Page 1
1
KONSUMERISME MAHASISWA PENDATANG DI KOTA
TANJUNGPINANG
Olga Virgian1, Sri Wahyuni
2, Rahma Syafitri
3
[email protected]
Program Studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Maritim Raja Ali Haji
ABSTRAK
Saat ini banyak anak-anak pendatang di luar daerah Kota Tanjungpinang
yang datang untuk menuntut ilmu karena di daerah-daerah asal mereka belum ada
perguruan tinggi, khususnya perguruan tinggi negeri. Anak-anak dari luar daerah
Provinsi Kepulauan Riau ini banyak memilih Tanjungpinang sebagai tempat
menimba ilmu. Mahasiswa pendatang tersebut awalnya melakukan penyesuaian
diri. Para mahasiswa pendatang memperlihatkan gaya hidup tidak sesuai dengan
kehidupan sesungguhnya untuk diakui keberadaan dan statusnya. Mereka
membeli barang-barang yang harganya mahal. Pada awal kedatangannya
mahasiswa membawa kebiasaannya, mulai cara berpakaian, cara bersikap, cara
berbicara dan kebiasaan lainnya. Mereka awalnya menjalani hidup dengan apa
adanya seperti yang di bawa mereka dari daerah asal mereka.Tujuan penelitian ini
untuk mengetahui Konsumerisme Mahasiswa Pendatang Di Kota Tanjungpinang.
Penelitian data menggunakan wawancara, observasi dan dokumentasi dengan
sumber data yaitu data primer dan data skunder. Pada penelitian ini penulis
menggunakan jenis penelitian Deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian
maka dapat diambil kesimpulan bahwa mahasiswa pendatang di Kota
Tanjungpinang banyak yang menganut konsumerisme karena membeli suatu
barang lebih melihat nilai tanda, tanpa melihat nilai guna dari barang tersebut.
Nilai suatu barang sudah bergeser menjadi tanda yang digunakan mahasiswa
pendatang yang dijadikan tanda diri atau jati diri mereka. Mereka ingin dikatakan
trendy, modern dan lain sebagainya. Ingin dianggap ada dan mampu dengan
lingkungannya, sehingga barang yang dibeli mengalami pergeseran nilai.
Kelahiran nilai tanda tersebut diikuti oleh nilai simbol, sehingga aktivitas
konsumsi pada dasarnya bukan dilakukan karena kebutuhan, namun lebih kepada
alasan simbolis: kehormatan, status, dan prestise
Kata Kunci : Mahasiswa Pendatang, Konsumerisme
1 Mahasiswa Sosiologi Universitas Maritim Raja Haji Tanjungpinang
2 Dosen Sosiologi Universitas Maritim Raja Haji Tanjungpinang
3 Dosen Sosiologi Universitas Maritim Raja Haji Tanjungpinang
Page 2
2
PENDAHULUAN
Banyak masyarakat yang datang dari desa maupun daerah kecil lainnya
untuk datang ke Kota mencari kehidupan yang lebih layak. Salah satu yang ikut
mengalami dampak perubahan adalah mahasiswa pendatang. Banyak masyarakat
yang berstatuskan sebagai mahasiswi melakukan perantauan, dimana mereka
meninggalkan tempat tinggal asalnya demi untuk menuntut ilmu dikota lainnya.
Para pendatang lambat laun akan mengikuti gaya hidup diperkotaan, hal
ini tidak hanya untuk menyamakan dirinya dengan mahasiswa tempatan tetapi
menginginkan adanya pengakuan dari lingkungannya bahwa mahasiswa
pendatang sama halnya dengan mahasiswa tempatan.
