Page 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persalinan normal suatukeadaan fisiologis, normal dapat berlangsung
sendiri tanpa intervensi penolong. Kelancaran persalinan tergantung 3 faktor
”P” utama yaitu kekuatan ibu (Power), keadaan jalan lahir (Passage) dan
keadaan janin (Passanger). Dengan adanya keseimbangan atau kesesuaian
antara faktor-faktor “P” tersebut, persalinan normal diharapkan dapat
berlangsung. Bila ada gangguan pada satu atau lebih faktor “P” ini, dapat
terjadi kesulitan atau gangguan pada jalannya persalinan. Adapun gangguan
yang dapat menghambat proses persalinan normal yaitu distosia, trauma jalan
lahir dan disproporsi sefalopelvik.
Distosia persalinan, persalinan disfungsi, tidak ada kemajuan
persalinan semua istilah ini mengacu pada kemajuan persalinan yang lambat
atau tidakadakemajuan, yang merupakansuatudarikomplikasipersalinan yang
mengkhawatirkan.(Simkin, 2005).
Trauma jalanlahiradalah terpotongnya selaput lendir vagina, cincin
selaput dara, serviks, portio septum rektovaginalis akibat dari tekanan
bendatumpul (Wiknjosastro, Sarwono).Laserasi perineum merupakanrobekan
yang terjadipada perineum sewaktu proses persalinan. Persalinan dengan
tindakan seperti ekstraksi forsep, ekstraksi vakum, versi ekstraksi, kristeller
(dorongan pada fundus uteri) dan episiotomy dapat menyebabkan robekan
jalan lahir
Istilah disproporsi sefalo pelvik mulai digunakan sebelum abad ke-20
untuk menunjukkan obstruksi persalinan akibat disparitas (ketidaksesuaian)
antara ukuran kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat keluar
melalui vagina. Namun, istilah ini berasal dari masa di saat indikasi utama
seksio sesarea adalah penyempitan panggul yang nyata akibat rakitis.
Disproporsi fetopelvik sejati merupakan diagnosis yang lemah karena dua
1
Page 2
pertiga wanita yang didiagnosis mengidap gangguan ini kemudian dapat
melahirkan bayi yang lebih besar melalui vagina (Cunningham, et al, 2007).
Panggul sempit dikatakan sebagai salah satu indikasi persalinan seksio
sesarea yang kejadiannya semakin meningkat dalam tiga decade terakhir.
Angka seksio sesarea di Amerika Serikat meningkat dari 4,5% pada tahun
1965 menjadi 23% pada tahun 1985. Pada tahun 2007, angka seksiosesaria
adalah 31.8% - angka seksio tertinggi yang pernah dilaporkan di Amerika
Serikat. Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists
(2003), kira-kira 60% seksiosesaria primer di Amerika Serikat dihubungkan
dengan distosia. Di Inggris insiden meningkat kurang dari 5% pada tahun
1973 menjadi 10% pada tahun 1986. Di Indonesia, angka seksiosesarea di
RSUD. Dr. Pirngadi Medan meningkat dari 20,4% pada tahun 1994 menjadi
34,83% pada tahun 1998.
National Hospital Discharge Survey (1997) melaporkan bahwa di
Amerika Serikat angka morbiditas ibu hamil dan bersalin diantaranya adalah
komplikasi kebidanan (3,6%), toksemi agravidarum (5,8%), trauma kebidanan
meliputi laserasi jalan lahir dan hematom (5,0%) dan laserasi perineum (1,7%)
serta trauma lainnya (3,9%). Sedangkan angka morbiditas lainnya meliputi
macam-macam infeksi dan penyakit yang menyertai kehamilan, persalinan
dan nifas (Friedman, 2003).
Kegagalan kemajuan (distosia) baik pada persalinan spontan maupun
persalinan yang diinduksi semakin popular dalam menggambarkan persalinan
yang tidak efektif sehingga perludilakukan seksiosesarea. Saat ini distosia
menjadi indikasi tersering dilakukannya tindakan seksiosesarea primer
(Cunningham, et al, 2007). Berdasarkan penelitian Gifford dkk., tidak
majunya persalinan (distosia) merupakan penyebab bagi 68% seksio sesarea
non elektif pada presentasi kepala.
Sepanjang tahun 2005 dilakukan suatu penelitian untuk melihat
prevalensi seksio sesarea beserta indikasinya di Sembilan rumah sakit pada
empat negara Asia Tenggara. Dua rumah sakit di Yogyakarta ikut
berpartsipasi dalam penelitian ini. Hasil penelitian memperlihatkan dari 2.086
2
Page 3
persalinan yang dilakukan di dua rumah sakit di Yogyakarta, sebanyak 29,6%,
yaitu 617 persalinan dilakukan secara seksiosesarea. Disproporsi fetopelvik
merupakan indikasi ketiga terbanyak setelah malpresentasi dan riwayat
seksiosesarea sebelumnya (Festin, et al, 2009).
Distosia yang secara literature berarti persalinan yang sulit, memiliki
karakteristik kemajuan persalinan yang abnormal atau lambat. Persalinan
abnormal atau lambat umum terjadi bila ada disproporsi antara ukuran bagian
terbawah janin dengan jalan lahir. Pada presentasi kepala, distosia adalah
indikasi yang paling umum saat ini untuk seksio sesaria primer. CPD
(cephalopelvic disproportion) adalah akibat dari panggul sempit, ukuran
kepala janin yang besar, atau lebih sering kombinasi dari kedua di atas. Setiap
penyempitan diameter panggul yang mengurangi kapasitas pelvis dapat
mengakibatkan distosia selama persalinan. Panggul sempit bias terjadi pada
pintu atas panggul, midpelvis, atau pintu bawah panggul, atau umumnya
kombinasi dari ketiganya. Karena CPD bias terjadi pada tingkat pelvic inlet,
outlet dan midlet, diagnosisnya bergantung pada pengukuranketigahaltersebut
yang dikombinasikan dengan evaluasi ukuran kepala janin.1 Panggul sempit
disebut–sebut sebagai salah satu kendala dalam melahirkan secara normal
karena menyebabkan obstructed labor yang insidensinya adalah 1-3% dari
persalinan.
Apabila persalinan dengan panggul sempit dibiarkan berlangsung
sendiri tanpa pengambilan tindakan yang tepat, timbul bahaya pada ibu dan
janin.Bahaya pada ibu dapat berupa partus lama yang dapat menimbulkan
dehidrasi serta asidosis, dan infeksi intrapartum, ruptur uteri mengancam serta
resiko terjadinya fistula vesiko servikalis, atau fistula vesiko vaginalis, atau
fistula rekto vaginalis karena tekanan yang lama antara kepala janin dengan
tulang panggul. Sedangkan bahaya pada janin dapat berupa meningkatkan
kematian perinatal, dan perlukaan pada jaringan di atas tulang kepala janin
bahkan bias menimbulkan fraktur pada osparietalis. Panggul sempit dikatakan
sebagai salah satu indikasi persalinan seksiosesarea yang kejadiannya semakin
meningkat dalam tiga decade terakhir
3
Page 4
Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan, maka kelompok
tertarik untuk membahas tentang materi tersebut secara lebih mendalam dalam
sebuah makalah sehingga mahasiswa dan mahasiswi dapat mengetahui
bagaimana jika terjadi distosia, trauma jalan lahir dan CPD pada dirinya
maupun jika mendapatkan klien dengan gangguan distosia, trauma jalan lahir
dan CPD dapat melakukan asuhan keperawatan terhadap klien dengan baik
dan benar.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Untuk memberikan gambaran tentang asuhan keperawatan pada
klien dengan distosia, trauma jalan lahir dan disproporsisefalopelvik.
2. Tujuankhusus
Adapun tujuan khusus dari makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Mengetahui anatomi panggul.
b. Mengetahui konsep dasar distosia, trauma jalan lahir dan disproporsi
sefalopelvik.
c. Mengetahui secara rinci tentang asuhan keperawatan klien dengan
distosia, trauma jalan lahir dan disproporsisefalopelvik mulai dari
pengkajian sampai dengan evaluasi.
C. RuangLingkup
Pada makalah ini, kelompok membatasi ruang lingkup penulisan yaitu
konsep dasar tentang distosia, trauma jalan lahir dan disproporsisefalopelvik
dan asuhan keperawatan klien dengan gangguan system reproduksi distosia,
trauma jalan lahir dan disproporsisefalopelvik.
D. MetodePenulisan
Makalah seminar kelompok kami ini disusun berdasarkan studi
literatur yang saling berkaitan dan saling mendukung antara satu dengan yang
lain.
4
Page 5
E. SistematikaPenulisan
Adapun sistematika penulisan makalah ini terdiri atas tiga bab, yaitu:
BAB I : Pendahuluan. Meliputi Latar belakang, Tujuan penulisan, Ruang
lingkup, Metode penulisan, Sistematika penulisan.
BAB II : Konsep Dasar. Meliputi anatomi sistem panggul dan konsep
penyakit: penyakit distosia, trauma jalan lahir dan
disproporsisefalopelvik.
BAB III : Asuhan Keperawatan. Yang meliputi : Pengkajian, Gambaran
Klinis, Diagnosa Keperawatan, Perencanaan dan Pelaksanaan.
