LATAR BELAKANG
ASEAN (Association of South East Asia Nation) merupakan
persekutuan bangsa-bangsa di wilayah Asia Tenggara yang
beranggotakan 10 negara, yaitu Indonesia, Thailand, Malaysia,
Vietnam, Singapura, Fillipina, Myanmar, Laos, Brunei Darussalam,
dan Kamboja. Kemudian melalui ASEAN Charter atau Piagam ASEAN
menetapkan pada 2015 sebagai awal dimulainya ASEAN Community. ASEAN
Comunity meliputi kerjasama tiga hal pokok, yaitu bidang politik
dan keamanan (ASEAN Political-Security Community); bidang sosial
budaya (ASEAN Socio-Culture Community); dan bidang ekonomi (ASEAN
Economic Community).AFTA sendiri merupakan bagian dari AEC yang
sebenarnya sudah dimulai sejak 2010 oleh 6 negara ASEAN dengan
perekonomian yang paling stabil, yaitu Indonesia, Malaysia,
Singapura, Thailand, Brunei Darussalam, dan Fillipina. Namun
pelaksanaannya secara masif dan menyuluruh oleh 10 negara anggota
ASEAN akan dilaksanakan bersamaan dengan ASEAN Community mulai 31
Desember 2015 mendatang. Pada pelaksanaan AFTA 2015 nanti maka
pasar investasi serta perdagangan barang dan jasa akan sangat
terbuka di wilayah ASEAN. Tidak hanya produk namun juga jasa tenaga
kerja profesional yang akan menjadi komoditas utama di AFTA 2015
mendatang.Pelaksanaan yang sebentar lagi dan kesiapan Indonesia
yang masih terlihat kurang membutuhkan perhatian khusus bagi kita
semua. Seluruh masyarakat berhak tahu tentang AFTA 2015 terutama
bagi generasi muda yang akan langsung terjun dalam persaingan
mobilisasi bebas tenaga kerja profesional melalui Mutual
Recognition Arrangement yang sudah disepakati 10 negara anggota
ASEAN pada 8 bidang pekerjaan profesional. Dimana termasuk didalam
8 bidang tersebut yaitu insinyur, perawat, arsitek, tenaga survei,
tenaga pariwisata, praktisi medis, dokter gigi dan akuntan. Melalui
Mutual Recognition Arrangement ini memungkinkan untuk dijalankannya
mobilisasi bebas jasa tenaga kerja profesional di wilayah ASEAN.
Maka tergantung kesiapan kita nantinya apakah momen ASEAN Economic
Community 2015 dapat menjadi peluang membuat negara kita menjadi
besar dengan berkembangnya ekonomi kita atau justru menjadi cobaan
bagi kita karena kesulitan bersaing dengan negara anggota ASEAN
yang lain.
MRA FOR MEDICAL PRACTITIONERMutual Recognition Arrangements
(MRA) di sektor jasa merupakan perkembangan yang relatif baru dalam
kerja sama ASEAN di bidang perdagangan jasa. Sebuah MRA
memungkinkan kualifikasi pemasok jasa yang diakui oleh pihak yang
berwenang di negara asal mereka untuk juga diakui oleh
negara-negara anggota penandatangan lainnya. Hal ini membantu
memfasilitasi aliran penyedia jasa profesional di kawasan ini,
sejalan dengan ketentuan dan peraturan domestik yang relevan.Dasar
pembuatan Mutual Recognition Arrangements (MRA) tersebut yaitu
adanya The ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS), yang
ditandatangani oleh Menteri-menteri Ekonomi ASEAN (AEM) pada
tanggal 15 Desember 1995 di Bangkok, Thailand, mengakui pentingnya
MRA dalam integrasi jasa secara keseluruhan di ASEAN. Pasal V AFAS
menyatakan: "Setiap negara anggota dapat mengakui pendidikan atau
keahlian yang diperoleh, terpenuhinya persyaratan, atau lisensi
maupun sertifikasi yang diberikan di negara-negara anggota lainnya,
untuk tujuan pemberian lisensi atau sertifikasi pemasok jasa.
