KONSERVASI KOLEKSI AL-QUR’AN PADA BAYT AL-QUR’AN DAN MUSEUM ISTIQLAL Skripsi Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Perpustakaan (S.IP) Oleh: ANINDITA NIM. 11150251000079 PROGRAM STUDI ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440H/2019M
140
Embed
KONSERVASI KOLEKSI AL-QUR AN PADA BAYT AL-QUR AN DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50302/... · 2020. 2. 17. · Koleksi Museum di Bayt Al-Qur’an dan Museum
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
KONSERVASI KOLEKSI AL-QUR’AN PADA BAYT AL-QUR’AN DAN
MUSEUM ISTIQLAL
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Perpustakaan (S.IP)
Oleh:
ANINDITA
NIM. 11150251000079
PROGRAM STUDI ILMU PERPUSTAKAAN
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1440H/2019M
i
i
ABSTRAK
Anindita. (NIM. 11150251000079). Konservasi Koleksi Al-Qur’an pada Bayt Al-
Qur’an dan Museum Istiqlal. Di bawah bimbingan Pungki Purnomo, MLIS.
Program Studi Ilmu Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2019.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana konservasi koleksi
Al-Qur’an dilakukan dan upaya apa saja yang dilakukan oleh pihak Bayt Al-
Qur’an dan Museum Istiqlal dalam menangani kendala ketika melakukan
konservasi koleksi Al-Qur’an. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Teknik pengumpulan data yang
digunakan adalah observasi, wawancara, dan studi pustaka. Pengolahan data
dilakukan dengan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil
dari penelitian diketahui dalam proses konservasi terdapat beberapa poin yang
terkait dalam kegiatannya yaitu faktor penyebab kerusakan koleksi, konservasi
yang dilakukan, SDM yang melakukan konservasi, sarana dan prasarana
konservasi, dan anggaran konservasi. Di Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal
terdapat empat kendala diantaranya pengaturan suhu yang belum stabil, belum
adanya tenaga ahli konservasi, anggaran konservasi yang terbatas, dan konservasi
yang tertunda karena bahan habis. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi
kendala tersebut adalah dengan menjaga suhu pada ruang penyimpanan, mengikut
sertakan staf pada pelatihan tentang konservasi, menyesuaikan anggaran dengan
keperluan yang diprioritaskan, terakhir mengajukan kekurangan bahan dan
menunggu bahan tersedia kembali.
Kata kunci: konservasi, museum, Al-Qur’an, Bayt Al-Qur’an dan Museum
Istiqlal.
ii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT., karena
telah memberikan kekuatan iman dan Islam, taufik, hidayah, dan serta inayah-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Konservasi
Koleksi Museum di Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal”. Shalawat dan salam
senantiasa tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, yang telah
memimpin, membimbing dan memberikan fatwa kepada seluruh umatnya hingga
akhir zaman.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari tanpa adanya bantuan,
bimbingan, dan dorongan dari beberapa pihak maka skripsi ini tidak mungkin
dapat terselesaikan. Oleh karena itu pada kesempatan kali ini penulis
menyampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga terwujud penulisan skripsi ini, pihak tersebut diantaranya adalah:
1. Saiful Umam, M.A, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Siti Maryam, M.Hum, selaku Ketua Jurusan Ilmu Perpustakaan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Amir Fadhilah, S.Sos.M.Si selaku Sekertaris Jurusan Ilmu Perpustakaan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4. Pungki Purnomo, MLIS, selaku pembimbing skripsi yang begitu sabar
memberikan ilmu dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis
hingga terselesaikannya skripsi ini.
5. Syaifuddin, MA.Hum selaku Kepala Seksi Koleksi dan Pameran yang
telah bersedia menjadi informan dan meluangkan waktunya untuk
memberikan informasi hingga terselesaikannya skripsi ini.
6. Ida Fitriani, M.Hum selaku Staf Pengembang Koleksi Museum yang telah
bersedia menjadi informan dan meluangkan waktunya untuk memberikan
informasi hingga terselesaikannya skripsi ini.
iii
7. Bubun Budiman selaku Staf Pemelihara Koleksi dan Museum yang telah
meluangkan waktunya untuk memberikan informasi dan bersedia menjadi
informan hingga terselesaikannya skripsi ini.
8. Segenap staf Lembaga Pentashihan Mushaf Al-Qur’an khususnya Bidang
III: Bayt Al-Qur’an dan Dokumentasi yang telah memberikan kesempatan
kepada peneliti untuk melakukan penelitian.
9. Seluruh dosen Fakultas Adab dan Humaniora, terlebih kepada dosen
Jurusan Ilmu Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan segala ilmunya kepada penulis
10. Kepada orang tuaku dan para sahabat yang selalu memberikan dukungan
dan kasih sayang yang tanpa hentinya dan selalu menjadi penyemangat.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan Tugas Akhir ini
masih jauh dari kata sempurna, hal ini dikarenakan adanya keterbatasan dari
penulis, maka dari itu penulis berharap atas keritik dan saran yang membangun
dari para pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Jakarta, 26 Juli 2019
Penulis
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK .............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ................................................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah........................................................... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................................... 7
D. Definisi Istilah .............................................................................................. 8
E. Sistematika Penulisan ................................................................................ 10
BAB II TINJAUAN LITERATUR .................................................................... 12
A. Museum ...................................................................................................... 12
1. Pengertian Museum ................................................................................ 12
2. Klasifikasi Museum ................................................................................ 14
3. Tugas dan Fungsi Museum ..................................................................... 18
B. Koleksi Museum ........................................................................................ 22
1. Pengertian Koleksi Museum .................................................................. 22
2. Jenis-Jenis Koleksi Museum .................................................................. 23
C. Konservasi Koleksi Museum ..................................................................... 25
Berdasarkan ICOM (International Council Of Museum)16, museum
dapat diklasifikasikan dalam enam kategori yaitu:
a. Museum Seni (Art Museum), museum seni merupakan sebuah museum
yang di dalamnya terdapat koleksi-koleksi dari berbagai macam seni
kontemporer seperti lukisan, keramik, dan koleksi seni lainnya. Jenis
koleksi seni yang dipamerkan berkaitan erat dengan kebudayaan wilayah
setempat yang memiliki nilai historis. Salah satu contoh dari museum
seni di Indonesia adalah Museum Seni Rupa dan Keramik di daerah Kota
Tua Jakarta, museum ini memiliki koleksi lukisan, patung-patung
pahatan, dan koleksi keramik dari nusantara dan mancanegara.
b. Museum Sejarah dan Arkeologi (Archeology And History Museum),
museum sejarah dan arkeologi merupakan museum yang koleksinya
berhubungan dengan sejarah dan arkeologi, koleksi yang dipamerkan
berkaitan dengan bidang etnologi, antropologi, seni, dan kerajinan.
Contoh dari museum ini di Indonesia adalah Museum Fatahillah,
Museum Bank Mandiri, Museum Bank Indonesia, dan MONAS
(Monumen Nasional).
c. Museum Nasional (Ethnographical Museum), museum nasional
merupakan museum yang di mana koleksinya berasal dari berbagai
daerah, selain itu koleksi tersebut juga merupakan ciri khas dari setiap
daerah, jadi koleksi pada museum nasional ini beragam. Koleksi pada
museum nasional menunjukkan kekayaan budaya pada suatu negara.
