Micral dimana setelah aplikasi
sampel urin, maka sampel akan mengalir ke lembar konjugat. Bila ada
albumin akan berikatan dengan antibodi berlabel emas. Sisanya akan
terikat, sehingga zona deteksi hanya dicapai oleh molekul konjugat.
Tergantung kadar albumin, hasil warna menunjukkan rentang antara putih
ke merah
31
III.7 Analisa Data
Data yang terkumpul, dilakukan tabulasi data, dan diolah dengan
program SPSS versi 16 dengan menggunakan uji Chi-Square dan
Korelasi Pearson. Data di sajikan dalam bentuk tabel.
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. Hasil Penelitian
Telah dilakukan pemeriksaan albuminuria pada pasien hipertensi
berdasarkan derajat hipertensi di Rumah Sakit Labuang Baji Makassar
pada bulan Februari sampai dengan Maret 2013 sebanyak 35 sampel.
Tabel 3. Hubungan jenis kelamin terhadap tekanan darah
Berdasarkan hasil penelitian angka penderita hipertensi pada laki-
laki sebanyak 20 orang lebih tinggi dibandingkan dengan angka penderita
hipertensi pada perempuan yaitu sebanyak 15 orang.
Tabel 4. Hubungan antara umur dan tekanan darah
Umur
Kelompok tekanan darah Total Hipertensi
derajat satu Hipertensi derajat dua
Hipertensi derajat tiga
n % n % n % n %
< 41 1 100% 0 0% 0 0% 1 100% 41-50 5 55,6% 4 44,4% 0 0% 9 100%
51-60 4 4,4% 5 55,6% 0 0% 9 100% 61-70 9 75% 3 25.0% 0 0% 12 100% >70 2 50% 0 0% 2 50% 4 100% Total 21 60% 12 34,3% 2 5,7% 35 100%
Jenis Kelamin Kelompok TD
Total
Hiertensi derajat satu
Hipertensi derajat dua
Hipertensi derajat tiga
Laki-laki 13 65% 5 25,0% 2 10.0% 20 100.0%
Perempuan 8 53,3% 7 46,7% 0 0.0% 15 100.0%
Total 21 60,0% 12 34,3% 2 5.7% 35 100.0%
32
33
Berdasarkan tabel di atas, pasien yang mengalami hipertensi
tertinggi pada kategori usia 61-70 tahun dan terendah pada kategori usia
≤ 41 tahun.
Tabel 5. Hubungan antara jenis kelamin dan albuminuria
Jenis Kelamin
Albumin
Normo albuminuria
Mikro albuminuria
Makro albuminuria
Total
n % n % n % n % Laki-laki 9 45% 10 50% 1 5% 20 100%
Perempuan 10 66,7% 5 33,3% 0 0% 15 100%
Total 19 54,3% 15 42,9% 1 2,9% 35 100%
Berdasarkan tabel di atas pasien normoalbuminuria pada laki-laki
sebanyak 9 (45.0%), mikroalbuminuria pada laki-laki sebanyak 10 0rang
(50.0%), dan makroalbuminuria pada laki-laki sebanyak 1 orang (5%).
Pasien perempuan dengan normoalbuminuria sebanyak 10 orang
(66.7%), mikroalbuminuria sebanyak 5 orang (33,3%) dan pada pasien
perempuan tidak ditemukan makroalbuminuria.
Tabel 6. Hubungan umur dan albuminuria
Umur Albuminuria
Total Normo
albuminuria Mikro
albuminuria Makro
albuminuria n % n % n % n %
< 41 0 (0%) 1 (100%) 0 (0%) 1 (100%)
41 - 50 6 (66,7%) 3 (33.3%) 0 (0%) 9 (100%)
51-60 5 (55,6%) 4 (44,4%) 0 (0%) 9 (100%)
61 - 70 6 (50%) 6 (50%) 0 (0%) 12 (100%)
> 70 2 (50%) 1 (25%) 1 (25%) 4 (100%)
Total 19 (54,3%) 15 (42,9%) 1 (2,9%) 35 (100%)
34
Pasien dengan normoalbuminuria 19 orang (54,3%) dengan umur
terbanyak 41-50 dan 61-70 tahun. Mikroalbuminuria 15 0rang (42,9%)
dengan umur terbanyak 61-70 tahun sebanyak 6 orang. Makroalbuminuria
didapatkan pada 1 pasien (25%) dengan umur di atas 70 tahun.
