Top Banner
1 KONSERVASI AIR DALAM RUMAH TANGGA: EFISIENSI UNTUK KEBERLANJUTAN Purwanti Asih Anna Levi Program Magister Lingkungan dan Perkotaan UNIKA Soegijapranata Semarang Abstrak Jumlah air di bumi sangat banyak; namun jumlah air bersih yang tersedia belum dapat memenuhi permintaan sehingga banyak orang menderita kekurangan air. Kekurangan air dipicu naiknya permintaan seiring peningkatan populasi, tidak meratanya distribusi air, meningkatnya polusi air dan pemakaian air yang tidak efisien. Dalam rumah tangga kekurangan air diperburuk kebocoran air akibat kerusakan home appliances yang tidak segera diperbaiki, pemakaian home appliances yang boros air, perilaku buruk dalam pemakaian air, dan minimnya pemanfaatan air hujan sebagai sumber air alternatif. Pemakaian air yang tidak terkontrol mengancam keberlanjutan air, sehingga perlu dilakukan konservasi air. Paper ini mendiskripsikan tiga metode konservasi air dalam rumah tangga: behavioral change, technological change dan rainwater harvesting. Paper ditulis secara deskriptif berdasarkan hasil literature review dan menggunakan teori ekologi yang didukung teori perilaku dan teori difusi inovasi. Pembahasan menyimpulkan tiga metode konservasi air dalam rumah tangga dapat membantu menjaga keberlanjutan air sebagai pendukung perikehidupan generasi sekarang dan yang akan datang. Kata kunci: air, rumah tangga, keberlanjutan air, konservasi air, efisiensi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Air menutupi 70% permukaan bumi. Namun 97% dari air tersebut berada di lautan dan 2,5%nya beku, terkunci di kutub utara, kutub selatan dan glaciers sehingga tidak dapat dikonsumsi manusia. Dengan demikian hanya tersedia 0,5% air tawar untuk memenuhi kebutuhan ekosistem di bumi dan kebutuhan semua manusia termasuk untuk kegiatan pertanian, industri, dan rumah tangga (WBCSD, 2005; Chiras, 2009). Di masa mendatang ketersediaan air untuk konsumsi manusia diperkirakan akan mengalami krisis dalam kuantitas dan kualitasnya (Green 2002 dalam Samuel U. Ukata et.al. 2011). Menyadari hal itu, PBB membuat standar maksimal konsumsi air 120 liter/orang/hari untuk daerah perkotaan dan 60 liter/orang/hari untuk daerah pinggir kota (Samuel U. Ukata, et.al. 2011). Namun rata-rata konsumsi air penduduk di seluruh dunia terutama di negara-
16

Konservasi Air dalam Rumah Tangga: Efisiensi untuk Keberlanjutan

Jan 19, 2023

Download

Documents

anie lestari
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Konservasi Air dalam Rumah Tangga: Efisiensi untuk Keberlanjutan

1

KONSERVASI AIR DALAM RUMAH TANGGA:

EFISIENSI UNTUK KEBERLANJUTAN

Purwanti Asih Anna Levi

Program Magister Lingkungan dan Perkotaan

UNIKA Soegijapranata Semarang

Abstrak

Jumlah air di bumi sangat banyak; namun jumlah air bersih yang tersedia belum dapat

memenuhi permintaan sehingga banyak orang menderita kekurangan air. Kekurangan air

dipicu naiknya permintaan seiring peningkatan populasi, tidak meratanya distribusi air,

meningkatnya polusi air dan pemakaian air yang tidak efisien. Dalam rumah tangga

kekurangan air diperburuk kebocoran air akibat kerusakan home appliances yang tidak segera

diperbaiki, pemakaian home appliances yang boros air, perilaku buruk dalam pemakaian air,

dan minimnya pemanfaatan air hujan sebagai sumber air alternatif. Pemakaian air yang tidak

terkontrol mengancam keberlanjutan air, sehingga perlu dilakukan konservasi air. Paper ini

mendiskripsikan tiga metode konservasi air dalam rumah tangga: behavioral change,

technological change dan rainwater harvesting. Paper ditulis secara deskriptif berdasarkan

hasil literature review dan menggunakan teori ekologi yang didukung teori perilaku dan teori

difusi inovasi. Pembahasan menyimpulkan tiga metode konservasi air dalam rumah tangga

dapat membantu menjaga keberlanjutan air sebagai pendukung perikehidupan generasi

sekarang dan yang akan datang.

Kata kunci: air, rumah tangga, keberlanjutan air, konservasi air, efisiensi

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Air menutupi 70% permukaan bumi. Namun 97% dari air tersebut berada di lautan

dan 2,5%nya beku, terkunci di kutub utara, kutub selatan dan glaciers sehingga tidak dapat

dikonsumsi manusia. Dengan demikian hanya tersedia 0,5% air tawar untuk memenuhi

kebutuhan ekosistem di bumi dan kebutuhan semua manusia termasuk untuk kegiatan

pertanian, industri, dan rumah tangga (WBCSD, 2005; Chiras, 2009).

Di masa mendatang ketersediaan air untuk konsumsi manusia diperkirakan akan

mengalami krisis dalam kuantitas dan kualitasnya (Green 2002 dalam Samuel U. Ukata et.al.

