KONTRIBUSI DAYAH DARUL AMIN AL-WALIYYAH DALAM PENGAMALAN AGAMA PADA MASYARAKAT GAMPONG ILIE KECAMATAN ULEE KARENG KOTA BANDA ACEH SKRIPSI Diajukan Oleh: YENNY RAFIQAH NIM. 140404040 Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY BANDA ACEH 1440 H/2019 M
97
Embed
KONTRIBUSI DAYAH DARUL AMIN AL-WALIYYAH DALAM … · 2019. 5. 27. · Kota Banda Aceh”. Penelitian dilatari oleh adanya kegiatan pengajian di balai pengajian dayah darul amin al-waliyyah
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
KONTRIBUSI DAYAH DARUL AMIN AL-WALIYYAH
DALAM PENGAMALAN AGAMA PADA MASYARAKAT
GAMPONG ILIE KECAMATAN ULEE KARENG
KOTA BANDA ACEH
SKRIPSI
Diajukan Oleh:
YENNY RAFIQAH
NIM. 140404040
Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
BANDA ACEH
1440 H/2019 M
Kata Pengantar
حـيـم حمـن الر بسـم اللـه الر
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT., yang telah
memberikan berkah dan Rahmat-Nya kepada kita semua. Shalawat beriring salam
juga penulis sampaikan kepada penghulu alam yaitu Nabi Muhammad SAW.,
keluarga, dan sahabatnya sekalian yang telah membawa umat dari alam jahiliyyah ke
peradaban Islamiyah.
Alhamdulillah, penulis telah menyelesaikan tugas akhir ini berupa skripsi
untuk mendapatkan gelar sarjana pada program studi Pengembangan Masyarakat
Islam (PMI), Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Ar-Raniry
Banda Aceh, yang berjudul “Kontribusi Dayah Darul Amin Al-Waliyyah Dalam
Pengamalan Agama Pada Masyarakat Gampong Ilie Kecamatan Ulee Kareng Kota
Banda Aceh”.
Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis telah berusaha semaksimal mungkin
sesuai dengan kemampuan dan pengalaman yang penulis miliki. Begitu banyak
kendala dan rintangan yang penulis dapati baik secara metodologi bahan/data
maupun kemampuan penulis yang masih terbatas dalam dunia tulis menulis.
Pada kesempatan ini, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih dan
pengharapan yang setinggi-tingginya kepada :
1. Bapak Dr. Fakhri, S.Sos, MA selaku Dekan Fakultas Dakwah dan
Komunikasi UIN Ar-Raniry Banda Aceh.
i
2. Ibu Dr. Rasyidah, M.Ag selaku ketua prodi Pengembangan Masyarakat Islam
Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry Banda Aceh.
3. Bapak Dr. T. Lembong Misbah, MA sebagai pembimbing pertama yang telah
banyak membantu dan bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya
dalam membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi.
4. Bapak Drs. Mahlil, MA sebagai pembimbing kedua yang telah banyak
membantu dan bersedia meluangkan waktu, tenaga serta pikirannya dalam
membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi.
5. Bapak Julianto Saleh, S.Ag.,M.Si sebagai penasehat akademik yang telah
memberikan motivasi dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-
Ranirry Banda Aceh, khususnya Bapak dan Ibu dosen Prodi Pengembangan
Masyarakat Islam yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan kepada
penulis.
7. Seluruh karyawan dan civitas akademis Fakultas Dakwah Dan Komunikasi
Universitas Islam Negeri Ar-Raniry.
8. Teristimewa Bapak tercinta Nasruddin Yunus AR dan Ibunda tersayang
Marianu Puteh, yang telah mendidik, membesarkan, serta mencurahkan kasih
sayangnya kepada penulis guna tercapainya cita-cita dan yang selalu
memberikan semangat untuk penulis menyelesaikan pendidikan.