Tabel 7. Hubungan albuminuria dan derajat hipertensi
Tekanan Darah
Albuminuria Total Normo
albuminuria Mikro
albuminuria Makro
albuminuria
n % n % n % n % Derajat Satu 14 66,7% 7 33,3% 0 0% 21 100%
Derajat Dua 4 33,3% 8 66,7% 0 0% 12 100%
Derajat Tiga 1 50% 0 0% 1 50% 2 100%
Total 19 54,3% 15 42,9% 1 2,9% 35 100%
Pasien Normoalbuminuria dengan hipertensi derajat satu sebanyak
14 orang (66.7%), Mikroalbuminuria dengan hipertensi derajat satu
sebanyak 7 orang (33.3%), tidak ada pasien Makroalbuminuria dengan
hipertensi derajat satu. Pasien normoalbuminuria dengan hipertensi
derajat dua sebanyak 4 (33.3%), Mikroalbuminuria dengan hipertensi
derajat dua 8 orang (66,7%), tidak ada pasien Makroalbuminuria dengan
hipertensi derajat dua. Pasien Normoalbuminuria dengan hipertensi
derajat tiga sebanyak 1 orang (50%), tidak ada pasien Mikroalbuminuria
dengan hipertensi derajat tiga. Pasien Makroalbuminuria dengan
hipertensi derajat tiga sebanyak 1 orang (50%). Hasil perhitungan statistik
diperoleh nilai p= 0,027,semakin meningkat tekanan darah maka semakin
meningkat nilai albuminuria (p<0,05).
35
Tabel 8. Lama hipertensi terhadap Albuminuria
Lama Hipertensi (Tahun)
Albuminuria
Total (n)
Normo Albuminuria
(n)
Mikro Albuminuria
(n)
Makro Albuminuria
(n) 1-2 20 7 1 28
3-4 1 5 0 6
>4 0 0 1 1
Total 21 12 2 35
Berdasarkan tabel di atas pasien yang menderita hipertensi
selama 1-2 tahun dengan normoalbuminuria sebanyak 20 pasien,
sedangkan dengan lama hipertensi 3-4 tahun terbanyak pada
mikroalbuminuria sebanyak 5 pasien dan pasien dengan lama hipertensi
di atas 4 tahun terbanyak pada makroalbuminuria sebanyak 1 pasien.
Tabel 9. Karateristik distribusi tekanan darah
karateristik N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Tekanan sistolik (mmHg) 35 140 180 150.86 12.455
Tekanan distolik (mmHg) 35 60 110 90.57 11.617
Berdasarkan tabel di atas tekanan sistolik memiliki nilai minimun
140 mmHg dan 180 mmHg, dan tekanan distolik memiliki nilai minimun 60
mmHg dan maksimun 110 mmHg
IV.2 Pembahasan
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah ≥ 140/90 mmHg.
Hipertensi merupakan peningkatan darah yang bersifat abnormal dan
36
dapat diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya, mempunyai rentang
dari tekanan darah normal yang tinggi sampai hipertensi maligna.
Tekanan kapiler glomerular. Tekanan darah tinggi merupakan salah satu
penyakit degeneratif. Umumnya tekanan darah bertambah secara
perlahan dengan bertambahnya umur. Hipertensi mengakibatkan
komplikasi baik jangka pendek maupun jangka panjang. Hipertensi primer
secara klinis dapat menghasilkan proteinuria, albuminuria dan penurunan
fungsi ginjal. Albuminuria pada pasien hipertensi merupakan indikator
penurunan fungsi ginjal.
