Top Banner
TINJAUAN KEPUSTAKAAN A. Pendahuluan Istilah kor pulmonal telah diuraikan dalam berbagai macam batasan dan definisi, dan hal ini dipengaruhi oleh perkembangan diagnostik dalam ilmu kedokteran. Pada tahun 1963, dibuat definisi kor pulmonal berdasarkan pada penemuan gejala-gejala klinis, perubahan faal jantung, dan kelainan patologi- anatomis pada jantung dan paru. 1 World Health Organization (WHO) pada tahun1963 memberikan definisi sebagai berikut : kor pulmonal adalah suatu keadaan patologis dengan ditemukannya hipertrofi ventrikel kanan yang disebabkan oleh kelainan fungsional dan struktur paru. Dalam hal ini, tidak termasuk kelainan jantung kiri, dan kelainan yang disebabkan oleh penyakit jantung bawaan. 1 Sejak 1974, telah dilakukan kateterisasi jantung dan penentuan analisis gas O 2 dan CO 2 dalam darah, dan hal ini jadi kriteria baru bagi definisi kor pulmonal. 1 1
52

Kor Pulmunal - Isi

Dec 05, 2014

Download

Documents

Elvera Eklesia
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Kor Pulmunal - Isi

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Pendahuluan

Istilah kor pulmonal telah diuraikan dalam berbagai macam batasan dan

definisi, dan hal ini dipengaruhi oleh perkembangan diagnostik dalam ilmu

kedokteran. Pada tahun 1963, dibuat definisi kor pulmonal berdasarkan pada

penemuan gejala-gejala klinis, perubahan faal jantung, dan kelainan patologi-

anatomis pada jantung dan paru.1

World Health Organization (WHO) pada tahun1963 memberikan definisi

sebagai berikut : kor pulmonal adalah suatu keadaan patologis dengan

ditemukannya hipertrofi ventrikel kanan yang disebabkan oleh kelainan

fungsional dan struktur paru. Dalam hal ini, tidak termasuk kelainan jantung kiri,

dan kelainan yang disebabkan oleh penyakit jantung bawaan.1

Sejak 1974, telah dilakukan kateterisasi jantung dan penentuan analisis gas

O2 dan CO2 dalam darah, dan hal ini jadi kriteria baru bagi definisi kor pulmonal.1

Braunwahl, 1980, memberikan definisi kor pulmonal sebagai berikut : kor

pulmonal merupakan suatu keadaan patologis akibat hipertrofi/dilatasi ventrikel

kanan yang disebabkan oleh hipertensi pulmonal, dengan penyebabnya adalah

kelainan penyakit parenkim paru, kelainan vaskular paru dan gangguan fungsi

paru oleh kelainan dada. Tidak termasuk di sini kelainan vaskular paru yang

disebabkan oleh kelainan ventrikel kiri, penyakit ampang jantung (vitium cordis),

kelainan penyakit jantung bawaan dan panyakit jantung iskemik serta infark

miokard akut.1

1

Page 2: Kor Pulmunal - Isi

Kor pulmonal dapat terjadi secara akut maupun kronik. Penyebab kor

pulmonal akut tersering adalah emboli paru masif sedangkan kor pulmonal kronik

sering disebabkan oleh penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Pada kor

pulmonal kronik umumnya terjadi hipertorfi ventrikel kanan sedangkan pada kor

pulmonal akut terjadi dilatasi ventrikel kanan.2

Angka-angka insidensi dan prevalensi beraneka ragam serta tidak sama,

bergantung pada situasi dan kondisi yang disurvei. Di daerah Massachuset angka

insedensi kecil yaitu 0,9%. Sedangkan di arizona merupakan 59% dari angka

insidensi penyakit jantung seluruhnya. Di Belgia, New Delhi, Praha, Sheffield

(Inggris), angka insidensi berkisar antara 16-33%.1

Di Amerika Serikat, Kor pulmonal diperkirakan meliputi 6-7% dari semua

jenis orang dewasa yang dengan penyakit jantung, penyakit yang berkaitan

dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) yang disebabkan bronkitis kronis