16Moh. Amir Sutarga. 2000. “Museografi dan Museologi: Kumpulan Karangan tentang
Ilmu Permuseuman”. Jakarta: Direktorat Permuseuman. h. 3
16
Contoh dari museum nasional adalah Museum Gajah, museum gajah ini
menyimpan banyak koleksi yang merupakan kekayaan budaya Indonesia,
mulai dari perhiasan, perkakas, dan yang lainnya.
d. Museum Ilmu Alam (Natural History Museum), museum ilmu alam
merupakan museum yang menyimpan koleksi yang berkaitan dengan
peradaban ilmu pengetahuan alam. Contoh dari museum ini di Indonesia
adalah Museum Nasional Sejarah Alam Indonesia.
e. Museum IPTEK (Science and Technological Museum), museum IPTEK,
merupakan sebuah museum yang di dalamnya terdapat koleksi yang
berhubungan dengan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) dan
hasil-hasil dari kemajuan industri, museum ini berfungsi sebagai pusat
pendidikan atau pusat penelitian. Contoh dari museum ini adalah Science
and Technology Museum di Shanghai, dan Pusat Peragaan IPTEK di
Indonesia.
f. Terakhir Museum Khusus (Specialized Museum), museum khusus
merupakan sebuah museum yang koleksinya khusus terfokus pada satu
cabang ilmu pengetahuan atau satu cabang teknologi, biasanya koleksi
tersebut memiliki sejarah dan banyak ragamnya. Contoh dari museum
khusus di Indonesia adalah Museum Wayang. Museum Wayang ini
berisikan koleksi tentang wayang, seperti sejarah tentang wayang,
perkembangan wayang, dan jenis-jenis wayang.
17
Berdasarkan penyelenggaraannya,17 Museum diklasifikasikan menjadi
dua jenis yaitu:
a. Museum Pemerintah, museum pemerintah merupakan museum yang
diselenggarakan dan dikelola oleh pemerintah, baik itu pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah.
b. Museum Swasta, museum swasta merupakan museum yang tidak
diselenggarakan oleh pemerintah, museum ini didirikan dan
diselenggarakan oleh perseorangan, namun tetap mendapatkan izin dari
pemerintah.
Dalam Peraturan Pemerintah RI No.66 Tahun 2015 tentang museum,
museum dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori berdasarkan koleksi
yang dimilikinya yaitu18:
a. Museum Umum, museum umum merupakan museum yang koleksinya
merupakan kumpulan dari berbagai macam disiplin ilmu, koleksinya
berupa kumpulan bukti material peradaban manusia dan lingkungannya.
b. Museum Khusus, museum khusus merupakan museum yang koleksinya
berkaitan hanya dengan satu cabang ilmu pengetahuan, satu cabang
teknologi dan lain-lain.
17 Ilham Junaid.2017. “Museum dalam perspektif pariwisata dan pendidikan”. Museum La
Galigo: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sulawesi Selatan. h.5 18Indonesia. Peraturan Pemerintah No.66 Tahun 2015 tentang museum, bab II kelembagaan
museum, bagian kesatu, paragraf 1, pasal 3, ayat 4. h.3
18
3. Tugas dan Fungsi Museum
a. Tugas Museum
Menurut Peraturan Pemerintah RI No.66 Tahun 2015 tentang
museum, museum memiliki tugas pengkajian, pendidikan, dan
kesenangan.19
1) Pengkajian
Museum sebagai lembaga melaksanakan tugas di bidang pengkajian
melalui pengembangan museum. Tugas dalam bidang pengkajian ini
biasanya dilakukan oleh para peneliti, dalam bidang pengkajian ada
dua cara pengkajian, pertama peneliti mengkaji objek yang sudah
menjadi koleksi museum, hal ini dilakukan untuk memastikan
validitas informasi koleksi. Sedangkan yang kedua, peneliti mengkaji
suatu objek dan setelah diteliti, objek tersebut menjadi koleksi
museum, biasanya dilakukan ketika sebuah objek baru ditemukan
contohnya seperti fosil.
2) Pendidikan
Museum sebagai lembaga melaksanakan tugas dibidang pendidikan
melalui pemanfaatan museum untuk kepentingan pendidikan. Dalam
bidang pendidikan, museum biasanya melakukan kerjasama untuk
kunjungan serta mengadakan seminar tentang sejarah dan koleksi
museum, hal tersebut dilakukan untuk mengenalkan sejarah dan
kebudayaan kepada para pengunjung museum.
19Indonesia. Peraturan Pemerintah No.66 Tahun 2015 tentang museum, bab I ketentuan
umum, pasal 2. h.2
19
3) Kesenangan
Museum dalam memberikan layanan kepada masyarakat harus
memberikan rasa kesenangan bagi pengunjung. Rasa senang
mengunjungi museum ini dapat membuat para pengunjung tertarik
untuk kembali mendatangi museum, biasanya museum dijadikan
tempat wisata agar museum dapat menjalankan tugasnya yaitu
memberi kesenangan, selain dijadikan tempat wisata, museum juga
didesain dan ditata dengan unik dan menarik.
b. Fungsi Museum
Menurut Edward P. Alexander dan Mary Alexander dalam bukunya
yang berjudul Museum in Motion: an introduction to the history and
function of museum,20 museum memiliki fungsi sebagai berikut:
1) Mengumpulkan (To Collect)
Sebagian besar museum mengumpulkan koleksi, hal tersebut
dilakukan karena keyakinan bahwa benda-benda itu penting, dan
memberikan gambaran tentang kelangsungan hidup atau peradaban
manusia yang layak dipelajari dengan cermat dan memiliki dampak
yang kuat dalam pendidikan.
2) Memelihara (To Conserve)
Pemeliharaan koleksi dilakukan oleh konservator, dalam melakukan
konservasi seorang konservator harus memperhatikan bahan dari
koleksi, karena setiap bahan memiliki cara perawatan yang berbeda.
20Edward P. Alexander dan Mary Alexander. 2008. “Museum in motion: an introduction to
the history and function of museum”. AltaMira Press: United States. h.188.
20
Selain bahan dari koleksi, konservator juga perlu mengidentifikasi
penyebab kerusakan koleksi, sehingga dapat meminimalisir kerusakan
koleksi.
3) Pameran (To Exhibit)
Dalam pameran terdapat dua jenis pameran yang diadakan, pameran
permanen dan pameran sementara. Pameran permanen merupakan
pameran yang diadakan museum langsung di tempat museum dengan
koleksi yang sudah ditetapkan untuk dipamerkan, sedangkan pameran
sementara merupakan pameran yang diadakan dalam waktu tertentu
dengan tema khusus dan memamerkan koleksi yang terkait dengan
tema.
4) Interpretasi (To Interpret)
Interpretasi di sini mencakup bagaimana museum menyampaikan
pesan mereka kepada publik. Seperti melalui pameran yang
diselenggarakan dan program lainnya, dari pameran dan program
lainnya yang diselenggarakan, museum dapat membuat para
pengunjung mengerti dengan pesan-pesan yang terdapat pada setiap
koleksi.
5) Melayani (To Serve)
Melayani para pengunjung dengan baik menjadi nilai tambah dari
sebuah museum, museum memiliki tugas dalam melayani para
pengunjungnya melalui berbagai media. Pelayanan yang baik akan
membuat para pengunjug nyaman dan tertarik berkunjung lagi.
21
Menurut Sutarmin21 dalam tulisannya yang berjudul fungsi dan
manfaat museum, museum memiliki fungsi diantaranya adalah:
1) Tempat Rekreasi
Museum dengan koleksinya yang merupakan benda-benda seni
budaya, mengandung nilai estetika dapat menjadi penghibur bagi
pengunjung yang lelah dalam menghadapi kesibukan sehari-hari.
kecerdasannya dan pendidikannya, lain kebangsaannya dan lain pula
pandangan hidupnya.