Tanjungpinang dengan memiliki heterogenitas masyarakat dari berbagai
suku/etnis jika dikelola dengan lebih baik akan mampu memiliki keunggulan
bersaing dengan kota besar lainnya. Kota Tanjungpinang merupakan ibukota
Provinsi Kepulauan Riau dengan fungsi sebagai pusat pelayanan administrasi dan
pemerintahan provinsi, pusat pendidikan, perdagangan dan jasa, pengembangan
pariwisata dan kebudayaan melayu serta sebagai pusat pelayanan transportasi di
Provinsi Kepulauan Riau. Salah satu dari yang sedang dikembangkan adalah pusat
pendidikan, Kota Tanjungpinang selayaknya menjadi pusat pertumbuhan
penyelenggaraan pendidikan berbasis nilai-nilai perguruan tinggi. Sebagai daerah
ibukota Provinsi Kepulauan Riau Tanjungpinang juga menjadi magnet di bidang
pendidikan. Banyak orang tua dari daerah sekitar mengirim anak-anak mereka
bersekolah ke Tanjungpinang khususnya untuk bersekolah di jenjang perguruan
tinggi,
Page 3
3
Jika dilihat dari data maka diketahui bahwa Tanjungpinang memiliki
perguruan tinggi yang cukup beragam mulai dari negeri hingga swasta dengan
jurusan yang berbeda-beda dan bervariasi sehingga pilihan menjadi beragam
tergantung kemauan mereka untuk memilih perguruan tinggi mana yang akan
menjadi tempat belajar mereka. Mahasiswa yang datang di Kota Tanjungpinang
pun beragam, tidak hanya dari Tanjungpinang tetapi juga dari luar daerah.
Saat ini banyak anak-anak pendatang di luar daerah Kota Tanjungpinang
yang datang untuk menuntut ilmu karena di daerah-daerah asal mereka belum ada
perguruan tinggi, khususnya perguruan tinggi negeri. Anak-anak dari luar daerah
Provinsi Kepulauan Riau ini banyak memilih Tanjungpinang sebagai tempat
menimba ilmu. Mahasiswa pendatang tersebut awalnya melakukan penyesuaian
diri. Penyesuaian diri adalah bagaimana mahasiswa dapat mencapai keseimbangan
hidup dalam memenuhi kebutuhan hidup yang sesuai dengan budaya serta
lingkungan baru. Kemudian beradaptasi dengan budaya dan lingkungan baru,
mahasiswa pendatang sangat membutuhkan penyesuaian diri terhadap budaya dan
lingkungan baru yang berbeda dengan budaya asalnya.
Mahasiswa akan dianggap mengikuti perkembangan jaman apabila telah
membeli dan memakai barang-barang dengan merk terkenal. Sebagian mahasiswi
pendatang yang berada dalam tingkat ekonomi menengah kebawah juga
mengikuti gaya hidup konsumtif akibat tuntutan pergaulan. Sehingga sebagian
besar mahasiswa masa kini hanya mementingkan penampilan saja. Uang saku
mahasiswi lebih dipentingkan untuk membeli berbagai macam barang bermerk
Page 4
4
untuk mengikuti trend terkini dibanding untuk membeli perlengkapan kampus
yang lebih penting seperti buku-buku pendukung perkuliahan.
Sebagai pendatang, mahasiswa pendatang dituntut untuk menyesuaikan
diri dengan lingkungan setempat. Penyesuaian akan berjalan baik bila mahasiswa
pendatang mampu beradaptasi dan mengurangi gesekan nilai dan kebiasaan yang
berlaku pada masyarakat asli yang telah lama menetap di daerah tersebut, yaitu
dengan cara penyesuaian, cepat bergaul, bersikap sopan santun, ramah,
berkomunikasi memahami dan menghargai nilai dan kebiasaan yang dianut
masyarakat setempat. Hal ini dimaksud agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam
pergaulan diantara mereka, karena apa yang dianggap baik oleh mahasiswa
pendatang berdasarkan budaya tempat asalnya, belum tentu dapat diterima dan
dianggap baik dan sopan oleh masyarakat setempat. Misalnya dalam hal
berpenampilan, berinteraksi atau berperilaku.
Tidak hanya itu mahasiswa saat ini juga memanfaatkan media sosial untuk
menunjukan gaya hidupnya, seperti dalam penelitian Iga Anjani Seha (2017)
tentang Pencitraan Diri Mahasiswa Pengguna Media Sosial Path ditemukan
bahwa upaya mahasiswa dalam melakukan pencitraan diri di media sosial path
yaitu, Pertama melalui foto profil dengan menggunakan nama asli sebagai nama
profil dengan menggungah foto dengan camera 360, agar terlihat ganteng, cantik,
keren dan menarik, menggunakan atau menggungah foto editan agar terlihat lebih
putih, tidak berjerawat. mahasiswa juga menggunakan foto yang diambil dari
jarak jauh, agar terlihat tubuhnya lebih bagus, selain itu mahasiswa juga
menggungah foto dengan penampilan menarik agar terlihat seperti orang kaya.