atau emfisema mencapai lebih dari 50% kasus. Meskipun prevalensi dari PPOK di

Amerika Serikat adalah sekitar 15 juta, angka kejadian yang tepat dari kor

pulmonal sulit ditentukan karena tidak terjadi pada semua kasus PPOK serta

pemeriksaan fisik dan tes rutin tidak dapat mendeteksi terjadinya hipertensi

pulmonal. Pada dasarnya, kor pulmonal akut biasanya menyebabkan penyumbatan

pembuluh darah (emboli) pada paru-paru yang terjadi secara terus menerus

(masif). Tromboemboli pada paru-paru yang terjadi akut dan bersifat masif

merupakan penyebab utama dari kor pulmonal pada orang dewasa. Di Amerika

Serikat, diperkirakan sekitar 50.000 kematian terjadi setiap tahun karena emboli

2

Page 3: Kor Pulmunal - Isi

paru-paru dan sekitar setengahnya terjadi pada jam pertama karena kegagalan

jantung kanan akut.3

Secara internasional, terjadinya kor pulmonal bervariasi antar negara-

negara, tergantung pada kebiasaan merokok, polusi udara, dan faktor resiko lain

dari berbagai penyakit paru.3

Kor pulmonal terjadi sebagai hasil dari suatu penyakit paru-paru primer

pada umumnya mempunyai prognosis yang buruk. Sebagai contoh, pasien dengan

PPOK yang berkembang menjadi kor pulmonal mempunyai kesempatan untuk

bertahan hidup selama 5 tahun adalah sekitar 30%.3

Tidak semua pasien denngan PPOK akan mengalami kor pulmonal, karena

banyak usaha pengobatan yang dilakukan untuk mempertahankan kadar oksigen

darah arteri mendekati normal sehingga dapat mencegah terjadinya hipertensi

pulmonal (tekanan di arteri pulmonalis meningkat). Pada umumnya makin berat

gangguan keseimbangan ventilasi-perfusi, akan semakin mudah terjadi ganggaun

analisis gas darah sehingga akan semakin besar terjadinya hipertensi pulmonal

dan kor pulmonal. Penyakit yang hanya mengenai sebagian kecil paru tidak akan

mempengaruhi pertukaran gas antara alveoli dan kapiler sehingga jarang

menyebabkan terjadinya hipertensi pulmonal dan kor pulmonal.2

Jenis kelamin yang sering terkena penyakit paru obstruktif kronik dan kor

pulmonal ialah laki-laki. Tetapi beberapa peneliti juga menemukan angka yang

lebih tinggi pada wanita.1

Untuk golongan umur, pada umumnya kor pulmonal terdapat pada pasien

yang sudah lama menderita penyakit paru obstruktif kronik serta berumur lebih

3

Page 4: Kor Pulmunal - Isi

dari 50 tahun. Golongan umur tertinggi (peak incidence) umumnya dijumpai di

antara umur 50-60 tahun. Hampir semua peneliti menemukan peak incidence pada

umur 50-60 tahun.1

B. Jantung dan Sistem Sirkulasi

Seperti yang kita ketahui, jantung terdiri atas dua pompa yang terpisah,

yaitu jantung kanan yang memompakan darah ke paru-paru, dan jantung kiri yang

memompakan darah ke organ-organ perifer. Selanjutnya, setiap bagian jantung

yang terpisah ini merupakan dua ruang pompa yang dapat berdenyut, yang terdiri

atas satu atrium dan satu ventrikel. Atrium terutama berfungsi sebagai pompa

primer yang lemah bagi ventrikel yang membantu mengalirkan darah masuk ke

dalam ventrikel. Ventrikel selanjutnya menyediakan tenaga utama yang dapat

dipakai untuk mendorong darah ke sirkulasi pulmoner atau sirkulasi perifer.4

Sirkulasi, dibagi menjadi sirkulasi sistemik dan sirkulasi pulmoner. Karena

sirkulasi sistemik menyuplai seluruh jaringan tubuh kecuali paru-paru dengan

aliran darah, hal ini juga disebut sirkulasi besar atau sirkulasi perifer.4

Gambar 1. Anatomi Jantung

4

Page 5: Kor Pulmunal - Isi

Ruangan jantung bagian atas, atrium, secara anatomis terpisah dari

ruangan jantung sebelah bawah, ventrikel, oleh suatu anulus fibrosus. Keempat

katup jantung terletak dalam cincin ini. Secara fungsional jantung dibagi menjadi

alat pompa kiri, yang memompa darah vena menuju sirkulasi paru-paru, dan darah

bersih ke peredaran darah sistemik. Pembagian fungsi ini mempermudah

konseptualisasi dari urutan aliran darah secara anatomi : vena kava, atrium kanan,

ventrikel kanan, arteria pulmonalis, paru-paru, vena pulmonalis, atrium kiri,

ventrikel kiri, aorta, arteria, arteriola, kapiler, venula, vena, vena kava.5

Fungsi sirkulasi adalah untuk melayani kebutuhan jaringan, untuk

mentransfer nutrien ke jaringan, untuk mentransfer produk-produk yang tidak

berguna, untuk menghantarkan hormon dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh

yang lain, dan, secara umum, untuk memelihara lingkungan yang sesuai dalam

seluruh cairan jaringan agar bisa bertahan hidup secara optimal dan untuk fungsi

sel-sel.4

5

Page 6: Kor Pulmunal - Isi

C. Fungsi Normal dari Sirkulasi Paru-Paru

Terdapat perbedaan-perbedaan yang penting antara sirkulasi sistemik dan

sirkulasi pulmonar. Pembuluh pulmonar mempunyai dinding-dinding yang lebih

tipis dan sedikit otot polos. Karena itu, sirkulasi pulmonar lebih mudah teregang

dan resistensinya terhadap aliran darah lebih kecil. Besarnya tekanan dalam

sirkulasi pulmonar kira-kira seperlima tekanan dalam sirkulasi sistemik. Dinding-

dinding pembuluh darah pulmonar jauh lebih kecil reaksinya terhadap pengaruh

otonom dan humoral, namun perubahan kadar oksigen dan karbondioksida dalam

darah dan alveoli mampu mengubah aliran darah yang melalui pembuluh

pulmonar. Perbedaan-perbedaan ini membuat sirkulasi pulmonar benar-benar pas

untuk memenuhi fungsi fisiologisnya yaitu untuk mengambil oksigen dan

melepaskan karbondioksida.5

Sirkulasi paru-paru terletak diantara ventrikel kanan dan kiri untuk tujuan

pertukaran gas. Dalam keadaan normal, aliran darah dalam anyaman vaskular

paru-paru tidak hanya tergantung dari ventrikel kanan tetapi juga dari kerja pompa

pada pergerakan pernafasan. Karena sirkulasi paru-paru normal merupakan

sirkulasi yang bertekanan dan resistensi rendah, maka curah jantung dapat

meningkat sampai beberapa kali (seperti yang terjadi pada waktu latihan fisik)

tanpa peningkatan bermakna dari tekanan arteria pulmonalis. Keadaan ini dapat

terjadi karena besarnya kapasitas anyaman vaskular paru-paru, di mana perfusi

normal hanya 25% dalam keadaan istirahat, serta kemampuan untuk

menggunakan lebih banyak pembuluh sewaktu latihan fisik.6

6

Page 7: Kor Pulmunal - Isi

Suplai darah paru-paru bersifat unik dalam beberapa hal. Pertama, paru-

paru mempunyai dua sumber suplai darah, dari arteri bronkialis dan arteri

pulmonalis. Sirkulasi bronkial menyediakan darah teroksigenasi dari sirkulasi

sistemik dan berfungsi memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan paru-paru.

Arteria bronkialis berasal dari aorta torakalis dan berjalan sepanjang dinding

posterior bronkus. Vena bronkialis yang besar mengalirkan darahnya ke dalam

sistem azygos, yang kemudian bermuara pada vena kava superior dan

mengembalikan darah ke atrium kanan. Vena bronkialis yang lebih kecil akan

mengalirkan darah vena pulmonalis. Karena sirkulasi bronkial tidak berperanan

pada pertukaran gas, darah yang tidak teroksigenasi mengalami pirau sekitar 2

sampai 3% curah jantung.6

Arteria pulmonalis yang berasal dari ventrikel kanan mengalirkan darah

vena campuran ke paru-paru dimana darah tersebut mengambil bagian dalam

pertukaran gas. Jalinan kapiler paru-paru yang halus mengitari dan menutupi

alveolus, merupakan kontak erat yang diperlukan dalam proses pertukaran gas

antara alveolus dan darah. Darah yang teroksigenasi kemudian dikembalikan

melalui vena pulmonalis ke ventrikel kiri, yang selanjutnya membagikannya

kepada sel-sel melalui sirkulasi sistemik.6

Suatu sifat lain dari sirkulasi paru-paru adalah bahwa sirkulasi paru-paru

ini adalah suatu sistem tekanan rendah dan resistensi rendah dibandingkan dengan

sirkulasi sistemik. Tekanan darah sistemik sekitar 120/80 mmHg, sedangkan

tekanan darah pulmonar (PAP) sekitar 25/10 mmHg dengan tekanan rata-rata

sekitar 15 mmHg. Sifat ini mempunyai beberapa konsekuensi penting. Jalinan

7

Page 8: Kor Pulmunal - Isi

vaskular pulmonar dengan resistensi dan distensibilitas yang rendah

memungkinkan beban kerja ventrikel kanan yang lebih kecil dibandingkan dengan

beban kerja ventrikel kiri. Selain itu aliran darah pulmonar pada waktu melakukan