B. Koleksi Museum
1. Pengertian Koleksi Museum
Koleksi museum adalah koleksi yang terdapat di museum,22 dalam
Peraturan Pemerintah RI No.66 Tahun 2015 tentang museum, koleksi
adalah Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur
Cagar Budaya dan/atau Bukan Cagar Budaya yang merupakan bukti
material hasil budaya dan/atau material alam dan lingkungannya yang
mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan,
agama, kebudayaan, teknologi, dan/atau pariwisata. Koleksi museum dapat
berupa benda utuh, fragmen, benda hasil perbanyakan atau replika,
spesimen, hasil rekonstruksi, dan hasil restorasi.23
Menurut Mary Chute, koleksi adalah fondasi dari segala sesuatu yang
terjadi di museum, perpustakaan, dan arsip. Koleksi sangat penting, karena
objek yang menjadi koleksi membawa makna yang tak terduga dan
menakjubkan dari waktu ke waktu. Misalnya, tanaman percobaan yang
sedikit kita ketahui hari ini dapat menjadi obat untuk penyembuhan penyakit
besok atau masa yang akan datang.24
22Indonesia. Peraturan Pemerintah No.66 Tahun 2015 tentang museum, bab I ketentuan
umum, pasal 1 ayat 3. h.1 23Indonesia. Peraturan Pemerintah No.66 Tahun 2015 tentang museum, bab IV pengelolaan
koleksi, bagian kedua, pengelolaan administrasi, paragraf 1 koleksi, pasal 14. h.8 24Mary Chute. “Acting director Institute of Museum and Library Services”. Heritage
Preservation press release. (8 December, 2005).
23
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa koleksi
museum merupakan koleksi yang berada di museum untuk dikelola,
dirawat, dan dilestarikan, koleksi ini merupakan fondasi berdirinya sebuah
museum. Setiap koleksi dalam museum memiliki keunikan dan memiliki
nilai sejarah serta nilai budaya.
2. Jenis-Jenis Koleksi Museum
Koleksi museum dalam pengadaannya didapatkan dengan cara
bermacam-macam, seperti25:
a. Hibah (hadiah atau sumbangan);
b. Titipan;
c. Pinjaman;
d. Tukar menukar dengan museum lain;
e. Hasil temuan (dari hasil survei, ekskavasi, atau sitaan);
f. Imbalan jasa (pembelian dari hasil penemuan atau warisan).
Pengadaan koleksi memiliki dua tujuan pokok, yaitu sebagai
penyelamatan warisan sejarah alam dan sejarah budaya, dan juga sebagai
bahan penyebarluasan informasi mengenai kekayaan warisan sejarah alam
dan sejarah budaya dengan melalui pameran museum baik pameran tetap,
maupun temporer.
Koleksi museum yang diadakan melalui berbagai cara memiliki jenis
koleksi beragam dengan bahan yang beragam pula, diantaranya26:
25Direktorat Museum. 2007. “Pengelolaan Koleksi Museum”. Diakses melalui laman
https://www.academia.edu/ pada tanggal 12 April 2019 pukul 22.53 26Muhammad Bu’ang, dkk. 2018. “Pelestarian bahan pustaka di Museum Balaputera Dewa
Sumatera Selatan”.Jurnal Iqra’ Volume 12 No.01. h.103
a. Geologika, yaitu benda koleksi yang merupakan objek disiplin ilmu
geologi antara lain meliputi batuan, mineral, fosil dan benda-benda
bentukan alam lainnya (permata, granit, andesit)
b. Biologika, yaitu benda koleksi yang masuk katagori benda objek
penelitian atau dipelajari oleh disiplin ilmu biologi, antara lain berupa
tengkorak atau rangka manusia, tumbuh-tumbuhan dan hewan.
c. Etnografika, yaitu benda koleksi yang menjadi objek penelitian
Antropologi. Benda-benda tersebut merupakan hasil budaya atau
menggambarkan identitas suatu etnis.
d. Arkeologika, yaitu benda koleksi yang merupakan hasil budaya manusia
masa lampau yang menjadi objek penelitian Arkeologi. Benda-benda
tersebut merupakan hasil tinggalan budaya sejak masa prasejarah sampai
masuknya pengaruh budaya barat.
e. Historika, yaitu benda koleksi yang mempunyai nilai sejarah dan menjadi
objek penelitian ilmu Sejarah serta meliputi kurun waktu sejak masuknya
budaya barat sampai sekarang. Benda-benda ini pernah digunakan untuk
hal-hal yang berhubungan dengan suatu peristiwa sejarah, yang berkaitan
dengan suatu organisasi masyarakat (contohnya negara atau kelompok,
dll.)
f. Numismatika dan Heraldika, numismatika yaitu setiap mata uang atau
alat tukar yang sah, sedangkan heraldika yaitu setiap tanda jasa, lambang
dan tanda pangkat resmi (termasuk cap/stempel).
25
g. Filologika, yaitu benda koleksi yang menjadi objek penelitian filologi,
berupa manuscript seperti naskah kuno, naskah tulis tangan, dan naskah
lainnya yang berisi tentang sesuatu hal atau peristiwa.
h. Keramologika, yaitu benda koleksi yang dibuat dari bahan tanah liat yang
dibakar (baked clay) berupa barang pecah belah.
i. Seni Rupa, yaitu benda koleksi seni yang mengekspresikan pengalaman
artistik manusia melalui objek dua atau tiga dimensi.
j. Teknologika, yaitu setiap benda/kumpulan yang menggambarkan
perkembangan teknologi yang menonjol berupa peralatan dan atau hasil
produksi yang dibuat secara masal oleh suatu industri atau pabrik.
C. Konservasi Koleksi Museum
1. Pengertian Konservasi
Menurut Suzanne Keene, konservasi merupakan tugas yang dilakukan
oleh konservator dalam merawat koleksi secara aktif seperti menghilangkan
kotoran dan endapan yang menyebabkan kerusakan, memperkuatnya
menggunakan dukungan fisik atau konsolidasi dengan resin, menghilangkan
produk kimia atau agen peluruhan, seperti pada kertas asam.27
Menurut Sutarno konservasi adalah suatu upaya memelihara,
melindungi, dan melestarikan suatu karya.28 Sedangkan menurut Lasa
konservasi dapat diartikan sebagai kebijakan dan kegiatan yang mencakup
perlindungan bahan pustaka atau koleksi dari kerusakan. Kegiatan ini
mencakup metode dan teknik yang digunakan dan dilakukan oleh teknisi.
27Suzanne Keene. 2002. “Managing Conservation In Museum”. United States: Butterworth
Heinemann Publication. h.2 28Sutarno NS. 2008 . “Kamus Perpustakaan dan Informasi”. Jakarta: Jala Permata. h.108
26
Kegiatan konservasi yang biasanya dilakukan adalah deasidifikasi,
enkapsulasi atau laminasi, membuat film mikro, penyimpanan dalam bentuk
digital atau elektronik. Selain itu konservasi dapat juga diartikan sebagai
penggunaan prosedur ilmu kimia atau fisika dalam pemeliharaan dan
penyimpanan pustaka untuk menjamin keawetan pustaka.29
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa konservasi
merupakan sebuah cara atau teknik yang digunakan untuk merawat serta
menjaga koleksi dari kerusakan melalui berbagai kegiatan, sehingga koleksi
dapat tetap ada untuk pembelajaran generasi selanjutnya.
2. Jenis Konservasi
Konservasi biasanya dilakukan pada koleksi perpustakaan, museum
ataupun arsip. Cara konservasi yang dilakukan biasanya sama namun yang
berbeda adalah jenis koleksinya. Konservasi menurut Endang Fatmawati
artinya kegiatan untuk mengawetkan koleksi. Hal ini mencakup adanya
kebijakan spesifik dan teknis yang terlibat dalam melindungi koleksi dari
kerusakan dan kehancuran, termasuk metode dan teknik yang dibuat oleh
staf teknis konservator. Untuk pembagiannya, konservasi terbagi menjadi 4
(empat) jenis, yaitu30:
a. Konservasi aktif (active), merupakan tindakan yang berhubungan
langsung dengan koleksi, biasanya dilakukan pada koleksi berupa tulisan
yang berbahan kertas seperti manuskrip, caranya adalah dengan membuat
29Lasa HS. 2009. “Kamus Kepustakawanan Indonesia”. Yogyakarta: Pustaka Book
Publisher. h.180 30Endang Fatmawati. “Preservasi, Konservasi, dan Restorasi Bahan Perpustakaan”.