9. Keluarga tersayang yaitu kak Afni Novita, abang Arief Nazarman, kak Nora
1. Tempat, Fasilitas, dan Sistem Balai Pengajian ............................ 44
2. Kepercayaan Terhadap Abu Ilie Dan Jadwal Pengajian ............... 47
3. Kesadaran Diri Untuk Memperdalam Ajaran Agama Islam ......... 49
C. Kontribusi Dayah Darul Amin terhadap Pengamalan Agama
Islam di Masyarakat ........................................................................ 52
1. Kesadaran Pada Pengamalan Ibadah ........................................... 54
2. Kesadaran Pada Berbusana Muslimah......................................... 59
3. Kesadaran Pada Perilaku Sosial .................................................. 64
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................... 69
B. Saran ............................................................................................... 70
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 71
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Susunan Struktur Dayah .................................................................... 32
Tabel 4.2. Susunan Struktur Organisasi Dayah ................................................... 33
Tabel 4.3. Jumlah Teungku Pengajar .................................................................. 35
Tabel 4.4. Jumlah Santri..................................................................................... 36
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : SK Bimbingan Skripsi
Lampiran 2 : Surat Keterangan Penelitian Dari Fakultas Dakwah dan
Komunikasi
Lampiran 3 : Surat Keterangan Telah Selesai Melakukan Penelitian
Dari Geuchik Gampong Ilie Kecamatan Ulee Kareng
Lampiran 4 : Surat Keterangan Telah Selesai Melakukan Penelitian
Dari Dayah Darul Amin Al-Waliyyah
Lampiran 5 : Pedoman Wawancara
Lampiran 6 : Daftar Informan Penelitian Lapangan
Lampiran 7 : Dokumentasi Penelitian
Lampiran 8 : Daftar Riwayat Hidup
ix
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama wahyu yang memberi bimbingan kepada manusia
mengenai semua aspek hidup dan kehidupannya, dapat diibaratkan seperti jalan
raya yang lurus dan mendaki, memberi peluang kepada manusia yang
melaluinya sampai ke tempat yang dituju, tempat tertinggi dan mulia. Islam
artinya berserah diri, tunduk, patuh, dan taat dengan sepenuh hati kepada Ilahi.
Agama Islam adalah agama wahyu terakhir yang Allah SWT. turunkan untuk
umat manusia dan ruang lingkup agama Islam bukan hanya mengatur hubungan
manusia dengan Allah SWT. saja, tetapi juga mengatur hubungan manusia
dengan dirinya sendiri, dengan masyarakat, dan alam lingkungan hidupnya.1
Kepemimpinan dalam dakwah sama halnya dengan kepemimpinan dalam
sebuah dayah, sama-sama memiliki tujuan untuk mempengaruhi, mengajak, dan
mengarahkan manusia untuk menuju ke jalan Allah SWT. Kepemimpinan yang
dimaksud di sini adalah sifat atau ciri tingkah laku pemimpin yang mengandung
kemampuan untuk mempengaruhi dan mengarahkan daya kemampuan individu
atau kelompok guna mencapai tujuan tertentu. Dengan kata lain pemimpin
adalah orang yang menggerakkan orang lain yang ada di sekitar untuk
mengikutinya dalam proses mencapai tujuan bersama. Dengan demikian maka
seorang pemimpin dengan kepemimpinannya harus memiliki sifat dan ciri-ciri
hal. 50.
1 Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2013),
2
yang dinamis, artinya dapat mempengaruhi dan menggerakkan orang lain
sehingga terciptalah dinamika di kalangan pengikutnya berarah dan bertujuan.2
Diperlukan kerja sama antara pemimpin dayah dengan masyarakat untuk
membina dan mengembangkan agama dalam masyarakat. Apapun proses
pengembangan atau pengamalan agama dalam masyarakat tersebut dapat
dilakukan bersama, bukan hanya keinginan dari pemimpin dayah saja tetapi juga
keinginan dari masyarakat itu sendiri agar ajaran yang diberikan oleh pihak
dayah kepada masyarakat dapat dengan mudah diterima. Apabila adanya
paksaan terhadap masyarakat untuk menerima ajaran yang diberikan, maka tidak
akan terjadi pengembangan dan pengamalan agama dalam diri masyarakat
tersebut.
