South Sumatera Forest Fire Management Project LAPORAN KAJIAN KARAKTERISTIK GAMBUT DI WILAYAH HUTAN KAYU AGUNG (PEDAMARAN DAN PAMPANGAN) KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR (OKI) Pusat Penelitian Manajemen Air Dan Lahan Lembaga Penelitian Universitas Sriwijaya PALEMBANG MARET 2005
52
Embed
KOP HALAMAN DEPAN · 2017-12-08 · membentuk 3 buah cekungan gambut yaitu pada titik 17 (4,05 m), 28 (5,62 m), ... The research was conducted in 3 sub districts, Kayu Agung, Pedamaran
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Menurut Isa Darmawijaya (1990), pembentukan tanah gambut dapat
dibedakan atas : a). Gambut Ombrogen yaitu gambut yang telah terbentuk di
daerah rawa akibat curah hujan yang tinggi dan airnya tergenang/air tanah
jenuh, b). Gambut Topogen yaitu gambut yang terbentuk terutama pengaruh
topografi, gambut ini terbentuk dalam depresi topografi baik di daratan rendah
maupun pegunungan. C) Gambut Pegunungan yaitu gambut yang terbentuk di
daerah yang tinggi, gambut pegunungan adalah sebagai akibat depresi atau
plato dipuncak pegunungan api yang telah mati yang tidak menjadi telaga.
Kajian Karakteristik Gambut di Areal Hutan Kayu Agung (Pedamaran dan Pampangan) 2
Tabel 1. Reklamasi Histosol untuk Tanaman Pangan di Indonesia
No. Propinsi Luas (ha)1. Riau 60.2072. Jambi 29.2023. Sumatera Selatan 76.4924. Kalimantan Barat 33.6375. Kalimantan Tengah 40.0006. Kalimantan Selatan 110.0007. Kalimantan Timur -8. Irian Jaya -
Sumber : Mul Mulyani dan Kartasapoetra (1998).
Menurut Goeswono dan Wicaksono (1983), dan Sarwono (1985) bahwa
tanah-tanah organik diklasifikasikan atas dua cara yaitu ; 1) menggunakan
istilah lapangan tradisional, dan 2) menurut istilah didalam sistem klasifikasi
tanah secara komprehensif. Di Indonesia tanah organik secara umum
dinamakan tanah gambut atau peat (veen, muck). Sebagai pegangan praktikal
tanah organik biasanya dibedakan atas dasar tingkat pelapukannya yaitu :
a. Bahan Fibrik : Kandungan bahan organik kasar (fibrik) lebih dari
2/3 bagian
b. Bahan Hemik : Kandungan bahan organik dengan tingkat pelapukan
kasar 1/3 – 2/3 bagian
c. Bahan Safriks : Kandungan bahan organik kasar kurang dari 1/3 bagian.
Soil Survey Staff (1990) dan Sitorus (1985) menyatakan bahwa banyak
faktor pembatas yang terdapat pada tanah gambut yang sukar dimanipulasi.
Penggunaan lahan gambut untuk pertanian tanaman pangan diklasifikasikan
sebagai berikut :
a. Sesuai : Pembatas ringan (mudah diatasi dengan biaya kecil dan
teknologi sederhana)
b. Sesuai bersyarat : Pembatas sedang (membutuhkan biaya yang tinggi dan
teknologi tinggi tetapi masih bisa dikelola)
c. Tidak sesuai : Pembatas berat (sulit dikelola dan dampak lingkungan
cukup tinggi)
d. Tanpa pembatas : Dapat diusahakan tanpa atau dengan sedikit masukan
Kajian Karakteristik Gambut di Areal Hutan Kayu Agung (Pedamaran dan Pampangan) 3
Tabel 2. Kelas Kemampuan Lahan Gambut untuk Pertanian Tanaman Pangan
No. Faktor p d f pH b.o1. Sesuai <130 Baik-buruk - 5.5 >352. Sesuai bersyarat 130-
200Buruk - 4.5 35-65
3. Tidak sesuai >200 Sangatburuk
- 3.5 65-98
4. Tanpa pembatas - Agak buruk >2.03 - -5. Pembatas ringan 40-60 Baik 1.3-2.03 - -6. Pembatas
sedang60-90 Sedang 0.52-1.3 - -
7. Pembatas berat 90-200 Buruk <0.53 - -Keterangan : p = Ketebalan gambut (cm) d = drainase
f = defisiensi kesuburan (me/100g)b.o = bahan organik (%)
Hasil Penelitian yang telah dilakukan di berbagai daerah di Indonesia
(Sumatera dan Kalimantan), ternyata histosol mempunyai prospek yang baik
untuk usaha pengembangan pertanian. Pada luasan 43,50 juta hektar lahan
pasang surut yang didominasi oleh histosol sekitar 26,244 juta hektar, yang
tadinya merupakan hutan tanah rawa dikembangkan untuk usaha agribisnis
(Mul Mulyani dan Kartasapoetra, 1998).
1.2. Pengelolaan Lahan Gambut
Upaya pemanfaatan lahan gambut harus didasarkan pada tataruang
dan kondisi daya dukung tanah gambut tersebut sesuai dengan kelas
kemampuannya.
Menurut Kalsim, dkk., (2003) dalam Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor. 32 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung
dalam kaitannya dengan Lahan Gambut, berdasarkan Bab Ketentuan Umum,
dapat diuraikan berbagai definisi sebagai berikut :
a. Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi umum
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam,
sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna
kepentingan pembangunan berkelanjutan.
Kajian Karakteristik Gambut di Areal Hutan Kayu Agung (Pedamaran dan Pampangan) 4
b. Pengelolaan Kawasan Lindung adalah upaya penetapan, pelestarian dan
pengendalian pemanfaatan kawasan lindung.
c. Kawasan Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khas
yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitar maupun
bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta
memelihara kesuburan tanah.
d. Kawasan Bergambut adalah kawasan yang unsur pembentuk tanahnya
sebagian besar berupa sisa-sisa bahan organik yang tertimbun dalam
waktu yang lama.
e. Kawasan Resapan Air adalah daerah yang mempunyai kemampuan
tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian
air bumi (akifer) yang berguna sebagai sumber air.
f. Sempadan Sungai adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai,
termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer, yang mempunyai
manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai.
g. Kawasan Sekitar Danau/Waduk adalah kawasan tertentu di sekeliling
danau/waduk yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan
kelestarian fungsi danau/waduk.
h. Kawasan Suaka Alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu baik di
darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan
pengawetan keragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistimnya.
Menurut Hardjowigeno (1992), berdasarkan ketebalan atau kedalaman
lapisan gambut dibedakan atas 4 (empat) kelas yaitu gambut dangkal
ketebalan (50 – 100 cm), gambut sedang (101 – 200 cm), gambut dalam
(201 – 300 cm), dan gambut sangat dalam (lebih dari 300 cm). Untuk tanah
dengan kedalaman gambut kurang dari 50 cm dikenal dengan tanah
bergambut.
Berdasarkan petunjuk Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional sebagai
realisasi UU No. 24 Tahun 1992 tentang penataan ruang tanah gambut sangat
dalam (lebih dari 300 cm), ditetapkan sebagai kawasan lindung dan berfungsi
dalam pengendalian hidrologi, areal tangkapan air, dan melindungi ekosistem
di kawasan tersebut. Pelestarian kawasan gambut untuk menjaga kelestarian
Kajian Karakteristik Gambut di Areal Hutan Kayu Agung (Pedamaran dan Pampangan) 5
ekosistem juga dinyatakan melalui Peraturan Pemerintah No. 150 tahun 2000,
yaitu tentang pengendalian kerusakan tanah untuk biomassa.
Kawasan yang memberikan perlindungan pada kawasan bawahannya
terdiri dari : (a) Kawasan Hutan Lindung, (b) Kawasan Bergambut, (c)
Kawasan Resapan Air. Sedangkan Kawasan Perlindungan Setempat terdiri
dari : (a) Sempadan pantai, (b) Sempadan sungai, (c) Kawasan sekitar
danau/waduk, (d) Kawasan sekitar mata air.