LIBRIA, Vol. 10, No. 1, Juni (2018). h.20
27
kotak pelindung buku dan membersihkan dokumen, maupun upaya
menetralkan asam pada kertas. Pada koleksi lainnya dilakukan dengan
cara membersihkan koleksi dari debu.
b. Konservasi pasif (passive), merupakan kegiatan untuk memperpanjang
umur koleksi. Hal ini misalnya: memonitor kebersihan ruang
penyimpanan koleksi, mengondisikan udara yang selalu bersih bebas
polusi, penggunaan AC yang stabil, dan mengontrol kondisi fisik maupun
kondisi lingkungan di sekitar tempat koleksi tersebut disimpan.
c. Konservasi preventif (preventive), merupakan tindakan dalam rangka
mengoptimalkan kondisi lingkungan untuk memperpanjang umur
koleksi, seperti menyusun kebijakan yang jelas terkait pelatihan petugas.
Selanjutnya membangun kesadaran pengelola dan petugas akan tanggung
jawabnya dalam mencegah koleksi dari kerusakan, aspek konservasi
preventif yang berhubungan langsung dengan koleksi, yaitu dengan
melakukan survei kondisi koleksi, memasang pengusir serangga,
memberi kapur barus, memberikan silica gell, dan lain-lain.
d. Konservasi kuratif (curative), merupakan tindakan untuk mengembalikan
struktur fisik dan fungsi dari sebuah dokumen dengan cara
menyelamatkan kondisi fisik koleksi agar terhindar dari kerusakan lebih
lanjut. Konservasi kuratif juga bisa dengan memulihkan koleksi ke
kondisi aslinya dengan menggunakan metode tertentu sehingga bagian
yang rusak menjadi utuh kembali seperti semula. Kegiatan yang biasanya
dilakukan dalam konservasi kuratif ini, antara lain:
28
1) Melakukan identifikasi;
2) Melakukan fumigasi;
3) Melakukan pendokumentasian;
4) Melakukan pembersihan (cleaning);
Untuk koleksi yang berbahan kertas:
5) Memutihkan kertas (bleaching);
6) Menghilangkan pengaruh asam yang ada pada kertas (deasidifikasi)
secara basah, kering, atau dalam bentuk gas;
7) Menambal dan menyambung (mending);
8) Memperkuat kertas melalui pelapisan dua lembar tisu jepang pada
permukaan kertas (laminasi);
9) Memperkuat kertas dengan memberi lapisan penguat pada satu sisi
bagian belakang (lining);
10) Mengembalikan kekuatan kertas dengan memberi penguat gelatine
atau Carboxyl Methly Cellulose (CMC) cair dengan sprayer atau
kuas (sizing);
11) Memperkuat kertas yang berbentuk lembaran lepas agar terhindar
dari kerusakan yang bersifat fisik (enkapsulasi).
3. Tujuan dan Fungsi Konservasi Koleksi Museum
Tujuan dan fungsi konservasi koleksi museum sama halnya dengan
tujuan dan fungsi pelestarian naskah kuno pada perpustakaan, hal ini
dikarenakan museum juga memiliki koleksi berupa naskah kuno. Kata
pelestarian dalam kalimat tersebut bisa kita fokuskan pada kata konservasi.
29
Sama halnya dengan tujuan pelestarian naskah kuno diatas, konservasi
koleksi juga dilakukan dengan tujuan untuk mencegah kerusakan pada
koleksi museum, sehingga koleksi dapat disimpan lebih lama, dan menjadi
daya tarik bagi pengunjung. Koleksi museum memiliki sejarah, sehingga
semakin lama usia koleksi tersebut, maka koleksi tersebut semakin
berharga.
Pelestarian bahan pustaka menurut Martoatmodjo adalah menjaga agar
koleksi perpustakaan tidak diganggu oleh tangan jahil, serangga yang iseng
dan jamur yang merajalela pada buku-buku yang ditempatkan diruangan
yang lembap.31 Jika disimpulkan dari pernyataan tersebut maka kita juga
dapat kaitkan dengan konservasi koleksi museum, bahwa konservasi koleksi
museum juga memiliki beberapa fungsi sebagai berikut yaitu:
a. Fungsi Melindungi: Koleksi Museum dilindungi dari serangan serangga,
manusia, jamur panas matahari, air, dan sebagainya. Dengan cara
konservasi yang baik serangga dan binatang kecil tidak akan dapat
menyentuh koleksi. Manusia tidak akan sembarangan memegang koleksi.
Jamur tidak sempat tumbuh dan sinar matahari serta kelembaban udara di
museum akan mudah dikontrol.
b. Fungsi Pengawetan: dengan perawatan yang baik, koleksi menjadi lebih
awet, bisa tahan lebih lama disimpan, dan diharapkan lebih banyak
pengunjung dapat melihat langsung koleksi tersebut.
31Martoadmodjo, Karmidi. 2014. “Pelestarian Bahan Pustaka”. Jakarta: Universitas
Terbuka.
30
c. Fungsi Kesehatan: dengan adanya konservasi yang baik, koleksi museum
menjadi bersih, bebas debu, jamur, binatang perusak, sumber dan sarang
berbagai penyakit, sehingga pengunjung maupun petugas akan tetap
sehat.
d. Fungsi Pendidikan: pengunjung akan lebih menghargai koleksi museum,
misalnya dengan tidak membawa makanan dan minuman ke dalam
museum, tidak menyentuh koleksi sembarangan dan mengikuti peraturan
museum lainnya.
Dari pendapat diatas dapat diketahui bahwa fungsi konservasi koleksi
museum adalah agar koleksi dapat disimpan hingga masa mendatang karena
di dalam setiap koleksi museum terdapat nilai sejarah dan kebudayaan yang
perlu dirawat dan dijaga, sehingga dapat dijadikan sebagai sarana
pembelajaran untuk generasi berikutnya.
4. Unsur-unsur Manajemen Konservasi
Dalam bidang manajemen konservasi terdapat unsur-unsur penting
yang sangat berpengaruh akan terlaksananya kegiatan konservasi di
museum. Unsur-unsur tersebut diantaranya adalah:
a. Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia dalam sebuah museum merupakan salah satu poin
penting yang harus ada, personil museum harus memiliki kecakapan
yang memadai tentang aspek teknik dan administrasi permuseuman.32
Hal tersebut sama halnya dengan dalam bidang konservasi, staf yang
32Direktorat Museum. 2010. “Pedoman Museum Indonesia”. Jakarta: Direktorat Jendral dan
Purbakala Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. h.29
31
menangani konservasi atau bisa juga disebut konservator ini seharusnya
memiliki kemampuan dalam bidang konservasi. Bidang konservasi erat
kaitannya dengan ilmu pengetahuan alam seperti biologi, fisika, dan
kimia. Maka dalam museum seorang konservator memiliki kualifikasi
pendidikan seperti pada tabel berikut.
