KONTRIBUSI WANITA PEMULUNG DALAM MEMBANTU PEREKONOMIAN KELUARGA (STUDI KASUS KAMPUNG PEMULUNG KELURAHAN JURANG MANGU TIMUR, TANGGERANG SELATAN) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Oleh: FAUZIAH KARIMAH NIM: 11140150000011 PROGRAM STUDI TADRIS ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2019
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
KONTRIBUSI WANITA PEMULUNG DALAM
MEMBANTU PEREKONOMIAN KELUARGA
(STUDI KASUS KAMPUNG PEMULUNG KELURAHAN
JURANG MANGU TIMUR, TANGGERANG SELATAN)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh:
FAUZIAH KARIMAH
NIM: 11140150000011
PROGRAM STUDI TADRIS ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
i
ABSTRAK
Fauziah Karimah, Kontribusi Wanita Pemulung Dalam Membantu
Perekonomian Keluarga (Studi Kasus: Kampung Pemulung Kelurahan
Jurang Mangu Timur). Skripsi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Latar belakang penelitian ini adalah di kampung pemulung Jurang Mangu
Timur Tanggerang Selatan ini terdapat pemulung baik pria maupun wanita
sebagian besar pemulung mengumpulkan barang bekas di jalan sebagai mata
pencaharian utama dalam kehidupannya. Hal tersebut membuat mereka setiap hari
selalu berhadapan dengan sampah. Untuk wanita pemulung dalam hal ini
mempunyai peran ganda, karena mengurus keluarga dan mencari penghasilan
sebagai pemulung. Penelitian ini membahas tentang kehidupan sehari-hari wanita
pemulung, kontribusi wanita pemulung dalam membantu perekonomian keluarga,
dan dampak peran ganda wanita pemulung terhadap kehidupan rumah tangga.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi wanita pemulung dalam
membantu perekonomian keluarga, serta mengetahui dampak peran ganda wanita
pemulung terhadap kehidupan rumah tangga.. Penelitian ini menggunakan metode
penelitian kualitatif deskriptif. Data dikumpulkan dengan cara observasi non
partisipasi dan juga wawancara dengan jenis instrumennya semi-struktur.
Informan yang diwawancarai antara lain wanita pemulung, dan anggota keluaraga
wanita pemulung seperti anak dan suami mereka. Hasil penelitian menunjukan
bahwa kontribusi wanita pemulung dalam membantu perekonomian keluarga
sangat membantu dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari, mampu
menyekolahkan anak-anak, serta mampu menabung untuk kebutuhan mendadak.
Dampak dari peran ganda wanita pemulung terhadap kehidupan rumah tangganya:
1) Mampu membantu dalam menambah pendapatan keluarga. 2) Anak-anak
menjadi tidak terawat. 3) Pekerjaan rumah menjadi terbebani juga oleh suami, 4)
Kesehatan fisik wanita pemulung yang mudah menurun.
Kata Kunci : Pemulung, Perekonomian, Keluarga.
ii
ABSTRACT
Fauziah Karimah, “Contribution of Women Scavengers in Helping the
Family Economy (Case Study: Scavenger Village of East Jurang Mangu
Village)”. ‘A Skripsi’: Social Education Program, Faculty of Tarbiyah and
Teaching Sciences, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta.
The background of this research is that in the East Jurang Mangu Gorge
scavenger village in South Tangerang, there were scavengers, both men and
women, mostly scavengers collecting used goods on the road as the main
livelihood in their lives. This makes them every day always dealing with garbage.
For women scavengers in this case they have a dual role, because they take care of
their families and seek income as scavengers.This study discusses the daily lives
of scavenger women, the contribution of scavenger women in helping the family
economy, and the impact of the dual role of scavenger women on household life.
This study aims to determine the contribution of scavenger women in helping the
family economy, and to know the impact of the dual role of scavenger women on
household life. This study uses descriptive qualitative research methods. Data
were collected by means of non-participation observations and also interviews
with semi-structured types of instruments. The informants interviewed included
scavenger women, and family members of scavenger women such as their
children and husbands.The results showed that the contribution of scavenger
women in helping the family's economy was very helpful in fulfilling their daily
needs, being able to send their children to school, and being able to save for
sudden needs. The impact of the dual role of scavenger women on their household
life: 1) Able to help increase family income. 2) Children become neglected. 3)
Homework is burdened also by the husband, 4) Physical health of women
scavengers who easily decline.
Keywords: Scavenger, Economy, Family.
iii
KATA PENGANTAR
نٱللبسم ٱلرحيمٱلرحم
Rasa syukur kepada Allah SWT penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul ”Kontribusi Wanita Pemulung dalam Membantu Perekonomian
Keluarga (Studi Kasus: Kampung Pemulung Kelurahan Jurang Mangu
Timur)” sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana. Tanpa akal,
berkah dan rahmat-Nya yang diberikan penulis pasti tidak akan sampai pada fase
akhir di perkuliahan ini.
Sholawat serta salam tak lupa pula penulis sanjungkan kepada pemimpin
ulung setiap umat yaitu Baginda Rasulullah SAW, dengan bercermin dari
perjuangan beliau maka semangat untuk terus menggali ilmu pengetahuan selalu
ada, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan penuh semangat.
Penulis sadar bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan
yang harus disempurnakan dan penuh dengan hambatan yang harus dilalui. Tanpa
dukungan dari seluruh pihak yang telah membantu pastinya skripsi ini tidak dapat
terselesaikan. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan
penghargaan dan ucapan terima kasih kepada :
1. Dr. Sururin, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.
2. Bapak Dr. Iwan Purwanto, M.Pd, selaku Ketua jurusan Pendidikan Imu
Pengetahuan Sosial sekaligus Dosen Pembimbing Akademik yang
senantiasa memberikan banyak perhatian, bimbingan, serta motivasi
kepada mahasiswa tingkat akhir disela-sela kesibukannya.
3. Bapak Drs. Syaripulloh, M.Si, selaku sekertaris Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial, yang juga senantiasa memberikan banyak perhatian
dan motivasi kepada mahasiswa tingkat akhir disela-sela kesibukannya.
4. Bapak Dr. Muhamad Arif, M.Pd, selaku dosen pembimbing pertama dan
Ibu Cut Dhien Nourwahida, MA, selaku dosen pembimbing kedua yang
telah bersedia meluangkan waktu serta selalu memberikan motivasi,
bimbingan dan nasehat selama penulisan skripsi ini.
iv
5. Seluruh dosen Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah
memberikan ilmu selama penulis mengenyam pendidikan di kampus ini.
6. Kepada Ibu Suryani, selaku ketua RT 001/003 di Kampung Pemulung
Kelurahan Jurang Mangu Timur yang telah membantu saya dalam
pelaksanaan penelitian.
7. Kepada kedua orang tua, Bapak Sarmono, dan Ibu Fatmah, terimakasih
atas seluruh doa dan dukungan moril maupun materil serta kasih sayang
yang selalu mengiringi langkah penulis hingga saat ini.
8. Kepada seluruh keluargaku, Fakhri Irfansyah, dan Fikhri Fathoni,
terimakasih atas seluruh perhatian, dukungan dan doa dari kalian semua.
9. Kepada seluruh teman, kakak, adik anggota Himpunan Mahasiswa Islam
Komisariat Tarbiyah (HMI KOMTAR). Terimakasih telah mewarnai hari-
hari penulis selama berada di Ciputat, dan banyak mengajarkan betapa
pentingnya organisasi, serta mengajarkan kekeluargaan.
10. Kepada seluruh teman, kakak, dan adik anggota Himpunan Mahasiswa
Jurusan Pendidikan IPS (HMJ P.IPS) yang telah mengajarkan betapa
pentingnya berorganisasi saat berada di dunia perkuliahan.
11. Sahabat Madrasah sekaligus teman hidup selama di Ciputat, Hanifa Tri
Agustina, terimakasih selalu ada dan selalu setia menemani kehidupan dan
membantu penulis dari masa sekolah Madrasah hingga masa perkuliahan.
Lampiran 11 Transkip Wawancara Informan Ketua RT 001 RW 003
Lampiran 12 Dokumentasi Penelitian
Lampiran 13 Surat Bimbingan Skripsi
Lampiran 14 Surat Izin Penelitian
Lampiran 15 Surat Keterangan Penelitian RT 001 RW 003
Lampiran 16 Surat Keterangan Penelitian Kelurahan Jurang Mangu Timur
Lampiran 17 Lembar Uji Referensi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keluarga merupakan lembaga sosial yang paling kecil dan merupakan
lembaga dalam masyarakat yang paling dasar. dimana proses pengenalan jati
diri serta proses sosialisasi yang pertama kali dilakukan, maka dari proses
sosialisasi didalam keluarga itulah seseorang akan memiliki bekal untuk dapat
berinteraksi dan bersosialisasi dengan lembaga sosial yang lebih besar yaitu
masyarakat.
Keluarga adalah kelompok orang yang ada hubungan darah atau
perkawinanan. orang-orang yang termasuk keluarga adalah ibu,bapak dan
anak-anaknya, ini disebut keluarga batih (nuclear family) keluarga yang
diperluas (extended family) mencakup semua orang dari satu keturunan dari
kakek dan nenek yang sama, termasuk keturunan suami dan isteri.1
Dalam relasi suami istri memang diperlukan adanya kejelasan dalam
pembagian peran yang menjadi tanggung jawab istri. Namun demikian,
pembagian peran tersebut seyogianya tidak bersifat kaku dan dapat disesuaikan
melalui kesepakatan yang dibuat bersama berdasarkan situasi yang dihadapi
oleh pasangan suami istri.2
Seiring dengan kemajuan zaman dan perkembangan kehidupan
masyarakat, posisi kaum wanita di dunia kerja juga semakin mendapat tempat
dan peluang yang seluas-luasnya. kaum wanita yang semula hanya dapat
bekerja dan melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan rumah tangganya
saja, tetapi kini telah dapat bekerja dan berkecimpung di dunia kerja di luar
lingkup rumah tangganya.
Kesejajaran antara pekerjaan dan kewajiban peran utama ayah dan ibu
dalam keluarga sudah jelas. Sang ibu mulai dengan pengasuhan anak,
menanamkan ikatan badaniah dan rohaniah yang dekat karena kepuasaan yang
1 Kusdwirarti Setiono, Psikologi Keluarga, (Bandung : P.T. ALUMNI, 2011), h. 24 2 Ibid, h. 12
2
timbal balik.3 Kemandirian wanita tidak dapat dilepaskan dari perannya
sebagai ibu dan istri, wanita dianggap sebagai makhluk sosial dan budaya yang
utuh apabila telah memainkan kedua peran tersebut dengan baik.
Alokasi waktu atau jam kerja perempuan lebih panjang dibandingkan
laki-laki, tetapi secara ekonomi penghasilan laki-laki lebih tinggi dari
perempuan. hal ini terjadi karena perempuan bertanggung jawab atas pekerjaan
produktif, reproduktif dan fungsi-fungsi sosial di komunitas. perempuan selalu
melakukan ketiga tanggung jawab tersebut secara bersamaan, sedangkan laki-
laki hanya bertanggung jawab pada pekerjaan produktif saja.4
Disini ada sisi wanita yang ingin menjadi ibu rumah tangga tapi ketika
masalah finansial dan masalah kehidupan menghadang keberlangsungan hidup
rumah tangga dan mengharuskan wanita ikut mengais rezeki degan segala
upaya menjadikan wanita keluar rumah dan bekerja. Segala jenis pekerjaan
bisa ditempati oleh kaum wanita dari pekerjaan yang mengarah pemikiran
sampai pekerjaan yang mendahulukan otot.
Masalah kehidupan dalam suatu keluarga mendorong kaum wanita
utamanya ibu rumah tangga untuk turut serta melibatkan diri dalam usaha
menambah pendapatan keluarga. Kedudukannya sebagai ibu tugas yang
melekat dalam dirinya atau perannya adalah mengatur rumah tangga. Namun,
munculnya masyarakat yang bekerja diluar rumah merupakan salah satu akibat
permasalahan perekonomian dalam kehidupan keluarganya.5
Berdasarkan Penelitian pendahuluan, hasil wawancara peneliti dengan
Ibu Suryani yang merupakan Ibu ketua RT 01/ RW 03 di kampung pemulung
Jurang Mangu Timur. Ibu Suryani mengatakan hal seperti berikut:
“Ya disini ada 300 kepala keluarga, dan yang menjadi pemulung
kurang lebih ada 60 kepala keluarga tapi sudah banyak beberapa lapak
pemulung yang digusur untuk dijadikan perumahan mba, disini tadinya
ada 3 blok lapak, tapi karena 1 blok sudah digusur jadinya tersisa 2
lapak mba, mungkin sekarang cuman ada sekitar kurang lebih 30
3 William J. Goode, Sosiologi Keluarga, (Jakarta : PT. Bina Aksara, 1985), h. 143 4 Edriana Noerdin, Erni Agustini, dll, Potret Kemiskinan Perempuan, (Jakarta : Women
Research Institute, 2006), h. 20 5 Wahyu Hidayat, Analisis Peran Ganda Wanita Pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Jatibarang Kodia Semarang, Dinamika Manajemen, 2006, Vol. 5, No. 1
3
kepala keluarga lah kalo di itung pintu ke pintu. Lapaknya ada di depan
sanah mba ga jauh dari sini, dan disni suami dan istrinya menjadi
pemulung, bahkan anaknya pun ikut kadang-kadang menjadi pemulung
untuk bantu-bantu mencari uang tambahan, ya ada sih yang istrinya
mungkin ga jadi pemulung tapi itu jarang sekali mba, karena mayoritas
para istrinya ikut menjadi pemulung.”.6
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Suryani, di ketahui bahwa
pembagian pekerjaan rumah tangga yang sering terjadi dalam kehidupan
masyarakat saat ini ternyata juga dialami oleh masyrakat yang tinggal di
kampung pemulung Kelurahan Jurang Mangu Timur Tanggerang Selatan. Di
daerah ini terdapat sebuah pemukiman masyarakat marjinal yang bekerja
sebagai pemulung. Pekerjaan pemulung ini mendorong keterlibatan kaum ibu
rumah tangga untuk bekerja di luar rumah dan mencari penghasilan tambahan
untuk membantu perekonomian keluarga dalam memenuhi kebutuhan sehari-
hari.
Secara umum pemulung dapat didefinisikan sebagai pengambil barang
bekas untuk dijual kepada pengepul barang bekas. Pemulung adalah golongan
sosial yang memiliki usaha mengumpulkan barang bekas, barang diambil dari
jalan, tempat pembuangan sampah, pekarangan rumah penduduk, pasar,
pertokoan, terminal, stasiun, bandara, tempat wisata, rumah ibadah, sekolah,
kampus, dan pemakaman.
Beberapa pemulung jalanan terkadang harus melakukan beberapa
aktivitas sekaligus sebagai strategi untuk bertahan hidup (misalnya: berlaku
sebagai pemulung sambil mencuri kecil-kecilan apabila ada kesempatan).
Namun banyak juga di antara mereka yang benar-benar jujur dalam melakukan
aktivitasnya. Walaupun mereka mengetahui aktivitas teman-teman mereka
(baik legal maupun illegal), namun mereka jarang saling mengganggu antara
yang satu dengan yang lainnya. Hal yang paling penting bagi mereka adalah
bisa makan.7
6 Hasil wawancara Ibu Suryani, Ketua RT 003 RW 001 7 Twikromo Argo, Pemulung Jalanan: Kontruksi Marginalitas dan Perjuangan Hidup
dalam Bayang-Bayang Budaya Dominan, (Yogyakarta: Media Pressindo, 1999), h.81
4
Kehidupan jalanan merupakan kehidupan yang sulit. Jalanan penuh
dengan berbagai macam tantangan yang tidak dapat diatasi dengan mudah.
Orang jalanan menghadapi banyak tekanan dari orang jalanan yang lain,
masyarakat pada umumnya, dan petugas ketertiban. Selain itu situasi ekonomi,
sosial, dan budaya lingkungan kota juga semakin lama semakin menyingkirkan
keberadaan mereka. Mereka harus berjuang untuk mengatasi situasi ini,
sehingga apabila ada kesempatan, beberapa di antara mereka cenderung
menekan sesama orang jalanan.
Pemulung jalanan biasanya melakukan aktivitas mereka dengan
berjalan kaki dan menggunakan karung dan ganco sebagai sarana utama.
Relatif jarang ditemui adanya pemulung jalanan yang menggunakan sepeda
dengan sepasang keranjang sebagai wadahnya, menggunakan becak, atau
gerobak. Biasanya sarana-sarana angkut tersebut digunakan oleh pemulung-
pemulung yang mempunyai tempat tinggal menetap atau memiliki tumpangan
tempat tinggal. Sebagian besar pemulung jalanan relatif sulit dalam
menyimpan atau menjaga sarana angkut tersebut, khususnya jika mereka
sedang tidur di jalanan.8
Ada juga beberapa tukang timbang atau pelapak yang menyediakan
sarana angkut semacam ini, namun pemulung jalanan jarang sekali mau
menggunakannya karena sebagaian besar dari mereka berpikir bahwa mereka
tidak akan menjadi bebas lagi atau ada orang lain yang ikut mengatur kegiatan
mereka. Sebenarnya kegiatan memulung dengan menggunakan sarana angkut
tersebut relatif lebih banyak menghasilkan income dari pada hanya berjalan
kaki (sepeda atau gerobak: rata-rata sekitar Rp 7.000,- sampai Rp 10.000,- dan
becak: rata-rata sekitar Rp 10.000,- sampai Rp 15.000,- vs. jalan kaki: rata-rata
sekitar Rp 2.500,- sampai Rp 5.000,-). Pemulung jalanan biasanya memilih
lapak yang dianggap dapat memberikan harga yang layak dan layanan yang
menguntungkan. Beberapa di antara mereka sering berganti lapak jika mereka
merasa tidak mendapat keuntungan yang wajar dari lapak sebelumnya.9
8Ibid, h.86 9 Ibid,.h.86
5
Di kampung pemulung Jurang Mangu Timur Tanggerang Selatan ini
terdapat pemulung baik pria maupun wanita sebagian besar pemulung
mengumpulkan barang bekas di jalan sebagai mata pencaharian utama dalam
kehidupannya. Hal tersebut membuat mereka setiap hari selalu berhadapan
dengan sampah. Untuk wanita pemulung dalam hal ini mempunyai peran
ganda, karena mengurus keluarga dan mencari penghasilan sebagai pemulung.
Permasalahan dalam penelitian ini difokuskan pada kontribusi wanita
pemulung dalam membantu perekonomian keluarga. Terdorong oleh
kenyataan tersebut maka diperlukan pemahaman tentang fenomena-fenomena
sosial dalam peranan wanita, terkhusunya peran wanita pemulung yang
menjadi fokus pada kajian penelitian ini.
Kontribusi wanita pemulung dalam membantu perekonomian keluarga
menjadi bahasan yang menarik karena dibandingkan dengan keluarga yang lain
hanya sebagai ibu rumah tangga yang berkewajiban mengurus rumah
tangganya. Dalam hal ini mendorong peneliti untuk melakukan penelitian
tentang “KONTRIBUSI WANITA PEMULUNG DALAM MEMBANTU
PEREKONOMIAN KELUARGA (STUDI KASUS : KAMPUNG
PEMULUNG JURANG MANGU TIMUR, TANGGERANG
SELATAN)”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah bisa
diidentifikasikan sebagai berikut :
1. Di daerah kampung pemulung Kelurahan Jurang Mangu Timur
banyak terdapat wanita yang bekerja menjadi pemulung.
2. Kondisi ekonomi keluarga yang masih rendah sehingga wanita
perlu membantu perekonomian keluarga.
3. Pekerjaan pemulung membuat wanita memiliki peran ganda pada
keluarga.
4. Adanya pelanggaran yang diabaikan oleh orang tua seperti
mempekerjakan anaknya.
6
C. Batasan Masalah
Keterbatasan peneliti dalam waktu, tenaga dan biaya, serta untuk
memudahkan pembahasan skripsi ini, menjaga agar penelitian lebih fokus
dan terarah, tidak menimbulkan keraguan dan salah penafsiran, maka
diperlukan adanya pembatasan masalah yaitu :
1. Banyak terdapat wanita yang bekerja sebagai pemulung.
2. Kondisi ekonomi keluarga yang masih rendah sehingga wanita
perlu membantu perekonomian keluarga.
3. Pekerjaan pemulung membuat wanita memiliki peran ganda pada
keluarga.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan Pembatasan Masalah di atas maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana profil kegiatan sehari-hari wanita pemulung ?
