Top Banner
1 Konsep Saujana Kota Magelang Kurun waktu : Ringkasan Disertasi Wahyu Utami 07/261576/STK/84 Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 2013
26

Konsep Saujana Kota Magelang

Apr 23, 2023

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Konsep Saujana Kota Magelang

1

Konsep Saujana Kota Magelang

Kurun waktu :

Ringkasan Disertasi

Wahyu Utami

07/261576/STK/84

Universitas Gadjah Mada

Yogyakarta

2013

Page 2: Konsep Saujana Kota Magelang

2

1. Pendahuluan

1.1 Latar belakang penelitian

1.1.1 Hubungan alam, masyarakat dan budaya dalam perkembangan kota

Interaksi manusia dengan lingkungan alam sebagai manifestasi dari

kesatuan ruang, waktu dan kegiatan di dalamnya, dikenal dengan cultural

landscape (Platcher dan Rossler, 1994; UNESCO, 1994) yang dalam bahasa

Indonesia dikenal dengan istilah saujana. Kamus Besar Bahasa Indonesia

menuliskan arti saujana adalah sejauh mata memandang yang dijelaskan dalam

Piagam Pelestarian Pusaka Indonesia (1993) dengan menggunakan kata pusaka

saujana. Pusaka saujana merupakan gabungan pusaka alam dan budaya dalam

kesatuan ruang dan waktu (Piagam Pelestarian Pusaka Indonesia, 1993).

Keyakinan masyarakat sebagai bagian dari budaya (Rapoport, 1969; Lang,

1982; Veitch, 1995) terhadap kondisi alam mempengaruhi sikap dan tindakannya

(Platcher dan Rossler, 1994). Perubahan terjadi dengan keunikan masing-masing

yang menunjukkan adanya interaksi serta sebagai suatu kesatuan yang tidak

terpisahkan dengan masyarakat sebagai pelaku perubahan (Ashworth, 1991).

Alam telah menginspirasi masyarakat Kota Magelang dalam

mengembangkan kotanya. Tujuh gunung yang mengelilingi lembah Kota

Magelang telah membentuk tempat suci dengan fungsinya masing-masing, yang

didukung dengan tanah yang subur dan strategis karena berada di jalur utama

transportasi. Letaknya yang berada di lembah, memungkinkan terbentuknya

panorama yang indah. Alam dengan potensinya serta kondisi geografis yang unik

telah memberi inspirasi pada masyarakat untuk mengembangkan beberapa fungsi

kota, yaitu terkait bidang pemerintahan, pertahanan atau militer, lahan pertanian

dan perkebunan serta peristirahatan.

1.1.2 Alam dan letak geografis dalam perkembangan Kota Magelang

Alam dan letak geografis menjadi pertimbangan dalam perkembangan kota

(Longstreth, 2008; Morris,1979; Rossi, 1982; Burn and Carol, 1954), yang dalam

Page 3: Konsep Saujana Kota Magelang

3

prosesnya, juga akan dipengaruhi oleh aspek perekonomian (Rossi, 1982).

Perkembangan Kota Yogyakarta tidak lepas dari sumbu filosofis dan sumbu

imajiner yang menjelaskan posisi Kraton dan kotanya sebagai bagian dari tatanan

kosmologis. Kota Istambul berkembang sebagai kota suci yang berada di atas

bukit dengan struktur kota yang dipengaruhi oleh posisinya di persimpangan

Bosphorus dan Laut Marmara (Hough, 1990). Wachau, kota lembah, berkembang

dengan adanya aliran sungai besar dan permukiman di dataran tinggi dengan

perkebunan anggurnya serta Kota Kyoto yang berkembang dengan pemahaman

pada lima pegunungan dan sungainya serta beberapa kota-kota di dunia yang

berkembang karena letak geografisnya. Termasuk dalam kasus ini adalah Kota

Magelang yang berkembang karena letak geografisnya dengan adanya sungai yang

mengalir di sebelah Barat dan Timur kota (Utami, 2001) serta berada di cekungan

gunung yang mengelilinginya (Utami, 2010).

Alam dengan segala potensinya menjadi pertimbangan dalam

perkembangan Kota Magelang. Alam menjadi inspirasi masyarakatnya dalam

membentuk ruang-ruang suci. Lembah, bukit dan sungai berkembang sebagai

ruang-ruang suci. Kesuburan menjadi mengembangkan lahan pertanian dan lahan

perkebunan. Panorama alam menjadi inspirasi masyarakatnya untuk

mengembangkan daerah peristirahatan dan daerah transit untuk menuju beberapa

lokasi wisata yang berada di kaki gunung. Selain itu, posisi yang strategis karena

berada di cekungan beberapa gunung yang membentuk garis linier dengan dua

sungai yang mengapit di Timur dan Barat (Utami, 2001), telah menjadi inspirasi

masyarakat sebagai pusat kegiatan.

Namun seiring dengan waktu, terjadi perubahan masyarakat kota dalam

memandang alam sebagai inspirasi. Beberapa ruang terbuka hijau telah berubah

menjadi pertokoan, sementara beberapa ruang bersejarah dengan potensi

kesuburan tanahnya serta panorama alamnya berubah menjadi perumahan ataupun

pertokoan. Kompleks Rumah Sakit Jiwa Pusat (RSJP) atau Rumah Sakit

Dr.Soeroyo, yang awalnya merupakan kawasan yang mempertimbangkan potensi

alamnya, saat ini sebagian ruangnya terbukanya sudah bergeser menjadi

Page 4: Konsep Saujana Kota Magelang

4

perumahan dan pertokoan. Kawasan di ruas Jalan Bayeman, berawal sebagai

kebondalem dengan keindahan alamnya berkembang sebagai daerah hunian yang

asri dan nyaman, namun sejak tahun 2000 bergeser menjadi daerah yang

berkembang sebagai kawasan perekonomian.