kegiatan fisik dapat ditingkatkan tanpa adanya kenaikan tekanan darah pulmonal

yang berarti.6

Jika besar tekanan hidrostatik (HP) paru-paru orang normal yang

umumnya sekitar 15 mmHg melampaui tekanan osmotik koloid (COP) darah yang

besarnya sekitar 25 mmHg, maka cairan akan meninggalkan kapiler paru-paru dan

masuk ke dalam interstisial atau alveolus, sehingga mengakibatkan edema paru-

paru. Edema paru-paru akan mengganggu pertukaran gas karena memperpanjang

jalur difusi antara alveolus dan kapiler. Edema paru-paru merupakan komplikasi

yang sering terjadi akibat gagal jantung kongestif, pneumonia dan gangguan paru-

paru lainnya.6

D. Etiologi

Secara normal, sisi sebelah kiri jantung menghasilkan suatu tekanan darah

yang lebih tinggi dalam rangka memompa darah ke seluruh tubuh, bagian

kanannya memompa darah sampai ke paru-paru dengan tekanan yang lebih

rendah. Beberapa kondisi yang menuju ke arah tekanan darah yang tinggi

diperpanjang di dalam arteri atau vena di paru-paru (disebut hipertensi pulmonal)

yang akan berakibat buruk pada ventrikel kanan jantung. Ketika ventrikel kanan

jantung gagal atau tidak mampu memompa dengan baik, akibatnya tekanan darah

menjadi tinggi dan abnormal, ini disebut kor pulmonal.7

8

Page 9: Kor Pulmunal - Isi

Gambar 2. Kor Pulmonal

Sebagian besar angka insidensi kor pulmonal disebabkan oleh penyakit

parenkim paru menahun yang bersifat obstruktif, atau PPOK Dalam hubungannya

dengan penyakit paru menahun dan obstruktif, termasuk diantaranya adalah akibat

kronik, asma bronkial yang sudah diderita lama, dam emfisema paru.1

Berbagai faktor penyebab kor pulmonal adalah sebagai berikut:1,2,7,8

1. Rangsangan kimia

a. Merokok

Merokok merupakan faktor risiko utama. Perokok sigaret

mempunyai prevalensi yang tinggi kelainan faal paru, keluhan

respirasi dan penyakit paru obstruktif kronik. Pada perokok pipa dan

cerutu dijumpai mortalitas dan morbiditas PPOK yang lebih besar

dari yang bukan perokok, tetapi lebih kecil dari perokok sigaret.

Tidak semua perokok timbul PPOK secara klinis.

9

Kor pulmonal, atau gagal jantung kanan adalah pembesaran ventrikel kanan karena peningkatan tekanan darah pada paru yang biasanya disebabkan oleh penyakit paru

Page 10: Kor Pulmunal - Isi

b. Polusi udara

Pengobatan udara oleh asap dari cerobong-cerobong pabrik di daerah

industri (seperti misalnya Sheffield, Blackpool, Inggris, dan daerah

industri di amerika). Smog (smoke and fog), kabut dan kotoran asap

yang terdapat di Inggris (London, Sheffield). Karbonmonoksida

berasal dari asap mobil, mesin lainnya, serta SO2, SO3, NO2 yang

merupakan asap dan debu industri.

2. Faktor host

a. Genetik

Sebanyak 35% kasus kor pulmonal ditemukan pada anggota keluarga

tertentu yang ternyata kekurangan alfa 1-antitripsin (suatu kelainan

herediter yang jarang ditemukan) yang memegang peranan dalam

penentuan predisposisi terjadinya penyakit paru obstruktif kronik.

b. Hiperaktivitas bronkus

Asma dan aktivitas bronkus saluran nafas merupakan faktor risiko

yang memberi andil timbulnya PPOK. Bagaimana pengaruh kedua

kelainan tersebut mempengaruhi timbulnya PPOK tidak diketahui.

3. Faktor infeksi

Berbagai kuman yang dapat menyebabkan penyakit paru obstruktif

kronik (bronkitis kronik dan emfisema paru), diantaranya disebut

Haemophilus influenzae, Pneumococcus, Staphylococcus aureus,

Pseudomonas, Klebsiella. Riwayat infeksi saluran nafas berat pada

10

Page 11: Kor Pulmunal - Isi

waktu anak-anak menyebabkan penurunan faal paru dan keluhan

respirasi pada waktu dewasa.

4. Faktor lingkungan dan iklim

Lingkungan dan iklim yang lembab dan dingin dapat menjadi faktor

penyebab terjangkitnya penyakit paru obstruktif kronik. Pada iklim

yang lembab dan dingin mudah terjadi smog, apalagi bila di daerah itu

terjadi polusi udara karena asap dan debu industri.

5. Faktor sosial-ekonomi

Faktor sosial-ekonomi yang rendah dapat menjadi salah satu penyebab

berjangkitnya penyakit paru obstruktif kronik. Pada keadaan sosial-

ekonomi yang buruk, umumnya penduduk bertempat tinggal secara

berjejal sehingga mudah menjadi perantara bagi terjadinya infeksi

kuman-kuman penyebab penyakit paru obstrutif kronik. Faktor sosial-

ekonomi yang rendah ini juga menimbulkan rendahnya pendidikan

masyarakat, dan kurangnya sarana kesehatan masyarakat. Hal ini

menyebabkan rakyat tidak cepat mencari pengobatan apabila menderita

sakit batuk kronik, atau menjalani pengobatannya tidak sempurna dan

tuntas.

6. Kelainan dada

Beberapa kelainan dada yang mempermudah timbulnya penyakit paru

obstruktif kronik yaitu kifoskoliosis, dan penyakit neuromuskular.

11

Page 12: Kor Pulmunal - Isi

7. Kelainan kontrol pernafasan

Termasuk kelainan kontrol pernafasan adalah akibat obesitas,

hipoventilasi idiopatik, penyakit serebrovaskular, hipertensi pulmonal

idiopatik dan emboli paru.

Dengan uraian di atas, terbuktilah bahwa penyakit paru obstruktif kronik

bersifat multifaktorial, sering tidak diobati dengan baik, sehingga akhirnya

menimbulkan akibat yang sangat buruk terhadap fungsi jantung dan timbul gejala-

gejala kor pulmonal. Beberapa peniliti telah merinci berbagai penyakit paru

penyebab kor pulmonal.1

Tabel 1. Frekuensi berbagai Penyakit Paru Menahun yang menyebabkan Kor Pulmonal1

TuberkulosisHarasawaDarmojoYusrilMoerdowo

10,7 %55,7 %52,7 %47,3 %

BronkiektasiPadmawatiAdamLatief

20,6 %25,7 %23,0 %

Bronkitis kronikFisherPadmawati

40,0 %64,7 %

Emfisema paruScottHarasawaLatiefMoerdowo

65,0 %82,1 %28,6 %90,2 %

Ternyata sebagian faktor etiologi adalah penyakit paru obstruktif kronik

terutama jenis emfisema paru yang penyebab dasarnya berbagai macam, bronkitis

kronik, bronkiektasis dan banyak pula yang berdasarkan penyakit tuberkulosis

menahun.1

12

Page 13: Kor Pulmunal - Isi

Penyebab lain kor pulmonal adalah obstruksi anatomik pembuluh darah :

emboli paru, atau penyakit yang menyebabkan kompresi perivaskuler atau

destruksi jaringan pada fibrosis paru, granulomatosis, kanker paru; hipertensi

pulmonal primer; vasokontriksi pulmonal menyeluruh; dapat disebabkan oleh

hipoksia, pirau intra pulmoner kanan ke kiri.9,10

E. Patofisiologi

Kelainan patofisiologi yang terjadi disebabkan oleh kelainan struktural di

paru dan kemudian di jantung.1

Seperti tersebut di atas, kelainan strukturalnya berupa kelainan di

parenkim paru yang bersifat obstruktif menahun. Sebagai akibat kelainan tersebut,

terjadilah perubahan fungsi paru yang kemudian menimbulkan kelainan

fungsional di jantung, sebagai berikut:1

1. Hipoventilasi alveoli

Emfisema obstruktif merupakan perubahan overinflation yang menetap

dengan ditandai ratio residual volume/total lung volume, yang lebih dari 30%.