2. Bagaimana kontribusi wanita pemulung dalam membantu
perekonomian keluarga ?
3. Bagaimana dampak peran ganda wanita pemulung terhadap
kehidupan rumah tangga keluarga kampung pemulung Jurang
Mangu Timur ?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang ada maka tujuan penelitian adalah
untuk mengetahui:
1. Profil kegiatan sehari-hari wanita pemulung.
2. Kontribusi wanita pemulung dalam membantu perekonomian
keluarga
3. Dampak peran ganda wanita pemulung terhadap kehidupan rumah
tangga keluarga ampung pemulung Jurang Mangu Timur.
7
F. Manfaat Penelitiann
Selain mempunyai tujuan, hasil dari peneltian ini diharapkan dapat
mempunyai manfaat :
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi yang
bermanfaat mengenai kontribusi wanita pemulung dalam
membantu perekonomian keluarga dan dapat menambah khasanah
ilmu pengetahuan khusunya Sosiologi Keluarga.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi masyarakat, dapat memberikan pengetahuan dan wawasan
pemahaman dibidang ilmu sosial khusunya tentang kontribusi
wanita pemulung dalam membantu perekonomian keluarga
b. Bagi orang tua, adanya penelitian ini diharapkan memberikan
informasi perihal ibu rumah tangga yang bekerja diluar
membantu perekonomian keluarga agar tetap menjalankan
fungsi keluarga dengan sebaik-baiknya sebagai ibu rumah
tangga.
c. Bagi pemerintah, sebagai bahan masukan bagi pemerintah
dalam kaitannya dengan penyusunan kebijakan pendidikan dan
bantuan sumbangan, khusunya bagi keluarga pemulung yang
kondisi ekonominya sangat terbatas.
d. Bagi Peneliti, sebagai sarana untuk mengkaji dan menganalisis
masalah dengan teori yang sama untuk penelitian selanjutnya
mengenai pertukaran tingkah laku sosial yang berkembang di
masyarakat.
8
8
BAB II
KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR
A. Kajian Teori
1. Pemulung Sebagai Pekerjaan Sektor Informal
a. Pengertian Pemulung
Salah satu bentuk kegiatan sektor informal yang cukup menarik
saat ini yaitu pemulung. Keterbatasan lahan dan kemiskinan di daerah
pedesaan, serta tidak tersediannya lapangan pekerjaan yang sesuai
dengan pengetahuan dan keterampilan di daerah perkotaan menjadi
penyebab mereka bekerja sebagai pemulung. Bekerja sebagai pemulung
di daerah perkotaan juga muncul akibat adanya nilai ekonomi dari
sampah yang dihasilkan masyarakat. Pemulung beranggapan bahwa
sampah adalah ladang menghidupi keluarga mereka.
Pemulung adalah pemungut sampah (barang bekas, sisa) yang
bekerja mandiri tanpa anak buah serta menjualnya kepada penampung.
Modal mereka biasanya di dapat dari penampung tetapi banyak di antara
mereka yang bekerja tanpa modal. Biasanya pemulung tinggal dimana
saja, atau di tempat penampung, dan mereka memuat sampahnya ke
dalam keranjang yang digendong di dalam gerobak yang didorong
sendiri.1
Menurut Twikromo, pemulung adalah seserang yang
mendapatkan penghasilan dari mengumpulkan barang bekas. Aktivitas
pemulung kota yang cenderung menggunakan modal kecil, mereka
mengumpulkan barang-barang bekas (buangan dari tempat-tempat
sampah milik rumah tangga, toko, atau restauran. Selain itu biasanya
ada beberapa kelompok yang melakukan aktivitas memulungnya
ditempat kolektif seperti bak atau pembuangan akhir sampah warga
kota. Barang-barang yang dikumpulkan biasanya berupa plastik (botol
1 Chaidir Anwar, Pola Sebaran Pemulung dan Kegiatannya di Jakarta Timur, (Jakarta:
Universitas Tarumanegara, 1990), h.2
9
atau bekas kemasan makanan), alumunium, kaleng, tembaga, kardus,
pakaian, dan barang lainnya yang dinilai masih berharga.2
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
pemulung adalah seseorang yang memiliki pekerjaan sebagai pencari
barang yang sudah tidak layak pakai, maka orang yang bekerja sebagai
pemulung adalah orang yang bekerja sebagai pengais sampah dimana
antara pemulung dan sampah sebagai dua sisi mata uang ada sampah
pasti ada pemulung dan dimana ada pemulung disitu ada sampah.
Pekerjaan mereka mencari barang bekas membuat sebagian besar orang
menganggap remeh pemulung. Mereka mengorek tempat sampah untuk
mendapatkan barang bekas yang masih memiliki nilai jual. Namun
berkat kehadirannya pula lingkungan dapat terbebas dari barang bekas
yang bila dibiarkan bisa menjadi sampah. Pemulung tidak menyadari
bahwa mereka turut serta mengatasi persoalan sampah kota. Menurut
para pemulung pekerjaan yang dilakukan semata-mata adalah untuk
memperoleh pendapatan untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka.
b. Faktor yang Mendukung Menjadi Pemulung
Menurut Mudiyono faktor-faktor yang mendasari masyarakat
menjadi pemulung yaitu:
1) Faktor internal, yaitu kondisi kesehatan jasmani yang kuat,
didesakdengan kebutuhan hidup yang semakin kompleks, sulit
mencari pekerjaan lain, melakukan pekerjaan dengan senang,
jaringan kerjasama pemulung kuat.
2) Faktor eksternal, yaiitu jumlah pemulung yang selalu bertambah,
banyaknya penduduk akan selalu menghasilkan sampah yang
jumlahnya akan semakin banyak.3
2 Achmad Syakrani, Studi Strategi Hidup Pemulung Perempuan di Tempat Pembuangan
Akhir (TPA) Bukit Pinang Kota Samarinda, e-Journal Sosiatri-Sosiologi, 2016, Vol. 4 3 Shela Septi, Peran Pemulung Perempuan Sebagai Orang Tua Tunggal Dalam Sosial
Ekonomi Keluarga di Kelurahan Kwala Bekala, (Skripsi: Universitas Sumatera Utara, 2018) h.14
10
c. Ciri-Ciri Pemulung
Menurut Noor Effendi pemulung dicirikan sebagai berikut:
1) Kegiatan usaha tidak terorganisasi secara baik kakena timbulnya
unit usaha tidak mempergunakan fasilitas atau kelembagaan yang
tersedia di sektor formal.
2) Pada umumnya unit usaha tidak mempunyai izin usaha.
3) Pola kegiatan usaha tidak teratur baik dalam arti lokasi maupun jam
kerja
4) Pada umumnya kebijakan pemerintah untuk membantu golongan
ekonomi lemah belum sampai ke sektor ini.
5) Unit usaha sudah keluar dari satu sub sektor ke sub sektor lain.
6) Teknologi yang digunakan masih primitif.
7) Modal dan perputaran usaha relative kecil, sehingga skala
operasional juga relatif kecil.
8) Pendidikan yang diperlukan untuk menjalankan usaha tidak
memerlukan pendidikan formal karena pendidikan yang diperlukan
diperoleh dari pengalaman sambil bekerja.
9) Pada umumnya unit kerja termasuk golongan One Man Enterprice
dan kalau mengerjakan buruh berasal dari keluarga.
10) Sumber dana modal pada umumnya berasal dari tabungan sendiri
atau dari lembaga keuangan yang tidak resmi.4
d. Jenis-Jenis Pemulung
Ada dua jenis pemulung dalam menjalani pekerjannya. Pertama,
pemulung tidak menetap, artinya pemulung yang memungut sampah
keliling dari gang-gang kampung, TPS (Tempat Pembuangan
Sementara), taman kota, pinggir jalan, pinggir sungai, dst. Kedua,
pemulung yang mencari sampah menetap, contoh di TPA (Tempat
Pembuangan Akhir). Mereka yang mengais sampah menetap dan
4 Ibid, h.14
11
bermukim di gubuk-gubuk kardos, triplek, seng bekas atau terpal
bodol.5
Pemulung yang menetap di kisaran TPA (Tempat Pembuangan
Akhir) dibagi menjadi dua. Pertama, pemulung yang menggantungkan
hidupnya seratus persen pada sampah. Kesua, ada pemulung yang
melakukan kegiatan ini setelah tanam atau memanen padi atau palawija
di kampungnya. Jadi tipe pemulung tersebut memiliki pekerjaan di
sektor pertanian dan sampah.6
e. Kehidupan Masyarakat Pemulung
Kenyataan hidup pemulung jalanan merupakan salah satu bagian
dari proses dinamis dalam memproduksi budaya jalanan. Proses belajar
berdasarkan peristiwa-peristiwa di jalanan akan menentukan identitas
intimidasi dari penguasa, razia, stereotype dan diskriminasi dari
masyarakat kota, peraturan-peraturan pemerintah, penyatuan atau
penyeragaman budaya dari pengetahuan modern, dan penggunaan
bentuk-bentuk strategi dalam mengkonstruksi hubungan-hubungan
baru, menciptakan suatu proses dinamis dalam merubah cara-cara untuk
mendefinisikan diri mereka dan gaya hidup mereka.7
Kehidupan jalanan merupakan kehidupan yang sulit. Jalanan
penuh dengan berbagai macam tantangan yang tidak dapat diatasi
dengan mudah. Orang jalanan menghadapi banyak tekanan dari orang
jalanan lain, masyarakat pada umumnya, dan petugas ketertiban. Selain
itu situasi ekonomi, sosial, dan budaya lingkungan kota juga semakin
lama semakin menyingkirkan keberadaan mereka. Mereka harus
5 Tri Bangun, Pemulung Sang Pelopor 3R Sampah, (Jakarta: KLUPN & PIDUS-Zero
Waste Indonesia, 2008), h.4 6 Ibid, h.4 7 Twikromo Argo, Pemulung Jalanan: Kontruksi Marginalitas dan Perjuangan Hidup
dalam Bayang-Bayang Budaya Dominan, (Yogyakarta: Media Pressindo, 1999), h.35
12
berjuang untuk mengatasi situasi ini, sehingga apabila ada kesempatan,
beberapa di antara mereka cenderung menekan orang jalanan.8
Pemulung mempunyai jam kerja sangat panjang dan
melelahkan. Ada yang bekerja 12-18 jam sehari. Pemulung tidak
mengenal waktu, umurnya dihabiskan di TPA. Sulit menandangi jam
kerja pemulung. Selama tenaga sehat dan kuat terus mengais sampah,
guna meraih hasil sebanyak mungkin. Pemulung mempertaruhkan
nasibnya pada sampah.9 Dalam beratnya tekanan situasi kota, pemulung
berjuang untuk bertahan hidup dalam ruang terbatas yang disediakan
dalam masyarakat kota. Mereka merupakan kaum marginal yang
berjuang secara terus menerus tidak hanya dalam menghadapi tekanan-
tekanan ekonomi, tetapi juga tekanan-tekanan sosial dan budaya.
Dimana ada pembuangan sampah di situ ada pemulung, atau
sebaliknya, di mana ada pemulung di situ ditemui sampah. Pemulung
memiliki pekerjaan sebagai pengais sampah. Antara sampah dan
pemulung bagaikan dua sisi mata uang. Pemulung tidak peduli
meskipun hidup di bawah kolong jembatan atau kolong langit yang
penting berdekatan dengan tempat pembuangan sampah.10 Mereka
harus berjuang melawan rasa lapar, dinginnya malam, sampah yang
kotor dan berbau tidak sedap, sakit tanpa pengobatan yang wajar, tidur
tanpa rumah, hidup tanpa standar pasti harga barang-barang hasil
kegiaatan sebagai pemulung, dan hidup tanpa perlindungan hukum yang
sepantasnya.
Pemulung jalanan hidup di bawah bayang-bayang ilusi kota dan
kehidupan fantasis penampilan kota. Mereka hidup bersama dengan
orang jalanan lain yang dikategorikan sebagai gelandangan.11 Pemulung
tidak diberikan upah kerja seperti sistem harian atau bulanan. Upah kerja
8 Ibid,h.82 9 Tri Bangun, Op.cit, h.33 10 Tri Bangun, Ibid, h.4 11 Twikromo Argo, Op.cit, h.80
13
para pemulung didasarkan atas jumlah dalam bentuk berat barang bekas
yang mereka dikumpulkan. Kemudian faktor lain pemulung adalah
modal yang dimiliki sangat terbatas, sehingga sarana yang digunakan
oleh para pemulung sangat sederhana yaitu karung plastik dan ganco
untuk menyungkit sampah atau barang bekas.
Sebagian besar pemulung jalanan mengumpulkan barang-
barang bekas (buangan dari tempat-tempat sampah milik rumah tangga,
toko, dan restaurant). Mereka juga mendapatkan barang-barang bekas
tersebut dari tempat-tempat sampah kolektif atau bak, seperti bak
sampah permanen milik warga kampung, bak sampah mobil (dump
truck) yang disediakan oleh pemerintah, dan tempat pembuangan akhir
sampah warga kota. Barang-barang yang mereka kumpulkan terdiri atas
barang-barang bekas yang terbuat dari plastik (mainan), seperti mainan
anak-anak, ember plastik, cangkir dan gelas plastik, dan sebagainnya,
barang-barang bekas yang terbuat dari aluminum (nium), seperti periuk,
teko, dan sebagainya, barang-barang bekas yang terbuat dari tembaga
(misalnya: kabel), barang-barang bekas yang terbuat dari besi, botol,
kardus, kertas, pakaian bekas, dan sepatu bekas.12
Siasat untuk bertahan hidup di lingkungan perkotaan yang
dilakukan oleh kaum pemulung bukan merupakan siasat tanpa dasar.
Berbagai macam dan peristiwa dan pengalaman sepanjang hidup
mereka, terutama yang berkaitan dengan kehidupan jalanan telah
memberikan arah pada pilihan siasat yang pada umumnya dilakukan
oleh pemulung. Bagaimana mereka mengkoordinasi dan mengatur
aktivitas sehari-harinya agar tetap menjaga kelangsungan hidupnya di
daerah perkotaan.
Keberadaan pemulung yang boleh dikatakan hidup di jalan yang
tidak mengenal panas dinginnya matahari, dan hujan untuk berusaha
mencari dan mengumpulkan barang bekas di jalan sambil mengngayuh
12 Twikromo Argo, Ibid, h.83
14
sepedanya, gerobaknya berkeliling pada pemukiman atau mencari
tempat-tempat dimana pembuang sampah ini berada. Pekerjaan
memulung itu, bukan suatu cita-cita yang sesungguhnya, namun dibalik
kenyatan tidak bisa pungkiri karena tidak ada pilihan lain, kecuali harus
menerimanya dengan menelan pahit suatu kenyataan dalam kehidupan
yang begitu sangat susah, karena mereka diakibatkan keterbatasan
pendidikan, keterampilan, dan modal, sehigga membuat mereka tidak
memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri dan karir dibidang
profesi lain yang lebih baik. Belum lagi sebagian masyarakat
beranggapan negative atas kehadiran mereka ditengah-tengah
masyarakat.
f. Wanita Pemulung
Sektor informal merupakan pilihan dari semua kalangan
masyarakat, karena semua orang bisa masuk, tanpa harus ada
pendidikan formal, tanpa harus ada pendidikan formal, tanpa ada
keahlian, dan tanpa prosedur yang menyulitkan. Motivasi perempuan
bekerja pada saat ini semakin kompleks, namun yang lebih utama adalah
untuk mengatasi persoalan ekonomi keluarganya. Sektor informal
memiliki persentase pekerja informal wanita lebih besar dibanding
dengan sektor yang lain. Penyebabnya adalah pada sektor informal
memiliki waktu yang fleksibel dan tidak mempunyai banyak syarat
untuk memasukinya. Hal ini didukung oleh pernyataan Susilo dalam
sektor jasa lebih fleksibel bagi wanita, artinya selain untuk menambah
pendapatan keluarga, fungsi sebagai ibu rumah tangga menambah
pendapatan keluarga, fungsi sebagai ibu rumah tangga juga masih dapat
dilakukan. Dengan adanya fleksibilitas pada sektor informal tersebut
memungkinkan tetangga kerja wanita lebih sesuai bekerja didalamnya.13
Pemulung perempuan adalah seseorang yang berjenis kelamin
perempuan yang bekerja berkeliling berjalan kaki untuk mencari
13 Ibid,h. 25
15
penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan mengumpulkan
sampah atau barang bekas yang dapat dipergunakan dan diolah kembali
atau yang dapat dijual untuk dapat mempertahankan hidupnya.
Pilihan wanita bekerja sebagai pemulung merupakan
alternatif paling memungkinkan bagi perlawanan desakan ekonomi
yang harus dipenuhi baik dirinya maupun untuk keluarganya karena
kegiatan sebagai pemulung tidak memerlukan modal, latar pendidikan,
dan keahlian khusus. Menjadi pemulung, bukanlah merupakan
pekerjaan yang mudah bagi perempuan, sebab perempuan juga memiliki
peran dan posisi yang sangat penting dalam keluarga yakni sebagai ibu
bagi anak-anaknya dan istri bagi suaminya.
Kebanyakan pemulung perempuan yang diteliti mereka tamat
sekolah dasar dan sekolah menengah pertama. Alasan lainnya menjadi
pemulung adalah karena tidak terikat waktu dan umur. Mereka bisa
bekerja kapan saja tanpa harus meninggalkan pekerjaan di rumah
sebagai ibu rumah tangga.14
Pendapatan yang dihasilkan dari kerja keras mereka lakukan
untuk mencapai keluarga yang makmur sejahtera sehingga mereka dapat
memenuhi kebutuhan rumah tangga dan kebutuhan anak dengan baik.
Setiap keluarga mempunyai berbagai macam kebutuhan hidup sehari-
hari yang harus dipenuhi dengan biaya yang berasal dari pendapatan
keluarga.
2. Keluarga
a. Pengertian Keluarga
Keluarga adalah kelompok primer yang terpenting dalam
masyarakat. Menurut Iver dan Page keluarga dirumuskan sebagai
14 Shela Septi, Peran Pemulung Perempuan Sebagai Orang Tua Tunggal Dalam Sosial
Ekonomi Keluarga di Kelurahan Kwala Bekala, (Skripsi: Universitas Sumatera Utara, 2018), h.6
16
kelompok sosial yang terkecil yang umumnya terdiri ayah, ibu, dan
anak. Keluarga merupakan unit terkecil yang terdiri ayah, ibu, dan anak.
Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang
merupakan organisasi terbatas, dan mempunyai ukuran yang minimum,
terutama pihak-pihak yang pada awalnya mengadakan suatu ikatan.
Disimpulkan bahwa keluarga tetap merupakan bagian dari masyarakat
total yang lahir dan berada didalamnya, yang secara berangsur-angsur
akan melepaskan ciri-ciri tersebut karena tumbuhnya mereka kearah
pendewasaan.15
Fitzpatrick, definisi tentang keluarga setidaknya dapat ditinjau
berdasarkan tiga sudut pandang, yaitu definisi struktural, definisi
fungsional, dan definisi intersaksional.
1) Definisi struktural. Keluarga didefinisikan berdasarkan kehadiran
kerabat lainnya. Definisi ini memfokuskan pada siapa yang menjadi
bagian dari keluarga. Dari perspektif ini dapat muncul pengertian
tentang keluarga sebagai asal usul (families of origin), keluarga
sebagai wahana melahirkan keturunan (families of pro-creation),
dan keluarga batih (extended family).
2) Definisi fungsional. Keluarga didefinisikan dengan penekanan pada
terpenuhinya tugas-tugas dan fungsi-fungsi psikososial. Fungsi-
fungsi tersebut mencakup perawatan, sosialisasi pada anak,
dukungan emosi dan materi, dan pemenuhan peran-peran tertentu.
Definisi ini memfokuskan pada tugas-tugas yang dilakukan oleh
keluarga.