Page 5
5
Kedua upaya pencitraan diri melalui update lokasi yaitu mahasiswa mengaupdate
lokasi yang jarang didatangi orang, mahasiswa juga selalu mengapdate tempat
tempat yang sering dikunjungi orang (cafe- cafe) agar merasa tidak ketinggalan,
mahasiswa juga mengapdate tempat tempat berkelas (Mall, rumah makan) hal
tersebut dilakukan untuk menaikkan status sosial, mahasiswa juga mengapdate
kampus terkenal karena merasa bangga kalau dikatahui orang banyak bahwa
mereka adalah mahasiswa.
Kemudian dalam penelitian Herima (2018) tentang Hiperrealitas Pengguna
Instagram Di Lingkungan Fisip Universitas Maritim Raja Ali Haji ditemukan
bahwa pengguna Instagram terikat secara emosional dengan realitas yang mereka
dapatkan di dunia Instagram. Bahkan tidak berlebihan jika dikatakan mereka
kecanduan. Pengguna Instagram berusaha untuk menampilkan kesan yang
sifatnya selalu positif bagi diri mereka secara pribadi. Mereka berusaha
menghindari terlihat atau dinilai negatif oleh pengguna lainnya. Secara sadar
maupun tidak, aman untuk disimpulkan bahwa informan berusaha tampil
sempurna dalam realitas yang mereka ciptakan di dunia Instagram ini.
Perilaku mahasiswa pendatang juga cenderung mengikuti perkembangan
zaman yang ada dilingkungan tempat ia tinggal dan ada pula yang tetap
mempertahankan gaya hidup mereka. Selain itu, peneliti ingin melihat sejauh
mana gaya hidup dan bagaimana kecenderung gaya hidupnya mahasiswa
pendatang dari berbagai daerah. Adapun Kecenderungan gaya hidup mahasiswa
ini berubah ketika mereka mulai mengikuti zaman dengan melihat siaran-siaran
yanga ada di televisi maupun melihat dunia kota secara langsung. Tetapi adapula
Page 6
6
yang gaya hidupnya seperti biasa, sebagaimana yang sudah menjadi kebiasaannya
di tempat tinggal mereka. Selain itu,dari tindakan perilaku sosial mahasiswa
pendatang akan menghasilkan pola interaksi yang dijalani mahasiswa tersebut.
Terlepas dari itu, peneliti hanya sekedar ingin tahu perilkau sosial dalam hal gaya
hidup dan pola interaksi sosial mahasiswa pendatang tersebu.
Fenomena yang terjadi adalah para mahasiswa pendatang memperlihatkan
gaya hidup tidak sesuai dengan kehidupan sesungguhnya untuk diakui keberadaan
dan statusnya. Mereka membeli barang-barang yang harganya mahal. Pada awal
kedatangannya mahasiswa membawa kebiasaannya masing-masing-masing, mulai
cara berpakaian, cara bersikap, cara berbiara dan kebiasaan lainnya. Mereka
awalnya menjalani hidup dengan apa adanya seperti yang di bawa mereka dari
daerah asal mereka. Karena ketidakmampuan keluarga, banyak Mahasiswa
pendatang yang berkuliah di Tanjungpinang memilih tinggal di asrama yang
fasilitasnya disediakan oleh pemerintah untuk anak anak pendatang sesuai dengan
daerahnya masing-masing yang berkuliah di Tanjungpinang. Salah satu alasan
mereka mau tinggal di asrama tersebut karena tidak dipunggut biaya, sehingga
uang yang dikirim bisa mereka pergunakan untuk keperluan seperti membeli
makan, membeli baju dan perlengkapan sehari-hari. Rata rata mahasiswa yang
tinggal di Asrama tersebut berasal dari keluarga yang kurang mampu dan setiap
bulannya hanya mendapatkan kiriman dari orang tua secara pas pasan, tidak
sebanding dengan apa yang dikeluarkan untuk kehidupan diperkotaan yang serba
mahal,apalagi mereka yang selalu ingin tampil modis dalam segala hal.
