Top Banner
GLOBALIZATION AND POPULAR CULTURE “KONSUMERISME SEBAGAI DAMPAK DARI GLOBALISASI DAN BUDAYA POP” DISUSUN OLEH : IRA RAMBU TEBA HIKA 2012160953 IR 16 – 2C
23

“KONSUMERISME SEBAGAI DAMPAK DARI GLOBALISASI DAN BUDAYA POP”

May 12, 2023

Download

Documents

Farah Olii
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: “KONSUMERISME SEBAGAI DAMPAK DARI GLOBALISASI DAN BUDAYA POP”

GLOBALIZATION AND POPULAR CULTURE

“KONSUMERISME SEBAGAI DAMPAK DARI GLOBALISASI DAN

BUDAYA POP”

DISUSUN OLEH :

IRA RAMBU TEBA HIKA

2012160953

IR 16 – 2C

Page 2: “KONSUMERISME SEBAGAI DAMPAK DARI GLOBALISASI DAN BUDAYA POP”

2015

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang

Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya, makalah ini

dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi

tugas Mata Kuliah Globalization and Pop Culture, pada semseter

VI di tahun ajaran 2015/2016, dengan judul : “Konsumerisme

Sebagai Dampak Dari Globalisasi dan Budaya Pop” .

Dengan membuat makalah ini penulis diharapkan dapat mampu

menganalisa dampak dari globalisasi dan budaya popular yang

merajalela di Indonesia serta mencari tahu bagaimana

seharusnya peran masyarakat dan pemerintah terkait

konsumerisme yang merajalela.

Penulis sadar, sebagai seorang pelajar yang masih dalam

proses pembelajaran, penulisan makalah ini masih banyak

kekurangannya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan

2

Page 3: “KONSUMERISME SEBAGAI DAMPAK DARI GLOBALISASI DAN BUDAYA POP”

adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna penulisan

karya ilmiah yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.

Harapan penulis, semoga makalah yang sederhana ini, dapat

memberikan informasi yang bermanfaat bagi pembaca serta

membuat pembaca dapat lebih selektif lagi dalam menerima

informasi yang masuk.

Jakarta

Penulis

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Masyarakat modern adalah masyarakat konsumtif.

Masyarakat yang terus menerus berkonsumsi. Konsumsi telah

menjadi budaya, yaitu budaya konsumsi.

Dewasa kini budaya konsumerisme bukanlah hal yang

baru di era globalisasi. Dengan arus globalisasi yang begitu

3

Page 4: “KONSUMERISME SEBAGAI DAMPAK DARI GLOBALISASI DAN BUDAYA POP”

cepat memberikan dampak pada budaya dan gaya hidup

masyarakat dunia. Tidak jarang masyarakat maupun kita

sendiri kerap membeli barang yang sebenarnya tidak kita

butuhkan. Akar dari konsumerisme adalah agar ekonomi bisa

terus berjalan dengan baik. Anggota masyarakat harus terus

membeli. “Membeli”, dalam konteks ini, merupakan suatu

kewajiban dan suatu tindakan individual dan berangkat dari

sebuah kebutuhan. Maka, orang membeli meskipun tiddak

membutuhkan barang yang dibeli. Konsumerisme kemudian tidak

menjadi sesuatu yang negative, melainkan menjadi sesuatu

yang positif dan dipandang sebagai sesuatu yang bernilai

sosial.

Konsumerisme memiliki dua nilai, yang pertama adalah

sebagai wujud pemuasan kebutuhan identitas dan makna Kedua,

sebagai fungsi sosial dan ekonomis. Seseorang tidak melihat

alasan untuk tidak mengonsumsi sebanyak mungkin yang ia

bisa. Semula, kemampuan konsumsi dibatasi oleh penghasilan.

Namun, melalui layanan kredit, kemampuan konsumsi terus

meningkat dan selanjutnya menjerumuskan si konsumen

tersebut. Inilah yang tidak disadari oleh masyarakat.