Tabel 1
Kualifikasi Pendidikan Konservator
Kualifikasi Pendidikan
Pendidikan Formal Pendidikan dan Pelatihan
Minimal Ideal Minimal Ideal
Sekolah
lanjutan tingkat
atas jurusan IPA
atau biologi
D3 dan S1
bidang ilmu
kimia,
biologi,
fisika, atau
yang sejenis
Tipe dasar
ilmu
permuseuman
• Tipe dasar ilmu
permuseuman
• Tipe khusus ilmu
permuseuman
• Tipe kejuruan ilmu
permuseuman
• Bidang konservasi
b. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana dalam konservasi juga berperan penting, karena
tanpa adanya sarana dan prasarana yang memadai, maka kegiatan
konservasi tidak dapat dilakukan. Dalam konservasi terdapat dua metode
yaitu konservasi tradisional dan konservasi modern. Konservasi
tradisional dilakukan dengan menggunakan bahan yang didapat dari
lingkungan masyarakat, seperti dengan menggunakan cengkeh sebagai
pengawet, sedangkan konservasi modern merupakan konservasi yang
menggunakan bahan kimia.33 Dalam kegiatannya sarana konservasi
merupakan alat-alat dan bahan-bahan yang digunakan seperti UV
33Dyah Sulistiyani. “Laporan Kegiatan Workshop Konservasi di Museum Nasional”.
Majalah Permuseuman: Museografia. Vol.6 no.10. Desember 2012
32
monitor, lux meter, thermohygrometer, timbangan, beker glass, hot plate,
spatula, kuas halus, silika gel, dan alat serta bahan lainnya. Sedangkan
prasarana dalam konservasi adalah laboratorium.
c. Anggaran
Anggaran merupakan dana yang dibutuhkan untuk keperluan kegiatan
konservasi. Dana atau anggaran merupakan hal yang harus diusahakan,
diatur dan dikontrol penggunaannya dengan baik.34 Tanpa adanya
anggaran ini, maka konservasi akan sulit dilaksanakan secara maksimal.
5. Faktor-faktor Kerusakan Koleksi
Kerusakan koleksi sesungguhnya bukan dikarenakan sekedar faktor
keusangan dimakan oleh waktu saja. Banyak faktor yang mendorong
terjadinya kerusakan tersebut, mulai dari pengaruh fisika, kimia, biologi,
biota, lingkungan, penanganan yang salah (faktor manusia), bencana alam,
maupun musibah.35
Faktor-faktor tersebut dibagi menjadi dua bagian yaitu faktor internal
dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari koleksi
itu sendiri, biasanya kerusakan dalam faktor internal ini diakibatkan oleh
faktor kimia. Sedangkan faktor eksternal, faktor kerusakan berasal dari
sekitar koleksi tersebut ditempatkan seperti faktor fisika, biota, manusia,
serta bencana alam.
34Indah Purwani. “Selintas Peran Restorator dalam Konservasi Koleksi Perpustakaan”.
Majalah Perpustakaan: Visipustaka. Vol.15 no. 1. April 2013. 35Endang Fatmawati. “Identifikasi faktor-faktor penyebab kerusakan koleksi perpustakaan”.
Edulib, Vol.7 No.2, November (2017). h.110
33
a. Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari koleksi itu sendiri, biasanya
kerusakan dalam faktor internal ini diakibatkan oleh faktor kimia. Faktor
kimia yang menyebabkan kerusakan terjadi karena usia dari koleksi
tersebut seiringnya terjadi pada koleksi berbentuk tulisan seperti
manuskrip, kerusakan yang terjadi ialah berubahnya asam basa dalam
kertas yang menyebabkan koleksi menjadi rapuh.
b. Faktor eksternal merupakan faktor kerusakan yang berasal dari sekitar
koleksi tersebut ditempatkan seperti faktor lingkungan, biota, manusia,
serta bencana alam.
1) Faktor lingkungan
Secara umum kerusakan koleksi yang disebabkan oleh faktor
lingkungan tersebut biasanya berhubungan dengan faktor fisika,
seperti paparan cahaya (sinar matahari dan lampu), pencemaran udara,
temperatur/suhu, kelembapan udara, dan debu. Selain itu, faktor
lingkungan lainnya adalah rak atau lemari penyimpanan koleksi yang
tidak memenuhi syarat.
2) Faktor biota
Faktor biota ini berhubungan dengan faktor biologi yaitu serangga,
serangga di Indonesia bermacam karena Indonesia mempunyai alam
tropik, beberapa serangga dapat menyebabkan kerusakan pada benda
koleksi, sementara untuk mencegah masuknya serangga ke dalam
museum sangat sulit karena serangga dapat ikut dalam peti kemas
yang dikirim ke dalam museum, pencegahannya dapat melalui proses
34
kimiawi dengan memperhatikan sifat dan bahan koleksi, dan
diupayakan jangan sampai pencegahan tersebut justru menimbulkan
kerusakan pada koleksi.
3) Faktor manusia
Faktor manusia ini merupakan kerusakan yang dilakukan oleh
manusia, bisa karena salahnya metode penanganan koleksi oleh
petugas atau karena ulah pengunjung yang tidak mematuhi aturan
museum seperti memegang koleksi sembarangan dan membawa
makanan atau minuman ke dalam museum.
4) Faktor bencana alam
Bencana yang disebabkan oleh alam seperti banjir, gempa bumi,
tsunami, gunung meletus, longsor, angin puting beliung dan bencana
lainnya, merupakan bencana yang tidak dapat prediksi kedatangannya,
namun sangat berbahaya bagi koleksi. Maka dari itu museum harus
mengantisipasi kerusakan koleksi yang disebabkan oleh bencana alam,
seperti membangun bangunan tahan gempa, menyimpan koleksi di
tempat yang tidak menyentuh lantai langsung, dan melakukan hal-hal
lainnya yang dapat mengamankan koleksi ketika terjadi bencana alam.
D. Penelitian Relevan
Dalam menyusun penelitian ini, peneliti melakukan penelusuran terhadap
penelitian-penelitian terdahulu. Dari penelitian terdahulu, terdapat beberapa
penelitian yang relevan dengan masalah yang akan diteliti, penelitian tersebut
diantaranya:
35
1. Pelestarian Naskah Kuno pada Museum Negeri Provinsi Sumatra Utara
Medan, penelitian ini dilakukan oleh Suci Rahmadani pada tahun 2018,
mahasiswi Program Studi Ilmu Perpustakaan dan Informasi, Fakultas Ilmu
Budaya, Universitas Sumatera Utara Medan.36 Perbedaan skripsi ini dengan
penelitian yang dilakukan oleh peneliti terletak pada tujuan penelitian, jenis
koleksi yang diteliti, dan tempat penelitian. Tujuan penelitian yang
dilakukan oleh Suci Rahma yaitu untuk mengetahui cara pelestarian serta
kendala dalam melakukan pelestarian pada koleksi naskah kuno yang ada di
Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara Medan. Sedangkan metode yang
digunakan adalah metode kualitatif menggunakan pendekatan deskriptif.
2. Pelestarian Koleksi Naskah Kuno Perpustakaan Bayt Al-Qur’an dan
Museum Istiqlal Jakarta, penelitian ini dilakukan oleh Wahyudin pada tahun
2018, mahasiswa Program Studi Ilmu Perpustakaan, Fakultas Adab dan
Humaniora, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.37
Perbedaan skripsi ini dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti terletak
pada tujuan, koleksi, dan tempat penelitian. Tujuan dalam penelitian ini
adalah untuk mengetahui proses pelestarian, kendala, dan cara mengatasi
kendala pelestarian pada koleksi naskah kuno di Perpustakaan Bayt Al-
Qur’an dan Museum Istiqlal. Jenis penelitian yang digunakan adalah
kualitatif menggunakan metode deskriptif.