Mengacu pada perkembangan Kota yang terinspirasi oleh alam dengan

perubahan yang terjadi, diperlukan penelitian yang menggali konsep saujana

dalam perkembangan bentuk fisik Kota Magelang. Penelitian ini akan berada

pada ranah ilmu saujana yang akan banyak mengkaji hubungan antara alam,

manusia dan budayanya dengan wilayah administrasi Kota Magelang sebagai unit

amatannya dengan didukung wilayah Kabupaten Magelang sebagai pendukung

unit amatan. Tujuan dari penelitian ini untuk membangun teori lokal terkait

konsep saujana dengan empiris Kota Magelang.

1.2 Tujuan dan Pertanyaan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan konsep saujana Kota Magelang.

Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan tersebut, terdapat beberapa pertanyaan

penelitian, yaitu :

a. Inspirasi alam seperti apakah yang mendasari pembentukan dan

perkembangan kota Magelang?

b. Bagaimana alam memberi inspirasi pembentukan dan perkembangan Kota

Magelang ?

c. Seperti apakah konsep saujana yang bisa dikaji dalam perkembangan kota

Magelang ?

d. Seperti apakah wujud saujana Kota Magelang dengan keunggulannya?

e. Bagaimana karakteristik saujana Kota Magelang mengalami perubahan dan

kesinambungan ?

Page 5: Konsep Saujana Kota Magelang

5

2. Teori Saujana dalam Perkembangan Kota Pusaka

Interaksi masyarakat di dalam lingkungan alamnya dengan budayanya

dijelaskan dalam ranah keilmuan cultural landscape (Plachter dan Rossler, 1994;

UNESCO, 1994) yang dalam bahasa Indonesia dikenal dengan saujana atau pusaka

saujana (Piagam Pelestarian Pusaka Indonesia, 2003). Saujana merupakan

pembentukan dari beberapa kekuatan antara lain fisik alamnya, kultur dan sejarah

unik yang ada pada waktu dan tempat tertentu (Hough, 1990). Saujana merupakan

lingkungan yang terkait dengan kegiatan manusia yang dibentuk oleh aspek

ekologi, sosial ekonomi dan pola budayanya (Bernd von Droste, 1995; Egan, 2003;

Farina, 2000; Fowler, 2000; Hough, 1990; Konold, 2007; Longstreth, 2008).

Cultural landscape merupakan gambaran evolusi kehidupan manusia dari

waktu ke waktu dengan didukung oleh pengaruh batasan fisik ataupun sosial,

ekonomi dan budaya (World Heritage Committee, 1992). Kehidupan manusia

sebagai pelaku kegiatan dalam mengubah lingkungan membutuhkan lingkungan

yang dipengaruhi oleh perkembangan pemikiran dan budaya. Cultural landscape

dibentuk oleh sekelompok budaya yang ada dengan budaya sebagai pengantar

manusia untuk melakukan kegiatan di alam (Sauver, 1995).

Gambar 1. Konsep Saujana

(Sumber : Utami & Ikaputra, 2009)

Masyarakat membentuk lingkungan sebagai perwujudan adanya interaksi

manusia pada alamnya (Buggey, 2000; Fowler, 2000; Jessica Brown, 2005)

dengan budaya menghuni (living cultures) yang merupakan bagian tak terpisahkan

Page 6: Konsep Saujana Kota Magelang

6

dengan perkembangan pemikiran masyarakat dalam menyikapi alam (Bernd dkk,

1995) yang akan menghasilkan suatu karakter yang unik di setiap tempat (Burns

dan Khan, 2005; Asworth dkk, 2007 dan Asworth, 2010). Perubahan peradaban

cepat ataupun lambat mempengaruhi ruang yang sudah terbentuk dengan

pertimbangan perekonomian. Lingkungan yang berubah akan diikuti perubahan

kegiatan (Hough, 1990; Rapoport, 1977; Russell Veitch, 1995).

ICOMOS, 2008 menjelaskan tentang keragaman perwujudan interaksi

manusia dan lingkungan alamnya secara berkelanjutan dengan karakteristik

budayanya dan potensi alamnya sebagai pembentuk hubungan spiritual dan budaya

(ICOMOS, 2008). Kegiatan manusia dipengaruhi oleh keyakinan dan pandangan

hidup yang ada dalam diri manusia (Fowler, 2000; Longstreth, 2008; Rapoport,

1969; Lang, 1982). Perbedaan cara pandang akan menghasilkan perbedaan cara

memperlakukan alam (Hassan, 2000; Jessica Brown, 2005; Sirisrisak, 2009).

3. Eksplorasi dalam Penelitian Konsep Saujana

3.1 Eksplorasi untuk merumuskan konsep saujana Kota magelang

Konsep saujana Kota Magelang dirumuskan setelah dilakukan eksplorasi

yang terkait dengan (1) sejarah dan perkembangan ruang fisik bentuk kota

Magelang; (2) inspirasi alam yang mendasari perkembangan kota dan (3) konsep

saujana yang berkembang dengan mengacu pada tahap pertama dan kedua.

Penekanan dalam penelitian ini tidak hanya mengamati fenomena lapangan

yang terjadi saat ini, namun juga mengungkap masa lalu. Oleh karena itu dilakukan

dua tahapan untuk penggalian data dari lapangan untuk melihat kondisi saat ini

yang ditarik ke kondisi masa lalu untuk membandingkan dan melengkapi data

perkembangan ruang yang dilakukan dengan pendekatan historical reading.