Malahan, yang muncul adalah angggapan bahwa “selama saya

mampu membeli, maka yang saya butuhkan itu bisa saya

dapatkan”.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah

dijelaskan, maka dapat dibuat perumusan masalah sebagai

berikut :

4

Page 5: “KONSUMERISME SEBAGAI DAMPAK DARI GLOBALISASI DAN BUDAYA POP”

1. Dampak globalisasi dan pop culture apa yang

perkembangannya merajalela di Indonesia?

2. Apa dampak negatif dari konsumerisme?

3. Bagaimana peran masyarakat dan pemerintah dalam terkait

dengan budaya konsumerisme?

1.3 MANFAAT PENELITIAN

Dengan penulisan makalah ini , penulis berharap agar

pembaca dapat mengerti dan memahami apa saja dampak yang

dibawa oleh globalisasi dan pop culture yang berkembang

dan merajalela di Indonesia.

1.4 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai

berikut :

1. Untuk mengetahui apa itu globalisasi dan budaya

pop

2. Untuk mengetahui salah satu dampak dari

globalisasi dan budaya pop

3. Untuk mengetahui perkembangan dari dampak yang

dihasilkan dari globalisasi dan budaya pop

4. Untuk mengetahui dampak negative dari konsumerisme

yang merupakan akibat dari globalisasi dan budaya

pop

5. Untuk mengetahui peran pemerintah dan masyarakat

dalam menanggulangi dampak dari globalisasi

5

Page 6: “KONSUMERISME SEBAGAI DAMPAK DARI GLOBALISASI DAN BUDAYA POP”

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 GLOBALISASI

Globalisasi adalah serangkaian proses yang mengarah

kepada penyempitan atau tenggelamnya dunia, yaitu semakin

meningkatnya hubungan global dan pemahaman kita

diatasnya. Hal ini menjadikan interaksi masyarakat di

seluruh dunia menjadi semakin bebas dan terbuka, akibat

teramat mudah serta cepatnya masyarakat dalam mendapatkan

berbagai informasi. Tidak hanya informasi saja yang dapat

disebarkan dengan cepat namun budaya pun dapat dengan

mudahnya disebarkan melalui media massa.

Globalisasi budaya yang terus berkembang dalam

segala lingkup kehidupan masyarakat ini, kemudian

memunculkan suatu istilah baru yaitu budaya popular.

6

Page 7: “KONSUMERISME SEBAGAI DAMPAK DARI GLOBALISASI DAN BUDAYA POP”

Budaya pop atau budaya popular berkaitan dengann nilai-

nilai dan budaya tertentu dari suatu negara ke negara-

negara lain di seluruh dunia.

2.2 BUDAYA

Dalam buku Teori Budaya dan Budaya Pop yang ditulis

oleh John Storey, Raymond Williams menyebut budaya bagai

“satu dari dua atau tiga kata yang paling rumit dalam

bahasa Inggris”. Williams menawarkan tiga definisi yang

sangat luas.

Pertama, budaya dapat digunakan untuk mengacu pada

“suatu proses umum perkembangan intelektual spiritual,

estetis, para filsuf agung, seniman, dan penyair-penyair

besarnya. Ini rumusan budaya yang paling mudah dipahami.

Kedua, budaya bisa berarti “pandangan hidup tertentu

dari masyarakat, periode, atau kelompok tertentu.” Ketiga,

Williams menyatakan bahwa budaya pun bisa merujuk pada

“karya dan praktik-praktik intelektual , terutama

aktivitas artistik.” Dengan kata lain, teks-teks dan

praktik-praktik itu diandaikan memiliki fungsi utama

untuk menunjukkan, menandakan, memproduksi, atau kadang

menjadi peristiwa yang menciptakan makna tertentu.