Faktor-faktor yang umumnya menimbulkan masalah dalam pengelolaan
histosol adalah sebagai berikut (Tejoyuwono, 1986., Driessen and Rochimah,
1976., dan Driessen and Soehardjo, 1976) :
1. Bentuk timbunan dan kedudukan fisiografis, menyebabkan muka air tanah
dangkal, drainase dan peresapan menjadi buruk.
2. Kemudahan dan kejenuhan air bahan penyusun gambut, menyebabkan
keadaan tanah sangat lembek. Karena bahan endapan kebanyakan
berbutir halus, maka strukturnya berupa lumpur, sehingga mempunyai
daya sangga yang sangat rendah. Bila dalam keadaan sangat sulit
memegang air kembali (irreversible).
3. Kejenuhan air sepanjang tahun, menimbulkan suasana anaerob yang
mengakibatkan berlangsungnya suasana reduksi yang merugikan harkat
keharaan tanah.
4. Bahan organik mentah di atas tanah mineral, mengakibatkan perakaran
tanaman sukar menembus ke bagian bawah karena kekurangan oksigen
sehingga banyak akar-akar tanaman muncul ke permukaan tanah.
5. Histosol di daerah pantai (marin), sering terdapat pirit (FeS2) dalam jumlah
banyak yang dalam suasana oksidatif akan teroksidasi menjadi besi sulfat
basah. Terbentuknya asam sulfat menjadikan tanah sangat masam
(cat clay).
6. Tempat bersarangnya hama dan penyakit tanaman.
Menurut Soepraptohardjo dan Driessen (1976), bahwa masalah utama
yang dihadapi banyak tanah gambut adalah :
1. Ketebalan gambut diikuti dengan kandungan bahan organik yang tinggi, pH
yang rendah dan tingkat kematangan minimal.
Kajian Karakteristik Gambut di Areal Hutan Kayu Agung (Pedamaran dan Pampangan) 6
2. Komposisi sangat bervariasi pada tempat-tempat yang berdekatan,
tergantung dari bahan pembentuk gambut tersebut yang menyebabkan
dan menentukan tingkat kualitas gambut.
3. Penyusutan yang cepat sesudah diadakan pembuatan saluran drainase
dan pembersihan vegetasi pada waktu pembukaan areal pertanian.
4. Temperatur yang tinggi pada waktu panas yang menyebabkan atmosfer
tanah bertemperatur lebih panas. Tanah-tanah yang berwarna gelap lebih
banyak menyerap panas dari pada tanah-tanah yang berwarna terang.
Pembakaran pada hakikatnya adalah pengelolaan tanah gambut,
karena pencangkulan dan membajak tidak diperlukan. Tanah gambut bersifat
porous dan terbuka. Oleh sebab itu pengolahan tanah kadang-kadang tidak
diperlukan kecuali bila mengandung liat dan debu. Karena bersifat porous dan
terbuka, maka tanah gambut pada umumnya memerlukan pemadatan. Makin
lama gambut diusahakan maka pemadatan makin penting (Goeswono, 1983).
Bahaya pembakaran akan timbul dan dapat merugikan bagi kegiatan
pertanian yaitu :
1. Reaksi tanah gambut yang kaya akan abu menjadi alkalis dan gambut
yang tipis akan kehilangan bahan organik yang menyebabkan bahan
bawah naik di permukaan.
2. Lapisan bahan organik di bagian atas umumnya lebih subur dan bila
dibakar, lapisan yang kaya bahan organik itu akan habis dalam jangka
waktu singkat.
3. Permukaan gambut karena dibakar, akan merendah atau menipis dan lebih
padat, akibatnya akan sukar melepaskan air.
Menurut Lakitan dan P. Negara (2001), penyebab kebakaran di lahan
rawa adalah :
a. Terjadi konflik pemakaian lahan
b. Pembukaan lahan yang bersifat tradisonal
c. Budidaya sonor
d. Pembuatan kanal dengan drainase berlebihan
e. Kegiatan logging baik resmi maupun ilegal.
Kajian Karakteristik Gambut di Areal Hutan Kayu Agung (Pedamaran dan Pampangan) 7
Penyebab kebakaran hutan pada saat ini ditujukan pada masyarakat lokal
melalui aktivitas menangkap ikan, berburu dan mengambil kayu. Fluktuasi air
di lahan sangat dipengaruhi oleh curah hujan, pada musim kemarau aktivitas
masyarakat di daerah rawa mulai meningkat, kebakaran hutan dan asap
sering menjadi masalah. Pada sisi lain pemerintah daerah menetapkan
kawasan pengembangan melalui penetapan Rencana Umum Tata Ruang
Wilayah. Kawasan gambut dan rawa-rawa sering diplotkan sebagai areal
pengembangan pertanian.
1.3. Tujuan
Tujuan penelitian karakteristik gambut di areal hutan Kayu Agung
(Pedamaran dan Pampangan) adalah untuk mengetahui ketebalan gambut,
kematangan, dan kondisi umum daerah tersebut. Data yang diperoleh akan
sangat bergunan bagi perencanaan penggunaan lahan, pemilihan alternatif
penggunaan, dan mamprediksi kondisi lingkungan yang akan berubah bila
dilakukan pembukaan lahan.
Kajian Karakteristik Gambut di Areal Hutan Kayu Agung (Pedamaran dan Pampangan) 8
II. METODOLOGI
Metode penelitian dalam studi gambut menggunakan metode survai
sistem grid. Jarak pengamatan dilakukan secara sitematik yaitu setiap 500 m
untuk kondisi areal dengan topografi dan vegetasi yang bervariasi, dan jarak
1 KM sampai 2 KM untuk areal yang homogen.
Urutan kerja dalam tahapan penelitian adalah :
2.1. Persiapan
2.2. Pengumpulan data sekunder, peta dan penentuan koordinat
2.3. Susunan tim studi
2.4. Penyusunan jadwal kerja
2.5. Survai pendahuluan
2.6. Survai utama
2.7. Analisis sampel
2.8. Pengolahan data
2.9. Pembuatan draft laporan
2.10. Seminar/diskusi dengan dinas instansi di Provinsi Sumatera Selatan dan
Kabupaten Ogan Komering Ilir
2.11. Laporan AKhir
2.1. Persiapan
Tahap persiapan merupakan tahap studi pustaka, yaitu meneliti
dan mengkaji pustaka yang telah ada tentang keadaan gambut di
daerah penelitian. Dengan demikian gambaran kesan tentang daerah
yang akan diteliti dapat diperoleh Pada tahap persiapan yang juga
dilakukan pengadaan peralatan bor gambut. yang mampu mengetahui
kedalaman hingga 15 m, GPS dan peralatan lain seperti parang,
kompas, daftar issian dan tenda
2.2. Pengumpulan data sekunder, peta dan penentuan koordinat
Salah satu sarana yang sangat penting untuk dipersiapan dalam
tahap ini adalah peta dasar. Peta dasar adalah suatu peta yang
Kajian Karakteristik Gambut di Areal Hutan Kayu Agung (Pedamaran dan Pampangan) 9
digunakan sebagai dasar untuk melakukan pengamatan tanah gambut
di lapangan. Peta dasar yang baik adalah disamping dapat
menunjukkan lokasi geografis secara tepat juga dapat memberi
petunjuk kemungkinan penyebaran berbagai jenis tanah gambut
diwilayah tersebut.
Untuk tujuan ini maka peta yang bersumber dari Citra (Landsat
TM Juni 2001; Peta RBI 1 : 50.000) digunakan untuk interpretasi areal
gambut dan penentuan titik-titik pengamatan untuk jarak setiap 500 m.
Koordinat pengamatan dinyatakan dengan nomor point GPS sumbu x
dan sumbu y. Penetapan jalur pengamatan dengan sistem silang yaitu
dari Desa Pedamaran ke Desa Jungkal (no point GPS 43 sampai 100),
dan jalur ke dua dari Desa Tanjung Serang ke Talang Seridang Tujuh
(no point GPS 1 sampai 42).
2.3. Susunan tim studi
Kegiatan survai gambut diareal Pampangan – Pedamaran
dengan susunan Tim seperti pada Tabel 3.