3) Definisi transaksional. Keluarga didefinisikan sebagai kelompok
yang mengembangkan keintiman melalui perilaku-perilaku yang
15 Ibid, h. 20.
17
memunculkan rasa identitas sebagai keluarga (family identity),
berupa ikatan emosi, pengalaman historis, maupun cita-cita masa
depan. Definisi ini memfokuskan pada bagaimana keluarga
melaksanakan fungsinya.16
Menurut Reiss keluarga adalah suatu kelompok kecil yang
terstruktur dalam pertalian keluarga dan memiliki fungsi utama berupa
sosialisasi pemeliharaan terhadap generasi baru.17
Pandangan berbeda diajukan oleh Weigert dan Thomas yang
menganggap definisi Reiss kurang bersifat nominal, karena
menekankan pada berlakunya fungsi tertentu. Pandangan Weigert dan
Thomas didasarkan pada pentingnya suatu budaya ditransmisikan pada
generasi berikutnya dalam rangka menumbuhkan anak-anak menjadi
manusia yang dapat menjalankan fungsinya.18
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
Keluarga adalah rumah tangga yang memiliki hubungan darah atau
dalam ikatan perkawinan dan menjalankan reproduksi. Keluarga
merupakan media sosialisasi pertama yang dialami oleh setiap individu,
karena di dalam keluarga individu belajar nilai-nilai yang dianut oleh
masyarakat.
Hanya melalui keluargalah masyarakat itu dapat memperoleh
dukungan yang diperlukan dari pribadi-pribadi. Sebaliknya, keluarga
hanya dapat terus bertahan jika didukung oleh masyarakat yang lebih
luas. Jika masyarakat itu sebagai suatu sistem kelompok sosial yang
lebih besar mendukung keluarga, sebagai sub system sosial yang lebih
kecil, atau sebagi syarat agar keluarga itu dapat bertahan maka kedua
macam sistem ini haruslah saling berhubungan dalam banyak hal
penting.19
16 Sri Lestari, Psikologi Keluarga, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), h.5 17 Ibid, h. 4 18 Ibid, h.4 19 William J. Goode, Sosiologi Keluarga, (Jakarta: PT. Bina Aksara, 1985), h.4
18
b. Peran Keluarga
Dalam keluarga sendiri sudah memiliki peranan yang harus di
jalankan oleh kedua orang tua itu sendiri. Peran-Peranan itu adalah
sebagai berikut:
1) Keluarga berperanan sebagai pelindung bagi pribadi-pribadi yang
menjadi anggota, dimana ketentraman dan ketertiban diperoleh
dalam wadah tersebut.
2) Keluarga merupakan unit sosial ekonomis yang secara materil
memenuhi kebutuhan anggotanya.
3) Keluarga menumbuhkan dasar-dasar bagi kaidah-kaidah pergaulan
hidup.
4) Keluarga merupakan wadah dimana manusia mengalami proses
sosialisasi awal, yakni suatu proses dimana manusia mempelajari
dan mematuhi kaidah-kaidah yang berlaku dalam masyarakat.20
Wanita dalam keluarga memliki peran dan kebutuhan
gender. Menurut Astuti, dalam peran dan kebutuhan gender peran
wanita terdiri atas:
1) Peran Produktif
Peran produktif pada dasarnya hamper sama dengan peran
transisi, yaitu peran dari seorang wanita yang memiliki peran
tambahan sebagai pencari nafkah tambahan bagi keluarganya.
Peran produktif adalah peran yang dihargai dengaan uang atau
barang yang menghasilkan uang atau jasa yang berkaitan dengan
kegiatan ekonomi. Peran ini diidentikan sebagai peran wanita di
lagi banyak mah dapet Rp.200.000 hahaha pernah nyampe Rp.
250.000 kalo ada orang hajatan atau pindahan toko, itu juga udah
termasuk hasil pulung saya, jadi udah digabungin sama hasil
pulung bapaknya.”3
Menurut Ibu Mini, dalam periode 2 minggu sekali dia bisa
mendapatkan penghasilan sebesar Rp. 200.000 sampai Rp. 250.000,
bahkan Ibu mini tidak hanya mencari barang pulungan di sekitar
komplek atau jalanan saja, tetapi juga di tempat orang hajatan ataupun
di toko-toko. Dalam kaitannya dengan sistem kerja pemulung hal yang
sama juga dikatakan oleh Ibu Sumini sebagai berikut ini:
“Ya ngiterin jalanan neng pake gerobak sama anak-anak, nanti
anak-anak saya taro deh gerobak hahaha, biasanya keseringan di
depan-depan toko atau belakang mall kan banyak barang-barang
rusak gitu kalo ditukerin ke agen harganya lumayan juga bisa
lebih tinggi dari barang-barang biasa. Terus disana juga banyak
kardus-kardus bekas, barang-barang pulungan disana banyak
deh.”4
Menurut Ibu Sumini, dia mencari barang pulungan
menggunakan gerobak bersama dengan anak-anaknya, dimana dia lebih
sering mencari barang pulungan di depan toko-toko dan juga sering
mencari di belakang mall, karena menurutnya disana banyak terdapat
barang-barang bekas atau barang-barang yang rusak yang harganya jauh
lebih tinggi jika ditukarkan kepada agen.
3 Lampiran 3, Hasil Wawancara Ibu Mini, Wanita Pemulung 4 Lampiran 4, Hasil Wawancara Ibu Sumini, Wanita Pemulung
59
Berdasarkan kesimpulan observasi dan wawancara di atas
bahwa sistem kerja pemulung adalah cara pemulung mendapatkan uang
dari hasil mereka menjual barang-barang hasil pulungan. Langkah
pertama adalah mencari barang bekas seperti botol bekas air mineral,
gelas bekas, kardus, kabel-kabel bekas, atau bahkan barang-barang
rusak yang masih bisa di pakai. Biasanya pemulung mencari barang
bekas di tempatsampah sekitar komplek atau di kampung-kampung,
bahkan beberapa pemulung ada yang mencari barang pulungan di
depan-depan toko sampai belakang mall. Setelah itu dibersihkan untuk
nantinya ditimbang setiap periode 2 minggu sekali kepada Agen.
Setelah ditimbang barulah pemulung tersebut mendapat penghasilan
sesuai dengan banyaknya barang hasil pulungan yang didapat. Biasanya
dalam waktu 2 mingu itu pemulung bisa mendapatkan Rp 200.000 – Rp
250.000 bahkan lebih.
b. Faktor-Faktor Wanita menjadi Pemulung
Pilihan wanita ikut bekerja sebagai pemulung merupakan suatu
faktor yang memungkinkan melawan desakan ekonomi yang harus
dipenuhi baik dirinya maupun untuk keluarganya. Pendapatan yang
dihasilkan dari kerja keras mereka dilakukan semata untuk mencapai
keluarga yang makmur sejahtera sehingga mereka dapat memenuhi
kebutuhan sehari-hari, bahkan harapan terbesar mereka adalah dapat
menyekolahkan anak-anak. Dalam kaitannya dengan faktor-faktor
wanita menjadi pemulung, Ibu Winarsih mengatakan sebagai berikut
ini:
“Ya gimana ya mba, emang udah diharuskan mungkin. Keadaan
mba, karena kalo saya gak ikut menjadi pemulung pasti hasil
yang didapat dalam per 2 minggunya gak akan sebanyak itu.
Saya ikut memulung ajah kadang masih kurang mba buat
kebutuhan sehari-hari, bagaimana saya gak ikut mulung mba.”5
5 Lampiran 2, Hasil Wawancara Ibu Winarsih, Wanita Pemulung
60
Menurut Ibu Winarsih, Pendapatan yang dihasilkan setiap
periode 2 minggu sekali itu terkadang tidak mencukupi kebutuhan
sehari-hari keluarganya, itulah alasan Ibu Winarsih ikut bekerja menjadi
pemulung agar kebutuhan sehari-hari keluarganya dapat tercukupi.
Dalam hal ini suami Ibu Winarsih yang bernama Bapak Mumtaz
mengatakan hal sebagai berikut ini:
“Ya faktor ekonomi mba, soalnya kalo ibunya ga ikut kerja
mungkin kaya rizki belum tentu sekolah mba.”6
Menurut Bapak Mumtaz selaku suami dari Ibu Winarsih, alasan
Ibu Winarsih ikut bekerja sebagai pemulung karena faktor ekonomi
yang kurang mencukupi.
Sama halnya dengan Ibu Sumini, Ibu Sumini ikut bekerja
sebagai pemulung karena faktor kondisi ekonomi. Ibu Sumini
mengatakan hal sebagai berikut:
“hmmmmm… ya gimana ya neng. emang keadaan ekonominya
begini. Apalagi apa-apa sekarang pada mahal,ga ada yang murah
neng, ini ajah hasilnya juga cuman numpang lewat doang,
kadang mah masih gak cukup.”7
Menurut Ibu Sumini, faktor ekonomi yang membuat alasan Ibu
Sumini harus ikut bekerja sebagai pemulung, dan karena barang-barang
kebutuhan semakin hari semakin mahal harganya, sehingga terkadang
penghasilan yang mereka dapat masih belum mencukupi kebutuhan
sehari-hari. Dalam hal ini suami Ibu Sumini yang bernama Bapak
Tarsidi mengatakan hal sebagai berikut:
“Biar kebutuhan tercukupi sih, makanya ibunya maksa buat ikut
kerja juga.”8
Menurut Bapak Tarsidi, alasan istrinya yang bernama Ibu
Sumini ini ikut bekerja sebagai pemulung karena untuk mencukupi
6 Lampiran 4 Hasil Wawancara Bapak Mumtaz, Suami Ibu Winarsih 7 Lampiran 3, Hasil Wawancara Ibu Sumini, Wanita Pemulung 8 Lampiran 5, Hasil Wawancara Bapak Tarsidi, Suami Ibu Sumini
61
kebutuhan sehari-hari, dan Ibu Sumini ini kerap memaksa untuk ikut
membantu memulung setiap harinya.
Hal berbeda dikatakan oleh Ibu Mini, Ibu Mini ikut bekerja
sebagai pemulung karena faktor pendidikan dirinya yang terbelakang
sehingga hanya bekerja sebagai pemulung yang bisa dia lakukan. Ibu
Mini mengatakan hal sebagai berikut ini:
“Ya buat bantuin ajah sih kak, nambah-nambah pendapatan ajah.
Kalo gak gitu ntar anak saya ga sekolah hahaha, buat makan juga
pasti ga cukup kalo cuman bapaknya yang mulung. Lagian
bingung juga saya kan cuman lulusan sd mau kerja apa, jadi
kerja ini ajah deh”9
Sedangkan menurut Ibu Mini, alasan ikut bekerja sebagai
pemulung untuk menambah pendapatan suaminya dan agar dapat
menyekolahkan anak-anaknya. Karena jika suaminya saja yang bekerja
sebagai pemulung, mereka tidak akan mampu untuk menyekolahkan
anak-anak. Selain faktor pendidikan yang rendah sebatas lulusan
sekolah dasar juga yang membuat dirinya hanya bisa bekerja sebagai
pemulung. Dalam hal ini suami Ibu Mini yang bernama Bapak Santo
mengatakan hal sebagai berikut:
“Dia ikut jadi mulung itu pas dari awal nikah sama saya,
alesannya di rumah sepi pas belum punya anak. tapi pas udah
punya anak pun dia masih ikut mulung katanya biar bantuin
ekonomi keluarga.”10
Menurut Bapak Santo, Ibu Mini ini bekerja sebagai pemulung
dari awal dia menikah dengan Bapak Santo, alasannya karena Ibu mini
merasa sepi di rumah sendiri pada saat belum mempunyai anak, selain
itu agar dapat membantu perekonomian keluarga. Hal itulah yang
membuat Ibu Mini ikut bekerja sebagai pemulung.
Berdasarkan wawancara di atas dari beberapa informan baik dari
wanita maupun dari suaminya dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor
9 Lampiran 2, Hasil Wawancara Ibu Mini, Wanita Pemulung 10 Lampiran 7, Hasil Wawancara Bapak Santo, Suami Ibu Mini
62
wanita menjadi pemulung merupakan alternatif paling utama bagi
perlawanan dalam menghadapi desakan perekonomian keluarga.
Kebanyakan dari mereka para wanita yang ikut bekerja menjadi
pemulung tak lain karena ingin membantu perekonomian agar dapat
mencukupi kebutuhan sehari-hari. Penghasilan yang suami mereka
dapatkan terkadang tidak dapat mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari.
Selain itu faktor pendidikan mereka yang rendah membuat mereka
terpaksa ikut bekerja sebagai wanita pemulung untuk mencukupi
kebutuhan sehari-hari, mereka para orang tua juga ingin bisa
menyekolahkan anak-anaknya di sekolah formal pada umumnya, maka
dari itu para wanita ini juga ikut turun bekerja menjadi pemulung
walaupun pekerjaan ini bukanlah pekerjaan yang mudah untuk
dilakukan seorang wanita, tapi bagi mereka pekerjaan ini harus mereka
lakukan agar mereka dapat menyekolahkan anak-anak mereka yang
dimana harapan mereka nanti anak-anaknya bisa menjadi orang sukses
agar dapat merubah kehidupan mereka menjadi yang lebih baik.
c. Pertimbangan-Pertimbangan menjadi Wanita Pemulung
Pilihan wanita bekerja sebagai pemulung dalam membantu
memenuhi kebutuhan perekonomian keluarga tentu akan ada banyak
pertimbangan-pertimbangan dalam keluarga, baik dari suami, anak,
maupun dari diri wanita tersebut. Karena wanita pemulung juga
memiliki peran dan posisi yang sangat penting dalam keluarga yakni
sebagai ibu bagi anak-anaknya dan istri bagi suaminya, dimana wanita
pemulung mempunyai tanggung jawab untuk mengurus dan mendidik
suami maupun anaknya, serta bertanggung jawab dalam hal
mengerjakan pekerjaan rumah. Dalam kaitannya dengan pertimbangan-
pertimbangan wanita menjadi pemulung Ibu Winarsih mengatakan hal
sebagai berikut ini:
“Ya pertimbangan banyak mba, apalagi anak saya tuh masih
manja banget. Dia mah pengennya saya ada di rumah nemenin
dia gak usah ikut bapaknya kerja, kalo belajar maunya
63
ditemenin, kalo sekolah maunya dianterin terus dijemput. Ya
kadang saya kasian sih sama Rizki,tapi mau gimana, ini kan buat
dia juga mba. Makanya saya selalu ngasih pengertian ke dia,
kalau ibu bekerja untuk buat dia sekolah juga, biar dia paham
dan mandiri.”11
Menurut Ibu Winarsih, pertimbangan-pertimbangan dalam
memilih ikut menjadi pemulung ada pada anaknya. Karena sang anak
selalu diingin ditemani oleh ibunya, seperti ditemani belajar, bahkan
diantar dan dijemput pada saat sekolah. Dalam hal ini anak Ibu Winarsih
yang bernama Rizki mengatakan sebagai berikut:
“Biar bisa jagain aku, biar aku ga ikut mulung juga kalo pulang
sekolah. biar dirumah ga sendirian. kasian juga nanti ibu
capek”12
Menurut Rizki, pertimbangan-pertimbangan ketika ibunya
menjadi pemulung adalah dia takut sang ibu menjadi tidak peduli
terhadapnya. Dalam hal ini suami dari Ibu Winarsih yang bernama
Bapak Mumtaz mengatakan sebagai berikut:
“Ya awalnya mah engga ngizinin, gimanapun tugas nyari
nafkah itu suami ya, apalagi jadi pemulung itu resikonya
lumayan besar karna kerjanya dijalanan, kalo buat perempuan
ya ga cocok kerja yang kaya begini. ga tega mah pasti, tapi
dianya maksa katanya buat nambah pemasukan untuk
kebutuhan, jadi yaudah deh mba hahahaha.”13
Menurut Bapak Mumtaz, sia awalnya tidak mengizinkan Ibu
Winarsih ikut bekerja sebagai pemulung, karena menurut dia pekerjaan
mencari nafkah adalah tugas suami, dan pekerjaan seperti pemulung ini
tidak cocok untuk wanita.
Ibu Mini dalam hal ini juga mengatakan hal yang sama seperti
Ibu Winarsih bahwa pertimbangan terbesar ada pada anaknya. Ibu
Sumini mengatakan sebagai berikut:
11 Lampiran 2, Hasil Wawancara Ibu Winarsih, Wanita Pemulung 12 Lampiran 8, Hasil Wawancara Rizki, Anak Ibu Winarsih 13 Lampiran 5, Hasil Wawancara Bapak Mumtaz, Suami Ibu Winarsih
64
“Ada sih pertimbangan mah, kaya takut anak gak keurus ajah sih
mungkin soalnya kan masih pada kecil-kecil, saya suka ga tega
ninggalin walaupun mereka sama bapaknya sih, hahaha..”14
Menurut Ibu Mini, pertimbangan menjadi pemulung itu ada pada
anak. Ibu Mini juga khawatir menjadi tidak perhatian terhadap anaknya,
apalagi mengingat anak-anaknya masih kecil. Dalam hal ini anak Ibu
Mini yang bernama Arjuna mengatakan sebagai berikut:
“Ga usah, dirumah ajah sama aku dan kak Dewa. kan nanti ibu
bisa nganterin dan jemput aku.”15
Menurut Arjuna, ibunya tidak usah ikut bekerja sebagai
pemulung, supaya Arjuna dan kakaknya lebih diperhatikan oleh ibunya.
Dalam hal ini suami Ibu Mini yang bernama Bapak Santo mengatakan
sebagai berikut:
“ya adalah pasti, takut anak-anak ga keurus, Arjuna masih kecil
butuh banget didampingin ibunya mulu, kalo sekolah ajah rewel
dia maunya dianter ibunya.”16
Menurut Bapak Santo, pertimbangan terbesar dari mengizinkan
istrinya bekerja sebagai pemulung juga terdapat pada anak-anak, dia
khawatir ketika Ibu Mini bekerja sebagai pemulung, membuat anak-
anak menjadi tidak diperhatikan.
Dalam kaitannya dengan pertimbangan-pertimbangan wanita
menjadi pemulung, hal berbeda terdapat pada Ibu Sumini, dia kerap
mempertimbangkan anak-anaknya yang setiap hari selalu ikut
memulung dengannya di jalanan. Ibu Sumini mengatakan hal sebagai
berikut:
“Ada si, apalagi anak-anak masih kecil kan,kasian umur segini
udah diajak ngiterin jalanan, harusnya mah kan dia ditimang-
timang gitu ya, bobo diem dikamar dikasih susu, tapi ini mah di
ajak ngiter jalanan sama komplek panas-panasan, malah kadang
keujanan.”17
14 Lampiran 4, Hasil Wawancara Ibu Mini, Wanita Pemulung 15 Lampiran 10, Hasil Wawancara Arjuna, Anak Ibu Mini 16 Lampiran 7, Hasil Wawancara Bapak Santo, Suami Ibu Mini 17 Lampiran 3, Hasil Wawancara Ibu Sumini, Wanita Pemulung
65
Menurut Ibu Sumini, bahwa pertimbangan dia menjadi wanita
pemulung itu pada anak-anaknya yang setiap hari harus ikut membantu
juga menjadi pemulung di jalanan. Anak-anak Ibu Sumini ikut menjadi
pemulung dikarenakan anak-anak Ibu Sumini tidak bersekolah,
sehingga Ibu Sumini merasa khawatir jika anak-anaknya berada
dirumah tanpa kedua orang tuanya. Dalam hal ini anak Ibu Sumini yang
bernama Dwi mengatakan sebagai berikut:
“Gapapa. malahan seneng aku juga ikut biar bantuin bapak. biar
aku bisa sekolah kaya temen-temen”18
Menurut Dwi, dirinya setuju ketika ibunya memilih ikut bekerja
sebgaai pemulung. Krena ibunya bekerja itu akan sangat membantu
bapaknya dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-sehari, sekaligus
nantinya dapat membantu untuk menyekolahkan Dwi. Dalam hal ini
suami Ibu Sumini yang bernama Bapak Tarsidi mengatakan sebagai
berikut:
“Yak kan emang dari awalnya ga setuju itu karna banyak
pertimbangan, pas dia mulai mulung itu juga abis melahirkan dia
nih si dwi. saya kan kasian ya, fisik perempuan apalagi lebih
lemah dibanding laki-laki kan, terus ini pekerjaannya juga berat.
dan yang lebih ngenesnya karena ibunya ikut mulung anak saya
yang bayi harus diajak karena ga ada yang jaga.”19
Menurut Bapak Tarsidi, pertimbangan dalam mengizinkan Ibu
Sumini bekerja sebagai pemulung adalah pada kesehatan fisik istri
mereka. Menurut dia, pekerjaan menjadi pemulung bukanlah pekerjaan
yang mudah untuk dilakukan seorang wanita.