Maka, berbicara tentang budaya pop berarti

menggabungkan makna budaya yang kedua dengan makna ketiga

di atas. Makna kedua-pandangan hidup tertentu-

memungkinkan kita untuk berbicara tentang praktik-

praktik, seperti liburan ke pantai, perayaan Natal, dan

aktivitas pemuda subkultur sebagai contoh-contoh

7

Page 8: “KONSUMERISME SEBAGAI DAMPAK DARI GLOBALISASI DAN BUDAYA POP”

budayanya. Semua hal ini biasanya disebut sebagai

praktik-praktik budaya. Makna ke tiga – praktik

kebermaknaan – memungkinkan pembahasan mengenai drama,

musik pop, komik, fashion dan sebagainya sebagai contoh

budaya pop.

2.3 BUDAYA POP

Menurut Raymond Williams dalam buku Teori Budaya dan

Pop Culture yang ditulis oleh John Storey, mendefinisikan

budaya pop (pop cultures) dengan dua kata terpisah. Yang

pertama adalah popular, terhadap istilah ini Williams

memberikan empat makna: “banyak disukai orang”, “jenis

kerja rendahan”, “karya yang dilakukan untuk menyenangkan

orang”, “budaya yang memang dibuat oleh orang untuk

dirinya sendiri.” Kemudian, untuk mendefinisikan budaya

pop kita perlu mengkombinasikan dua istilah, yakni

“budaya” dengan “popular” yang keduanya memiliki

formulasi definisinya sendiri-sendiri. Dari sisi sejarah,

perjalanan teori budaya dengan budaya pop adalah suatu

sejarah di mana dua istilah itu terhubung satu sama lain

oleh pemakaian teoretis dalam konteks historis dan sosial

tertentu.

Ada satu titik awal yang menyatakan bahwa budaya pop

memang budaya yang menyenangkan atau banyak disukai

orang. Kita bisa melihatnya dari lakunya penjualan

buku novel atau larisnya album single R&B. Kita juga

bisa meneliti konser, pesta olahraga, festival. Kita

bisa meneliti kesukaan audiens terhadap program TV

8

Page 9: “KONSUMERISME SEBAGAI DAMPAK DARI GLOBALISASI DAN BUDAYA POP”

melalui riset pasar. Kita dapat menemukan budaya pop

pada apa yang banyak disukai orang-orang, namun kita

pun bisa menemukan pada banyak hal secara teoretis

tidak bisa digunakan sebagai definisi konseptual.

Definisi budaya pop dengan demikian harus pula

mencakup dimensi kuantitatif. Pop-nya budaya popular

menjadi sebuah prasyarat. Namun, ada hal lain yang di

dalam dirinya muatan jumlah tidak lagi cukup memadai

untuk mendefinisikan budaya pop. Pengakuan ini

mencakup juga pengakuan resmi akan istilah “budaya

tinggi” terutama pada penjualan buku, rekaman, dan

juga rating audiens TV yang dinyatakan sebagai budaya

“pop”.

Setelah memfokuskan perhatian pada budaya maju

(tinggi), cara kedua untuk mendefinisikan budaya pop

adalah dengan mempertimbangkan budaya tertinggal

(rendah). Budaya pop menurut definisi ini merupakan

kategori residual untuk mengakomodasi praktik budaya

yang tidak memenuhi persyaratan budaya tinggi. Dengan

kata lain, budaya pop didefinisikan sebagai budaya

“sub-standar”. Sosiolog Perancis, Pierre Bourdieau

pernah mengatakan bahwa perbedaan budaya seringkali

dimanfaatkan untuk memperlebar dan memelihara

perbedaan klas. “Selera” misalnya, bisa disebut

sebagai sebuah kategori ideologis yang difungsikan

sebagai ciri “klas”. Bourdieu menyebut satu contoh,

9

Page 10: “KONSUMERISME SEBAGAI DAMPAK DARI GLOBALISASI DAN BUDAYA POP”

“konsumsi budaya”. Bagi Bourdieu, konsumsi budaya

“sudah ditentukan, sadar dan disengaja, atau tidak

untuk tujuan memenuhu fungsi sosial pengabsahan

perbedaan sosial”. Pembatasan ini didukung oleh

pernyataan bahwa budaya pop adalah budaya komersial

dampak dari produksi massal, sedangkan budaya tinggi

adalah kreasi hasil kreativitas individu. Karena itu

budaya tinggi adalah budaya yang mendapatkan

penerimaan moral dan estetis yang lebih, sementara

budaya pop malah mendapatkan pengawasan secara

sosiologis untuk mengendalikan sedikit yang bisa

diberikannya.