Lembaga pendidikan tertua dalam sejarah pendidikan di Aceh adalah
dayah. Mengikuti sejarah lahirnya dayah-dayah di Aceh kebanyakan atas
inisiatif ulama itu sendiri, biasanya orang-orang yang telah menyelesaikan
pendidikan di dayah sangat berhasrat untuk meneruskan dan mengamalkan ilmu
yang dimilikinya untuk diajarkan dan dikembangkan dalam masyarakat. Oleh
karena itu sering pemimpin dayah (Teungku) awalnya menyediakan tanah
sendiri untuk membangun sebuah balai pengajian. Tetapi ada juga kadang-
kadang dimulai oleh masyarakat dengan menyediakan tanah dan bangunan balee
atau ada yang mewakafkan tanahnya untuk dibangun balai pengajian. Ulama
dalam bahasa Aceh disebut dengan teungku. Teungku dalam masyarakat Aceh
merupakan sebutan yang terhormat untuk seseorang karena pemahaman dan
2 Arifin, Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal. 90.
3
pengalamannya kepada agama Islam. Pengembangan ajaran Islam dalam
masyarakat dapat dikembangkan dengan adanya partisipasi masyarakat dalam
melibatkan anak-anaknya untuk menuntut ilmu ke dayah atau balee.3
Dayah Darul Amin AL-Waliyyah adalah salah satu balai pengajian yang
ada dalam kalangan masyarakat gampong Ilie Kota Banda Aceh. Pemimpin balai
pengajian ini bernama H. Kamaruzzaman yang biasanya dipanggil dengan
sebutan Abu. Beliau sangat dihormati dan disegani dalam masyarakat, karena
pemahaman dan pengalamannya tentang agama Islam cukup baik. Balai
pengajian ini didirikan agar masyarakat dapat mempelajari, mengetahui, dan
memahami ajaran Islam lebih mendalam. Pengajian di sini bukan hanya
pengajian di kalangan anak-anak atau remaja saja tetapi juga adanya pengajian
untuk kalangan orang tua atau orang dewasa, tidak sedikit juga orang dewasa
mengikuti pengajian yang diadakan oleh Abu pimpinan dan bahkan banyak juga
orang yang dari luar gampong Ilie datang untuk mengikuti pengajian.
Teungku memiliki kedudukan tersendiri dalam masyarakat, karena
biasanya teungku dijadikan tempat rujukan oleh masyarakat. Berbagai persoalan
yang terjadi dalam masyarakat dirujuk kepada teungku tergantung kondisi
masyarakat tersebut, baik tingkat pendidikan maupun tingkat ketaatan pada
agamanya. Teungku berfungsi sebagai pengajar agama, pemberi nasihat,
pemberi keputusan kepada masyarakat dan kriteria teungku juga berarti
seseorang yang menggunakan ilmunya untuk menghantarkan manusia kepada
kebenaran Allah SWT. Fungsi yang paling dominan yang dilakukan oleh
3 Hasbi Amiruddin, Menatap Masa Depan Dayah di Aceh, (Banda Aceh: Yayasan PENA, 2008), hal. 55.
4
teungku adalah mengajar di balai pengajian. Dengan melakukan ini teungku
telah menyebarkan pendidikan bagi masyarakat.4
Dayah Darul Amin Al-Waliyyah termasuk balai pengajian tradisional
yang menerima santri dengan cara melakukan tes terlebih dahulu dan biasanya
orang tua santri ketika mengantarkan anaknya ke dayah memberikan sedikit
ketan yang akan dibagikan untuk santri lainnya sebagai bentuk rasa terima
kasihnya untuk balai, tetapi tidak semua orang tua memberikan ketan, karena
Abu selaku pimpinan dayah tidak mewajibkan untuk memberikan itu. Hanya tes
yang diwajibkan, agar teungku mudah menentukan kelas apa yang bisa dia
tempati. Abu juga sudah menentukan hari-hari yang diadakan pengajian untuk
orang-orang dewasa dan Abu sendiri yang mengajarkan kitabnya. Balai
pengajian itu memiliki beberapa orang teungku yang bertugas mengajarkan
ilmu-ilmu agama Islam kepada santriwan dan santriwati, proses belajar mengajar
juga mendapat dukungan dari masyarakat setempat.
Masyarakat gampong Ilie mempunyai kesibukan masing-masing, namun
masih menyempatkan waktunya untuk belajar agama Islam. Banyak orang tua
yang mengantarkan anaknya untuk menuntut ilmu agama Islam di Dayah Darul
Amin Al-Waliyyah. Memang balai pengajian itu tidak terlalu besar namun tetap
ramai masyarakat yang datang ketika ada jadwal pengajian. Abu dan para
teungku juga menyediakan jadwal pengajian untuk orang dewasa yang dilakukan
empat kali pertemuan dalam seminggu dan untuk jadwal para santri ditetapkan
sesuai tingkat kelas yang didudukinya, bahkan untuk anak-anak juga ada
4 Ibid, hal. 98.
5
pengajian pada siang hari. Para teungku di sini mengajar atas dasar kemauan dan
keikhlasan hatinya sendiri, tidak diberikan gaji atau imbalan apapun.5
Balai pengajian ini sudah berdiri cukup lama dan baru beberapa tahun
terakhir ini terlihat semakin meningkat jumlah orang yang mengikuti pengajian,
bahkan bukan hanya masyarakat gampong Ilie tetapi juga ada masyarakat dari
gampong tetangga yang tertarik untuk menuntut ilmu agama Islam di balai
pengajian dayah darul amin al-waliyyah. Jumlah orang tua dan dewasa yang
mengikuti pengajian 100 orang dan bahkan bisa saja lebih, karena pihak dayah
tidak memiliki data yang akurat terhadap jumlahnya. Kitab-kitab yang dipelajari
oleh para jama’ah yaitu, kitab Sabilain, kitab Sirus Shalikin, kitab Hikam
Melayu.6 Pihak dayah darul amin al-waliyyah tidak pernah menuntut atau
memaksa masyarakat untuk mengikuti pengajian dan ajaran yang diberikan dan
bahkan masyarakatpun dapat bertukar pikiran tentang ajaran Islam dengan pihak
dayah terutama Abu selaku pimpinan dayah karena mereka percaya Abu dapat
memberikan pengajaran agama dengan baik dan benar.
