Page 1
KONSEP SYARIAH DALAM MENGELOLA BISNIS PERTANIAN
Makalah
Diajukan sebagai Pengganti Ujian Akhir
Ekonomi Manajerial Syariah (EMS)
Dosen : Dr. Yulizar D. Sanrego.
Disusun oleh:
Fajar Adi
(NPM : P.056132123-14EK)
Magister Manajemen Syariah
Program Pascasarjana Manajemen dan Bisnis
Institut Pertanian Bogor
Februari 2014
Page 2
1
I. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Indonesia memiliki potensi ekonomi dari bidang pertanian yang sangat
besar. Hal ini karena Indonesia memiliki potensi ketersediaan lahan yang cukup
besar dan belum dimanfaatkan secara optimal. Berdasarkan kondisi biofisik lahan
(fisiografi, bentuk wilayah, lereng dan iklim), dari 188,2 juta hektar total daratan
Indonesia, lahan yang sesuai untuk pertanian adalah seluas 100,7 juta hektar, yaitu
24,5 juta hektar sesuai untuk lahan basah (sawah), 25,3 juta hektar sesuai untuk
lahan kering tanaman semusim, dan 50,9 juta hektar sesuai untuk lahan kering
tanaman tahunan (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2005).
Namun, potensi yang besar tersebut tidak dapat dioptimalkan untuk
memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Sebagai negara agraris, Indonesia
mengimport beras, sayur-sayuran dan buah-buahan dalam jumlah yang sangat
besar. Pada tahun 2011, Indonesia mengimpor beras sebanyak 800.000 ton
(bisniskeuangan.kompas.com, 2014). Untuk sayur-sayuran, tahun 2010 Indonesia
mengimpor tomat sebanyak 10.429 ton, bawang merah 64.247 ton, bawang putih
367.007 ton, cabe 18.358 ton dan kentang 50.384 ton dan sayuran lainnya
mencapai 266.436 ton (bisniskeuangan.kompas.com, 2014). Untuk impor buah-
buahan, pada tahun 2010 mencapai 601.965 ton dengan nilai 591,68 juta dolar AS
(Medanbisnisdaily.com, 2014).
Hal tersebut diperparah dengan kondisi semakin menurunnya minat untuk
bertani di Indonesia. Jumlah petani pada 2011 turun 2,16 juta orang dan bila
dilihat usia petani saat ini sudah didominasi dengan rentang usia 55-60 tahun
(Bisnis.com, 2014). Dari data tersebut kondisi pertanian sangat mengkhwatirkan
dan perlu adanya para penerus atau regenerasi. Tetapi pada saat sekarang ini
sudah sangat sedikit para pemuda yang memilih bidang pertanian sebagai sumber
mata pencaharian mereka (Maheka, 2011).
Balitbang Pertanian dalam Bachrein (2006) mengatakan bahwa usaha tani
haruslah dipandang sebagai suatu komersial yang otonom, berorientasi pasar dan
bertujuan untuk meraih hasil usaha (laba). Oleh karena itu, petani adalah Manajer
yang bebas dalam mengelola usaha taninya.
Page 3
2
Menurut Sørensen et al (2010), manajer pertanian haruslah dapat
mengelola keuangan, memesan input produksi, mengelola pembayaran gaji/upah
para staf/operator, dan mengelola peralatan dan lahan agar dapat memproduksi
produk pertanian dan menjualnya ke konsumen. Dalam diagram dapat dilihat pada
Gambar 1 berikut ini.
Gambar 1. Situasi saat ini dilihat dari sudut pandang manajer pertanian
dan aktivitas sistem pertanian untuk produksi tanaman.
(Sumber : Sørensen et al., 2010 : p. 43)
Dari Gambar 1. diatas dapat dilihat bahwa manajer pertanian harus
menjalankan konsep manajemen bisnis dalam mengelola bisnis pertanian.
Febianto (2010) mengatakan bahwa dalam setiap kegiatan proses manajemen
bisnis, ada beberapa aspek Syariah yang harus diperhatikan. Kegiatan-kegiatan
yang meliputi: Keuangan, Pemasaran, Sumber Daya Manusia, dan Manajemen
Operasi, harus mengikuti aturan Syariah, disebut Fiqh Muamalah.