Historical reading dilakukan dengan melihat perkembangan ruang sejak Kerajaan

Mataram Kuno sampai saat ini, yang mengacu pada dokumen dan artefak serta

melihat fenomena saat ini untuk mendukung penjelasan dokumen dan artefak.

Verifikasi data dilakukan untuk mendapatkan temuan yang dapat

menjelaskan konsep yang terjadi. Data lapangan dalam penelitian ini, mempunyai

posisi yang sejajar dengan data tekstual, bahkan data lapangan tersebut bisa

Page 7: Konsep Saujana Kota Magelang

7

diposisikan sebagai bagian dari teks. Pendekatan secara tekstual tersebut mampu

mengeksplorasi makna ataupun pesan yang tersirat dengan kondisi yang rigid yang

disebabkan adanya pengulangan data (Berg, 2001).

Kajian membangun teori terfokus melalui penggalian data untuk

memperkuat hasil temuan. Kedudukan teori yang digunakan sebagai langkah awal

hanya untuk memperkaya pemahaman saat ke lapangan dan dijadikan landasan

adanya teori yang mengikat dalam meneliti interaksi manusia. Kebenaran yang

ada dibangun dalam setiap tahapan.

3.2 Kerangka Pemikiran Penelitian

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Penelitian

TEORI – TEORI

Teori budaya

Teori embrio da

perkembangan kota

Teori kota pusaka

Teori saujana

Latar Belakang Penelitian

Hasil temuan Utami, 2001

Magelang sebagai kota

bersejarah dengan keunikan

pada alam dan elemen

dominannya

Pemugaran bangunan pusaka

dan rusaknya nilai pusaka di

beberapa kawasan di

Magelang (2007)

Pembangunan kota yang tidak

berfokus pusaka saujana yang

dimiliki (2007)

Setting Terhadap Alam

DATA 2007 - 2010

Empirik lapangan Dokumen bersejarah Peta perkembangan ruang kota

Inspirasi Alam

Konsep Saujana

Page 8: Konsep Saujana Kota Magelang

8

4. Setting Kota Magelang

Kota Magelang, Jawa Tengah terletak di ketinggian kurang lebih 375 dpl

yang berada di cekungan gunung yang mengelilinginya, yaitu Gunung Merapi,

Merbabu, Prahu, Telomoyo, Sindoro, Sumbing dan Andong. Terdapat Bukit Tidar

di sebelah Selatan kota, yang dipercaya secara turun temurun oleh sebagian

masyarakat Kota Magelang dan sekitarnya sebagai paku pulau Jawa atau pakuning

Jawa (Kussendracht, 1841; Aa, 1851; Buddingh, 1859; Pemerintah Magelang,

1936; Veen, 196; Soekimin, 1988), serta terdapat Pegunungan Menoreh di sebelah

Barat. Terdapat dua sungai besar mengalir sebagai pembatas kota, yaitu Sungai

Progo di sebelah Barat dan Sungai Elo di sebelah Timur.

Gambar 3. Posisi Kota Magelang dengan tujuh gunungnya

(sumber : digambar ulang dari Kaart van De residentie Kadoe 1855)

Cekungan lembah

Magelang seperti

kedung/palung

Kota Magelang

Lembah Magelang seperti kedung/palung

Kota Magelang

Gunung-gunung yang mengelilingi Kota Magelang

telah membentuk keyakinan, a set of belief, pada

masyarakatnya untuk mengembangkan ruang kota.

Sungai Elo Sungai Progo

Bukit Tidar

Sungai Elo Sungai Progo

Page 9: Konsep Saujana Kota Magelang

9

Setting yang mengacu pada perkembangan ruang kota Magelang, dapat

dibuat periodisasi yaitu :

1. Setting pada periode kerajaan

a. Periode Kerajaan Mataram Kuno, 732 – 927 M, setting lembah

Magelang dengan beberapa desa yang terbentuk di dalamnya

b. Periode Kehancuran Mataram Kuno, pasca 929 M, setting lembah

Magelang saat terjadinya perpindahan pusat kerajaan Mataram Kuno

c. Periode Kerajaan Demak, abad 14, setting lembah Magelang yang

digunakan sebagai gudang makanan karena kesuburannya serta lokasi

yang strategis

d. Periode Kerajaan Mataram Baru, abad 15, setting kebondalem Sunan

Surakarta di Kademangan Magelang sebagai gudang beras dan tempat

istirahat

2. Setting Kota pada periode kolonial

a. Periode Inggris, setting distrik Magelang pada saat pemerintah Inggris

membangun beberapa elemen dasar kota pada tahun 1810

b. Periode Belanda, setting ruang kota pada periode Belanda

mengembangkan Distrik Magelang sebagai kota militer, pemerintahan,

perkebunan dan peristirahatan

c. Periode Jepang, setting ruang kota pada periode pemerintahan Jepang

menggunakan Kota Magelang sebagai kota pertahanan

3. Setting periode Kota Magelang setelah Indonesia merdeka tahun 1945

a. Periode perjuangan fisik, tahun 1945 – 1950, setting ruang kota setelah

kemerdekaan dan saat terjadinya agresi militer II di Kota Magelang

b. Periode perbaikan fisik, tahun 1950 – 1980, setting ruang kota pada

masa pengembangan lebih mengacu pada kota taman

c. Periode kota jasa dan transit, tahun 1980-2000, setting ruang kota saat

mulai mengalami perubahan dalam menata ruang kota

d. Periode kota perekonomian, tahun 2000 – 2010, setting ruang kota

yang dibentuk karena pertimbangan perekonomian

Page 10: Konsep Saujana Kota Magelang

10

Tujuh gunung telah menjadi inspirasi masyarakat untuk mengembangkan

kota dengan beberapa fungsi, yaitu sebagai tempat melakukan sembayang, sebagai

kota pemerintahan, kota pertahanan, kota perkebunan dan kota peristirahatan.