Tekanan kapiler glomerular yang tinggi mengganggu permeabilitas
glomerular terhadap protein yang mana kemudian difiltrasi dalam jumlah
berlebihan dan mencapai lumen tubulus proksimal. Jumlah albumin yang
ditemukan di urin merupakan indikator abnormalitas permeabilitas
glomerular sebagai petanda keparahan lesi ginjal bersama faktor resiko
laiinya seperti hipertensi.
Pemeriksaan albuminuria pada pasien hipertensi berdasarkan
derajat hipertensi di Rumah sakit Labuang Baji’ Makassar pada bulan
Februari sampai Maret 2013 telah dilakukan terhadap 35 sampel. Jenis
penelitian bersifat cross-sectional study. Penelitian ini bertujuan untuk
melihat bagaimana hubungan albuminuria dengan derajat hipertensi.
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 3 jumlah pasien hipertensi
derajat satu sebanyak 21(60%) orang, hipertensi derajat dua 12 (34,3%)
orang, dan hipertensi derajat tiga sebanyak 2 orang (5,7%). Hipertensi
37
derajat satu lebih tinggi pada laki-laki 13 orang, sedangkan hipertensi
derajat dua lebih tinggi pada perempuan 7 orang dan hipertensi derajat
tiga lebih tinggi pada laki-laki 2 orang. Berdasarkan hasil uji Chi-Square
tidak terdapat hubungan dan perbedaan antara jenis kelamin dengan
tekanan darah (p=0,238) , dimana H0 diterima. Bila ditinjau dari jenis
kelamin terdapat angka yang bervariasi, sehinnga tidak ada perbedaan
yang bermakna antar jenis kelamin dan tekanan darah. Penelitian
sebelumnya terdapat perbedaan hubungan jenis kelamin terhadap
tekanan darah. Namun hingga kini beberapa penelitian masih terdapat
perbedaan faktor jenis kelamin terhadap tekanan darah.
Pada tabel 4 dapat dilihat Pasien dengan hipertensi derajat satu
umur terbanyak 61-70 tahun (75%). Hipertensi derajat dua umur
terbanyak 51-60 tahun (55,6%). Hipertensi derajat tiga terdapat 2 orang
dengan umur terbanyak >70 tahun (50%). Dari perhitungan statistik
berdasarkan hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p= 0,010, dimana H0 di
tolak. Semakin meningkat umur ada kecenderungan terjadi peningkatan
tekanan darah (p<0,05). Hal ini bertujuan untuk membuktikan bahwa
semakin tua usia, semakin besar resiko terserang hipertensi.
Insiden ini disebabkan oleh perubahan alamiah dalam tubuh
yang mempengaruhi jantung, pembuluh darah dan hormon. Arteri
kehilangan elastisitas atau kelenturan, dan tekanan darah seiring
bertambahnya usia. Hipertensi bisa terjadi disegala usia. Hasil penelitian
menunjukkan peningkatan tekanan darah mulai umur empat puluhan.
38
Pada tabel 5 hubungan antara jenis kelamin dan nilai albuminuria.
Pasien normoalbuminuria tebanyak pada perempuan sebanyak 10 orang
(66,7%). Mikroalbuminuria pada laki-laki sebanyak 10 0rang (50%), dan
Makroalbuminuria pada laki-laki sebanyak 1 (5%). Hasil perhitungan
statistik berdasarkan uji Chi-Square didapatkan nilai p= 0,359, maka H0
diterima Tidak ada hubungan atau perbedaan antara jenis kelamin dengan
nilai albuminuria (p>0.05). Namun hingga kini belum dapat dibuktikan
secara pasti tentang hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian
albuminuria.
Pada tabel 6 hubungan antara umur dan nilai albuminuria dimana
rentang umur yang ikut dalam penelitian 32-76 tahun. Pasien dengan
normoalbuminuria dengan umur terbanyak 41-50 dan 61-70 tahun
berjumlah 12 orang. Mikroalbuminuria dengan umur terbanyak 61-70
tahun sebanyak 6 orang. Makroalbuminuria didapatkan pada 1 pasien
(25%) dengan umur di atas 70 tahun. Dari perhitungan statistik di peroleh
nilai p= 0, 265. Tidak ada hubungan antara umur dengan nilai albuminuria.