2011). Menyadari hal itu, PBB membuat standar maksimal konsumsi air 120 liter/orang/hari

untuk daerah perkotaan dan 60 liter/orang/hari untuk daerah pinggir kota (Samuel U. Ukata,

et.al. 2011). Namun rata-rata konsumsi air penduduk di seluruh dunia terutama di negara-

Page 2: Konservasi Air dalam Rumah Tangga: Efisiensi untuk Keberlanjutan

2

negara Barat lebih tinggi dari standar PPB. Penduduk Amerika Serikat mengkonsumsi air

rata-rata 425 liter/orang/hari dan penduduk Canada mengkonsumsi air rata-rata 300

liter/orang/hari (Staddon, tanpa tahun). Data yang dikompilasi oleh Ofwat (2007a) dalam

Aquaterra (2008) menunjukkan saat ini 30% rumah tangga di Inggris mengkonsumsi air kira-

kira 150 liter/orang/hari, di Belgia dan Republic Czech 110 liter/orang/hari, di Denmark 131

liter/orang/hari, di Finlandia 150 liter/orang/hari, di Belanda 125 liter/orang/hari, di Jerman

126 liter/orang/hari, dan di Austria 125 liter/orang/hari.

Wellcare® info on Water Conservation (2003) menyebutkan bahwa menurut survei

yang dilakukan American Water Works Association pada tahun 1999 pada 1.200 rumah

tangga di Amerika setiap orang mengkonsumsi rata-rata 69,3 galon air per hari. Sedangkan

alokasi pemakaian 69,3 galon air tersebut adalah 26,7% untuk toilet, 21,7% untuk mencuci

pakaian, 16,8% untuk shower, 15,7% untuk kran, 13,7% bocor, 2,2% untuk keperluan lain,

1,7% untuk mandi, dan 1,4% untuk mencuci peralatan makan.

Data tersebut di atas menunjukkan ada 13,7% air di rumah tangga terbuang percuma

yang kemungkinan diakibatkan oleh kebocoran atau kerusakan alat rumah tangga yang tidak

segera diperbaiki. Sebuah kran bocor dapat membuang 20 galon air atau lebih, sedangkan

sebuah toilet bocor dapat membuang ratusan galon air per hari (wellcare® info on Water

Conservation, 2003). Rata-rata kebocoran air dalam rumah tangga di England dan Wales

diperkirakan dapat membuang 36 liter air per properti per hari (Ofwat, 2007a dalam

Aquaterra, 2008).

Sementara banyak penduduk dunia yang memakai air lebih dari standar maksimal

yang ditetapkan PBB dan banyak air bersih terbuang percuma akibat kebocoran, di sisi lain

saat ini ada 434 juta orang di beberapa negara terutama negara berkembang menderita

kekurangan air, sehingga mereka tidak dapat memperoleh air bersih untuk keperluan minum

dan kesehatan (Chiras, 2009, pg. 247). WHO (2004) menyatakan setiap hari ada 3.900 anak

yang mati akibat kekurangan air dan setiap tahun ada 1,8 juta orang yang mati karena

penyakit yang disebabkan kualitas air yang buruk. Bahkan diperkirakan pada tahun 2025

jumlah orang yang mengalami kekurangan air meningkat menjadi 2,6 – 3,1 milyar. Menurut

Worldwatch Institute dalam Chiras (2009, pg. 247), antara tahun 1950-2050 jumlah air yang

tersedia bagi setiap orang akan menurun 74%. Namun demikian Worldwatch Institute

percaya bahwa kelangkaan air merupakan isu yang paling diremehkan saat ini.

Page 3: Konservasi Air dalam Rumah Tangga: Efisiensi untuk Keberlanjutan

3

B.TINJAUAN PUSTAKA

B.1. KEKURANGAN AIR

Meskipun bumi menyediakan banyak air, namun seringkali terjadi kekurangan air

sebagaimana dihadapi oleh semua bangsa di dunia. Chiras (2009) menyebutkan bahwa

kekurangan air disebabkan oleh tiga faktor yaitu: 1) kebutuhan yang terus meningkat (rising

demand), 2) distribusi air tawar yang tidak merata (unequal distribution), dan 3) pencemaran

air yang semakin meningkat (increasing pollution). Sedangkan WBCSD (2005)

mengidentifikasi empat penyebab kekurangan air yaitu: 1) pengambilan air permukaan yang

berlebihan, 2) pengambilan air bawah tanah yang berlebihan, 3) polusi air, dan 4) pemakaian

air yang tidak efisien.

Kebutuhan air yang terus meningkat disebabkan antara lain oleh peningkatan

populasi, pertumbuhan industri, dan peningkatan pertanian (Chiras, 2009, pg. 247). Bahkan

di Swiss dan Eropa saat ini permintaan air tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan pertanian,

industry, dan rumah tangga saja tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan rekreasi, pembuatan

salju artificial untuk kegiatan ski es, dan sebagainya (SNCF, 2008). Kebutuhan dan

persediaan air telah menjadi perhatian negara-negara di seluruh dunia, terutama jika

persediaan air tidak dapat memenuhi kebutuhan. Diperkirakan perang antar negara-negara di

dunia di masa mendatang tidak untuk memperebutkan sumber daya minyak atau batas negara

tetapi untuk memperebutkan akses ke sumber daya air bersih (Ghali 2005 dalam Samuel U.

Ukata et.al. 2011).

Pada dasarnya air merupakan sumber daya terbarukan, yang secara alami didaur ulang

melalui siklus hidrologi. Namun sayangnya dalam proses pengembalian ke bumi seringkali

air tidak dapat terdistribusi merata akibat kekurangan hujan di daerah-daerah tertentu.