36Suci Rahmadani. Pelestarian Naskah Kuno pada Museum Negeri Provinsi Sumatra Utara
Medan. Tugas akhir S1, Program Studi Ilmu Perpustakaan dan Informasi, Fakultas Ilmu Budaya,
Universitas Sumatera Utara Medan, 2018. Diunduh melalui laman http://repositori.usu.ac.id. 37Wahyudin. Pelestarian Koleksi Naskah Kuno Perpustakaan Bayt Al-qur’an dan Museum
Istiqlal Jakarta. Tugas akhir S1, Program Studi Ilmu Perpustakaan, Fakultas Adab dan
Humaniora, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018. Diunduh melalui laman
3. Pelestarian Bahan Pustaka di Museum Balaputera Dewa Sumatra Selatan.
Artikel ini ditulis oleh Muhammad Bu’ang, Reni Anggraini, Sabrina Tri
Ambarwati, dan Zahrotun Fadhila, pada jurnal Iqra’ Volume 12 No.1 pada
Mei 2018.38 Artikel ini dibuat dengan tujuan untuk mengetahui kendala dan
upaya dalam melakukan pelestarian pada bahan pustaka, khususnya naskah
kuno dan koleksi di Museum Balaputera Dewa Sumatera Selatan.
Ditinjau dari ketiga penelitian terdahulu di atas, terdapat beberapa
persamaan dan perbedaan dengan masalah yang akan diteliti. Pada
penelitian terdahulu, fokus penelitiannya terletak pada pelestarian naskah
kuno dan bahan pustaka, sedangkan pada penelitian yang akan dibahas oleh
peneliti di sini akan difokuskan pada konservasi yang mana merupakan
bagian dari pelestarian, dan jenis koleksi yang diteliti pun berbeda karena
pada penelitian ini, koleksi yang diteliti adalah koleksi Al-Qur’an. Untuk
persamaan penelitian, penelitian ini dan penelitian terdahulu sama-sama
menggunakan metode kualitatif, selain itu penelitian ini juga dilakukan di
museum, walaupun museum yang berbeda.
38Muhammad Bu’ang, Reni Anggraini, Sabrina Tri Ambarwati, dan Zahrotun Fadhila.
Pelestarian Bahan Pustaka di Museum Balaputera Dewa Sumatra Selatan. (Journal Iqra’ Volume
12 No.1, Mei 2018).
37
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode dan Pendekatan Penelitian
Metode yang akan digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan
menggunakan pendekatan studi kasus. Penelitian kualitatif adalah penelitian
yang dimaksudkan untuk menghasilkan data-data deskriptif berupa kata-kata
tertulis maupun lisan dari orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan
kualitatif digunakan untuk menggali informasi secara lebih dalam terkait
dengan masalah yang akan diteliti.39
Sedangkan pendekatan studi kasus merupakan salah satu jenis
pendekatan kualitatif yang penelitinya mengeksplorasi kehidupan nyata, sistem
terbatas kontemporer (kasus) atau beragam sistem terbatas (berbagai kasus),
melalui pengumpulan data yang detail dan mendalam yang melibatkan
beragam sumber informasi atau sumber informasi majemuk, dan melaporkan
deskripsi kasus dan tema kasus.40
B. Sumber Data
Adapun rincian sumber data yang dikumpulkan oleh peneliti dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Data Primer
Menurut M. Iqbal Hasan data primer ialah data yang diperoleh atau
dikumpulkan langsung di lapangan oleh orang yang melakukan penelitian
39Lexy J. Moleong. 2013. “Metode penelitian kualitatif”. Bandung: Remaja Rosdakaya. h.2 40John W. Creswell. 2014. “Penelitian Kualitatif dan Desain Riset: memilih di antara lima
pendekatan”. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. h.135
38
atau yang bersangkutan yang memerlukannya.41 Data primer ini berasal dari
lingkungan tempat penelitian berupa situs, benda-benda atau manusia,
seperti hasil wawancara, hasil observasi lapangan dan data-data mengenai
informan yang didapatkan oleh peneliti.
2. Data Sekunder
Data sekunder ialah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang
yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada.42 Data ini
merupakan data pendukung untuk informasi primer yang telah diperoleh,
dan diperoleh melalui bahan pustaka, literatur, penelitian terdahulu, buku,
dan lain sebagainya.
C. Informan
Pemilihan informan ditetapkan berdasarkan kualifikasi dari informan
tersebut, hal ini dilakukan agar peneliti mendapatkan informasi yang
dibutuhkan sesuai dengan topik pembahasan dalam penelitian.
Informan adalah orang yang memberikan informasi tentang hal-hal yang
berkaitan dengan tema penelitian, dalam melakukan wawancara peneliti perlu
memilih informan mana yang tepat untuk diwawancarai. Karena dengan
pemilihan informan yang tepat peneliti akan mendapatkan informasi selengkap
mungkin, sehingga membantu peneliti dalam melakukan penulisan penelitian.
Ketika memilih informan, peneliti harus cermat dan teliti, peneliti perlu
mencari tahu pihak-pihak mana saja yang benar-benar memahami tentang tema
penelitian. Dalam menentukan informan peneliti menggunakan teknik
41Hasan, M. Iqbal. 2002. “Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya”.
Bogor: Ghalia Indonesia. h.82 42Hasan, M. Iqbal. h.58
39
purposive sampling yang merupakan sebuah teknik untuk menentukan
informan dengan cara sengaja memilih informan yang sesuai dengan kriteria
karena peneliti memiliki pertimbangan tertentu.43
Dalam melakukan sebuah penelitian, informan menjadi salah satu kunci
atau sumber penting dalam pencarian data serta informasi yang relevan dan
terpercaya. Oleh karena itu, peneliti menerapkan beberapa kriteria-kriteria yang
harus dimiliki oleh informan, diantaranya adalah:
1. Memiliki otoritas dalam museum
Dalam konteks ini, penting bagi informan memiliki otoritas dalam
museum. Hal ini dikarenakan informan tersebut mengetahui banyak hal
tentang museum mulai dari koleksi, sejarah, dan hal-hal lainnya yang terkait
dengan museum tersebut.
2. Memiliki latar belakang pendidikan dalam bidang museum dan konservasi
Dalam konteks ini, latar belakang pendidikan di bidang museum juga
diperlukan, karena staf yang memiliki latar belakang pendidikan di bidang
museum akan menerapkan apa yang telah dipelajarinya ketika bekerja.
Sehingga dalam melakukan sesuatu mereka akan memikirkan dampak
negatif dan positifnya.
3. Memiliki pandangan khusus tentang topik penelitian
Dalam konteks ini, informan juga perlu memiliki pandangan khusus
tentang topik penelitian, karena ketika informan memiliki pandangan khusus
tentang topik penelitian, informan tersebut akan menjawab pertanyaan
43Herman, dkk. 2007. “Metodologi Penelitian”. Jakarta: Universitas Terbuka. h. 3.12.
40
peneliti sesuai dengan konteks pertanyaan dan tidak sembarang menjawab.
4. Merupakan pelaksana harian yang sifatnya teknis
Dalam konteks ini, seseorang yang memang menjadi pelaksana harian
teknis dalam kegiatan konservasi juga diperlukan, karena pelaksana teknis
tersebut merupakan seseorang yang mempunyai tanggung jawab dan
memang terlibat langsung dalam kegiatan konservasi, sehingga orang
tersebut akan menjelaskan kegiatan konservasi yang biasanya dilakukan.
Berdasarkan kriteria-kriteria yang telah disebutkan, maka peneliti
mengambil tiga informan, informan tersebut diantaranya adalah:
Tabel 2
Data Informan
No. Nama Jabatan Pendidikan
1. Syaifuddin, MA.Hum Kepala Seksi Koleksi S2 (Filologi)
2. Ida Fitriani, M.Hum Staf Pengembang
Koleksi S2 (Arkeologi)
3. Bubun Budiman Perawat koleksi SLTA
Informan yang dipilih merupakan informan yang sesuai dengan kriteria
yang telah disebutkan, dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan
dengan wawancara secara langsung bertatap muka dengan informan, dalam
wawancara peneliti memberikan pertanyaan semi terstruktur, hal tersebut
dilakukan guna mendapatkan informasi secara mendetail.