Nilai p> 0,05. Karena Chi-Square Hitung > Chi-Square tabel (10,150 >
15.507), maka H0 diterima, jadi tidak ada hubungan antara umur dengan
albuminuria, dan hal ini tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh
Niskanen L,dkk yang menyatakan semakin meningkat umur penderita
maka semakin meningkat nilai albuminuria. Hal ini kemungkinan di
sebabkan oleh variasi umur serta jumlah sampel yang sedikit.
39
Hubungan albuminuria sengan derajat hipertensi dapat dilihat pada
tabel 7, normoalbuminuria terbanyak ditemukan pada pasien hipertensi
derajat satu sebanyak 14 orang (66,7%), mikroalbuminuria terbanyak
ditemukan pada pasien hipertensi derajat dua sebanyak 8 orang (66,7%),
dan makroalbuminuria terbanyak ditemukan pada pasien hipertensi
derajat tiga sebanyak 1 orang (50%). Berdasarkan hasil uji Chi-Square
diperoleh nilai P= 0,027. Chi-Square Hitung > Chi-Square tabel
(20,959 > 9,488), maka H0 ditolak. Terdapat hubungan dan perbedaan
antara albuminuria dengan derajat hipertensi. Semakin meningkat
tekanan darah maka semakin meningkat nilai albuminuria r= 0,547
(p<0,05). Berdasarkan uji korelasi pearson diperoleh nilai p= 0.032 dan
nilai r=0.362 memiliki arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang l
emah. Hal ini di karenakan jumlah sampel penelitian yang sedikit serta
kriteria eksklusi dimana pasien diabetes nefropati dan paien gagal ginjal
kronik tidak diikutkan dalam penelitian.
Hubungan lama hipertensi dengan albuminuria pada tabel 8 pasien
yang menderita hipertensi selama 1-2 tahun dengan normoalbuminuria
sebanyak 20 pasien, sedangkan dengan lama hipertensi 3-4 tahun
terbanyak pada mikroalbuminuria sebanyak 5 pasien dan pasien dengan
lama hipertensi di atas 4 tahun terbanyak pada makroalbuminuria
sebanyak 1 pasien. Lama menderita hipertensi 1-2 tahun lebih sering
dijumpai pada penderita hipertensi tanpa mikroalbuminuria dibandingkan
hipertensi dengan mikroalbuminuria, sedangkan lama hipertensi >4 tahun
40
lebih sering dijumpai pada pasien hipertensi dengan makroalbuminuria.
Hasil Uji Chi-Square diperoleh nilai p=0,000 (p<0,05) maka H0 ditolak.
Terdapat hubungan antara lama hipertensi dengan albuminuria.
Semakin tinggi derajat hipertensi semakin tinggi nilai albuminuria.
Hal ini menggambarkan bagaimana petanda kerusakan ginjal
kedepannya. Protein yang ditemukan dalam urin menggambarkan
keadaan dari abnormalitas atau perubahan permeabilitas vaskuler
sistemik. Albuminuria mempunyai peran sebagai petanda resiko
mortalitas kardiovaskular dan prediktor progresivitas penyakit ginjal dan
jumlah protein yang dikeluarkan melalui urin berkolerasi dengan besarnya
penurunan LFG (laju filtrasi Glomerulus). Semakin lama pasien menderita
hipertensi maka semakin meningkat albuminuria, dan semakin banyak
penyakit penyerta. Pemeriksaan rasio albumin kreatinin digunakan untuk
melihat sebagai mana peningkatan albuminuria, yang menggambarkan
kemampuan ginjal bekerja.