Obstruksi pernafasan ditandai dengan kelainan fungsional timed vital

capacity. Pada keadaan normal, 95% dari kapasitas vital dapat dikeluarkan

dalam 30 detik, 75% dalam detik pertama. Perpanjangan waktu timed vital

capacity ini membuktikan adanya obstruksi pernafasan dan hipoventilasi.

Maximal breathing capacity atau kemampuan pernafasan maksimal, dalam 1

menit juga sangat berkurang pada penyakit paru obstruktif menahun dan

emfisema paru.

13

Page 14: Kor Pulmunal - Isi

Akibat hipoventilasi ini, maka pertukaran gas O2 dan CO2 sangat

terganggu sehingga timbul hipoksia dan hiperkapnia. Oleh beberapa peneliti

disebutkan bahwa hipoksia ini menimbulkan penguncupan pembuluh-

pembuluh darah di paru (vasokonstriksi) dan meningkatnya tekanan di

cabang-cabang arteri pulmonal (hipertensi pulmonal). Juga terjadi

perangsangan sumsum tulang sehingga menimbulkan polisitemia dan

meningkatnya viskositas darah. Hiperkapnia manimbulkan peningkatan

volume darah karena retensi cairan ekstraselular. Penguncupan pembuluh

darah paru, peningkatan viskositas dan volume darah akan menyebabkan

naiknya tekanan di arteri pulmonal. Tekanan di arteri pulmonal pada keadaan

normal adalah 25 mmHg sistolik dan 10 mmHg diastolik. Pada keadaan

penyakit paru obstruktif menahun, tekanan pulmonal naik sampai 40 mmHg

sistolik dan 20 mmHg diastolik.

2. Kurangnya daerah aliran darah di paru

Kurangnya aliran darah di paru disebabkan karena menyempitnya

vaskular bed. Selain hipoventilasi alveoli oleh penyakit paru obstruktif

menahun, terjadi juga perubahan kemampuan mengembangnya alveoli dan

kerusakan dinding alveoli dan terjepitnya kapiler-kapiler paru dan

meningkatnya tekanan pulmonal.

3. Shunt intrapulmoner

Hubungan yang abnormal terjadi antara pembuluh-pembuluh darah di

paru. Shunt kanan ke kiri normal hanya terdapat kurang dari 2%, sedangkan

pada penyakit emfisema maka shunt ini bertambah sampai 6% atau lebih.

14

Page 15: Kor Pulmunal - Isi

Oleh karena adanya shunt maka kejenuhan zat asam menjadi kurang (saturasi

oksigen) di vena pulmonal yang membawa darah ke jantung kiri. Karena

hipoventilasi, shunt dan kurangnya saturasi oksigen dalam darah

menyebabkan pasien tampak sianotik.

4. Kelainan fungsional yang menyebabkan tekanan pulmonal naik

Dapat disimpulkan bahwa kelainan struktur dan fungsional paru

menyebabkan hipoventilasi, hipoksemia, penguncupan pembuluh darah,

polisitemia, kenaikan volume darah dan aliran balik darah vena ke jantung,

serta penyempitan luasnya pembuluh darah, dan shunt serta kurangnya

saturasi oksigen. Tekanan pulmonal di arteri pulmonal sangat meningkat

sehingga memberatkan pekerjaan ventrikel kanan.

5. Kelainan jantung kanan

Jantung kanan harus bekerja lebih berat untuk dapat mengatasi tekanan

di arteri pulmonal yang sangat meningkat. Mula-mula terjadi kompensasi

berupa hipertrofi jantung kanan. Lama kelamaan mengakibatkan gagal jantung

kanan dengan tanda meningkatnya tekanan darah di ventrikel kanan dan

atrium kanan, serta bendungan sistemik dengan gejala naiknya tekanan di vena

jugularis, kongesti di hati, edema dan asites.

6. Kelainan miokard dan hipoksemia

Karena hipoksemia dan menurunnya saturasi oksigen, maka terjadilah

kekurangan zat oksigen di miokard jantung kanan dan kiri, akibatnya aliran

darah koroner juga kekurangan zat asam. Miokard ventrikel kiri juga

kekurangan zat oksigen dan berkurangnya daya kontraksinya. Ditambah pula

15

Page 16: Kor Pulmunal - Isi

dengan adanya perubahan aterosklerosis pada pasien yang pada umumnya

sudah berusia lanjut, hal ini semakin mengurangi daya dan fungsi jantung kiri,

dengan akibat menurunnya curah jantung.

F. Patogenesis

Apapun penyakit awalnya, sebelum timbul kor pulmonal biasanya terjadi

peningkatan resistensi vaskular paru-paru dan hipertensi pulmonar. Hipertensi

pulmonal pada pasien penyakit paru-parui terutama timbul sebagai akibat hipoksia

karena penurunan fungsi paru atau pengurangan jaringan pembuluh darah paru.

Hipertensi pulmonal timbul kalau pengurangan jaringan pembuluh darah paru

lebih dari 50%. Pneumonektomi satu paru tidak akan disertai kenaikan tekanan

arteri pulmonalis. Adanya kombinasi beberapa faktor antara lain pengurangan

vaskularisasi paru, hipoksia, asidosis, dan polisitemia akan menyebabkan tekanan

arteri pulmonal meningkat. Hipertensi pulmonar pada akhirnya meningkatkan

beban kerja dari ventrikel kanan, sehingga mengakibatkan hipertrofi dan

kemudian gagal jantung. Titik kritis dari rangkaian kejadian ini nampaknya

terletak pada peningkatan resistensi vaskular paru-paru pada arteria dan arteriola

kecil.2,6

Dua mekanisme dasar yang mengakibatkan peningkatan resistensi

vaskular paru-paru adalah : (1) vasokonstriksi hipoksik dari pembuluh darah paru-

paru dan (2) obstruksi dan/atau obliterasi anyaman vaskular paru-paru.