Page 7
7
Hal ini mengarah pada perilaku konsumerisme. Perilaku hidup konsumtif
memiliki banyak dampak negatifnya. Dampak negatif dari perilaku pola hidup
konsumtif terjadi pada seseorang yang tidak memiliki keseimbangan antara
pendapatan dengan pengeluarannya (boros). Dalam hal ini, perilaku tadi telah
menimbulkan masalah ekonomi pada keluarganya.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini menggunakan metode deskriptof dengan pendekatan
kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti yaitu,
observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi. Alat penelitian yang
digunakan adalah pedoman wawancara, yang menjadi fokus dalam penelitian ini
adalah untuk mengetahui Konsumerisme Mahasiswa Pendatang Di Kota
Tanjungpinang
HASIL DAN PEMBAHASAN
Saat ini banyak anak-anak pendatang di luar daerah Kota Tanjungpinang
yang datang untuk menuntut ilmu karena di daerah-daerah asal mereka belum ada
perguruan tinggi, khususnya perguruan tinggi negeri. Anak-anak dari luar daerah
Provinsi Kepulauan Riau ini banyak memilih Tanjungpinang sebagai tempat
menimba ilmu. Mahasiswa pendatang tersebut awalnya melakukan penyesuaian
diri. Penyesuaian diri adalah bagaimana mahasiswa dapat mencapai keseimbangan
hidup dalam memenuhi kebutuhan hidup yang sesuai dengan budaya serta
lingkungan baru. Kemudian beradaptasi dengan budaya dan lingkungan baru,
mahasiswa pendatang sangat membutuhkan penyesuaian diri terhadap budaya dan
lingkungan baru yang berbeda dengan budaya asalnya.
Page 8
8
Mahasiswa pendatang ini banyak yang akhirnya menganut konsumerisme.
Pada umumnya, fenomena perilaku konsumtif mahasiswa adalah perilaku yang
mencerminkan “serba instan” atau perilaku yang tidak mengindahkan proses,
bahkan tidak peduli dengan proses. Perilaku konsumtif juga sering dilawankan
dengan perilaku produktif. Bahkan, konsumtif cenderung mengarah pada gaya
hidup glamor, boros, dan hedon. Perilaku konsumtif ini kemudian dianggap lazim
dialami pada masa-masa remaja, terutama pada mahasiswa. Remaja terkesan
senang dengan perilaku yang berbau konsumtif dan hedon
(kesenangan/kenikmatan). Mereka senang mengeluarkan uang demi mendapatkan
barang yang sedang populer dan tidak mau ketinggalan zaman. Mereka juga
mudah termakan iklan yang banyak bermunculan di berbagai media. Padahal,
mereka tidak begitu mementingkan barang yang ditawarkan tersebut. Semua
barang tersebut hampir tidak ada kaitannya dengan prestasi mahasiswa.
Memang yang dibeli adalah barang-barang yang tidak memiliki nilai
penting dalam prestasi belajar, seperti mereka rela mengeluarkan uang untuk
membeli barang mahal, merubah penampilan, dan lain sebagainya, hal ini
kebanyakan karena gensi dan ingin ikut-ikutan. Bahkan fasilitas di dapatkan tidak
hanya dari orang tua mereka mengandalkan orang lain seperti pacar untuk
memenuhi kebutuhan mereka. Kemudian yang terjadi adalah kebutuhan lain untuk
menunjang penampilan dan gengsinya, seperti untuk membeli pulsa ponsel, baju,
asesoris mengikuti fashion trend, bergaul, menonton bioskop, dan makan di luar.
Semua itu berpotensi membentuk perilaku konsumtif.
Page 9
9
Kebanyakan mahasiswa yang merubah hidupnya menganut konsumerisme
karena ingin terlihat berbeda, kemudian merasa ingin menjadi lebih baik, ikut-
ikutan serta gensi dengan teman lainnya. Mereka senang mengeluarkan uang demi
mendapatkan barang yang sedang populer dan tidak mau ketinggalan zaman.
Mereka juga mudah termakan iklan yang banyak bermunculan di berbagai media.
Padahal, mereka tidak begitu mementingkan barang yang ditawarkan tersebut.
Semua barang tersebut hampir tidak ada kaitannya dengan prestasi mahasiswa
seperti bedak atau skincare mahal, kemudian jam mahal hal ini tentu tidak ada
hubungannya dengan prestasi belajar mereka
Mahasiswa yang membeli barang atau jasa bukan karena kebutuhannya
tetapi lebih kepada rasa keinginan dan kesenangan membeli sebuah barang
tersebut untuk memuaskan hasrat konsumsi mahasiswa tersebut. Menurut Jean
Baudrillard dalam Martono (2012 : 130) dijelaskan bahwa masyaralat konsumsi
merupakan konsep kunci untuk menunjukan gejala konsumerisme yang sangat
luar biasa dan telah menjadi bagian dari kehidupan modern. Konsumerisme
merupakan suatu paham di mana seorang atau kelompok melakukan dan
menjalankan proses pemakaian barang hasil produksi secara berlebihan, tidak
sadar, dan berkelanjutan. Jika mereka menjadikan hal konsumtif tersebut sebagai
gaya hidup, sudah dipastikan mereka menganut konsumerisme, karena gaya hidup
merupakan pola hidup yang menentukan cara seorang memilih untuk
menggunakan waktu, uang, dan energi serta merefleksikan nilai, rasa, dan
kesukaan.
