BAB IPENDAHULUANPada awalnya, upaya konservasi di dunia ini
telah dimulai sejak ribuan tahun yang lalu. Naluri manusia untuk
mempertahankan hidup dan berinteraksi dengan alam dilakukan antara
lain dengan cara berburu, yang merupakan suatu kegiatan baik
sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan hidup, ataupun sebagai suatu
hobi/hiburan. Sejak jaman dahulu, konsep konservasi telah ada dan
diperkenalkan kepada manusia meskipun konsep konservasi tersebut
masih bersifat konservatif dan eksklusif (kerajaan). Konsep
tersebut adalah konsep kuno konservasi yang merupakan cikal bakal
dari konsep modern konservasi dimana konsep modern konservasi
menekankan pada upaya memelihara dan memanfaatkan sumberdaya alam
secara bijaksana.Di Indonesia, pertanian konservasi pernah populer
di tahun 1990-an, namun gerakannya sangat lambat. Tidak ada yang
jelas sampai di mana tingkat perkembangan olah tanah konservasi di
Indonesia.Teknik konservasi ini dapat sangat berarti, karena
memberikan manfaat praktis yang langsung dapat dinikmati oleh
petani dalam hal efisiensi biaya dan energi, mempercepat siklus
tanam dan pemanfaatan air, meningkatkan kesuburan tanah dan bahkan
membantu pengurangan emisi GRK. Untuk menanggulangi kemandegan ini,
maka pemerintah perlu memfasilitasi kembali gerakan olah tanah
konservasi melalui program-program praktis dan nyata, serta
mendukung secara finansial maupun penelitian dan penyuluhan, serta
merangkul berbagai pihak yang tertarik untuk mengakselerasi gerakan
olah tanah konservasi.Pertanian yang berbasis olah tanah konservasi
tidak akan berhasil dikembangkan jika setiap pelaku di sektor ini
masih terikat di dalam mind-set olah tanah konvensional. Untuk
merebut kembali momentum yang telah hilang dibutuhkan motivasi yang
besar dan perubahan paradigma dari segenap pihak yang bergerak di
sektor pertanian, baik itu pejabat, peneliti, ilmuwan, penyuluh,
maupun petani sebagai pelaku langsung pertanian.Salinitas tanah
merupakan faktor pembatas penting pertumbuhan tanaman. Kadar garam
yang tinggi dalam larutan tanah akan menyebabkan osmotik potensial
larutan dalam tanah berkurang. Larutan akan bergerak dari daerah
yang konsentrasi garamnya rendah ke konsentrasi tinggi. Akibatnya
akar tanaman kesulitan menyerap air, karena air terikat kuat pada
partikel-partikel tanah dan dapat menyebabkan terjadinya kekeringan
fisiologis pada tanaman (Gunes et al., 1996; Cornillon and Palloix,
1997). Pada kondisi dimana konsentrasi garam dalam larutan tanah
sangat tinggi, maka air dari dalam sel tanaman bergerak keluar,
dinding protoplasma mengkerut dan sel rusak karena terjadi
plasmolisis. Selain tanaman harus mengatasi tekanan osmotik tinggi,
pada beberapa tanaman dapat terjadi ketidak-seimbangan hara
disebabkan kadar hara tertentu terlalu tinggi, dan adanya bahaya
potensial keracunan natrium dan ion lainnya (FAO, 2005).
Konsentrasi natrium yang tinggi dalam tanah yang ditunjukkan oleh
nilai ESP (exchangeable sodium percentage) >15 mengakibatkan
rusaknya struktur tanah yang selanjutnya akan menghambat
perkembangan akar tanaman (Ben-Hur et al., 1998).
BAB IIISI2.1 Pengertian KonservasiKonservasi itu sendiri
merupakan berasal dari kataConservation yang terdiri atas
katacon(together) danservare(keep/save) yang memiliki pengertian
mengenai upaya memelihara apa yang kita punya (keep/save what you
have), namun secara bijaksana (wise use). Ide ini dikemukakan oleh
Theodore Roosevelt (1902) yang merupakan orang Amerika pertama yang
mengemukakan tentang konsep konservasi.Sedangkan menurut Rijksen
(1981), konservasi merupakan suatu bentuk evolusi kultural dimana
pada saat dulu, upaya konservasi lebih buruk daripada saat
sekarang. Konservasi juga dapat dipandang dari segi ekonomi dan
ekologi dimana konservasi dari segi ekonomi berarti mencoba
mengalokasikan sumberdaya alam untuk sekarang, sedangkan dari segi
ekologi, konservasi merupakan alokasi sumberdaya alam untuk
sekarang dan masa yang akan datang.Apabila merujuk pada
pengertiannya, konservasi didefinisikan dalam beberapa batasan,
sebagai berikut :1. Konservasi adalah menggunakan sumberdaya alam
untuk memenuhi keperluan manusia dalam jumlah yang besar dalam
waktu yang lama (American Dictionary).2. Konservasi adalah alokasi
sumberdaya alam antar waktu (generasi) yang optimal secara sosial
(Randall, 1982).3. Konservasi merupakan manajemen udara, air,
tanah, mineral ke organisme hidup termasuk manusia sehingga dapat
dicapai kualitas kehidupan manusia yang meningkat termasuk dalam
kegiatan manajemen adalah survai, penelitian, administrasi,
preservasi, pendidikan, pemanfaatan dan latihan (IUCN, 1968).4.