Tabel 3. Susunan Tim Studi
No. Nama Jabatan dalam tim Keterangan1. Paul Kimman EU Deputi CO-Director SSFFMP2. Solichin Geografis Informasi System (GIS)3. Robiyanto H. Susanto Ketua Tim Survai4. Bakri Koordinator Tim Survai A Pedamaran-Jungkal5. Muh. Bambang Prayitno Koordinator Tim Survai B Tj.Serang-Tl.Serindang Tujuh6. Syahrial Yunior staff B7. Yohanes Bambang Yunior staff A8. Usman Tenaga lokal tim A9. Arfan Tenaga lokal tim A10. Suwandi Tenaga lokal tim A11. Ateng Tenaga lokal tim A12. Feri Parsi Tenaga lokal tim A13. Hasan Tenaga lokal tim A14. Zulnarib Tenaga lokal tim A15. Endang Tenaga lokal tim A16. Supendi Tenaga lokal tim A17. Madlan Tenaga lokal tim B18. Ali R Tenaga lokal tim B19. Unidang Tenaga lokal tim B20. Taufik Tenaga lokal tim B21. Syamsuddin Tenaga lokal tim B22. Zainal Abidin Tenaga lokal tim B23. Karya Tenaga lokal tim B24. Baharudin Tenaga lokal tim B25. Husin Tenaga lokal tim B
Kajian Karakteristik Gambut di Areal Hutan Kayu Agung (Pedamaran dan Pampangan) 10
2.4. Penyusunan Jadwal Kerja
Jadwal kerja yang disusun sesuai tahapan survai yaitu seperti
tertera pada Tabel berikut :
Tabel 4. Jadwal Kerja Survai Gambut Daerah Hutan Kayu Agung(Pedamaran – Pampangan)
BulanNo. Uraian Kegiatan
Oktober November Desember Januari Februari Maret
1. Persiapan
2.Pengumpulan data sekunder, petadan
penentuan koordinat
3. Penyusunan tim studi
4. Survai pendahuluan
5. Survai utama
6. Analisis sampel
7. Pengolahan data
8. Penbuatan draft laporan
9. Seminar diskusi ditingkat Kabupaten
dan Provinsi
10. Laporan akhir
Keterangan : = mewakili minggu
2.5. Survai Pendahuluan
Survai pendahuluan bertujuan mempersiapkan segala
kebutuhan untuk mempermudah pekerjaan survai utama. Persiapan
meliputi segi administrasi menyampaikan surat ke Kabupaten,
Kecamatan dan Desa. Melakukan orientasi di daerah survai untuk
memperoleh gambaran menyeluruh tentang kondisi lapangan dan
identifikasi problema-problema yang didapat. Dalam kesempatan survai
pendahuluan dilakukan negosiasi tenaga kerja, kemampuan lintasan
perjalanan sesuai kondisi lokal setempat.
2.6. Survai Utama
Survai utama merupakan kegiatan utama dilapangan. Pada
tahap ini akan diketahui kondisi kedalaman gambut, tingkat
kematangan dan vegetasi dominan di daerah tersebut.
Pada saat survai utama satu tim dipimpin oleh satu orang ketua
tim, satu orang asisten lapangan dan 9 orang tenaga lokal.
Kajian Karakteristik Gambut di Areal Hutan Kayu Agung (Pedamaran dan Pampangan) 11
Kemampuan daya jelajah tim untuk vegetasi rapat (perlu menebas
membuat jalur rintisan) adalah 2 km per hari, sedangkan bila kondisi
lahan agak terbuka (dominan pakis) daya tempuh dapat mencapai 3 km
per hari.
Untuk memperlancar pekerjaan di lapangan pembagian tugas
dan koordinasi internal tim sangat diperlukan, pembagian tugas sebagai
berikut :
I. Koordinator Tim Survey Sebagai Pimpinan rombongan bertugas
memberikan arahan kegiatan yang akan dilakukan dilapangan
kepada peserta tim. Melakukan koordinasi eksternal dengan
pemerintah setempat dan pihak pemberi pekerjaan, membegi tugas
kepada masing-masing porsenil tim.
II. Surveyor/Navigasi bertugas mengarahkan penebas, untuk mencari
titik pengamatan di lapangan, serta mengoperasikan GPS untuk
mencari titik pengamatan dan mencatat serta menyimpan titik
pengamatan lapangan. Selain itu juga bertugas mencatat kondisi
hidrologi dan vegetasi di lapangan.
III. Penebas bertugas membuat rintisan untuk mencari titik
pengamatan lapangan, serta membuat fasilitas jalan (misalnya
jembatan darurat) sehingga memudahkan peralatan survai dan
anggota tim untuk melintas.
IV. Pengebor bertugas melakukan pengeboran untuk melihat kondisi
karakteristik gambut dan pengambilan sample gambut.
V. Pengamat Gambut bertugas melakukan pengamatan dan mencatat
karakteristik gambut di lapangan, melakukan pemotretan kondisi
lapangan, dan melakukan pengamatan da merekam kondisi
vegetasi dan hidrologi.
VI. Floter bertugas membawa bahan makanan, peralatan yang
diperlukan selama survai di lapangan, serta menyiapkan Flying
Camp (tenda berpindah dan sementara).
VII. Juru Masak bertugas measak nasi dan lauk pauk untuk kebutuhan
tim, serta merencanakan penggunaan kebutuhan dapur lainnya.
Kajian Karakteristik Gambut di Areal Hutan Kayu Agung (Pedamaran dan Pampangan) 12
Selain itu pada sore hari biasanya dilakukan koordinasi intern
untuk pembagian tugas dan rencana kerja besok harinya. Juga
dilakukan cek ulang data dari pengamat gambut dan navigasi. Di
lapangan tugas-tugas untuk tenaga lokal (anggota tim) diberikan secara
bergiliran sehingga mencerminkan keadilan.
Bahan dan peralatan terdiri dari bahan konsumsi, dan peralatan
yaitu bor gambut (terdiri dari mata bor dan 15 sambungan bor dengan
panjang masing-masing 1 m), kunci inggris 2 buah untuk membuka
sambungan serta sikat besi untuk membersihkan bor. Peralatan lain
yaitu GPS lengkap dengan baterai, tustel digital, kompas, dan kertas
pengamatan. Peralatan tambahan adalah tenda dan alat-alat masak
serta obat-obatan untuk kebutuhan lapangan.
Pada saat survai utama urutan kegiatan adalah :
a. Pencarian titik pengamatan di lapangan :
Untuk mencari titik pengamatan di lapangan setelah didapat titik
(koordinat) yang diinginkan disimpan kembali titik koordinat
tersebut di GPS
Lakukan pengeboran untuk pengamatan gambut
Lakukan pengamatan vegetasi dominan
b. Pengeboran dan pengamatan gambut :
Bor yang digunakan adalah bor gambut
Pengeboran awal pada kedalaman ± 50 cm, dengan cara ; bor
gambut ditancapkan ke dalam gambut sampai kedalaman ± 50
cm (sepanjang mata bor) lalu diputar, kemudian diangkat
Lakukan pengamatan, tingkat kematangan gambut, jejak
terbakar
Setelah itu lakukan pengeboran lagi, dengan terlebih dahulu
melakukan penyambungan bor dengan batang bor yang tersedia
(panjang batang bor ± 1 m)
Dalam pengeboran setiap ± 50 cm (sepanjang mata bor), lalu
diangkat dan dilakukan pengamatan
Kajian Karakteristik Gambut di Areal Hutan Kayu Agung (Pedamaran dan Pampangan) 13
Pengeboran dilakukan sampai pada lapisan tanah mineral
Lakukan juga pengamatan kedalaman muka air tanah
Kematangan tanah ditentukan dengan metode sidik cepat tanah,
yaitu segumpal tanah gambut diperas dengan tangan, kriteria
kematangan adalah :
1. Fibrik : kandungan bahan organik kasar lebih dari 2/3 bagian
(bahan gambut 1/3 bagian keluar dari sela-sela jari dan 2/3
tinggal didalam genggaman tangan), ciri lain bahan organik
masih dapat dikenali sumbernya dari daun atau bagian lain.