Pengakuan tersebut dapat didasarkan pada kesepakatan atau
pengaturan dengan negara anggota yang bersangkutan atau dapat
diberikan secara otonom. "Prinsip penerapan MRA ini pada setai
negara anggota ASEAN ada tiga, yaitu:a. negara penerima mengakui
kualifikasi profesional dan kualifikasi yang diperoleh dari negara
pengirim atau negara asal tenaga kerja terampil.b. negara asal
diberikan otoritas untuk mengesahkan kualifikasi dan pelatihan
dengan cara memberikan diploma atau sertifikat.c. Mengenai
pengakuan terhadap kualifikasi seorang tenaga profesional ada
proses untuk penentuan standar dan persyaratan lainnya yang
diterapkan baik di negara penerima maupun di negara asal.Sebagai
contoh yang diberlakukan pada bidang praktisi kesehatan yang
tertuang dalam Mutual Recognition Arrangement on Medical
Practitioners. Foreign Medical Practitioners dari suatu negara
ASEAN diperbolehkan untuk praktek di negara-negara ASEAN yang lain
jika:- memiliki kualifikasi-kualifikasi kedokteran yang diakui oleh
Professional Medical Regulatory Authority (PMRA; di Indonesia
diperankan oleh Konsil Kedokteran Indonesia dan Kementerian
Kesehatan Indonesia) negara asalnya maupun negara tujuannya.-
memiliki sertifikat izin praktek yang diterbitkan oleh PMRA negara
asalnya.- telah aktif praktek sebagai dokter umum atau dokter
spesialis tidak kurang dari lima tahun di negara asalnya.- tercatat
di negara asalnya bahwa yang bersangkutan tidak pernah melanggar
standar etika profesi kedokteran, baik standar lokal maupun
internasional.- yang bersangkutan menyatakan bahwa tidak pernah
terjerat proses hukum di negara asalnya.- dapat memenuhi
persyaratan yang diberikan oleh PMRA negara tujuannya.Kemudian
berdasarkan mode pemberlakuan MRA pada AFAS, ada empat mode
pelaksanaan yang mungkin dilakukan pada MRA on Medical
Practitioners, yaitu:1. Cross-Border SupplyYaitu pelayanan terhadap
seorang klien pada salah satu negara ASEAN oleh pelayan kesehatan
di negara ASEAN lain tanpa harus bertatap muka. Sebagai contoh
boleh melakukan tele-diagnosis pasien yang berada di Jakarta oleh
dokter di Singapura.2. Consumption AbroadPemberian pelayanan bagi
seseorang dari salah satu negara ASEAN oleh penyedia layanan
kesehatan di negara ASEAN lainnya. Sebagai contoh pasien dari
Indonesia mendapat perawatan di Rumah Sakit di Malaysia.3.
Commercial PresencePemberian layanan kesehatan oleh pelayan
kesehatan dari satu negara ASEAN ke anggota lain melalui bentuk
komersial. Sebagai contoh Rumah Sakit X dari Singapura dapat
membangun cabang Rumah Sakitnya di Makassar.4. Presence of Natural
PersonsPemberian layan kesehatan oleh pelayan kesehatan dari satu
negara ASEAN ke anggota lain melalui bentuk pelayanan personal.
Sebagai contoh dokter dari filipina boleh berpraktik di
Indonesia.MRA on Medical Practitioners ini tidak akan mengurangi
dan merubah hak dan wewenang PMRA masing-masing negara ASEAN. Hal
ini menunjukkan bahwa setiap negara akan mempunyai batasan-batasan
dalam keikutsertaan dalam bebasnya komoditas jasa di ASEAN dengan
berkesempatan melindungi kepentingan anak bangsanya sendiri dalam
persaingan bebas di ASEAN.PELAKSANAAN MRA FOR MEDICAL PRACTITIONERS
DI INDONESIADalam menjalankan MRA ini, seperti juga di bidang
keperawatan ada dua badan yang berfungsi untuk mengimplementasikan
MRA ini. Dua badan tersebut adalah: 1. Professional Medical
Regulatory Authority (PMRA)
PMRA merupakan sebuah badan yang terdiri dari otoritas
pemerintah setiap negara anggota ASEAN yang secara umum berfungsi
untuk mengatur dan mengontrol praktik jasa medis dan
pengobatannya.