BAB IV : Penutup.Yang meliputi ; Kesimpulan dan Saran
DAFTAR PUSTAKA
5
Page 6
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Anatomi Fisiologi Panggul
Menurut Manuaba (2005) anatomi dan fisiologi panggul adalah sebagai
berikut:
1. Panggul wanita terdiri dari :
a. Panggul besar (Pelvis Mayor)
Panggul besar dibentuk oleh 4 buah tulang :
1) 2 tulang pangkal paha (Os Coxae), terdiri dari tiga buah tulang :
a) Tulang Usus (Os. Ilium)
Merupakan tulang terbesar dari panggul dan membentuk
bagia atas dan bagian belakang tulang panggul
Batas atasnya merupakan penebalan tulang yang disebut
crista iliaca
Ujung depan dan belakang crista iliaca menonjol : spina
iliaca anterior superior dan spina iliaca posterior superior
b) Tulang Duduk (Os. Ischium)
Terdapat disebelah bawah tulang usus
Pinggir belakang menonjol : spina ischiadica
Pinggir bawah tulang duduk sangat tebal, yang
mendukung badan saat duduk disebut tuber ischiadicum
c) Tulang Kemaluan (Os. Pubis)
6
Page 7
Terdapat disebelah bawah dan depan tulang usus
Dengan tulang duduk dibatasi foramen obturatum
Tangkai tulang kemaluan yang berhubungan dengan
tulang usus ramus superior ossis pubis
2) 1 tulang kelangkang (Os. Sacrum)
Tulang ini berbentuk segitiga dengan lebar dibagian atas dan mengecil
dibagian bawahnya. Tulang kelangkang terletak di antara kedua
tulang pangkal paha. Terdiri dari lima ruas tulang yang berhubungan
erat
3) 1 tulang tungging (Os. Coccygis)
Berbentuk segitiga dengan ruas tiga sampai lima buah dan bersatu. Pada
saat persalinan tulang tungging dapat didorong ke belakang sehingga
memperluas jalan lahir
b. Panggul kecil (Pelvis Minor) terbentuk oleh 4 buah tulang
tempat alat reproduksi wanita yang membentuk jalan lahir. Panggul kecil
dibentuk oleh 4 buah bidang yaitu :
1) Pintu atas panggul (PAP)/ Inlet Pap dibentuk oleh :
a) Promontorium
b) Sayap Os. Sacrum
c) Linea terminalis/ Inominata kanan dan kiri
d) Ramus superior Ossis
e) Pubis kanan dan kiri
f) Pinggir atas simfisis pubis
7
Page 8
2) Pintu tengah panggul (PTP)/ Midlet PTP dibentuk oleh 2 buah bidang
yaitu :
a) Bidang luas panggul
b) Bidang luas panggul
dibentuk oleh pertengahan simfisis menuju pertemuan Os. Sacrum 2
dan 3.
c) Bidang sempit panggul
d) Bidang sempit panggul dibentuk oleh tepi bawah simfisis menuju
kedua spina ischiadica dan memotong Os. Sacrum setinggi 1-2 cm
diatas ujungnya
3) Pintu bawah panggul (PBP)/ Outlet
Pintu bawah panggul bukanlah merupakan satu bidang tetapi terdiri dari
dua segitiga dengan dasar yang sama. Segitiga depan dasarnya tuber
ossis ischiadica dengan dibatasi arcus pubis, sedangkan segitiga
belakang dasarnya tuber ossis ischiadica denga dibatasi oleh
ligamentum sacrotuberosum kiri dan kanan.
2. Fungsi Panggul Wanita
Fungsi umum panggul wanita adalah :
a. Panggul besar (Pelvis Mayor)
Fungsi dari panggul besar adalah menyangga isi abdomen
b. Panggul kecil (Pelvis Minor)
Fungsi panggul kecil adalah :
1) Membentuk jalan lahir
8
Page 9
2) Tempat alat genitalia
3. Bentuk-bentuk Panggul Wanita
Menurut Caldwell-Moloy ada 4 bentuk panggul :
a. Panggul Gynecoid : bentuk panggul ideal, bulat dan
merupakan jenis panggul tipikal wanita
b. Panggul Android : bentuk PAP seperti segitiga, merupakan
jenis jenis panggul tipikal pria
c. Panggul Antropoid : bentuk PAP seperti elips, agak lonjong seperti
telur
d. Panggul Platipeloid : bentuk PAP seperti kacang atau ginjal, picak,
menyempit arah muka belakang.
4. Konsep penyakit
9
Page 10
1. Distosia
a. Defenisi
Distosia adalah keterlambatan atau kesulitan persalinan dapat
disebabkan oleh kelainan tenaga, kelainan letak, bentuk janin serta
jalan lahir.(Sulaiman. 2004)
Distosia adalah persalinan yang panjang, sulit atau abnormal yang
timbul akibat berbagai kondisi yang berhubungan dengan lima factor
persalinan. (Bobak, 2004)
b. Etiologi
Menurut Bobak ( 2004 ) etiologi dari distosia adalah sebagai berikut :
1) Kelainan HIS sering dijumpai pada primi gravid tua sedangkan
inersia uteri sering dijumpai pada multi gravid dan grande multi
gravida, tetania uteri, aksi uterusin koordinasi.
2) Factor herediter, emosi dan ketakutan.
3) Salah pimpinan persalinan atau salah pemberian obat-obat seperti
oksitoksin dan obat-obat penenang.
4) Bagian terbawah janin tidak rapat dengan segmen bawah rahim,
dijumpai pada kelainan letak janin dan disproporsiepalo pelvic.
5) Kelainan uterus misalny abikornisunifolis.
6) Kehamilan post matur.
7) Kelainan tenaga/ power
8) Kelainan jalan lahir/ passage
9) Kelainan letak dan bentuk janin/ passager
10
Page 11
Kelainan tenaga/ powerKelainan jalan lahir/ passage
Kelainan letak dan bentuk janin/ passager
c. Patofisiologi
Setelah kelahiran kepala, akan terjadi putaran paksi luar yang
menyebabkan kepala berada pada sumbu normal dengan tulang
belakang bahu pada umumnya akan berada pada sumbu miring
(oblique) di bawah ramus pubis. Dorongan pada saat ibu meneran akan
meyebabkan bahu depan (anterior) berada di bawah pubis, bila bahu
gagal untuk mengadakan putaran menyesuaikan dengan sumbu miring
dan tetap berada pada posisi anteroposterior, pada bayi yang besar
akan terjadi benturan bahu depan terhadap simfisis sehingga bahu tidak
bisa lahir mengikuti kepala.(Bobak.2004)
PATHWAY DISTOSIA
11
Page 12
d. Manifiestasi klinis
12
Page 13
Menurut Sulaiman 2004 manifiestasi klinis dari distosia adalah sebagai
berikut :
1) Ibu :
a) Gelisah
b) Letih
c) Suhu tubuh meningkat
d) Nadi dan pernafasan cepat
e) Edem pada vulva dan servik
f) Bisa jadi ketuban berbau
2) Janin : DJJ cepat dan tidak teratur
e. Pemeriksaan diagnostik
Menurut Sulaiman 2004 pemeriksaan diagnostik dari distosia adalah
sebagai berikut :
1) Palpasi dan Balotemen: Leopold I : teraba kepala (balotemen) di
fundus uteri
2) Vaginal Toucher : teraba bokong yang lunak dan iregular
3) X-ray : Dapat membedakan dengan presentasi kepala dan
pemeriksaan ini penting untuk menentukan jenis presentasi
sungsang dan jumlah kehamilan serta adanya kelainan kongenital
lain
4) Ultrasonografi: Pemeriksaan USG yang dilakukan oleh
operatorberpengalaman dapat menentukan :
a) Presentasi janin
13
Page 14
b) Ukuran
c) Jumlah kehamilan
d) Lokasi plasenta
5) Jumlah cairan amnion
6) Malformasi jaringan lunak atau tulang janin
f. Penatalaksanaan
Menurut Leveno ( 2009 ) penatalaksanaan distosia adalah sebagai
berikut :
1) Tekanan ringan pada suprapubic
Dilakukan tekanan ringan pada daerah suprapubik dan secara
bersamaan dilakukan traksi curam bawah pada kepala
janin.Tekanan ringan dilakukan oleh asisten pada daerah
suprapubic saat traksi curam bawah pada kepala janin.
2) Maneuver Mc Robert
Tehnik ini ditemukan pertama kali oleh Gonik dkk tahun 1983 dan
selanjutnya William A Mc Robert mempopulerkannya di
University of Texas di Houston. Maneuver ini terdiri dari
melepaskan kaki dari penyangga dan melakukan fleksi sehingga
paha menempel pada abdomen ibu Tindakan ini dapat
menyebabkan sacrum mendatar, rotasi simfisis pubis kearah kepala
maternal dan mengurangi sudut inklinasi. Meskipun ukuran
panggul tak berubah, rotasi cephalad panggul cenderung untuk
membebaskan bahu depan yang terhimpit.
14
Page 15
Maneuver Mc Robert : Fleksi sendi lutut dan paha serta
mendekatkan paha ibu pada abdomen sebagaimana terlihat pada
(panah horisontal). Asisten melakukan tekanan suprapubic secara
bersamaan (panah vertikal).
3) Maneuver Woods ( “Wood crock screw maneuver” )
Dengan melakukan rotasi bahu posterior 1800 secara ― crock
screw maka bahu anterior yang terjepit pada simfisis pubis akan
terbebas.
Maneuver Wood. Tangan kanan penolong dibelakang bahu
posterior janin. Bahukemudian diputar 180 derajat sehingga bahu
anterior terbebas dari tepi bawahsimfisis pubis.
4) Melahirkan bahu belakang
a) Operator memasukkan tangan kedalam vagina menyusuri
humerus posterior janin dan kemudian melakukan fleksi lengan
posterior atas didepan dada denganmempertahankan posisi
fleksi siku.
b) Tangan janin dicekap dan lengan diluruskan melalui wajah
janin.
c) Lengan posterior dilahirkan.