Page 4
3
Lebih lanjut Febianto (2010) menyebutkan bahwa Fiqh Muamalah adalah
hukum Islam yang mengatur hubungan antara manusia dan manusia dan semua
tindakan mereka dan interkoneksi (kegiatan apa pun diizinkan kecuali ada
ketentuan yang melarangnya). Senada dengan pendapat tersebut, Muhammad
(2009) dalam penelitiannya yang berjudul ”Label Halal dan Spritualitas Bisnis”
menyimpulkan bahwa nilai fundamental dalam bisnis yang sering terabaikan
adalah nilai spiritual. Lantaran pelaku bisnis terjebak pada adigium, bahwa
wilayah bisnis dan agama adalah wilayah yang berbeda.
Demikian juga dengan bisnis pertanian, merupakan suatu usaha yang tidak
lepas dari etika dan moral bisnis. Oleh karena itu, diperlukan sebuah kajian yang
lebih spesifik tentang konsep Islam (syariah) dalam mengelola bisnis pertanian.
Sehingga berdasarkan berbagai uraian diatas, maka disusunlah makalah ini
dengan judul : ”Konsep Syariah Dalam Mengelola Bisnis Pertanian”.
1.2. Tujuan Penulisan
Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui apa saja konsep syariah yang dapat
digunakan dalam mengelola bisnis pertanian, di lihat dari aspek-aspek fungsi
manajemen bisnis, yaitu aspek keuangan, pekerja (SDM) dan produksi.
1.3. Ruang Lingkup Penulisan
Tulisan ini dibatasi dengan ruang lingkup sebagai berikut :
1. Aspek-aspek fungsi manajemen bisnis dibatasi hanya pada pengelolaan
keuangan, pekerja (SDM) dan produksi dan dikaji secara spesifik dengan
konsep syariah.
2. Aspek pemasaran tidak dikaji dalam tulisan ini, karena secara spesifik
pemasaran syariah merupakan isu yang sedang berkembang saat ini dan
sesuatu yang menarik dikaji secara khusus.
3. Pada aspek pengelolaan keuangan dengan konsep syariah, dibatasi hanya
pada proses untuk mendapatkan pembiayaan usaha.
Page 5
4
II. Tinjauan Pustaka
2.1. Konsep Syariah
Istilah ”Syariah” digunakan untuk menunjukkan penggunaan sistem Islami
dalam melakukan aktivitas ekonomi. Pemberian label “Syariah” pada suatu entitas
bisnis, bukan hanya sekedar klaim pihak pengelola semata, karena “Syariah” oleh
para ahli hukum Islam, diartikan sebagai “seperangkat peraturan atau ketentuan
dari Allah untuk manusia yang disampaikan melalui Rasul-Nya” (Al-Sahdili
dalam P3EI UII, 2013).
Bisnis yang didirikan sesuai syar‟i bertujuan untuk mencapai Falah
sebagai tujuan hidup setiap insan Muslim. Sehingga dalam berbagai aktivitas
pengelolaan bisnis secara Syariah tidak hanya memandang aspek materil, namun
justru lebih ditekankan pada aspek spiritual. Dalam konteks duniawi, Falah
merupakan konsep yang multi dimensi dan memiliki implikasi pada aspek
perilaku individual atau mikro dan perilaku kolektif atau makro (Khan dalam
P3EI UII, 2013).
Maslahah merupakan tujuan antara untuk mencapai Falah. Menurut P3EI
UII (2013) Mashlahah adalah segala bentuk keadaan, baik material maupun non-
material, yang mampu meningkatkan kedudukan manusia sebagai makhluk yang
paling mulia. Menurut As-Syatibi dalam P3EI UII (2013), mashlahah dasar
kehidupan manusia terdiri dari 5 (lima) hal, yaitu agama (dien), jiwa (nafs),
intelektual („aql), keluarga dan keturunan (nash) dan harta (maal).
2.2. Konsep Syariah Dalam Mengelola Bisnis
Febianto (2010) menyimpulkan bahwa bisnis Islam dapat didefinisikan
sebagai segala macam kegiatan bisnis yang tidak terbatas (dalam hal kuantitas)
kepemilikan barang atau jasa termasuk keuntungan, tetapi dapat terbatas dalam
hal cara mendapatkan dan cara penggunaan (sesuai dengan hukum Syariah Islam).