Page 10
10
Di Kota Tanjungpinang banyak mahasiswa pendatang yang mengalami
banyak perubahan sejak berada di Tanjungpinang, banyak mahasiswa yang
akhirnya menganut konsumerisme. Hal ini dikarenakan adanya sikap ingin ikut-
ikutan, gengsi dan ingin tanpak berbeda dengan yang lain.
Mahasiswa pendatang sebagian besar sudah menjadi penganut
konsumerisme, karena mengikuti trend yang ada di Kota Tanjungpinang, melihat
pergaulan dan gaya hidup anak remaja di Kota Tanjungpinang. Mereka mulai
menggunakan barang-barang mahal, menyisihkan uang jajan mereka untuk
memenuhi kebutuhannya, kemudian ada yang bekerja, ada yang akhirnya
menggunakan uang beasiswa untuk kepentingan pribadi, ada yang akhirnya
meminta uang saku lebih kepada orang tua demi memenuhi kebutuhannya.
Seorang konsumen seperti halnya mahasiswa ini berfikir akan berusaha
memaksimalkan kepuasan dalam menggunakan pendapatannya untuk membeli
barang dan jasa. Setiap individu berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya melalui
aktifitas konsumsi pada tingkat kepuasan yang maksimal.
Hal ini didukung pendapat Jean Baudrillard (2009: 31–32) konsumsi
adalah integrasi sosial meliputi seluruh aspek kehidupan manusia, baik materiil,
spiritual, jasmani, rohani, bahkan konsumsi dapat juga bersifat semu atau palsu.
Pandangan tersebut yang membedakan perspektif Baudrillard dengan para
ekonom sebelumnya yang hanya memandang konsumsi sebagai pemenuhan
kebutuhan berdasarkan manfaat (utility) suatu objek/barang. Dengan mengacu
pada pandangan Baudrillard dalam melihat realitas kehidupan manusia di abad
Page 11
11
kontemporer tersebut, analisis masyarakat konsumen tidak dapat dilepaskan dari
analisis budaya.
Kebutuhan mahasiswa terdiri dari alat tulis kerja, buku paket kuliah,
transportasi dari rumah ke kampus dan sebaliknya serta alat penunjang lainnya
yang menjadi keperluan masa perkuliahan, untuk memenuhi kebutuhan tersebut
tentu ada pengeluaran yang dilakukan. Pemenuhan kebutuhan memang sangat
penting artinya untuk mengantarkan individu pada kehidupan yang selaras dengan
lingkungannya. Pada umumnya setiap orang khususnya mahasiswa akan
melakukan kegiatan konsumsi dan suka terhadap hal-hal yang berbau konsumtif
seperti suka berbelanja. Pendapat ini didukung oleh Alam S. (2008: 37) yang
menyatakan bahwa kegiatan konsumsi adalah pembelanjaan barang dan jasa yang
dipakai langsung untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Membeli sesuatu untuk
memenuhi kebutuhan sebenarnya tidak menjadi masalah bahkan sudah menjadi
hal yang biasa atau lumrah pada kehidupan seharihari, selama membeli itu benar-
benar ditunjukkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang pokok atau benar-
benar dibutuhkan atau kebutuhan primer. Seperti contoh membeli handphone
untuk alat komunikasi.