Konservasi adalah manajemen penggunaan biosfer oleh manusia
sehingga dapat memberikan atau memenuhi keuntungan yang besar dan
dapat diperbaharui untuk generasi-generasi yang akan datang (WCS,
1980).Tujuan dari adanya konservasi adalah agar terwujud
kelestarian sumberdaya alam hayati serta kesinambungan ekosistemnya
sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan
masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Untuk mewujudkan tujuan
tersebut, perlu dilakukan strategi dan juga pelaksananya. Di
Indonesia, kegiatan konservasi seharusnya dilaksanakan secara
bersama oleh pemerintah dan masyarakat, mencakup masayarakat umum,
swasta, lembaga swadaya masayarakat, perguruan tinggi, serta
pihak-pihak lainnya. Sedangkan strategi konservasi nasional telah
dirumuskan ke dalam tiga hal berikut taktik pelaksanaannya, yaitu
:1. Perlindungan sistem penyangga kehidupan (PSPK)a. Penetapan
wilayah PSPK.b. Penetapan pola dasar pembinaan program PSPK.c.
Pengaturan cara pemanfaatan wilayah PSPK.d. Penertiban penggunaan
dan pengelolaan tanah dalam wilayah PSPK.e. Penertiban maksimal
pengusahaan di perairan dalam wilayah PSPK.2. Pengawetan
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnyaa.
Pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnyab.
Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa (in-situ dan eks-situ
konservasi).3. Pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati
dan ekosistemnya.a. Pemanfaatan kondisi lingkungan kawasan
pelestarian alam.b. Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar
(dalam bentuk : pengkajian, penelitian dan pengembangan,
penangkaran, perdagangan, perburuan, peragaan, pertukaran,
budidaya).The conservationmodel mengacu pada usaha tanam campuran
atau crop livestock sebagai hasil revolusi pertanian Inggris.
Selain itu juga mnegacu pada konsep kelaparan lahan yang diilhami
oleh ahli tanah Jerman (Ricardo, Mill). Yang termasuk dalam
konservasi adalah sebagian lahan yang subur untuk tanaman dan
sebagian lagi untuk untuk penggembalaan, tersedia cukup pakan
ternak, pupuk hijau untuk mempertahankan kesuburan tanah serta
adanya input dari sektor pertanian itu sendiri.2.2 Contoh Konsep
KonservasiParadigma pembangunan yang mengedepankan pertumbuhan
ekonomi telah memacu pemanfaatan sumberdaya alam secara berlebihan
sehingga eksploitasi sumberdaya alam semakin meningkat sejalan
dengan peningkatan jumlah penduduk dan kebutuhan manusia.
Akibatnya, sumberdaya alam semakin langka dan semakin menurun
kualitas dan kuantitasnya. Tanah yang rusak/kritis sangat sulit
untuk dimanfaatkan menjadi lahan yang bermanfaat, karena
keterbatasan-keterbatasan dari lahan kritis itu sendiri. Tanah yang
rusak dengan kekurangannya sulit untuk menjaga lengas tanah, yang
berakibat pada sulitnya mendapatkan pada saat musim kemarau.
Sementara itu, tanah rusak tidak dapat menyimpan air di waktu musim
penghujan, sehingga hujan yang terjadi sebagian besar menjadi
aliran permukaan yang dapat menyebabkan erosi permukaan.Data Areal
lahan kering di Indonesia menurut Pusat Penelitian Tanah dan
Agroklimat dalam Haryati (2002) tahun 1992 menunjukkan bahwa luas
lahan usahatani kritis telah mencapai 18 juta hektar. Setelah
hampir 13 tahun, lahan kritis pada tahun 2005 cukup luas yaitu
mencapai 52,5 juta ha yang tersebar di pulau Jawa dan Bali (7,1
juta ha), Sumatera (14,8 juta ha), Kalimantan (7,4 juta ha),
Sulawesi (5,1 juta ha), Maluku dan Nusa Tenggara (6,2 juta ha), dan
Irian Jaya (11,8 juta ha).Potensi yang demikian besar harus
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Namun, pemanfaatan
lahan kering tersebut harus berhati-hati karena sebagian besar
lahan kering tersebut tersebar di hulu DAS yang bentuk wilayahnya
berbukit dengan curah hujan yang cukup tinggi. Kondisi demikian
akan memicu erosi yang berakibat pada degradasi lahan. Lahan kering
umumnya menjadikan air sebagai faktor pembatas yang utama dalam
pengelolaannya. Oleh karena itu, ketersediaan air menjadi sesuatu
yang sangat penting dalam pengelolaan lahan kering.Untuk dapat
menjamin adanya ketersediaan air baik di musim penghujan dan musim
kemarau (iklim tropis) diperlukan beberapa teknogi
yangapplicabledan hemat biaya karena petani lahan kering umumnya
miskin. Beberapa penelitian konservasi air telah dilakukan dan
diujicobakan pada berbagai tempat untuk dapat memaksimalkan