Bisnis Islam yang dikendalikan oleh hukum Syariah cukup jauh berbeda dengan
bisnis non-Islam, dalam hal cara untuk mendapatkan kekayaan dan bagaimana
menggunakannya.
Page 6
5
Antonio (2007) mengatakan bahwa Rasulullah SAW merupakan seorang
pelaku bisnis yang sangat berhasil di zamannya. Ada dua prinsip utama yang patut
dicontoh dari perjalanan bisnis beliau. Pertama, ternyata uang bukanlah modal
utama dalam berbisnis. Kedua, modal utama dalam usaha adalah membangun
kepercayaan dan dapat dipercaya (al-amin).
2.3. Bisnis Pertanian
Pertanian mempunyai arti yang strategis dalam perekonomian nasional,
karena menyediakan kebutuhan paling esensial bagi kehidupan ialah bahan
pangan (Purwanto et al, 2010). Sedangkan wirausaha adalah orang yang pandai
atau berbakat mengenali produk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun
operasi untuk mengadakan produk baru, mengatur permodalan operasinya serta
memasarkannya. (Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Sembara, 2009).
Safarudin dan Faizaty (2010) menuturkan bahwa kewirausahaan juga diharapkan
tidak hanya mampu memanfaatkan keberadaan sumber daya yang ada di sektor
pertanian, namun juga mampu memberikan nilai tambah (value added).
Kewirausahaan berbasis pertanian inilah yang disebut Agricultural Entrepreneur.
Menurut Herman et al. (2008), sektor pertanian hingga kini masih menjadi
andalan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Walaupun terjadi krisis
ekonomi, sektor pertanian telah terbukti menunjukkan pertumbuhan yang positif
dibanding sektor yang lain. Oleh karena itu, sektor pertanian tetap menjanjikan
dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama para petani.
Page 7
6
III. Pembahasan
3.1. Konsep Syariah Islam dalam mengelola Keuangan pada Bisnis
Pertanian
Dalam mengelola keuangan, secara sederhana adalah bagaimana
mengelola dana yang masuk dan dana yang akan digunakan. Untuk mengelola
dana yang akan masuk, tidak terlepas dari pembiayaan dari pihak luar. Menurut
Beik dan Hafiduddin (2008) salah satu permasalahan mendasar yang dihadapi
oleh sektor pertanian di Indonesia, bila ditinjau dari kegiatan manajemen
keuangan yaitu ketersediaan kredit (pembiayaan).
Salah satu akad yang dapat digunakan untuk pembiayaan sektor pertanian
adalah akad salam. Menurut Sabiq (2009), Bai‟ Salam merupakan bentuk jual beli
sesuatu dalam tanggungan yang dijelaskan dengan harga yang dibayar dimuka.
Ulama fiqh menyebutnya dengan istilah bai‟u al-mahâwij, karena Bai‟ Salam
termasuk jenis jual beli yang tidak nyata dan atas dasar tuntutan kebutuhan orang
yang bertransaksi. Bagi yang memiliki uang, dia membutuhkan pembelian barang.
Sementara orang yang memiliki barang, dia membutuhkan uang sebelum barang
tersebut ada ditangannya, untuk dibelanjakannya baik untuk dirinya sendiri dan
bagi tanamannya sampai panen. Untuk orang yang membeli disebut muslim atau
rabbu as-silm. Sementara pembeli disebut muslam ilaih. Barang yang dijual
dinamakan muslam fûh. Dan, alat penukarnya disebut dengan ra‟su as-salam.
Lebih lanjut Sabiq (2009) menyatakan bahwa pemberlakuan salam didasarkan
pada Al-Qur’an, sunnah dan ijma’.
Al-Qur’an Surat Al-Baqarah [2] Ayat 282 :
Artinya : ”Wahai orang-orang beriman! Apabila kamu melakukan utang
piutang untuk waktu yang hendak ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya”.
Page 8
7
Hadits Riwayat Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa
Rasulullah SAW. bersabda : ”Barangsiapa melakukan salaf, hendaknya
dia melakukannya dengan takaran tertentu, dan batas waktu yang
diketahui”.