Mekanisme yang pertama tampaknya paling penting dalam patogenesis kor

pulmonal. Hipoksemia, hiperkapnea, dan asidosis yang merupakan ciri khas dari

PPOK bronkitis lanjut adalah contoh yang paling baik untuk menjelaskan

16

Page 17: Kor Pulmunal - Isi

bagaimana kedua mekanisme itu terjadi. Hipoksia alveolar (jaringan)

memberikan rangsangan yang lebih kuat untuk menimbulkan vasokonstriksi

pulmonar daripada hipoksemia. Selain itu, hipoksia alveolar kronik memudahkan

terjadinya hipertrofi otot polos arteriola paru-paru, sehingga timbul respon yang

lebih kuat terhadap hipoksia akut. Asidosis hiperkapnea dan hipoksemia bekerja

secara sinergistik dalam menimbulkan vasokonstriksi. Viskositas (kekentalan)

darah yang meningkat akibat polisitemia dan peningkatan curah jantung yang

dirangsang oleh hipoksia kronik dan hiperkapnea, juga ikut meningkatkan tekanan

arteria paru-paru.6

Mekanisme kedua yang turut meningkatkan resistensi vaskular dan

tekanan arteria paru-paru adalah bentuk anatomisnya. Emfisema dicirikan oleh

kerusakan bertahap dari struktur alveolar dengan pembentukan bula dan obliterasi

total dari kapiler-kapiler di sekitarnya. Hilangnya pembuluh darah secara

permanen menyebabkan berkurangnya anyaman vaskular. Selain itu, pada

penyakit obstruktif, pembuluh darah paru-paru juga tertekan dari luar karena efek

mekanik dari volume paru-paru yang besar. Tetapi, peranan obstruksi dan

obliterasi anatomik terhadap anyaman vaskular diperkirakan tidak sepenting

vasokonstriksi hipoksik dalam patogenesis kor pulmonal. Kira-kira dua pertiga

sampai tiga perempat dari anyaman vaskular harus mengalami obstruksi atau

rusak sebelum terjadi peningkatan tekanan arteria paru-paru yang bermakna.

Asidosis respiratorik kronik terjadi pada beberapa penyakit pernafasan dan

penyakit obstruktif sebagai akibat hipoventilasi alveolar umum atau akibat

kelainan perfusi-ventilasi. Dalam pembahasan di atas jelas diketahui bahwa setiap

17

Page 18: Kor Pulmunal - Isi

penyakit paru-paru yang mempengaruhi pertukaran gas, mekanisme ventilasi, atau

anyaman vaskular paru-paru dapat mengakibatkan kor pulmonal.6

Gambar 3. Etiologi dan patogenesis kor pulmonal5

PATOFISIOLOGI

Kelainan restriktif paru-paru

Kelainan obstruktif paru-paru

Kelainan vaskular primer

18

Perubahan fungsional

pada paru-paru

Perubahan anatomik pada

pembuluh darah paru-paru

HiperkapneaHipoksemia

Asidosis

Vasokonstriksi arteriola

paru-paru

Berkurangnya anyaman vaskular

paru-paru

Meningkatnya resistensi vaskular paru-paru

Hipertensi pulmonar

Hipertrofi ventrikel kanan

Kor pulmonal

Gagal jantung kongestif

Page 19: Kor Pulmunal - Isi

G. Manifestasi Klinis

Berdasarkan berat-ringannya, kor pulmonal dapat dibagi dalam 4 tingkatan

gambaran klinis, yaitu :2

1. Hipoksemia

2. Hipertensi pulmonal

3. Kor-pulmonal

4. Gagal jantung kanan

Untuk jelasnya tingkat penyakit dan kelainan yang didapat pada saat pemeriksaan

dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Gambaran Klinis Perkembangan Kor Pulmonal dengan Gagal Jantung Kanan2

Hipoksemia Hipertensi pulmonal Kor pulmonal Gagal jantung kanan

Gejala

Pemerik-saan fisis

DispneaKelemahanPerubahan mental

TakipneaTakikardiaSianosisJari tabuh

Sinkope saat aktivitas (jarang)Nyeri prekordial (jarang)

P2 splitRight ventrikel liftRight atrial gallopGiant wavesGraham-steel murmur

Jugular-distension Edema tungkaiHepatomegali

19

Page 20: Kor Pulmunal - Isi

Foto dada

EKGTakikardia

Hilus a. PulmonalisPembuluh darah perifer

Peak P waves (lead II)Right axis deviation

Hipertrofi ventrikel kanan

Hipertrofi ventrikel kanan

Diagnosis kor pulmonal terutama berdasarkan pada dua kriteria : (1)

adanya penyakit pernafasan yang disertai hipertensi pulmonar, sehingga perlu

dilakukan anamnesis yang teliti ada tidaknya penyakit paru yang mendasari dan

jenis kelainan paru. dan (2) bukti adanya hipertrofi ventrikel kanan.6,9

Dalam perjalanannya, penyakit kor pulmonal juga dapat dibedakan atas 5

fase, yaitu:1,11

a. Fase I

Pada fase I, belum ada gejala klinis yang jelas selain adanya permulaan

penyakit paru obstruktif kronik, bronkitis kronik, tuberkulosis lama,

bronkiektasis, dan lain-lain.

Pasien biasanya sudah berumur lebih dari 50 tahun, sering dalam

anamnesis terdapat kebiasaan banyak merokok.

b. Fase II

Pada fase II, sudah mulai ada tanda-tanda berkurangnya ventilasi.

Gejala batuk yang lama sering disertai dahak banyak terutama pada

bronkiektasis. Sesak nafas dan nafas berbunyi apabila ada konstriksi bronkus

akibat asma bronkial.sesak nafas terutama timbul pada waktu berjalan

20

Page 21: Kor Pulmunal - Isi

menanjak atau sesudah banyak berbicara, dan pasien sering disebut dengan

istilah pink puffers. Sianosis belum tampak.

Pada pemeriksaan fisik sudah terdapat kelainan dada berupa suara

ketukan hipersonor, suara nafas berkurang, ekspirasi memanjang, terdapat

ronki basah dan kering (wheezing). Diafragma letak rendah dan suara jantung

terdengar lebih redup, karena sudah mulai tertutup oleh paru yang

mengambang.

Pada pemeriksaan foto sinar tembuh tampak penerawangan yang lebih,

corakan pembuluh darah berkurang, diafragma lebih rendah, mendatar dan

kurang bergerak. Posisi jantung vertikal.

Pada pemeriksaan fungsi paru antara lain ditemukan forced expiratory

volume berkurang pada detik 1,2,3; maximal expiratory flow rate (MEFR)

berkurang; maximal mid-expiratoryflow rate (MMEFR) berkurang, kapasitas

pernafasan maksimal berkurang, volume residual meningkat, kapasitas vital

berkurang, pertukaran gas dalam paru mulai tidak normal dan rintangan

parnafasan meningkat.

c. Fase III

Pada fase III, terjadi gejala hipoksemia yang lebih jelas. Timbul

keluhan nafsu makan berkurang, berat badan berkurang dan terasa cepat lelah.

Pada pemeriksaan fisik pasien tampak sianotik. Sesaknya lebih nyata, disertai

tanda-tanda emfisema paru lebih jelas. Pemeriksaan laboratorium

menunjukkan adanya polisitemia.