simpanan air hujan dan mengoptimalkan manfaat sumberdaya air
terutama di musim kemarau.2.3 Metode konservasi Metode
VegetatifMetoda vegetatif yaitu metoda konservasi dengan menanam
berbagai jenis tanaman seperti tanaman penutup tanah, tanaman
penguat teras, penanaman dalam strip, pergiliran tanaman serta
penggunaan pupuk organik dan mulsa. Pengelolaan tanah secara
vegetatif dapat menjamin keberlangsungan keberadaan tanah dan air
karena memiliki sifat : memelihara kestabilan struktur tanah
melalui sistem perakaran dengan memperbesar granulasi tanah,
penutupan lahan oleh seresah dan tajuk mengurangi evaporasi,
disamping itu dapat meningkatkan aktifitas mikroorganisme yang
mengakibatkan peningkatan porositas tanah, sehingga memperbesar
jumlah infiltrasi dan mencegah terjadinya erosi. Fungsi lain
daripada vegetasi berupa tanaman kehutanan yang tak kalah
pentingnya yaitu memiliki nilai ekonomi sehingga dapat menambah
penghasilan petani. Metode Sipil TeknisMetoda sipil teknis yaitu
suatu metoda konservasi dengan mengatur aliran permukaan sehingga
tidak merusak lapisan olah tanah (Top Soil) yang bermanfaat bagi
pertumbuhan tanaman. Usaha konservasi dengan metoda sipil teknis
ini yaitu membuat bangunan-bangunan konservaasi antara lain
pengolahan tanah menurut kontur, pembuatan guludan, teras, dan
saluran air (Saluran Pembuanga air, Terjunan dan Rorak)2.4 Aplikasi
konservasi1.Pendekatan Vegetatif Sistem Pertanaman LorongSistem
pertanaman lorong ialah suatu sistem di mana tanaman pangan ditanam
pada lorong di antara barisan tanaman pagar. Sangat bermanfaat
dalam mengurangi laju limpasan permukaan dan erosi, dan merupakan
sumber bahan organik dan hara terutama N untuk tanaman lorong.
Teknik budidaya lorong telah lama dikembangkan dan diperkenalkan
sebagai salah satu teknik konservasi tanah dan air untuk
pengembangan sistem pertanian berkelanjutan pada lahan kering di
daerah tropika basah, namun belum diterapkan secara meluas oleh
petani. Sistem Pertanaman Strip RumputSistem Pertanaman Strip
Rumput ialah sistem pertanaman yang hampir sama dengan pertanaman
lorong, tetapi tanaman pagarnya adalah rumput. Strip rumput dibuat
mengikuti kontur dengan lebar strip 0,5 m atau lebih. Semakin lebar
strip semakin efektif mengendalikan erosi. Sistem ini dapat
diintegrasikan dengan ternak. Penanaman Rumput Makanan Ternak
didalam jalur/strip. Penanaman dilakukan menurut garis kontur
dengan letak penanaman dibuat selang-seling agar rumput dapat
tumbuh baik, usahakan penanamannya pada awal musim hujan. Selain
itu tempat jalur rumput sebaiknya ditengah antara barisan tanaman
pokok. Tanaman Penutup TanahMerupakan tanaman yang ditanam
tersendiri atau bersamaan dengan tanaman pokok.. Tanaman penutup
tanah berperan: (1) menahan atau mengurangi daya perusak
butir-butir hujan yang jatuh dan aliran air di atas permukaan
tanah, (2) menambah bahan organik tanah melalui batang, ranting dan
daun mati yang jatuh, dan (3) melakukan transpirasi, yang
mengurangi kandungan air tanah. Peranan tanaman penutup tanah
tersebut menyebabkan berkurangnya kekuatan dispersi air hujan,
mengurangi jumlah serta kecepatan aliran permukaan dan memperbesar
infiltrasi air ke dalam tanah, sehingga mengurangi erosi.
MulsaMulsa ialah bahan-bahan (sisa-sisa panen, plastik, dan
lain-lain) yang disebar atau digunakan untuk menutup permukaan
tanah.Bermanfaat untuk mengurangi penguapan (evaporasi) serta
melindungi tanah dari pukulan langsung butir-butir hujan yang akan
mengurangi kepadatan tanah. Macam Mulsa dapat berupa, mulsa sisa
tanaman, lembaran plasti dan mulsa batu. Mulsa sisa tanaman ini
terdiri dari bahan organik sisa tanaman (jerami padi, batang
jagung), pangkasan dari tanaman pagar, daun-daun dan ranting
tanaman. Bahan tersebut disebarkan secara merata di atas permukaan
tanah setebal 2-5 cm sehingga permukaan tanah tertutup
sempurna.Thamrin dan Hanafi (1992) telah melakukan penelitian
pengaruh mulsa terhadap tanah di lahan kering. Mulsa yang digunakan
adalah seresah tanaman. Hasilnya menunjukkan bahwa pemberian mulsa
dapat menghemat lengas tanah dari proses penguapan, sehingga
kebutuhan tanaman akan lengas tanah terutama musim kering dapat
terjamin. Selain itu, pemberian mulsa dapat menghambat pertumbuhan
gulma yang mengganggu tanaman sehingga konsumsi air lebih rendah.