5) Maneuver Rubin
15
Page 16
Terdiri dari 2 langkah :
a) Mengguncang bahu anak dari satu sisi ke sisi lain dengan
melakukan tekanan pada abdomen ibu, bila tidak berhasil maka
dilakukan langkah berikutnya
b) Tangan mencari bahu anak yang paling mudah untuk dijangkau
dan kemudian ditekan kedepan kearah dada anak. Tindakan ini
untuk melakukan abduksi kedua bahu anak sehingga diameter
bahu mengecil dan melepaskan bahu depan dari simfisis pubis.
6) Maneuver Rubin II
a) Diameter bahu terlihat antara kedua tanda panah
Bahu anak yang paling mudah dijangkau didorong kearah dada
anak sehingga diameter bahu mengecil dan membebaskan bahu
anterior yang terjepit.
7) Maneuver Zavanelli
mengembalikan kepala kedalam jalan lahir dan anak dilahirkan
melalui SC. Memutar kepala anak menjadi occiput anterior atau
posterior sesuai dengan PPL yang sudah terjadi. Membuat kepala
anak menjadi fleksi dan secara perlahan mendorong kepala
kedalam vagina.
g. Komplikasi
16
Page 17
1) Perdarahanpascapersalinan
a) Fistula Rectovaginal
b) Simfisiolisisatau diathesis, dengan atau tanpa “transient
femoral neuropathy”
c) Robekan perineum derajat III atau IV
d) Rupture Uteri
2) Komplikasi Fetal
a) Brachial plexus palsy
b) Fraktura Clavicle
c) Kematian janin
d) Hipoksia janin, dengan atau tanpa kerusakan neurololgis
permanen
e) Fraktur humerus
2. Trauma jalan lahir
a. Defenisi
Trauma jalan lahir adalah Trauma atau perlukaan yang terjadi pada jalan lahir
lunak ataupun keras. ( Sulaiman. 2004 )
Trauma jalan lahir adalah terpotongnya selaput lendir vagina, cincin
selaput dara, serviks, portio septum rektovaginalis akibat dari tekanan
benda tumpul ( Manuaba,2003 )
Trauma jalan lahir meliputi : Robekan Vagina, Robekan Perineum, dan
Robekan Serviks.
b. Trauma vagina
17
Page 18
1) Pengertian
Robekan atau laserasi yang sampai pada daerah vagina dan
cenderung mencapai dinding lateral dan jika cukup dalam dapat
mencapai levator ani. Kadang juga dapat mengakibatkan cedera
tambahan pada bagian atas saluran vagina, dekat spina iskiadika.
(Manuaba. 2003)
2) Etiologi
Robekan dinding vagina dapat timbul akibat rotasi forceps,
penurunan kepala yang cepat, dan persalinan yang cepat.(Manuaba.
2003)
3) Manifiestasi Klinis
Robekan pada dinding depan vagina sering kali terjadi di sekitar
orifisium uretra eksternum dan klitoris. Robekan pada klitoris dapat
menimbulkan perdarahan banyak. Kadang-kadang perdarahan
tersebut tidak dapat diatasi hanya dengan penjahitan, tetapi
diperlukan penjepitan dengan cunam selama beberapa hari.
Robekan pada vagina dapat bersifat luka tersendiri, atau merupakan
lanjutan robekan perineum. Robekan vagina sepertiga bagian atas
umumnya merupakan lanjutan robekan serviks uteri. Pada umunya
robekan vagina terjadi karena regangan jalan lahir yang berlebihan
dan tiba-tiba ketika janin dilahirkan. Bila terjadi robekan pada
dinding vagina akan timbul perdarahan segera setelah janin lahir.
18
Page 19
Diagnose ditegakkan dengan mengadakan pemeriksaan langsung
dengan menggunakan speculum.(levono.2009)
4) Diagnosis
Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada
pemeriksaan dengan spekulum.(Manuaba. 2003)
5) Komplikasi
Menurut Manuaba 2003 komplikasi dari Trauma vagina adalah
sebagai berikut :
a) Kolpaporeksi
Kolpaporeksis ialah robekan melintang atau miring pada bagian
atas vagina. Hal ini terjadi apabila pada persalinan dengan
disproporsi sefalopelvik terjadi regangan segmen bawah uterus
dengan serviks uteri tidak terjepitantara kepala janin dan tulang
panggul. Kolpaporeksis juga bias timbul apabila pada tindakan
pervaginam dengan memasukkan tangan penolong ke dalam
uterus dkesalahan, ujung fundus uteri tidak ditahan oleh tangan
luar supaya uterus jangan naik ke atas.Gejala-gejala dan
pengobatan kolpaporeksis tidak berbeda dengan ruptura uteri.
b) Fistula
Fistula dapat terjadi mendadak karena perlukaan pada vagina
yang menembus kandung kencing atau rectum. Fistula dapat
juga terjadi karena dinding vagina dan kandung kencing atau
rectum tertekan lama antara kepala janin dan panggul, sehingga
19
Page 20
terjadi iskemia, akhirnya terjadi nekrosis jaringan yang tertekan.
Setelah lewat beberapa hari postpartum, jaringan nekrosis
terlepas, terjadilah fistula disertai inkontinensia. Fistula dapat
berupa fistula vesikovaginalis, atau fistula uterovesikovaginalis,
fistula uterovaeinalis, atau fistula rektovaginalis.Fistula akibat
nekrosis yang biasanya disertai infeksi tidak bias dijahot dengan
segera. Kadang-kadang dengan memasang dauerkateter untuk
beberapa lama, fistula kecil dapat menutup sendiri, maka
sesudah tiga bulan postpartum dapat dilakukan operasi untuk
menutupnya.
6) Penatalaksanaan
Perdarahan biasanya banyak dan mudah diatasi dengan jahitan.
Apabila ligamentum latum terbuka dan cabang-cabang arteri uterina
terputus, timbul banyak perdarahan yang membahayakan jiwa
penderita. Apabila perdarahan tersebut sulit dikuasai dari bawah,
terpaksa dilakukan laparotomi dan ligamentum latum dibuka untuk
menghentikan perdarahan, jika hal terakhir ini tidak berhasil, arteria
hipogastrika yang bersangkutan perlu diikat.(Manuaba. 2003)
c. Trauma perineum
1) Pengertian
Robekan atau laserasi pada perineum pada suatu persalonan karena
sebab tertentu, robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah
dan bias menjadi luas.(Manuaba. 2003)
20
Page 21
2) Etiologi
Robekan perineum disebabkan oleh kepala janin lahir terlalu cepat,
sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa sehingga kepala janin
lahir lebih ke belakang daripada biasa, kepala janin melewati pintu
bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar daripada
sirkumferensia suboksipito bregmatika, atau anak dilahirkan dengan
pembedahan vaginal. (Manuaba. 2003)
3) Manifiestasi klinis
Menurut Levono (2009) manifiestasi klinis trauma perineum adalah
sebagai berikut :
a) Darah segar yang mengalir setelah bayi lahir
b) Uterus tidak berkontraksi dengan baik
c) Plasenta tidak normal
d) Pucat
e) Lemah
f) Pasien dalam keadaan menggigil.
4) Tingkat perlukaan
Tingkat perlukaan pada perineum dapat dibagi dalam(Manuaba.
2003) :
a) Tingkat I : bila perlukaan hanya terbatas pada mukosa vagina
atau kulit perineum.
21
Page 22
b) Tingkat II : bila perlukaan yang lebih dalam dan luas ke vagina
dan perineum dengan melukai fasia serta otot-otot diafragma
urogenital.
c) Tingkat III : perlukaan yang lebih luas dan dalam yang
menyebabkan muskulus sfingter ani eksternus terputus di
depan.
5) Diagnosis
Diagnosis robekan atau rupture perinea ditegakkan dengan
pemeriksaan langsung. Pada tempat terjadinya perlukaan akan
timbul perdarahan yang bersifat arterial atau yang merembes.
Dengan dua jari tangan kiri luka dibuka, bekuan darah diangkat,
lalu luka dijahit secara rapi.(Manuaba. 2003)
6) Penatalaksanaan
Pada perlukaan tingkat I, bila hanya ada luka lecet, tidak diperlukan
adanya penjahitan.( sulaiman. 2004 )
Pada perlukaan tingkat II, hendaknya luka dijahit kembali secara
cermat. Lapisan otot dijahit simpul dengan katgut kromik nomor 0
atau 00, dengan mencegah terjadinya ruang mati. Adanya ruang
mati antara jahitan-jahitan memudahkan tertimbunnya darah beku
dan terjadinya radang. Lapisan kulit dapat dijahit dengan benang
katgut atau sutera secara simpul. Jahitan hendaknya jangan terlalu
ketat, sebab beberapa jam kemudian di tempat perlukaan akan
timbul edema.( sulaiman. 2004 )
22
Page 23
Penanganan perlukaan perineum tingkat III memerlukan penjahitan
secara khusus. Langkah yang pertama yang terpenting ialah
menemukan kedua ujung muskulus sfingter ani eksternus yang
terputus. Kedua ujung otot dijepit dengan Cunas Allis, kemudian
dijahit dengan benang katgut kromik nomor 0 atau 00, sehingga
kontinuitas sfingter terbentuk kembali. Simpul jahitan pada ujung-
ujung otot sfingter hendaknya dibenamkan kea rah mukosa rektum.
Selanjutnya, penjahitan jaringan dilakukan seperti pada penjahitan
luka perineum tingkat II.( sulaiman. 2004 )
7) Komplikasi
Menurut Levono (2009) manifiestasi klinis trauma perineum adalah
sebagai berikut :
(a) Perdarahan
Seorang wanita dapat meninggal karena perdarahan pasca
persalinan dalam waktu satu jam setelah melahirkan. Penilaian
dan penatalaksanaan yang cermat selama kala satu dan kala
empat persalinan sangat penting. Menilai kehilangan darah yaitu
dengan cara memantau tanda vital, mengevaluasi asal
perdarahan, serta memperkirakan jumlah perdarahan lanjutan
dan menilai tonus otot.