2. Hemik : Kandungan bahan organik kasar 1/3 sampai 2/3 bagian
(bahan gambut 1/3 – 2/3 bagian masih tertinggal pada saat
diremas dengan tangan)
3. Safrik : Kandungan bahan organik kasar kurang dari 1/3 bagian
(bahan organik yang tertinggal ditangan saat diremas tinggal 1/3
bagian dan 2/3 bagian keluar dari celah-celah jari)
c. Pengambilan sample gambut untuk analisis laboratorium :
c.1. Untuk sample pengeboran yang dianalisis di laboratorium
Sampel gambut pertama diambil pada kedalaman 1 meter di
bawah permukaan gambut
Sampel gambut ke dua diambil pada 1 meter di atas lapisan
gambut paling bawah/ di atas tanah mineral/alluvial
Gambut yang diambil ±500 gr
Sampel dimasukkan ke kantong sample yang telah disiapkan
Kantong sample gambut diberi label sesuai dengan titik
pengamatan dan kedalaman gambut
Kemudian kantong sample gambut diikat dengan karet, sample
gambut disimpan pada tempat yang sudah disiapkan
c.2. Untuk sample peat dome
Untuk peat dome (kubah gambut) contoh gambut diambil pada
kedalaman :
A = 0 – 10 cm
B = 10 – 20 cm
Kajian Karakteristik Gambut di Areal Hutan Kayu Agung (Pedamaran dan Pampangan) 14
D = 40 – 60 cm
E = 60 – 80 cm
F = 80 – 100 cm
G = 100 – 140 cm
H = 140 – 180 cm
I = 180 – 250 cm
J = 250 – 500 cm
K = Lapisan akhir
d. Pengeboran selanjutnya diteruskan dengan dipandu oleh GPS pada
titik berikutnya, untuk lahan yang homogen ditunjukkan oleh
vegetasi, kondisi air, dan topografi yang datar. Pengamatan setiap
1 km sampai 2 km, sedangkan untuk lahan yang tidak homogen
pengamatan setiap 0,5 km.
e. Sebelum sampel dianalisis di alboratorium, sampel tanah gambut
dimasukkan ke dalam kotak kedap udara supaya tidak mengalami
perubahan, sedangkan untuk waktu yang lama dilakukan
penyimpanan di alat pendingin dengan suhu 18ºC agar sampel
dalam kondisi konstan.
f. Sampel gambut dibawa ke Laboratorium Tanah Air dan Tanaman
Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya.
2.7. Analisis sampel gambut
Pengamatan karakteristik fisik gambut di lapangan meliputi
kedalaman, tingkat kematangan, jejak terbakar, kondisi vegetasi di
lahan dan kondisi hidrologi. Sedangkan analisis karakteristik kimia
gambut dilakukan di aboratorium Tanah Air dan Tanaman Universitas
Sriwijaya. Parameter kimia gambut yang dianalisis disajikan pada
Tabel 5.
Kajian Karakteristik Gambut di Areal Hutan Kayu Agung (Pedamaran dan Pampangan) 15
Tabel 5. Karakteristik Kimia Gambut yang dianalisis
No. Sifat Gambut Satuan
1. N – total %
2. C – organik %
3. Na Mg/100 gr
4. Bahan organik %
5. pH (H2O) -
6. C/N Tasio -
2.8. Pengolahan data
Data yang diperoleh dari lapangan, dibuat tabulasi dan grafik
sehingga dapat diinterpretasi hasil yang diperoleh. Data yang telah
diolah berfungsi memandu pembahasan hasil penelitian.
2.9. Pembuatan draft laporan
Draft laporan hasil penelitian dibuat sebagai bahan dalam diskusi
internal, maupun lokakarya hasil penelitian.
2.10. Seminar dan diskusi hasil penelitian
Seminar dan lokakarya hasil penelitian dilakukan ditingkat
Provinsi Sumatera Selatan dan Kabupaten Ogan Komering Ilir.
Berbagai pertanyaan dan saran berguna dalam perbaikan dan
penyempurnaan laporan.
2.11. Laporan akhir
Laporan akhir disusun berdasarkan hasil seminar dan diskusi
dengan dinas instansi baik Provinsi Sumatera Selatan maupun
Kabupaten Ogan Komering Ilir.
Kajian Karakteristik Gambut di Areal Hutan Kayu Agung (Pedamaran dan Pampangan) 16
Gambar 1. Peta Survai Gambut Teloko Jalur Pedamaran - Jungkal
345
6789
1011
121314
1516
1718
1920
2122
232425
2627
2829
3031
323334
353637
383940
41
42
21
74
7372
70 716968
6766
6564
63
62
60
61
57 58
59
5655
5453
5251
5049
4847
4645
4443
7576
7778
798081
8283
89
8584
8687
88
91
9392
94
90
9596
979899 100
Kajian Karakteristik Gambut di Areal Hutan Kayu Agung (Pedamaran dan Pampangan) 17
Adanya jalan lebih mempermudah akses masyarakat untuk memasuki lahan,
apabila lahan tidak dikelola dengan baik akan mempercepat kerusakan lahan
dan kebakaran. Penurunan air tanah pun tetap terjadi akibat pembuatan jalan
tersebut karena dikiri dan kanan jalan dibuat saluran drainase. Hasil
pengamatan lapangan karateristik lahan rawa gambut di jalur survai desa
Pedamaran I dan desa Jungkal di sajikan pada Tabel terlampir.
Keterangan : Tanda minus (-) menunjukkan kedalaman gambut
Gambar 14. Grafik Ketebalan Gambut, Pedamaran I – Jungkal
2. Jalur Pedamaran - Jungkal (titik pengamatan 43 s.d 100)
2.1. Hidrologi
Kondisi hidrologi kawasan survei Desa Pedamaran I dan Desa Jungkal,
sangat dipengaruhi oleh ekosistem dan lingkungan, lahan rawa jalur ini
termasuk rawa lebak karena terbentuknya lahan rawa ini dipengaruhi oleh
luapan air hujan dan air sungai, yaitu Sungai Komering di bagian barat dan
sungai Sebumbung di bagian timur, serta danau-danau kecil (lebak) disekitar
kawasan ini. Daerah ini merupakan kawasan sub DAS Komering dan sub-sub
DAS Sibumbung.
Selain itu di bagian selatan dekat desa Pedamaran kondisi hidrologi
sangat dipengaruhi oleh anak-anak sungai Komering yaitu (Sungai Aur,
Sungai Lebak Pancur, Sungai Merang, Sungai Rawa Bumbung), dan Danau
Air Itam serta Danau Tumpang. Anak sungai dan danau-danau kecil ini
memberikan sumbangsih yang cukup besar terhadap kondisi hidrologi dan
proses pembentukan gambut di daerah ini, melalui penggenangannya.
Kajian Karakteristik Gambut di Areal Hutan Kayu Agung (Pedamaran dan Pampangan) 25
Di daerah dekat dengan desa Jungkal kondisi hidrologinya dipengaruhi
oleh luapan sungai Sibumbung dan Danau/lebak yaitu (Lebak Batu, Lebak
Nanggok, Lebak Sibumbung, Lebak Tiris) serta anak-anak Sungai Sibumbung
lainnya.
Dari karakteristik gambut jalur Pedamaran – Jungkal (Tabel terlampir),
kondisi lahan tergenang air pada titik 71 sampai 88 (Gambar 15), dengan
ketinggian bervariasi antara 5 – 30 cm, dan titik 99 dan 100 dengan ketinggian
genangan masing-masing 10 cm, 40 cm.
Sedangkan pada titik 43 sampai 66, kondisi lahan pada saat survai relatif
lebih kering tidak ada genangan dipermukaan lahan, hal ini disebabkan karena
pada lintasan ini dibelah oleh jalan penghubung antara Kota Kayu Agung
dengan Talang Gelumbang pada titik 58 (Gambar 16). Pembangunan jalan ini
dilengkapi dengan saluran-saluran drainase, hal ini juga yang menyebabkan
daerah titik 43-66 lebih kering (Gambar 17).
Gambar 15. Kondisi lahan gambuttergenang air (50-100 cm)
Gambar 16. Titik 58, di jalan baru KotaKayu Agung-Tl. Gelumbang
Gambar 17. Lahan gambut yang relatif kering
Kajian Karakteristik Gambut di Areal Hutan Kayu Agung (Pedamaran dan Pampangan) 26
2.2. Vegetasi
Hingga tahun 1970-an hutan primer yang merupakan vegetasi klimaks
terdiri dari hutan rawa air tawar dan hutan gambut, masih dinyatakan
keberadaannya seperti dilaporkan oleh Soil Research Institute (1973) dalam
Rifani (1988). Namun belakangan ini menunjukan kecenderungan bahwa
hutan primer ini semakin menyusut.