Hipertensi dapat menyebabkan peningkatan filtrasi glomerulus
sehingga terjadi peningkatan dan permeabilitas kapiler glomerulus
sehingga protein dapat lolos dan ditemukan di dalam urin. Peningkatan
filtrasi protein akan menyebabkan peningkatan konsentrasi protein dalam
lumen tubulus, protein tersebut akan mengalami reabsorpsi oleh sel
tubulus proksimal dan apabila terjadi secara berlebihan akan
menyebabkan akumulasi protein di dalam retikulum endolisosom.
Sehingga hipertensi yang telah berlansung lama yang akan menyebabkan
41
sklerosis glomerulus dan nefrosklerosis yang diakibatkan oleh hipertensi
yang dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal yang akan berkembang
secara progresif
Ginjal mempunyai peranan dalam memfiltrasi, protein yang lolos
dalam urin mengindikasikan adanya gangguan pada glomerulus yang
dapat menyebabkan peningkatan intraglomerular yang kemudian akan
berkembang menjadi nefroklerosis. Glomerulus tidak bisa bekerja dengan
baik maka banyak protein yang beredar kembali ke aliran darah, sehingga
viskositas darah menjadi kental. Jantung memberi tekanan untuk
memompa darah dengan lebih, sehingga terjadi peningkatan tekanan
darah.
Hasil yang mempengaruhi nilai negatif dan positif pada strip micral
adanya sampel urin akan mengalir ke lembar konjugat. Bila ada albumin
akan berikatan dengan antibodi berlabel emas. Sisanya akan terikat,
sehingga zona deteksi hanya dicapai oleh molekul konjugat. Tergantung
kadar albumin, hasil warna menunjukkan rentang antara putih ke merah.
Berdasarkan hasil uji chi-square terdapat hubungan yang
bermakna antara tekanan darah sistolik dengan nilai albuminuria
sedangkan pada tekanan darah diastolik tidak terdapat hubungan yang
bermakna. Pedrinelli dkk dalam review tentang mikroalbuminuria tahun
2002 menarik kesimpulan bahwa meski kadar mikroalbuminuria
sebanding dengan beratnya kenaikan tekanan darah sistolik, tekanan
darah diastolik, namun cenderung menunjukkan asosiasi yang lebih kuat
42
dengan tekanan darah sistolik daripada tekanan diastolik. Homeostasis
tekanan darah diatur dengan keseimbangan aliran darah, resistensi
vaskuler, pengaturan elektrolit dan air serta pertumbuhan sel
Hasil pengamatan untuk tekanan darah dan albuminuria
berdasarkan tabel pengamatan diperoleh hasil yang tidak sesuai
kemungkinan hal ini disebabkan oleh jumlah sampel yang sedikit dan
pengukuran tekanan darah dilakukan sebanyak satu kali, sampel pasien
rawat jalan serta tidak di kontrol lamanya pasien yang mengkonsumsi
obat-obatan, keadaan psikis pasien serta adanya faktor lain khususnya
faktor komponen sindroma metabolik lainnya yang dalam penelitian ini
tidak dapat diperiksa. Beberapa faktor dapat mempengaruhi kadar
mikroalbuminuria ialah olahraga, aktivitas fisik, obat-obatan, dehidrasi.
Pengumpulan sampel yang dilakukan pada penelitian ini adalah
dengan menggunakan sampel urin sewaktu yang menggambarkan
keadaan pada saat itu dan banyak hal yang dapat mempegaruhi hasil.
Pemeriksaan baku emas untuk mengukur ekskresi albumin urin adalah
dengan mengumpulkan urin 24 jam, namun pemeriksaan ini menyulitkan
pada penderita hipertensi karena sulitnya mengumpulkan urin selama 24
jam, sering terjadi kesalahan dalam pengumpulannya, hasilnya sering
dipengaruhi jumlah asupan cairan, keadaan diuresis dan konsentrasi urin
yang dihasilkan. Urin pertama pagi hari lebih disukai karena berkorelasi
baik dengan ekskresi protein urin 24 jam, namun penggunaan urin
sewaktu juga dapat digunakan.