Gambar 4. Tujuh Gunung sebagai pembentuk kesucian

Gambar 5. Tujuh Gunung sebagai pembentuk kesucian dan kesuburan lembah

Gambar 6. Alam sebagai setting pembentuk Kota Magelang pada periode kolonial

Bentukan dari kaki gunung

aliran air dr gunung Tujuh Gunung Sungai

Bukit

Lembah

SUCI

Bukit disucikan

untuk menyembah

dewa

Lembah disucikan

dan dijadikan

tempat tinggal

Sungai disucikan

sbg sumber

kehidupan

Tujuh Gunung

KESUCIAN KESUBURAN

Tempat ibadah

Tempat pemujaan Sawah Permukiman

Magelang

lembah

7 GUNUNG

STRATEGIS

GUDANG BERAS

ALAM INDAH

Pusat Kegiatan

Kota Pemerintahan

Militer

Permukiman

Pabrik Hasil

Perkebunan

Peristirahatan Peristirahatan

LOKASI

DATAR

Page 11: Konsep Saujana Kota Magelang

11

Gambar 7. Setting Kota Magelang

(sumber : Utami 2012)

Panorama gunung

tercipta dari Kota

Magelang sebagai

cekungan dari beberapa

gunung

Gunung-gunung membentuk

cekungan strategis yang

dijadikan jalur utama

menghubungkan beberapa

wilayah

Gunung-gunung

membentuk daerah yang

subur yang bisa

dijadikan lahan pertanian

dan perkebunan

Masyarakat meyakini

kesucian gunung, serta

meyakini lembah yang

dikelilingi gunung sebagai

lembah yang suci serta

kesucian Bukit Tidar sebagai

bagian dari alam

Page 12: Konsep Saujana Kota Magelang

12

4.2 Bentuk Fisik Kota Magelang

Beberapa desa kuno (wanua), Tuk Mas, Mantyasih (Meteseh), Poh

(Dumpoh) dijadikan acuan dalam melihat perkembangan awal ruang kota

Magelang. Desa-desa tersebut berkembang sebagai bagian dari wilayah kota

kerajaan dan menjadi bagian dari perkembangan ruang kota kolonial dan saat ini

sebagai daerah permukiman. Pergeseran pusat kegiatan yang berawal dari desa di

sepanjang Sungai Elo dan Progo ke daerah yang lebih datar (pusat kota saat ini)

memberi potensi berkembangnya ruang-ruang kota. Beberapa fungsi kota

dikembangkan karena terinspirasi oleh alam yang memberi keyakinan pada

masyarakatnya sebagai pembentuk tempat yang suci, tanah yang subur, tempat

yang sesuai untuk menikmati keindahan alam serta tempat yang sesuai sebagai

pusat kegiatan.

Gambar 8. Perpindahan Pusat Kegiatan pada Periode Kerajaan Mataram Kuno

(Meteseh) dan Mataram Baru (Desa Magelang)

(sumber : analisa, 2011)

1 Tuk Mas

2 Meteseh 3 Desa

Magelang

Page 13: Konsep Saujana Kota Magelang

13

v

Gambar 9. Perkembangan fisik Kota Magelang terinspirasi oleh alam

(sumber : analisa, 2012)

Alam membentuk Kota Magelang sebagai bagian

dari wilayah yang suci dengan didukung

kesuburan dan panorama yang terbentuk serta

letak yang strategis di lembah gunung

Pertanian/Perkebunan

Lahan Terbangun

Pusat kota

Perkembangan

kebun sebagai bagian dari

kademangan

Kademangan dikembangkan di

daerah strategis dan

mempunyai view ke

alam

Pusat kota dikembangkan

di daerah

strategis

Tangsi Inggris berkembang di

lokasi dengan view

yang indah

Lahan terbangun

semakin berkembang

seiring pembangunan kota berbasis

perekonomian

Page 14: Konsep Saujana Kota Magelang

14

5. Konsep Saujana Kota Magelang

Mengacu pada hasil pembahasan, terdapat empat konsep yang diyakini oleh

masyarakat kota dan dijadikan inspirasi dalam perkembangan kota, yaitu kesucian,

kesuburan, keindahan dan kestrategisan. Tabel 1 dibawah ini, menunjukkan adanya

kesinambungan dengan beberapa perubahan yang terjadi.