Berdasarkan hasil pengamatan lapangan jalur survei Desa Pedamaran
I sampai Desa Jungkal, kondisi lahan secara kontinyu terbakar hampir setiap
tahun, hal ini dicerminkan oleh vegetasinya berupa hutan sekunder dan tidak
ditemukannya lagi pohon-pohon berdiameter lebih dari 20 cm. Menurut Rifani
(1998), pada areal rawa yang sering terbakar dimusim kemarau akan
mengubah vegetasi asli rawa dan digantikan oleh vegetasi sekunder yang
tumbuh pada lahan terbuka (rumput) hingga hutan gelam. Tahap awal proses
vegetasinya berupa rumput-rumputan (Cyperaceae), gelagah (Phragmites
karka) purun dan paku-pakuan
Berdasarkan data pengamatan lapangan (Lampiran 1) vegetasi di titik
43-45 dominan adalah belidang (Gambar 18), hal ini mengindikasikan gambut
didaerah ini relatif lebih dangkal, ini dibuktikan dengan kedalaman gambut
pada titik ini 2 m. Perpat (Sonneratia sp) dan Pakis (Stenochama polushis).
Gelam(Melaleuca sp), Beriang dan Purun mendominasi titik pengamatan 47
sampai 98 (Gambar 19), kecenderung kondisi daerah lebih rendah dan
gambutnya lebih dalam.
Gambar 18. Vegetasi dominan belidang,(titik 43-45)
Gambar 19. Vegetasi dominan purun(titik 47-98)
Kajian Karakteristik Gambut di Areal Hutan Kayu Agung (Pedamaran dan Pampangan) 27
Hasil pengamatan lapangan ditemukan jejak terbakar disemua lapisan
gambut dan semua titik pengamatan, jejak tersebut berupa arang yang ada di
lapisan gambut. Hal ini mengindikasikan bahwa lahan gambut disini telah lama
mengalami kebakaran, karena arang jejak terbakar telah tertimbun beberapa
meter di bawah permukaan tanah. Disisi lain kondisi vegetasi yang ada
didaerah survai semuanya hutan sekunder dan padang pakis, tidak ditemukan
lagi pohon yang berdiameter > 20 cm. Hal ini menunjukan bahwa lahan
tersebut secara kontinyu mengalami terbakar.
Disisi lain vegetasi berkurangnya pohon-pohon disebabkan oleh
penebangan yang telah dilakukan oleh masyarakat dan terbakarnya
pepohonan dimusim kemarau. Kondisi saat ini pengambilan kayu yang
berdiameter kecil tetap berlangsung untuk kebutuhan pembuatan kotak tempat
buah-buahan seperti duku,
2.3. Karakteristik Gambut.
1. Fisik
Pembentukan gambut pada jalur survai desa Pedamaran I sampai
Desa Jungkal (Gambar 2), dapat kita lihat dari titik pengamatan 43 sampai
100, gambut terdalam di titik 57 (7 m), ini merupakan daerah kubah gambut,
cekungan ini diperkirakan merupakan akumulasi dari lupan air sungai Lebak
Pancur, Sungai Aur Kiri, Sungai Rawang Bumbun, Sungai Lebak Kecil dan
Danau Teloko.
Dari data kedalaman gambut Tabel 7, berdasarkan kriteria kedalaman
gambut dapat dirinci sebagai berikut: titik pengamatan 99 dan 100 (Gambut
Dangkal) 43 dan 45 (Gambut Sedang), titik pengamatan 72, 75, 80, 81, 97,98
(Gambut Dalam), sedangkan titik pengamatan 47 sampai 71, titik 73 sampai
79, dan titik 82 sampai 96 tergolong gambut sangat dalam.
Dilihat dari Gambar 2, menunjukan kondisi gambut di jalur survei desa
Pedamaran I – Jungkal, membentuk kubah gambut, pada titik 56 sampai 66
puncak kubah tersebut ada di titik 57 dengan kedalaman gambut 7 m. Adanya
variasi kedalaman gambut yang terbentuk sebagai akibat permukaan tanah
yang tidak sama.
Kajian Karakteristik Gambut di Areal Hutan Kayu Agung (Pedamaran dan Pampangan) 28
Berdasarkan tingkat kematangannya secara umum pada kedalaman 1
m, rata-rata kematangan gambut mentah (fibrik), sedangkan pada kedalaman
>1 m tingkat kematangan fibrik sampai hemik. secara umum dapat dikatakan
bahwa proses dekomposisi bahan organik berjalan lambat hal ini diperkirakan
karena lahan tersebut sering tergenang air, sehingga kondisi aerob untuk
dekomposisi tidak tercipta. Sedangkan pada kedalaman lebih dari 1 meter
tingkat kematangan gambut sangat bervariasi dari Hemik, sampai Safrik
2. Kimia
Hasil analisis laboratorium (Lampiran 4) memperlihatkan bahwa reaksi
tanah (pH) termasuk kriteria sangat masam. Kondisi ini karena pada tanah
rawa dengan kondisi lingkungan sangat pontensial sebagai penyumbang
ion H+.
Kondisi C-organik pada semua titik pengamatan dan semua lapisan
termasuk kriteria sangat tinggi, nilai terrendah pada titik 45 (23,38 %) dan
tertinggi pada titik 63 (46,50%). Besarnya kandungan C-organik tersebut
merupakan sumbangan unsur C dari hasil kebakaran vegetasi di lokasi survai,
karena diperkirakan lahan gambut ini secara kontinyu setiap tahunnya
terbakar. Selain itu tingginya kandungan C-Organik ini merupakan hasil dari
dekomposisi bahan organik yang ada di lahan tersebut, karena gambut
berasal dari serat tumbuhan yang proses dekomposisinya masih berlangsung.
Pada lahan rawa, bahan organik sangat penting untuk
mempertahankan kondisi suasana reduksi untuk menghidari terjadinya
oksidasi pirit yang ada di bawah lapisan gambut. Menurut Noor M, 2004
kandungan bahan organik di lahan rawa perlu dipertahankan pada taraf lebih
dari 5 % untuk mempertahankan kebasahan tanah dan potensial redoks,
sehingga oksidasi pirit pada lapisan tanah mineral dibawahnya dapat ditekan.
N-total (%) memperlihatkan bahwa kandungan N-total berkisar antara
0,73 % hingga 1,97 %, semua titik pengamatan termasuk kriteria sangat tinggi.
Kondisi N-total ini tentunya sangat dipengaruhi oleh lingkungan setempat dan
nitrogen merupakan unsur yang mudah hilang terutama oleh pembakaran.
Kandungan N-total ditanah sangat berhubungan dengan vegetasi yang
Kajian Karakteristik Gambut di Areal Hutan Kayu Agung (Pedamaran dan Pampangan) 29
tumbuh dan terdapat hubungan erat dengan C-organik, dari data pada
lampiran 4 menunjukkan terdapat hubungan linear antara kandungan C-
organik dengan N-total cukup tinggi, namun sifat nitrogen yang sangat mobil
sehingga menjadikan ketersediaannya ditanah mudah berubah.
Kajian Karakteristik Gambut di Areal Hutan Kayu Agung (Pedamaran dan Pampangan) 30
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Areal rawa Tanjung Serang sampai Talang Seridang Tujuh dan Jungkal,
mempunyai kondisi rawa yang setiap tahun secara periodik terjadi
kebakaran, hal ini ditunjukkan dengan kondisi vegetasi sekunder dan
ditemukannya arang di kedalaman tertentu.
2. Pembentukan areal rawa Tanjung Serang sampai Talang Seridang Tujuh
dipengaruhi oleh luapan air sungai, yaitu Sungai Komering di bagian
barat dan sungai Sebumbung di bagian timur. Daerah ini merupakan
kawasan sub Das Komering dan sub-sub DAS Sibumbung
3. Gambut di jalur survei desa Tanjung Serang – Talang Seridang Tujuh,
membentuk 3 buah cekungan gambut yaitu pada titik 17 (4,05 m), 28
(5.62 m) dan titik 40 (6 m). Dari hasil pengamatan lapangan akumulasi
kubah gambut sebenarnya berada pada titik 25 sampai 33 dengan
katagori termasuk lahan gambut sangat dalam.