D. Teknik Pengumpulan Data
Dalam sebuah penelitian, instrumen pengumpulan data sangat penting,
karena menjadi alat untuk membantu menjawab semua permasalahan dan juga
untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pada penelitian ini teknik
41
pengumpulan data yang digunakan adalah dengan observasi, wawancara, dan
kajian pustaka.
1. Observasi
Merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara mengamati lingkungan dan mencatat secara sistematis peristiwa yang
dijadikan bahan penelitian oleh peneliti. Menurut Hasan observasi ialah
pemilihan, pengubahan, pencatatan, dan pengodean serangkaian perilaku
dan suasana yang berkenaan dengan organisasi, sesuai dengan tujuan-tujuan
empiris.44 Tujuan dilakukan observasi oleh peneliti adalah untuk
menemukan gambaran permasalahan dan petunjuk untuk menyelesaikan
masalah. Observasi yang dilakukan oleh peneliti adalah melihat dan
mengamati koleksi serta lingkungan museum.
2. Wawancara
Merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
menanyakan pertanyaan-pertanyaan secara lisan dan tatap muka kepada
informan yang berkaitan dengan penelitian, serta jawaban wawancara dari
informan ditulis ataupun direkam.45 Wawancara dilakukan agar peneliti
dapat mengetahui informasi terkait topik penelitian, maka dari itu dalam
wawancara peneliti akan memilih tiga informan yang sesuai dengan kriteria
yang peneliti inginkan. Wawancara yang dilakukan merupakan wawancara
semi terstruktur di mana peneliti memberikan pertanyaan yang telah tercatat
dan pertanyaan spontan yang berhubungan dengan penelitian.
44Hasan, M. Iqbal. 2002. “Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya”.
Bogor: Ghalia Indonesia. h.86 45Hasan, M. Iqbal. h.85
42
3. Studi pustaka
Studi pustaka dilakukan untuk memperkaya pengetahuan mengenai
berbagai konsep yang akan digunakan sebagai dasar atau pedoman dalam
proses penelitian.46 Sumber data didapatkan melalui bahan pustaka seperti
buku, jurnal, artikel, dan bahan pustaka lainnya baik yang ada di
perpustakaan maupun sumber-sumber informasi lainnya. Tujuan dilakukan
studi pustaka adalah agar peneliti mendapatkan pemahaman tentang konsep
permasalahan yang akan dikaji dan kajian pustaka juga dijadikan sebagai
landasan teori untuk memperkuat analisa dalam penelitian.
E. Teknik Analisis Data
Menganalisis data pada penelitian kualitatif perlu dilakukan secara
terstruktur mulai dari mengorganisasikan data, menjabarkannya ke dalam unit-
unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting
dan mana yang akan dikaji sehingga dapat dibuat suatu kesimpulan untuk
disampaikan kepada orang lain, maka dari itu dalam menganalisis terdapat tiga
tahapan yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.47
1. Reduksi data
Reduksi data adalah proses analisis untuk memilih, memusatkan
perhatian, menyederhanakan, serta mentransformasikan data yang muncul
dari catatan-cacatan lapangan. Mereduksi data berarti membuat rangkuman,
memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting,
46Martono, Nanang. 2011. “Metode Penelitian Kuantitatif”. Jakarta: PT Raya Grafindo
Persada. h. 97 47Sugiyono. 2007. “Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D”. Bandung:
Alfabeta. h.91
43
mencari tema dan pola, serta membuang yang dianggap tidak perlu. Reduksi
data digunakan agar peneliti mendapatkan gambaran jelas dari data yang
diperoleh.
2. Penyajian data
Setelah data direduksi, langkah analisis selanjutnya adalah penyajian
data. Penyajian data diarahkan agar data hasil reduksi terorganisasikan,
tersusun dalam pola hubungan, sehingga makin mudah dipahami. Penyajian
data dapat dilakukan dalam bentuk uraian naratif, bagan, hubungan antar
kategori, diagram alur (flow chart), dan lain sejenisnya. Hal tersebut
dilakukan agar memudahkan pembaca dalam memahami isi penelitian.
3. Penarikan kesimpulan
Langkah berikutnya adalah penarikan kesimpulan berdasarkan temuan
dan melakukan verifikasi data. Data yang telah disajikan dalam bentuk
narasi atau bentuk lainnya digunakan untuk menjawab rumusan masalah
yang telah dirumuskan sejak awal.
F. Jadwal penelitian
Adapun Jadwal penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut:
Tabel 3
Jadwal Penelitian
No. Kegiatan Tanggal
1. Pengajuan Proposal Skripsi Februari 2019
2. Pengujian Proposal Skripsi Maret 2019
3. Awal Bimbingan Skripsi Maret 2019
4. Penyusunan Laporan Skripsi April 2019
5. Penelitian April dan Mei 2019
6. Bimbingan Skripsi Juni 2019
7. Pengajuan Sidang Juli 2019
Sidang Skripsi Agustus 2019
44
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Profil Objek Penelitian
1. Sejarah Bayt Al-Quran dan Museum Istiqlal48
Indonesia merupakan negara yang dikenal dengan ‘kesatuan dalam
keanekaragaman’, karena toleransi dan rasa kebersamaan antar suku dan
antar agama yang telah tertanam sepanjang sejarah pembentukan bangsa.
Indonesia memiliki ribuan pulau, ratusan suku dan adat istiadat, bangsa
Indonesia mengakui adanya beberapa agama besar yang dipeluk oleh
masyarakatnya, masing-masing pemeluk agama memiliki hak dan
kesempatan yang sama dalam menjalankan kewajiban beribadah kepada
Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan keyakinan masing-masing.
Islam merupakan agama terbesar yang dipeluk oleh mayoritas
masyarakat Indonesia, Islam telah hadir berabad-abad lamanya, menyebar
hampir ke seluruh pelosok tanah air dan mewarnai berbagai kebudayaan
yang telah hidup sebelumnya. Setiap kebudayaan yang disentuh Islam
tampaknya memiliki keunikan tersendiri, kekayaan dan keragaman budaya
Islam yang dimiliki bangsa Indonesia tampak jelas dalam Festival Istiqlal
tahun 1991 dan 1995.
Pembangunan Bayt Al-Qur’an & Museum Istiqlal merupakan wujud
dari cita-cita dan pemikiran untuk menampilkan dan mengaktualisasikan
kebudayaan bangsa Indonesia, khususnya yang bernafaskan Islam.
48Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an. 2018. “Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal:
Jendela peradaban Islam Indonesia”. Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI. h.10
45
Ide awal pendirian Bayt Al-Qur’an muncul dari Dr. H. Tarmizi Taher
pada tahun 1994 ketika menjabat sebagai Menteri Agama RI, ketika ia
mendampingi Presiden H.M. Soeharto menerima hadiah sebuah Al-Qur’an
besar dari Pondok Pesantren Al-Asy’ariyah, Kalibeber, Wonosobo, Jawa
Tengah. Satu tahun kemudian, tepatnya pada peringatan 50 tahun
kemerdekaan RI tahun 1995, Presiden meresmikan Mushaf Istiqlal yang
telah selesai dikerjakan sejak tahun 1991. Mushaf Istiqlal merupakan
mushaf ukuran besar yang ditulis dengan khat yang indah, dilengkapi
dengan hiasan (iluminasi) dari ragam hias 27 provinsi di Indonesia. Pada
waktu itulah tercetus ide untuk mendirikan Bayt Al-Qur’an (berarti “Rumah
Al-Qur’an”) sebagai tempat untuk menghimpun, menyimpan, memelihara,
dan memamerkan mushaf Al-Qur’an dari berbagai macam bentuk dan jenis,
yang tersebar di seluruh penjuru Nusantara. Ide ini kemudian mendapat
dukungan dari Ibu Tien Soeharto yang langsung mewakafkan tanah seluas
satu hektar di kompleks Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur,
tepatnya di sebelah kana pintu masuk utama TMII.