(b) Fistula
Fistula dapat terjadi tanpa diketahui penyebabnya karena
perlukaan pada vagina menembus kandung kencing atau rectum.
23
Page 24
Jika kandung kencing luka, maka air kencing akan segera
keluar melalui vagina. Fistula dapat menekan kandung kencing
atau rectum yang lama antara kepala janin dan panggul,
sehingga terjadi iskemia.
(c) Hematoma
Hematoma dapat terjadi akibat trauma partus pada persalinan
karena adanya penekanan kepala janin serta tindakan persalinan
yang ditandai dengan rasa nyeri pada perineum dan vulva
berwarna biru dan merah.
(d) Infeksi
Infeksi pada masa nifas adalah peradangan di sekitar alat
genetalia pada kala nifas. Perlukaan pada persalinan
merupakan tempat masuknya kuman ke dalam tubuh sehingga
menimbulkan infeksi. Dengan ketentuan meningkatnya suhu
tubuh melebihi 380C, tanpa menghitung pireksia nifas. Setiap
wanita yang mengalami pireksia nifas harus diperhatikan,
diisolasi, dan dilakukan inspeksi pada traktus gentitalis untuk
mencari laserasi, robekan atau luka episiotomi
Robekan jalan lahir selalu menyebabkan perdarahan yang
berasal dari perineum, vagina, serviks dan robekan uterus
(rupture uteri). Penanganan yang dapat dilakukan dalam hal ini
adalah dengan melakukan evaluasi terhadap sumber dan
jumlah perdarahan. Jenis robekan perineum adalah mulai dari
24
Page 25
tingkatan ringan sampai dengan robekan yang terjadi pada
seluruh perineum yaitu mulai dari derajat satu sampai dengan
derajat empat. Rupture perineum dapat diketahui dari tanda dan
gejala yang muncul serta penyebab terjadinya. Dengan
diketahuinya tanda dan gejala terjadinya rupture perineum,
maka tindakan dan penanganan selanjutnya dapat dilakukan.
d. Trauma serviks
1) Pengertian
Robekan yang terjadi pada persalinan yang kadang-kadang sampai
ke forniks; robekan biasanya terdapat pada pinggir samping serviks
malahan kadang-kadang sampai ke SBR dan membuka
parametrium. (Manuaba.2003)
2) Etiologi
Robekan semacam ini biasanya terjadi pada persalinan buatan:
ekstraksi dengan forceps, ekstraksi pada letak sungsang, versi dan
ekstraksi, dekapitasi, perforasi dan kranioklasi terutama kalau
dilakukan pada pembukaan yang belum lengkap. (Manuaba.2003)
Apabila serviks kaku dan his huat, serviks uteri mengalami tekanan
kuat oleh kepala janin, sedangkan pembukaan tidak maju. Akibat
tekanan kuat dan lam ialah pelepasan sebagian serviks atau
pelepasan serviks secara sirkuler. (Manuaba.2003)
25
Page 26
3) Manifiestasi klinis
Biasanya pada robekan serviks ditandai dengan perdarahan. Jika
robekan besar dan dalam biasanya keadaan umum ini buruk dan
apabila dengan rehidrasi intravena keadaan ibu tidak membaik,
Nyeri tajam, yang sangat pada abdomen bawah saat kontraksi hebat
memuncak, Terdapat tanda dan gejala syok, denyut nadi meningkat,
tekanan darah menurun dan nafas pendek ( sesak ). ( Levono. 2009 )
4) Diagnosis
Perdarahan postpartum pada uterus yang berkontraksi baik harus
memaksa kita untuk memeriksa cervix in spekulo. Sebagai
profilaksis sebaiknya semua persalinan buatan yang sulit menjadi
indikasi untuk pemeriksaan in spekulo. (Manuaba.2003)
5) Komplikasi
Robekan serviks bias menimbulkan perdarahan banyak, khususnya
bila jauh ke lateral sebab di tempat itu terdapat ramus desendens
dari arteri uterina.(Manuaba.2003)
Robekan ini kalau tidak dijahit selain menimbulkan perdarahan juga
dapat menjadi sebab cervicitis, parametritis dan mungkin juga
memperbesar kemungkinan terjadinya carcinoma cervix. Kadang-
kadang menimbulkan perdarah nifas yan lambat.(Manuaba.2003)
6) Terapi
Apabila ada robekan memanjang, serviks perlu ditarik keluar
dengan beberapa cunam ovum, supaya batas antara robekan dapat
26
Page 27
dilihat dengan baik. Jahitan pertama dilakukan pada ujung atas luka,
baru kemudian diadakan jahitan terus ke bawah. (Manuaba.2003)
Robekan serviks harus dijahit kalau berdarah atau lebih besar dari 1
cm. (UNPAD, 1984)
Pada robekan serviks yang berbentuk melingkar, diperiksa dahulu
apakah sebagian besar dari serviks sudah lepas atau tidak. Jika
belum lepas, bagian yang belum lepas itu, dipotong dari serviks;
jika yang lepas hanya sebagian kecil saja itu dijahit lagi pada
serviks. Perlukaan dirawat untuk menghentikan perdarahan.
(Manuaba.2003)
27
Page 28
e. Pathway Trauma Jalan Lahir
f.
28
Trauma / perlukaan
Robekan uterusRobekan perineumRobek vagina
Rotasi forseps dengan penurunan kepala yang cepat persalinan kepala yang cepat
Ekstresi dengan forceps ekstrasi letak sunsang
Kepala janin terlalu cepat, sudut arkus pubis kecil
nyeri
pendarahan Kerusakan intergritas jaringan
Resiko syok hipovelemik
Page 29
g. Penatalaksanaan Trauma Jalan Lahir
Tujuan utama pertrolongan pada pasien dengan perdarahan postpartum
adalah menemukan dan menghentikan penyebab dari perdarahan
secepat mungkin.
Terapi pada pasien dengan hemorraghe postpartum mempunyai 2
bagian pokok :
1) Resusitasi dan manajemen yang baik terhadap perdarahan
Pasien dengan hemorraghe postpartum memerlukan penggantian
cairan dan pemeliharaan volume sirkulasi darah ke organ – organ
penting. Pantau terus perdarahan, kesadaran dan tanda-tanda vital
pasien.
Pastikan dua kateler intravena ukuran besar (16) untuk memudahkan
pemberian cairan dan darah secara bersamaan apabila diperlukan
resusitasi cairan cepat.
a) Pemberian cairan : berikan normal saline atau ringer lactate
b) Transfusi darah : bisa berupa whole blood ataupun packed red cell
c) Evaluasi pemberian cairan dengan memantau produksi urine
(dikatakan perfusi cairan ke ginjal adekuat bila produksi urin
dalam 1 jam 30 cc atau lebih
2) Trauma jalan lahir
Perlukaan jalan lahir sebagai penyebab pedarahan apabila uterus
sudah berkontraksi dengan baik tapi perdarahan terus berlanjut.
Lakukan eksplorasi jalan lahir untuk mencari perlukaan jalan lahir
29
Page 30
dengan penerangan yang cukup. Lakukan reparasi penjahitan setelah
diketahui sumber perdarahan, pastikan penjahitan dimulai diatas
puncak luka dan berakhir dibawah dasar luka. Lakukan evaluasi
perdarahan setelah penjahitan selesai.
Hematom jalan lahir bagian bawah biasanya terjadi apabila terjadi
laserasi pembuluh darah dibawah mukosa, penetalaksanaannya bisa
dilakukan incise dan drainase. Apabila hematom sangat besar curigai
sumber hematom karena pecahnya arteri, cari dan lakukan ligasi
untuk menghentikan perdarahan.
3. CPD
a. Defenisi
Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang menggambarkan
ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin
tidak dapat keluar melalui vagina. Disproporsi sefalopelvik disebabkan
oleh panggul sempit, janin yang besar ataupun kombinasi keduanya.
(Manuaba.2007)
CPD adalah tidak ada kesesuaian antara kepala janin dengan
bentuk dan ukuran panggul. (Manuaba.2007) Disproporsi sefalopelvik
adalah keadaan yang menggambarkan ketidaksesuaian antara kepala
janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat keluar melalui vagina.
(Manuaba.2007)
30
Page 31
Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang menggambarkan
ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin
tidak dapat keluar melalui vagina. Disproporsi sefalopelvik disebabkan
oleh panggul sempit, janin yang besar ataupun kombinasi keduanya.
(Manuaba.2007)
Cephalopelvic Disproportion (CPD) adalah diagnosa medis
digunakan ketika kepala bayi dinyatakan terlalu besar untuk muat
melewati panggul ibu. Sering kali, diagnosis ini dibuat setelah wanita
telah bekerja keras selama beberapa waktu, tetapi lain kali, itu
dimasukkan ke dalam catatan medis wanita sebelum ia bahkan buruh.
Sebuah misdiagnosis of CPD account untuk banyak yang tidak perlu
dilakukan bedah caesar di Amerika Utara dan di seluruh dunia setiap
tahunnya. Diagnosis ini tidak harus berdampak masa depan seorang
wanita melahirkan keputusan. Banyak tindakan dapat diambil oleh ibu
hamil untuk meningkatkan peluangnya untuk melahirkan melalui
vagina.(Manuaba.2007)
Panggul sempit dapat didefinisikan secara anatomi dan secara
obstetri. Secara anatomi berarti panggul yang satu atau lebih ukuran
diameternya berada di bawah angka normal sebanyak 1 cm atau lebih.