Namun yang akan menjadi permasalahan ketika dalam usaha memenuhi
kebutuhan tersebut seseorang atau lebih khusus pada mahasiswa mengembangkan
perilaku yang mengarah ke pola konsumtif. Anggasari (dalam Hotpascaman
2010:2) “Perilaku konsumtif adalah tindakan membeli barang yang kurang atau
tidak diperhitungkan sehingga sifatnya menjadi berlebihan.” Pola perilaku
konsumtif yang dimaksud yakni adalah pola pembelian dan pemenuhan kebutuhan
Page 12
12
yang lebih mementingkan faktor keinginan daripada kebutuhan dan cenderung
dikuasai oleh hasrat keduniawian dan kesenangan semata. Apabila dikaitkan
dengan contoh sebelumnya, membeli hanphone untuk komunikasi adalah wajar,
namun berberbeda halnya apabila membeli handphone dengan mengikuti trend,
trend berganti handphone selalu berganti pula, bahakan memiliki handphone lebih
dari dua buah. Sebagai mahasiswa sebaikanya memanfaatkan uang tersebut untuk
keperluan yang lebih seperti membeli buku penunjangperkuliahan, mencari bahan
referensi dan lain sebagainya.
Dalam sikap konsumerisme mahasiswa tersebut harusnya melihat dari
beberapa hal yaitu nilai guna dan nilai tanda. Namun mahasiswa pendatang saat
ini tidak lagi melihat nilai guna dari sebuah barang, bahkan mengabaikan nilai
guna dalam barang yang mereka beli. Baudrillard (2004) Pada masyarakat
konsumsi orang-orang membeli barang bukan karena nilai kemanfaatannya
namun lebih dikarenakan faktor gaya hidup. Terlepas dari nilai guna dan manfaat
dari suatu barang, masyarakat konsumsi membeli dikarenakan atas makna yang
melekat dari produk tersebut. Sehingga masyarakat konsumsi tidak pernah mampu
memenuhi kebutuhannya, tidak pernah merasa puas, dan akhirnya akan menjadi
pemborosan
Mahasiswa pendatang yang menganut konsumerisme tidak memahami tentang
nilai barang yang dia beli hanya melihat dari segi kepuasan saja. Parma (2007),
mengatakan bahwa perilaku konsumtif pada remaja putri cenderung dipengaruhi
oleh faktor rasional dan faktor emosional. Remaja yang berperilaku konsumtif
Page 13
13
menggunakan faktor emosionalnya saja, misalnya dengan hanya
memperhitungkan gengsi dan perstise, sedangkan remaja yang memperhatikan
faktor rasional cenderung memperhitungkan manfaat serta harga produk yang
berwujud mode. Mahasiswa yang ingin dianggap keberadaanya oleh lingkungan
dengan berusaha menjadi lingkungan tersebut. Kebutuhan untuk diterima dan
menjadi sama dengan orang lain mengikuti berbagai atribut yang sedang popular.
Salah satu caranya adalah berperilaku konsumtif (Jumiati, 2009).
Mahasiswa pendatang tersebut diketahui menganut konsumerisme karena
mahasiswa pendatang tersebut tidak melihat nilai guna tetapi melihat nilai tanda
saat membeli barang-barang tersebut. Saat ini mahasiswa tersebut membeli barang
tidak lagi didasari lagi sebuah nilai guna atau sebuah fungsi dari pemakaian
barang yang bersangkutan melainkan mendasarkan nilainya pada nilai tanda. Nilai
suatu produk dipandang dari citra (image) yang diartikan oleh produk tersebut
pada konsumennya, dan citra yang didapatkan berkaitan dengan identitas dari
konsumen produk tersebut, dan identitas berkaitan dengan ukuran sosial tertentu.
nilai suatu barang sudah bergeser menjadi tanda yang digunakan mahasiswa
pendatang yang dijadikan tanda diri atau jati diri mereka. Mahasiswa tersebut
membeli barang karena barang yang dibeli sedang marak atau banyak disukai
orang, mereka biasanya mengikuti gaya artis yang mereka lihat atau selebgram
yang mereka ikuti di instagram. Mahasiswa tersebut akan membeli barang
walaupun barang tersebut kualitas KW atau barang tiruan. Hal ini karena mereka
ingin dikatakan trendy, modern dan lain sebagainya. Ingin dianggap ada dan
mampu dengan lingkungannya, sehingga barang yang dibeli mengalami
Page 14
14
pergeseran nilai. Kelahiran nilai tanda tersebut diikuti oleh nilai simbol, sehingga
aktivitas konsumsi pada dasarnya bukan dilakukan karena kebutuhan, namun
lebih kepada alasan simbolis: kehormatan, status, dan prestise. Lebih jauh dalam
pandangan masyarakat konsumsi, nilai simbol menjadi motif utama aktivitas
konsumsi. Objek komoditas dibeli karena makna simbolik yang ada di dalamnya,
bukan karena nilai guna atau manfaatnya (Hidayat, 2012: 69). Konsumen
menginternalisasi kegiatan konsumsi, kemudian mengubah pengalaman mereka
ke dalam semua aktifitas manusia lainnya dan beberapa aspek eksistensi sosial.