Cara ketiga mendefinisikan budaya pop adalah

menetapkannya sebagai “budaya massa”. Definisi ini

akan sangat tergantung pada definisi sebelumnya.

Persoalan pertama adalah mereka yang menyebut budaya

pop sebagai budaya massa dengan tujuan menegaskan

bahwa budaya massa secara komersial tidak bisa

diharapkan. Ia diproduksi massa untuk konsumsi massa.

Audiensnya adalah sosok-sosok konsumen yang tidak

memilih. Budaya itu sendiri dianggap hanya sekedar

rumusan, budaya ini dikonsumsi tanpa berpikir panjang

dan tanpa perhitungan.

Definisi keempat menyatakan bahwa budaya pop

adalah budaya yang berasal dari “rakyat”. Ia

mengangkat masalah ini melalui pendekatan yang

10

Page 11: “KONSUMERISME SEBAGAI DAMPAK DARI GLOBALISASI DAN BUDAYA POP”

beranggapan bahwa budaya pop adalah sesuatu yang

diterapkan pada “rakyat”. Budaya pop adalah budaya

otentik “rakyat”. Budaya pop seperti halnya budaya

daerah merupakan budaya dari rakyat untuk rakyat.

Definisi pop dalam hal ini sering kali dikait-kaitkan

dengan kosep romantisme budaya kelas buruh yang

kemudian ditafsirkan sebagai sumber utama protes

simbolik dalam kapitalisme kontemporer.

Definisi kelima budaya pop berasal dari analisis

politik tokoh Marxis Italia, Antonio Gramsci terutama

tentang pengembangan konsep hegemoninya, Gramsci

menggunakan istilah hegemoni untuk mengacu pada cara

di mana kelompok dominan dalam suatu masyarakat

mendapatkan dukungan dari kelompok-kelompok

subordinasi melalui proses “kepemimpinan” intelektual

dan moral. Teori hegemoni neo – Gramscian, menganggap

budaya sebagai tempat terjadinya pergulatan antara

usaha perlawanan kelompok subordinasi dan inkorporasi

kelompok dominan dalam masyarakat. Dalam penggunaan

ini, budaya pop bukan merupakan budaya yang

diberlakukan oleh teoritikus budaya massa ataupun

muncul secara spontan dari bawah sebagai budaya

oposisi seperti yang sudah ada dalam empat definisi

budaya pop diatas.

Definisi keenam budaya pop berasal dari pemikiran

postmodernisme yang menyatakan bahwa budaya

11

Page 12: “KONSUMERISME SEBAGAI DAMPAK DARI GLOBALISASI DAN BUDAYA POP”

postmodern adalah budaya yang tidak lagi mengakui

adanya perbedaan antara budaya tinggi dan pop.

Akibatnya postmodernis menyatakan sekarang “semua

budaya adalah budaya postmodern”. Mereka juga

menentang pembatasan tegas budaya pop dengan budaya

massa.

2.4 KONSUMERISME

Budaya konsumen dilatarbelakangi oleh munculnya masa

kapitalisme yang diusung oleh Karl Marx yang kemudian

disusul dengan liberalisme. Budaya konsumen yang

merupakan jantung dari kapitalisme adalah sebuah budaya

yang di dalamnya terdapat bentuk halusinasi, mimpi,

artifilsialitas, kemasan wujud komoditi, yang kemudian

dikonstruksi sosial melalui komunikasi ekonomi (iklan,

show, media) sebagai kekuatan tanda (semiotic power)

kapitalisme.