2. ASEAN Joint Coordinating Committee on Medical Practitioners
(A-JCCMP) Seperti halnya di sektor keperawatan, MRA jasa praktisi
medis ditindaklanjuti dengan pembentukan A-JCCMP yang terdiri dari
perwakilan PMRA dari setiap negara anggota yang tidak lebih dari
dua orang. Tugas A-JCCMP ini menfasilitas implmentasi MRA melalui
upaya-upaya menyelaraskan aturan domestik dengan tujuan yang ingin
dicapai dalam MRA. A-JCCMP juga secara menghimbau agar negara
anggota mengikuti standarisasi dan mengadopsi mekanisme dan
prosedur dalam MRA. Diharapkan hambatan-hambatan domestik sudah
hilang pada tahun 2015. Indonesia dapat dikatakan lebih liberal
dari negara lainnya. Hambatan national treatment dan akses pasar
hampir dipastikan sudah tidak diberlakukan. Hal ini hampir mirip
dengan yang terjadi di Thailand. Sementara di Filipina, UU Dasar
negara melarang dokter asing praktik di Filipina. Adapun negara
lainnya seperti Laos, Vietnam dan Kamboja belum memiliki regulasi
yang ditentukan negaranya. Di Singapura dokter asing dipatok dengan
standar yang tinggi. 73 Di sisi lain, MRA juga menyatakan bahwa
setiap negara host memiliki statutory responsibilities untuk
melindungi kesehatan, keselamatan dan lingkungan. Hal ini dapat
menjadi celah untuk dapat memberlakukan aturan-aturan yang spesifk
untuk menjaga kepentingan bangsa. Hal ini dikarenakan karakter MRA
sendiri secara keseluruhan tidak bersifat otomatis. 74 Makmur
Keliat dalam artikel Kompas (2013) menyatakan bahwa: MRA masih
harus disertai adanya kebutuhan harmonisasi kebijakan antarnegara
anggota ASEAN. Namun, harmonisasi kebijakan tidaklah mudah karena
menyangkut isu politik domestik dan perubahan regulasi. Karena itu,
asas reciprocity dalam agenda liberalisasi perlu tetap dipegang
kuat. Tujuannya agar tenaga kerja terampil Indonesia dapat juga
dengan mudah diberi akses bekerja di negara anggota ASEAN lain.
Adapun mengenai mekanisme liberalisasi sektor jasa kedokteran ini
sama dengan yang telah dijelaskan di sektor jasa keperawatan yaitu
melalui tiga proses utama terkait recognition, monitoring dan
evaluation. Proses sertfikasi dan kualifikasi dilakukan di negara
masing-masing. Indonesia, menggunakan payung Permenkes No 1796
Tahun 2011 mengenai registrasi tenaga kesehatan termasuk didalamnya
dokter dan perawat.(73 Lihat juga AJCCM: Jalan Panjang Menuju
Kompetensi Bersama, Majalah Halo Internis, Edisi 19, September
2011. 74 Lihat juga Keliat (2013), Loc.Cit)Berdasarkan data Centre
for Internasional Trade Thailand (2012), kualitas tenaga profesi
praktisi medis (dokter) Indonesia ditempatkan pada kualitas
menengah dan harus bersaing dengan Filipina dan Vietnam.80 Situasi
ini sama persis dengan situasi yang juga dihadapi oleh profesi
perawat. Selain itu, laporan OECD menyebutkan bahwa rasio antara
jumlah dokter dan perawat di Indonesia masih jauh tertinggal
dibandingkan dengan negara lain. Rasio dokter dengan jumlah
penduduk berada pada angka 0,3 untuk setiap 1.000 penduduk. Jauh
tertinggal dibandingkan dengan rasio Singapura (1,7), Malaysia
(1,2), dan Filipina (1,1).81Laporan yang sama juga dipaparkan oleh
laporan Penelitian DIKTI tentang Potret Ketersediaan dan Kebutuhan
Tenaga Dokter dimana data penelitian tersebut juga memperlihatkan
rasio dokter spesialis di Indonesia yang masih rendah dibandingkan
neara-negara ASEAN lainnya. 82 Singapura dan Filipina memiliki
rasio diatas 100, sementara negara-negara lainnya dikisaran antara
20-80. Indonesia tercatat memiliki rasio paling kecil yaitu 8,
14.
Berdasarkan Indikator Indonesia Sehat 2010, rasio ideal yaitu 40
dokter umum per 100.000 penduduk. Sementara laporan tersebut
mencatat bahwa dokter umum yang teregistrasi di Konsil Kedokteran
Indonesia hingga tahun 2010 sebanyak 73.585 dokter. Hal ini berarti
ketersedian dokter umum di Indonesia baru mencukupi 77,43% dari
total kebutuhan dokter. 83Yang penting juga dicermati, berbeda
dengan dokter umum, laporan ini mencatat bahwa jumlah dokter
spesialis yang teregistrasi hingga tahun 2010 mencapai 19.333
dokter dengan rasio 8,14 dokter spesialis per 100.000 penduduk.
Rasio ini sudah melebihi target rasio ideal berdasarkan Indikator
Indonesia Sehat 2010 yaitu 6 dokter spesialis per 100.000 penduduk.