Pengelompokan tanaman dalam suatu bentang alam
(landscape)Pengelompokan tanaman dalam suatu bentang alam
(landscape) mengikuti kebutuhan air yang sama, sehingga irigasi
dapat dikelompokkan sesuai kebutuhan tanaman. Teknik ini dilakukan
dengan cara mengelompokkan tanaman yang memiliki kebutuhan air yang
sama dalam satu landscape. Pengelompokkan tanaman tersebut akan
memberikan kemudahan dalam melakukan pengaturan air. Air irigasi
yang dialirkan hanya diberikan sesuai kebutuhan tanaman, sehingga
air dapat dihemat. Hal ini dapat dijadikan sebagai dasar dalam
pemberian air irigasi yang sesuai dengan kebutuhan, sehingga dapat
hemat air. Penyesuaian jenis tanaman dengan karakteristik
wilayah.Teknik konservasi air ini dilakukan dengan cara
mengembangkan kemampuan dalam menentukan berbagai tanaman
alternatif yang sesuai dengan tingkat kekeringan yang dapat terjadi
di masing-masing daerah. Sebagai contoh, tanaman jagung yang hanya
membutuhkan air 0,8 kali padi sawah akan tepat jika ditanam sebagai
pengganti padi sawah untuk antisipasi kekeringan Pada daerah hulu
DAS yang merupakan daerah yang berkelerengan tinggi, tanaman
kehutanan menjadi komoditas utama. Penentuan pola tanam yang
tepat.Penentuan pola tanam yang tepat, baik untuk areal yang datar
ataupun berlereng. Pola tanam disesuaikan dengan kondisi curah
hujan setempat untuk mengurangi deficit air pada musim kemarau.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Gomez dan Gomez (1983) dalam
Purwono et al, (2003) menunjukkan bahwa pada lahan dengan
kemiringan 5% dengan pola tanam campuran ketela pohon dan jagung
akan dapat menurunkan run off dari 43% menjadi 33% dari curah hujan
dibandingkan dengan jagung monokultur. Hal ini terjadi karena
adanya perbedaan besar kebutuhan air tiap jenis vegetasi. Besarnya
kebutuhan air beberapa jenis tanaman dapat menjadi acuan dalam
membuat pola tanam yang optimal.2.Pendekatan Sipil Teknis Pembuatan
teras pada lahan dengan lereng yang curam.Pembuatan teras
dilakukan, jika budidaya tanaman dilakukan pada lahan dengan
kemiringan > 8%. Namun demikian, budidaya tanaman semusim
sebaiknya menghindari daerah berlereng curam. Jenis-jenis teras
untuk konservasi air juga merupakan teras untuk konservasi tanah,
antara lain: teras gulud, teras buntu (rorak), teras kredit, teras
individu, teras datar, teras batu, teras bangku, SPA, dan hillside
ditches.Teras gulud umumnya dibuat pada lahan yang berkemiringan 10
- 15 yang biasanya dilengkapi dengan saluran pembuangan air yang
tujuannya untuk mengurangi kecepatan air yang mengalir pada waktu
hujan sehingga erosi dapat dicegah dan penyerapan air dapat
diperbesar. Teras Bangku adalah teras yang dibuat dengan cara
memotong lereng dan meratakan dengan di bidang olah sehingga
terjadi deretan menyerupai tangga. Bermanfaat sebagai pengendali
aliran permukaan dan erosi. Diterapkan pada lahan dengan lereng
10-40%, tanah dengan solum dalam (> 60 cm), tanah yang relatif
tidak mudah longsor, dan tanah yang tidak mengandung unsur beracun
bagi tanaman seperti aluminium dan besi. Guludan adalah suatu
sistem di mana tanaman pangan ditanam pada lorong di antara barisan
tanaman pagar. Sangat bermanfaat dalam mengurangi laju limpasan
permukaan dan erosi, dan merupakan sumber bahan organik dan hara
terutama N untuk tanaman lorong. Wind breakWind break dibuat untuk
mengurangi kecepatan angin sehingga mengurangi kehilangan air
melalui permukaan tanah dan tanaman selama irigasi
(evapotranspirasi). Pemanenan Air hujanPemanenan air hujan
merupakan salah satu alternatif dalam menyimpan air hujan pada
musim penghujan, dan untuk dapat digunakan pada musim
kemarau..Teknik pemanenan air yang telah dilakukan di Indonesia,
antara lain embung dan channel reservoir. Embung merupakan suatu
bangunan konservasi air yang berbentuk kolam untuk menampung air
hujan dan air limpahan atau rembesan di lahan sawah tadah hujan
berdrainase baik. Teknik konservasi air dengan embung banyak
diterapkan di lahan tadah hujan bercurah hujan rendah. Dam
ParitAdalah suatu cara mengumpulkan atau membendung aliran air pada
suatu parit dengan tujuan untuk menampung aliran air permukaan,
sehingga dapat digunakan untuk mengairi lahan di sekitarnya. Dam
parit dapat menurunkan aliran permukaan, erosi, dan
sedimentasi.Keunggulan: Menampung air dalam volume besar akibat
terbendungnya aliran air di saluran/parit. Tidak menggunakan
areal/lahan pertanian yang produktif. Mengairi lahan cukup luas,
karena dibangun berseri di seluruh daerah aliran sungai (DAS).