Memang semua hal butuh proses, begitu juga dengan bapak-bapak, ibu-
ibu, anak-anak, dan remaja yang mengikuti pengajian di dayah ini. Mereka
pelan-pelan dapat berubah menjadi lebih baik walaupun tidak sepenuhnya,
contohnya remaja perempuan yang dulunya tidak memakai jilbab ketika keluar
rumah tetapi sekarang sudah mulai memakai jilbabnya, bahkan anak-anak yang
sudah diantarkan ke balee terdapat perubahan sikap kepada yang lebih baik.
Perubahan penampilan dan pengamalan agama Islam pada ibu-ibu serta
5 Hasil wawancara dengan Tgk. Arianto (Ketua dewan teungku), tanggal 19 April 2018.
6 Hasil wawancara dengan Tgk. Arianto (Ketua dewan teungku), tanggal 31 Juli 2018.
6
pemudapemudi gampong pun terlihat menjadi lebih baik. Demikian juga
sekarang masjid Al-Ikhlas gampong Ilie tidak pernah sepi dengan kehadiran
bapak-bapak, pemuda gampong dan beberapa orang jamaah perempuan yang
ingin melaksanakan kewajiban shalatnya secara berjamaah padahal sebelumnya
jamaah di masjid tidak melebihi satu shaf jumlahnya.
Dari penjelasan di atas, maka peneliti tertarik untuk mengkaji lebih
mendalam kontribusi balai pengajian dalam pengamalan agama Islam pada
masyarakat setelah mengikuti pengajian di balai Dayah Darul Amin Al-
Waliyyah, terutama masyarakat yang berada di gampong Ilie. Padahal pengajian
tentang ajaran agama Islam yang disampaikan oleh pihak balee (Abu dan para
teungku) hanya sebentar dan tidak disediakan tempat tinggal seperti pesantren
dan dayah modern lainnya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Apa motivasi masyarakat gampong Ilie mengikuti pengajian di Dayah
Darul Amin Al-Waliyyah ?
2. Apa kontribusi Dayah Darul Amin Al-Waliyyah dalam pengamalan
agama Islam pada masyarakat gampong Ilie ?
7
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui motivasi masyarakat gampong Ilie mengikuti
pengajian di Dayah Darul Amin Al-Waliyyah.
2. Untuk mengetahui kontribusi Dayah Darul Amin Al-Waliyyah dalam
pengamalan agama Islam pada masyarakat gampong Ilie.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoritis dan
secara praktis.
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan berguna:
1. Dapat memberikan masukan untuk balai pengajian dalam hal pengajaran
tentang agama Islam di masyarakat.
2. Dapat memberikan peningkatan kemauan mengajar para teungku kepada
anak-anak dan remaja di dayah.
Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan berguna:
1. Bagi masyarakat sebagai bahan masukan dalam meningkatkan
kepedulian dan kesadaran terhadap pentingnya mendalami ajaran agama
Islam, baik untuk orang tua maupun anak.
2. Bagi orang tua santri diharapkan dapat meningkatkan kesadaran orang
tua mengenai pentingnya seorang anak mempelajari tentang ajaran
agama Islam sejak kecil, sehingga perlu adanya pembinaan di dayah atau
balee.
8
3. Bagi peneliti dapat menambah wawasan dan informasi tentang
pengamalan agama pada masyarakat dan menjadikan pribadi lebih baik
lagi untuk melanjutkan hidup.
E. Penjelasan Istilah
Untuk menghindari kekeliruan dan kesalahpahaman dalam memahami
istilah-istilah yang terdapat pada judul skripsi ini, maka perlu dijelaskan
pengertian istilah sebagai berikut :
1. Kontribusi
Kontribusi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya adalah
sumbangan.7 Dapat diartikan bahwa yang penulis maksud kontribusi dayah darul
amin al-waliyyah di sini adalah pemberian pihak dayah untuk masyarakat. Apa
saja yang diberikan oleh pihak dayah darul amin al-waliyyah kepada masyarakat
sehingga pengamalan agama Islam pada masyarakat gampong Ilie semakin
membaik.