Adanya nilai tanda bagi mahasiswa pendatang terhadap barang-barang
yang dibelinya, nilai tanda suatu barang lebih menonjol dibandingkan nilai suatu
barang tersebut. Konsumsi bukan hanya sebatas sebagai suatu aktifitas memenuhi
kebutuhan hidup. Lebih dari itu konsumsi menjadi aktifitas yang memicu
munculnya stratifikasi sosial, sehingga barang konsumsi juga diciptakan sesuai
kelas atau kemampuan konsumen. Dimana semakin tinggi tingkat konsumsi
berpengaruh pada tingginya mobilitas hidup individu maupun kelompok (Burke,
2003: 93-94).
Konsumen membeli barang tidak hanya ditentukkan oleh mutu produk,
harga, dan selera tetapi ada rentetan motivasi yang lebih kompleks, tentu saja pada
akhirnya upaya manusia mencari kebahagian hidup. Jean Baudrillard sampai pada
simpulan bahwa aspek teori konsumsi terdapat aspek ketakutan terhadap
kolektivitas, bahwa semua barang jasa produk dalam pasar menjadi tatanan tanda
yang menentukan pemetaan status social dan kedudukan dalam masyarakat.
Page 15
15
Setelah dilakukan observasi dan wawancara di lapangan maka diketahui
bahwa mahasiswa pendatang yang ada di Kota Tanjungpinang cenderung
membeli barang-barang dan mengetahui barang serta fashion setelah ada di Kota
Tanjungpinang, hal ini dapat dilihat mereka belanja setelah ada di Kota
Tanjungpinang seperti di beberapa olshop yang sering di datangi yaitu untuk
fashion para mahasiswa pendatang ini dari 5 informan menjawab Sinya Stuff,
Summercrown, kemudian membeli barang seperti jam di kota Tanjungpinang di
toko jam 10, di toko watch, dan beberapa toko lain yang langsung dibeli di Kota
Tanjungpinang, untuk handphone juga langsung dibeli di toko seperti toko legend,
dan cunter-counter resmi yang memang hanya ada di Kota Tanjungpinang karena
memang tidak ada di daerahnya.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan bahwa
mahasiswa pendatang di Kota Tanjungpinang banyak yang menganut
konsumerisme karena membeli suatu barang lebih melihat nilai tanda, tanpa
melihat nilai guna dari barang tersebut, hal ini dapat dilihat dari hal berikut :
Mahasiswa pendatang ini banyak yang akhirnya menganut konsumerisme.
Pada umumnya, fenomena perilaku konsumtif mahasiswa adalah perilaku yang
mencerminkan “serba instan” atau perilaku yang tidak mengindahkan proses,
bahkan tidak peduli dengan proses. Perilaku konsumtif juga sering dilawankan
dengan perilaku produktif. Bahkan, konsumtif cenderung mengarah pada gaya
hidup glamor, boros, dan hedon. Perilaku konsumtif ini kemudian dianggap lazim
dialami pada masa-masa remaja, terutama pada mahasiswa. Remaja terkesan
Page 16
16
senang dengan perilaku yang berbau konsumtif dan hedon
(kesenangan/kenikmatan). Mereka senang mengeluarkan uang demi mendapatkan
barang yang sedang populer dan tidak mau ketinggalan zaman. Mereka juga
mudah termakan iklan yang banyak bermunculan di berbagai media. Padahal,
mereka tidak begitu mementingkan barang yang ditawarkan tersebut. Semua
barang tersebut hampir tidak ada kaitannya dengan prestasi mahasiswa
Mahasiswa yang membeli barang atau jasa bukan karena kebutuhannya
tetapi lebih kepada rasa keinginan dan kesenangan membeli sebuah barang
tersebut untuk memuaskan hasrat konsumsi mahasiswa tersebut. Menurut Jean
Baudrillard dalam Martono (2012 : 130) dijelaskan bahwa masyaralat konsumsi
merupakan konsep kunci untuk menunjukan gejala konsumerisme yang sangat
luar biasa dan telah menjadi bagian dari kehidupan modern. Konsumerisme
merupakan suatu paham di mana seorang atau kelompok melakukan dan
menjalankan proses pemakaian barang hasil produksi secara berlebihan, tidak
sadar, dan berkelanjutan. Jika mereka menjadikan hal konsumtif tersebut sebagai
gaya hidup, sudah dipastikan mereka menganut konsumerisme, karena gaya hidup
merupakan pola hidup yang menentukan cara seorang memilih untuk
menggunakan waktu, uang, dan energi serta merefleksikan nilai, rasa, dan
kesukaan.