Pengertian secara obstetri adalah panggul yang satu atau lebih
diameternya kurang sehingga mengganggu mekanisme persalinan
normal.(Manuaba.2007)
31
Page 32
b. Etiologi
Menurut Manuaba (2007) etiologi dari CPD adalah sebagai berikut :
1) PanggulSempit
2) Hidrosepalus
3) Malposisi
4) Malpresentasi
5) Makrosomia
c. Patofisiologi
Menurut Levono 2007 patofisiologi dari CPD adalah sebagai berikut :
1) Penyempitan pintu atas panggul
Pintu atas panggul dianggap sempit apabila diameter
anterioposterior terpendeknya (konjugata vera) kurang dari 10 cm
atau apabila diameter transversal terbesarnya kurang dari 12 cm.
Diameter anteroposterior pintu atas panggul sering diperkirakan
dengan mengukur konjugata diagonal secara manual yang biasanya
lebih panjang 1,5 cm. Dengan demikian, penyempitan pintu atas
panggul biasanya didefinisikan sebagai konjugata diagonal yang
kurang dari 11,5 cm.3 Mengert (1948) dan Kaltreider (1952)
membuktikan bahwa kesulitan persalinan meningkat pada diameter
anteroposterior kurang dari 10 cm atau diameter transversal kurang
dari 12 cm. Distosia akan lebih berat pada kesempitan kedua
diameter dibandingkan sempit hanya pada salah satu diameter.
32
Page 33
Diameter biparietal janin berukuran 9,5-9,8 cm, sehingga sangat
sulit bagi janin bila melewati pintu atas panggul dengan diameter
anteroposterior kurang dari 10 cm. Wanita dengan tubuh kecil
kemungkinan memiliki ukuran panggul yang kecil, namun juga
memiliki kemungkinan janin kecil. Dari penelitian Thoms pada 362
nullipara diperoleh rerata berat badan anak lebih rendah (280 gram)
pada wanita dengan panggul sempit dibandingkan wanita dengan
panggul sedang atau luas.
Pada panggul sempit ada kemungkinan kepala tertahan oleh pintu
atas panggul, sehingga gaya yang ditimbulkan oleh kontraksi uterus
secara langsung menekan bagian selaput ketuban yang menutupi
serviks. Akibatnya ketuban dapat pecah pada pembukaan kecil dan
terdapat resiko prolapsus funikuli. Setelah selaput ketuban pecah,
tidak terdapat tekanan kepala terhadap serviks dan segmen bawah
rahim sehingga kontraksi menjadi inefektif dan pembukaan
berjalan lambat atau tidak sama sekali. Jadi, pembukaan yang
berlangsung lambat dapat menjadi prognosa buruk pada wanita
dengan pintu atas panggul sempit.
Pada nulipara normal aterm, bagian terbawah janin biasanya sudah
masuk dalam rongga panggul sebelum persalinan. Adanya
penyempitan pintu atas panggul menyebabkan kepala janin
megapung bebas di atas pintu panggul sehingga dapat
menyebabkan presentasi janin berubah. Pada wanita dengan
33
Page 34
panggul sempit terdapat presentasi wajah dan bahu tiga kali lebih
sering dan prolaps tali pusat empat sampai enam kali lebih sering
dibandingkan wanita dengan panggul normal atau luas.
2) Penyempitan panggul tengah
Dengan sacrum melengkung sempurna, dinding-dinding panggul
tidak berkonvergensi, foramen isciadikum cukup luas, dan spina
isciadika tidak menonjol ke dalam, dapat diharapkan bahwa
panggul tengah tidak akan menyebabkan rintangan bagi lewatnya
kepala janin. Penyempitan pintu tengah panggul lebih sering
dibandingkan pintu atas panggul.Hal ini menyebabkan terhentunya
kepala janin pada bidang transversal sehingga perlu tindakan
forceps tengah atau seksio sesarea.
Penyempitan pintu tengah panggul belum dapat didefinisikan
secara pasti seperti penyempitan pada pintu atas panggul.
Kemungkinan penyempitan pintu tengah panggul apabila diameter
interspinarum ditambah diameter sagitalis posterior panggul tangah
adalah 13,5 cm atau kurang. (3) Ukuran terpenting yang hanya
dapat ditetapkan secara pasti dengan pelvimetri roentgenologik
ialah distansia interspinarum. Apabila ukuran ini kurang dari 9,5
cm, perlu diwaspadai kemungkinan kesukaran persalinan apalagi
bila diikuti dengan ukuran diameter sagitalis posterior pendek.
34
Page 35
3) Penyempitan Pintu Bawah Panggul
Pintu bawah panggul bukan suatu bidang datar melainkan dua
segitiga dengan diameter intertuberosum sebagai dasar keduanya.
Penyempitan pintu bawah panggul terjadi bila diameter distantia
intertuberosum berjarak 8 cm atau kurang. Penyempitan pintu
bawah panggul biasanya disertai oleh penyempitan pintu tengah
panggul.
Disproporsi kepala janin dengan pintu bawah panggul tidak terlalu
besar dalam menimbulkan distosia berat. Hal ini berperan penting
dalam menimbulkan robekan perineum. Hal ini disebabkan arkus
pubis yang sempit, kurang dari 900 sehingga oksiput tidak dapat
keluar tepat di bawah simfisis pubis, melainkan menuju ramus
iskiopubik sehingga perineum teregang dan mudah terjadi robekan.
4) Janin yang besar
Normal berat neonatus pada umumnya 4000gram dan jarang ada
yang melebihi 5000gram. Berat badan neonatus lebih dari
4000gram dinamakan bayi besar. Frekuensi berat badan lahir lebih
dari 4000gram adalah 5,3%, dan berat badan lahir yang melihi
4500gram adalah 0,4%. Biasanya untuk berat janin 4000-5000
gram pada panggul normal tidak terdapat kesulitan dalam proses
melahirkan. Factor keturunan memegang peranan penting sehingga
dapat terjadi bayi besar. Janin besar biasanya juga dapat dijumpai
pada ibu yang mengalami diabetes mellitus, postmaturitas, dan
35
Page 36
pada grande multipara. Selain itu, yang dapat menyebabkan bayi
besar adalah ibu hamil yang makan banyak, hal tersebut masih
diragukan.
Untuk menentukan besarnya janin secara klinis bukanlah
merupakan suatu hal yang mudah. Kadang-kadang bayi besar baru
dapat kita ketahui apabila selama proses melahirkan tidak terdapat
kemajuan sama sekali pada proses persalinan normal dan biasanya
disertai oleh keadaan his yang tidak kuat. Untuk kasus seperti ini
sangat dibutuhkan pemeriksaan yang teliti untuk mengetahui
apakah terjadi sefalopelvik disproporsi. Selain itu, penggunaan alat
ultrasonic juga dapat mengukur secara teliti apabila terdapat bayi
dengan tubuh besar dan kepala besar.
Pada panggul normal, biasanya tidak menimbulkan terjadinya
kesulitan dalam proses melahirkan janin yang beratnya kurang dari
4500gram. Kesulitan dalam persalinan biasanya terjadi karena
kepala janin besar atau kepala keras yang biasanya terjadi pada
postmaturitas tidak dapat memasuki pntu atas panggul, atau karena
bahu yang lebar sulit melalui rongga panggul. Bahu yang lebar
selain dapat ditemukan pada janin yang memiliki berat badan lebih
juga dapat dijumpai pada anensefalus. Janin dapat meninggal
selama proses persalinan dapat terjadi karena terjadinya asfiksia
dikarenakan selama proses kelahiran kepala anak sudah lahir, akan
tetapi karena lebarnya bahu mengakibatkan terjadinya macet dalam
36
Page 37
melahirkan bagian janin yang lain. Sedangkan penarikan kepala
janin yang terlalu kuat ke bawah dapat mengakibatkan terjadinya
cedera pada nervus brakhialis dan muskulus
sternokleidomastoideus.
37
Page 38
CPD
38
Resiko cedara terhadap ibu
nyeri
Perlukaan
Trauma
Resiko cidera janin
Pendarahan pada janin
kontraksi
Panggul sempit hidrosepalus malposisi,
malpresentasi, makrosemia
kecemasan
Lamanya persalinan
Susah dalam pengeluaran bayi /
persalinan
pendarahan
Resiko syok hivopelemik
Resiko infeksi
Terdapat post antre
Keletihan maternal
Kekurangan volume cairan
Page 39
d. Manifiestasi klinis
Menurut Manuaba (2007) manifiestasi klinis dari CPD adalah sebagai
berikut :
1) Leopold>Kepala Belum Masuk Pap
2) Pd>Conjugata Vera<10 Cm
3) Odem Portio/Serviks
4) PartusTakMaju/Lama
e. Pemeriksaan diagnostik
Tabel II.1. Penilaian Klinik untuk Menentukan Derajat Syok
Volume
Kehilangan Darah
Tekanan Darah
(sistolik)Gejala dan Tanda Derajat Syok
500-1.000 mL
(10-15%)
NormalPalpitasi, takikardia,
pusingTerkompensasi
1000-1500 mL (15-
25%)
Penurunan ringan
(80-100 mm Hg)
Lemah, takikardia,
berkeringat
Ringan
39
Page 40
1500-2000 mL (25-
35%)
Penurunan sedang
(70-80 mm Hg)
Gelisah, pucat,
oliguriaSedang
2000-3000 mL (35-
50%)
Penurunan tajam
(50-70 mm Hg)
Pingsan, hipoksia,
anuriaBerat
1) Golongan darah: menentukan Rh, ABO, dan percocokan
silang.