43
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh
kesimpulan bahwa ada
1. Tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin terhadap
tekanan darah, jenis kelamin terhadap albuminuria dan umur terhadap
albuminuria
2. Terdapat hubungan yang bermakna antara umur terhadap tekanan
darah dan lama hipertensi terhadap albuminuria.
3. Hubungan bermakna antara derajat hipertensi dan albuminuria,
sehingga makin tinggi tekanan darah maka semakin tinggi kadar
albuminuria. Pada hasil uji korelasi menunjukkan bahwa antara derajat
hipertensi dengan nilai albuminuria memiliki hubungan yang signifikan dan
memiliki arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang lemah.
V.2. Saran
1. Pasien hipertensi dengan miroalbuminuria dan makroalbuminuria
sebaiknya melakukan pengontrolan terhadap kadar albuminuria untuk
memantau kerja fungsi ginjal sehingga tidak menimbulkan komplikasi .
2. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan
sampel urin 24 jam atau sampel urin pagi, dan sampel yang lebih banyak
serta melihat peningkatan albuminuria dengan pemeriksaan
mikroalbuminuria berdasarkan ratio albumin kreatinin.
43
44
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization (WHO) . International Society of Hypertension Statement on Management of Hypertension. JHypertens . Australia. 2003. hal.1983-1992
2. A Marilyn E, Moothouse FM, Geisser AC. Rencana asuhan keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3 . Penerbit EGC. Jakarta. 2000. hal.39
3. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian
dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan. Pharmaceutical care untuk penyakit hipertensi . Jakarta. 2006. hal. 1
4. Departemen Kesehatan RI. Masalah Hipertensi di Indonesia.[serial on
the internet]). 29 november 2012. Avalaible from hhtp://www.depkes. go.id
5. A Price Sylvia, M Wilson Lorraine. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit, edisi 6. Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2006. hal.530-583
6. Wilson DD . Manual of Laboratory & Diagnostic Tests. United States
of America. 2008. hal 397. Available as FDF file. 7. Jensen J, Rasmussen B, Strangaard S, Schroll M, Johnsen K. Arterial
Hypertension, Microalbuminuria, and Risk of Ischemic Heart Disease. Hypertension. PubMed. Denmark. 2000. hal 898-903.
8. Nelson E. Hubungan Antara Mikroalbuminuria yang Dinilai dengan
Rasio Albumin Kreatinin Urin dengan Hipertrofi Ventrikel Kiri Pada Penderita Hipertensi Esensial. Tesis Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan. 2009. hal. 18
9. Wang TJ. Low grade albuminuria and the risk of hypertension and blood pressure progression. Circulation. Amerika. 2005. hal 1370
10. Palmer BF. Renal Dysfunction Complicating the Treatment of
Hypertension. NEJM. London . 2002. hal 1256-61
11. Budiantoro E. Metodologi Penelitian Kedokteran. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta. 2004. Hal 48-49
12. Chobanian AV, et al. The seventh report of the joint national commite
on prevention, detection, evaluation, and treatment of high blood pressure. JAMA. 2003;289. hal. 2560-72
44
45
13. Arif M. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I : Nefrologi dan Hipertensi.
Media Aesculapius FKU. Jakarta. 2001. hal. 519-520
14. Brashers, Valentina. Aplikasi Klinis Patofisiologi: Pemeriksaan & Manajemen, Ed 2 (Terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2004. Jakarta.
15. Hajjar I, Kotchen TA. Trends In Prevalence, Awareness, Treatment, And Control Of Hypertension In The United States. JAMA . 2003 ;290. hal.199-206
16. Susalit E, Kapojos EJ, Lubis HR. Hypertensi primer. dalam : Suyono S (eds). Buku aja ilmu penyakit dalam . edisi . BP FKUI. Jakarta . 2003. hal. 453-471
17. Brookes L. The Update WHO/ISH Hypertension Guidline. Brazil: J Hypertens 2004. hal. 151-183
18. Sagala LBR. Perawatan Penderita Hipertensi di Rumah oleh Keluarga Suku Batak dan Suku Jawa di Kelurahan Lau Cimba Kabanjahe. Skripsi Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Medan. 2009. hal. 13-15
19. Sukresna W. Karakteristik Penderita Hipertensi yang Dirawat
Inap di RSUD Arifin Achmad Pekan Baru Tahun 2004-2008 [internet]. 2011 [diakses 13 februari 2013]. hal. 8-20. Available from: http://repository.usu.ac.id/