2. Balai Pengajian
Balai pengajian merupakan lembaga atau institusi pendidikan yang
keberadaannyaadalah untuk memberi pendidikan keislaman kepada masyarakat.
Penggunaan istilahbalai pengajian (balee beut) untuk lembaga pendidikan Islam
di Aceh telah muncul sejak awal berkembangnya sistem pendidikan Islam di
daerah ini.8Balai pengajian juga mempunyai istilah dengan sebutan “dayah”
dalam masyarakat. Lembaga pendidikan tertua dalam sejarah pendidikan di
7 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2008), hal. 730.
8Lailatussaadah, Profil Balai Pengajian Ummi Gampong Aree Kecamatan Delima
Kabupaten Pidie, Intelektualita, VOL. II, No. 1, Desember 2014, Hal. 15. Diakses 30 Januari 2019.
9
Aceh adalah Dayah. Lembaga pendidikan semacam dayah ini di Jawa dikenal
dengan nama pesantren, di Padang disebut surau, sementara di Malaysia dan
Pattani (Thailand) disebut pondok. Kata dayah juga sering diucapkan deyab oleh
masyarakat Aceh Besar, diambil dari bahasa Arab yaitu Zawiyah. Istilah
zawiyah, yang secara literal bermakna sebuah sudut, diyakini oleh
masyarakatAceh pertama kali digunakan untuk sudut Masjid Madinah ketika
Nabi Muhammad mengajar para sahabat pada masa awal Islam.9
Balai pengajian adalah tempat pendidikan Islam yang tidak menyediakan
tempat tinggal bagi yang mengikuti pengajiannya. Begitu pula dengan dayah
darul amin al-waliyyah ini merupakan salah satu balai pengajian yang tidak
menyediakan tempat tinggal dan tidak hanya dikhususkan untuk anak saja tetapi
juga untuk masyarakat tua maupun muda.
3. Pengamalan Agama
Kata pengamalan berasal dari kata “amal” yang artinya perbuatan,
pekerjaan. Perbuatan baik yang mendatangkan pahala (menurut ajaran agama
Islam). Pengamalan berarti proses, cara, perbuatan menunaikan, pelaksanaan,
dan penerapan.10
Pengamalan agama Islam pada masyarakat yang penulis maksud di sini
berarti pelaksanaan ajaran agama Allah oleh masyarakat. Pengamalan agama
Islam masyarakat gampong Ilie yang mengikuti pengajian di dayah darul amin
al-waliyyah tampak dari kesehariannya, seperti dalam berpenampilan yang
hal. 45.
hal.46.
9Hasbi Amiruddin, Menatap Masa Depan Dayah di Aceh, (Yogyakarta : Polydoor, 2009),
10 Departemen pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa.....
10
sudah menutup aurat layaknya umat muslim yang dianjurkan, adanya perubahan
menjadi manusia yang lebih baik dan mengamalkan ajaran yang telah
disampaikan oleh Abu didalam kehidupan bermasyarakat.
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu Yang Relevan
Sebagaimana sebelumnya, penulis telah melakukan pencarian dan
pembacaan terhadap penelitian-penelitian yang telah selesai di perpustakaan
untuk membantu pelaksanaan penelitian ini.
Skripsi Hasibul Jalil, berjudul Dampak Pengajian di Balee Liqa Ur-
Rahmah Terhadap Masyarakat Gampong Lieue Kecamatan Darussalam
Kabupaten Aceh Besar. Hasibul Jalil melihat kepada dampak pengajian yang ada
di balee Liqa Ur-Rahmah terhadap bapak-bapak yang tinggal di gampong Lieue
tersebut. Masyarakat gampong tersebut tidak peduli terhadap zakat, qurban, dan
kewajiban agama Islam lainnya.11
Hasil penelitian yang lain yaitu skripsi Cut Merita Kurniawati, berjudul
Peran Dayah Istiqamahtuddin Madinatul Mu’aarif dalam Pembinaan Santri
Gampong Lam Asan Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar. Cut
Merita Kurniawati melihat kepada peran dayah kepada pembinaan santri. Dayah
yang di teliti oleh Cut Merita Kurniawati adalah seperti pesantren karena
santrinya wajib menginap dan tidak menyediakan pengajian untuk masyarakat
khususnya orang tua.12
11Hasibul Jalil, Dampak Pengajian di Balee Liqa Ur-Rahmah Terhadap Masyarakat Gampong Lieue Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar, (Banda Aceh : Fakultas Dakwah dan
Komunikasi, 2012).