(Chiras, 2009; Xing, Ma; et.al., 2008). Kurang dari 10 negara memiliki 60% dari persediaan

air bersih seluruh dunia yaitu Brazil, Russia, China, Canada, Indonesia, U.S., India, Columbia

dan Republik Demokratik Congo dan 40% sisanya tersebar di negara-negara lain (WBCSD,

2005). Persebaran persediaan air yang tidak merata yang diperburuk dengan adanya

perubahan iklim, banjir, kekeringan, dan kecepatan pemakaian air yang lebih cepat daripada

kecepatan penyediaan kembali air oleh siklus hidrologi menyebabkan lebih dari separuh

bangsa-bangsa di dunia menderita kekurangan air (U.S. Geological Survey dalam wellcare®

info on Water Conservation 2003; WBCSD, 2005; Chiras, 2009, pg. 247).

Page 4: Konservasi Air dalam Rumah Tangga: Efisiensi untuk Keberlanjutan

4

Polusi air adalah perubahan fisik dan kimia air yang mempengaruhi organism. Polusi

air di negara berkembang lebih banyak disebabkan oleh kotoran manusia dan binatang,

organism pathogen dari kotoran, pestisida, limbah kegiatan pertanian dan penebangan kayu.

Sedangkan di negara maju polusi air lebih banyak diakibatkan oleh gaya hidup dan kegiatan

industri yang menghasilkan limbah bahan kimia beracun (Chiras, 2009, pg. 464). Pada aras

rumah tangga polusi air dapat disebabkan oleh septic system yang sudah tua, bocor dan

kelebihan muatan yang dapat menimbulkan kontaminasi nutrient dan bakteri di dekat sumur

atau sumber air (wellcare® info on Water Conservation, 2003). Meningkatnya polusi air

menimbulkan dampak pada kesehatan dan kesejahteraan masyarakat (Anderson et.al., 2007)

dan bahkan dapat mengancam kehidupan manusia, sebagaimana yang terjadi di China di

mana polusi air dan udara menjadi penyebab banyak kematian (Junfeng Zhang, et.al., 2010).

Kekurangan air membawa dampak tidak hanya pada generasi sekarang namun juga

pada generasi yang akan datang terutama di daerah yang rawan kekeringan. Pada dekade

mendatang diperkirakan krisis air akan terus berlanjut, menjadi lebih parah, dan bahkan

menimbulkan masalah lingkungan yang serius pada aras global jika tidak segera dilakukan

upaya penghematan air (Callopin & Rijsberman 2000 dalam Bithas, 2008). Bithas (2008)

menyatakan masalah kekurangan air bersih akan berakibat: a) peningkatan persaingan

mengakses sumber daya air bersih, b) memperburuk deficit air di daerah yang mengalami

kekeringan, c) degradasi ekosistem air, dan d) penurunan kualitas sumber daya air.

Melihat seriusnya permasalahan kekurangan air, perlu diadakan kebijakan yang

mengatur pemakaian sumber daya air di seluruh dunia dengan cara berkelanjutan (WFD,

2000; Kaïka, 2003 dalam Bithas 2008). Pemakaian air dengan cara berkelanjutan adalah

pemakaian air untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengurangi potensi akses

terhadap air bersih oleh generasi mendatang (World Commission on Environment and

Development, 1987 dalam Gleick 1998).

B.2. KONSERVASI AIR

Dalam kamus, kata konservasi bersinonim dengan kata memelihara agar aman,

menghemat, mengawetkan, dan melindungi. Dengan demikian secara umum konservasi air

dapat diartikan sebagai memelihara, menghemat, mengawetkan, dan melindungi air melalui

pemakaian secara bijaksana.

Namun demikian secara ekologis isu konservasi air bukan hanya sekedar isu tentang

tentang menghemat air – ini isu tentang memiliki cukup air sesuai kebutuhan kita. Gifford

Page 5: Konservasi Air dalam Rumah Tangga: Efisiensi untuk Keberlanjutan

5

Pinchot, seorang ahli konservasi dan politikus Amerika yang menjadi kepala US Forest

Service pada tahun 1898-1910, menyatakan bahwa konservasi adalah; “The wise use of the

earth and its resources for the lasting good of men”. Konservasi adalah pemakaian bumi dan

sumber daya bumi secara bijaksana untuk memenuhi kebutuhan jangka panjang manusia.

Dengan demikian dalam konteks pengelolaan sumber daya air, konservasi air merupakan

pemakaian sumber daya air secara bijaksana untuk memenuhi kebutuhan jangka panjang

manusia (wellcare® info on Water Conservation, 2003).

Gleick (1998) menyebutkan dalam upaya konservasi air ada tujuh kriteria

keberlanjutan yang harus dipenuhi, yaitu:

1. Memenuhi kebutuhan dasar semua manusia terhadap air untuk menjaga kesehatan.

2. Memenuhi kebutuhan dasar lingkungan terhadap air untuk memperbaiki dan menjaga

kesehatan ekosistem.

3. Kualitas air dijaga untuk memenuhi standar minimum. Standar kualitas ini bervariasi,

tergantung pada lokasi dan tujuan penggunaan air.

4. Kegiatan manusia tidak boleh merusak kemampuan terbarukan persediaan dan aliran air

bersih.

5. Data tentang sumber daya air tersedia, digunakan, valid dan dapat diakses oleh semua

pihak.

6. Mekanisme kelembagaan dibentuk untuk mencegah dan memecahkan konflik tentang air.

7. Perencanaan air dan pembuatan kebijakan dilakukan secara demokratis, menjamin

keterwakilan semua pemangku kepentingan dan mendorong partisipasi semua pihak.

Mengingat tujuh kriteria keberlanjutan yang harus dipenuhi dalam konservasi air,

maka diperlukan komitmen semua pemangku kepentingan, yaitu pemerintah, swasta

(industri), dan masyarakat sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing.