20. E.J. Corwin. Buku Saku Patofisiologi . Jakarta. Penerbit buku kedokteran EGC. 2001. hal. 694.
21. Aris S. Faktor-faktor Risiko Hipertensi Grade II pada Masyarakat (Studi Kasus di Kabupaten Karanganyar). 2007 [diakses 15 februari 2013]. hal. 29-50, 90-126. Available from: http://eprints.undip.ac.id/
22. Ali K. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta: 2003. hal. 88-96
46
23. Tom M. Micral Albumin Testing Result. Diakses pada tanggal 21 Februari 2013.
Available from http://www.medicalhealthtests.com/pathology-test/albumin-urine-test.html
24. Widranti DMH. Profil Albuminuria Fase akut dan Pasca Fase Akut stroke dan Dalam Hubungannya Dengan Beberapa Faktor Resiko. Semarang. FK UNDIP. Semarang. 2003. hal.6-10
25. Nelson E. Hubungan Antara Mikroalbuminuria yang dinilai dengan rasio albumin kreatinin urin dengan hipertrofi ventrikel kiri pada pasien hipertensi [internet] 2009 [dikutip 2 april 2013]. hal. 26-30. Available from: http://repository.usu.ac.id/
26. Limantoro C. Hubungan antara mikroalbuminuria dengan indeks massa ventrikel kiri pada pasien hipertensi. UNDIP. Semarang: 2003. hal.10-12
47
LAMPIRAN I
TABEL HASIL PENELITIAN
No Nama Jenis kelamin
L/P
Umur (Tahun)
Lama hipertensi (Tahun)
TD (mmHg)
Hasil (+ / -)
Kadar/ nilai
(mg/l) 1 Aw L 47 2 170/100 + 20 2 Ld P 67 1 140/90 - 0 3 sg P 44 1 140/90 - 0 4 JA L 74 2 140/80 - 0 5 RO P 59 3 170/100 - 0 6 SJ P 43 2 160/80 - 0 7 MA L 70 2 150/80 - 0 8 AW L 50 2 140/80 + 20 9 AA L 70 2 140/80 - 0 10 SF L 62 2 140/80 ++ 50 11 AR L 72 5 180/100 +++ 100 12 AS P 53 3 160/100 ++ 50 13 DU P 44 1 140/80 - 0 14 DS L 76 2 180/60 - 0 15 UI L 32 1 140/90 + 20 16 VR L 64 2 150/90 + 20 17 TN P 58 1 140/90 ++ 50 18 HU L 76 2 140/90 ++ 50 19 KI L 49 2 160/100 - 0 20 LO L 63 3 140/80 - 0 21 LP L 56 2 160/100 + 20 22 KL P 67 2 160/100 + 20 23 HK L 70 2 140/70 + 20 24 NN P 61 3 160/100 ++ 50 25 KM P 51 4 160/100 ++ 50 26 IK L 70 3 160/100 ++ 50 27 WN L 58 1 140/100 - 0 28 PW P 45 1 140/100 - 0 29 LL P 58 1 160/110 - 0 30 QA P 61 1 140/80 - 0 31 JU P 55 1 150/100 - 0 32 AF L 60 1 140/100 - 0 33 NT L 46 2 160/100 + 20 34 FM L 50 1 140/100 - 0 35 IN P 67 1 150/70 - 0 Keterangan = L (laki-laki), p (perempuan), 0 mg/l (-), 20 mg/l (+), 50 mg/l (++), 100 mg/l (+++)
48
LAMPIRAN 2
SKEMA KERJA
Pasien terdiagnosa hipertensi oleh dokter
Kriteria inklusi
Kesimpulan
Analisa data
Hasil
(+3)
(+2)
(+1) (-)
Pemeriksaan albuminuria
Hipertensi
Derajat 1
Hipertensi
Derajat 2
Hipertensi
Derajat 3
Pengambilan urin sewaktu
Pengukuran tekanan darah dengan
spigmomanometer
Tekanan Darah
strip di celupkan selama 5 detik pada sampel urin hingga batas tengah,
diamkan selama 1 menit, hasil dicatat
48
49
LAMPIRAN III
HASIL STATISTIKA
Chi-Square Tests hubungan jenis kelamin dan tekanan darah
Value df Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 2.868a 2 .238
Likelihood Ratio 3.593 2 .166
N of Valid Cases 35
a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .86.