12Cut Merita Kurniawati, Peran Dayah Istiqamahtuddin Madinatul Mu’arrif dalam Pembinaan Santri Gampong Lam Asan Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh besar, , (Banda
Aceh : Fakultas Dakwah dan Komunikasi, 2016).
12
Selanjutnya skripsi Nurul Cholizalifa berjudul Pengamalan Ajaran
Agama Islam di Kalangan Masyarakat Pengikut Abu Pleukueng Dusun II Ie
Mirah Desa Ujong Lamie Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya.
Nurul Cholizalifa melihat pada pemahaman dan pengamalan masyarakat
pengikut Abu Pleukueng Dusun II Ie Mirah tentang ibadah shalat, puasa, dan
haji yang terdapat perbedaan dalam pelaksanaannya seperti ajaran agama Islam
pada umumnya. Contoh untuk pelaksanaan haji, pengikut Abu Pleukueng cukup
mengelilingi kuburan Abu sebagai ganti mengelilingi ka’bah, seperti halnya
shalat boleh diwakili oleh orang lain.13
Dari pembahasan di atas secara umum, terdapat perbedaan dengan
penelitian akan penulis lakukan. Perbedaan tersebut terletak pada latar belakang,
fokus penelitian, rumusan masalah, dan lokasi. Peneliti melihat kepada
kontribusi dayah terhadap pengamalan agama masyarakat dengan adanya
pengajian di Dayah Darul Amin Al-Waliyyah.
B. Pengertian Balai Pengajian
Balai pengajian merupakan lembaga atau institusi pendidikan yang
keberadaannyaadalah untuk memberi pendidikan keislaman kepada masyarakat.
Penggunaan istilahbalai pengajian (balee beut) untuk lembaga pendidikan Islam
di Aceh telah muncul sejak awal berkembangnya sistem pendidikan Islam di
13Nurul Cholizalifa, Pengamalan Ajaran Agama Islam di Kalangan Masyarakat Pengikut Abu Pleukueng Dusun II Ie Mirah Desa Ujong Lamie Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan
Raya, (Banda Aceh : Fakultas Dakwah dan Komunikasi, 2016).
13
daerah ini.14 Balai pengajian juga mempunyai istilah dengan sebutan “dayah”
dalam masyarakat.
Lembaga pendidikan semacam dayah ini di Jawa dikenal dengan nama
pesantren, di Padang disebut surau, sementara di Malaysia dan Pattani
(Thailand) disebut pondok. Kata dayah juga sering diucapkan deyab oleh
masyarakat Aceh Besar, diambil dari bahasa Arab yaitu zawiyah. Istilah
zawiyah, yang secara literal bermakna sebuah sudut, diyakini oleh masyarakat
Aceh pertama kali digunakan untuk sudut Masjid Madinah ketika Nabi
Muhammad mengajar para sahabat pada masa awal Islam.15
Dayah adalah suatu lembaga pendidikan Islam di Aceh yang telah lama
riwayatnya dan banyak sekali sumbangannya dalam perkembangan masyarakat
Aceh khususnya dan masyarakat Indonesia umumnya. Sejak masuk dan
berkembangnya Islam di Aceh dan di seluruh Nusantara, dayah merupakan
lembaga pendidikan yang mendidik anggota masyarakat dalam pembangunan
agama, negara, dan bangsa.16
Balai pengajian mempunyai pengertian yang berbeda dengan pesantren.
Pesantren adalah tempat pendidikan Islam anak yang menyediakan tempat
tinggal untuk para santri, sedangkan balai pengajian adalah tempat pendidikan
Islam yang tidak menyediakan tempat tinggal dan tidak dikhususkan hanya
untuk anak tetapi juga menyediakan pengajaran agama Islam untuk masyarakat
14Lailatussaadah, Profil Balai Pengajian Ummi Gampong Aree Kecamatan Delima Kabupaten Pidie, Intelektualita, VOL. II, No. 1, Desember 2014, Hal. 15. Diakses 30 Januari 2019.
15 Hasbi Amiruddin, Menatap Masa Depan Dayah di Aceh..., hal. 45.
16 Hasbi Amiruddin, APRESIASI DAYAH Sebagai Lembaga Pendidikan Islam di Aceh,
yaitu orang tua dan para pemuda, sama halnya dengan dayah darul amin al-
waliyyah yang merupakan sebuah balai pengajian atau tempat pendidikan agama
Islam untuk masyarakat dan juga tidak menyediakan tempat tinggal bagi
santrinya.