Berdasarkan wawancara di atas dengan beberapa informan,
maka dapat disimpulkan bahwa pertimbangan-pertimbangan wanita
ketika memilih menjadi pemulung adalah yang pertama pertimbangan
anak. Dari informan wanita pemulung maupun suaminya ada yang
18 Lampiran 9, Hasil Wawancara Dwi, Anak Ibu Sumini 19 Lampiran 6, Hasil Wawancara Bapak Tarsidi, Suami Ibu Sumini
66
mengkhawatirkan anaknya, karena anak-anak mereka masih kecil,
mereka takut anak-anak mereka jadi kurang diperhatikan. Terlebih
anak-anak mereka juga yang masih sangat ingin di manja oleh ibunya,
seperti ditemani belajar, bermain, bahkan anak-anak mereka terkadang
ingin bisa diantar dan dijemput ketika anak-anak mereka berangkat dan
pulang sekolah. Selain mempertimbangkan anak, Dari Informan suami
dan anak wanita pemulung juga mengkhawatirkan kesehatan fisik
ibunya ketika bekerja sebagai pemulung.
2. Kontribusi Wanita Pemulung dalam Membantu Perekonomian
Keluarga.
a. Kondisi Perekonomian Keluarga Wanita Pemulung
Tingkat kondisi perekonomian yang rendah membuat keluarga
wanita pemulung tidak memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari,
seperti sandang pangan dan papan. Berdasarkan hasil wawancara
keluarga pemulung mengalami kesulitan dalam perekonomian keluarga,
kondisi perekonomian yang cukup sulit inilah yang menjadi wanita
pemulung ikut berkontribusi dalam membantu perekonomian keluarga.
Dalam kaitannya dengan kondisi perekonomian keluarga wanita
pemulung, Ibu Winarsih mengatakan sebagai berikut ini:
“Ya gimana ya, ya begini keadaanya. Tapi emang kurang banget
mba , ya bisa liat sendiri dari tempat tinggal kampung pemulung
disini. Makanya saya kerja buat bantu kebutuhan agar lebih
tercukupi. Tadinya malah keadaan saya jauh lebih buruk mba,
ini televisi, tempat tidur, lemari mah belum terlalu lama, dulu
sama sekali saya gak punya perabotan rumah pas awal jadi
pemulung. Tapi alhamdulilah sekarang punya, itu juga karena
nabung-nabung hasil dari tambahan saya kerja.”20
Menurut Ibu Winarsih keadaan kondisi ekonomi keluarganya
masih sangat kurang. Menurutnya, sebelum dia bekerja keadaan
ekonominya jauh lebih buruk dibandingkan sekarang setelah dia
20 Lampiran 2, Hasil Wawancara Ibu Winarsih, Wanita Pemulung
67
bekerja, an setelah bekerja keadaan kondisi ekonominya lumayan cukup
baik, bahkan Ibu Winarsih bisa menabung untuk membeli peralatan dan
perlengkapan rumah tangga untuk rumahya. Hal yang sama juga
dikatakan oleh Ibu Sumini dan Ibu mini, mereka mengatakan sebagai
berikut ini:
“Hmmm ya sangat kuranglah, liat ajah tuh gubuk saya hahaha
buat bisa makan dan minum ajah mah udah syukur neng,gak ada
tuh pengen jalan-jalan kemana atau apalah. yang penting anak
bisa makan udah syukur.”21
“Keadaan ekonomi mah ya kalo dibilang kurang pasti kurang,
rumahnya ajah begini bedeng, terus pekerjaan utama cuman
mulung, mulung berapa sih kak hahahha, kalo lagi banyak mah
kan Rp.250.000 suka gak cukup kadang, apalagi kan sekarang
apaan ajah mah mahal kan yak, makanya saya ikut turun tangan
bantuin bapaknya ikut mulung sama nyuci dan gosok.”22
Ibu Sumini dan Ibu Mini mengatakan hal yang sama,
menurutnya keadaan ekonomi mereka memang masih sangat kurang,
bahkan penghasilan dari mereka memulung pun terkadang tidak
mencukupi kebutuhan sehari-hari. Bahkan ada diantara mereka yang
menjadi asisten rumah tangga seperti menyuci dan menggosok di
komplek. Pekerjaan apapun akan mereka lakukan, bagi mereka yang
terpenting adalah mereka masih bisa untuk makan setiap hari.
Berdasarkan wawancara dari beberapa informan diatas, dapat
disimpulkan bahwa kondisi perekonomian keluarga wanita pemulung
sangat kurang, itulah yang membuat para wanita ini ikut berkontribusi
menjadi pemulung agar dapat membantu kondisi perekonomian
keluarga mereka. Karena menurut mereka, kondisi perekonomian
keluarga sebelum mereka bekerja jauh lebih buruk dan tidak dapat
mencukupi kebutuhan sehari-hari. Sehingga pada akhirnya mereka
memutuskan untuk bekerja menjadi pemulung bahkan menjadi asisten
21 Lampiran 3, Hasil Wawancara Ibu Sumini, Wanita Pemulung 22 Lampiran 4, Hasil Wawancara Ibu Mini, Wanita Pemulung
68
rumah tangga seperti menyuci dan menggosok di perumahan komplek
agar dapat memperbaiki kondisi perekonomian keluarganya.
b. Tangguan Biaya Kehidupan Sehari-hari
Dalam kehidupan di setiap keluarga pasti harus memenuhi
kebutuhannya setiap hari, seperti kebutuhan sandang pangan dan papan.
Kebutuhan sehari-hari yang dibutuhkan itu memiliki biaya yang harus
dikeluarkan oleh setiap keluarga guna untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari tersebut. Tanggungan biaya kebutuhan sehari-hari pada
setiap keluarga tentu berbeda, termasuk pada keluarga wanita
pemulung. Berdasarkan hasil wawancara keluarga pemulung memiliki
tanggungan biaya kehidupan sehari-hari, ada keluarga pemulng yang
tanggungan biayanya besar, ada pula keluarga pemulung yang
tanggugan biayanya tidak terlalu besar. Dalam kaitannya dengan
tanggungan biaya kehidupan sehari-hari, Ibu Winarsih mengatakan
sebagai berikut:
“Ya gak menentu ya mba, kadang Rp. 20.000, sebisa mungkin
menghemat saya mah, karena kan uang hasil mulung dapetnya 2
minggu sekali.”23
Menurut Ibu Winarsih tanggungan biaya kebutuhan sehari-hari
itu tidak menentu pengeluarannya. Terkadang Ibu Winarsih bisa saja
mengeluarkan uang sebesar Rp. 20.000 untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya setiap hari, dan Ibu Winarsih pun sebisa mungkin menghemat
pengeluaran uang, karena menurutnya uang hasil mulung itu di dapat
dalam periode 2 minggu sekali. Hal yang sama juga dikatakan oleh
suami Ibu Winarsih yang bernama Bapak Mumtaz, Bapak Mumtaz
mengatakan sebagai berikut:
“Gak nentu sih mba, tapi yang pasti penghasilan yang untuk 2
minggu ga cukup, kadang-kadang cukup. sesuai kebutuhan hari
itu, jadi gak nentu mba.”24
23 Lampiran 2, Hasil Wawancara Ibu Winarsih, Wanita Pemulung 24 Lampiran 5, Hasil Wawancara Bapak Mumtaz, Suami Ibu Winarsih
69
Bapak Mumtaz mengatakan hal yang sama seperti istrinya yang
bernama Ibu Winarsih, bahwa tanggungan biaya kebutuhan-sehari tidak
menentu biayanya, dan bahkan terkadang penghasilan mereka yang
dalam periode 2 minggu sekali itu tidak cukup untuk mereka memenuhi
kebutuhan sehari-hari.
Dalam kaitannya Ibu Sumini mengatakan hal yang berbeda dari
Ibu Winarsih. Kalau tanggungan biaya kebutuhan sehari-hari Ibu
Winarsih sekitar Rp. 20.000, berbeda dengan Ibu Sumini yang memiliki
tanggungan biaya kebutuhan sehari-hari bisa sampai Rp. 30.000 setiap
harinya. Ibu Sumini mengatakan sebagai berikut:
“Berapa ya hahhhhaha.. keperluan mah kaga nentu, ya sekitar
Rp.30.000 lah, kalo lagi bisa makan enak mah kaya nasi sayur
tempe mah bisa, tp kalo lagi ga ada duit banget mah nasi sama
tempe doang, sama buat ini beli susu adeknya, soalnya kadang
dia ga mau asi doang, lagian asi saya juga dikit neng, jadi ya
harus beli susu dah.”25
Menurut Ibu Sumini, tanggungan biaya kebutuhan sehari-hari
keluarganya bisa mencapai Rp 30.000 setiap harinya, dikarenakan Ibu
Sumini juga harus memenuhi kebutuhan anaknya yang masih bayi yang
susu bayi setiap harinya. Tetapi demi menghemat pengeluaran agar
tidak terlalu besar, Ibu sumini dan keluarganya terkadang makan dengan
nasi dan lauk tempe saja. Dalam hal ini suami Ibu Sumini yang bernama
Bapak Tarsidi mengatakan sebagai berikut:
“Kebutuhan sehari-hari sih ga terlalu banyak, makan juga apa
adanya hahaha. udah terbiasa hidup begini, biaya-biaya ga
terduga nya ya sering banyak soalnya ada adeknya Dwi yang
bayi.”26
Menurut Bapak Tarsidi, Kebutuhan sehari-hari keluarga mereka
tidak terlalu banyak, karena mereka terbiasa dengan kondisi yang apa
adanya, termasuk dalam hal makan pun mereka tentu terbiasa dengan
lauk yang biasa-biasa saja. Tetapi menurut Bapak Tarsidi, terkadang
25 Lampiran 3, Hasil Wawancara Ibu Sumini, Wanita Pemulung 26 Lampiran 6, Hasil Wawancara Bapak Tarsidi, Suami Ibu Sumini
70
biaya tidak terduga selalu ada setiap harinya, karena keluarga Bapak
Tarsidi dan Ibu Sumini masih memiliki anak bayi yang mungkin
kebutuhannya masih banyak.
Dalam kaitannya dengan tanggungan biaya-biaya kebutuhan
sehari-hari, hal yang sama juga dikatakan oleh Ibu Mini, bahwa
tanggungan biaya Ibu Mini sama seperti Ibu Sumini yang bisa sampai
mengeluarkan uang sebesar Rp 30.000 setiap harinya untuk memenuhi
kebutuhan setiap hari. Ibu Mini mengatakan sebagai berikut
“Keseringan mah yah Rp.30.000 an kali ya, gak nentu juga sih
kalo pengeluaran per harinya kadang juga kurang dari segitu.”27
Menurut Ibu Mini, dia biasanya hampir setiap hari
mengeluarkan uang sebesar Rp. 30.000 untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari, Tetapi terkadang pengeluarannya tidak sampai sebesar itu,
karena menurut Ibu Mini, tanggugan biaya sehari-hari untuk memenuhi
kebutuhan terkadang tidak menetu besar pengeluaranya dalam setiap
hari. Dalam hal ini suami Ibu Mini yang bernama Bapak Santo
mengatakan sebagai berikut:
“Besarnya sih ga nentu, kaya ibunya sendiri kalo masak pun ga
nentu belanjanya abis berapa kayaknya hahaha.”28
Bapak Santo selaku suami dari Ibu Mni pun mengatakan hal
yang sama seperti Ibu Mini, bahwa tanggungan biaya kebutuhan sehari-
hari itu tidak akan menentu besar pengeluarannya setiap hari. Menurut
Bapak Santo, istrinya yang bernama Ibu Mini pun terkadang tidak
menentu untuk pengeluaran biaya belanja memasak setiap hari.
Berdasarkan hasil wawancara dari beberapa informan, dapat
disimpulkan bahwa tanggungan biaya kebutuhan sehari-hari tentu
berbeda pada setiap keluarga. Ada yang keluarganya memiliki
tanggungan biaya kebutuhan sehari-hari sebesar Rp. 20.000 setiap
harinya, tetapi ada juga keluarga yang memiliki kebutuhan jauh lebih
27 Lampiran 4, Hasil Wawancara Ibu Mini, Wanita Pemulung 28 Lampiran 7, Hasil Wawancara Bapak Santo, Suami Ibu Mini
71
banyak sehingga tanggungan biaya jauh lebih besar sampai Rp. 20.000
setiap harinya. Dan tanggungan biaya kebutuhan sehari-hari itu
terkadang tidak menentu besar pengeluarannya dalam setiap hari, hal itu
dikarenakan terkadang ada kebutuhan mendadak di luar perkiraan
keluarga. Tetapi demi meminimalisir tanggungan biaya, setiap keluarga
pemulung berusaha untuk menghemat biaya kebutuhan sehari-hari,
mengingat penghasilan mereka didapat dalam periode 2 minggu sekali.
c. Tingkat Pendapatan Wanita Pemulung
Tingkat pendapatan wanita pemulung ternyata dapat membantu
perekonomian keluarga. Walaupun kondisi mereka terbilang cukup
sulit, tetapi dengan adanya wanita pemulung ikut bekerja tentu akan
membuat kondisi perekonomian mereka jauh lebih baik dibandingkan
dengan sebelumnya.
Berdasarkan hasil observasi peneliti juga mengamati peran
wanita pemulung dalam membantu perekonomian keluarga. Diantara
mereka selain bekerja sebagai wanita pemulung, mereka juga bekerja
menjadi asisten rumah tangga agar dapat menambah pendapatan
perekonomian keluarga. Setelah bekerja menjadi wanita pemulung dari
pagi sampai siang mencari barang pulungan, mereka selanjutnya bekerja
sebagai asisten rumah tangga. Kontribusi mereka dalam bekerja menjadi
wanita pemulung dan asisten rumah tangga dapat menambah tingkat
pendapatan keluarga.
Berdasarkan hasil wawancara keluarga pemulung, kondisi
perekonomian mereka jauh lebih baik, hal ini karena kontribusi wanita
pemulung yang ikut membantu dalam perekonomian keluarga, sehingga
pendapatan wanita pemulung dapat membantu dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari, menyekolahkan anak-anak, bahkan untuk
kebutuhan mendadak. Dalam kaitannya dengan tingkat pendapatan
wanita pemulung, Ibu Winarsih mengatakan sebagai berikut:
“Kalo yang hasil mulung kan udah di gabung sama hasi mulung
bapak, jadinya pendapatannya cuman yang itu ajah. Tapi
alhamdulillahnya ada tambahan uang nyuci dan gosok jadinya
72
bisa nambahin buat kebutuhan sehari-sehari, ya kalo ditambah
sama saya kerja nyuci dan gosok bisa Rp 900.000 lah dapet tiap
bulan.”29
Menurut Ibu Winarsih, pendapatan dia selalu digabung dengan
hasil memulung suaminya. Selain menjadi pemulung, Ibu Winarsih
mengatakan bahwa dirinya juga bekerja sebagai asisten rumah tangga di
perumahan komplek dengan bekerja menyuci dan mengosok dimana
pendapatnya bisa mencapai Rp. 900.000. Pekerjaan itu Ibu Winarsih
lakukan untuk menambah pendapatan perekonomian keluarganya.
Dalam hal ini suami Ibu Winarsih yang bernama Bapak Mumtaz
mengatakan sebagai berikut ini:
“Kalo digabung kan biasanya mulung dapet Rp. 200.000 per 2
minggu, terus ditambah juga ibu kalo nyuci gosok dapet Rp.
300.000 an lah mba sebulannya, ya kalo digabungan ada sekitar
Rp 800.000 sebulannya.”30
Menurut Bapak Mumtaz, pendapatan memulung bersama
istrinya bisa mendapatkan Rp. 200.000, serta ditambah Ibu Winarsih
yang ikut bekerja sebagai asisten rumah tangga dengan pendapatan
sebesar Rp. 300.000 setiap bulannya. Diperkirakan pendapatan mereka
sebesar Rp. 800.000 sebulannya.
Hal yang sama juga dikatakan oleh Ibu Sumini, bahwa
pendapatan Ibu Sumini sama seperti pendapatan Ibu Winarsih, selain
memulung Ibu Sumini juga menjadi asisten rumah tangga di perumahan
komplek dekat rumahnya. Ibu Sumini mengatakan sebagai berikut:
“Mulung mah gak nentu ya, kadang pas di tukerin cuman dapet
RP.150.000 sampe 200.000, tp keseringan mah Rp 200.000 sih
kalo anak-anak juga bantuin mulung. Kalo nyuci gosok cuman
dapet Rp.300.000 tiap bulan.”31
Menurut Ibu Sumini, pendapatan dari hasil memulung terkadang
tidak menentu hasilnya. Ibu Sumini bisa mendapatkan hasil memulung
29 Lampiran 2, Hasil Wawancara Ibu Winarsih, Wanita Pemulung 30 Lampiran 7, Hasil Wawancara Bapak Mumtaz, Suami Ibu Winarsih 31 Lampiran 3, Hasil Wawancara Ibu Sumini, Wanita Pemulung
73
Rp. 150.000 sampai Rp. 200.000, karena dibantu anak-anaknya yang itu
mencari barang pulungan. Selain menjadi pemulung, Ibu Sumini juga
bekerja menjadi asisten rumah tangga yang menyuci dan menggosok
untuk menambah pendapatannya. Dalam hal ini suami Ibu Sumini yang
bernama Bapak Tarsidi mengatakan sebagai berikut:
“Kalo pendapatan juga ga nentu sih, mulung kalo lagi banyak
dapet banyak, tapi kebantu sama pendapatan nyuci ibunya.”32
Menurut Bapak Tarsidi, hasil pendapatan memulung dengan
istrinya yang bernama Ibu Sumini tidak menentu hasil pendapatanya
setiap periode 2 minggu sekali. Dan menurut Bapak Tarsidi, selain Ibu
Sumini ikut bekerja sebagai pemulung, Ibu Sumini juga bekerja menjadi
asisten rumah tangga yang dapat membantu menambah penghasilan
keluarga mereka.
Dalam kaitannya dengan pendapatan wanita pemulung, hal yang
sama juga dikatakan oleh Ibu Mini, bahwa Ibu Mini juga sama seperti
Ibu Winarsih dan Ibu Sumini, selain bekerja sebagai pemulung, Ibu
Mini juga bekerja sebagai asisten rumah tangga agar dapat menambah
pendapatan keluarganya. Ibu Mini mengatakan sebagai berikut:
“Hasil mulung kan barangnya digabung yak pas nyetor sama
hasil suami, jadi emang udah itu doang hasilnya yang Rp.
200.000 Per 2 minggunya,kalo nyuci dan gosok Rp. 350.000
hahaha, soalnya kadang-kadang saya juga suka disuruh bebenah
rumahnya dia jadi suka dikasih bonus gitu.”33
Menurut Ibu Mini, pendapatan hasil memulung dengan
suaminya itu sebesar Rp. 200.000 setiap 2 minggu sekali. Selain menjadi
pemulung, Ibu Mini juga menjadi asisten rumah tangga yang membantu
menyuci dan menggosok, bahkan terkadang Ibu Mini juga berbenah
rumah majikannya agar dia mendapat tambahan bonus lebih hingga
sebesar Rp. 350.000. Dalam hal ini suami dari Ibu Mini yang bernama
Bapak Santo mengatakan sebagi berikut:
32 Lampiran 6, Hasil Wawancara Bapak Tarsidi, Suami Ibu Sumini 33 Lampiran 4, Hasil Wawancara Ibu Mini, Wanita Pemulung
74
“Pastinya pendapatan jadi lebih banyak, udah gitu selain dia
bantu mulung, dia kalo siang sampe malem itu kerja nyuci gosok
di komplek, ga jauh dari sinih rumahnya.”34
Menurut Bapak Santo, dengan ikutnya Ibu Mini bekerja sebagai
pemulung otomatis sangat membuat pendapatan keluarga mereka
menjadi bertambah lebih banyak. Bahkan selain memulung, Ibu Mini
setiap siang sampai malam juga menjadi asisten rumah tangga dengan
membantu menyuci dan menggosok di perumahan komplek yang tidak
jauh dari rumahnya.
Berdasarkan hasil observasi dan hasil wawancara dari beberapa
informan, dapat disimpulkan bahwa pendapatan wanita pemulung
sangat membantu perekonomian keluarga mereka. Dengan adanya
pendapatan wanita pemulung, otomatis akan menambah pendapatan
keluarga mereka. Selain ikut bekerja sebagai pemulung,wanita
pemulung ini juga bekerja sebagai asisten rumah tangga di perumahan
dekat dengan rumah mereka. Pendapat setiap wanita pemulung memang
berbeda-beda, tapi hampir semua dari mereka rata-rata mendapatkan
penghasilan dari memulung dan juga bekerja sebagai asiten rumah
tangga sebesar Rp. 700.000 – Rp 900.000 setiap bulanya.