4. Berdasarkan kriteria kedalaman gambut dapat dirinci sebagai berikut: titik
pengamatan 19,20 (dangkal), titik pengamatan 4, 5, 7 sampai 16 dan 18
(sedang), titik pengamatan 3, 6, 23, 24, 34,35,36 dan 39 (dalam) dan titik
17, 25 sampai 33, dan 38,40 (sangat dalam).
5. Gambut di jalur survei desa Pedamaran I – Jungkal, membentuk kubah
gambut, pada titik 56 sampai 66 puncak kubah tersebut ada di titik 57
dengan kedalaman gambut 7 m.
6. Vegetasi dominan yaitu Perpat (Sonneratia sp) dan Pakis (Stenochama
polushis). gelam(Melaleuca sp), Beriang dan Purun.
7. Berdasarkan kriteria kedalaman gambut dapat dirinci sebagai berikut: titik
pengamatan 99 dan 100 (Gambut Dangkal) 43 dan 45 (Gambut Sedang),
titik pengamatan 72, 75, 80, 81 97,98 (Gambut Dalam), sedangkan titik
pengamatan 47 sampai 71, titik 73 sampai 79, dan titik 82 sampai 96
tergolong gambut sangat dalam.
8. Kondisi kesuburan lahan gambut ini masih tergolong subur hal ini
dibuktikan dengan kandungan C-oragnik, N-total yang tergolong sangat
tinggi.
Kajian Karakteristik Gambut di Areal Hutan Kayu Agung (Pedamaran dan Pampangan) 31
9. Untuk pemanfaatan lahan disarankan mempertimbangkan pengelolaan
lahan secara ramah lingkungan agar gambut yang ada tidak mengalami
degradasi dan menyebabkan lahan tidak produktif
Kajian Karakteristik Gambut di Areal Hutan Kayu Agung (Pedamaran dan Pampangan) 32
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Sumberdaya Air. 2004. Evaluasi Fungsi Daerah RawaSumberdaya Alam Wilayah Barat. Jakarta.
Soedarsono. 2004. Lahan Rawa Sifat dan Pengelolaan Tanah BermasalahSulfat Masam. Jakarta.
PPT. 1994. Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Pertanian dan Kehutanan.Bogor.
Departemen Pertanian. 1997. Kriteria Kesesuaian Tanah dan Iklim TanamanPangan. Jakarta.
Driessen, P.M. and H. Soehardjo. 1976. On The Defeetive Grain Formation ofSawah on Peat. Soil Research Institute. Bogor. p 20-44.
Driessen and Soepraptoharjo. 1976. The Lowland Peats of Indonesia aChallenge for Future. Soil Research Institute. Bogor.
Driessen and L. Rochimah. 1976. The Physical Properties of Lowland Peatsfrom Kalimantan. Soil Research Institute. Bogor.
Goeswono, S. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu Tanah FakultasPertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Lakitan, B. dan Z. P. Negara. 2001. Kebijakan Tata Guna Lahan di ArealRawa dan Dampaknya terhadap Kebakaran Lahan dan Hutan di PropinsiSumatera Selatan. Prosiding Seminar Akan Penyebab dan DampakKebakaran Hutan dan Lahan di Sumatera. Bogor.
Mul Mulyani Sutedjo dan A. G. Kartasapoetra. 1988. Budidaya Tanaman Padidi Lahan Pasang Surut. Bina Aksara. Jakarta.
Kalsim K., H. Wiranegara, B. Mulyanto, B. Somawinata. 2003. KonsepPengembangan Lahan Gambut Berwawasan Lingkungan untuk HutanTanaman Industri : Studi Kasus PT. RAPD di Pelelawan Riau. ProsidingSeminar “Water for Future”. Hari Air Sedunia. Jakarta.
Munir, M. 1996. Tanah-Tanah Utama Indonesia : Karakteristik, Klasifikasi, danPemanfaatannya.
Notohadiprawiro. 1995. Selidik Cepat Ciri Tanah di Lapangan. Yogyakarta.
Notohadiprawiro, T. 1986. Tanah Estuarin, Watak, Sifat dan Kesuburannya.Penerbit Ghalia Indonesia.
Rifani, M. 1998. Karakteristik Ekosistem Pertanian Lahan Basah. Jakarta.
Kajian Karakteristik Gambut di Areal Hutan Kayu Agung (Pedamaran dan Pampangan) 33
Lampiran
Kajian Karakteristik Gambut di Areal Hutan Kayu Agung (Pedamaran dan Pampangan) 34
1. Karakteristik Fisik Gambut Jalur Tj.Serang–Tl.Seridang TujuhKoordinatNo
Keterangan : TS = Tanjung SerangTST = Talang Serindang TujuhTanda – pada genangan berarti dibawah permukaan tanahTanda 0 m pada bekas terbakar, berarti kebakaran dipermuka-an tanah gambut
Kajian Karakteristik Gambut di Areal Hutan Kayu Agung (Pedamaran dan Pampangan) 37
2. Karakteristik Fisik Gambut Jalur Padamaran I dan Desa JungkalSampel KoordinatNo
PointGPS
JalurJarak(m)
Laboratorium x y
Kedalamangambut
(m)
Karakteristikkematangan
genangan(cm)
bekas terbakar Vegetasi
43 P - J 0 - 0482609 9615456 2 1 m Safrik 0 ada tiap lapisan Belidang
2 m Safrik
45 P - J 500 45A 0483398 9616056 2 1 m Safrik 50 ada tiap lapisan Belidang
45B 2 m Safrik
47 P - J 1000 47A 0484189 9616672 3,5 1 m Safrik 0 ada tiap lapisan Perpat
47B 2 m Hemik3.5 mHemik
48 P - J 1500 - 0484589 9616980 3,5 1 m Safrik 0 ada tiap lapisan Krisan, Perpat,
2 m HemikPandan hutan,Pakis
3.5 m Safrik
49 P - J 2000 49A 0484980 9617284 3,5 1 m Safrik 0 ada tiap lapisan Perpat, Purun
49B 2 m Hemik
3.5 m Safrik
50 P - J 2500 - 0485373 9617590 3,5 1 m Safrik 0 ada tiap lapisan Perpat
2 m Hemik
3.5 m Safrik
51 P - J 3000 51A 0485771 9617898 3,8 1 m Safrik 0 ada tiap lapisan Perpat, Pakis
51B 2 m Safrik
3.8 m Safrik
52 P - J 3500 - 0486164 9618204 3,8 1 m Safrik 0 ada tiap lapisan Perpat, Purun
2 m Safrik
3.8 m Safrik
53 P - J 4000 53A 0486560 9618510 4,8 1 m Safrik 0 ada tiap lapisan Perpat, Rumbia
53B 2 m Safrik
3 m Safrik
4,8 m Safrik