Menurut Kaleem (2008) kontrak Bai‟ Salam sepenuhnya telah dapat
diterima oleh perbankan modern. Masalah dapat diselesaikan melalui kontrak
Salam paralel dimana bank masuk ke dalam dua kontrak yang terpisah - pertama
dengan penjual dan kedua dengan pembeli komoditas. Kerjanya sebagai penengah
antara kedua pihak. Satu-satunya syarat adalah bahwa kontrak-kontrak dengan
kedua pihak harus sepenuhnya independen satu sama lain. Kaleem (2008)
mengusulkan 2 (dua) model dari salam untuk pembiayaan sektor pertanian
dibawah perbankan Islam (syariah), yaitu:
1. Model 1. Bank Islam menunjuk perantara (middleman) sebagai agen dari
pihak bank. Perantara mengidentifikasi petani potensial dari daerahnya.
Pinjaman tersebut hanya diberikan kepada petani apabila ada rekomendasi
dan jaminan pribadi dari pihak perantara. Bank memberikan kredit
langsung ke petani dan juga mengembangkan sistem umpan balik
langsung untuk memantau tanaman. Bank juga dapat menuntut jaminan
pribadi dari para petani (bila diperlukan). Pada waktu panen, perantara
juga bertanggung jawab untuk mengumpulkan tanaman dari petani,
menjual di pasar dan mengembalikan saham bank sebagai perjanjian.
2. Model 2. Bank Islam dan pabrik (penggilingan) melakukan akad
Deminishing Musyarakah. Kemudian pabrik (penggilingan)
mengidentifikasi petani potensial dilingkungan mereka dan memberikan
merekomendasikan kepada petani agar mendapatkan pinjaman dari bank.
Bank memberikan kredit langsung ke petani dan juga mengembangkan
sistem umpan balik langsung untuk memantau tanaman. Bank juga dapat
menuntut jaminan pribadi dari para petani (bila diperlukan) dan juga
bertanggung jawab untuk mengangkut hasil panen ke pabrik. Setelah hasil
panen telah diterima oleh bank-pabrik maka pabrik akan memberikan
pembagian hasil kepada bank sesuai dengan syarat dan ketentuan yang
telah diperjanjikan.
Page 9
8
Gambar 2.a. Model 1 Skema Salam. Gambar 2.b. Model 2 Skema Salam.
(Sumber : Kaleem, 2008 : p.13) (Sumber : Kaleem, 2008 : p.14)
Ketentuan hukum dalam FATWA DSN MUI No.05/DSN-MUI/IV/2000
Tentang JUAL BELI SALAM adalah sebagai berikut:
Pertama : Ketentuan tentang Pembayaran:
1. Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang,
barang, atau manfaat.
2. Pembayaran harus dilakukan pada saat kontrak disepakati.
3. Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang.
Kedua : Ketentuan tentang Barang:
1. Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang.
2. Harus dapat dijelaskan spesifikasinya.
3. Penyerahannya dilakukan kemudian.
4. Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan
kesepakatan.
5. Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya.
6. Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai
kesepakatan.
Page 10
9
Ketiga : Ketentuan tentang Salam Paralel:
Dibolehkan melakukan salam paralel dengan syarat, akad kedua terpisah dari, dan
tidak berkaitan dengan akad pertama.
Keempat : Penyerahan Barang Sebelum atau pada Waktunya:
1. Penjual harus menyerahkan barang tepat pada waktunya dengan kualitas
dan jumlah yang telah disepakati.
2. Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih tinggi,
penjual tidak boleh meminta tambahan harga.
3. Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih rendah, dan
pembeli rela menerimanya, maka ia tidak boleh menuntut pengurangan
harga (diskon).
4. Penjual dapat menyerahkan barang lebih cepat dari waktu yang disepakati
dengan syarat kualitas dan jumlah barang sesuai dengan kesepakatan, dan
ia tidak boleh menuntut tambahan harga.
5. Jika semua atau sebagian barang tidak tersedia pada waktu penyerahan,
atau kualitasnya lebih rendah dan pembeli tidak rela menerimanya, maka
ia memiliki 2 (dua) pilihan yaitu : (a) membatalkan kontrak dan meminta
kembali uangnya, dan (b) menunggu sampai barang tersedia.
Kelima : Pembatalan Kontrak:
Pada dasarnya pembatalan salam boleh dilakukan, selama tidak merugikan kedua
belah pihak.