Selain pendapatan wanita pemulung yang bekerja sebagai
pemulung maupun menjadi asisten di perumahan ini sangat membantu
perekonomian keluarga. Dengan membantunya perekonomian keluarga
maka secara tidak langsung dapat membantu dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Berdasarkan hasil wawancara keluarga
pemulung dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan adanya
pendapatan wanita pemulung. Dalam kaitannya dengan pendapatan
wanita pemulung dalam memunuhi kebutuhan sehari-hari, Ibu Winarsih
mengatakan sebagai berikut:
“Iya sangat membantu sekali mba, soalnya kan hasil saya dan
bapak mulung ajah cuman Rp. 200.000 per minggunya, kalo
saya gak bantu bapak, mungkin cuman dapet Rp. 100.000 mba,
34 Lampiran 7, Hasil Wawancara Bapak Santo, Suami Ibu Mini
75
pasti kan barangnya yang di dapet ga sebanyak saya kalo ikut
memulung.”35
Menurut Ibu Winarsih, dengan adanya pendapatan dia yang
bekerja sebagai pemulung maupun asisten rumah tangga itu sangat
membantu sekali dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Menurutnya,
jika dia tidak bekerja mungkin pendapatannya tidak akan sebesar ini,
hanya akan mendapat Rp. 100.000 saja dari penghasilan suaminya
memulung karena barang yang didapat jauh lebih sedikit dibandingkan
dengan barang pulungan yang dibantu ketika Ibu Winarsih menjadi
pemulung. Dalam hal ini suami Ibu Winarsih yang bernama Bapak
Mumtaz mengatakan sebagai berikut ini:
“Sangat membantu sekali mba dengan ibunya bekerja menjadi
pemulung dan nyuci gosok di komplek.”36
Menurut Bapak Mumtaz, kontribusi Ibu Winarsih dengan ikut
bekerja sebagai pemulung maupun menyuci dan menggosok di komplek
itu sangat membantu sekali dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
keluarga mereka.
Ibu Mini juga mengatakan hal yang sama dengan Ibu Winarsih,
bahwa kontribusi Ibu Mini dalam ikut bekerja sebagai pemulung
maupun menjadi asisten rumah tangga sangat membantu untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Ibu Mini mengatakan hal sebagai
berikut:
“Sangat membantu kak saya mulung apalagi pas saya juga ikut
nyuci dan gosok juga, soalnya kalo cuman hasil mulung dari
bapaknya buat makan juga kayaknya gak akan cukup, apalagi
kan dapetnya 2 minggu sekali. bakal kurang banget.”37
Menurut Ibu Mini, dengan ikutnya dia bekerja sebagai pemulung
itu sangat membantu dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, ditambah
dengan dia ikut bekerja sebagai asisten rumah tangga itu sangat
35 Lampiran 2, Hasil Wawancara Ibu Winarsih,Wanita Pemulung 36 Lampiran 5, Hasil Wawancara Bapak Mumtaz, Suami Ibu Winarsih 37 Lampiran 4, Hasil Wawancara Ibu Mini,Wanita Pemulung
76
membuat pendapatan mereka menjadi bertambah. Karena menurut Ibu
Mini, jika dirinya tidak ikut bekerja, mungkin penghasilan dari
suaminya tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Dalam hal ini suami Ibu Mini yang bernama Bapak Santo mengatakan
hal sebagai berikut:
“Ya alhamdulilah membantu sekali, apalagi pas ibunya nyuci
dan gosok juga itu bantu banget. anak-anak yang tadinya ga bisa
minum susu jadi bisa minum susu walaupun itu ga tiap hari sih
hahaha, tapi alhamdulilah hahahha”38
Menurut Bapak Santo, pendapatan Ibu Mini dari menjadi
pemulung maupun asisten rumah tangga sangat membantu sekali dalam
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dengan adanya pendapat Ibu Mini
dapat membantu untuk membelikan susu untuk anak-anaknya.
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan, dapat
disimpulkan bahwa, kontribusi wanita pemulung yang ikut bekerja
sebagai pemulung maupun asisten rumah tangga dapat menambah
pendapatan keluarga. Pendapatan itu akan membantu perekonomian
keluarga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Karena jika hanya
mengandalkan penghasilan dari suami mereka, penghasilan tersebut
tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga
mereka. Pendapatan wanita pemulung selain utnuk membantu dalam
kebutuhan sehari-hari seperti membeli makanan, tetapi pendapatan
wanita pemulung mampu membantu membelikan susu untuk anak-anak
mereka.
Selain pendapatan wanita pemulung dapat membantu kebutuhan
sehari-hari, secara tidak langsung pendapatan wanita pemulung juga
dapat membantu dalam menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah
formal. Berdasarkan hasil wawancara keluarga pemulung dapat
menyekolahkan anak-anaknya dengan adanya pendapatan wanita
pemulung. Dalam kaitannya dengan pendapatan wanita pemulung
38 Lampiran 7, Hasil Wawancara Bapak Santo, Suami Ibu Mini
77
dalam menyekolahkan anak-anak, Ibu Winarsih mengatakan sebagai
berikut:
“Sangat membantu, pokoknya gimana pun keadaannya saya
bakal berusaha untuk ana saya dapat bersekolah, mau kerja
apapun itu bakal saya lakuin selama itu halal mba. Kalo cuman
bapak yang bekerja jadi pemulung ajah, mungkin sulit mba buat
menyekolahkan rizki.”39
Menurut Ibu Winarsih, pendapatannya sangat membantu untuk
menyekolahkan anaknya, baginya pekerjaan apapun akan dia lakukan
agar anaknya bisa bersekolah. Dalam hal ini suami Ibu Winarsih yang
bernama Bapak Mumtaz mengatakan sebagai berikut:
“Apalagi itu mba,justru anak saya si rizki bisa sekolah karna
bantuan istri saya dari jadi pemulung sama nyuci dan gosok juga.
kalo istri saya ga ikut bantuin, mungkin ga bisa sekolah mba,ya
walaupun sekolah gratis tapi banyak juga yang harus dibeli dan
dibayar.”40
Menurut Bapak Mumtaz, anaknya bisa bersekolah itu lantaran
bantuan dari pendapatan istrinya yang bekerja sebagai pemulung
maupun asisten rumah tangga.
Ibu Sumini dalam hal ini justru berbeda dengan yang lain, bahwa
untuk saat ini Ibu Sumini belum bisa menyekolahkan anaknya yang
kedua, bahkan untuk menyekolahkan anak pertamanya harus dibantu
oleh saudaranya. Ibu Sumini mengatakan sebagai berikut:
“Kalo dulu pas kakaknya dwi mah cukup neng, nyampe SMP
malah di swasta murah tapi itu kan dulu belum ada ini adeknya
dwi dan sekolah masih murah. Makanya kakaknya saya taro di
kampung ajah ikut neneknya disana sekolah dibantuin sodara
saya. si dwi juga mau saya sekolahin kok, tp ini bapaknya lagi
ngurusin surat-surat biar dia sekolah dinegeri, kan kalo negeri
mah lebih rianganin beban kan yak.” 41
Menurut Ibu Sumini, pendapatannya masih belum cukup untuk
membantu menyekolahkan anak-anaknya, sehingga anak pertamanya
39 Lampiran 2, Hasil Wawancara Ibu Winarsih, Wanita Pemulung 40 Lampiran 5, Hasil Wawancara Bapak Mumtaz, Suami Ibu Winarsih 41 Lampiran 3, Hasil Wawaancara Ibu Sumini, Wanita Pemulung
78
harus melanjutkan sekolah SMA di kampung halaman Ibu Sumini di
Cirebon dengan dibantu biaya oleh saudaranya. Sedangkan adiknya si
Dwi belum bisa berkolah, karena masih harus mengurus beberapa surat
agar anaknya bisa bersekolah di SD Negeri, karena pendapatan Ibu
Sumini tidak akan cukup jika Dwi bersekolah di swasta. Dalam hal ini
suami Ibu Sumini yang bernama Bapak Tarsidi mengatakan hal sebagai
berikut:
“Emang niat ibunya kerja buat anak-anak biar sekolah, gimana
pun caranya anak-anak saya harus sekolah. biar kehidupannya
nanti gak kaya orang tuanya, bisa sukses. Ini lagi ngusahain dwi
dapet negri, soalnya swasta disini udah mahal, saya ajah ga
sanggup nyekolahin kakaknya disini, kakanya akhirnya nerusin
sekolah di kampung yang jauh lebih murah dari pada disini.”42
Menurut Bapak Tarsidi, pendapatan Ibu Sumini untuk
membantu menyekolahkan anak-anaknya, namun lantaran anak
pertamanya bersekolah di sekolah swasta, sehingga pada akhirnya anak
pertamanya melanjutkan sekolah di kampung karena sekolah disana
jauh lebih murah, dan Bapak Tarsidi juga sedang mengusahakan agar
anaknya yang kedua bisa mendapatkan sekolah SD Negeri.
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan, dapat
disimpulkan bahwa pendapatan wanita pemulung sangat membantu
dalam menyekolahkan anak-anak mereka. Walaupun diantara mereka
ada yang masih kesulitan dalam menyekolahkan anaknya karena
anaknya bersekolah di sekolah swasta.
Selain pendapatan wanita pemulung dapat membantu kebutuhan
sehari-hari serta dapat membantu dalam menyekolahkan anak-anak
mereka di sekolah formal, pendapatan wanita pemulung ini juga dapat
membuat keluarga pemulung menabung untuk kebutuhan mendadak.
Berdasarkan hasil wawancara keluarga pemulung dapat menabung
untuk kebetuhan mendadak. Dalam kaitannya dengan pendapatan
wanita Ibu Sumini mengatakan sebagai berikut:
42 Lampiran 6, Hasil Wawancara Bapak Tarsidi, Suami Ibu Sumini
79
“Ya bisa lah neng, nih kaya pas ibu lahiran adeknya dwi kan itu
udah ngumpulin duit dari lama banget hahaha, walaupun di
bidan yang murah kan juga tetep bayar. atau kalo si bapak sama
anak-anak lagi sakit kan harus punya pegangan duit. ini
walaupun si dwi belum sekolah juga saya nabung duit, kalo
surat-suratnya udah beres yang penting saya udah ada duit buat
keperluan dia sekolah gitu.”43
Menurut Ibu Sumini, sebelum proses kelahirannya dia sudah
mengumpulkan uang dari pendapatannya bekerja untuk biaya proses
kelahiran anak-anaknya. Selain dapat membantu untuk proses kelahiran,
kumpulan tabungan uangnya juga dapat membantu untuk biaya
keluarganya jika sedang sakit. Dalam hal ini suami Ibu Sumini yang
bernama Bapak Tarsidi mengatakan sebagai berikut:
“Biaya sekolah kan itu dari nabung-nabung juga ngumpulin,
kaya dwi juga mau masuk SD ini saya sama ibunya udah mulai
nabung, terus pas adeknya dwi lahir nih yang bayi juga itu udah
jauh hari ngumpulin buat ibunya melahirkan, banyak soalnya
keperluan yang ga terduga hahahha. terus kalo anak sakit kan, ya
kita maunya kan sehat ya, tapi paling engga punya pegangan
uang kalo sewaktu ada yang sakit.”44
Menurut Bapak Tarsidi, sebelum anak-anaknya bersekolah
pendapatan Ibu Sumini sudah ditabung uang untuk biaya sekolah
anaknya. Selain itu, sebelum proses kelahiran Ibu Sumini segala biaya
sudaha disiapkan dari pendapatan Ibu Sumini yang ditabung, dan
tabungan itu juga untuk simpanan jika sewaktu-sewaktu keluarga
mereka ada yang sakit.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibu Mini, bahwa dirinya
menabung untuk keperluan proses melahirkan anaknya seperti Ibu
Sumini. Namun ada pula hal yang berbeda, Ibu Mini juga menabung
untuk keperluan hajatan sunatan anak-anaknya. Ibu Mini mengatakan
sebagai berikut:
“Anak-anak saya kan cowo semua ya kak, pasti disunat entah
kapan, apalagi sadewa usianya udah 10 tahunan,udah dikit lagi.
43 Lampiran 3, Hasil Wawancara Ibu Sumini, Wanita Pemulung 44 Lampiran 6, Hasil Wawancara Bapak Tarsidi, Suami Ibu Sumini
80
nah saya sama ibunya udah nabung-nabung dari jauh jauh hari.
ibunya juga mau melahirkan dikit lagi, jadi harus udah disiapin
biayanya juga. Kalo ga nabung nanti kaget sama biayanya, pasti
ga sanggup hahahahha.”45
Menurut Ibu Mini, selain pendapatannya ditabung untuk proses
kelahiran anaknya, namun pendapatannya juga ditabung untuk hajatan
sunatan anak-anaknya. Dalam hal ini suami Ibu Mini yan bernama
Bapak Santo mengatakan sebagai berikut:
“Iya kalo pendapatan nyuci dan gosok tuh suka saya sisihkan
ditabung, kan dikit lagi Sadewa mau sunat, nah kalo saya ga bisa
kalo ga dipestain di kampung, soalnya emang biasanya gitu kak,
sunatannya dirumah neneknya di Indramayu, jadi saya lagi
nabung buat Sadewa sunatan. trs juga kan saya dikit lagi mau
melahirkan jadi saya sama bapaknya udah nabung buat
persiapan ini anak bakal lahir hahahaha.“46
Menurut Bapak Santo, pendapatan Ibu Mini selalu ditabung
untuk keperluan hajatan sunatan anak-anaknya nanti. Selain itu,
pendapatannya yang ditabung agar dapat membantu proses melahirkan
istrinya nanti.
Berdasarkan wawancara tersebut, dapat disimpulkan bahwa
pendapatan wanita pemulung dapat membuat keluarga mereka menjadi
menabung untuk kebutuhan mendadak. Diantara mereka pendapatanya
yang ditabung tentu dengan keperluan yang berbeda-berbeda, ada yang
menabung untuk keperluan sekolah,ada yang untuk keperluan proses
melahirkan, ada yang menabung untuk simpanan jika sewaktu-waktu
keluarga sakit, serta ada pula yang menabung untuk hajatan sunatan
anak laki-lakinya.
3. Dampak Peran Ganda Wanita Pemulung terhadap Kehidupan Rumah
Tangga.
A. Pandangan terhadap Wanita yang Ikut Bekerja dalam Membantu
Perekonomian Keluarga.
45 Lampiran 4, Hasil Wawancara Ibu Mini, Wanita Pemulung 46 Lampiran 7, Hasil Wawancara Bapak Santo, Suami Ibu Mini
81
Pandangan terhadap wanita yang ikut bekerja dalam membantu
perekonomian keluarga tidak terlepas dari beberapa pandangan yang
setuju maupun tidak setuju ketika wanita memilh ikut bekerja dalam
membantu menambah pendapatan keluarganya. Hal itu terjadi karena
wanita memiliki kedudukan sebagai ibu rumah tangga yang perannya
sangat melekat pada dirinya untuk mengurus keluarga serta
mengerjakan pekerjaan dirumah.
Selain itu berdasarkan hasil observasi peneliti juga mengamati
peran wanita pemulung pada keluarga. Secara produktif wanita
pemulung demi membantu perekonomian keluarganya mereka ikut
bekerja sebagai wanita pemulung dan asisten rumah tangga. Sedangkan
secara peran reproduktif, wanita pemulung memiliki anak yang mereka
jaga dan mereka sayang walaupun ditengah-tengah kesibukan mereka
bekerja sebagai wanita pemulung, dan di samping itu mereka masih
mampu membagi waktu untuk mengerjakan pekerjaan rumah seperti
memasak, menyapu, dan mencuci. Sedangkan secara produktif wanita
pemulung demi membantu perekonomian keluarganya mereka ikut
bekerja sebagai wanita pemulung dan asisten rumah tangga.
Berdasarkan hasil wawancara dengan keluarga kampung
pemulung bahwa pandangan mereka terhadap wanita yang ikut bekerja
dalam membantu perekonomian keluarga, yaitu memandang hal yang
dilakukan itu sebenernya salah karena pada dasarnya peranan seorang
wanita didalam keluarga bukan untuk bekerja, namun kondisi
perekonomian keluarga mereka yang membuat wanita juga harus ikut
berperan dalam membantu menambah pendapatan keluarga. Dalam
kaitannya dengan pandangan terhadap wanita yang ikut bekerja dalam
membantu perekonomian keluarga Ibu Winarsih mengatakan sebagai
berikut:
“Ya seharusnya mungkin ga bekerja ya bagusnya, kaya ngurus
anak dan pekerjaan rumah ajah, tapi ya gimana ya, kalo keadaan
82
ekonomi emang harus dia buat kerja ya mungkin harus kerja
mba, kaya saya ajah gini hehehehe”47
Menurut Ibu Winarsih, seharusnya seorang wanita itu tidak
bekerja, karena lebih bagus hanya mengurus anak serta pekerjaan
rumah. Tetapi menurutnya, keadaan ekonomi keluarganya yang
membuat dirinya juga harus bekerja untuk membantu perekonomian
keluarga. Dalam hal ini suami Ibu Winarsih yang bernama Bapak
Mumtaz mengatakan sebagai berikut:
“Ya bagusnya jadi ibu rumah tangga ajah mba, yang ngurus anak
suami sama ngerjain pekerjaan rumah. kalo ekonomi biar suami
ajah yang kerja.”48
Menurut Bapak Mumtaz, lebih baik apabila istrinya menjadi ibu
rumah tangga saja, persoalan perekonomian keluarga biarkan itu
menjadi tanggung jawab dirinya sebagai seorang suami.
Namun hal yang berbeda telah dikatakan oleh Ibu Sumini, jika
Ibu Winarsih mengatakan bahwa seharusnya seorang wanita itu tidak
bekerja karena memiliki peran sebagai ibu rumah tangga di rumah, lain
hal dengan Ibu Sumini yang mengatakan bahwa tidak masalah jika
seorang wanita bekerja. Ibu Sumini mengatakan sebagai berikut:
“Ya gapapa sih istri kerja kan bisa bantuin suami nyari duit,
apalagi kalo kondisinya kaya ibu gini kalo gak kerja bisa gak
cukup buat makan neng.”49
Menurut Ibu Sumini, dirinya mengaku setuju saja jika seorang
wanita bekerja. Karena menurutnya, itu akan membantu suami dalam
mencari nafkah, terutama pada kondisi ekonomi seperti keluarga yang
apabila dirinya tidak bekerja tentu tidak akan cukup dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Dalam kaitannya suami Ibu Sumini yang
bernama Bapak Tarsidi mengatakan sebagai berikut:
47 Lampiran 2, Hasil Wawancara Ibu Winarsih, Wanita Pemulung 48 Lampiran 5, Hasil Wawancara Bapak Mumtaz, Suami Ibu Winarsih 49 Lampiran 3, Hasil Wawancara Ibu Sumini, Wanita Pemulung
83
“Seharusnya mah dirumah ajah jagain anak, ngebimbing anak,
nemenin kalo anak belajar ngerjain pekerjaan rumah, perannya
istri kan sebenernya begitu.”50
Menurut Bapak Tarsidi, seharusnya peran seorang istri itu di
rumah menjaga anaknya, membimbing anaknya, menemani anak saat
belajar, dan mengerjakan pekerjaan rumah.
Berdasarkan hasil observasi dan hasil wawancara tersebut, dapat
disimpulkan bahwa pandangan terhadap wanita yang ikut bekerja dalam
membantu perekonomian keluarga, yaitu memiliki pandangan yang
berbeda. Dalam hal ini ada yang berpandangan seharusnya wanita itu
tidak bekerja, karena peranan seorang wanita dalam keluarga adalah
mengurus anak dan suaminya serta mengerjakan pekerjaan rumah.
Namun, karena kondisi perekonomian keluarga yang rendah, terkadang
mengharuskan wanita juga ikut bekerja membantu perekonomian
keluarga. Selain itu, ada pula yang berpandangan bahwa seorang wanita
tidak apa-apa bekerja, karena hal itu akan membantu suami mereka
dalam mencari uang dan akan menambah pendapatan keluarga, terutama
untuk keluarga yang memang kondisi perekonomiannya rendah.