Asal mula konsumerisme dikaitkan dengan proses

industrialisasi pada awal abad ke-19. Karl Marx

menganalisa buruh dan kondisi-kondisi material dari

proses produksi. Menurutnya, kesadaran manusia ditentukan

oleh kepemilikan alat-alat produksi. Prioritas ditentukan

oleh produksi sehingga aspek lain dalam hubungan

antarmanusia dengan kesadaran, kebudayaan, dan politik

dikatakan dikonstruksikan oleh relasi ekonomi.

Kapitalisme yang dikemukakan oleh Marx adalah suatu

cara produksi yang dipremiskan oleh kepemilikan pribadi

sarana produksi. Kapitalisme bertujuan untuk meraih

12

Page 13: “KONSUMERISME SEBAGAI DAMPAK DARI GLOBALISASI DAN BUDAYA POP”

keuntungan sebesar-besarnya, terutama dengan

mengeksploitasi pekerja. Realisasi nilai surplus dalam

bentuk uang diperoleh dengan menjual produk sebagai

komoditas. Komoditas adalah sesuatu yang tersedia untuk

dijual di pasar. Sedangkan komodifikasi adalah proses

yang diasosiasikan dengan kapitalisme di mana objek,

kualitas, dan tanda berubah menjadi komoditas.

Seorang ilmuwan bernama Jean Baudrillard memandang

bahwa budaya posmodernisme sebagai budaya masyarakat

konsumen, tahapan kapitalis baru setelah Perang Dunia II.

Selain itu, ilmuwan lain, Peter N. Stearns mengungkapkan

bahwa kita hidup dalam dunia yang sangat diwarnai

konsumerisme. Istilah konsumerisme, menurut Stearns :

.. consumerism is best defined by seeing how it emerged.but obviously

we need some preliminary sense of what we are talking about. Consumerism

describes a society in which many people formulate their goals in life partly

through acquiring goods that they clearly do not need for subsistence or for

traditional display. They become enmeshed in the process of acquisition

shopping and take some of their identity from a posessionof new things that

they buy and exhibit. In this society , a host of institutions both encourage and

serve consumerism.. from eager shopkeepers trying to lure customers into

buying more than they need to produce designer employed toput new twists

on established models, to advertisers seeking ti create new needs..”

Konsumerisme, pada masa sekarang telah menjadi

ideologi baru kita. Ideologi tersebut secara aktif

memberi makna tentang hidup melalui mengkonsumsi

material. Bahkan ideologi tersebut mendasari rasionalitas

13

Page 14: “KONSUMERISME SEBAGAI DAMPAK DARI GLOBALISASI DAN BUDAYA POP”

masyarakat kita sekarang, sehingga segala sesuatu yang

dipikirkan atau dilakukan diukur dengan perhitungan

material. Ideologi tersebut jugalah yang membuat orang

tiada lelah bekerja keras mangumpulkan modal untuk bisa

melakukan konsumsi.

Budaya konsumen diciptakan dan ditujukan kepada

negara-negara berkembang guna menciptakan sebuah pola

hidup masyarakat yang menuju hedonisme. Budaya konsumen

merupakan istilah yang menyangkut tidak hanya perilaku

konsumsi, tetapi adanya suatu proses reorganisasi bentuk

dan isi produksi simbolik di dalamnya.

14

Page 15: “KONSUMERISME SEBAGAI DAMPAK DARI GLOBALISASI DAN BUDAYA POP”

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 GAYA HIDUP KONSUMERISME SEBAGAI DAMPAK DARI

GLOBALISASI DAN BUDAYA POP

Gaya hidup merupakan cara hidup seseorang yang dapat

diidentifikasikan dengan menilai bagaimana seseorang

mengabiskan waktu mereka, apa yang mereka anggap penting

bagi mereka (ketertarikan), dan apa yang mereka pikirkan

tentang diri mereka sendiri dan juga tentang lingkungan

sekitar. Gaya hidup setiap masyarakat tentu saja berbeda-

beda dan tentu saja memiliki perubahan yang dinamis dari

masa ke masa.