Keenam : Perselisihan:
Jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka persoalannya
diselesaikan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan
melalui musyawarah.
3.2. Konsep Syariah Islam dalam Mengelola Pekerja pada Bisnis Pertanian
Aqd al-ijarah adalah prinsip syariah Islam untuk kontrak kerja pribadi
(Azid, 2008). Sabiq (2009) menyebutkan bahwa kata ijarah berasal dari kata ajr
yang berarti imbalan. Dalam syariat, yang dimaksud dengan ijarah adalah akad
untuk mendapatkan manfaat sebagai imbalan. Ijarah (penyewaan) disyariatkan
berdasarkan Al-Qur’an, Sunnah dan ijma’ ulama.
Page 11
10
Al-Qur’an Surat Az-Zukhruf [43] Ayat : 32
Artinya : ”apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami
telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan
dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebahagian
yang lain beberapa derajat, agar sebahagian mereka dapat
mempergunakan sebahagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik
dari apa yang mereka kumpulkan”.
Hadits, Ibnu Majah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW. bersabda :
”Berilah upah kepada pekerja sebelum keringatnya kering”.
Ijma’ para ulama, atas diberlakukannya penyewaan ini, seluruh umat
sudah sepakat. Dan jika ada ulama yang mengingkarinya, maka hal itu
tidak memiliki dasar.
Jalil dan Sabri (2007) menyatakan bahwa Mugharasah (berbagi-tanam),
ini adalah jenis kemitraan pertanian dimana tanah dan tanaman disumbangkan
oleh satu pihak dan pekerjaan penanaman disediakan oleh pihak lain. Menurut
AAOFI, Usmani dalam Jalil dan Sabri (2007) ’joint commercial enterprise‟
('patungan perusahaan komersial') atau kesepakatan bersama oleh dua atau lebih
orang untuk berkontribusi pada modal kemitraan dan berbagi dalam keuntungan
atau kerugian (profit or loss) merupakan kontrak kemitraan (contract
partnership).
Page 12
11
3.3 Konsep Syariah Islam dalam Mengelola Produksi pada Bisnis
Pertanian
Heizer dan Render (2008) menyatakan bahwa Manajemen Operasi
(produksi) merupakan sekumpulan aktivitas yang menciptakan nilai dalam bentuk
barang dan jasa dengan mengubah input menjadi output. Konsep syariah dalam
mengelola input dalam bisnis pertanian, yaitu :
1. Pupuk
Ada dua pilihan untuk mengelola input berupa pupuk dalam
pertanian, yaitu pertanian dengan menggunakan pupuk organik dan pupuk
anorganik. Scialabba dan Hattam (2003) menyebutkan bahwa pertanian
organik (organic agriculture) didefinisikan sebagai proses yang
menggunakan metode yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dari
tahapan produksi pertanian. Oleh karena itu, konsep syariah sangat
diperhatikan dalam pertanian organik ini, karena sangat memperhatikan
keberlanjutan lingkungan. Allah SWT. menciptakan bumi dan seisinya
mempunyai suatu tujuan tertentu. Allah SWT. berfirman dalam Al-Qur’an
Surat Ad-Dukhan [44] Ayat 38-39 :
Artinya : “Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa
yang ada di antara keduanya dengan bermain-main (38); Kami tidak
menciptakan keduanya melainkan dengan haq, tetapi kebanyakan
mereka tidak mengetahui (39)”.
2. Alat-alat Pertanian (Equipment)
Bai‟ al-murabahah merupakan jual beli dengan harga pembelian
ditambah dengan keuntungan yang diketahui (Sabiq, 2009). Jadi alat-alat
pertanian oleh petani dibeli melalui lembaga keuangan syariah dengan aqd
bai‟ al-murabahah. Omar dan Iqbal dalam Kholis (2008) menemukan
bahwa salah satu aplikasi keuangan syariah yang paling poluler adalah
murabahah. Tamkin dalam Kholis (2008) menjelaskan bahwa dalam
Page 13
12
literatur fiqh, legalitas bai‟ al-murabahah tidak dipertanyakan lagi oleh
para ahli hukum.