C.TUJUAN PENULISAN PAPER

Tujuan penulisan paper ini adalah untuk mendiskripsikan metode-metode konservasi

air dalam rumah tangga yang melibatkan peran masyarakat, pemerintah, dan swasta.

Page 6: Konservasi Air dalam Rumah Tangga: Efisiensi untuk Keberlanjutan

6

D.PENDEKATAN

Pembahasan dibagi menjadi 3 bagian, yaitu: a) perubahan perilaku (behavioral

change), b) perubahan teknologi (technological change), dan c) memanen air hujan

(rainwater harvesting). Sedangkan pengumpulan informasi menggunakan metode studi

kepustakaan.

BAB II

KONSERVASI AIR DALAM RUMAH TANGGA

Studi yang dilakukan Mokgope & Butterworth (2001) dalam Bhawana Upadhyay

(2005) menyatakan bahwa persediaan air untuk rumah tangga tidak hanya digunakan untuk

kebutuhan dasar seperti minum dan kebersihan badan, tetapi juga untuk kegiatan produktif

seperti irigasi tanaman, pemerahan susu, pembuatan batu bata, pembuatan es batu, konstruksi

bangunan dan sebagainya. Terkait hal itu, persediaan air dalam rumah tangga harus terus

dijaga keberlanjutannya agar kebutuhan dasar dan kegiatan produktif dalam rumah tangga

dapat terus berlangsung. Oleh sebab itu upaya konservasi air pada aras rumah tangga menjadi

sangat relevan dan penting (Sharma et.al., 1996; Whittington & Swarna, 1994 dalam Nyong,

A.O. & Karanoglau, P.S., 1999).

Berdasarkan studi kepustakaan yang dilakukan penulis, diperoleh tiga metode

konservasi air yang dapat terapkan pada aras rumah tangga, sebagaimana berikut ini.

A. PERUBAHAN PERILAKU (BEHAVIORAL CHANGE)

Ini merupakan metode konservasi air dalam rumah tangga melalui perubahan perilaku

pemakaian air yang sebelumnya tidak efisien menjadi perilaku pemakaian air yang efisien.

Perubahan perilaku individu penting untuk mencapai keberlanjutan masa depan. Oleh

sebab itu psikologi dianggap relevan untuk menyampaikan program-program lingkungan

secara efektif. Tujuan yang diharapkan, seperti pengurangan emisi gas rumah kaca,

penurunan limbah, dan peningkatan efisiensi energy dan air dapat tercapai hanya jika tingkat

partisipasi publik yang tinggi dapat tercapai (MacKenzie-Mohr, 2000).

Secara tradisional upaya mempromosikan konservasi lingkungan melalui perubahan

perilaku didasarkan pada dua pola perilaku manusia yaitu: 1) model rasional-ekonomi dan 2)

model sikap-perilaku (MacKenzie-Mohr et al. 1995; Rolls 2001).

Page 7: Konservasi Air dalam Rumah Tangga: Efisiensi untuk Keberlanjutan

7

Model rasional-ekonomi (the rational-economic model), juga dikenal sebagai model

pilihan rasional (the rational choice). Model ini menyatakan bahwa untuk mempengaruhi

keputusan konservasi, konsumen membutuhkan informasi yang berkaitan dengan keuntungan

finansial dan kinerja dari pilihan alternatif agar dapat memutuskan pilihan.

Model sikap-perilaku (the attitude-behavior model) didasarkan pada gagasan bahwa

perilaku individu ditentukan oleh sikap mereka terhadap isu-isu khusus, seperti konservasi,

dan perilaku mereka dapat diubah dengan mempengaruhi sikap atau pandangan mereka.

Ilmuwan lain, Jackson (2005), juga mengidentifikasi dua pendekatan untuk

memahami perilaku manusia terhadap lingkungan. Pertama, pendekatan dengan model

perilaku sebagai fungsi dari proses dan karakteristik yang berasal dari dalam (internal) diri

individu, seperti sikap, nilai-nilai, kebiasaan, dan norma-norma pribadi. Kedua, pendekatan

yang mempelajari perilaku sebagai fungsi dari proses dan karakteristik yang berasal dari luar

(eksternal) individu, seperti fiscal, UU, peraturan lembaga, dan praktek-praktek social.

Pengaruh elemen eksternal ini tidak sekuat pengaruh elemen internal dalam membentuk

formasi perilaku individu. Namun demikian, kedua kategorisasi ini mampu memberi

penjelasan tentang perilaku individu dalam konservasi. Model perilaku manusia terhadap

lingkungan merupakan teori yang integrative yang memiliki sudut pandang multidimensional

yang mengintegrasikan elemen internal dan eksternal.

Secara aplikatif konservasi air dalam rumah tangga memerlukan komitmen

masyarakat sebagai pemakai air untuk mengubah perilaku pemakaian air yang tidak efisien

menjadi perilaku pemakaian air yang efisien. Dalam konteks ini, faktor internal yang

mendorong perubahan perilaku individu untuk mau melakukan efisiensi pemakaian air dalam

rumah tangga adalah pertimbangan rasional tentang keuntungan yang akan diperoleh.

Efisiensi pemakaian air dalam rumah tangga secara ekonomi akan menghemat biaya, waktu

dan energy yang harus dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan terhadap air. Sementara itu

secara ekologis konversi air akan menjaga keberlanjutan air dan keberlanjutan lingkungan

pada umumnya.