B. Peran dalam menjadi Wanita Pemulung dan Ibu Rumah Tangga
Peran dalam menjadi wanita pemulung dan ibu rumah tangga itu
memang bukanlah dua hal yang mudah dilakukan dalam waktu sehari
secara bersamaan. Namun, hal itu harus dilakukan agar proses selama
wanita bekerja sebagai pemulung maupun ketika menjadi ibu rumah
tangga berjalan dengan baik setiap harinya. Berdasarkan hasil
wawancara keluarga pemulung bahwa peran wanita pemulung setiap
harinya baik ketika bekerja sebagai pemulung maupun menjadi ibu
rumah tangga dapat dilakukan secara baik, walaupun terkadang ada
beberapa kesulitan yang mereka alami setiap harinya dari dua peranan
50 Lampiran 6, Hasil Wawancara Bapak Tarsidi, Suami Ibu Sumini
84
tersebut. Dalam kaitannya dengan peran wanita dalam menjadi
pemulung dan ibu rumah tangga Ibu Mini mengatakan sebagai berikut:
“Di imbangin ajah sih paling, kaya pagi-pagi udah masakin
suami dan anak, nyiapin keperluan anak untuk sekolah, terus
kalo anak udah pada berangkat sekolah saya sama suami baru
berangkat buat mulung, ntar pas saya sama suami siang pulang,
nanti anak-anak juga pulang kadang kalo belum pulang suka
dijemput sama bapaknya. terus kalo saya nyuci dan gosok,
berarti suami jagain anak-anak hahahaha. tp kalo saya lagi gak
nyuci dan gosok, suami lanjut mulung sampe sore biasanya.”51
Menurut Ibu Mini, peran dia sebagai wanita pemulung maupun
ibu rumah tangga harus saling diimbangi keduanya, misalnya ketika
pagi-pagi sebellum berangkat memulung sudah memasak untuk
keluarganya, serta menyiapkan keperluan anak-anak sekolah. Dan
ketika Ibu Mini berangkat kerja menjadi asisten rumah tangga, sang
suaminya lah yang harus menjaga anak-anak dirumah sampai nanti Ibu
Mini pulang. Dalam hal ini suami Ibu Mini yang bernama Bapak Santo
mengatakan sebagai berikut:
“Dia walaupun kerja diluar tetep ngerjain yang emang jadi
tanggung jawab dia sih kaya masak, apalagi ngurus anak. masih
bisa ke atur.”52
Menurut Bapak Santo, walaupun Ibu Mini ikut bekerja di luar
rumah, Ibu Mini tetap bertangung jawab pada perannya sebagai ibu
rumah tangga yang mengurus keluarga maupun pekerjaan rumah.
Hal yang sama dari Ibu Mini juga dikatakan oleh Ibu Sumini,
bahwa masih mengimbangi dan mengatur antara pekerjaan sebagai
pemulung maupun asisten rumah tangga dengan perannya sebagai ibu
rumah tangga. Ibu Sumini mengatakan sebagai berikut
“Dibagi-bagi ajah tugasnya sama suami saya, kaya misal saya
nyuci gosok ke komplek ya berarti dia yang nyuci piring kalo
lagi ada cucian kotor. pokoknya dia bantuin saya bebenah rumah
sama jagain anak-anak deh.”53
51 Lampiran 4, Hasil Wawancara Ibu Mini, Wanita Pemulung 52 Lampiran 7, Hasil Wawancara Bapak Santo, Suami Ibu Mini 53 Lampiran 3, Hasil Wawancara Ibu Sumini, Wanita Pemulung
85
Menurut Ibu Sumini, pekerjaan dia sebagai wanita pemulung
maupun asisten rumah tangga itu bisa dibagi-bagi waktunya dengan
peran dia sebagai ibu rumah tangga yang mengurus keluaga serta
mengerjakan pekerjaan rumah. Bahkan, suami Ibu Winarsih pun ikut
membantu dalam hal mengurus anak maupun mengerjakan pekerjaan
rumah. Dalam hal ini Suami Ibu Sumini yang bernama Bapak Tarsidi
mengatakan sebagai berikut:
“Sudah, dia bisa membagi waktunya kok kaya masak atau
ngurus anak, cuman emang ga sepenuhnya harus ada bantuan
saya, yak kan suami istri emang harus saling bantu kan ya
hahahahha.”54
Menurut Bapak Tarsidi, Ibu Sumini mampu membagi waktuya
antara pekerjaannya di luar maupun di dalam rumah seperti mengurus
keluarga maupun mengerjakan pekerjaan rumah. Bahkan dirinya ikut
membantu pekerjaan Ibu Winarsih seperti mengurus anak maupun
mengerjakan pekerjaan rumah.
Berdasarkan hasil wawancara tersebut, dapat disimpulkan
bahwa peran menjadi seorang wanita pemulung serta menjadi ibu rumah
tangga merupakan dua peranan yang mungkin tidak mudah untuk
dijalankan oleh seorang wanita. Tetapi, walaupun tidak mudah untuk
dilakukannya, mereka mampu untuk mengimbangi maupun mengatur
waktu yang mereka punya setiap harinya untuk menjalankan dua
peranan tersebut.
Dalam menjalankan dua peranan tersebut, wanita pemulung
tidak terlepas dari bantuan para suami mereka yang ikut berperan dalam
membantu mengurus keluarga serta mengerjakan pekerjaan rumah. Hal
itu dilakukan karena suami mereka menganggap bahwa para istri juga
telah membantu dalam menambah pendapatan keluarga. Dalam
kaitannya dengan peranan suami dalam ikut membantu mengurus
54 Lampiran 6, Hasil Wawancara Bapak Tarsidi, Suami Ibu Sumini
86
keluarga maupun mengerjakan pekerjaan rumah, Ibu Winarsih
mengatakan sebagai berikut:
“Bapaknya mah rajin kalo soal pekerjaan rumah, kaya nyuci,
ngepel, nyapu. Tapi kan rumah saya juga cuman sepetak,jadi gak
terlalu berat juga buat bapaknya. Pokoknya kalo saya abis
pulang nyuci dan gosok, pasti pekerjan rumah udah rapih sama
bapaknya, mungkin udah ngerti dan paham saya capek mba
bantuin dia nyari uang, jadi dia bantuin saya juga soal pekerjaan
rumah. Kadang juga dia yang suka nemenin Rizki belajar atau
anter ke sekolah. Ya saling bantu ajah sih kita hehehe.”55
Menurut Ibu Winarsih, suaminya sangat rajin membantu dirinya
dalam hal pekerjaan rumah, sehingga Ibu Winarsih sangat merasa
terbantu sekali. Menurutnya, suaminya paham karena dirinya sudah
membantu suami dalamhal mencari nafkah untuk membantu
perekonomian keluarga mereka. Dalam hal ini suami Ibu Winarsih yang
bernama Bapak Mumtaz mengatakan sebagai berikut:
“Bantu itu mah pasti, soalnya kan dia juga bantu saya buat nyari
nafkah keluarga ya,jadi kaya saling bantu dan tukeran peran ajah
sih, dan saya saya juga bantu istri saya untuk mengurus anak dan
ngerjain pekerjaan rumah. kasian pasti dia kan juga udah capek
dari pagi kerja sampe malam.”56
Menurut Bapak Mumtaz, dirinya mengaku membantu Ibu
Winarsih dalam pekerjaan rumah atau pun mengurus anak dan
menjaganya jika istrinya pergi bekerja. Menurutnya, hal itu dilakukan
karena istrinya juga membantu perannya dalam mencari nafkah untuk
membantu perekonomian kelurga, sehingga dirinya juga membantu
peran istrinya mengurus anak atau pun mengerjakan pekerjaan rumah.
Ibu Mini juga mengatakan hal yang sama seperti Ibu Winarsih,
bahwa suaminya juga membantu dirinya dalam hal mengurus anak
maupun pekerjaan rumah selama dia bekerja sebagai pemulung maupun
asisten rumah tangga. Ibu Mini mengatakan sebagai berikut:
55 Lampiran 2, Hasil Wawancara Ibu Winarsih, Wanita Pemulung 56 Lampiran 5, Hasil Wawancara Bapak Mumtaz, Suami Ibu Winarsih
87
“Alhamdulilah bapaknya mah pengertian, beberes rumah kalo
saya lagi nyuci dan gosok di komplek, tapi kan lagian rumah
saya juga kecil kak, apaan yang mau diberesin kan hahahhaa,
nyapu sama ngepel nya gak terlalu sulit juga hahahaha. terus
kalo soal ngurus anak juga kan jagain Arjuna sama Dewa,
nemenin mereka belajar, atau mantau kalo maennya jauh-jauh,
soalnya kadang anak-anak sinih kalo maen jauh-jauh banget,
makanya saya khawatir kak, apalagi dulu tuh pernah ada isu
penculikan anak-anak pemulung buat di jual gitu, yakan saya
khawatir banget jadinya kadang.”57
Menurut Ibu Mini, suaminya sangat pengertian sekali
terhadapnya dalam membantu pekerjaan rumah, maupun mengurus
anaknya seperti menemani anak-anak belajar, serta memantau ketika
sedang bermain. Dalam kaitannya dengan hal ini suami Ibu Mni yang
bernama Bapak Santo mengatakan sebagai berikut:
“Bantu lah kak, ibunya juga lagi hamil sekarang, udah beberapa
hari ga saya ijinin kerja karena dia sempet sakit. tiap harinya juga
dia paling masak ajah. sisanya saya ngerjain.”58
Menurut Bapak Santo, dirinya juga ikut membantu dalam
mengerjakan pekerjaan rumah maupun mengurus anaknya. Bahkan
selama istrinya hamil, dirinya mengaku tidak mengizinkan istrinya
untuk pergi bekerja diluar, pekerjaan rumah pun hanya memasak saja,
sisanya dirinya yang mengerjakan pekerjaan rumah untuk membantu
istrinya.
Berdasarkan wawancara di atas, dapat disimpukan bahwa ketika
wanita pemulung bekerja di luar rumah, peran mereka sebagai ibu
rumah tangga yang meNgurus keluarga maupun mengerjakan pekerjaan
rumah itu dapat digantikan perannya oleh suami-suami mereka di
rumah. Suami mereka membantu dalam mengerjakan pekerjaan rumah,
seperti menyapu, menyuci piring, mengepel, serta mereka juga menjaga
dan mengurus anak mereka dengan menemani belajar, serta memantau
ketika bermain. Hal itu dilakukan karena suami menganggap istri
57 Lampiran 4, Hasil Wawancara Ibu Mini, Wanita Pemulung 58 Lampiran 7, Hasil Wawancara Bapak Santo, Suami Ibu Mini
88
mereka sudah membantu peran mereka sebagai suami dalam mencari
nafkah untuk keluarga, sehingga mereka harus juga untuk membantu
istri mereka dalam mengurus anak maupun mengerjakan pekerjaan
rumah.
Namun dalam menjalankan dua peran yaitu wanita pemulung
yang bekerja sebagai pemulung maupun asisten rumah serta harus
menjadi ibu rumah tangga yang mengurus keluarga maupun
mengerjakan pekerjaan rumah itu bukanlah hal yang mudah dilakukan.
Kesulitan-kesulitan dalam melakukan dua peran sekaligus pasti ada,
tetapi mungkin ada dari mereka sebagaian wanita pemulung yang tidak
merasa kesulitan. Dalam kaitannya dengan kesulitan-kesulitan
menjalani dua peran sebagai wanita pemulung maupun menjadi ibu
rumah tangga, Ibu Mini mengatakan sebagai berikut:
“Kesulitan mah ada, namanya juga kerja dijalanan ya,. sama itu
paling kesulitan ngimbangin kemauan anak yang kadang manja
ajah hahaha. itu ajah sih paling hahahaha.”59
Menurut Ibu Mini, kesulitan pasti ada namun menurutnya yang
namanya pekerjaan harus tetap dijalankan saja. Dan menurutnya,
kesulitan itu mungkin hanya mengimbangi keinginan anak-anaknya yag
terkadang ingin diperhatikan olehnya.
Hal berbeda justru dikatakan oleh Ibu Sumini dan Ibu Winarsih,
bahwa mereka merasa tidak mengalami kesulitan dalam melakukan
pekerjaan sebagai wanita pemulung maupun sebagai ibu rurmah tangga.
Dalam hal ini Ibu Sumini dan Ibu Winarsih mengatakan sebagai berikut
ini:
“Gak kok ga sulit, yaitu tadi kalo si Dwi sama adeknya rewel
gamau ditinggal, tapi kan ada si bapak yang bantuin saya
hahahhaa.. kalo udah ada bapaknya mah mereka juga diem
hahaha.”60
59 Lampiran 4, Hasil Wawancara Ibu Mini,Wanita Pemulung 60 Lampiran 3, Hasil Wawancara Ibu Sumini, Wanita Pemulung
89
“Kesulitan mah gak ada kali ya, cuman itu ajah tadi anaknya kalo
lagi rewel ajah.”61
Menurut Ibu Sumini dan Ibu Winarsih, mereka merasa tidak ada
kesulitan dalam menjalankan dua perannya yang bekerja sebagai wanita
pemulung maupun ibu rumah tangga. Hanya saja mungkin
mengimbangi anak-anaknya, tetapi hal itu bisa teratasi karena bantuan
saminya yang mengurus anaknya ketika mereka bekerja.
Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat disimpukan bahwa
wanita pemulung yang memiliki dua peranan setiap harinya dalam
bekerja menjadi pemulung maupun asiten rumah tangga serta harus pula
dalam melakukan tanggung jawabnya sebagai ibu rumah tangga yang
megurus keluarga maupun mengerjakan pekerjaan rumah itu merupakan
dua hal peranan yang cukup sulit jika dilakukan secara bersamaan setiap
hari, tetapi ada juga yang berpendapat tidak mengalami kesulitan dalam
menjalani dua peranana tersebut. Namun, kesulitan itu bukan karena
soal pekerjaan yang mereka lakukan, tetapi soal mengimbangi anak-
anak merekayag terkadang ingin diperhatikan oleh ibunya, karena
adanya bantuan dari suami dalam menjaga anak-anak ketika mereka
bekerja, sehingga persoalan anak-anak itu dapat teratasi.
C. Dampak Peran Ganda Wanita Pemulung
Memiliki dua peran ganda pada wanita yang bekerja sebgaai
pemulung maupun menjadi ibu rumah tangga yang mengurus keluarga
maupun mengerjakan pekerjaan rumah pasti memiliki dampak positif
maupun dampak negatif dalam menjalankan dua peran tersebut. Dalam
kaitannya dengan dampak peran ganda wanita pemulung, Ibu Winarsih
mengatakan sebagai berikut:
“Dampak mah banyak banget mba, yaitu tadi kaya anak saya
mungkin merasa dirinya kurang diperhatiin, suami saya juga jadi
ikut bantu pekerjaan saya kaya nyuci piring, nyuci baju, ngepel,
nyapu, walaupun saya gak pernah nyuruh dan itu kemauan dia
61 Lampiran 2, Hasil Wawancara Ibu Winarsih, Wanita Pemulung
90
sendiri mba. Pokoknya mungkin waktu saya buat keluarga jadi
berkurang, terutama untuk anak saya. Kadang sedih si mba, tapi
ya gimanapun harus dijalanin emang karena keadaannya
begini.”62
Menurut Ibu Winarsih, dampaknya sangat banyak dari peran
ganda dia sebagai wanita pemulung maupun menjadi ibu rumah tangga.
Seperti, dirinya merasa menjadi kurang memperhatikan anaknya, waktu
untuk keluarga menjadi berkurang karena dirinya bekerja, serta suami
menjadi turun tangan dalam pekerjaan rumah tangga. Dalam hal ini
suami Ibu Winarsih yang bernama Bapak Mumtaz mengatakan sebagai
berikut:
“Banyak kalo dampak, yang pasti perekonomian jadi terbantu,
kebutuhan tercukupi, sampe bisa nyekolahin rizki juga. tapi
mungkin keluarga jadi kurang ke urus kali ya, pekerjaan rumah
jadi harus suami yang ikut bantu, ya ga masalah juga sih mba
saya nya mah kalo bantuin kan dia bantuin saya juga nyari
uang.”63
Sama halnya dengan Ibu Winarsih menurut Bapak Mumtaz,
banyak sekali dampak dari peran ganda istrinya tersebut, seperti
perekonomian menjadi terbantu, kebutuhan menjadi tercukupi, bahkan
sampai bisa menyekolahkan anaknya. Namun, karena dua peran
tersebut juga keluarga menjadi kurang diperhatikan oleh istrinya, tetapi
hal itu bisa diatasi karena dirinya dapat membantu istrinya dalam
mengurus anak maupun mengerjakan pekerjaan rumah. Dalam hal ini
anak dari Ibu Winarsih dan Bapak Mumtaz yang bernama Rizki
mengatakan sebagai berikut:
“Ada, sebenernya ibu jadi lebih sering capek sampe sakit gara-
gara kerja kayaknya, aku juga jadi lebih sering sama bapak dari
pulang sekolah sampe malem, padahal aku pengen kaya temen
aku yang dijemput sama ibunya. kalo belajar juga seringnya
sama bapak, tapi kadang sama ibu juga sih.”64
62 Lampiran 2, Hasil Wawancara Ibu Winarsih, Wanita Pemulung 63 Lampiran 5, Hasil Wawancara Bapak Mumta, Suami Ibu Winarsih 64 Lampiran 8, Hasil Wawancara Rizki, Anak Ibu Winarsih
91
Menurut Rizki, ada dampak dari dua peran ibunya yang menjadi
wanita pemulung maupun ibu rumah tangga, seperti ibunya terkadang
sering terlehat lelah hingga menjadi sakit. Dan karena peran ibunya
menjadi wanita pemulung, Rizki merasa dirinya kurang menjadi
diperhatikan oleh ibunya, dia merasa lebih banyak menghabiskan waktu
bersama bapaknya dibandingkan ibunya.
Ibu Sumini mengatakan hal yang sama dengan Ibu Winarsih
bahwa ada banyak dampak dari dua peran ganda mereka yang menjadi
wanita pemulung maupun sebagai ibu rumah tangga. Dan dampak yang
terasa adalah karena menjadi kurang memperhatikan anak-anak. Ibu
Sumini mengatakan sebagai berikut:
“Dampaknya ada sih, mungkin kaya jadi ngerepotin suami saya
ya,padahalkan itu bukan pekerjaan dia ngurus anak dan bebenah
rumah, tapi karna saya juga bantuin dia nyari duit ya kita tukeran
peran ajah gitu neng. Terus anak juga kan jadi ikut-ikutan
dijalanan nyari barang bekas, soalnya kalo ga ikut kan ga ada
yang jagain dia neng, tapi kalo ikut juga kasian sebenernya karna
masih kecil, jadi suka sakit-sakit malah kadang adeknya Dwi.
malahan kalo saya tinggal nyuci gosok juga mereka rewel,
apalagi adeknya Dwi, kasian sih kurang perhatian saya juga.
saya juga kalo udah pulang kerja nyuci gosok kadang langsung
tidur karena jadi cepet capek kan kerjanya fisik neng hahahahha,
jarang sempet jadinya kaya buat ngajarin Dwi baca, soalnya kan
pagi-pagi besoknya udah bangun buat mulung hhahaha. gitu sih
mungkin dampaknya ya hahahhaha.. aduh saya ngomongnya
pasti neng bingung ya hahahha.”65
Menurut Ibu Sumini, dampak dari peran ganda ini ada, salah
satunya dirinya menjadi merepotkan suaminya karena ikut membantu
dalam mengurus anak maupun mengerjakan pekerjaan rumah. Selain
merepotkan suami, Ibu Sumini juga merasa menjadi merepotkan anak-
anaknya yang ikut membantu dalam memulung mencari barang-barang
bekas dijalanan, karena tidak ada yang menjaga mereka dirumah
sehingga merekaharus ikut memulung juga Hal itu membuat Ibu Sumini
merasa tidak tega terhadap anak-anaknya, karena takut mereka menjadi
65 Lampiran 3, Hasil Wawancara Ibu Sumini, Wanita Pemulung
92
sakit, bahkan menjadi kurang diperhatikan oleh dirinya. Dalam hal ini
suami Ibu Sumini yang bernama Bapak Tarsidi mengatakan sebagai
berikut:
“Dampaknya banyak banget pasti ya, yang pertama ya jadi bisa
nabung buat anak-anak sekolah, buat kebutuhan lain juga, kaya
makan, terus bayar-bayar yang lain. terus jadi udah gak pernah
ngutang, dulu kalo ga ada duit suka ngutang sama bos gitu, nanti
dibayarnya tinggal potong uang yang hasil mulungnya. cuman
kan ini pekerjaan berat ya, dan anak-anak saya pun ikut mulung
juga, jadi kaya dwi atau adeknya jadi sering sakit, terus kasian
ajah gitu diliatnya kumel udah kaya anak gak keurus banget,
kadang saya sedih liat anak-anak saya pada ikut mulung gitu.
tapi kan ga mungkin juga kalo ditinggal karna ga ada yang jagain
juga. tapi kalo anak-anak sakit pasti saya suruh ibunya buat gak
mulung, dirumah ajah jagain anak-anak, ibunya pun juga kadang
suka sakit juga kecapean kerja jadi pemulung terus nyuci dan
gosok.”66
Menurut Bapak Tarsidi, dampak peran ganda istrinya banyak
sekali terasa, karena dapat membuat kebutuhan tercukupi, mampu
menabung untuk menyekolahkan anak-anak. Tetapi, karena istrinya ikut
bekerja sebagai pemulung otomatis membuat anak-anak mereka yang
belum sekolah menjad ikut memulung ke jalanan mencari barang bekas,
karena anak-anak mereka tidak ada yang mengurus dirumah. Hal itu
membuat anak-anak fisiknya menjad mudah lemah dan jatuh sakit.