Masyarakat modern adalah masyarakat konsumtif.

Masyarakat yang terus menerus berkonsumsi. Namun konsumsi

yang dilakukan bukan lagi hanya sekedar kegiatan yang

berasal dari produksi. Konsumsi tidak lagi sekedar

kegiatan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar dan

fungsional manusia. Konsumsi telah menjadi budaya, budaya

konsumsi.

Perkembangan budaya konsumen telah mempengaruhi

cara-cara masyarakat mengekspresikan estetika dan gaya

hidup. Dalam masyarakat konsumen, terjadi perubahan

mendasar berkaitan dengan cara-cara mengekspresikan diri

dalam gaya hidupnya.

Gaya hidup telah menjadi ciri dalam dunia modern,

sehingga masyarakat modern akan menggunakan gaya hidup

15

Page 16: “KONSUMERISME SEBAGAI DAMPAK DARI GLOBALISASI DAN BUDAYA POP”

untuk menggambarkan tindakannya sendiri dan orang lain.

Dalam kaitannya dengan budaya konsumen, gaya hidup

dikonotasikan dengan individualitas, ekspresi diri serta

kesadaran diri yang stylistic. Tubuh, busana, gaya

pembicaraan, aktivitas rekreasi, dsb adalah beberapa

indikator dari individualisme selera konsumen. Gaya hidup

adalah juga salah satu bentuk budaya konsumen. Karena

gaya hidup seseorang dilihat dari apa yang dikonsumsinya,

baik barang ataupun jasa. Konsumsi tidak hanya mencakup

kegiatan membeli sejumlah barang atau materi, seperti

televisi dan handphone. Akan tetapi, juga mengkonsumsi

jasa, seperti rekreasi. Beberapa contoh dari gaya hidup

yang nampak menonjol saat ini adalah nge-mall, hang out, fitness,

dll.

3.2 PERKEMBANGAN MALL SEBAGAI PENUNJANG BERKEMBANGNYA

KONSUMERISME

Perubahan gaya hidup masyarakat tidak bisa

dilepaskan dari kehadiran pusat-pusat perbelanjaan

modern. Era baru budaya konsumen ditandai dan

dilembagakan dengan lahirnya pusat-pusat perbelanjaan.

Gedung yang selalu berlimpah barang ini menawarkan

kebebasan baru dan kesempatan untuk masyarakat menjadi

gemar berbelanja. Belanja ditransformasikan dari

persediaan kebutuhan atau negosiasi terhadap kepemilikan

baru. Di pusat-pusat perbelanjaan, masyarakat akan

dibimbing oleh suatu pola konsumtif yang sistematis, dan

16

Page 17: “KONSUMERISME SEBAGAI DAMPAK DARI GLOBALISASI DAN BUDAYA POP”

ini memang sudah dipelajari dari sikap dan gaya hidup

masyarakat melalui berbagai penelitian mendalam dan dan

waktu yang panjang. Oleh sebab itu masyarakat saat ini

bukan saja hanya menjadi pelaku ekonomi namun juga

sebagai produk budaya yang lahir dari suatu tatanan

sistematis sebagai dampak dari neoliberalisme.

Kecenderungan masyarakat saat ini berbelanja di mal,

hipermarket, dan supermarket sering kali melampaui

kebutuhan dan keperluan yang semestinya. Ciri dari

masyarakat konsumsi yang paling menonjol, yaitu bahwa

arena konsumsi adalah kehidupan sehari-hari dalam

kehidupan masyarakat, dalam hal ini mal, hipermarket, dan

supermarket sebagai sarana konsumsi memfasilitasi

berbagai aktivitas masyarakat ikut andil dalam membentuk

sikap dan perilaku konsumen.