C. Dayah, Balai Pengajian, dan Perkembangan Agama Islam di Aceh
1. Dayah dan Balai Pengajian
Lembaga pendidikan tertua dalam sejarah pendidikan di Aceh adalah
dayah. Lembaga pendidikan semacam dayah ini di Jawa dikenal dengan nama
pesantren, di Padang disebut surau, sementara di Malaysia dan Pattani
(Thailand) disebut pondok. Kata dayah, juga sering diucapkan deyab oleh
masyarakat Aceh Besar, diambil dari bahasa Arab zawiyah. Istilah zawiyah,
yang secara literal bermakna sebuah sudut, diyakini oleh masyarakat Aceh
pertama kali digunakan untuk sudut Masjid Madinah ketika Nabi Muhammad
mengajar para sahabat pada masa awal Islam.
Dalam perkembangan aktivitas dakwah dan pendidikan Islam diabad
pertengahan, kata zawiyah dipahami sebagai pusat agama dan pusat pengajian
sufi dari penganut tasawuf. Tempat-tempat ini dikala itu didominasi oleh ulama
perantau, yang ingin memperdalam ilmunya dan mempertinggi intensitas ibadah
dan tawadhu’nya. Kadang-kadang lembaga tersebut dibangun sebagai pondok
bagi pencari kehidupan spiritual. Dari aktivitas dakwah dan pendidikan yang
dilakukan oleh para pendakwah tradisional Arab dan sufi kemudian kata
zawiyah sebagai nama lembaga pendidikan dikalangan Islam diperkenalkan di
Aceh.
15
Menurut M. Junus Djamil, yang dikutip dari Syekh Ishaq al-Makarani al-
Pasi, bahwa pada tahun 800 M sejumlah orang muslim telah berada di Aceh.
Kemudian mendirikan sebuah perkampungan di sana. Dalam sumber Barat,
ditemukan data bahwa muslim pertama yang mengunjungi Indonesia
diperkirakan pada abad ketujuh, ketika pedagang Arab berhenti di Sumatra
untuk menuju ke China. Hal inilah yang sangat memungkinkan lembaga
pendidikan dayah menjadi terkenal di Aceh.17
Sejak masuk dan berkembangnya Islam di Aceh dan di seluruh
nusantara, dayah merupakan lembaga pendidikan yang mendidik anggota
masyarakat dalam pembangunan agama, negara, dan bangsa. Alumni-alumni
dayah dimasa lampau telah menjadi pilar-pilar kehidupan masyarakat, menjadi
pimpinan dalam perlawanan menentang penjajah, merebut kemerdekaan dan
mengisi pembangunan. Di samping itu dayah telah membuktikan dirinya sebagai
lembaga pendidikan yang menjiwai nilai-nilai budaya bangsa Indonesia dan
mampu menghadapi dan menjawab segala tantangan.
Latar belakang yang demikian itulah maka semakin lama semakin
disadari terhadap pentingnya lembaga pendidikan Islam ini dipertahankan,
dibina dan dikembangkan. Dayah dalam masyarakat Aceh yang sampai sekarang
ini merupakan suatu tempat yang gunanya mendidik dan mengajarkan pemuda-
pemuda Islam dalam ilmu pengetahuan agama, pendidikan budi pekerti, dan
penerapan pengamalan ajaran-ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.18
hal.23.
17 Hasbi Amiruddin, Menatap Masa Depan Dayah di Aceh..., hal. 46.
18 Hasbi Amiruddin, APRESIASI DAYAH Sebagai Lembaga Pendidikan Islam di Aceh...,
16
Sedangkan balai pengajian merupakan lembaga atau institusi pendidikan
yang keberadaannyaadalah untuk memberi pendidikan keislaman kepada
masyarakat. Penggunaan istilahbalai pengajian (balee beut) untuk lembaga
pendidikan Islam di Aceh telah muncul sejak awal berkembangnya sistem
pendidikan Islam di daerah ini.19 Balai pengajian juga mempunyai istilah dengan
sebutan “dayah” dalam masyarakat. Balai pengajian mempunyai pengertian yang
berbeda dengan dayah atau pesantren. Dayah atau pesantren adalah tempat
pendidikan Islam anak yang menyediakan tempat tinggal untuk para santri,
sedangkan balai pengajian adalah tempat pendidikan Islam yang tidak
menyediakan tempat tinggal dan tidak hanya dikhususkan untuk anak tetapi juga
menyediakan pengajaran agama Islam untuk masyarakat yaitu orang tua dan
para pemuda.