Namun seringkali tidak sejalan antara pengetahuan dan perilaku individu. Mengubah

suatu kebiasaan/perilaku individu yang sudah dilakukan selama bertahun-tahun atau bahkan

sudah mendarah daging membutuhkan waktu yang sangat lama, motivasi yang kuat dan

kedisiplinan tinggi. Oleh sebab itu dibutuhkan faktor pendorong yang sangat kuat, misalnya

intervensi dari pemerintah. Intervensi pemerintah dapat diwujudkan melalui aksi-aksi antara

lain: 1) pembuatan kebijakan untuk mengontrol pemakaian air rumah tangga, termasuk

mekanisme dan instrument pengawasannya, seperti water metering system (Loh, Michael &

Page 8: Konservasi Air dalam Rumah Tangga: Efisiensi untuk Keberlanjutan

8

Coghlan, Peter, 2003) sebagaimana sudah dilakukan oleh perusahaan air minum, 2) peraturan

tentang pengambilan air bawah tanah untuk menghindari overpumping (Gleick, 1998), 3)

pembenahan sarana prasarana distribusi air dari sumber air ke rumah tangga untuk mencegah

kebocoran (European Environment Agency, 2001), dan 4) komunikasi, edukasi dan informasi

publik tentang pentingnya konservasi air seperti yang telah dilakukan di Amerika Serikat di

mana pemerintah lokal mendanai kampanye penghematan air bertajuk Water: Use it Wisely

yang berisi cara-cara menghemat air yang dituliskan pada spanduk yang dipasang di sekitar

pemukiman penduduk dengan tagline “There are a number of ways to save water and they all

start with you. You are water-saving device No. 1” (OECD, 2008). Kebijakan-kebijakan

tersebut merupakan factor eksternal yang dapat mendorong individu untuk melakukan

konversi air dalam rumah tangga.

Berikut ini contoh-contoh perilaku hemat air yang dipromosikan oleh wellcare® info

on Water Conservation (2003) yang dapat diterapkan oleh individu:

a) Di dalam rumah

• Mematikan kran saat menggosok gigi, menyabuni badan atau menyabuni peralatan

makan akan membantu menghemat lebih dari 5 galon air per orang per hari.

• Menggunakan baskom, bukan air mengalir, untuk membersihkan alat pencukur

kumis.

• Tidak membuang sampah tisu ke dalam toilet.

• Mandi dengan shower tidak lebih dari 5 menit; ini dapat menghemat tidak kurang dari

10 galon air per orang setiap kali mandi.

• Jika mandi dengan bathtub tidak perlu mengisi penuh bathtub, cukup seperempatnya

saja.

b) Di halaman

• Cukup menyiram tanaman seminggu dua kali pada pagi hari sebelum jam 8 untuk

mengurangi penguapan.

• Cukup menyiram rumput taman saja, tidak perlu menyiram paving di taman.

• Membersihkan jalan atau paving dengan sapu, tidak perlu disiram air.

• Bedakan kuantitas penyiraman untuk jenis tanaman yang membutuhkan banyak air

dan yang tidak membutuhkan banyak air.

• Gunakan sprayer untuk menyiram rumput.

• Mencuci mobil, menyiram tanaman, mencuci peralatan berkebun, memandikan

binatang, membersihkan lantai dan sebagainya menggunakan air dari tong penampung

hujan.

Page 9: Konservasi Air dalam Rumah Tangga: Efisiensi untuk Keberlanjutan

9

• Mencuci mobil menggunakan air dari ember lebih hemat daripada menyemprot.

• Mengecek pipa dan home appliances seperti toilet dan kran secara berkala agar jika

ada kebocoran dapat segera diketahui dan diperbaiki.

• Jika memiliki kolam renang, tutup jika sedang tidak digunakan agar airnya tidak

banyak terbuang lewat penguapan.

B. PERUBAHAN TEKNOLOGI (TECHNOLOGICAL CHANGE)

Ini merupakan metode konservasi air dalam rumah tangga melalui penggantian

produk peralatan rumah tangga konvensional yang umumnya tidak memiliki teknologi hemat

air dengan mengadopsi inovasi produk peralatan rumah tangga baru yang memiliki teknologi

hemat air. Upaya ini terkait dengan kemampuan masyarakat untuk beradaptasi dan

mengadopsi nilai-nilai, praktek-praktek, dan teknologi baru (Sofoulis, Zoë and Williams,

Carolyn, 2008). Dalam konteks ini, peran produk peralatan rumah tangga yang eco-labeling

sangat penting. Secara umum produk eco-labeling dapat meminimalkan pemakaian air.

Produk eco-labeling mungkin mahal, tetapi harganya sepadan dengan penghematan biaya air

dan energy (wellcare® info on Water Conservation, 2003).

Terkait dengan proses adopsi suatu inovasi Everett M. Rogers (1995) menyatakan

bahwa suatu inovasi harus dikomunikasikan melalui berbagai media dalam jangka waktu

tertentu kepada anggota sistem social (masyarakat). Masyarakat sebagai calon pengadopsi

(adopter) suatu inovasi sebelum memutuskan untuk mengadopsi atau tidak mengadopsi suatu

inovasi akan mempertimbangkan aspek-aspek: a) keuntungan yang akan diperoleh (relative

advantage), b) tidak rumit dan mudah digunakan (simplicity and easy to use), c) kesesuaian

dengan nilai-nilai, kebutuhan dan pengalaman pengadopsi (compatibility with existing values

and practices), d) dapat diujicoba terlebih dahulu untuk mengetahui tingkat kepastiannya

(trialability), dan e) hasilnya mudah dilihat (observable results).