Perkembangan mal yang pesat di Indonesia juga

dipengaruhi oleh berkembangnya aktivitas masyarakat di

dalam pusat perbelanjaan, yaitu rekreasi atau mencari

suasana lain, hal ini tentu saja merupakan penunjang

semakin terbukanya budaya konsumerisme di Indonesia.

3.3 DAMPAK NEGATIF DARI PERKEMBANGAN KONSUMERISME DAN

PEMBANGUNAN MALL YANG MERAJALELA DI INDONESIA

Dari penjelasan sebelumnya, konsumermisme memang

memiliki dampak yang baik bagi stabilitas perputaran

ekonomi Negara namun disisi lain tentu saja budaya

konsumerisme memiliki dampak negative seperti hilangnya

kesadaran masyarakat akan nilai guna barang yang ia beli

17

Page 18: “KONSUMERISME SEBAGAI DAMPAK DARI GLOBALISASI DAN BUDAYA POP”

dan juga aktivitas konsumsi pada dasarnya bukan dilakukan

karena alasan kebutuhan, namun lebih kepada alasan

simbolis: kehormatan, status dan prestise. Maka jelas

bahwa realitas sosial dalam masyarakat konsumsi saat ini

cenderung memprioritaskan tanda dan nilai simbol sebagai

motif utama aktivitas konsumsi. Barang-barang dibeli

karena makna simbolik yang ada di dalamnya dan bukan

karena harga atau manfaatnya. Selain itu beberapa dampak

negatif dari konsumerisme diantaranya adalah :

Hidup boros dan enggan untuk berbagi

Bersikap pamer dan menimbulkan prilaku sombong

Bersikap individual.

Orang tsb akan selalu mencari kesenangan dan kepuasan

hidup

Uniformitas dan Alienasi

Uniformitas diambil dari kata uniform yang berarti

seragam, sedang uniformitas itu sendiri adalah membuat

suatu kelompok entah itu mayarakat lokal atau

komunitas internasional menjadi sama atau seragam.

Akibat adana uniformitas inilah mereka yang tidak sama

atau menolak untuk menjadi sama menjadi teralienasi

dan dianggap asing dari suatu kelompok. Konsumerisme

secara tidak langsung membuat pola yang kemudian akan

mendorong kita pada uniformitas. Contohnya penggunaan

Handphone dikalangan remaja kini sangat marak bahkan

jika tidak menggunakan atau tak memiliki Handphone

dinilai rendah oleh kawan di sekitarnya.

18

Page 19: “KONSUMERISME SEBAGAI DAMPAK DARI GLOBALISASI DAN BUDAYA POP”

Selanjutnya, pembangunan mall sebagai penunjang

berkembangnya budaya konsumerisme juga tentu saja

memiliki beberapa dampak negatif, antara lain ialah :

Mall menjadi tempat untuk menghomogenisasikan budaya.

Mall membuat orang menjadi lupa waktu, karena

lengkapnya fasilitas yang disediakan oleh suatu mall

membuat orang rela menghabiskan waktunya berjam-jam

untuk berada disana entah hanya untuk jalan-jalan dan

melihat-lihat atau membeli perlengkapan yang

dibutuhkan.

Dengan tingginya pertumbuhan mall dapat menyebabkan

matinya usaha-usaha reatail kecil milik lokal.

Kurangnya interaksi social

3.4 PERAN MASYARAKAT DAN PEMERINTAH TERKAIT KONSUMERISME

DAN MARAKNYA PEMBANGUNAN MALL

Dalam arus globalisasi yang begitu pesat ini

masyarakat harusnya mampu menyortir informasi yang layak

untuk diperoleh. Perkembangan budaya konsumerisme hanya

menguntukan para pemilik modal dan memanfaatkan

masyarakat yang menjadi obyek. Budaya konsumerisme telah

banyak merubah gaya hidup masyarakat saat ini. Masyarakat

perlu untuk lebih teliti dan selektif lagi dalam

menyaring informasi-informasi yang masuk.