Di Nanggroe Aceh Darussalam, balai pengajian atau balee beut dibangun
ditengah-tengah masyarakat untuk mewujudkan tujuan yaitu menjadikan
masyarakat agar mampu menata kehidupan dengan nilai-nilai Islam. Dengan
keadaan tempat yang sederhana, fasilitas seadanya, dan hanya bermodalkan
keikhlasan. Balai pengajian masih eksis dan konsekuen menjalankan misi
mulianya di tengah-tengah kehidupan dunia yang semakin beragam dan pola
tingkah laku manusia yang beragam juga. Balai pengajian adalah penjaga nilai-
nilai keagamaan bagi masyarakat tempat ia berada dan teungku di balai dianggap
sebagai ayah bagi masyarakat, karena teungku merupakan tempat mengadu dan
19Lailatussaadah, Profil Balai Pengajian Ummi Gampong Aree Kecamatan Delima Kabupaten Pidie, Intelektualita, VOL. II, No. 1, Desember 2014, Hal. 15. Diakses 30 Januari 2019.
17
pemberi solusi terhadap masalah yang dihadapi masyarakat.20 Balai pengajian
khusus mengajarkan ilmu agama Islam, baik itu ilmu Fiqih, Tauhid, dan Ilmu
Tasawwuf.Begitu pula dengan dayah darul amin al-waliyyah, dayah ini
merupakan salah satu balai pengajian yangjuga mengajarkan santri dan
masyarakat yang mengikuti pengajian belajar memperdalam ajaran Islam baik
itu ilmu Fiqih, Tauhid, maupun Ilmu Tasawwuf, dan menerapkannya di dalam
kehidupan sehari-hari.
Balai pengajian merupakan bagian dari lembaga pendidikan non formal
yang bergerak di bidang pengajian agama Islam. Sama halnya dengan lembaga-
lembaga pendidikan keagamaan lainnya, balai pengajian dayah darul amin al-
waliyyah bertujuan untuk mengajarkan agama Islam kepada para jama’ah atau
masyarakat untuk menjadi manusia yang berkepribadian Islami, yang sanggup
menjadi umat yang berguna bagi bangsa dan negara serta agama Islam. Sangat
diharapkan dari balai pengajian lahir insan-insan yang menekankan pentingnya
aplikasi moral agama Islam yang merupakan pedoman hidup bermasyarakat
sehari-hari.21
Undang-undang No. 20 Tahun 2003 pasal 26 menjelaskan bahwa
pendidikan non formal diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan
layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah atau pelengkap
pendidikan formal dalam rangka mewujudkan pendidikan sepanjang hayat.22
20Hasibul Jalil, Dampak Pengajian di Balee Liqa Ur-Rahmah Terhadap Masyarakat
Gampong Lieue Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar, (Banda Aceh : Fakultas Dakwah dan
Komunikasi, 2012). Hal. 12.
21 Ibid, hal. 16. 22Ibid, hal. 21.
18
2. Perkembangan Agama Islam di Aceh
Kebanyakan sarjana di Indonesia dan Aceh menyatakan bahwa Islam
masuk ke Indonesia sejak pemerintahan Khalifah Usman bin Affan, artinya
Islam sudah ada di Aceh sejak abad pertama hijriah. Lebih jauh lagi mereka
mengatakan Islam datang dibawa langsung oleh saudagar Arab. Daerah yang
pertama kali dimasuki Islam adalah Aceh, Islam masuk dan berkembang dengan
cara damai, mazhab awal Islam adalah Ahlussunnah wal jama’ah, dan
kedatangan Islam ke Aceh membawa perkembangan peradaban bagi masyarakat
Aceh dan masyarakat Nusantara pada umumnya.23
Islam tidak langsung berkembang pada saat pertama kali masuk ke Aceh.
Perkembangan Islam sampai menjadi sebuah kekuatan yang memegang
kekuasaan membutuhkanwaktu ratusan tahun. Kekuasaan yang pertama kali
bercorak Islam adalah Kerajaan Islam Pereulak yang didirikan pada 1 Muharram
225 H yang diikuti dengan berkembangnya lembaga pendidikan Islam “Dayah
Cot Kala”. Inilah yang kemudian menjadi dasar atau pusat penyebaran dan
perkembangan ilmu keislaman di Aceh yang kemudian terus tumbuh menjadi
sumber perkembangan Islam di Nusantara.
Baru abad ketujuh hijriah sebuah kerajaan Islam lainnya didirikan di
bawah pimpinan Sultan Malikus Shalih (W. 1297). Kerajaan Islam Pasai
menjadi kerajaan kedua di Aceh yang bercorak Islam. Dengan berdirinya
kerajaan ini pemeluk Hindu pada masa itu semua menganut agama Islam. Bukti
arkeologis tertua di Aceh adalah makam wanita bernama Tuhar Amisuri yang