Menurunkan kecepatan aliran permukaan, sehingga mengurangi erosi
dan hilangnya lapisan tanah atas yang subur serta sedimentasi.
Memberikan kesempatan agar air meresap ke dalam tanah di seluruh
wilayah DAS, sehingga mengurangi risiko kekeringan pada musim
kemarau. Biaya pembuatan lebih murah, sehingga dapat dijangkau
petani.3. Konservasi lahan keringKonservasi air merupakan hal yang
sangat relevan untuk meningkatkan produktivitas lahan kering,
mencegah bahaya banjir, kekeringan, dan tanah longsor. Prinsip
dasar dari konservasi air adalah menyimpan sebanyak-banyaknya air
pada musim hujan dan memanfaatkan kembali pada musim kemarau.
Meskipun cukup banyak teknik konservasi air yang dapat
diimplementasikan di lahan kering, tetapi keberhasilannya sangat
ditentukan oleh kondisi biofisik, sosial ekonomi, dan keinginan
petani.2.5 KARAKTERISTIK DAN PENYEBARAN LAHAN BERGARAM 2.5.1
Karakeristik Lahan BergaramSecara umum, lahan kering dapat
didefinisikan sebagai suatu hamparan lahan yang tidak pernah
digenangi atau tergenang air pada sebagian besar waktu dalam
setahun. Lahan kering bergaram adalah lahan yang mempunyai
sifat-sifat seperti pH rendah, kapasitas tukar kation (KTK),
kejenuhan basa (KB) dan Corganik rendah, kandungan aluminium
(kejenuhan Al) tinggi, xxv fiksasi P tinggi, kandungann besi dan
mangan mendekati batas meracuni tanaman, peka erosi, dan miskin
unsur biotik (Adiningsih dan Sudjadi, 1993; Soepardi, 2001).
Tingginya curah hujan di sebagian wilayah Indonesia menyebabkan
tingkat pencucian hara tinggi terutama basa-basa, sehingga
basa-basa dalam tanah akan segera tercuci keluar lingkungan tanah
dan yang tinggal dalam kompleks adsorpsi liat dan humus adalah ion
H dan Al. Akibatnya tanah menjadi bereaksi bergaram dengan
kejenuhan basa rendah, dan menunjukkan kejenuhan aluminium yang
tinggi (Subagyo et al., 2000). Selain itu, tanah-tanah yang
terbentuk umumnya merupakan tanah berpenampang dalam, berwarna
merah-kuning, dan mempunyai kesuburan alami yang rendah. Untuk
mengetahui luas dan penyebaran lahan bergaram di Indonesia, telah
dilakukan pengelompokan lahan berdasarkan karakteristik tanah yang
ada pada basis data Sumber Daya Tanah Eksplorasi Indonesia skala
1:1.000.000 (Puslitbangtanak, 2000). Ordo tanah yang ditemukan di
Indonesia ada 10 yaitu Histosols, Entisols, Inceptisols, Alfisols,
Mollisols, Vertisols, Ultisols, Oxisols, Andisols, dan Spodosols.
Semua ordo Histosol (gambut) dan ordo tanah lainnya yang mempunyai
rezim kelembapan aquik dikelompokkan menjadi lahan basah, dan
sisanya menjadi lahan kering. Lahan kering dipilah lebih lanjut
menjadi lahan kering bergaram dan non-bergaram. Lahan kering
bertanah bergaram dicirikan dengan pH < 5,0 dan kejenuhan basa
< 50%, yang tergolong pada tanah-tanah yang mempunyai sifat
distrik. Sebaliknya lahan yang bertanah tidak bergaram adalah lahan
dengan pH > 5,0 dan kejenuhan basa > 50%, yang tergolong pada
tanah-tanah yang bersifat eutrik (Hidayat dan Mulyani, 2002).
Tanah-tanah yang umumnya mempunyai pH bergaram di lahan kering
adalah ordo Entisols, Inceptisols, Ultisols, Oxisols, dan Spodosols
terutama xxvi yang mempunyai iklim basah dengan curah hujan tinggi
(kelembapan udik). Sedangkan lahan kering yang tidak bergaram
umumnya terdiri atas ordo Inceptisols, Vertisols, Mollisols,
Andisols, dan Alfisols, yang berada pada daerah beriklim kering
(rezim kelembapan ustik). Diagram alir pemilahan lahan bergaram
dengan non-bergaram disajikan pada Gambar 1.