Selain masyarakat yang selektif pemerintah pun perlu

untuk lebih selektif lagi dalam menyaring informasi,

budaya yang masuk, dan hal – hal barat yang masuk ke

19

Page 20: “KONSUMERISME SEBAGAI DAMPAK DARI GLOBALISASI DAN BUDAYA POP”

Indonesia karena pemerintah disini berperan sebagai salah

satu juru kunci masuknya budaya popular dan konsumerisme.

Pemerintah perlu untuk membuat regulasi yang dapat

memperlambat perkembangan budaya konsumerisme yang begitu

pesa t. Apabila tidak ada kontrol yang kuat dari

pemerintah dalam pembangunan pusat perbelanjaan di

Indonesia, maka permasalahan konsumerisme masyarakat akan

semakin susah untuk dikurangi.

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

Seperti yang telah kita ketahui bahwa globalisasi

adalah hal yang tidak dapat dihindari, tentu saja hal

tersebut tidak menutup kemungkinan jika kita pun akan

20

Page 21: “KONSUMERISME SEBAGAI DAMPAK DARI GLOBALISASI DAN BUDAYA POP”

terbawa dan mengikuti arus globalisasi tersebut.

Perubahan gaya hidup masyarakat perkotaan tidak bisa

dilepaskan dari kehadiran pusat-pusat perbelanjaan

modern. Era baru budaya konsumen ditandai dan

dilembagakan dengan lahirnya pusat-pusat perbelanjaan.

Dalam masyarakat modern saat ini konsumsi telah menjadi

suatu kebutuhan vital yang tidak hanya berguna secara

instrumental atau sekedar mengambil atau menghabiskan

nilai fungsional dari suatu komoditi. Saat ini pengertian

konsumsi sendiri telah mengalami perubahan.

Budaya konsumerisme mengakibatkan orang boros, tidak

produktif, dan hanya memberikan kesadaran palsu kepada

masyarakat. Budaya ini hanya menghargai orang dari

sebanyak apa dia mengeluarkan uang untuk mengonsumsi.

Semakin banyak dan prestisius barang yang dibeli

seseorang, semakin ia akan dihargai. Supaya mendapat

penghargaan, orang rela membeli barang-barang yang

sebetulnya tidak terlalu dia perlukan atau diluar

kemampuannya.

21

Page 22: “KONSUMERISME SEBAGAI DAMPAK DARI GLOBALISASI DAN BUDAYA POP”

DAFTAR PUSTAKA

Baudrillard, Jean P. 2004. Masyarakat Konsumsi (diterjemahkan

oleh Wahyunto.) Yogyakarta : Kreasi Wacana.

Barker, Chris. 2004. Cultural Studies: Teori dan Praktik. Bantul :

Kreasi Wacana.

Chaney, David. 2004. Life Styles, Sebuah Pengantar Komprehensif.

Bandung : Jalasutra.

Featherstone, Mike. 2005. Posmodernisme dan Budaya Konsumen

(Penerjemah Misbah Zulfa Elizabeth). Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Gramsci, Antonio. 1971. Selections from Prison Notebooks (hlm 57).

London : Lawrence& Wishart.

Soedjatmiko, Haryanto. 2008. Saya Berbelanja Maka Saya Ada :

Ketika Konsumsi dan Desain Menjadi Gaya Hidup Konsumeris. Bandung :

Jalasutra.

22

Page 23: “KONSUMERISME SEBAGAI DAMPAK DARI GLOBALISASI DAN BUDAYA POP”

Storey, John. 2003. “Teori Budaya dan Budaya Pop” (disunting

dan diterjemahkan oleh Dede Nurdin). Yogyakarta : CV

Qalam Yogyakarta.

Wolf, Martin. 2004. Globalisasi Jalan Menuju Kesejahteraan

(disunting oleh Freedom Institute bekerja sama dengan

Yayasan Obor Indonesia). Jakarta : Yayasan Obor

Indonesia.

23