54 P - J 4500 - 0486952 9618818 4 1 m Safrik 0 ada tiap lapisan Perpat, Pakis,
2 m Hemik Belidang, Beriang
3 m Hemik
4 m Safrik
55 P - J 5000 55A 0487349 9619126 3,5 1 m Safrik 0 ada tiap lapisan Perpat, Beriang
55B 2 m Hemik
3.5 m Safrik
56 P - J 5500 - 0487741 9619432 5 1 m Safrik 0 ada tiap lapisan Perpat, Pakis
2 m Safrik
3 m Hemik
4 m Safrik
5 m Safrik
57 P - J 6000 57A 0488138 9619738 7 1 m Safrik 0 ada tiap lapisan Perpat
57B 2 m Hemik
3 m Hemik
4 m Safrik
5 m Safrik
6 m Safrik
7 m Safrik
59 P - J 6500 59A 0488933 96203352 5,5 1 m Safrik 0 ada tiap lapisan Sonor padi ladang
59B 2 m Safrik
3 m Safrik
4 m Safrik
5.5 m Safrik
60 P - J 7000 - 0489325 9620658 6 1 m Safrik 0 ada tiap lapisan Beriang, Perpat,
2 m Safrik ada saluran bekas
3 m Safrik
4 m Safrik
5 m Safrik
6 m Safrik
61 P - J 7500 61A 0489715 9620966 4,5 1 m Safrik 0 ada tiap lapisan Perpat, Pakis,
61B 2 m Safrik Pandan hutan
3 m Hemik
4.5 m Safrik
62 P - J 8000 - 0490112 9621272 5 1 m Safrik 0 ada tiapn lapisan Pakis, Gelam kecil,
2 m Safrik ada saluran bekas
3 m Safrik
4 m Safrik
5 m Safrik
63 P - J 8500 63A 0490504 9621578 4 1 m Safrik 0 ada tiap lapisan Pakis, Perpat
63B 2 m Safrik
3 m Safrik
4 m Safrik
64 P - J 9000 - 0490902 9621888 5 1 m Safrik 0 ada tiap lapisan Perpat, Beriang
2 m Hemik
4 m Hemik
5 m Safrik
Kajian Karakteristik Gambut di Areal Hutan Kayu Agung (Pedamaran dan Pampangan) 38
KoordinatNoPointGPS
JalurJarak(m)
SampelLaboratorium x y
Kedalamangambut
(m)
Karakteristikkematangan
genangan(cm)
bekas terbakar Vegetasi
65 P - J 9500 65A 0491298 9622194 5 1 m Safrik 0 ada tiap lapisan Perpat, Pakis
2 m Safrik
3 m Safrik
4 m Safrik
5 m Safrik
66 P - J 10000 - 0491692 9622496 5 1 m Safrik 0 ada tiap lapisan Perpat, Pakis
2 m Safrik
3 m Safrik
4 m Safrik
5 m Safrik
71 P - J 10500 71A 0493668 9624032 3,5 1 m Safrik 5 ada tiap lapisan Perpat, Pakis
71B 2 m Hemik
3,5 m Safrik
72 P - J 11000 - 04944052 9624348 3 1 m safrik 15 ada tiap lapisan Perpat, Purun
2 m safrik
3 m safrik
73 P - J 11500 73A 0494449 9624696 3,5 1 m safrik 30 ada tiap lapisan Perpat, Purun
73B 2 m safrik
3,5 m safrik
74 P - J 12000 - 0494841 9624952 3,5 1 m safrik 30 ada tiap lapisan Perpat, Purun
2 m safrik
3,5 m safrik
75 P - J 12500 75A 0445243 9625256 3 1 m safrik 30 ada tiap lapisan Perpat, Purun
75B 2 m safrik
3 m safrik
76 P - J 13000 - 0495631 9625566 4 1 m safrik 10 ada tiap lapisan Perpat, Pakis
2 m hemik
3 m safrik
4 m safrik
77 P - J 13500 77A 0496027 9625876 3,5 1 m safrik 5 ada tiap lapisan Perpat, Pakis
77B 2 m hemik
3,5 m safrik
78 P - J 14000 - 0496423 9626190 4 1 m safrik 5 ada tiap lapisan Perpat, Pakis
2 m safrik
3 m safrik
4 m safrik
79 P - J 14500 79A 0496817 9626486 3,5 1 m safrik 5 ada tiap lapisan Perpat, Pakis
79B 2 m hemik
3,5 m safrik
80 P - J 15000 - 0497211 9626798 3 1 m safrik 5 ada tiap lapisan Perpat, Pakis
2 m safrik
3 m safrik
81 P - J 15500 81A 0497610 9627098 3,5 1 m safrik 5 ada tiap lapisan Perpat, Pakis
81B 2 m safrik
3 m safrik
82 P - J 16000 - 0498000 9627412 3,5 1 m safrik 5 ada tiap lapisan Perpat, Pakis
2 m safrik
3,5 m safrik
83 P - J 16500 83A, 83B 0498394 9627730 4 4 m safrik 5 ada tiap lapisan Perpat, Pakis
84 P - J 17000 - 0498793 9628020 4 4 m safrik 10 ada tiap lapisan Perpat, Pakis
Beriang
85 P - J 17500 85A, 85B 0499185 9628326 3,5 1 m safrik 10 ada tiap lapisan Perpat, Pakis
2 m hemik Beriang
3,5 m safrik
86 P - J 18000 - 0499582 9628632 5 5 m safrik 10 ada tiap lapisan Perpat, Pakis
Beriang
87 P - J 18500 87A, 87B 0499983 9628962 5 5 m safrik 10 ada tiap lapisan Perpat, Pakis
Belidang
88 P - J 19000 88B 0500369 9629254 4 4 m safrik 5 ada tiap lapisan Perpat, Pakis
89 P - J 19500 89A, 89B 0500767 9629562 4 4 m safrik 0 ada tiap lapisan Perpat, Pakis
90 P - J 20000 90B 0501157 9629867 3,5 3,5 m safrik 0 ada tiap lapisanPerpat,Pakis,terentang
91 P - J 20500 91A 0501561 9630164 3,5 3,5 m safrik 0 ada tiap lapisan Perpat, Pakis
91B Geranggang
92 P - J 21000 - 0501946 9630480 4 4 m safrik 0 ada tiap lapisan Perpat, Pakis
93 P - J 21500 93A 0502343 9630780 5 1 m safrik 0 ada tiap lapisan Perpat, Pakis
93B 2 m hemik
5 m safrik
94 P - J 22000 - 0502736 9631092 4 4 m safrik 0 ada tiap lapisan Perpat, Pakis
95 P - J 22500 95A, 95B 0503141 9631404 3,5 3,5 m safrik 0 ada tiap lapisan Perpat, Pakis
96 P - J 23000 - 0503530 9631706 4 4 m safrik 0 ada tiap lapisan Perpat, Pakis
97 P - J 23500 97A, 95B 0503918 9632018 3 3 m safrik 0 ada tiap lapisan Perpat, Pakis
98 P - J 24000 - 0504317 9632322 3 3 m safrik 0 ada tiap lapisan Perpat, Pakis
99 P - J 24500 - 0504714 9632626 0,5 0,5 safrik 10 ada tiap lapisan Kumpai
100 P - J 25000 - 0505112 9632934 0,2 0,2 safrik 40 ada tiap lapisan Kumpai
Keterangan : P = Pedamaran, J = Jungkal
Kajian Karakteristik Gambut di Areal Hutan Kayu Agung (Pedamaran dan Pampangan) 39
3. Karakteristik Kimia Gambut jalur Tj.Serang – Tl.Seridang Tujuh (TST - TS)
pH H2O (%) C-Organik (%) NNa
(mg/100g)No.