Sedangkan konsep syariah Islam untuk penyewaan alat pertanian
adalah ijarah. Menurut Bakhtiari (2009), ijarah be sharte tamlik (lease
purchase) adalah mode pembiayaan dari perbankan syariah dengan
membeli properti atau aset lain yang dibutuhkan oleh perusahaan
(pengusaha) dan menyewakan aset tersebut kepada mereka. Harga dari
aset ditentukan pada dasar cost-plus. Jadi dengan aqd al-ijarah be sharte
tamlik, petani dapat menyewa alat pertanian dari lembaga keuangan
syariah, dengan janji dari pihak penyewa (lembaga keuangan syariah)
bahwa aset (alat pertanian) tersebut dapat ditransfer kepemilikannya dari
pihak yang menyewakan kepada penyewa (petani), dengan syarat masing-
masing aqd harus independen.
3. Lahan Pertanian (Field)
Sabiq (2009) menyatakan bahwa, dalam konsep Islam,
menyewakan (al-ijarah) tanah hukumnya boleh. Tanah yang disewakan
harus dijelaskan peruntukkannya, apakah untuk pertanian atau dibangun
(di atasnya) suatu bangunan. Jika penyewaan tanah diperuntukkan
pertanian, maka harus ada penjelasan mengenai tanaman apa yang akan
ditanami di atas tanah tersebut, kecuali jika pemilik tanah mengizinkan
kepada penyewa untuk menanam apapun yang diinginkannya.
Pemilik tanah yang tidak memiliki kemampuan mengelola
pertanian, maka sebaiknya bekerja sama dengan pengusaha tani yang
memiliki kemampuan mengelola pertanian. Menurut Sabiq (2009) ditinjau
dari sisi kebahasaan, muzara‟ah berarti kerja sama untuk menggarap tanah
dengan imbalan dari apa yang dihasilkan oleh tanah yang digarapnya.
Pengertian muzara‟ah dalam pembahasan ini adalah pemberian hak untuk
menanami tanah yang dimiliki kepada orang lain dengan syarat bahwa dia
akan mendapatkan apa yang dihasilkan dari tanahnya, baik setengah,
sepertiga atau lebih banyak dan lebih sedikit dari hasil yang diperolehnya,
sesuai kesepakatan bersama antara orang memiliki tanah dan yang
menggarapnya.
Page 14
13
IV. Penutup
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan Pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan konsep syariah
dalam mengelola bisnis pertanian adalah sebagai berikut :
1. Pada aspek pengelolaan keuangan, pembiayaan atau pendanaan bisnis
pertanian dengan konsep syariah dapat menggunakan akad Salam.
2. Pada aspek pengelolaan pekerja, dengan konsep syariah maka dapat
menerapkan upah (ujrah) yang adil bagi pekerja dan dengan menerapkan
prinsip bagi hasil dengan pekerja (profit and loss sharing).
3. Pada aspek produksi, input dalam proses produksi adalah dengan
menggunakan pupuk organik, pengadaan alat dan mesin pertanian dengan
akad bai‟ murabahah dan untuk pengadaan lahan (bila tidak memiliki
lahan sendiri) dapat dengan akad ijarah (sewa lahan) atau dengan akad
muzara‟ah (bagi hasil tanah garapan).
4.2. Saran
Berdasarkan Pembahasan dan Kesimpulan diatas, maka saran dari makalah
ini adalah sebagai berikut :
1. Dalam mengelola bisnis, khususnya bisnis pertanian, agar meraih tujuan
Falah melalui pencapaian mashlahah yaitu mendapatkan manfaat
(keuntungan dunia) dan berkah (keuntungan akhirat) dari hasil usaha,
maka sebaiknya dalam mengelola bisnis pertanian dapat menggunakan
konsep syariah.
2. Pada penulisan berikutnya disarankan untuk menambahkan aspek
Pemasaran, sebagai salah satu fungsi manajemen. Aspek Pemasaran belum
menjadi bagian dalam penulisan makalah ini karena, konsep pemasaran
syariah masih menjadi topik yang menarik untuk dikaji secara khusus.
Page 15
14
Daftar Pustaka
Antonio, Syafii Muhammad. 2007. Muhammad SAW – The Super Leader Super
Manager. Prophetic Leadership and Management Centre. Jakarta. p.96.
Azid, Toseef. 2008. Appraisal of the Status on Research on Labor Economics in
The Islamic Framework. Bahauddin Zakariya University, Multan.
Pakistan.