Tabel 1. Kesinambungan dengan perubahan pada konsep Saujana Kota Magelang

PMK MK KMK D&P MB I BLD

I

BLD

II

BLD

III J Pj.F PF J&T P

SUCI

SUBUR

INDAH

STRATEGIS

Keterangan Periode Waktu. MK : Mataram Kuno; KMK : Kehancuran Mataram Kuno; D&P : Demak dan Pengging; MB : Mataram Baru; I : Inggris;

BLD I : Belanda Periode I; BLD II : Belanda Periode II; BLD III : Belanda Periode III; J : Jepang ; Pj.F : Perjuangan Fisik; PF : Perbaikan Fisik; J&T : Jasa dan Transportasi; P : Perekonomian

Keterangan Warna :

Perubahan warna biru ke merah : terjadi perubahan cara pandang dalam melihat konsep (konsep suci)

Perubahan ke warna biru ke biru yang lebih muda : konsep semakin melemah dan ditinggalkan (konsep subur dan indah)

Perubahan ke warna biru ke biru yang lebih tua : konsep semakin menguat (konsep strategis)

(Sumber : analisa, 2012)

Robertson dan Richards (2003) menjelaskan perubahan sebagai proses dan

produk kehidupan budaya masyarakat yang mempengaruhi bentuk kota sebagai

hasil atau cipta karya manusianya yang selalu bergerak dinamis (Longstreth, 2008;

Cuthbert, 2006). Pemikiran dipengaruhi budaya sebagai bagian dari rekonstruksi

budaya (Robertson dan Richards, 2003; Asworth,1991).

Gambar 10. Alam menjadi inspirasi masyarakat dalam mengembangkan kota

Page 15: Konsep Saujana Kota Magelang

15

Gambar 11. Alam sebagai inspirasi masyarakat dalam mengembangkan kota

(sumber : Utami, 2011)

Gunung

pembentuk keindahan

Gunung

pembentuk kestrategisan

Gunung

pembentuk kesuburan

Gunung

pembentuk kesucian

Bukit yang berada di

kelilingi gunung

pembentuk kesucian

Gunung

pembentuk kesucian

Gunung

pembentuk keindahan Gunung

pembentuk kesuburan

Gunung

pembentuk kestrategisan

Gunung yang mengelilingi Kota Magelang

membentuk tanah yang subur di lembah, serta

membentuk keindahan yang bisa dilihat dari

Kota Magelang

Lembah Magelang terbentuk sebagai lembah

strategis karena berada di cekungan gunung-

gunung yang mengelilinginya

Page 16: Konsep Saujana Kota Magelang

16

6.2.1 Kesucian

Kesucian merupakan konsep yang mempengaruhi perkembangan beberapa

desa pada periode Kerajaan Mataram Kuno yang sampai saat ini masih menjadi

bagian dari keyakinan masyarakat. Masyarakat mengembangkan daerah

permukiman sebagai bagian dari kesucian alam. Konsep tersebut telah membentuk

beberapa ruang yang ada sampai saat ini. Kesucian alam dengan ritualnya akan

mempengaruhi masyarakat pada saat mengekspresikan ruang dan waktu, yang

akhirnya akan berdampak pada karakter kawasan yang ada (Waterson, 1990;

Rapoport, 1977). Sauer (1925) dan Rapoport (1969;1977) bahwa budaya akan

menjadi penghubung pemikiran yang berdampak pada pembentukan karakter

kawasan. Kesucian yang diyakini di Kota Magelang mengacu pada (1)

pengkultusan bukit karena kekuatannya; (2) pengkultusan karena adanya makam

yang dikeramatkan; (3) pengkultusan karena sebagai tempat pertama syiar agama

Islam dan (4) keyakinan sebagai pencegah bencana alam (banjir).

Gambar 12. Ruang yang terbentuk karena adanya kesucian

Bukit Tidar

Meteseh

Dumpoh

Tuk Mas

Perkampungan

di sekitar Tidar

Page 17: Konsep Saujana Kota Magelang

17

Beberapa kawasan ataupun desa yang terinpirasi oleh kesucian alam, yaitu

(1) Bukit Tuk Mas (Sarkar 1969:197; Degroot 2010:100, wawancara masyarakat

setempat, 2009); (2) Bukit Tidar yang diyakini sebagai pakuning Pulau Jawa

dengan didukung ritual-ritual yang dilakukan masyarakat setempat dan masyarakat

yang meyakini kesuciannya; (3) Kampung Meteseh dan Dumpoh yang awalnya

merupakan permukiman pada periode Kerajaan Mataram Kuno dan saat ini

menjadi salah satu kampung yang menyelenggarakan ritual walaupun tidak rutin

sebagai bagian dari kehidupan alam yang dikelilingi gunung.

Gambar 13. Alam membentuk Bukit Tuk Mas sebagai daerah yang disucikan

(foto : Utami, 2011)

Tempat Dewa

Tempat Dewa

Bukit disucikan karena berada di tempat

yang lebih tinggi daripada sekitarnya

dan dikelilingi gunung suci

Bukit Tuk Mas

digunakan sebagai

tempat untuk berdoa

Prasasti Tuk Mas

View dari Bukit Tuk Mas tahun 2012

Page 18: Konsep Saujana Kota Magelang

18

Gambar 14. Alam membentuk Bukit Tidar sebagai bukit suci

(foto : Utami, 2011)

6.2.2 Kesuburan

Pemikiran manusia sebagai proses dalam berbudaya telah mempengaruhi

dalam bertindak dengan alam sebagai salah satu pembentuk (Robertson dan

Richards, 2003). Kesuburan yang terbentuk di lembah Kota Magelang khususnya

dan dataran Kedu pada umumnya telah mendorong masyarakatnya untuk

membentuk lahan pertanian dan perkebunan, yang lambat laun digantikan dengan

ruang-ruang terbuka hijau dan taman kota. Namun dalam periode sepuluh tahun

terakhir, terjadi degradasi pemikiran atas potensi ini. Masyarakat dan pembuat

kebijakan cendrung untuk menggeser potensi tersebut dengan pertimbangan aspek

perekonomian. Beberapa ruang yang terbentuk karena terinspirasi oleh potensi

alam yang ada yaitu (1) Lembah Sungai Elo dan Progo yang awalnya sebagai lahan

pertanian (Darmosoetopo, 1988); (2) sepanjang Kawasan Kebondalem, yang

diawali sebagai lahan pertanian yang saat ini bergeser sebagai daerah permukiman;

(3) lahan di tepi sungai dan lembah sebagai daerah pengolahan hasil pertanian dan

perkebunan serta (4) taman kota, salah satunya Taman Kyai Langgeng.