Lahan kering bergaram berada pada ordo Ultisols, Inceptisols,
Oxisols, Entisols, dan sedikit Spodosols. Dari total lahan kering
bergaram 102,8 juta ha, terluas terdapat pada ordo Ultisols dan
Inceptisols, dengan penyebarannya dominan terdapat di Sumatera,
Kalimantan, dan Papua. Permasalahan dan Peluang Pengembangan Dalam
pengembangan komoditas pertanian di suatu wilayah, akan menghadapi
berbagai permasalahan teknis di tanah masam lahan kering yaitu
berupa rendahnya tingkat kesuburan tanah dan ketersediaan air pada
musim kemarau. Tanah masam umumnya dicirikan oleh sifat reaksi
tanah masam (pH rendah) yang berkaitan dengan kadar Al tinggi,
fiksasi P tinggi, kandungan basa-basa dapat tukar rendah, kandungan
besi dan mangan yang mendekati batas meracuni, peka erosi, miskin
elemen biotik. Kendala tersebut memang relatif lebih mudah diatasi
dengan teknologi pemupukan, pengapuran, serta pengelolaan bahan
organik.2.5.2Teknik pegendalian Konservasi Kendala ini dapat
ditangkal dengan menerapkan teknologi pengapuran yang dilanjutkan
dengan perawatan, dan pemilihan jenis tanaman yang cocok pada
kondisi tersebut. Jumlah kapur yang diberikan disesuaikan dengan
kebutuhan tiap jenis tanah, dan jenis tanaman yang akan diusahakan
dapat berfungsi (1) meredam (alleviate) reaksi masam tanah untuk
waktu lama dan mengubahnya menjadi tidak masam; (2) menyingkirkan
bahaya keracunan Al (tanda keracunan Al, akar membengkak, gagal
berkembang dengan baik, dan kehilangan daya serap air dan hara);
(3) meradam bahaya keracunan besi, mangan, dan anasir senyawa
organik; (4) menurunkan daya fiksasi P sekaligus membebaskan P yang
semula diikat kuat; (5) meningkatkan ketersediaan basa; (6)
memperlancar serapan unsur hara dari tanah; dan (7) meningkatkan
respon tanaman terhadap upaya pemupukan dan budi daya lainnya.
2.5.3Konservasi lahan akibat tsunami (tanah dengan salinitas
tinggi)Kerusakan lahan pertanian oleh tsunami sebagian besar
terjadi oleh beberapa faktor yaitu:1. Kegaraman (salinitas) dan
sodisitas (kadar Na tinggi)2. Endapan lumpur laut3. Sampah dan
puing-puing bangunan4. Rusaknya infrastruktur irigasi/drainase dan
jalanSalinitas dan sodisitas yang diakibatkan oleh tsunami terjadi,
karena air dan lumpur laut yang bergaram dengan kadar Na tertukar
yang tinggi telah mencapai lahan pertanian yang mengakibatkan
rusaknya pertanaman (Gambar 1). Endapan lumpur laut yang bergaram
(Gambar 2) juga sangat membahayakan pertumbuhan tanaman. Akibat
gempa dan tsunami, bangunan hancur dan puing-puing bangunan serta
sampah tersebar ke lahan pertanian (Gambar 3), rusaknya jaringan
irigasi, jaringan drainase, jalan desa dan pematang-pematang sawah
(Gambar 4). Hasil analisis Balai Penelitian Tanah menggunakan citra
satelit menunjukkan bahwa luas lahan sawah yang mengalami kerusakan
mencapai 28.931 ha (Tabel 1). Kerusakan lahan juga terjadi pada
lahan kering yang mencapai 24.345 ha (FAO, 2005).
Berdasarkan tingkat kerusakan lahannya, lahan-lahan pasca
bencana tsunami dapat diklasifikasikan menjadi 4 (FAO, 2005):Kelas
A kerusakan ringanLahan dengan jumlah puing dan sampah bangunan
yang sedikit atau tidak ada, erosi rendah, dan sedimentasi pasir
bergaram tebalnya hanya beberapa cm, lahan tergenang beberapa jam,
laju infiltrasi yang relative lambat (endapan lumpur liat), dan
indeks daya hantar listrik (DHL) < 4.Kelas B kerusakan
sedangLahan dengan jumlah puing dan sampah bangunan yang tersebar
agak merata, erosi sedang, dan sedimentasi pasir bergaram tebalnya
> 10 cm, lahan tergenang > 1 hari, laju infiltrasi sedang
(tanah/endapan lempung), dan lahan tidak mempunyai fasilitas
irigasi/drainase.Kelas C kerusakan beratLahan dengan jumlah puing
dan sampah bangunan yang tersebar sangat merata, erosi berat, dan
endapan pasir bergaram tebalnya > 20 cm, lahan tergenang > 1
minggu, laju infiltrasi cepat, dan lahan tidak mempunyai fasilitas
irigasi/drainase serta curah hujan yang relative rendah.Kelas D
lahan tergenang (lost area)Beberapa lahan di pantai barat NAD tetap
tergenang air laut, sehingga tidak dapat dimanfaatkan kembali untuk