Konservasi air melalui pemakaian alat rumah tangga yang hemat air hanya dapat

berjalan jika ada komitmen dari pihak masyarakat, swasta dan pemerintah. Komitmen

masyarakat diwujudkan melalui kesediaan mengadopsi inovasi peralatan rumah tangga yang

memiliki teknologi hemat air. Namun sayangnya saat ini di Indonesia produk eco-labeling

masih langka. Produk yang sudah ada di pasaran merupakan produk import yang harganya

belum terjangkau oleh sebagian besar masyarakat dan mungkin kurang sesuai dengan

kebiasaan masyarakat Indonesia. Saat ini kemungkinan karena sebagian besar masyarakat

Page 10: Konservasi Air dalam Rumah Tangga: Efisiensi untuk Keberlanjutan

10

belum merasa membutuhkannya, namun demikian di masa mendatang seiring dengan

kebutuhan untuk melakukan efisiensi pemakaian air, produk eco-labeling akan menjadi

kebutuhan penting. Terkait hal itu diperlukan kebijakan pemerintah untuk mendorong pihak

swasta agar melakukan riset, pengembangan, dan produksi peralatan rumah tangga hemat air

made in Indonesia yang memiliki atribut inovasi yang sesuai dengan nilai-nilai, kebutuhan,

pengalaman, kebiasaan, dan daya beli masyarakat Indonesia. Sedangkan pihak swasta

(industri) mewujudkan komitmennya melalui kesediaan melakukan apa yang diharapkan

pemerintah berupa riset, pengembangan, dan produksi peralatan rumah tangga hemat air yang

dapat memenuhi kelima aspek yang dipertimbangkan oleh pengadopsi.

Hasil penelitian menunjukkan pemakaian alat rumah yang hemat air dapat menghemat

pemakaian air lebih dari 34% atau setara 45,2 galon air per orang per hari. Itu berarti

menghemat kira-kira 9.000 galon air per orang per tahun (wellcare® info on Water

Conservation, 2003). Berikut ini contoh-contoh inovasi produk peralatan rumah tangga yang

hemat air yang dapat dipertimbangkan untuk diadopsi masyarakat untuk membantu

konservasi air dalam rumah tangga.

Toilet hemat air ini membutuhkan 0,5 galon air per

flush atau hanya 1/3 dibanding kebutuhan air toilet

konvensional. Meskipun harganya mahal, namun

toilet hemat air ini awet dan dapat digunakan

bertahun-tahun (Sharpe & Swistock, 2008).

Composting toilet tidak membutuhkan air karena

menggunakan aerobic decomposition system.

Dibutuhkan pemeliharaan yang baik agar tidak

menimbulkan bau (Sharpe & Swistock, 2008).

Page 11: Konservasi Air dalam Rumah Tangga: Efisiensi untuk Keberlanjutan

11

Mesin cuci model front-loading lebih hemat air, detergent dan energy dibanding dengan model top-loading

(Sharpe & Swistock, 2008). Mesin cuci ini dapat menghemat 12-16 liter/orang/hari (Loh & Coghlan, 2003).

Kepala shower hemat air hanya mengeluarkan 2

galon air per menit, lebih hemat daripada kepala

shower konvensional yang mengeluarkan 3-8 galon

air per menit. Ini dapat menghemat kira-kira 1.000

galon air per tahun per orang (Sharpe & Swistock,

2008).

Kran konvensional mengeluarkan 3-7 galon air per

menit. Kran hemat air hanya mengeluarkan 1,5-2,5

galon air per menit. Ini dapat menghemat kira-kira

2.000 galon air per tahun per orang. (Sharpe &

Swistock, 2008).

C. MEMANEN AIR HUJAN (RAINWATER HARVESTING)

Ini merupakan metode konservasi air dalam rumah tangga dengan cara

mengumpulkan dan menyimpan air hujan. Memanen air hujan merupakan alternative sumber

air yang sudah dipraktekkan selama berabad-abad di berbagai negara yang sering mengalami

kekurangan air (Chao-Hsien Liaw & Yao-Lung Tsai, 2004). Air hujan yang dipanen dapat

digunakan untuk multi tujuan seperti menyiram tanaman, mencuci, mandi dan bahkan dapat

digunakan untuk memasak jika kualitas air tersebut memenuhi standar kesehatan (Sharpe,

William E., & Swistock, Bryan, 2008; Worm, Janette & Hattum, Tim van 2006).

Secara ekologis ada empat alasan mengapa memanen air hujan penting untuk

konservasi air (Worm, Janette & Hattum, Tim van, 2006), yaitu:

Page 12: Konservasi Air dalam Rumah Tangga: Efisiensi untuk Keberlanjutan

12

1. Peningkatan kebutuhan terhadap air berakibat meningkatnya pengambilan air bawah

tanah sehingga mengurangi cadangan air bawah tanah. Sistem pemanenan air hujan

merupakan alternatif yang bermanfaat.

2. Keberadaan air dari sumber air seperti danau, sungai, dan air bawah tanah sangat

fluktuatif. Mengumpulkan dan menyimpan air hujan dapat menjadi solusi saat kualitas air

permukaan, seperti air danau atau sungai, menjadi rendah selama musim hujan,

sebagaimana sering terjadi di Bangladesh.

3. Sumber air lain biasanya terletak jauh dari rumah atau komunitas pemakai.

Mengumpulkan dan menyimpan air di dekat rumah akan meningkatkan akses terhadap

persediaan air dan berdampak positif pada kesehatan serta memperkuat rasa kepemilikan

pemakai terhadap sumber air alternatif ini.

4. Persediaan air dapat tercemar oleh kegiatan industri mupun limbah kegiatan manusia

misalnya masuknya mineral seperti arsenic, garam atau fluoride. Sedangkan kualitas air

hujan secara umum relatif baik.