21

Page 22: Kor Pulmunal - Isi

Fungsi paru menandakan turunnya tekanan O2 arterial; PaO2 sangat

turun dan saturasi oksigen turun, terutama pada waktu pasien mengeluarkan

tenaga. Kemudian disusul dengan turunnya PaO2 pada waktu istirahat,

pulmonary diffusing capacity turun. Pasian sudah masuk ke dalam fase blue

bloater.

d. Fase IV

Fase ke IV ditandai dengan timbulnya hiperkapnia. Pasien menjadi

lebih gelisah, mudah tersinggung dan mulai tampak adanya kelainan mental,

sampai kadang-kadang timbul gejala somnolensi. Pada keadaan berat dapat

terjadi koma, pasien kehilangan kesadaran.

Kadar CO2 meningkat dalam darah arteri. PaCO2 naik sampai lebih

dari 60-100 mmHg. Timbul asidosis, pH darah turun. Pada fase IV ini sudah

timbul-timbul tanda-tanda kor pulmonal potensial dan tekanan pulmonal

sudah mulai meningkat.

e. Fase V

Pada fase V ini sudah tampak kelainan di jantung. Tekanan di arteri pulmonal

mulai meningkat. Mula-mula tekanan rata-rata (mean pressure) arteri

pulmonal kurang dari 25 mmHg tetapi kemudian akan naik sampai melampaui

25 mmHg.

Pasien sudah masuk ke dalam fase impending cor pulmonale. Sudah

tampak kerja ventrikel yang lebih berat agar dapat mengatasi kenaikan

tekanan di arteri pulmonal, tetapi fungsi jantung kanan masih dapat

mengadakan kompensasi. Ventrikel kanan menjadi hipertrofi dan akhirnya

22

Page 23: Kor Pulmunal - Isi

terjadilah gagal jantung. Pada pemeriksaan klinis, pasien tampak sianotik,

vena jugularis di leher tampak terbendung (engorged veins), hati membesar

karena kongesti, perbendungan, timbul edema di tungkai, kaki, dan kadang-

kadang disertai asites.

Pada pemeriksaan sinar tembus, jantung kanan tampak membesar dan

bayangan arteri pulmonal (hilus) tampak melebar, konus pulmonal tampak

menonjol. Pasien sudah masuk ke dalam fase kor pulmonal dekompansata.

Pada pemeriksaan EKG ditemukan hipertrofi ventrikel kanan,

hipertrofi atrium kanan (tampak P pulmonal yang runcing tinggi) pemutaran

menurut arah jarum jam (clockwise rotation) dan tampak gelombang S yang

dalam sampai V5-V6. Bila proses berlangsung lama, tampak pula depresi

segmen ST dan timbul kelainan irama jantung (gallop S3 dan S4), fibrilasi

atrial, ekstrasistol, blokade bundel His kanan, dan sebagainya.

Keadaan hipoksia menyebabkan tekanan O2 dalam darah arteri

berkurang dan tekanan CO2 bertambah menyebabkan timbulnya gejala klinis

seperti pada tabel 3 dan 4.

Tabel 3. Korelasi Gejala Klinis dan PaO21

PaO2 (mmHg) Gejala klinis

95-10080-95

75-80

70

60 atau kurang

NormalMulai sesak nafas, jumlah pernafasan kurang lebih 25/menitSesak bertambah dan bicara terputus-putus, takikardiaKesadaran berkurang, nafas lebih cepat : 30-35 /menitPasien menjadi gelisah, tampak sianotik. Tekanan darah turun dan ada kemungkinan jantung berhenti (cardiac arrest)

23

Page 24: Kor Pulmunal - Isi

Tabel 4. Korelasi Gejala klinis dan PaCO21

PaCO2 (mmHg) Gejala klinis

2035-455376

110200

Tetani, gangguan pusat sarafNormalSakit kepalaPusing, otot-otot berdenyut, mulai berkurangnya kesadaranKejang-kejang, komaKoma yang dalam

H. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang9,12

a. Riwayat Penyakit

Perlu dilakukan anamnesis yang teliti ada tidaknya penyakit paru

yang mendasari dan jenis kelainan paru. Penyakit jantung ini yang pada

fase awal berupa pembesaran ventrikel kanan, tidak menimbulkan

keluhan, jadi lebih banyak keluhan akibat penyakit paru.

Keluhan akibat pembesaran ventrikel kanan baru timbul bila sudah

ada gagal jantung kanan. Jadi sebagai pegangan, gejala-gejala penyakit

paru seperti sesak nafas dan batuk sangat menonjol, sampai akhirnya

mulai ada gagal jantung kanan dengan tanda rasa penuh di abdomen atau

bengkak di ekstremitas. Infeksi paru seringkali mencetuskan gagal

jantung, timbul keadaan hipersekresi bronkus dan edema alveolar serta

bronkospasme yang menurunkan ventilasi paru lalu timbul gagal jantung

kanan.

b. Rontgen Thorax

Terlihat kelainan paru diserta pembesaran ventrikel kanan, dilatasi

arteri pulmonal dan atrium kanan yang menonjol. Kardiomegali sering

24

Page 25: Kor Pulmunal - Isi

tertutup oleh hiperinflasi paru yang menekan diafragma sehingga jantung

tampaknya normal karena vertikal.

Pembesaran ventrikel kanan lebih jelas pada posisi oblik atau

lateral. Harus diteliti adanya kelainan parenkim paru, pleura atau dinding

dada dan rongga thorax.

c. Elektrokardiogram

Terdapat tanda-tanda hipertrofi ventrikel kanan dan pembesaran

atrium kanan, aksis QRS ke kanan, atau RBBB, voltase rendah karena

hiperinflasi, RS-T “sagging” II, III, aVF, tetapi kadang-kadang EKG

masih normal.

d. Laboratorium

Sering ditemukan kelainan tes faal paru (spirometri) dan analisa

gas darah. Ada respon pilisitemik terhadap hipoksia kronik. Tes faal paru

dapat menentukan penyebab dasar dari kelainan parunya. Pada analisa gas

darah bisa ditemukan saturasi O2 menurun, PCO2 rendah karena

hiperventilasi. Bila kor pulmonal akibat hipoventilasi alveolar (misalnya

karena penyakit paru obstruktif menahun dengan emfisema), PCO2

meningkat.

e. Ekokardiografi

Dimensi ruang ventrikel kanan membesar, tapi struktur dan

dimensi ventrikel kiri normal. Pada gambaran ekokardiografi katup

pulmonal, gelombang ‘a’ hilang, menunjukkan hipertensi pulmonal.

25

Page 26: Kor Pulmunal - Isi

Kadang-kadang dengan pemeriksaan ekokardiografi susah terlihat katup

pulmonal karena “acoustic window” sempit akibat penyakit paru.

f. Kateterisasi jantung

Ditemukan peningkatan tekanan jantung kanan dan tahanan

pembuluh paru. Tekanan atrium kiri dan tekanan baji kapiler paru normal,

menandakan bahwa hipertensi pulmonal berasal dari jantung kiri. Pada

kasus yang ringan, kelainan ini belum nyata.

Penyakit jantung paru tak jarang disertai penyakit jantung koroner

terlebih pada penyakit paru obstruktif menahun karena perokok berat

(stenosis koroner pada angiografi).

I. Komplikasi

Hipertensi pulmonar yang progresif dan kor pulmonal dapat mendorong

kearah retensi cairan secara umum, dalam waktu dekat dapat terjadi pemendekan

nafas, syok, sampai terjadi kematian.7

J. Penatalaksanaan

Sasaran pengobatan kor pulmonal adalah mengurangi beban ventrikel

kanan dengan menurunkan tekanan arteri pulmonalis. Dua pendekatan utama yang

dilakukan yaitu memperbaiki kelainan paru dan pemberian oksigen yang

memadai. Dalam usaha memperbaiki kelainan paru, perlu diidentifikasi faktor-

faktor yang masih reversibel. Salah satu faktor penting yang masih dapat

dimanipulasi adalah ketidakseimbangan ventilasi-perfusi yang disebabkan oleh

infeksi saluran nafas terutama pada pasien dengan PPOK. Pemberian antibiotika

yang tepat dan adekuat seringkali menghasilkan perbaikan yang nyata. Bahkan

26

Page 27: Kor Pulmunal - Isi

pada kelainan paru yang tidak diharapkan dapat terjadi perbaikan, yaitu bila

penyebab hipertensi pulmonal adalah oklusi anatomis pada cabang-cabang arteri

pulmonalis (misalnya hipertensi pulmonal primer dan emboli paru multipel),

masih ada komponen-komponen yang reversibel.2,13

1. Pemberian oksigen

Pemberian oksigen terus menerus dengan aliran lambat yaitu 1 – 3 liter

per menit seringkali cukup berhasil mempertahankan oksigen darah arteri.

Perbaikan hipoksemia ini dengan cepat akan menurunkan tekanan arteri

pulmonalis, dan bila oksigen diberikan secara terus menerus selama beberapa

minggu sampai beberapa bulan mungkin akan mengurangi hipertrofi otot-otot

pembuluh darah pulmoner, sehingga secara berangsur-angsur akan lebih

menurunkan lagi tekanan arteri pulmonalis. Penurunan tekanan arteri

pulmonalis ini tidak akan bertahan terus bila pemberian oksigen dihentikan.

Idealnya tekanan oksigen darah arteri dipertahankan diatas 50 mmHg.

Pemberian oksigen harus hati-hati terutama bila terdapat tanda-tanda

hiperkapnia kronik, karena koreksi hipoksia akan menghilangkan

perangsangan pusat pernafasan di batang akibat dengan akibat menurunnya

ventilasi dan bahkan bisa sampai apnea. Bahaya lain yang mungkin adalah

keracunan oksigen. Bila fasilitas memungkinkan, pemberian oksigen dimulai

dengan kadar rendah (30% O2) dengan pemantauan ventilasi dan analisis gas

darah untuk mendeteksi kenaikan PCO2. Pemberian oksigen terus menerus

selama 12 – 16 jam perhari dalam jangka panjang, terutama waktu tidur dan

selama melakukan aktivitas fisik terbukti meningkatkan fungsi otak,

27

Page 28: Kor Pulmunal - Isi

memberikan kesegaran jasmani, memperlambat aktivitas eritropoesis dan

mencegah berulang-ulang gagal jantung kanan.

2. Tirah baring dan pembatasan garam

Kor pulmonal tanpa gagal jantung tidak memerlukan program

kardiotonika. Bila didapatkan gagal jantung kanan, tata laksana kardiotonik

harus diberikan. Pertama-tama tirah baring sangat penting untuk mencegah

memburuknya hipoksemia yang akan lebih menaikkan lagi tekanan arteri

pulmonalis. Garam perlu dibatasi tetapi tidak secara berlebihan karena klorida

serum yang rendah akan menghalangi usaha untuk menurunkan hiperkapnia.

3. Diuretika

Diuretika memegang peranan penting dalam pengobatan kor pulmonal

dan gagal jantung kanan. Cairan yang berlebihan dalam jaringan paru akan

mengganggu pertukaran gas dan meningkatkan resistensi vaskular. Pemberian

diuretika terbukti dapat memperbaiki ventilasi alveoli dan oksigenasi darah

arteri pada kor pulmonal. Tetapi pemberian diuretika harus hati-hati, karena

dapat terjadi deplesi volume, sangat berkurangnya curah balik ke jantung

kanan, dan menurunnya curah jantung. Komplikasi lain pemberian diuretika

kuat adalah terjadinya alkalosis metabolik yang menyertai hipokalemia, yang

akan menghilangkan daya rangsang CO2 pada pusat pernafasan. Dengan

menurunnya kalium dan klorida, ekskresi bikarbonat oleh ginjal akan

berkurang juga. Dengan demikian pada program pembatasan garam dan

pemberian diuretika perlu pemantauan elektrolit serum, terutama ion-ion

bikarbonat, klorida dan kalium.

28

Page 29: Kor Pulmunal - Isi

4. Digitalisasi

Digitalis digunakan oleh beberapa ahli untuk membantu mengatasi

gagal jantung kanan. Tetapi banyak ahli keberatan memakai digitalis bahkan

pada keadaan gagal jantung kanan yang mencolok sekalipun karena beberapa

alasan yaitu karena efek digitalis pada ventrikel kanan kurang kuat,

peningkatan volume sekuncup ventrikel kanan ke dalam vaskular paru yang

terbatas akan semakin meningkatkan tekanan arteri pulmonalis serta karena

adanya kecenderungan pasien kor pulmonal mengalami intoksikasi digitalis.

Kesulitan lain pemberian digitalis adalah dalam menilai frekuensi denyut

jantung sebagai parameter dosis digitalis, karena selain menyebabkan gagal

jantung hipoksia juga menyebabkan takikardia. Bahaya utama pada

pemakainan digitalis adalah aritmia. Hipoksia, hipokalemia, perubahan pH

(asidosis respiratorik maupun alkalosis metabolik) serta bronkodilator dapat

bekerja secara sinergis dengan digitalis sehingga menimbulkan aritmia.

5. Vasodilator arteri pulmonalis

Bermacam-macam obat telah dicoba baik untuk hipertensi pulmonal

primer maupun sekunder. Sejauh ini pengalaman yang didapatkan sebagian

besar yang didapatkan sebagian besar berasal dari hipertensi pulmonal primer.

Pada hipertensi pulmonal sekunder walaupun keberhasilan terapi secara

keseluruhan tidak begitu besar, tetapi pada beberapa kasus telah dilaporkan

adanya perbaikan yang dramatis. Sebagian besar kegagalan pada hipertensi

pulmonal sekunder didapatkan pada pasien PPOK berat yang tidak

29

Page 30: Kor Pulmunal - Isi

menunjukkan perbaikan hemodinamik dan harapan hidup dengan pemberian

nifedipin 3 x 10 mg/hari.

Antagonis kalsium telah digunakan secara luas dengan hasil yang

efektif pada pasien dengan hipertensi pulmonal primer dengan pemberian

nifedipin atau diltiazem. Pada pasien dengan respon yang baik didapatkan

perbaikan kualitas hidup dan harapan hidup. Tetapi sayangnya hanya 25%

pasien yang menunjukkan hasil yang memuaskan yang ditandai dengan

penurunan tekanan arteri pulmonalis yang bermakna. Pada pasien lain yang

tidak menunjukkan respon, selain tidak ada respos perbaikan, didapatkan juga

kecenderungan untuk mengalami efek samping yaitu hipotensi, penurunan

curah jantung, aritmia dan edema perifer.

Prostasiklin merupakan vasodilator kuat yang bekerja baik pada

pembuluh darah pulmonal maupun pembuluh darah sistemik lainnya. Karena

mempunyai masa paruh yang singkat, prostasiklin diberikan secara kontinu

melalui infus intravena. Dosis diberikan secara titrasi dan sebagai pedoman

untuk mengetahui dosis yang dapat ditoleransi dilakukan pemantauan terhadap

efek hipotensi sistemik.

Oksida nitrik akhir-akhir ini banyak diteliti untuk pengobatan

hipertensi pulmonal karena mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan

obat-obat vasodilator lainnya. Oksida nitrik bekerja pada pembuluh darah paru

yang mengalami hipertensi pulmonal dan tidak pada pembuluh darah paru

yang normal. Oksida nitrik juga berkerja secara selektif pada pembuluh darah

paru tanpa disertai efek penurunan tekanan darah sistemik yang bermakna.

30

Page 31: Kor Pulmunal - Isi

6. Pengobatan lain

Inhibitor karbonik anhidrase (asetasolamid) suatu waktu banyak

dipakai pada pasien hiperkapnia kronik. Tetapi efek sampingnya yang

membahayakan adalah terjadinya asidosis metabolik pada asidosis respiratorik

yang telah ada.

Flebotomi menjadi panatalaksanaan standar pada polisitemia yang

disebabkan hipoksia kronik. Saat ini belum berhasil dibuktikan adanya

perbaikan obyektif pada pertukaran gas maupun tekanan arteri pulmonalis

akibat flebotomi. Beberapa ahli mengeluarkan darah vena sebanyak + 250 ml,

untuk mencegah tromboemboli bila hematokrit atau hipertensi pulmonal

sangat tinggi.

K. Pencegahan

Menghindarkan perilaku yang mendorong penyakit paru kronik (terutama

perokok) yang dapat mencegah terjadinya penyakit kor pulmonal. Dianjurkan juga

untuk menghindarkan diri dari berbagai macam polusi udara, terutama di daerah

pertambangan dan industri. Memperbaiki lingkungan dan daerah tempat tinggal,

serta bagi yang kurang mampu menghindarkan dan mengobati infeksi saluran

nafas secara dini. Mengevaluasi dengan baik anak-anak dengan murmur jantung

yang dapat mencegah kor pulmonal yang disebabkan oleh defek jantung.1,9,13

L. Prognosis

Prognosis penyakit kor pulmonal sangat bervariasi, tergantung perjalanan

alamiah penyakit paru yang mendasarinya dan ketaatan pasien berobat. Penyakit

31

Page 32: Kor Pulmunal - Isi

bronkopulmoner simtomatis angka kematian rata-rata 5 tahun sekitar 40-50 %.

Juga obstruksi vaskuler paru kronis dengan hipertrofi ventrikel kanan mempunyai

prognosis yang b uruk. Biasanya penderita dengan hipertensi pulmonar obstruktif

vaskuler kronik hanya hidup 2-3 tahun sejak timbulnya gejala.9

Penyakit kor pulmonal kronik prognosisnya sangat buruk, karena yang

menjadi penyebab dasarnya adalah kerusakan parenkim paru yang sudah diderita

lama dan tidak dapat dipulihkan kembali, seperti misalnya emfisema paru

panlobularis. Luasnya pembuluh darah paru (vascular bed) menjadi sangat

berkurang dan tidak dapat disembuhkan kembali.1

Biasanya terapi hanya ditujukan secara simtomatis, dan penyakit dasarnya

yang sudah berada dalam keadaan fase lanjut tidak akan dapat diobati.1,12,13

Gagal jantung kanan timbul berulang-ulang dengan interval kekambuhan

yang semakin memendek. Kemungkinan hidup sejak serangan gagal jantung

pertama rata-rata 18 bulan (Flint).1,

Stuart Harris dan Ude mengemukakan bahwa kemungkinan masa hidup

dengan angka kematian sesudah lima tahun sebesar 68%.1

Dapat disimpulkan bahwa angka kematian kor pulmonal masih tinggi dan

usaha sebaiknya ditujukan pada penanggulangan penyakit-penyakit paru

obstruktif kronik yang menjadi faktor dasar etio-patogenesisnya.1,12,13

32

Page 33: Kor Pulmunal - Isi

DAFTAR PUSTAKA

1. Moerdowo RM. Kor pulmonal kronik. Dalam: Noer Sjaifoellah. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I edisi 3. Balai Penerbit FK UI. Jakarta, 1998. h. 1119-1127

2. Bahar Asril. Kor pulmonal. Dalam: Suyono Slamet. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II edisi 3. Balai Penerbit FK UI. Jakarta, 2001. h. 882-889

3. Yunis Nidal A. Cor pulmonale. eMedicine 2004; (online), (http://www.emedicine.com, diakses 18 November 2004)

4. Guyton Arthur C. Buku ajar fisiologi kedokteran (textbook of medical physiology) edisi 9. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta, 1997. h. 133, 206

5. Carleton Penny F. Anatomi sistem kardiovaskular. Dalam: Price, Sylvia A. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit edisi 4 buku I. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta, 1995. h. 468, 476

6. Wilson Lorraine M. Fungsi pernafasan normal. Dalam: Price, Sylvia A. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit edisi 4 buku II. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta, 1995. h. 650-651, 723-725

7. Blaivas Allen J. Cor pulmonale. Division of Pulmonary and critical Care medicine 2004; (online), (http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/ 000129.htm, diakses 30 Oktober 2004)

8. Alsagaff Hood, Wibisono M jusuf, Winariani. Buku ajar ilmu penyakit paru 2004. Bagian Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR – RSU Dr. Soetomo Surabaya. Surabaya, 2004. h. 28-39

9. Budiyatmoko Nani H. Penyakit jantung paru. Dalam: Rilantono, Lily Ismudiati. Buku ajar kardiologi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2004. h. 223-226

10. Norris Teresa JN. Cor pulmonale. Medical Network Inc 2005; (online), (http://www . healthatoz.com , diakses 4 Maret 2005)

11. Mubin A Halim. Kor pulmonal kronik. Dalam: panduan praktis ilmu penyakit dalam diagnosis & terapi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta, 2001. h. 125-126

33

Page 34: Kor Pulmunal - Isi

12. Anonymous. Cor pulmonale: care guide information cor pulmonale. The mended Hearths Inc 2005; (online), (http://www.aboutdrugs.com, diakses 6 Juni 2005)

13. F Joseph, Funt Smith Trust. Cor pulmonale. The Thomson Corporation 2005; (online), (http://www.nhlbi.nih.gov.com, diakses 15 Mei 2005)

34