pertanian. Lahan-lahan yang demikian dianggap sebagai lahan yang
hilang, yang berarti hilangnya mata pencaharian bagi pemilik atau
penggarap lahan tersebut.Rehabilitasi lahana. Prinsip dasar
rehabilitasi lahanRehabilitasi lahan pertanian didasarkan pada
tingkat kerusakan lahan yang diakibatkan oleh salinitas, macam dan
ketebalan endapan lumpur, banyaknya puing dan sampah, dan tingkat
kerusakan infrastruktur serta kapasitas usaha tani yang dimiliki
petani baik menyangkut tenaga kerja, sarana produksi, peralatan
usaha tani, modal dan lain-lain. Makin berat kerusakannya, makin
intensif pula rehabilitasi lahan yang harus dilakukan. Selain itu
rehabilitasi lahan juga harus mempertimbangkan jenis masalah yang
menyebabkan kerusakan lahan dan lumpuhnya kapasitas sistem usaha
tani. Rehabilitasi lahan akibat salinitas berbeda dengan
lahan-lahan yang juga memiliki masalah sodisitas, masalah endapan
lumpur dan kerusakan infrastruktur.b. Strategi rehabilitasi
lahanStrategi rehabilitasi lahan dirancang dengan memperhatikan
tingkat kerusakan lahan. Strategi rehabilitasi pada setiap kelas
kerusakan lahan adalah sebagai berikut:Kelas A:Perbaikan lahan
dilakukan tanpa banyak upaya rehabilitasi. Pencucian garam dapat
dilakukan menggunakan curah hujan atau sumber air lainnya yang
tersedia. Total neraca air selama 4 bulan (contoh Januari - April
2005) cukup untuk mencuci garam.Kelas B:Perbaikan lahan memerlukan
waktu dan upaya rehabilitasi yang lebih spesifik. Pencucian garam
membutuhkan air dalam jumlah banyak. Total neraca air selama 6
bulan (contoh Januari-Juni) diperlukan untuk mencuci garam.Kelas
C:Lebih banyak pekerjaan rehabilitasi diperlukan baik lahan maupun
infrastruktur. Kemungkinan kehilangan kesempatan untuk menanam satu
atau beberapa musim tanam setelah tsunami.Kelas D:Tidak ada upaya
rehabilitasi karena lahannya telah tergenang air laut dan tidak
dapat dikelola untuk pertanian. Kompensasi kepemilikan lahan dapat
dialihkan ke lahan lain atau dengan aktivitas yang berbeda.c.
Teknologi rehabilitasi lahan Pekerjaan sipil teknis Tahap awal dari
pekerjaan rehabilitasi lahan adalah pembersihan lahan dari puing
bangunan dan sampah yang dapat dilakukan secara gotong royong oleh
masyarakat/petani. Kerusakan infrastruktur jaringan irigasi,
drainase dan jalan dapat diperbaiki dengan pekerjaan sipil teknis
seperti membangun kembali jaringan irigasi dan drainase serta jalan
yang rusak. Agar pencucian garam dapat dilakukan dengan efektif,
pembuatan saluran drainase perlu dilakukan pada lahan yang belum
ada saluran tersebut Pencucian garamPencucian garam dapat dilakukan
pada kondisi jenuh air dengan menggunakan curah hujan atau dengan
air segar dari sungai. Pengalaman menunjukkan bahwa pencucian
secara berselang pada interval 1 atau 2 minggu dapat diaplikasikan
dengan efektif. Cara ini lebih menguntungkan dibanding cara
penggenangan disertai pencucian, karena periode kering pada saat
tidak dicuci dapat mengakibatkan retakan pada lapisan tanah
(terutama tanah liat). Pada saat terjadi retakan tersebut akan
terjadi pula pemindahan garam dari lapisan bawah ke bagian retakan
sehingga denganmudah dapat dicuci pada tahap pencucian berikutnya.
Untuk mempercepat pencucian garam, salah satu cara adalah membangun
sistem drainase. Saluran drainase ini akan mempercepat aliran air
dari lahan untuk dibuang keluar melalui saluran kuarter dan
tersier. Aplikasi gypsumUntuk mengatasi masalah sodisitas
diperlukan bahan amelioran seperti gypsum. Bahan ameliorant lain
yang dapat digunakan disajikan pada Tabel 2.
Kebutuhan gypsum sangat tergantung pada kadar Na tertukar di
dalam tanah. Penetapan sodium tertukar dan kapasitas tukar kation
(KTK) sangat membantu dalam estimasi jumlah amelioran. Tanah dengan
kedalaman 0-30 cm mengandung Na tertukar 4 cmol (+) kg-1, KTK 10
cmol (+) kg-1, dengan demikian ESP sama dengan 40. Jika ESP ingin
diturunkan menjadi 10, diperlukan untuk mengganti Na sebanyak 3
cmol (+) kg-1, sehingga diperlukan bahan amelioran pada level 3
cmol (+) kg-1 tanah. Dengan melihat Tabel 3, jika gypsum
diaplikasikan perlu 12,85 t ha-1.