Walau rasionya sudah melebihi target, laporan ini mencatat masalah
distribusi dokter yang belum merata sebagai satu tantangan
berikutnya. Tercatat Pulau Jawa , Bali, Sumatera dan Sulawesi
merupakan pusat-pusat distribusi dokter umum dan dokter spesialis.
Walau demikian khusus Pulau Jawa, walaupun secara nominal jumlah
dokter umum sebagain besar di Jawa dan Bali, namun bila
dibandingkan dengan penduduk, maka jumlah tenaga dokter di Jawa
masih lebih rendah di banding daerah-daerah lain. 84Begitupun dalam
hal jumlah pendidikan tinggi, Pulau Jawa mendominasi sebaran
pendidikan tinggi untuk semua jenjang. Bahkan untuk pendidikan
Spesialis level 1, hampir 75 % berada di Pulau Jawa. Hal ini tentu
juga berdampak pada persebaran mahasiswa dan lulusan yang sudah
pasti terpusat di Pulau Jawa juga.Sementara itu untuk standard
kompetensi dokter, Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) telah
menerbitkan standard kompetensi dokter dan standard kependidikan
kedokteran. Hal ini menjadi dasar dan rujukan baik dalam pendidikan
maupun pelayanan seorang dokter.85
VI.4. Tata Kelola/RegulasiDalam hal tata kelola/regulasi, tahun
2011 UU Pendidikan Kedokteran telah dirancang. Implementasi dari UU
Kedokteran ini memerlukan koordinasi anatara Kemenkes, Kemendiknas,
KKI dan organisasi profesi kedokteran lainnya. UU ini diharapkan
dapat menjadi solusi Indonesia untuk menyamakan kompetensi dengan
negara ASEAN lainnya.Selain itu, dalam kerangka harmonisasi aturan
di ASEAN, pemerintah perlu memperhatikan dan merujuk UU kesehatan,
UU praktik kedokteran dan UU tenaga Kesehatan. Tanpa merujuk UU
yang saling terkait, aturan yang komprehensif dalam upaya
memaksimalkan manfaat pasar ASEAN akan sulit tercapai. Namun
sesungguhnya, Indonesia merupakan negara yang meliberalkan sektor
jasa kedokteran cukup longgar. Di Thailand, pemerintah mensyaratkan
dokter asing untuk menguasai bahasa lokal. Sementara di Indonesia
dari sisi bisnis kesehatan, perusahaan asing dapat memiliki saham
hingga 70%, bahkan diizinkan untuk mendirikan rumah sakit dengan
syarat tetap menyediakan 25% kuota untuk pasien kurang mampu.86
Sementara itu, dalam hal arus tenaga dokter asing, pemerintah telah
membuat regulasi tentang dokter asing di Indonesia. Regulasi ini
menjabarkan secara rinci, apa saja dokumen yang dibutuhkan dan
dokter asing yang bagaimana yang dapat diakomodasi di
Indonesia.87Lebih jauh pada tanggal 15 Februari 2013 dilaksanakan
rapat Tim Koordinasi MRA-ASEAN yang pertama dan dhihadiri oleh
unsur-unsur terkait. Adapun hasil utama rapat MRA-ASEAN ini, antara
lain :1. Menyosialisasikan informasi tentang isu-isu seputar
MRA-ASEAN kepada unit esselon I dan II di Lingkungan Kemkes.2.
Fokus pada pembuatan template roadmap MRA dengan memperhatikan
perkembangan terbaru dari berbagai negara ASEAN di tingkat regional
ASEAN. Saat ini fokus kepada tiga profesi dahulu dan mempersiapkan
diri kepada profesi kesehatan lainnya di masa mendatang.3.
Memperkuat proses pembuatan domestic regulation, data based tenaga
kesehatan, dan mempublikasikan informasi tentang pendayagunaan
TK-WNA khususnya di Indonesia.4. Membuat program kegiatan yang
lebih rinci dan diusulkan juga untuk bekerja sama dengan asosiasi
profesi kesehatan.
(87 Majalah Halo Internis, diakses dari
http://www.pbpapdi.org/images/file_halo_internist/Halo%20Internis%20Edisi%2019;%20Harmonisasi%20ASEAN%20di%20Bidang%20Kesehatan_8.pdf
tanggal 12 Oktober 2013.)Sumber utama :
www.kemlu.go.id/.../Laporan%20Akhir%20Liberalisasi%20Jasa.pdf