2) Jumlah darah lengkap: menunjukkan penurunan Hb/Ht dan
peningkatan jumlah sel darah putuih (SDP). (Hb saat tidak
hamil: 12-16gr/dl, saat hamil: 10-14gr/dl. Ht saat tidak
hamil: 37%-47%, saat hamil:32%-42%. Total SDP saat
tidak hamil 4.500-10.000/mm3. saat hamil 5.000-15.000).
3) Kultur uterus dan vagina: mengesampingkan infeksi pasca
partum.
4) Urinalisis: memastikan kerusakan kandung kemih.
5) Profil koagulasi: peningkatan degradasi, kadar produk
fibrin/produk split fibrin (FDP/FSP), penurunan kadar
fibrinogen: masa tromboplastin partial diaktivasi, masa
40
Page 41
tromboplastin partial (APT/PTT), masa protrombin
memanjang pada KID Sonografi: menentukan adanya
jaringan plasenta yang tertahan.
f. Penatalaksanaan
1) Persalinan Percobaan
Setelah dilakukan penilaian ukuran panggul serta hubungan
antara kepala janin dan panggul dapat diperkirakan bahwa
persalinan dapat berlangsung per vaginan dengan selamat
dapat dilakukan persalinan percobaan. Cara ini merupakan
tes terhadap kekuatan his, daya akomodasi, termasuk
moulage karena faktor tersebut tidak dapar diketahui
sebelum persalinan.(Winkjosastro H. 2007)
Persalinan percobaan hanya dilakukan pada letak belakang
kepala, tidak bisa pada letak sungsang, letak dahi, letak
muka, atau kelainan letak lainnya. Ketentuan lainnya adalah
umur keamilan tidak boleh lebih dari 42 mingu karena
kepala janin bertambah besar sehingga sukar terjadi
moulage dan ada kemungkinan disfungsi plasenta janin
yang akan menjadi penyulit persalinan percobaan.
(Winkjosastro H. 2007)
Pada janin yang besar kesulitan dalam melahirkan bahu
tidak akan selalu dapat diduga sebelumnya. Apabila dalam
proses kelahiran kepala bayi sudah keluar sedangkan dalam
41
Page 42
melahirkan bahu sulit, sebaiknya dilakukan episiotomy
medioateral yang cukup luas, kemudian hidung dan mulut
janin dibersihkan, kepala ditarik curam kebawah dengan
hati-hati dan tentunya dengan kekuatan terukur. Bila hal
tersebut tidak berhasil, dapat dilakukan pemutaran badan
bayi di dalam rongga panggul, sehingga menjadi bahu
depan dimana sebelumnya merupakan bahu belakang dan
lahir dibawah simfisis. Bila cara tersebut masih juga belum
berhasil, penolong memasukkan tangannya kedalam vagina,
dan berusaha melahirkan janin dengan menggerakkan
dimuka dadanya. Untuk melahirkan lengan kiri, penolong
menggunakan tangan kanannya, dan sebaliknya. Kemudian
bahu depan diputar ke diameter miring dari panggul untuk
melahirkan bahu depan.(Winkjosastro H. 2007)
Persalinan percobaan ada dua macam yaitu trial of labour
dan test of labour. Trial of labour serupa dengan persalinan
percobaan di atas, sedangkan test of labour sebenarnya
adalah fase akhir dari trial of labour karena baru dimulai
pada pembukaan lengkap dan berakhir 2 jam kemudian.
Saat ini test of labour jarang digunakan karena biasanya
pembukaan tidak lengkap pada persalinan dengan pangul
sempit dan terdapat kematian anak yang tinggi pada cara ini.
Keberhasilan persalinan percobaan adalah anak dapat lahir
42
Page 43
sontan per vaginam atau dibantu ekstraksi dengan keadaan
ibu dan anak baik. Persalinan percobaan dihentikan apabila
pembukaan tidak atau kurang sekali kemajuannnya, keadaan
ibu atau anak kurang baik, ada lingkaran bandl, setelah
pembukaan lengkap dan ketuban pecah kepala tidak masuk
PAP dalam 2 jam meskipun his baik, serta pada forceps
yang gagal. Pada keadaan ini dilakukan seksio sesarea.
(Winkjosastro H. 2007)
2) Seksio Sesarea
Seksio sesarea elektif dilakukan pada kesempitan panggul
berat dengan kehamilan aterm, atau disproporsi
sephalopelvik yang nyata. Seksio juga dapat dilakukan pada
kesempitan panggul ringan apabila ada komplikasi seperti
primigravida tua dan kelainan letak janin yang tak dapat
diperbaiki.4 Seksio sesarea sekunder (sesudah persalinan
selama beberapa waktu) dilakukan karena peralinan
perobaan dianggap gagal atau ada indikasi untuk
menyelesaikan persalinan selekas mungkin sedangkan
syarat persalinan per vaginam belum dipenuhi.
(Winkjosastro H. 2007)
3) Simfisiotomi
Tindakan ini dilakukan dengan memisahkan panggul kiri
43
Page 44
dan kanan pada simfisis. Tindakan ini sudah tidak dilakukan
lagi.(Winkjosastro H. 2007)
4) Kraniotomi dan Kleidotomi
Pada janin yang telah mati dapat dilakukan kraniotomi atau
kleidotomi. Apabila panggul sangat sempit sehingga janin
tetap tidak dapat dilahirkan, maka dilakukan seksio sesarea.
(Winkjosastro H. 2007)
g. Komplikasi
Menurut Winkjosastro H. (2007) komplikasi dari CPD
sebagai berikut :
1) Ruptura uteri
2) Perdarahanpospartum
3) Infeksipospartum
4) Fetal distres>asfiksia
44
Page 45
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Menurut Bobak (2004) pengkajian Ibu hamil dengan gangguan jalan lahir
adalah sebagai berikut :
1. Identitas Klien
2. Riwayat Kesehatan
a. RKD
Yang perlu dikaji pada klien, biasanya klien pernah mengalami
distosia sebelumnya, biasanya ada penyulit persalinan sebelumnya
seperti hipertensi, anemia, panggul sempit, biasanya ada riwayat DM,
biasanya ada riwayat kembar dll
b. RKS
Biasanya dalam kehamilan sekarang ada kelainan seperti : Kelainan
letak janin (lintang, sunsang dll) apa yang menjadi presentasi dll.
c. RKK
Apakah dalamkeluarga ada yang menderita penyakit kelainan darah,
DM, eklamsi dan pre eklamsi
3. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala, rambut tidak rontok, kulit kepala bersihtidak ada ketombe
b. Mata
Biasanya konjungtiva anemis
45
Page 46
c. Thorak
Inpeksi pernafasan : Frekuensi, kedalam, jenis pernafasan, biasanya ada
bagian paru yang tertinggal saat pernafasan
d. Abdomen
Kaji his (kekuatan, frekuensi, lama), biasanya his kurang semenjak awal
persalinan atau menurun saat persalinan, biasanya posisi, letak, presentasi dan
sikap anak normal atau tidak, raba fundus keras atau lembek, biasanya anak
kembar/ tidak, lakukan perabaab pada simpisis biasanya blas penuh/ tidak
untuk mengetahui adanya distensi usus dan kandung kemih.
e. Vulva dan Vagina
Lakukan VT : biasanya ketuban sudah pecah atau belum, edem pada vulva/
servik, biasanya teraba promantorium, ada/ tidaknya kemajuan persalinan,
biasanya teraba jaringan plasenta untuk mengidentifikasi adanya plasenta
previa.
f. Panggul
Lakukan pemeriksaan panggul luar, biasanya ada kelainan bentuk panggul
dan kelainan tulang belakang
B. Diagnosa Keperawatan distosia menurut (Wong and Perry, 2006)
1. Cedera, resiko tinggi terhadap maternal (ibu) b/d penurunan tonus otot/pola
kontraksi otot, obstruksi mekanis pada penurunan janin, keletihan maternal.
2. Cedera resiko tinggi terhadap janin b/d persalinan lama, malpresentasi
janin,hipoksia/asidosis jaringan, abnormalitas pelvis ibu.
46
Page 47
3. Kekurangan volume cairan b/d status hipermetabolik, muntah, diaforesis
hebat, pembatasan masukan oral, diuresis ringan berhubungan dengan
pemberian oksitosin.
4. Koping individu tidak efektif b/d krisis situasi, kerentanan pribadi, harapan
persepsi tidak relistis, ketidakadekuatan sistem pendukung.
5. Ketakutan, ansietas b/d persalinan dan kurang informasi.
C. Intervensi Keperawatan
1. Cedera,resiko tinggi terhadap maternal(ibu) b/d penurunan tonus otot/poa
kontraksi otot, obstruksi mekanis pada penurunan janin, keletihan maternal.
Tujuan : Mencegah adanya resiko cedera pada ibu
No. Intervensi Rasional
1 Tinjau ulang riwayat
persalinan,awitan dan durasi
Membantu dalam mengidentifikasi kemungkinan
penyebab, kebutuhan pemeriksaan diagnostik
dan intervensi yang tepat
2 Catat waktu/jenis
obat.hindari pemberian
narkotik dan anastesi blok
epidural sampai serviks
dilatasi 4 cm
Sedatif yang diberikan terlalu dini dapat
menghambat atau menghentikan persalinan.