2.5.3 Manfaat penerapan usaha tani konservasiDua manfaat utama
pertanian konservasi dibandingkan dengan teknik pertanian lain,
yaitu input tenaga kerja yang rendah dan penggunaan proses ekologis
alamiah secara efektif. Pertanian konservasi memanfaatkan proses
ekologis alami untuk mempertahankan kelembaban, meningkatkan
kesuburan tanah, memperkuat struktur tanah, dan mengurangi erosi
serta keberadaan hama penyakit. Hal itu dilakukan melalui tiga
cara, yaitu dengan meminimalkan gangguan pada tanah, menyimpan sisa
tanaman, dan rotasi tanaman. Pembajakan dan pembakaran mengganggu
tanah dan biota kecil yang hidup di dalamnya. Sebaliknya, pertanian
konservasi sangat sedikit mengganggu tanah, memberi kesempatan
flora dan fauna tanah yang ada untuk tumbuh subur secara alami.
Flora dan fauna tanah tersebut akan membusukkan sisa tanaman yang
dijadikan penutup tanah oleh petani, sehingga menambah nutrisi pada
tanah dan meningkatkan struktur humus tanah. Selain itu, pertanian
konservasi mampu memanfaatkan hujan dengan lebih baik sebab tanah
yang ditutupi oleh sisa tanaman akan menyerap lebih banyak air
hujan dan mengalami lebih sedikit penguapan. Saat curah hujan
rendah, lahan akan menangkap kelembaban yang ada di udara.
Penutupan tanah juga mengurangi kikisan air, yang jika dipadukan
dengan struktur tanah yang telah diolah, akan mampu mengurangi
erosi tanah dari air dan angin. Akhirnya, rotasi tanaman mendapat
keuntungan dari proses ekologis alamiah melalui kacaunya siklus
hama penyakit, dan pemakaian tanaman polong-polongan untuk mengikat
nitrogen di dalam tanah. Dalam jangka panjang, pertanian konservasi
yang memanfaatkan proses ekologis alami mengurangi pemakaian pupuk
dan pestisida oleh petani sehingga mendukung pendekatan penggunaan
input luar rendah
BAB IIIPENUTUPKonservasi itu sendiri merupakan berasal dari
kataConservationyang terdiri atas katacon(together)
danservare(keep/save) yang memiliki pengertian mengenai upaya
memelihara apa yang kita punya (keep/save what you have), namun
secara bijaksana (wise use). Tujuan dari adanya konservasi adalah
agar terwujud kelestarian sumberdaya alam hayati serta
kesinambungan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya
peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia.The
conservationmodel mengacu pada usaha tanam campuran atau crop
livestock sebagai hasil revolusi pertanian Inggris. Selain itu juga
mnegacu pada konsep kelaparan lahan yang diilhami oleh ahli tanah
Jerman (Ricardo, Mill).Metode konservasi ada dua yaitu metode
vegetatif dan metode teknik. Metoda vegetatif yaitu metoda
konservasi dengan menanam berbagai jenis tanaman seperti tanaman
penutup tanah, tanaman penguat teras, penanaman dalam strip,
pergiliran tanaman serta penggunaan pupuk organik dan mulsa.
Sedangkan metoda sipil teknis yaitu suatu metoda konservasi dengan
mengatur aliran permukaan sehingga tidak merusak lapisan olah tanah
(Top Soil) yang bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman. Usaha
konservasi dengan metoda sipil teknis ini yaitu membuat
bangunan-bangunan konservaasi antara lain pengolahan tanah menurut
kontur, pembuatan guludan, teras, dan saluran air.Penerapan model
konservasi bisa diterapkan di lahan kering maupun lahan kritis.
Kedua lahan ini bisa dikonservasi, tetapi keberhasilannya sangat
ditentukan oleh kondisi biofisik, sosial ekonomi, dan keinginan
petani. Hal tersebut perlu dicermati mengingat tidak ada satupun
teknik konservasi yang sempurna. Setiap teknik konservasi
membutuhkan persyaratan tertentu agar teknik tersebut efektif. Ada
dua manfaat utama pertanian konservasi dibandingkan dengan teknik
pertanian lain, yaitu input tenaga kerja yang rendah dan penggunaan
proses ekologis alamiah secara efektif
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010.Konservasi
LahanKering.http://ridiah.wordpress.com/konservasi-lahan-kering.
Diakses pada tanggal 2 Mei 2010 pukul 15.50 WIB.BP2TPDAS-IBB.
2002.Pedoman Praktik Konservasi Tanah dan air. Balai Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Indonesia
Bagian Barat. Balitbang Kehutanan. SurakartaCarolyn W. Fanelli dan
Lovemore Dumba.. 2007.Pertanian Konservasi di Pedesaan
Zimbabwe.http://salam.leisa.info/index.php?url. Diakses pada
tanggal 2 Mei 2010 pukul 16.50 WIB.Widada, 2001.Sumber Daya Alam
Hayati dan Upaya Pengeolaan Taman Nasional Gunung
Halimun.http://www.rudyct.com/PPS702-ipb/03112/widada.htm. Diakses
pada tanggal 2 Mei 2010 pukul 15.30 WIB.
KONSERVASI PADA LAHAN BERGARAM
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem
Pertanian Berkelanjutan I Pertanian Konservasi
Kelompok 4Esra Yosefin150110000128Joel Sihite150110080131Rezka
Fradzan150110080147Haryo Prasetyo150110080143Arina
Robbi150110080161Biswara Adicanecanata150110080164
PRORGAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS
PADJADJARANJATINANGOR2011