Bukit Tidar disucikan

karena dianggap sebagai

Paku Pulau Jawa

Bukit Tidar berada di lembah yang dikelilingi gunung

Simbol kesucian

yang diyakini masyarakat

pada Bukit Tidar

Tugu 3S Salah satu makam untuk berdoa

Page 19: Konsep Saujana Kota Magelang

19

Gambar 15. Pergeseran lahan pertanian menjadi permukiman

(sumber : Utami, 2012)

Gambar 16. Lahan pertanian, perkebunan dan Kebon dalem

(Sumber : Utami, 2012)

Gambar 17. Lahan pertanian – perkebunan dan pabrik pengolahannya

(sumber : utami, 2012)

Gambar 18. Taman Kyai Langgeng dengan kesuburan tanahnya

(sumber : utami, 2012)

Lembah sebagai lahan pertanian

Lembah sebagai lahan pertanian

Permukiman

Lembah sebagai daerah permukiman

dan pusat perekonomian

Permukiman Pertanian

Pertanian

Perkebunan

Permukiman

Pertanian

Pabrik Pabrik

Permukiman

Pertanian Pertanian

Pertanian Pertanian

Pertanian

Pertanian

Tanah yang subur menjadi pertimbangan dijadikan sebagai labolatorium terbuka untuk tanaman

Page 20: Konsep Saujana Kota Magelang

20

6.2.3 Keindahan

Gunung sebagai batas pandang tak terbatas menjadi inspirasi masyarakat

mengembangkan kota, walaupun saat ini sudah terjadi degradasi. Ada beberapa

kawasan di Kota Magelang yang masih bisa menjadi tempat untuk menikmati

pemandangan alam yang indah, yaitu di Kwarasan dan di Kompleks Karesidenan

dengan pemandangan alam ke arah Barat kota. Hal ini seperti dikatakan Rapoport

(1969,1977) bahwa pemikiran manusia akan mempengaruhi setting lingkungannya.

Gambar 19. Kompleks Karesidenan dan sekitarnya dengan panorama yang indah

(foto : Utami, 2010)

6.2.4 Kestrategisan

Letak strategis yang berada di jalur transportasi air dan darat menjadi

inspirasi masyarakat dalam mengembangkan daerah sebagai pusat kegiatan.

Cekungan dari beberapa gunung, membentuk daerah datar. Posisi dan bentuk

geografisnya membentuk kota sebagai kota pemerintahan, kota militer serta kota

perekonomian. Beberapa fungsi kawasan bergeser seiring dengan tuntutan

perekonomian dan berdampak pada melemahnya pemanfaatan potensi alam.

Page 21: Konsep Saujana Kota Magelang

21

6.2 Kesinambungan dan Nilai Keunggulan Konsep Saujana Magelang

Konsep saujana yang ditemukan dengan cara mengeksplorasi inspirasi alam

yang ada dalam perkembangan Kota Magelang merupakan konsep continuity with

change. Yang dimaksud dengan continuity with change adalah keempat konsep itu

merupakan konsep yang bersinambungan walaupun terdapat perubahan cara

memandang konsep tersebut yang dipengaruhi oleh budaya masyarakatnya dan

pengaruh kebijakan pemerintah yang berkuasa. Keempat konsep yang terbentuk,

menunjukkan ekspresi masyarakat sebagai bagian dari tata kehidupan. Bentuk dan

orientasi kawasan serta bentuk dan orientasi bangunan menjadi bagian dari tata

kehidupan masyarakat.

Kesinambungan dengan perubahan yang terjadi merupakan benang merah

dalam melihat pusaka saujana yang terbentuk di Kota Magelang sebagai bagian

kehidupan yang terbentuk oleh tujuh gunung. Kondisi kota yang saat ini

merupakan bagian dari kesinambungan dengan perubahan masyarakatnya.

Perubahan kemungkinan terjadi karena adanya perubahan pemikiran pada saat

masyarakat beradaptasi dengan lingkungannya dan mencoba untuk mengubahnya

sesuai dengan keinginannya (Longstreth, 2008). Perubahan yang sudah terjadi,

yang sedang terjadi dan yang akan terjadi akan terus mempengaruhi pusaka

saujana (Kanki, 2012; Fatimah, 2012; Rahmi, 2012).

Keunggulan dari Kota Magelang terletak pada wujud kota. Adanya

keempat konsep yang terbentuk, menunjukkan ekspresi masyarakat dalam

continuity with change sebagai bagian dari tata kehidupan. Walaupun di satu sisi

nilai keunggulan ini akan mengalami penurunan karena adanya degradasi kualitas

pemikiran yang disebabkan oleh budaya dan pemikiran pembuat kebijakan,

investor dan masyarakat dalam menghubungkan kepentingan perekonomian

dengan potensi alam. Beberapa keunggulan Kota Magelang antara lain yaitu :

1. Kota Magelang yang berada di lembah tujuh gunung yang mengelilinginya

dengan masing-masing mempunyai peran, merupakan suatu setting yang

sangat unik.

Page 22: Konsep Saujana Kota Magelang

22

2. Kota Magelang yang berkembang dengan diawali lembah sungai yang suci

merupakan mahakarya manusia dalam melihat potensi alam sebagai bagian

dari tata kehidupannya.