Bachrein, Saeful. 2006. Penelitian Sistem Usaha Pertanian di Indonesia. Analisis
Kebijakan Pertanian. Volume 4 No. 2 : 109-130.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2005. Prospek dan Arah
Pengembangan Agribisnis : Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan.
Departemen Pertanian Republik Indonesia. Jakarta.
Bakhtiari, Sadegh. 2009. Islamic Microfinance, Providing Credit to the Poor : a
Case Study of Iran. International Economics Studies Vol. 34. No.1. pp. 99-
107.
Beik, Irfan Syauqi dan Didin Hafiduddin. 2008. Enhancing The Role of Sukuk on
Agriculture Sector Financing in Indonesia : Proposed Model. Islamic
Research and Training Institute- Islamic Development Bank. Saudi
Arabia.
Bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/09/07/17260926/Beras.Impor.Thailand.ak
an.Masuk.Oktober. Diakses pada tanggal 5 Februari 2014.
Bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/05/08/17023953/Impor.Sayuran.Meningk
at. Diakses pada tanggal 5 Februari 2014.
Bisnis.com/articles/jumlah-petani-turun-2-16-orang. Diakses pada tanggal 5
Februari 2014.
Febianto, Irawan. 2010. Shariah Compliant Model of Business Entities. Faculty of
Economic University of Padjadjaran. Bandung.
Heizer, Jay dan Barry Render. 2008. Operation Management. 9th
edition, Prentice
Hall.
Herman et al. 2008. Kapasitas Petani dalam Mewujudkan Keberhasilan Usaha
Pertanian : Kasus Petani Sayuran di Kabupaten Pasuruan dan Kabupaten
Malang Provinisi Jawa Timur. Jurnal Penyuluhan vol. 4 No. 1. ISSN :
1858-2664. Institut Pertanian Bogor.
Page 16
15
Jalil, Abdullah dan Hisham Sabri. 2007. Islamic Equity Financing For SMEs
Development. Fakulti Ekonomi Muamalat Kolej Universiti Islam.
Malaysia.
Kaleem, Ahmad. 2008. Application of Islamic Banking Instrument (Bay‟ Salam)
For Agriculture Financing in Pakistan. Islamic Finance for Micro and
Medium Enterprises. Islamic Research and Training Institute- Islamic
Development Bank. Saudi Arabia.
Kholis, Nur. 2008. Murabahah Mode Of Financing For Micro And Medium Sized
Enterprises: A Case Study Of Baitul Mal Wattamwil (BMT), Yogyakarta,
Indonesia. Islamic Finance for Micro and Medium Enterprise. Islamic
Research and Training Institute Islamic Development Bank dan Centre for
Islamic Banking, Finance and Management Universiti Brunei Darussalam.
Maheka, Lusiana Kurnia. 2011. Dampak Keberadaan Pasar Induk “Puspa Agro”
terhadap Social Ekonomi Keluarga Tani Sayur dan Buah di Desa
Jemundo Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo. Skripsi. Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. Surabaya.
Medanbisnisdaily.com/news/read/2011/08/10/49804/indonesia_kebanjiran_buah_i
mpor/#.Tx-ffmU_lww. Diakses pada tanggal 5 Februari 2014.
Muhammad. 2009. Label Halal dan Spiritualitas Bisnis : Interpretasi atas Bisnis
Home Industry. Jornal Salam Volume 12 No. 2.
Purwanto et al. 2010. Visi Pertanian Indonesia 2030. Departemen Agronomi dan
Hortikultura. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) Universitas Islam
Indonesia (UII) Yogyakarta. 2013. Ekonomi Islam. Raja Grafindo. Jakarta.
Sabiq, Sayyid. 2009. Fiqih Sunnah Jilid 5. Cakrawala Publishing. Jakarta.
Scialabba, Nadia El-hage dan Caroline Hattam. 2003. Organic Agriculture,
Environment and Food Security. FAO. Roma
Sembara. 2009. Analisis Penurunan Minat terhadap Bidang Studi Pertanian
dengan Konsep Kewirausahaan Berbasis Agribisnis sebagai Alternasif
Solusi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sørensen et al. 2010. Conceptual Model of a Future Farm Management
Information System. Computer and Electronics in Agriculture 72(2010)
37-47. Elsevier Allright reserved.