3 Evaluasi tingkat keletihan
yang menyertai,serta aktifitas
Kelelahan ibu yang berlebihan menimbulkan
disfungsi sekunder, atau mungkin akibat dari
47
Page 48
dan istirahat,sebelum awitan
persalinan
persalinan lama
4 Kaji pola kontraksi uterus
secara manual atau secara
elektronik
Disfungsi kontraksi dapat memperlama
persalinan,meningkakan resiko komplikasi
maternal/janin
5 Catat kondisi serviks.pantau
tanda amnionitis.catat
peningkatan suhu atau
jumlah sel darah putih;catat
bau dan rabas vagina
Serviks kaku atau tidak siap tidak akan dilatasi,
menghambat penurunan janin/kemajuan
persalinan. terjadi amniositis secara langsung
dihubungkan dengan lamanya persalinan
sehingga melahirkan harus terjadi dalam 24 jam
setelah pecah ketuban
6 Catat penonjolan,posisi janin
dan presentase janin
Digunakan sebagai indikator dalam
mengidentifikasi persalinan yang lama
7 Anjurkan klien berkemih
setiap1-2 jam.kaji terhadap
penuhan kandung kemih
diatas simfisis pubis
Kandung kemih dapat menghambat aktifitas
uterus dan mempengaruhi penurunan janin
8 Tempatkan klien pada
posisirekumben lateral dan
anjurkan tirah baring atau
ambulasi sesuai toleransi
Ambulasi dapat membantu kekuatan gravitasi
dalam merangsang pola persalinan normal dan
dilatasi serviks
48
Page 49
9 Bantu dengan persiapan
seksio sesaria sesuai indikasi
untuk malposisi, CPD atau
cincin bandl
Melahirkan seksio sesari segera diindifikasikan
untuk cincin bandl untuk distres janin karena
CPD
10 Siapkan untuk melahirkan
dengan forsep (bila perlu)
Melahirkan secara forsep dilakukan pada ibu
yang lelah berlebihan dan tidak mampu untuk
mengedan lagi
2. Cedera resiko tinggi terhadap janin b/d persalinan lama, malpresentasi janin,
hipoksia/asidosis jaringan, abnormalitas pelvis ibu
Tujuan : Mencegah adanya resiko cedera pada bayi
No. Intervensi Rasional
1 Kaji denyut jantung janin
secara manual dan
elektronik,dan kaji irama
jantung janin.
Bradikardi dan takikardi pada janin dapat
disebabkan oleh stres, hipoksia, asidosis, atau
sepsis
2 Perhatikan tekanan uterus
selama istirahat dan fase
kontraksi melalui kateter
tekanan intrauterus bila
tersedia
Tekanan dan kontraksi yang besar dapat
menggangu oksigenasi dalam ruang intravilos
3 Perhatikan frekuensi kontaksi
uterus. Beri tahu dokter bila
frekuensi dua menit atau
kurang
Kontraksi yang terjadi setiap 2 menit atau kurang
tidak memungkinkan oksigenasi adekuat dari
ruang intravilous
4 Kaji malposisi dengan Menentukan pembaringan janin,posisi,dan
49
Page 50
menggunakan manuver
Leopold dan temuan
pemeriksaan internal.tinjau
ulang hasil USG
persentase dapat mengidentifikasi faktor-faktor
yang memperberat disfungsional persalinan
5 Pantau penurunan janin pada
jalan lahir dalam
hubungannya dengan
kolumna vertebralis iskial
Penurunan jalan lahir merupakan tanda CPD atau
malposisi
6 Perhatikan warna dan jumlah
cairan amnion bila pecah
ketuban
Kelebihan cairan amnion yang berlebihan
menyebabkan distensi uterus dihubungkan
dengan anomali janin
7 Perhatikan bau dan
perubahan warna cairan
amnion pada pecah ketuban
lama. Dapatkan kultur bila
temuan abnormal
Infeksi asenden dan sepsis disertai dengan
takikardia dapat terjadi pada pecah ketuban lama
8 Berikan antibiotik pada klien
sesuai indikasi
Mencegah /mengatasi infeksi asenden dan juga
akan melindungi janin
9 Siapkan untuk melahirkan
pada posisi posterior,bila
janin gagal memutar dari
oksiput posterior ke anterior
Melahirkan janin dalam posisi posterior
mengakibatkan insiden lebih tinggi dari laserasi
maternal
10 Siapkan untuk kelahiran
secara sesaria bila presentasi
bokong terjadi
Untuk menghindari cedera pada kolumna
vertebralis bila melahirkan pervagina dari
bokong
50
Page 51
3. Kekurangan volume cairan b/d status hipermetabolik, muntah, diaforesis hebat,
pembatasan masukan oral, diuresis ringan berhubungan dengan pemberian
oksitosin.
Tujuan : mempertahankan keseimbangan cairan,dan bebas dari komplikasi
No. Intervensi Rasional
1 Pantau masukan dan keluaran cairan Untuk membandingkan apakah
pemasukan dan pengeluaran
seimbang sehingga tidak terjadi
dehidrasi
2 Lakukan tes urine untuk mengetahui
adanya keton
Ketidakadekuatan masukan glukosa
mengakibatkan pemecahan lemak
dan adanya keton pada urin
3 Pantau tanda vital. Catat laporan pusing
pada perubahan posisi
Peningkatan frekuensi nadi dan
suhu ,dan perubahan tekanan darah
ortostatik dapat menandakan
penurunan volume sirkulasi
4 Kaji elastisitas kulit Kulit yang tidak elastis menandakan
terjadi dehidrasi
5 Kaji bibir dan membran mukosa oral dan
derajat saliva
Membran mukosa atau bibir yang
kering dan penurunan saliva adalah
indikator lanjut dari dehidrasi
6 Perhatikan respon denyut jantung janin
yang abnormal
Dapat menunjukkan efek dehidrasi
maternal dan penurunan perfusi
7 Berikan masukan cairan adekuat melalui
pemberian minuman > 2500 liter
Mengurangi dehidrasi
8 Berikan cairan secara intravena Larutan parenteral mengandung
elektrolit dan glukosa dapat
memperbaiki atau mencegah
ketidakseimbangan maternal dan
51
Page 52
janin serta apat menurunkan
keletihan maternal
9 Tinjau ulang hemoglobin dan hematokrit Peningkatan Ht menunjukkan
dehidrasi
10 Tinjau ulang kadar elektrolit serum dan
glukosa serum
Kadar elektrolit serum mendeteksi
terjadinya ketidakseimbangan
elektrolit, kadar glukosa serum
mendeteksi hipoglikemia
4. Koping individu tidak efektif b/d krisis situasi,kerentanan pribadi,harapan
persepsi tidak relistis,ketidakadekuatan sistem pendukung
Tujuan : mengungkapkan pemahaman tentang apa yang terjadi dan menggunakan
teknik koping yang efektif.
No. Intervensi Rasional
1 Tentukan kemajuan persalinan Persalinan yang lama yang berakibat keletihan
dapat menurunkan kemampuan klien untuk
mengatasi/mengatur kontraksi
2 Kaji derajat nyeri dalam
hubungannya dengan
dilatasi/penonjolan
Peningkatan nyeri bila serviks tidak
dilatasi/membuka dapat menandakan terjadinya
disfungsi.nyeri hebat menandakan terjadinya
aniksia sel-sel uterus
3 Kenali realitas keluhan klien
akan nyeri/ketidaknyamanan
Ketidaknyamanan dan nyeri dapat disalahartikan
pada kurangnya kemajuan yang tidak dikenali
52
Page 53
sebagai masalah disfungsional
4 Anjurkan klien untuk
mengungkapkan
nyeri/ketidaknyamanannya dan
dengarkan keluhan klien
Dengan mengungkapkan nyeri/
ketidaknyamanannya, dapat menurunkan
ketidaknyamanan dan membantu klien rileks
dalam mengatsi situasi
5 Tentukan tingkat ansietas klien
dan pelatih
Ansietas yang berlebihan meningkatkan aktivitas
adrenal/pelepasan katekolamin menyebabkan
ketidakseimbangan endokrin sehingga
menurunkan ketersediaan glukosa untuk sintesis
ATP yang diperlukan untuk kontraksi uterus
6 Diskusikan kemungkinan
kepulangan klien kerumah
sampai mulainya persalinan
aktif
Klien mungkin merasa lebih rileks bila berada
dilingkungan yang dikenalnya sehingga
mengurangi ansietas pada klien
7 Berikan kenyamanan berupa
pengaturan posisi dan
penggunaan relaksasi dan
pernapasan
Relaksasi dan pengaturan posisi dapat
menurunkan ansietas yang nantinya dapat
berpengaruh pada janinnya
8 Berikan dorongan pada upaya
klien atau pasangan untuk
berkencan
Memperbaiki kesalahan konsep bahwa klien
terlalu bereaksi terhadap persalinan
9 Berikan informasi faktual Dapat membantu reduksi dan meningkatkan
53
Page 54
tentang apa yang terjadi koping
10 Perhatikan adanya frustasi Frustasi dapat menghambat adanya persalinan
5. Ketakutan,ansietas b/d ancaman yang akan dirasakan oleh klien/janin dan
kurang informasi
Tujuan : mengurangi kecemasan dan menambah pengetahuan klien
No. Intervensi Rasional
1 Kaji status psikologis dan
emosional klien
Adanya ansietas dan gangguan gangguan
emosional klien dapat menghambat kerja sama
klien dengan perawat dalam melakukan
persalinan
2 Anjurkan pengungkapan perasaan Pengungkapan perasaan dapat menugrangi
ansietas
3 Dengarkan keterangan klien yang
menandakan kehilangan harga diri
Membantu klien meyakini adanya intervensi
untuk membantu proses persalinan adalah
refleks negatif pada kemauan dirinya sendiri
4 Anjurkan penggunaan tehnik
pernapasan dan latihan relaksasi