Bahkan ibunya menjadi mudah jatuh sakit karena jadi mudah lelah
fisiknya. Dalam hal ini anak dari Ibu Sumini dan Bapak Tarsidi yang
bernama Dwi mengatakan sebagai berikut:
“Dampaknya jd bisa ibu nabung aku sekolah nanti, aku kan
belom sekolah, jdnya kalo ibu kerja bisa uangnya buat aku
sekolah kak”67
“Ya kalo pas ibu kerja di komplek tuh pasti adek rewel, tapi nanti
bapak yang diemin adek”68
66 Lampiran 6, Hasil Wawancara Bapak Tarsidi, Suami Ibu Sumini 67 Lampiran 9, Hasil Wawancara Dwi, Anak Ibu Sumini 68 Lampiran 9, Hasil Wawancara Dwi, Anak Ibu Sumini
93
Menurut Dwi, dampak dari dua peran ibunya dapat membuat
keluarganya menabung untuk dirinya sehingga bisa bersekolah. Namun,
terkadang adiknya yang masih kecil sering menangis jika ditinggal oleh
ibunya bekerja.
Hal yang sama juga dikatakan oleh Ibu Mini seperti Ibu
Winarsih dan Ibu Sumini, bahwa dampak peran ganda dirinya sebagai
wanita pemulung maupun ibu rumah tangga sangat banyak, terutama
pada perekonomian keluarganya yang berdampak sangat terbantu. Ibu
Mini mengatakan sebagai berikut:
“Pasti ada, karena kan emang peran istri itu bukan untuk bekerja,
perannya hanya satu yang jadi ibu rumah tangga ajah kan, jadi
pasti ada dampaknya ga mungkin enggak. dampak baiknya ya
ekonomi sangat jadi terbantu, kaya anak-anak jadi pada sekolah.
tapi keluarga sama pekerjaan rumah juga kadang jadi ga keurus
juga kayaknya hahaha, sampe bapaknya pun nyampe turun
tangan buat ngurus anak dan pekerjaan rumah kalo saya lagi
kerja nyuci dan gosok.”69
Menurut Ibu Mini, tidak mungkin jika tidak ada dampak dari
peran ganda dia, karena sebenarnya peran seorang wanita dalam
keluarga itu bukan untuk bekerja perannya hanya satu yaitu menjadi ibu
rumah tangga. Untuk ekonomi sangat berdampak dalam membantu
menyekolahkan anak-anak. Tetapi untuk keluarga, pekerjaan rumah
menjadi terbengkalai. Sehingga suami juga harus ikut membantu dalam
mengerjakan pekerjaan rumah maupun mengurus anaknya. Dalam hal
ini suami Ibu Mini yang bernama Bapak Santo mengatakan sebagai
berikut:
“Jelas ada untuk dampak dan terasa banget dari segi ekonomi
sama istri saya karena ibaratnya mau di ajak susah ikut mulung
juga terus nyuci dan gosok, mau direpotin buat bantuin saya
nyari uang. seharusnya mah saya nyenengin dia ya, tapi dari
awal nikah saya udah ngerepotin dia hahaha”70
69 Lampiran 4, Hasil Wawancara Ibu Mini, Wanita Pemulung 70 Lampiran 7, Hasil Wawancara Bapak Santo, Suami Ibu Mini
94
Menurut Bapak Santo, sangat jelas ada dampak dari peran ganda
istrinya sebagai wanita pemulung maupun ibu rumah tangga. Karena
dari segi ekonomi sangat membantu sekali dalam perekonomian
keluarga mereka. Dalam hal ini anak dari Ibu Mini dan Bapak Santo
yang bernama Arjuna mengatakan sebagai berikut:
“Pas ibu kerja ibu jadi jarang di rumah, kak dewa sama aku suka
marah kadang sama ibu suka ngambek, soalnya kak dewa sama
aku pengennya ibu dirumah ajah”71
Menurut Arjuna, Ibunya menjadi sering tidak ada di rumah,
terkadang dirinya dan kakaknya suka marah kepada ibunya karena ingin
sekali ibunya dirumah saja dan lebih memperhatikan dia dan kakanya.
Berdasarkan hasil wawancara dari beberapa informan di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa peran ganda wanita yang bekerja
sebagai wanita pemulung maupun asisten rumah tangga serta harus
menjadi ibu rumah tangga yang mengurus keluarga maupun
mengerjakan pekerjaan rumah itu memeliki dampak, baik dampak
positif maupun dampak negatif. Dampak positifnya ada pada segi
ekonomi, dimana wanita pemulung yang bekerja sebagai pemulung
maupun asisten rumah tangga ini dapat menambah pendapatan
suaminya yang akan membantu perekonomian keluarganya.
Namun ada pula dampak negatifnya dari peran ganda tersebut
yaitu, membuat anak-anak mereka menjadi kurang diperhatikan.
Akibatnya ada beberapa anak yang lebih memilih ibunya untuk tidak
bekerja sebagai wanita pemulung maupun asisten rumah tangga. Selain
itu dampak negatif dari peran ganda ini, membuat pekerjaan yang
seharusnya dilakukan oleh para wanita pemulung ini menjadi
terbengkalai, akibatnya para suami mereka harus ikut membantu dalam
mengatasi pekerjaan rumah.
Kesehatan fisik dari wanita pemulung pun menjadi dampak dari
peran ganda ini, akibatnya fisik mereka menjadi lemah karena
71 Lampiran 10, Hasil Wawancara Arjuna, Anak Ibu Mini
95
aktivitasnya yang padat dalam bekerja sebagai pemulung maupun
asisten rumah tangga. Bahkan tak hanya kesehatan dari wanita
pemulung saja, kesehatan anak-anak mereka yang ikut bekerja sebagai
pemulung karena tidak bisa ditinggal oleh ibu dan bapaknya juga
menjadi melemah bahkan sering sampai jatuh sakit.
C. Hasil Pembahasan
1. Kehidupan Sehari-hari Wanita Pemulung
Pemulung adalah bentuk aktivitas dalam mengumpulkan bahan-
bahan bekas dari berbagai lokasi pembuangan sampah yang masih bisa
dimanfaatkan untuk mengawali proses penyalurannya ke tempat-tempat
produksi (daur ulang). Aktivitas tersebut terbagi ke dalam tiga klasifikasi
diantaranya, agen, pengepul, dan pemulung.72
Agen, pengepul, dan pemulung merupakan satu kesatuan yang
saling berkaitan, dan tidak dapat dipisahkan dalam proses produksi daur
ulang sampah, karena mereka saling membutuhkan satu sama lain. Jika
dilihat tempat pemulung bekerja sangat tidak memenuhi standar kesehatan
dan lingkungan terkesan kumuh, faktor yang ikut menentukan seseorang
bekerja sebagai pemulung antara lain adalah tingkat pendidikan yang rendah
serta keterbatasan pada modal maupun skill yang mereka miliki.73
Ada beberapa penyebab seseorang menggeluti pekerjaan sebagai
pemulung:
a. Faktor ekonomi (berasal dari keluarga yang tidak mampu).
b. Sulitnya mencari pekerjaan.
c. Tingkat pendidikan yang rendah dan tidak memiliki keterampilan.
d. Tidak ada modal untuk membuka usaha.74
72 Indra Taufik, Persepsi Masyarakat Terhadap Pemulung di Pemukiman TPA Bukit
Pinang Samarinda, Jurnal 2013. 73 Ibid 74 Supriadi Pangaribuan, Intensitas Ibu Rumah Tangga Pemulung dalam Mewujudkan
Kehidupan Keluarga di Kelurahan Sail Kecamatan Tenayan Raya, JOM Fisip 2017, Vol 4 No. 1
96
Banyak ibu bisa bekerja sebagai pemulung ditempat
pembuangan sementara (TPS) karena diajak oleh teman dan juga karena
kebutuhan keluarga kurang mencukupi. Terlebih pekerjaan ini dinilai
tidak memiliki keterikatan dengan aturan jam kerja seperti pekerjaan
pada umunya Alasan ibu rumah tangga ini bekerja pada umumnya
karena desakan ekonomi yang tidak tertutupi hanya dengan
mengandalkan penghasilan suami, terlebih apabila anggota keluarga
masih berskolah sehngga kebutuhan pun bertambah.75
Seluruh pemulung perempuan bekerja secara sadar bahwa
pekerjaan mengais sampah di wilayah TPA adalah hal terlarang. Sebab
dapat mengakibatkan kecelakaan kerja yang tinggi akibat longsoran
sampah dan bahaya gas beracun yang ditimbukan dari asap pembakaran
sampah. Namun hal ini mereka kesampingkan karena mereka merasa
yaman dengan pola kerja yang dapat diatur oleh mereka sendiri.
Umumnya, mereka tidak ingin bekerja di bawah perintah dan sistem
yang mengatur mereka. Kemudian didukung juga oleh penghasilan yang
mereka dapat telah mencukupi kebutuhan dasar. Semakin giat mereka
bekerja maka semakin tinggi pula pendapatan mereka dan peluang
menciptakan masa depan yang lebih baik lagi.76
Berdasarkan temuan di lapangan peneliti memperoleh informasi
bahwa sistem kerja pemulung adalah sistem cara pemulung
mendapatkan uang dari hasil mereka menjual barang-barang hasil
buangan. Pada pagi hari aktivitas keluarga pemulung ini bekerja
mencari barang pulungan mulai dari pukul 07.30 WIB dengan
membawa karung dan gerobak. Pukul 12.00 WIB barulah mereka
kembali kerumah dengan membawa hasil pulungannya. Lokasi di
Kampung Pemulung ini sepi di pagi hari karena orang tua yang
75 Ibid,h. 3 76 Achmad Syakrani, Studi Tentang Strategi Hidup Pemulung Perempuan di Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) Bukit Pinang Kota Samarinda, e-Jornal Sosiatri-Sosiologi 2016, Vol 4,
No.3
97
membawa ikut anaknya bekerja atau anak mereka yang sedang pergi
bersekolah.
Berikut ini merupakan tahap-tahap dari kegiatan daur ulang yang
dilakukan oleh masyarakat yang bekerja sebagai pemulung di RT 003
RW 001 Kelurahan Jurang Mangu Timur:
a. Mengumpulkan, yaitu mencari barang-barang bekas seperti gelas
dan botol-botol plastik, kardus dan besi.
b. Memilah, yaitu mengelompokan sampah yang telah terkumpul
berdasarkan jenisnya, seperti gelas, botol plastik, dan kardus.
c. Membersihkan, yaitu setelah dipilah-pilah barang pulungan
dibersihkan terlebih dahulu.
d. Mengirim, yaitu barang bekas yang telah dibersihkan kemudian
dikirim kepada Bandar atau agen untuk ditimbang. Hal ini dilakukan
setiap 2 minggu sekali.
Faktor-faktor yang mendukung wanita bekerja sebagai
pemulung yang pertama adalah faktor ekonomi. Keadaan kondisi
ekonomi yang menjadikan faktor alasan utama wanita pemulung
memilih untuk bekerja membantu suaminya menjadi pemulung.
Selain itu latar belakang pendidikan mereka yang rendah membuat
mereka sulit untuk mencari pekerjaan, dan tidak adanya modal untuk
mereka membuka usaha kecil-kecilan seperti seperti usaha
membuka warung atau usaha menjual makanan.
Berikut ini beberapa faktor yang mendukung wanita bekerja
sebagai pemulung:
a. Faktor Ekonomi
Ekonomi adalah salah satu faktor penyebab masyarakat
pemulung di Kelurahan Jurang Mangu Timur memilki pekerjaan
sebagai pemulung. Lemahnya ekonomi masyarakat pemulung
Kelurahan Jurang Timur memaksa mereka bekerja sebagai
pemulung agar dapat bertahan hidup, maka mereka memerlukan
uang agar dapat memenuhi kebutuhan dalam rumah tangga dan
98
untuk bisa mendapatkan uang maka mereka membutuhkan
pekerjaan dan oleh karena itu salah satu pekerjaan yang mereka
bisa lakukan saat ini adalah bekerja sebagai sebagai pemulung.
Hal tersebut terjadi karena kondisi ekonomi mereka yang
semakin hari semakin mendesak dan mengharuskan mereka
mendapatkan uang untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
b. Faktor Pendidikan
Pendidikan merupakan suatu aspek penting dalam
kehidupan manusia karena pendidikan dapat menciptakan
generasi bangsa yang diinginkan karena didalamnya pendidikan
dapat membentuk masyarakat menciptakan kehidupan yang
lebih maju.
Faktor pendidikan adalah salah satu alasan bagi mereka
yang memilih bekerja sebagai pemulung, karena rendahnya
tingkat pendidikan yang mereka miliki sehingga memaksa
mereka menjadi seorang pemulung.
2. Kontribusi Wanita Pemulung dalam Membantu Perekonomian
Keluarga
Kontribusi adalah sesuatu yang dilakukan untuk membantu
menghasilkan atau mencapai sesuatu bersama-sama dengan orang lain, atau
untuk membantu membuat sesuatu yang sukses. Ketika kita memberikan
kontribusi, itu berarti bahwa kita memberikan sesuatu yang bernilai bagi
sesama, seperti uang, harta benda, kerja keras atau apapun waktu itu.77
Dengan kontribusi berarti individu tersebut juga berusaha
meningkatkan efesiensi dan efektifitas hidupnya. Hal ini dilakukan dengan
cara menajamkan posisi perannya, sesuatu yang kemudian menjadi bidang
spesialis, agar lebih tepat sesuai dengan kompetensi. Kontribusi dapat
77 Lidya Tatambihe, Kontribusi Ibu Rumah Tangga Sebagai Pemulung Sampah dalam
Meningkatkan Ekonomi Keluarga (di TPA Kelurahan Sumompo Kecamatan Tuminting), e-Journal
“Acta Diurna”, 2017, Vol. 6
99
diberikan dalam berbagai bidang yaitu pemikiran, kepemimpinan,
profesionalisme, finansial, dan lainya.78
Kondisi krisis ekonomi saat ini dampaknya sangat luas dan sangat
memberatkan kehidupan masyrakat dari semua lapisan. Untuk membantu
ekonomi keluarga peran wanita yang bekerja sangat dibutuhkan, terutama
dalam hal membantu menambah penghasilan keluarga mereka bersedia
menyumbangkan tenaganya untuk menghasilkan barang dan jasa dengan
menerima upah atau gaji berupa uang atau barang.79
Kondisi ekonomi keluarga merupakan faktor yang sangat penting
dalam kehidupan keluarga. Ekonomi dalam keluarga meliputi keuangan dan
sumber-sumber yang dapat meningkatkan taraf hidup anggota keluarga.
Semakin banyak sumber-sumber keuangan atau pendapatan yang di terima,
maka akan meningkatkan taraf hidup keluarga.80
Dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, manusia harus
bekerja untuk memperoleh pendapatan agar kebutuhan hidupnya dapat
terpenuhi. Menurut Tulus T.H Tambunan pendapatan artinya “pembayaran
yang di dapat karena bekerja atau menjual jasa”.81 Badan Pusat Statistik
yang dikuti dalam Mulyadi menjelaskan indicator tingkat pendapatan
sebagai berikut:
a. Rendah, kurang dari Rp. 1.500.000
b. Sedang Rp 1.500.000 - Rp. 3000.000
c. Menengah, Rp 3.000.000 – Rp. 5.000.000
d. Tinggi, lebih dari Rp. 5.000.00082
Pada dasarnya, kemiskinan didefinisikan dengan taraf hidup
yang rendah. Dapat diartikan pula sebagai suatu keadaan dimana
78 Ibid 79 Wahyu Hidayat, Analisis Peran Ganda Pemulung Wanita Pada Tempat Pembuangan
Akhir (TPA) Jatibarang Koda Semarang, Dinamika Manajemen 2006, Vol. 5, No. 1 80 Supriadi Pangaribuan, Intensitas Ibu Rumah Tangga Pemulung dalam Mewujudkan
Kehidupan Keluarga di Kelurahan Sail Kecamatan Tenan Raya, JOM FISIP, 2017, Vol. 4 81 Tulus T.H Tambunan, Perekonomian Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003), h.
97 82 Mulyadi, Pengaruh Kondisi Sosial Ekonomi Terhadap Pengetahuan Masyarakat Akan
Dampak Konversi Lahan, (Skripsi, UIN Jakarta, 2015), h. 18
100
penghidupan penduduk ditandai oleh serba kekurangan akan kebutuhan
pokok. Menurut Widodo dalam M. Yani menjelaskan konsep kebutuhan
dasar selalu dikaitkan dengan kemiskinan, penduduk miskin umumnya
lemah dalam kebutuhan berusahan dan terbatas aksesnya pada kegiatan
ekonomi sehingga tertinggal dengan masyarakat lainya.83
Bedasarkan temuan di lapangan bahwa mereka warga pemulung
hanya memperoleh pendapatan rata-rata sebesar Rp. 700.000 sampai Rp
900.000 perbulan. Hal ini tergolong pada endapatan rendah, karena
menurut badan pusat statistik kategori pendapatan rendah yaitu kurang
dari Rp. 1.500.000. Pendapatan ini diperoleh dari hasil mencari barang
bekas, kemudian dibersihkan lalu ditimbang setiap 2 minggu sekali
kepada agen pengepul sampah. Serta dari hasil upah wanita pemulung
yang mempunyai pekerjaan sampingan sebagai asiten rumah tangga.
Pendapatan yang mereka dapatkan tak lain karena adanya
kontribusi wanita yang ikut bekerja dalam membantu perekonomian
keluarga. Beberapa kontribusi tersebut sebagai berikut:
a. Wanita pemulung
Pilihan wanita bekerja sebagai pemulung merupakan
alternatif paling memungkinkan bagi perlawanan desakan ekonomi
yang harus dipenuhi baik dirinya maupun untuk keluarganya.
Keikutsertaan wanita pemulung yang mencari barang pulungan
secara otomatis dapat membuat jumlah barang pulungan menjadi
lebih banyak, yang nantinya akan membuat pendapatan menjadi
bertambah. Maka, kontribusi wanita sebagai pemulung sangat
membantu perekonomian keluarga.
b. Asisten rumah tangga
Selain bekerja menjadi wanita pemulung, berdasarkan hasil
wawancara oleh beberapa informan wanita pemulung bahwa mereka
juga berkontribusi dengan bekerja sebagai asisten rumah tangga.
83 M. Yani Balaka, Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan Masyarakat Desa Keamatan
Lohia Kabupaten Muna, Jurnal Ekonomi, 2016
101
Pekerjaan asisten rumah tangga ini seperti, membersikan rumah
majikan, menyuci, dan menggosok. Hal ini dilakukan agar dapat
menambah pendapatan keluarga selain dari hasil memulung.
Dengan adanya kontribusi wanita pemulung yang bekerja
sebagai pemulung maupun asisten rumah tangga membuat
pendapatan keluarga mereka dapat mencukupi kebutuhan sehari,
dapat membiayai sekolah anak-anak, serta dapat menjadikan
keluarga mereka menabung untuk keperluan mendadak, seperti
menabung untuk proses persalinan, biaya jika keluarga sakit, hajatan
sunatan anak mereka, atau untuk keperluan mendadak lainya.
3. Dampak Peran Ganda Wanita Pemulung Terhadap Kehidupan
Rumah Tangga Keluarga Kampung Pemulung Kelurahan Jurang
Mangu Timur
Dalam keluarga, peranan seseorang itu akan berbeda-beda,
perbedaan tersebut didasarkan atas berbagai pertimbangan seperti
pertimbangan umur, jenis kelamin, perbedaan generasi, posisi ekonomi dan
pembagian kekuasaan. Perbedaan posisi antara laki-laki dan wanita dalam
keluarga sebagian disebabkan oeh alasan-alasan biologis seperti fisik kuat
dan lemah, tidak atau terlibat dalam kegiatan mengandung, melahirkan,
serta membesarkan bayi.84
Perbedaan biologis inilah yang menimbukan asumsi dasar didalam
keluarga bahwa wanita yang memiliki fisik lemah dengan kodratnya
mengandung, melahirkan dan membesarkan bayi sehingga wanita
ditempatkan sebagai ibu rumah tangga yang berperan di dalam rumah.