Setelah melalui tahapan perencanaan, gagasan untuk memperluas fungsi
Bayt Al-Qur’an muncul terutama selepas penyelenggaraan Festival Istiqlal
kedua pada tahun 1995. Pada penyelenggaraan festival tersebut, telah
banyak dihimpun benda-benda koleksi budaya Islam Nusantara yang pada
saat itu belum terpikirkan akan ditempatkan di mana. Ide yang pada awalnya
hanya untuk menghimpun naskah-naskah Al-Qur’an, kemudian diperluas
untuk menghimpun, memamerkan, dan mengkaji sejarah serta budaya Islam
46
Nusantara. Sejak saat itulah, timbul rencana untuk menggabungkan ide
pendirian Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal.
Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal merupakan dua lembaga yang
memiliki kesatuan utuh, dengan perannya masing-masing. Keduanya
menyatu dalam upaya meningkatkan kecintaan, pemahaman dan
pengalaman Al-Qur’an. Melihat kedudukan dan fungsinya, kedua lembaga
tersebut saling terkait dan tidak dapat dipisahkan.
Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal lebih dari sekedar tempat untuk
menyimpan dan memamerkan Al-Qur’an dari berbagai tempat di Indonesia,
kedua lembaga tersebut juga merupakan wadah kajian dan pengembangan
ilmu yang berkaitan dengan Al-Qur’an dan budaya Islam. Akhirnya pada
tanggal 20 April 1997 Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal resmi dibuka
oleh Presiden RI H.M. Soeharto, sebagai tonggak perkembangan dan
kebesaran Islam di Indonesia: menyiarkan kegemilangan dari masa lalu,
masa kini dan masa yang akan datang.
Pengelolaan Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal berada di bawah
Kementerian Agama RI. Tahun 1997 hingga 2002 dikelola oleh Direktorat
Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji, tepatnya di bawah
Direktorat Penerangan Agama Islam, berdasarkan keputusan Menteri
Agama RI Nomor 475 Tahun 1997. Pada tahun 2002, berdasarkan
Keputusan MenteriAgama RI Nomor E/50 Tahun 2002, pengelolaan Bayt
Al-Qur’an dan Museum Istiqlal dialihkan ke Direktorat Jendral
Kelembagaan Agama Islam, di bawah Direktorat Pendidikan Agama Islam
47
pada Masyarakat dan Pemberdayaan Masjid, yang membawahi Subdit
Siaran dan Tamadun, dan memiliki Seksi Museum Islam.
Pada tahun 2005 Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal harus kembali
menyesuaikan diri beralih ke Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat
Islam di bawah Direktorat Penerangan Agama Islam. Sejak tahun 2007
hingga saat ini Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal secara struktural berada
di dalam organisasi Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Badan Litbang
dan Diklat Kementerian Agama RI, berdasarkan Peraturan Menteri Agama
RI Nomor 3 Tahun 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lajnah
Pentashihan Mushaf Al-Qur’an. Di dalam struktur yang baru ini, Bayt Al-
Qur’an dan Museum Istiqlal berada di bawah Bidang Bayt Al-Qur’an dan
Dokumentasi.
Sejak berdirinya, Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal telah beberapa
kali mengalami pergantian pimpinan, yaitu:
Tabel 4
Nama-nama Pimpinan Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal dari masa
ke masa
No. Nama Periode
1. Drs. H. Subagji 1997-1999
2. Drs. H. Subandi M.Si. 1999-2001
3. Prof. Dr. H. Hasan Mu’ari Ambary 2001-2002
4. Dr. H. Yusnar Yusuf, MS 2002-2005
5. Drs. H. Mudjahid AK, M.Sc. 2005-2006
6. Drs. H. Ahmad Jauhari, M.Si. 2006-2007
7. Drs. H. Muhammad Shohib, MA 2007-2014
8. Drs. Hisyam Ma’sum, M.Si. 2014
9. H. Abdul Halim Ahmad, Lc, MM 2014-2015
10. Dr. H. Muchlis M.Hanafi, MA 2015-sekarang
48
Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal dirancang dengan mengacu
kepada Al-Qur’an dan Hadis yang merupakan pegangan hidup umat Islam,
dan tetap mempertimbangkan kaidah arsitektur yang berusaha mencapai
keselarasan yang padu antara keindahan dan fungsi. Gedung Bayt Al-Qur’an
dan Museum Istiqlal dirancang oleh It. Achmad Noe’man bersama dengan
biro arsitekturnya, PT Binaro, Bandung.
Dalam konteks Indonesia, arsitektur selalu dikaitkan dengan unsur-
unsur budaya setempat sehingga menemukan bentuknya yang khas. Seluruh
bangunan Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal terdiri atas 3,5 lantai dan
satu lantai dasar (basement), serta sebuah masjid dengan luas keseluruhan
bangunan ±17.000 m2. Kedua bangunan ini cukup megah, terletak di
kompleks Taman Mini Indonesia Indah dengan tampak memanjang, dan
berorientasi ke arah kiblat. Lantai satu digunakan untuk lobby, masjid, serta
ruang pameran tetap; lantai dua untuk ruang pamer tidak tetap, dan ruang
audio visual; lantai tiga untuk perpustakaan, ruang direktur, kepala bidang,
kepala seksi, serta tuang rapat; serta lantai empat untuk ruang pertemuan
dan seminar.
2. Dasar, Tujuan, Visi dan Misi
Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal merupakan lembaga yang berada
di bawah naungan Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, namun memiliki
dasar, tujuan, visi dan misi tersendiri, berikut merupakan dasar, tujuan, visi
dan misi dari Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal:
49
a. Dasar
1) Sesungguhnya Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang merupakan
rahmat bagi seluruh alam yang menjadi tuntunan terbaik dan memiliki
nilai sangat strategis untuk pembangunan umat manusia.
2) Sesungguhnya Al-Qur’an telah mengilhami, mendorong dan
memperkaya budaya bangsa.
3) Kekayaan budaya yang bernafaskan Islam dalam berbagai bentuknya
perlu dilestarikan dan dikembangkan.
b. Tujuan
1) Mengingatkan kecintaan, pemahaman dan pengalaman ajaran-ajaran
Al-Qur’an.
2) Menampilkan kebudayaan Indonesia yang bernafaskan Islam yang
berkualitas dan kreatif dalam upaya memantapkan kesatuan dan
persatuan bangsa.
3) Menampilkan makna dan citra ajaran Islam dan budaya bangsa
Indonesia yang bersifat terbuka, dinamis dan toleran.
4) Menampilkan budaya islami yang berasal dari Asia Tenggara dan
bangsa-bangsa lainnya dalam upaya ikut melengkapi dan memperkaya
khazanah budaya Islam dunia.
5) Menjadi forum studi dan pelayanan informasi bagi pengembangan
ilmu pengetahuan dan budaya Islam.
c. Visi
“Menjadi Museum Al-Qur’an dan Kebudayaan Islam Bertaraf
Internasional”
50
d. Misi
“Menjaga dan Melestarikan Warisan Al-Qur’an dan Kebudayaan Islam
di Nusantara”
3. Struktur Organisasi49
Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal tidak memiliki struktur organisasi
tersendiri, karena Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal merupakan lembaga
yang berada di bawah naungan Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, oleh
karena itu struktur organisasi dijadikan satu dengan lembaga induknya
tersebut, adapun struktur organisasi induknya tersebut adalah sebagai
berikut:
Gambar 1 Struktur Organisasi Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an
Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal ini berada di bawah Bidang Bayt
Al-Qur’an dan dokumentasi yang merupakan bidang III di Lajnah