Membantu menurunkan ansietas dan
memungkinkan klien untuk berpartisipasi
secara aktif
5 Berikan kesempatan kepada klien
untuk memberi masukan pada
Dapat meningkatkan rasa kontrol klien
meskipun kebanyakan dari apa yang terjadi
54
Page 55
proses pengambilan keputusan diluar kontrolnya
6 Jelaskan prosedur dan tindakan
yang akan dilakukan sehubungan
dengan distosia
Pemahaman yang baik mengenai prosedur atau
tindakan dapat mengurangi ansietas
7 Beritahukan mengenai
kontraindikasi pemberian
oksitosin kepada klien
Kecemasan klien berkurang apabila terjadi
kontraindikasi oksitosin pada klien
8 Demonstrasikan dan jelaskan
penggunaan peralatan
Pengetahuan dapat menghilangkan kecemasan
dan memberi rasa kontrol terhadap situasi
9 Gunakan terminologi positif,
hindari penggunaan istilah yang
menandakan ketidaknormalan
persalinan
Membantu klien/pasangan menerima situasi
tanpa menuduh dirinya sendiri
10 Bila diperlukan kelahiran melalui
sesaria (Jelaskan prosedur)
Untuk menetukan pilihan klien dan
menghindari kecemasan
D. Trauma jalan lahir
Diagnosa Keperawatan Menurut Wilkinson 2011 :
55
Page 56
1. Kerusakan Integritas jaringan openorose berhubungan dengan trauma jalan
lahir yang ditandai dengan :
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat
3. Resiko injuri berhubungan dengan kerusakan jaringan sub periostal
Intervensi keperawatan
1. Kerusakan Integritas jaringan openorose berhubungan dengan trauma jalan
lahir
a. Tujuan
Tidak terjadi kerusakan integritas jaringan
b. Kriteria Hasil
Benjolan mengecil atau hilang dalam beberapa jam /hari
c. Perencanaan
1) Jelaskan penyebab terjadinya kaput suksedoneum
Pengetahuan ibu yang adekuat akan menambah kooperatif dalam
tindakan
2) Jelaskan pada ibu agar tidak seirng mengangkat / menggendong
bayi
Dengan bayi istirahat akan mempermudah jaringan untuk menutup
3) Jelaskan pada ibu agar tidak memijit-mijit benjolan di kepala
Dengan istirahat, oedema tidak meluas
4) Jelaskan pada ibu untuk tetetap memberi ASI sesering mungkin
BB > 2.500 gram 8x / 24 jam
56
Page 57
BB > 2.000 gram 12 x/24 jam
Mencukupi hidrasi untuk mempercepat penyembuhan
5) Observasi TTV tiap 4 jam
Deteksi dini terhadap penyimpangan
6) Memberikan pesan pada ibu untuk perawatan bayi sehari-hari
diutamakan di tempat tidur
Peningkatan pengetahuan ibu dapat menunjang keberhasilan
perawatan
2. resiko injuri berhubungan dengan kerusakan jaringan sub periostal
a. Tujuan
Mencegah injury yang berkelanjutan
b. Kriteria Hasil
1) Menunjukan tidak ada tanda-tanda perdarahan dalam proseudr
2) Mempunyai pergerakan perubahan sehari
3) Bebas injury dan lingkungan yang bebas.
c. Perencanaan
1) Inspeksi faeses, gusi, emesis, sputum, secret nasal
Mengetahui adanya perdarahan sebagai tanda-tanda
trombositopenia
2) Cegah konstipasi
57
Page 58
Mencegah kerusakan mukosa anus sehingga mengurangi resiko
infeksi
3) Sediakan lingkungan yang aman
Lingkungan yang aman akan menurunkan resiko spontan
perdarahan bila anak mengalami trombositopenia.
4) Instruksikan kepada keluarga / ibu klien untuk menjaga klien
Terhindar dari injury
E. Diagnosa keperawatan CPD berdasarkan Wilkinson 2011 :
1. Nyeri Akut
2. Kecemasan
NANDA NOC NIC
1. Nyeri akut
Batasan
karakteristik:
a. Perubahan
curah
jantung
b. Perubahan
laju
pernafasan
c. Laporan
verbal
Outcome yang
disarankan
1. Kontrol nyeri
Indicator :
a. Mengakui faktor
kausal
b. Mengakui onset
nyeri
c. Menggunakanlan
gkah-
langkahpencega
Manajemen Nyeri
a. melakukan
tidakan yang
komprehensif
mulai dari
lokasi nyeri,
karakteristik,
durasi,
frequensi,
kualitas,
intensitas,
58
Page 59
terhadap
nyeri
d. Prilaku
ekspresif,
seperti
gelisah,
merintih,
meringis,
kewaspadaa
n, lekas
marah,
mendesah
e. Menjaga
prilaku
han
d. Menggunakanlan
gkah-
langkahbantuan
non-analgesik
e. Menggunakan
analgesik yang
tepat
f. Tingkat
ketidaknyamana
n
atau keratnya
nyeri dan
factor yang
berhubungan.
b. observasi
isyarat ketidak
nyamanan
khususnya
pada ketidak
mamapuan
mengkomunika
sikan secara
efektif.
c. memberi
perhatian
perawatan
analgesic pada
pasien.
d. menggunakan
strategi
komunikasi
terapeutik
untuk
59
Page 60
menyampaikan
rasa sakit dan
menyampaikan
penerimaan
dari respon
pasien
terhadap nyeri.
e. mengeksploras
i pengetahuan
pasien dan
keyakinan
tentang rasa
sakit.
f. mempertimban
gkan pengaruh
budaya pada
respon nyeri.
g. menentukan
dampak dari
pengalaman
rasa sakit dari
pengalaman
nyeri pada
60
Page 61
kualitas hidup
(tidur, nafsu
makan,
aktivitas,
kognisi, mood,
hubungan,
kinerja kerja,
dan tanggung
jawab peran).
h. memberi tahu
pasien tentang
hal-hal yang
dapat
memperburuk
nyeri
i. kaji
pengalaman
nyeri klien dan
keluarga, baik
nyeri kronik
atau yang
menyebabkan
ketidaknyaman
61
Page 62
an.
j. ajarkan prinsip
manajemen
nyeri
k. ajarkan
tentang
metode
farmakologis
mengenai
gambaran
nyeri
2. · ajarkan
penggunaan
teknik non
farmakologi,
seperti
relaksasi,
terapi music,
terapi bermain,
terapi aktifitas,
sebelum,sesud
ah,dan jika
memungkinka
62
Page 63
n selama nyeri
berlangsung,
sebelum nyeri
itu terjadi atau
meningkat dan
lama dengan
gambaran
nyeri lainnya.
2. Anxiety
Batasan
karakteristik:
a. Gelisah
b. Resah
c. Produktivitas
berkurang
Kontrol cemas
Indikator:
a. Monitor
intensitas
kecemasan
b. Menyingkirkan
tanda-tanda
kecemasan
c. Menggunakan
teknik relaksasi
untuk
menghilangkan
kecemasan
Koping
Penurunan
Kecemasan
Aktivitas:
a. Tenagkan klien
b. Kaji tingkat
kecemasan dan
reaksi fisik
c. Sediakan
aktivitas untuk
menurunkan
ketegangan.
Peningkatan
Koping:
Aktivitas:
63
Page 64
Indikator:
a. Melibatkan
anggota keluarga
dalam
pembuatan
keputusan
b. Menunjukkan
strategi
penurunan stress
c. Menggunakan
dukungan social
a. · Sediakan
informasi
actual tentang
diagnose,
penanganan,
dan prognosis.
64
Page 65
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Distosia adalah keterlambatan atau kesulitan persalinan atau persalinan yang
panjang dapat disebabkan oleh kelainan tenaga, kelainan letak, bentuk janin
serta jalan lahir. Trauma jalan lahir adalah Trauma atau perlukaan yang terjadi pada
jalan lahir lunak ataupun keras. Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang
menggambarkan ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga
janin tidak dapat keluar melalui vagina. Ketiga penyakit ini mempunyai
hubungan yang sangat penting yaitu distosia merupaka persalinan yang lama
salah satunya dapat disebabkan oleh CPD, kedua penyakit ini dapat
menyebabkan trauma jalan lahir. Ketiga penyakit ini yang perlu ditangani
adalah resiko syok karena biasanya terjadi pendarahan.Penanganan yang cepat
pada ibu dan anak sangat penting sekali dilakukan pada ketiga penyakit ini
agar tidak membahayakan nyawa anak dan ibu.
B. Saran
65
Page 66
1. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan agar dapat mengerti tentang trauma jalan lahir,
CPD dan Distosia sampai dengan bagaimana manifestasi klinik dan
penatalaksanaan medisnya, menerapkan konsep asuhan keperawatan
kepada klien dengan perlukaan jalan lahir.
2. Bagi Tenaga Kesehatan
Diharapkan mampu mengerti tentang trauma jalan lahir, CPD dan Distosia
serta dapat memberikan pelayanan yang terbaik bagi klien serta mampu
memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif.
66
Page 67
DAFTAR PUSTAKA
Bobak , L. (2004). Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC
Satrawinata, sulaiman. 2004. Ilmu Kesehatan Reproduksi : Obstetri Patologi.
Jakarta : EGC
Leveno, Kenneth J.2009. Obstetri Williams : Panduan Ringkas. Jakarta : EGC
Manuaba, Ida Bagus Gde.2003. Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetri dan
Ginekologi. Jakarta : EGC
Manuaba, Ida Bagus Gde.2007. Pengantar Kuliah Obstetri. EGC : Jakarta
Winkjosastro H. 2007.Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga. Jakarta: YBP-SP
Manuaba, IBG. 2005. Ilmu kebidanan, penyakit kandungan, dan keluarga
berencana. Jakarta : EGC
Wong and Perry, 2006. Maternal Child Nursing Care. Jakarta : EGC
Wilkinson, Judith M, .2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan ; Diagnosis
NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta ; EGC
67