Sedangkan laki-laki yang memiliki fisik kuat, ditempatkan sebagai kepala
keluarga yang berperan mencari nafkah untuk memnuhi kebutuhan
keluarga.85
84 Supriadi Pangaribuan, Intensitas Ibu Rumah Tangga Pemulung dalam Mewujudkan
Kehidupan Keluarga di Kelurahan Sail Kecamatan Tenayan Raya, JOM FISIP, 2017, Vol. 4 85 Ibid
102
Wanita dalam keluarga memliki peran dan kebutuhan gender.
Menurut Astuti, dalam peran dan kebutuhan gender peran wanita terdiri
atas:
a. Peran Produktif
Peran produktif pada dasarnya hampir sama dengan peran
transisi, yaitu peran dari seorang wanita yang memiliki peran tambahan
sebagai pencari nafkah tambahan bagi keluarganya. Peran produktif
adalah peran yang dihargai dengan uang atau barang yang menghasilkan
uang atau jasa yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi. Peran ini
diidentikan sebagai peran wanita di sektor publik, contoh petani, buruh,
guru, pengusaha.
b. Peran Reproduktif
Pada dasarnya peran ini lebih menitik beratkan pada kodrat
wanita secara biologis tidak dapat dihargai dengan nilai uang atau
barang. Peran ini terkait dengan kelangsungan hidup manusia, contoh
peran ibu pada saat mengandung, melahirkan dan menyusui anak adalah
kodrat dari seorang ibu. Peran ini pada akhirnya diikuti dengan
mengerjakan kewajiban pekerjaan rumah.86
Ibu rumah tangga dapat diartikan sebagai seorang wanita yang
mengatur penyelenggaraan berbagai macam pekerjaan rumah tangga,
atau ibu rumah tangga merupakan seorang istri (ibu) yang hanya
mengurusi berbagai pekerjaan dalam rumah tangga (tidak bekerja di
kantor).87
Peran ganda wanita sebagai ibu rumah tangga berarti mereka
harus mampu menjadi pendamping suami, mampu merawat, mengasuh,
dan mendidik anak. Bekerja di pasar kerja berarti berperan membantu
86 Nauri Alghaasyiyah, Kontribusi Wanita Pemulung dalam Mendukung Perekonomian
Keluarga: Studi Kasus Pada Pemulung di TPA Air Sebakul, (Skripsi: Universitas Bengkulu,
2014), h. 7 87 Supriadi Pangaribuan, Op.cit
103
menambah penghasilan keluarga. Kedua peran tersebut sama-sama
membutuhkan waktu.88
Berdasarkan hasil temuan di lapangan bahwa peran aktif yang
dilakukan wanita pemulung ini didalam bidang ekonomi untuk
memenuhi kebutuhan keluarga tanpa meninggalkannya perannya
didalam rumah tangga, merupakan hal yang tidak mudah karena, selain
bekerja mencari uang, ia juga punya peran yang lebih penting dalam
mengurus rumah tangga. Kegiatan wanita pemulung membantu mencari
nafkah sebagai pemulung maupun asisten rumah tangga ini umumnya
karena desakan ekonomi dan juga adanya dekungan dari para suami.
Mereka tidak menganggap hal itu sebagai suatu hal yang mengancam
kedudukan suami sebagai pencari nafkah utama, akan tetapi justru di
pandang sebagai suatu hal yang positif karena di nilai membantu
meringankan beban dalam mencari nafkah.
Dalam melakukan pekerjaan khusunya wanita mereka harus
memperhitungkan waktu agar dapat mengurus rumah tangga meliputi
pengawasan kepada anak-anaknya pada waktu belajar, mengasuh,
memasak dan pekerjaan lain yang berkaitan deng rumah tangga. Wanita
pemulung Kelurahan Jurang Manggu Timur ini yang bekerja sebagai
pemulung maupun asisten rumah tangga selain membantu bekerja
mencari nafkah, mereka juga tidak melupakan dan meninggalkan
perannya di dalam rumah tangga utuk mengurus kebutuhan rumah
tangga., mereka masih menjalankan peranya sebagai ibu rumah tangga.
Perannya sebagai wanita untuk menjalankan peran reproduktif wanita
dalam keluarga seperti, mengandung, melahirkan, menyusui,
membimbing anak, mengurus suami, serta mengerjakan pekerjaan
rumah. Meskipun sebagian kecil juga ibu rumah tangga pekerja
pemulung masih dibantu oleh suami dalam membantu mengerjakan
88 Wahyu Hidayat, Analisis Peran Ganda Wanita Pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Jatibarang Kodia Semarang, Dinamika Manajemen, 2006, Vol. 5, No. 1
104
pekerjaan rumah sehingga tercipta pertukaran tingkah laku suami dan
istri dalam pembagian peran pada keluarga yang harmonis.
Meskipun peran ganda dari wanita pemulung dapat dijalankan,
namun dalam hal ini memiliki dampak pada peran ganda wanita
pemulung terhadap kehidupan ibu rumah tangga. Dampak positif dan
negatif sebgai berikut:
Dampak Positif Dampak Negatif
1. Dampak Perekonomian secara tidak
langsung menjadi terbantu, karena
dengan wanita pemulung bekerja
dapat menambah penghasilan
keluarga, kebutuhan menjadi
tercukupi, dapat membantu biaya
sekolah anak-anak, serta untuk
keperluan mendadak lainya.
2. Dampak Kemandirian, membuat
anak menjadi lebih mandiri dalam
kehidupannya, seperti makan sendiri,
mandi sendiri, berangkat dan pulang
sekolah sendiri.
1. Dampak kesehatan menjadi terganggu,
karena pekerjaan wanita pemulung yang
harus bertemu dengan jalanan maupun
lingkungan yang kumuh bertemu dengan
sampah, serta bekerja menjadi asisten
rumah tangga merupakan pekerjaan yang
menggunakan banyak tenaga , sedangkan
pada umumnya fisik seorang wanita
sangan rentan lebih mudah terkena
penyakit seperti demam, batuk, pilek.
2. Dampak terhadap keluarga, karena
wanita pemulung lebih banyak
menghabiskan waktu mereka diluar
dengan bekerja, akibatnya mereka menjadi
kurang memperhatikan maupun menjaga
anak-anak mereka, sehingga suami mereka
harus ikut membantu dalam menjaga anak-
anak ketika wanita pemulung bekerja.
3. Dampak terhadap pekerjaan rumah,
pekerjaan rumah menjadi terbengkalai
karena wanita pemulung yang tidak punya
baknyak waktu untuk berada dirumah.
105
Sehingga, dalam mengerjakan pekerjaan
rumah ini suami wanita pemulung ikut
membantu menjalankan peran istrinya
dalam mengerjakan pekerjaan rumah.
4. Teori Pertukaran Tingkah Laku Sosial
Seiring berjalannya waktu, tentunya seseorang akan mengalami
perubahan-perubahan. Perubahan keluarga dengan berbagai aspek dan
konsekuensinya tidak mungkin untuk hindari. Perubahan tersebut tentang
pertukaran peran suami istri yang terjadi dalam keluarga pemulung karena
peran ganda wanita pemulung yang ikut bekerja sebagai pemulung maupun
asisten rumah tangga serta harus menjadi ibu rumah tangga yang mengurus
keluarga maupun mengerjakan pekerjaan rumah.
Menurut Dian Pita dalam skripsinya yang berjudul peran istri dalam
membantu perekonomian keluarga di desa tanjung selamat kecamatan
padang tualang kabupaten langkat bahwa peran ganda perempuan dalam
menjalankan aktivitasnya sehari-hari sebagai ibu rumah tangga dan sebagai
ibu pekerja yang membantu perekonomian keluarga merupakan suatu
bentuk dari pertukaran tingkah laku sosial. Sesuai dengan teori pertukaran
tingkah laku sosial yang dikemukakan oleh homans, dalam hal ini ingin
mengetahui bagaimana perannya sebagai ibu rumah tangga dan perannya
membantu perekonomian keluarga. Pada teori pertukaran tingkah laku
sosial penelitian ini termasuk pada proposisi nilai dan proposisi sukses.89
Bagi Homans sebagai seorang ahli teori pertukaran, bukan hanya
status dan peranan yang berasal dari fungsionalisme yang menyediakan
mata rantai antara individu dan struktur sosialnya, oleh karena struktur atau
89 Dian Pita S, Peran Istri dalam Membantu Perekonomian Keluarga di Desa Tanjung
Selamat Keamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat, (Skripsi: Universitas Negeri Islam
Sumatera Utara, 2016).
106
lembaga-lembaga demikian itu terdiri dari individu-individu yang terlibat
dalam proses pertukaran barang berwujud materi maupun non-materi.
Dalam mengembangkan teori pertukaran, Homans mengemukakan
beberapa proposisi untuk menjelaskan tingkah laku sosial yang paling dasar.
Menurut dia, tingkah laku sosial yang paling dasar dapat dijelaskan dengan
beberap proposisi dari pertukaran sosial. Adapun proposisi dari Humans
adalah sebagai berikut:
a. Proposisi Sukses
Dalam setiap tindakan, semakin sering suatu tindakan tertentu
memperoleh ganjaran,maka kian kerap ia akan melakukan tindakan itu.
b. Proposisi Rangsangan atau Stimulus
Jika di masa lalu terjadinya stimulus yang khusus, atau
seperangkat stimuli, merupakan peristiwa dimana tindakan
seseorang memperoleh ganjaran, maka semakin mirip stimuli
yang ada sekarang ini dengan yang lalu itu, akan semakin
mungkin seseorang melakukan tindakan serupa atau yang agak
sama.
c. Proposisi Nilai
Semakin tinggi nilai suatu tindakan, maka kian senang seeorang
melakukan tindakan itu.
d. Proposisi Kejenuhan
Semakin sering dimasa yang baru berlalu seseoran menerima suatu
ganjaran tertentu, maka semakin kurang bernilai bagi orang tersebut
peningkatan setiap unit ganjaran itu.
e. Proposisi Persetujuaan dan Agresi
Dalam bagian ini ada dua proposisi yang berbeda. Proposisi pertama :
Bila tindakan seseorang tidak memperoleh ganjaran seperti yang
diharapkannya atau mendapat hukuman yang tidak diharapkannya,
maka semakin besar kemungkinan bahwa dia menjadi marah dan
melakukan tindakan yang agresif dan tindakan agresif itu menjadi
bernilai baginya.
107
Proposisi kedua lebih bersifat positif: Apabila seseoranag mendapat
ganjara yang lebih besar dari pada yang diharapkannya atau tidak
mendapat hukuman yang diperhitungkannya maka ia akan melakukan
hal-hal yang positif dan hasil dari tingah laku yag demikian adalah lebih
bernilai baginya”.90
Berdasarkan hasil temuan di lapangan diperoleh informasi
bahwa proposisi pertukaran tingkah laku sosial antara wanita pemulung
dengan suami adalah termasuk dalam proposisi sukses dan proposisi
nilai, dimana bunyi dari proposisi sukses adalah dalam setiap tindakan,
semakin sering suatu tindakan tertentu memperoleh ganjaran, maka kian
kerap ia akan melakukan tindakan itu. Dan proposisi nilai yang dimana
semakin tinggi nilai suatu tindakan, maka kian senang seseorang
melakukan tindakan itu.
Dari hasil wawancara dengan beberapa informan baik wanita
pemulung maupun suaminya, mereka mengakui bahwa kontribusi
wanita pemulung yang bekerja sebagai pemulung maupun asisten rumah
tangga ini sangat menguntungkan sekali karena pendapatannya dapat
membantu dalam memenuhi kebutuhan hidup maupun membiayai
sekolah anak-anak. Hal ini termasuk kedalam proposisi sukses dan
proposisi nilai, dimana maksud dari proposisi sukses itu sendiri
membahas tentang semua tindakan yang dilakukan oleh seseorang,
makin sering satu bentuk tindakan tertentu memperoleh imbalan, makin
cenderung orang tersebut menampilkan tindakan tertentu tadi. Maksud
dari proposisi sukses ini sama seperti pada kontribusi wanita pemulung
yang bekerja sebagai pemulung maupun asisten rumah tangga ini
dirinya mendapatkan begitu banyak manfaat maupun imbalan karena
bisa menghasilkan pendapatan dari pekerjaan tersebut untuk membantu
menambah pendapatan keluarganya, sehingga dirinya memutuskan
untuk melakukan sesuatu yang menguntungkan dirinya karena banyak
90 Margaret, Sosiologi Kontemporer, (Jakarta: CV. Rajawali, 1984), h. 61-64.
108
manfaat atau imbalan yang dia dapat dengan bekerja sebagai pemulung
dan asiten rumah tangga setiap hari.
Sedangkan maksud dalam proposisi nilai yaitu membahas makin
tinggi nilai hasil suatu perbuatan bagi seseorang maka makin besar pula
kemungkinan perbuatan tersebut diulangnya kembali. Prinsip dasar
dalam pertukaran sosial adalah aturan yang mengatakan bahwa sebuah
nilai harus sebanding dengan yang kita lakukan. Seseorang dalam
hubungan pertukaran dengan orang lain akan mengharapkan nilai yang
diterima oleh setiap pihak sebanding dengan pengorbanan yang telah
dikeluarkannya, makin tinggi pengorbanan, makin tinggi nilainnya, dan
keuntungan yang diterima oleh setiap pihak harus sebanding sama-sama
menguntungkan.
Hal ini sesuai dengan kontribusi wanita pemulung ini yang
sangat menguntungkan sehingga yang dilakukan wanita pemulung
dengan bekerja sebagai pemluung maupun asisten rumah tangga dapata
bernilai bagi suaminya karna dapat membantu dirinya dalam mencari
nafkah untuk perekonomian keluarga. Dalam perspektif wanita dirinya
juga mendapat keuntungan dari peran suami mereka yang ikut
membantu mengurus anak mapun pekerjaan rumah yang seharusnya
menjadi peran wanita pemulung sebagai ibu rumah tangga. Sehingga
peran suami yang ikut membantu dalam mengurus anak maupun
mengerjakan pekerjaan rumah sangat bernilai dan sangat
menguntungkan baik wanita pemulung karena dapat meringankan
pekerjaan dirinya sebagai ibu rumah tangga.
D. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan penelitian dapat dipaparkan sebagai berikut:
1. Sulitnya mendapatkan data warga pemulung karena mereka tidak memiliki
Kartu Tanda Penduduk sehingga tidak terdaftar sebagai warga daerah
setempat.
2. Tempat penelitian yang cukup jauh dari tempat tinggal peneliti.
109
109
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan oleh
peneliti, dapat disimpulkan bahwa:
1. Kehidupan Sehari-hari pemulung adalah cara pemulung mendapatkan uang
dari hasil mereka menjual barang-barang hasil pulungan. Langkah pertama
adalah mencari barang bekas seperti botol bekas air mineral, gelas bekas,
kardus, kabel-kabel bekas, atau bahkan barang-barang rusak yang masih
bisa di pakai. Biasanya pemulung mencari barang bekas di tempat sampah
sekitar komplek atau di kampung-kampung, bahkan beberapa pemulung ada
yang mencari barang pulungan di depan-depan toko sampai belakang mall.
Setelah itu dibersihkan untuk nantinya ditimbang setiap periode 2 minggu
sekali kepada Agen. Setelah ditimbang barulah pemulung tersebut
mendapat penghasilan sesuai dengan banyaknya barang hasil pulungan
yang didapat. Biasanya dalam waktu 2 mingu itu pemulung bisa
mendapatkan Rp 250.000 – Rp 300.000 bahkan lebih. Faktor-Faktor yang
mendorong mereka berkerja menjadi wanita pemulung adalah faktor
ekonomi dan faktor pendidikan.
2. Kontribusi wanita pemulung sangat membantu perekonomian keluarga.
Selain menjadi wanita pemulung, mereka juga bekerja sebagai asisten
rumah tangga agar pendapatan keluaga menjadi semakin bertambah.
Pendapatan wanita pemulung dapat membuat keluarga mereka menjadi
menabung untuk kebutuhan mendadak. Diantara mereka pendapatanya
yang ditabung tentu dengan keperluan yang berbeda-berbeda, ada yang
menabung untuk keperluan sekolah,ada yang untuk keperluan proses
melahirkan, ada yang menabung untuk simpanan jika sewaktu-waktu
keluarga sakit, serta ada pula yang menabung untuk hajatan sunatan anak
laki-lakinya.
110
3. Dampak peran ganda wanita yang bekerja sebagai wanita pemulung
maupun asisten rumah tangga serta harus menjadi ibu rumah tangga yang
mengurus keluarga maupun mengerjakan pekerjaan rumah itu memeliki
dampak, baik dampak positif maupun dampak negatif. Dampak positifnya
ada pada segi ekonomi, dimana wanita pemulung yang bekerja sebagai
pemulung maupun asisten rumah tangga ini dapat menambah pendapatan
suaminya yang akan membantu perekonomian keluarganya. Namun ada
pula dampak negatifnya dari peran ganda tersebut yaitu, membuat anak-
anak mereka menjadi kurang diperhatikan. Selain itu dampak negatif dari
peran ganda ini, membuat pekerjaan yang seharusnya dilakukan oleh para
wanita pemulung ini menjadi terbengkalai, akibatnya para suami mereka
harus ikut membantu dalam mengatasi pekerjaan rumah. Kesehatan fisik
mereka menjadi lemah karena aktivitasnya yang padat dalam bekerja
sebagai pemulung maupun asisten rumah tangga.
B. Implikasi
Berdasarkan simpulan yang telah dipaparkan, maka diperoleh beberapa
implikasi, diantarannya:
1. Bagi masyarakat wanita, dapat memberikan informasi tentang wanita yang
memiliki peran ganda dalam menjadi ibu rumah tangga dan sebagai ibu
yang bekerja diluar membantu perekonomian keluarga agar tetap
menjalankan peran keluarga dengan sebaik-baiknya sebagai ibu rumah
tangga yang mengurus suami maupun anaknya, serta bertanggung jawab
dalamhal mengerjakan pekerjaan rumah
2. Bagi pemerintah, sebagai agar lebih memperhatikan masyarakat tidak
mampu dalam bantuan sumbangan, khusunya bagi keluarga pemulung yang
kondisi ekonominya sangat terbatas.
111
C. Saran
Berdasarkan dari hasil penelitian tersebut, maka penulis sampaikan
saran sebagai berikut:
1. Bagi wanita pemulung, diharapkan bagi para ibu rumah tangga yang bekerja
sebagai pemulung untuk lebih memperhatikan pendidikan dan pergaulan
anak-anak mereka sehingga pendidikan mereka menjadi tidak terbengkalai
dan dapat merubah status sosial keluarga sehingga kelak mendapatkan
pekerjaan yang lebih baik lagi.
2. Bagi Pemerintah, dalam melihat kondisi ekonomi pemulung di Kelurahan
Jurang Mangu Timur diharapkan agar dapat berperan dalam memerhatikan
kondisi sosial ekonomi mereka dalam membantu meningkatkan
kesejahteraan masyarakat pemulung baik dari segi ekonomi, pendidikan,
dan kesehatan mereka. Karena sudah saatnya pemerintah memberikan
kontribusi yang baik bagi pemulung agar bisa dipandang positif untuk
masyarakat. Tempatkan mereka pada posisi yang baik. Berikan modal untuk
bisa mengembangkan usaha ataupun membuat lapangan pekerjaan baru.
Serta dapat memberikan pendidikan yang layak bagi anak-anak pemulung
agar mereka bisa menjadi anak bangsa yang berprestasi dan dapat
mengeyam pendidikan yang lebih baik lagi agar masa depan mereka bisa
meningkatkan taraf ekonomi keluarga sehingga mereka tidak lagi menjadi
seorang pemulung dan jadikanlah tempat pemukiman pemulung supaya
tidak kumuh dan kotor, karena tempat seperti itu yang menjadi sumber
penyakit.
112
Daftar Pustaka
Afrida. Ekonomi Sumber daya Manusia. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003.
Anwar,Chaidir. Pola Sebaran Pemulung dan Kegiatannya di Jakarta Timur. Jakarta: