KOPING DENGAN STRES DAN DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA SEBAGAI PREDIKTOR MOTIVASI SEMBUH PADA PENDERITA KANKER SERVIKS OLEH RINI WULANDARI 802012118 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagaian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2016
29
Embed
KOPING DENGAN STRES DAN DUKUNGAN SOSIAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10198/2/T1_802012118_Full... · PENDAHULUAN . Dewasa ini di negara ... Berdasarkan laporan Kemenkes
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
KOPING DENGAN STRES DAN DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA
SEBAGAI PREDIKTOR MOTIVASI SEMBUH PADA
PENDERITA KANKER SERVIKS
OLEH
RINI WULANDARI
802012118
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagaian Dari Persyaratan
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016
KOPING DENGAN STRES DAN DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA
SEBAGAI PREDIKTOR MOTIVASI SEMBUH PADA
PENDERITA KANKER SERVIKS
Rini Wulandari
Aloysius L. S. Soesilo
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016
i
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran koping dengan stress dan
dukungan sosial keluarga sebagai prediktor motivasi sembuh penderita kanker serviks.
Sampel (N=35) diambil dengan menggunakan teknik Incidental Sampling.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan tiga skala, yaitu skala koping
dengan stress, skala dukungan sosial keluarga, dan skala motivasi sembuh. Hasil
penelitian menggunakan teknik regresi linear berganda diperoleh adalah r = 0,708
dengan sig. 2-tailed = 0,001 (p < 0,05) menunjukkan bahwa koping dengan stres dan
dukungan sosial keluarga dapat menjadi prediktor motivasi sembuh penderita kanker
serviks.
Kata kunci: motivasi sembuh, koping dengan stres, dukungan sosial keluarga,
penderita kanker serviks.
ii
Abstract
The aim of the present study is to find out the possibility of coping with stress and the
presence of social support for families toward patients of servix cancer motivation cure.
35 patients of servix cancer were recruited to participate in this study using incidental
sampling. Three types of questionnaires were distributed: coping with stress scale,
social support for families scale and motivation cure scale. All gathered datas were
processed and analyzed using a parallel linear regression shows r = 0,544 with sig. 2-
tailed = 0,001 (p < 0,05). The research shows that the two factors above could be
places as motivation cure predictors for the patients of servix cancer.
Keywords: motivation cure, coping with stress, social support for families,
patients of servix cancer.
1
PENDAHULUAN
Dewasa ini di negara berkembang telah terjadi pergeseran penyebab kematian
utama yaitu penyakit menular dan penyakit tidak menular. Kecenderungan perubahan
tersebut di pengaruhi oleh gaya hidup, globalisasi, diet yang salah dan lain-lain.
Penyakit yang tergolong penyakit tidak menular adalah kanker, diabetes mellitus,
kardiovaskular, gangguan mental, dan lain-lain. Kanker adalah penyakit akibat
pertumbuhan tidak normal dari sel-sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker.
Dalam perkembangannya, sel-sel kanker ini menyebar ke bagian tubuh lainnya sehingga
dapat menyebabkan kematian (Allan & Schiffman dalam Susilawati, 2013).
Penyakit kanker merupakan penyebab kematian utama di seluruh dunia.
Berdasarkan laporan Kemenkes RI (2015) mengungkapkan bahwa pada tahun 2012
sekitar 8,2 juta kematian disebabkan oleh kanker. Lebih dari 30% kematian akibat
kanker disebabkan oleh lima faktor resiko perilaku dan pola makan, yaitu indeks massa
tubuh tinggi, kurang mengkonsumsi sayur dan buah, kurang aktivitas fisik, penggunaan
rokok, dan konsumsi alkohol berlebihan. Selain itu berdasarkan data World Health
Organization (WHO) mengungkapkan bahwa jumlah penderita kanker di dunia setiap
tahunnya bertambah 7 juta orang, dan dua per tiga diantaranya berada di negara-negara
yang sedang berkembang sedangkan di Indonesia tiap tahunnya diperkirakan terdapat
100 penderita baru per 100.000 penduduk. Ini berarti dari 237 juta penduduk, ada
sekitar 237.000 penderita kanker baru tiap tahunnya (Yayasankankerindonesia).
Salah satu jenis kanker yang mengalami peningkatan cukup tinggi adalah kanker
serviks. Kanker serviks adalah kanker yang menyerang uterus, yaitu pada bagian serviks
uterus (leher rahim), suatu daerah pada organ reproduksi perempuan yang merupakan
2
pintu masuk ke arah rahim (uterus) yang terletak antara rahim dan liang senggama
(vagina) atau rahim bagian bawah. Kanker serviks merupakan jenis kanker kedua
setelah payudara yang paling umum diderita oleh perempuan (Yatim dalam Lindayati,
2011). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2006 melaporkan 493.234 jiwa
per tahun penderita kanker serviks baru di dunia dengan angka kematian 273.505 jiwa
per tahun (Emilia dalam Lindayati, 2011).
Terlihat peningkatan penderita kanker serviks pada kelompok umur 25-34 tahun,
35-44 tahun, dan 45-54 tahun. Secara nasional prevalensi penyakit kanker serviks
tertinggi terdapat pada Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Maluku Utara, dan Provinsi
D.I. Yogyakarta yaitu sebesar 1,5%. Berdasarkan estimasi jumlah penderita kanker
serviks dan kanker payudara terbanyak terdapat pada Provinsi Jawa Timur dan Provinsi
Jawa Tengah (Kemenkes, 2015).
Berdasarkan data Kemenkes RI (2015) jumlah penderita kanker serviks
terbanyak berada di RS Kanker Dharmais selama 4 tahun berturut-turut. Selama tahun
2010-2013 kanker payudara, kanker serviks , dan kanker paru merupakan tiga penyakit
terbanyak di RS Kanker Dharmais, dan jumlah kasus baru serta jumlah keatian akibat
kanker tersebut terus meningkat.
Insiden mortalitas kanker serviks di negara berkembang menempati urutan
pertama sebagai penyebab kematian akibat kanker pada wanita usia reproduksi aktif.
Demikian halnya di Indonesia, kanker serviks masih menempati urutan pertama dari
seluruh kejadian kanker pada wanita dan lebih dari separuh penderitanya datang ke
fasilitas pengobatan pada stadium lanjut (Edianto dalam Lindayati, 2011). Berdasarkan
penelitian yang dilakukan Martin dan Dajoux (dalam Allifni, 2011) pada 1000 wanita
ditemukan bahwa hanya 48 wanita yang mempunyai leher rahim normal. Besarnya
3
angka kejadian kanker serviks yang ditemukan, membuat kanker serviks menjadi salah
satu jenis kanker yang paling ditakuti wanita. Selain itu sampai saat ini kanker serviks
masih menyebabkan kematian pada wanita yang cukup tinggi, diperkirakan sebesar
4.900 orang per tahun.
Tingginya angka kematian penderita kanker serviks lebih banyak disebabkan
oleh keterlambatan pengobatan. Menurut Yatim (dalam Allifni, 2011), penderita yang
datang berobat ke rumah sakit sebagian besar sudah berada pada stadium lanjut, yakni
IIB - IVB sebanyak 66,4%, stadium IIB sebanyak 37,3%, serta stadium IA - IIA 28,6%.
Keterlambatan ini tentunya sangat merugikan penderita sendiri karena tingkat harapan
hidup penderita kanker sangat ditentukan oleh stadium atau tingkat keparahan penderita.
Sayangnya sebanyak 70% - 80% penderita kanker serviks datang ke rumah sakit sudah
pada stadium lanjut dan ini mengakibatkan angka harapan hidup penderita kanker
serviks kian menipis (Tempo.com).
Permasalahannya adalah kurangnya pengetahuan setiap individu mengenai
kanker serviks hingga akhirnya mereka datang ke rumah sakit sudah pada stadium
lanjut, ditambah lagi dengan biaya pengobatan yang pastinya cukup mahal. Seperti yang
diungkapkan oleh Smet (1994) bahwa mahalnya biaya tarif pengobatan dijadikan alasan
setiap individu untuk tidak menganggap serius penyakitnya. Bukan hanya biaya
pengobatan saja yang menjadi permasalahan, melainkan diagnosa kanker dan
pengobatan juga membawa perubahan pada kehidupan pribadi pasien, dalam perannya
dalam kegiatan sehari-hari, pekerjaan, pertemanan, dan keluarga mereka, dan hal ini
terkait dengan stres yang tinggi pada pasien. Stres tersebut memunculkan kecemasan
dan memicu depresi pada pasien (Zabalegui, Sanchez & Juando dalam Karabulutlu,
Billici, Cayir, Tekin, & Kantarci, 2010). Kecemasan dan depresi adalah masalah