3. pemikiran pada potensi alam yang didukung berbagai peristiwa yang

terjadi, mendorong masyarakat dalam membentuk lingkungan kotanya

4. sejarah panjang yang terjadi dapat memberikan pembelajaran pada pembuat

kebijakan, investor dan masyarakat sebagai inspirasi pengembangan

selanjutnya dengan berdasarkan fenomena yang ada

5. masyarakat sebagai bagian dari kehidupan mencerminkan adanya suatu

tatanan kehidupan yang selalu beradaptasi terhadap alam dengan penerapan

pada skala ruang yang lebih besar (regional) ataupun dalam skala ruang

yang lebih kecil (kota) serta kawasan

Perubahan lingkungan yang terjadi sebaiknya tetap mengacu pada potensi

alam yang ada (Sauver, 1995; Lang, 2005). Potensi dengan keunikan tetap bisa

dipertahankan sebagai karakter yang mampu menjadi pusaka kota (Asworth,1991).

7. Kesimpulan

Berdasarkan hasil eksplorasi dan analisa, didapatkan beberapa kesimpulan,

yaitu :

1. Alam dengan tujuh gunung yang mengelilingi kota, dua sungai yang

mengalir Utara Selatan serta lembah sebagai bentukan dari tujuh gunung

dan sungai menjadi inspirasi bagi masyarakat yang tinggal di Kota

Magelang dalam membentuk ruang dan bangunan sesuai dengan fungsi

masing-masing

2. Ada empat temuan konsep saujana Kota Magelang yang menunjukkan

adanya interaksi masyarakat dengan alam kota yang telah mempengaruhi

bentuk ruang kota dan bentuk bangunan, yaitu :

Page 23: Konsep Saujana Kota Magelang

23

Kesucian, menggambarkan kesucian yang dibentuk oleh tujuh gunung

yang mengelilingi Kota Magelang, didukung dengan dua sungai

mengalir dan tanah yang subur dan panorama yang indah

kesuburan, menggambarkan tanah yang subur di Kota Magelang dan

sekitarnya sebagai inspirasi dikembangkannya lahan pertanian dan

perkebunan, walaupun saat ini terjadi pergeseran pada potensi tersebut

yang dipengaruhi oleh pertimbangan perekonomian kota

keindahan, menggambarkan keindahan panorama yang diciptakan oleh

gunung, kaki gunung, sungai dan bukit yang menjadi inspirasi

dikembangkan sebagai kota peristirahatan, yang seiring dengan waktu

terjadi pergeseran dalam memanfaatkan potensi tersebut

kestrategisan, menggambarkan letak Kota Magelang yang berada di

cekungan gunung, terbentuk jalur strategis Utara-Selatan, yang menjadi

inspirasi dalam mengembangkan pusat aktivitas dan pertahanan

3. Alam Kota Magelang memberi inspirasi pada perletakan kawasan dan

bangunan, orientasi kawasan dan bangunan serta bentuk kawasan dan

bangunan di setiap lokasi dengan keunggulan lokasi dan fungsinya masing-

masing

4. Beberapa kawasan mengalami perubahan orientasi dan bentuk bangunan

yang menunjukkan adanya perubahan masyarakat dalam melihat alam

sebagai inspirasi yang dipengaruhi baik oleh masyarakatnya sendiri,

pemerintah sebagai pembuat kebijakan dan investor dengan beberapa

kepentingan.

5. Alam sebagai inspirasi mengalami penurunan makna yang diperlihatkan

dengan adanya perubahan orientasi kawasan dan bentuk bangunan karena

alasan kepentingan ekonomi. Keindahan sebagai keunggulan kawasan

ditinggalkan dengan diikuti perubahan fungsi kawasan. Perubahan fungsi

kawasan yang tidak mempertimbangkan alam sebagai keunggulan, menjadi

penghalang bagi kawasan lain untuk menikmati keindahan alam, sehingga

mempengaruhi bentuk dan orientasi bangunan baru lainnya.

Page 24: Konsep Saujana Kota Magelang

24

6. Keindahan alam yang awalnya membentuk Kota Magelang sebagai tempat

beristirahat, sudah tidak menjadi pertimbangan dalam pengembangan kota

dan telah terbentuk identitas baru yaitu Kota Magelang sebagai kota

perekonomian.

Kesimpulan penelitian ini adalah masyarakat yang pernah tinggal di Kota

Magelang meyakini alam dengan tujuh gunung dan elemennya (sungai, bukit dan

kaki gunung) yang menginspirasi perkembangan Kota Magelang dengan ekspresi

pada bentuk ruang dan bangunan. Dengan membandingkan konsep saujana

yang ditemukan di Kota Magelang dengan kota-kota lain, serta didukung oleh

beberapa teori saujana, menghasilkan beberapa generalisasi teori, yaitu :

1. Saujana perkotaan terbentuk karena adanya interaksi manusia dengan alam

yang terekspresi pada bentuk ruang maupun bentuk bangunan

2. Pada umumnya, saujana perkotaan mempunyai nilai yang unik pada alam

yang membentuknya (gunung, pegunungan, sungai, bukit, perbukitan,

lembah, kaki gunung)

3. Perubahan budaya dan cara pandang perekonomian, sebaiknya tidak

menurunkan nilai-nilai keunggulan saujana. Pengelolaan dalam

kesinambungan konsep yang sudah terbentuk menjadi aspek penting dalam

menjaga keunggulan dengan tetap mempertimbangkan alam sebagai

inspirasi dalam pengembangan kota.