Memanen air hujan merupakan teknik sederhana, murah dan tidak membutuhkan

keahlian atau pengetahuan khusus namun mendatangkan banyak manfaat. Ada tiga

komponen dasar yang harus ada dalam sistem pemanenan air hujan yaitu: 1) catchment, yaitu

penangkap air hujan berupa permukaan atap; 2) delivery system, yaitu sistem penyaluran air

hujan dari atap ke tempat penampungan melalui talang; dan 3) storage reservoir, yaitu tempat

penyimpan air hujan berupa tong, bak atau kolam. Selain ketiga komponen dasar tersebut,

dapat dilengkapi dengan komponen pendukung seperti pompa air untuk memompa air dari

bak atau kolam penampung. (Worm, Janette & Hattum, Tim van 2006; Chao-Hsien Liaw &

Yao-Lung Tsai 2004).

Kendala yang dihadapi dalam memanen air hujan antara lain frekuensi dan kuantitas

hujan yang fluktuatif serta kualitas air hujan belum memenuhi pedoman standar air bersih

WHO. Ada dua isu terkait kualitas air hujan. Pertama, isu bacteriological water quality. Air

hujan dapat terkontaminasi oleh kotoran yang ada di catchment area (atap) sehingga

disarankan untuk menjaga kebersihan atap. Penampung air hujan juga harus memiliki tutup

agar terhindar dari kotoran. Bacteria tidak dapat hidup di air yang bersih. Lumut dapat hidup

jika ada sinar matahari menembus tong penampung air, oleh sebab itu tong penampung air

hujan sebaiknya dibiarkan gelap dan diletakkan di tempat teduh agar lumut tidak dapat

tumbuh. Kedua, isu insect vector. Serangga dapat berkembang biak dengan meletakkan

telurnya dalam air. Oleh karena itu sebaiknya tong penampung air ditutup rapat untuk

Page 13: Konservasi Air dalam Rumah Tangga: Efisiensi untuk Keberlanjutan

13

menghindari masuknya serangga seperti nyamuk. Ada beberapa metode perlakuan sederhana

dalam pemakaian air hujan, antara lain: merebus air akan mematikan bakteri, menambahkan

chlorine (35ml sodium hypochlorite per 1000 liter air) akan mendisinfeksi air, filtrasi pasir

akan menghilangkan organism berbahaya (Thomas, tanpa tahun). Worm & Hattum (2006)

menyebutkan sekarang dikembangkan teknik SODIS (Solar Water Disinfection) yaitu botol

plastic yang sudah dicat hitam diisi air dan dijemur beberapa jam dengan tujuan untuk

mematikan bacteria dan mikroorganisme dalam air hujan.

Di Taiwan secara tradisional praktek memanen air hujan banyak dilakukan di daerah

yang memiliki persediaan sumber air permukaan atau air bawah tanah yang terbatas (Chao-

Hsien Liaw & Yao-Lung Tsai 2004). Hasil pengamatan penulis menunjukkan di Indonesia

praktek memanen air hujan belum banyak dilakukan meskipun penting sebagai alternative

sumber air. Diperkirakan sebagian besar masyarakat belum menyadari pentingnya memanen

air hujan sebagai salah satu upaya menghemat air akibat kurangnya pengetahuan dan

informasi. Selain itu kemungkinan masyarakat juga merasa yakin tidak akan mengalami

kekurangan air karena secara umum air melimpah di Indonesia. Untuk mengetahui lebih

detail mengenai hal itu tentu perlu dilakukan penelitian secara lebih lanjut. Dari fakta tersebut

dapat disimpulkan bahwa diperlukan peran pemerintah agar praktek memanen air hujan dapat

dilakukan secara luas. Pemerintah perlu melakukan komunikasi, informasi dan edukasi public

agar masyarakat dapat memahami dan terdorong untuk melakukannya di rumah masing-

masing. Jika memanen air hujan dipraktekkan secara luas, maka kekurangan air dapat

dihindari. Berikut ini contoh desain sistem memanen air hujan yang sederhana yang dapat

diterapkan masyarakat pada aras rumah tangga.

Worm, Janette & Hattum, Tim van 2006

Worm, Janette & Hattum, Tim van 2006

Page 14: Konservasi Air dalam Rumah Tangga: Efisiensi untuk Keberlanjutan

14

Sharpe, William E., & Swistock, Bryan, 2008

Sharpe, William E., & Swistock, Bryan, 2008

Sumber: www.google.com/pictures

Sumber: www.google.com/pictures

KESIMPULAN

Untuk memenuhi permintaan air yang persediaannya semakin terbatas, diperlukan

upaya konservasi air. Masyarakat dapat melakukan konservasi air dalam rumah tangga

melalui tiga metode yaitu: a) perubahan perilaku (behavioral change), yaitu efisiensi

pemakaian air dengan cara memperbaiki perilaku pemakaian air; b) (technological change),

yaitu adopsi inovasi peralatan rumah tangga yang memiliki teknologi hemat air; dan c)

memanen air hujan (rainwater harvesting), yaitu menampung air hujan melalui talang untuk

dikumpulkan dan disimpan dalam tong sebagai alternative sumber air. Penerapan ketiga

metode tersebut memerlukan komitmen dari semua pihak terhadap isu keberlanjutan air.

Apabila ketiga metode konservasi air dalam rumah tangga tersebut diterapkan secara

simultan dan berkesinambungan akan dapat membantu memelihara keberlanjutan air dan

keberlanjutan lingkungan sebagai pendukung perikehidupan generasi sekarang dan yang akan

datang. Sebaliknya, apabila kita tidak mau melakukan konservasi air dalam rumah tangga

sejak dini, maka diperkirakan pada tahun 2025 ketersediaan air untuk konsumsi manusia akan

mengalami krisis dalam kuantitas dan kualitasnya, sehingga akan ada 2,6 – 3,1 milyar orang

yang mengalami kekurangan air.