Chi-Square Tests hubungan umur dan tekanan darah
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 20.150a 8 .010
Likelihood Ratio 14.822 8 .063
Linear-by-Linear Association .577 1 .448
N of Valid Cases 35
a. 12 cells (80.0%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is .06.
Chi-Square Tests jenis kelamin dan albuminuria
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 2.047a 2 .359
Likelihood Ratio 2.421 2 .298
N of Valid Cases 35
a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is .43.
Chi-Square Tests hubungan umur tehadap albuminuria
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 10.002a 8 .265
Likelihood Ratio 6.968 8 .540
Linear-by-Linear
Association
.565 1 .452
N of Valid Cases 35
a. 13 cells (86.7%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is .03.
49
50
TD * Albumin Crosstabulation
Albumin Total
Normal
albuminaria
Mikroalbumina
ria
Makroalbumin
aria
TD
Hiertensiderajatsatu Count 14 7 0 21
% within TD 66.7% 33.3% 0.0% 100.0%
Hipertensiderajatdua Count 4 8 0 12
% within TD 33.3% 66.7% 0.0% 100.0%
Hipertensiderajattiga Count 1 0 1 2
% within TD 50.0% 0.0% 50.0% 100.0%
Total Count 19 15 1 35
% within TD 54.3% 42.9% 2.9% 100.0%
Chi-Square Tests hubungan tekanan darah terhadap albuminuria
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 20.959a 4 .000
Likelihood Ratio 10.962 4 .027
Linear-by-Linear Association 4.461 1 .035
N of Valid Cases 35
a. 5 cells (55.6%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is .06.
Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Phi .774 .000
Cramer's V .547 .000
N of Valid Cases 35
Correlations tekanan darah dan albuminuria
TD Albuminuria
TD Pearson Correlation 1 .362*
Sig. (2-tailed) .032
N 35 35 Albuminuria Pearson Correlation .362* 1
Sig. (2-tailed) .032 N 35 35
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
50
51
Lama Hipertensi * albuminuria Crosstabulation
albuminuria
Total
Lama Hipertensi Normo
albuminuria
Mikro
albuminuria
Makro
albuminuria
1-2
tahun
Count 20 7 1 28
Expected Count 16.8 9.6 1.6 28.0
% within lh 71.4% 25.0% 3.6% 100.0%
3-4 Count 1 5 0 6
Expected Count 3.6 2.1 .3 6.0
% within lh 16.7% 83.3% .0% 100.0%
>4
tahun
Count 0 0 1 1
Expected Count .6 .3 .1 1.0
% within lh .0% .0% 100.0% 100.0%
Total Count 21 12 2 35
Expected Count 21.0 12.0 2.0 35.0
% within lh 60.0% 34.3% 5.7% 100.0%
Chi-Square Tests lama hipertensi terhadap albuminuria
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 24.469a 4 .000
Likelihood Ratio 13.656 4 .008
Linear-by-Linear Association 9.363 1 .002
N of Valid Cases 35
a. 7 cells (77,8%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is ,06.
51
52
LAMPIRAN IV GAMBAR HASIL PENELITIAN
gambar strip micral tes, dan sampel urin
gambar pengukuran urin dengan strip micral
52