No.PointGPS
JalurKedalaman
(m)Kode
sampelNilai
Sifattanah
NilaiSifattanah
NilaiSifattanah
NilaiSifattanah
1 3 TS - TST 0 - 1 3A 3,81 Sm 36,00 St 1,23 St 0,76 S
2 5 TS - TST 0 - 0,9 5A 3,96 Sm 45,75 St 1,55 St 0,76 S
3 7 TS - TST 0 - 1 7A 3,70 Sm 33,94 St 1,39 St 0,87 T
4 9 TS - TST 0 - 1 9A 3,79 Sm 36,75 St 1,07 St 0,55 S
5 11 TS - TST 0 - 1 11A 3,77 Sm 37,31 St 0,96 St 0,65 S
6 13 TS - TST 0 - 1 13A 3,60 Sm 43,88 St 1,07 St 0,55 S
7 15 TS - TST 0 - 1 15A 3,63 Sm 36,38 St 1,15 St 0,65 S
8 17 TS - TST 0 - 1 17A 3,69 Sm 43,13 St 1,14 St 0,55 S
9 17 TS - TST 3,5 - 4,05 17B 3,58 Sm 35,97 St 0,90 St 0,76 S
10 19 TS - TST 0 - 0,75 19A 3,66 Sm 47,13 St 1,50 St 0,76 S
12 22 TS - TST 0 - 0,8 22A 3,71 Sm 43,13 St 1,50 St 0,76 S
14 23 TS - TST 0 - 1 23A 3,78 Sm 44,06 St 1,33 St 0,44 S
16 25 TS - TST 0 - 1 25A 3.45 Sm 35.21 St 1.50 St 0.76 S
17 25 TS - TST 2,6 - 3,4 25B 3,80 Sm 43,73 St 1,48 St 0,44 S
18 27 TS - TST 0 - 1 27A 3,75 Sm 37,50 St 1,34 St 0,65 S
19 27 TS - TST 3,1 - 4,1 27B - - 37,30 St 1,26 St 0,86 T
20 29 TS - TST 0 - 1 29A 3.69 Sm 43.35 St 1.04 St 0.65 S
21 29 TS - TST 3,5 - 4,5 29B 3,59 Sm 35,78 St 0,88 St 0,65 S
22 31 TS - TST 0 - 1 31A 3,76 Sm 36,75 St 1,07 St 0,76 S
23 31 TS - TST 3,75 - 4,25 31B 3,54 Sm 32,94 St 1,97 St 0,55 S
24 33 TS - TST 0 - 1 33A 3,69 Sm 41,62 St 3,27 St 0,44 S
25 33 TS - TST 2,01 - 3,99 33B 3,76 Sm 37,11 St 1,12 St 0,76 S
26 35 TS - TST 0 - 1 35A 3,67 Sm 45,56 St 1,18 St 0,98 T
27 35 TS - TST 2 - 2,65 35B 3,69 Sm 33,59 St 1,12 St 0,65 S
28 37 TS - TST 0 - 1 37A 3,79 Sm 46,56 St 1,28 St 0,55 S
29 37 TS - TST 2,35 - 3,65 37B 4,09 Sm 34,83 St 1,17 St 0,33 R
30 39 TS - TST 0 -1 39A 3,75 Sm 36,19 St 1,03 St 0,44 S
31 39 TS - TST 39B 4,37 Sm 19,31 St 1,39 St 0,55 S
Keterangan : Sm = Sangat masamSt = Sangat tinggiT = TinggiS = SedangR = RendahA = Kode sampel lapisan atasB = Kode sampel lapisan bawahTS = Tanjung SerangTST = Talang Serindang Tujuh
Kajian Karakteristik Gambut di Areal Hutan Kayu Agung (Pedamaran dan Pampangan) 40
4. Karakteristik Kimia Gambut di Daerah Pedamaran – JungkalpH H2O (%) C-Organik (%) N Na (mg/100g)
No.No.
PointGPS
JalurKedalaman
(m)Kode
sampel NilaiSifattanah
NilaiSifattanah
NilaiSifattanah
NilaiSifattanah
32 45 P - J 0 - 1 45A 4,08 Sm 21,38 St 1,39 St 0,87 T
33 45 P - J 1 - 2 45B 4,28 Sm 21,58 St 1,23 St 0,44 S
34 47 P - J 0 - 1 47A 3,80 Sm 35,63 St 1,42 St 0,55 S
35 47 P - J 2,5 - 3,5 47B 3,69 Sm 37,11 St 1,29 St 0,76 S
36 49 P - J 0 - 1 49A 3,69 Sm 44,25 St 1,55 St 0,33 R
37 49 P - J 2,5 - 3,5 49B 3,97 Sm 37,11 St 0,80 St 0,55 S
38 51 P - J 0 - 1 51A 3,66 Sm 42,00 St 1,69 St 0,55 S
39 51 P - J 2,2 - 3,8 51B 3,77 Sm 37,49 St 0,96 St 0,65 S
40 53 P - J 0 - 1 53A 3,72 Sm 45,38 St 1,14 St 0,65 S
41 53 P - J 3,2 - 4,8 53B 3,82 Sm 36,73 St 1,01 St 0,76 S
42 55 P - J 0 - 1 55A 3,68 Sm 43,69 St 1,25 St 0,55 S
43 55 P - J 2,5 - 3,5 55B 3,76 Sm 34,46 St 1,20 St 0,76 S
44 57 P - J 0 - 1 57A 3,65 Sm 42,94 St 1,14 St 0,65 S
45 57 P - J 6 - 7 57B 3,91 Sm 44,68 St 1,34 St 0,87 T
46 59 P - J 0 - 1 59A 3,51 Sm 44,63 St 1,17 St 0,55 S
47 59 P - J 4,5 - 5,5 59B 3,81 Sm 36,92 St 0,92 St 1,62 St
48 61 P - J 0 - 1 61A 3,73 Sm 38,25 St 1,55 St 0,76 S
49 61 P - J 3,5 - 4,5 61B 3,44 Sm 37,11 St 0,98 St 1,08 St
50 63 P - J 0 - 1 63A 3,73 Sm 46,50 St 1,39 St 0,55 S
51 63 P - J 3 - 4 63B 3,67 Sm 33,89 St 0,98 St 2,70 St
52 65 P - J 0 - 1 65A 3,72 Sm 45,00 St 1,33 St 0,65 S
54 71 P - J 0 - 1 71A 3,70 Sm 42,75 St 1,55 St 0,55 S
55 71 P - J 2,5 - 3,5 71B 3,66 Sm 36,92 St 0,85 St 1,08 St
56 73 P - J 0 - 1 73A 2,58 Sm 35,63 St 1,97 St 0,76 S
57 73 P - J 2,5 - 3,5 73B 3,96 Sm 34,46 St 1,06 St 0,98 T
59 75 P - J 0 - 1 75A 3,85 Sm 47,53 St 0,88 St 1,63 St
60 77 P - J 0 - 1 77A 3,61 Sm 42,00 St 1,40 St 0,33 R
61 77 P - J 2,5 - 3,5 77B 3,82 Sm 37,52 St 0,95 St 0,76 S
62 79 P - J 0 - 1 79A 3,65 Sm 36,56 St 1,61 St 0,55 S
63 79 P - J 2,5 - 3,5 79B 3,80 Sm 36,00 St 1,37 St 0,98 T
64 81 P - J 0 - 1 81A 3,81 Sm 35,81 St 1,21 St 0,65 S
65 81 P - J 2,5 - 3,5 81B 3,62 Sm 37,31 St 0,90 St 0,16 R
66 83 P - J 0 - 1 83A 3,61 Sm 43,73 St 1,03 St 0,44 S
67 83 P - J 3 - 4 83B 3,78 Sm 35,81 St 0,98 St 2,16 St
68 85 P - J 0 - 1 85A 3,72 Sm 42,60 St 1,20 St 0,55 S
69 85 P - J 2,5 -3,5 85B 3,75 Sm 35,63 St 0,82 St 0,65 S
70 87 P - J 0 - 1 87A 3,73 Sm 37,30 St 1,18 St 0,44 S
71 87 P - J 4 - 5 87B 4,04 Sm 37,13 St 0,92 St 3,24
72 89 P - J 0 - 1 89A 3,69 Sm 37,86 St 0,87 St 0,33
Kajian Karakteristik Gambut di Areal Hutan Kayu Agung (Pedamaran dan Pampangan) 41
pH H2O (%) C-Organik (%) N Na (mg/100g)No.
No.PointGPS
JalurKedalaman
(m)Kode
sampel NilaiSifattanah
NilaiSifattanah
NilaiSifattanah
NilaiSifattanah
73 89 P - J 3 - 4 89B 3,65 Sm 44,81 St 1,01 St 1,08 St
74 91 P - J 0 - 1 91A 3,71 Sm 44,68 St 0,95 St 0,55 S
75 91 P - J 2,5 - 3,5 91B 3,99 Sm 34,13 St 0,85 St 2,70 St
76 93 P - J 0 - 1 93A 3,72 Sm 36,73 St 1,03 St 0,44 S
77 93 P - J 4 - 5 93B 3,68 Sm 36,19 St 0,88 St 0,65 S
78 95 P - J 0 - 1 95A 3,70 Sm 37,49 St 0,77 St 0,65 S
79 95 P - J 2,5 - 3,5 95B 3,73 Sm 33,00 St 0,86 St 0,76 S
80 97 P - J 0 - 1 97A 3,70 Sm 42,60 St 0,73 St 0,44 S
81 97 P - J 2 - 3 97B 3,76 Sm 43,88 St 0,96 St 0,98 T
Keterangan : Sm = Sangat masamSt = Sangat tinggiT = TinggiS = SedangR = RendahA = Kode sampel lapisan atasB = Kode sampel lapisan bawahP = PedamaranJ = Jungkal
Kajian Karakteristik Gambut di Areal Hutan Kayu Agung (Pedamaran dan Pampangan) 42