Page 15: Konservasi Air dalam Rumah Tangga: Efisiensi untuk Keberlanjutan

15

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, Barbara A.; Romani, John H.; Phillips, Heston; Wentzel, Marie; Tlabela Kholadi;

2007, Exploring environmental perceptions, behaviors and awareness: water and water

pollution in South Africa, Published online: 19 April 2007, Springer Science+Business

Media, LLC 2007.

Anonim, tanpa tahun, The Water Cycle and Water Conservation.

Aquaterra, 2008, Water and the Environment International Comparisons of Domestic Per

Capita Consumption. Prepared for the Environment Agency. Rio House Waterside Drive,

Aztec West Almondsbury, Bristol BS32 4UD.

Bhawana Upadhyay, 2005, Gendered livelihoods and multiple water use in North Gujarat,

Agriculture and Human Values (2005) 22: 411–420 _ Springer 2005, DOI 10.1007/s10460-

005-3396-6.

Bithas, Kostas, 2008, The sustainable residential water use: Sustainability, efficiency and

social equity. The European experience., Ecological Economics.

Chao-Hsien Liaw and Yao-Lung Tsai, 2004, Optimum Storage Volume of Rooftop Rain

Water Harvesting System for Domestic Use, Journal of the American Water Resources

Association; Aug 2004; 40, 4; Proquest Agriculture Journals pg. 901.

Chiras, Daniel D., 2009, Environmental Science, 8th

Edition, Sudbury, Massachusetts: Jones

and Bartlett Publisher.

OECD, 2008, Promoting Sustainable Consumption: Good Practices in OECD Countries,

www.oecd.org/publishing/corrigenda.

European Environment Agency, 2001, Sustainable water use in Europe. Part 2: Demand

management, www.eea.eu.int.

Gleick, Peter H., 1998, Water in Crisis: Paths to Sustainable Water Use, Ecological

Applications, 8(3), 1998, pp. 571–579, August 1998, The Ecological Society of America.

Jackson, T. 2005. Motivating Sustainable Consumption: A review of evidence on consumer

behaviourand behaviour change. Report to the Sustainable Development Research Network.

Centre of Environmental Strategy, University of Surrey. Guilford, Surrey.

Junfeng Zhang, Denise L Mauzerall, Tong Zhu, Song Liang, Majid Ezzati, Justin V Remais,

2010, Environmental health in China: progress towards clean air and safe water,

www.thelancet.com Vol 375 March 27, 2010.

Loh, Michael and Coghlan, Peter., 2003, Domestic Water Use Study, Water Corporation.

Doug MacKenzie-Mohr, D., Nemiroff, L. S., Beers, L. and Desmeraie, S., 1995,

Determinants of responsible environmental behaviour. Journal of Social Issues. Vol 51. pp

139-156.

McKenzie-Mohr, D., 2000, Promoting Sustainable Behavior: An Introduction to

Community-Based Social Marketing, Journal of Social Issues, Vol. 56, No. 3, 2000, pp. 543–

554.

Nyong, A O., Kanaroglou, P S., 1999, Domestic water use in rural semiarid Africa: A case

study of Katarko village in northeastern Nigeria, Human Ecology; Dec 1999; 27, 4; ProQuest

pg. 537.

Rogers, Everett M., 1995, Diffusion of Innovations, Fourth edition, New York: The Free

Press.

Page 16: Konservasi Air dalam Rumah Tangga: Efisiensi untuk Keberlanjutan

16

Rolls, J. M. 2001. A review of Strategies Promoting Energy Related Behaviour Change.

International Solar Energy Society Solar World Congress. Adelaide, South Australia 25th

November-2nd December 2001.

Samuel U. Ukata, Egbai O. Ohon, Eric J. Ndik*, Ewa E. Eze and Uquetan U. Ibor, 2011,

Cost Analysis of Domestic Water Consumption in Calabar Metropolis, Cross River State,

Nigeria, J Hum Ecol, 36(3): 199-203.

Sharpe, William E. and Swistock, Bryan., 2008, Household Water Conservation, College of

Agricultural Sciences, Agricultural Research and Cooperative Extension College of

Agricultural Sciences, The Pennsylvania State University.

Sofoulis, Zoë and Williams, Carolyn., 2008, From Pushing Atoms to Growing Networks:

Cultural Innovation and Co-Evolution in Urban Water Conservation, Social Alternatives;

Third Quarter 2008; 27, 3; ProQuest Sociology pg. 50.

Staddon, Chad., tanpa tahun, Do Water Meters Reduce Domestic Consumption?

Swiss National Science Foundation (SNCF), 2008, Implementation Plan NRP 61

“Sustainable Water Management”.

Thomas, Terry, tanpa tahun, Rainwater Harvesting: Practical Action, School of Engineering,

University of Warwick, Coventry CV4 7AL, UK.

Wellcare® info on Water Conservation, September 2003. www.watersystemscouncil.org.

WHO (2004), www.who.int.

World Business Council for Sustainable Development (2005), Facts and Trends of Water,

www.wbcsd.org and www.earthprint.com.

Worm, Janette & Hattum, Tim van., 2006, Rainwater Harvesting For Domestic Use,

Agrodok 43, Agromisa Foundation and CTA, Wageningen.

www.google.com/pictures

Xing, Ma; Jianchu, Xu;Jie, Qian, 2008, Water Resource Management in a Middle Mountain

Watershed: A Case Study in Xizhuang, Yunnan, China, Mountain Research and

Development; Aug-Nov 2008; 28, 3/4; ProQuest Agriculture Journals, pg. 286.