Di Kota Tanjungpinang banyak mahasiswa pendatang yang mengalami
banyak perubahan sejak berada di Tanjungpinang, banyak mahasiswa yang
akhirnya menganut konsumerisme. Mahasiswa pendatang sebagian besar sudah
menjadi penganut konsumerisme, karena mengikuti trend yang ada di Kota
Page 17
17
Tanjungpinang, melihat pergaulan dan gaya hidup anak remaja di Kota
Tanjungpinang. Mereka mulai menggunakan barang-barang mahal, menyisihkan
uang jajan mereka untuk memenuhi kebutuhannya, kemudian ada yang bekerja,
ada yang akhirnya menggunakan uang beasiswa untuk kepentingan pribadi, ada
yang akhirnya meminta uang saku lebih kepada orang tua demi memenuhi
kebutuhannya.
Kemudian mahasiswa tidak memahami tentang apa yang disebut
kebutuhan, mereka terjebak dalam konsumerisme karena tidak dapat membedakan
anatara kebutuhan dan keinginan membeli barang-barang tersebut, Karena
cenderung ingin membeli barang yang dianggap butuh tersebut mereka
menghilangkan nilai dari barang tersebut. Seperti hp yang tadinya untuk alat
berkomunikasi sekarang bergeser karena gengsi dan ikut-ikutan ingin dilihat lebih
modern. Tidak hanya itu ingin selalu berpenampilan yang dapat menarik perhatian
orang lain terutama teman sebaya. Pada remaja putri, mereka biasanya lebih
konsen kepada penampilan, kemudian dengan barang-barang mewah, seperti
handphone kemudian menggunakan kosmetik untuk menambah penampilan daya
tarik fisiknya agar terlihat cantik. Sehingga kebanyakkan membelanjakan uangnya
atau berperilaku konsumtif untuk keperluan tersebut.
Nilai suatu barang sudah bergeser menjadi tanda yang digunakan
mahasiswa pendatang yang dijadikan tanda diri atau jati diri mereka. Mereka
ingin dikatakan trendy, modern dan lain sebagainya. Ingin dianggap ada dan
mampu dengan lingkungannya, sehingga barang yang dibeli mengalami
pergeseran nilai. Kelahiran nilai tanda tersebut diikuti oleh nilai simbol, sehingga
Page 18
18
aktivitas konsumsi pada dasarnya bukan dilakukan karena kebutuhan, namun
lebih kepada alasan simbolis: kehormatan, status, dan prestise.
DAFTAR PUSTAKA
Baudrillard, Jean. 2009. Masyarakat Konsumsi. Kreasi Wacana: Yogyakarta
Bagong Suyanto.2013. Sosiologi Ekonomi Kapitalisme dan Konsumsi di Era
Masyarakat PostModernisme, (Jakarta: Kencana, 2013), Hal 138-143.
Burke, P. 2003. Sejarah dan Teori Sosial. Jakarta: Yayasan Obor.
Chaney, D. 2011. Lifestyles: sebuah Pengantar komprehensif. Yogyakarta:
Jalasutra
Featherstone, Mike. 2005. Posmodernisme dan Budaya Konsumen,. Yogyakarta:
Pustaka Belajar.
Hurlock, E. B. 1994. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan. Jakarta. Erlangga
Herima. 2018. Hiperrealitas Pengguna Instagram Di Lingkungan Fisip Universitas
Maritim Raja Ali Haji. Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu
Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji
Tanjungpinang. SKRIPSI
Iga Anjani Seha. 2017. Pencitraan Diri Mahasiswa Pengguna Media Sosial Path.
Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang. SKRIPSI
Kamla Bhasin. 1996. Menggugat Patriarki, Pengantar tentang Persoalan Dominasi
terhadap Kaum Perempuan. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.
Marisa Liska. 2011. Konsumerisme Sebagai Faktor Penarik Terjadinya Fenomena
Enjokousai Dalam Masyarakat Jepang Kontemporer. SKRIPSI.
FIB. UI