Page 25: Konsep Saujana Kota Magelang

25

Daftar Referensi

1. Buku

Veen, AN van der (1965). Zo Was Het in Magelang

Aa, AJ van der (1851). Nederlands Oost- Indie of Beschrijving der Nederlandsche

Beziitingen in Oost-Indie

Ashworth, 1991, Heritage Planning, Conservation as The Management of Urban

Change, Geo Pers, Nederlands

Bernd von Droste, H. P., Mechtild Rossler. (1995). Cultural Landscapes of

Universal Value. New York: Gustav Fischer Verlag.

Bleeker (1850). Tijdschrift voor Nederlandsch Indie. Groningen

Buddingh (1859). Neerlands Oost-Indie, M.Wijt & Zonen, Rotterdam

Buggey, N. M. S. (2000). Protected Landscapes and Cultural Landscapes: Taking

Advantage of Diverse Approaches, The George Wright Forum 17(1), 1. :

The George Wright Society, Inc.

Burns JC, 1954, Site Matters, Design Concepts, Histories and Strategies.

Routledge. New York

Cuthbert, 2006, The Urban of Cities, Political Economy and Urban Design,

Darmosoetopo, R. (1998). Hubungan tanah sima dengan bangunan kegamaan : di

Jawa pada abad IX-X TU Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Danoesoegondo, R.A.A, 1936, Uit Het Verleden Van Kedoe, Kebondalem De Tuin

van Den Vorst", De Stichting van Magelang, Majalah Magelang Vooruit,

Maret 1936.

Degroot, Veronique, 2010, Candi Space and Landscape, A Study on Distribution,

Orientation and Spatial Organization of Central Javanese Temple

Remains, Dissertation, Leiden University

Fatimah. T (2012). A Study on Community-based Cultural Landscape

Conservation in Borobudur, Indonesia. Dissertation. Department of Urban

and Environmental Engineering Graduate School of Engineering, Kyoto

University

Hassan, S. A. B. F. (2000). Dams and Cultural Heritage Management,World

Commission on Dams o. Document Number)

Haryono, T. (1994). Aspek teknis dan simbolis artefak perunggu jawa kuno abad

VIII-X. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Hough, M. (1990). Out of Place Restoring Identity to The Regional Landscape.

New haven & London: Yale University Press.

Konold, W. (2007). Dynamism and Change of Cultural Landscapes, : Unesco

Today

Kussendracht (1840).Natuur en Aardrijkskundige. Bescriving van Het Eiland Java.

Rotterdam

Lang, John (1982). Urban Design : A Typology of Procedures and Products.

Elsevier. Architectural Press

Longstreth, R. (2008). Cultural Landscapes Balancing nature and Heritage in

Preservation Practice. Minneapolis London: University of Minnesota

Press.

Page 26: Konsep Saujana Kota Magelang

26

Morris, A. (1979). History of Urban Form, Before The Industrial Revolution.

United States: Longman Scientific & Technical.

Platcher and Rossler. (1994) Cultural Landscape of Universal Value, Gustav

Fisher Verlag, New York

Rahmi, DH (2012). Pusaka Saujana Borobudur . Studi Hubungan Antara

Bentanglahan dan Budaya Masyarakat. Disertasi Sekolah Pasca Sarjana

Program Studi Ilmu Lingkungan. Universitas Gadjah Mada

Rapoport, A. (1969). House Form and Culture. Englewood Clifts: NJ, Prentice-

Hall.

Rapoport, A. (1977). Human Aspect of Urban Form: Oxford, Pergamon.

Rapoport, A. (1992). History and Precedent in Environmental Design. New York

and London: Plenum Press.

Rossi, Aldo, 1982, The Architecture of The City, MIT Press, Cambridge,

Massachusetts and London, England.

Robertson dan Richards (2003). Studying Cultural Landscapes. Arnold

Publication, London

Sauver, C. O. (1995). The Morphology of Landscape, dalam John Agnew&David

N, Human Geography, an essensial anthology: Blackwell Publishing.

Utami, W, 2001, Elemen-Elemen Dominan Dalam Perkembangan Kota

Magelang. Unpublished Tidak Diterbitkan, Universitas Gadjah Mada,

Yogyakarta, Indonesia.

2. Modul, Standard dan Piagam

Piagam Pelestarian Pusaka Indonesia (2003), Jaringan Pelestarian Pusaka

Indonesia dan ICOMOS

ICOMOS (2008), ICOMOS Documentation Centre, September 2008

3. Naskah Presentasi, Jurnal dan Proceeding

Egan, D. (2003). Defining Cultural and Ethnographic Landscape.

Farina, A. (2000). The Cultural Landscape as a model for the integration of

Ecology and Economycs. Bioscience April 2000 Vol. 50 No. 4.

Fowler, P. (2000). Cultural Landscapes of Britain. International Journal of

Heritage Studies, , Vol. 6, No. 3 pp. 201± 212.

Kanki (2012), Cultural Landscape and Community Development. Why do we need

the Multi-veiwpoints Approach to The Designated Cultural Landscape

Property?, 6th

BFS UGM Yogyakarta

Sarkar H (1969). South-India in Old Javanese and Sanskrit Inscriptions, KITLV

journal

Sirisrisak, T. (2009). Conservation of Bangkok old town. Habitat International 33

(2009) 405–411.

Utami.W (2010). Conflicts between The Economic Space and Natural Landscape.

Case Study : Magelang, Central Java, CIB International Conference –

Architecture Departement – DWCU – Yogyakarta, Oktober 2010