-
Modul 1
Konsep Dasar Drama
Drs. B. Rahmanto, M.Hum.
da tiga persoalan pokok yang perlu Anda pelajari berkaitan
dengan
konsep-konsep dasar drama dalam pembelajaran drama di
sekolah
menengah. Tiga pokok itu ialah (1) pengertian dan ciri-ciri
drama; (2) jenis-
jenis drama; dan (3) pembelajaran drama. Modul ini dibagi dalam
tiga
kegiatan belajar, dengan cakupan materi sebagai berikut.
Kegiatan Belajar 1
membahas pengertian drama dan ciri-ciri drama. Kegiatan Belajar
2
membahas jenis-jenis drama. Kegiatan Belajar 3 membahas
pembelajaran
drama di SMP/SMA.
Modul ini akan membantu Anda sebagai mahasiswa FKIP,
khususnya
sebagai guru SMP/SMA, untuk memahami konsep-konsep dasar
drama
sebagai acuan untuk mengetahui bagaimana memilih drama yang
sesuai
dengan usia siswa SMP/SMA, dan dapat menjelaskan strategi
apresiasi
drama sebagai karya sastra, dan bentuk pementasannya dalam
pembelajaran
drama.
Uraian dalam modul ini merupakan dasar dari modul
selanjutnya,
misalnya: bagaimana asal-usul drama di Indonesia, dan
bagaimana
perkembangan drama di Indonesia. Maka, menguasai modul ini,
dapat
dipergunakan sebagai landasan untuk mempelajari modul-modul
selanjutnya.
Materi modul ini disusun menjadi 3 kegiatan belajar sebagai
berikut:
Kegiatan Belajar 1: Pengertian Drama dan Ciri-ciri Drama.
Kegiatan Belajar 2: Jenis-Jenis Drama.
Kegiatan Belajar 3: Pembelajaran Drama.
A PENDAHULUAN
-
1.2 Drama ⚫
Petunjuk Belajar
Untuk dapat memahami materi modul ini dengan baik serta
mencapai
kompetensi yang diharapkan, gunakan strategi belajar berikut
ini.
1. Sebelum membaca modul ini, cermati lebih dahulu glosarium
pada akhir
modul yang memuat istilah-istilah khusus yang digunakan dalam
modul
ini.
2. Bacalah materi modul dengan saksama, tambahkan catatan
pinggir
berupa tanda tanya, pertanyaan, konsep lain yang relevan, dan
masih
banyak lagi sesuai dengan pemikiran Anda yang muncul.
3. Cermati dan kerjakan tugas dalam kasus, gunakan pengalaman
dan
observasi Anda terhadap kasus serupa di lingkungan Anda.
4. Kerjakan tes formatif seoptimal mungkin, dan gunakan kunci
jawaban
tes formatif untuk membuat penilaian apakah jawaban Anda
sudah
memadai.
5. Buat catatan khusus hasil diskusi dalam tutorial tatap muka
dan tutorial
elektronik, untuk digunakan dalam pembuatan tugas mata kuliah
dan
ujian akhir mata kuliah.
-
⚫ PBIN4217/MODUL 1 1.3
Kegiatan Belajar 1
Pengertian Drama dan Ciri-ciri Drama
alam kegiatan belajar ini Anda akan mengkaji dua
permasalahan
pokok, yaitu: perihal istilah ‘drama’ dan ‘teater’, dan
ciri-ciri drama.
Dengan demikian, setelah Anda mempelajari kegiatan belajar satu
ini, Anda
akan dapat menjelaskan istilah drama dan teater, serta dapat
mengidentifikasi
ciri-ciri drama dengan tepat.
A. DRAMA DAN TEATER
Kata ‘drama’ masuk ke dalam perbendaharaan Bahasa Indonesia
berasal
dan dibawa oleh kebudayaan Barat (Oemaryati, 1971: 14-15). Di
tanah asal
kelahiran drama yaitu Yunani, drama timbul dari suatu ritual
pemujaan
terhadap para dewa. Menurut asal-usulnya kata ‘drama’, berasal
dari kata
Yunani draomai yang berarti 'berbuat', 'berlaku', 'bertindak',
'bereaksi’, dan
sebagainya (Harymawan,1988:1; Dewojati, 2012:7 ).
Awalnya, ‘drama’ dipertontonkan di lapangan terbuka. Para
penonton
duduk melingkar atau setengah lingkaran, dan upacara dilakukan
di tengah
lingkaran tersebut. Makin lama jumlah lingkaran makin luas,
upacara-
upacara juga semakin lebih besar, ini berarti membutuhkan tempat
yang lebih
luas. Tempat yang luas yang dijadikan semacam auditorium inilah
yang di
Yunani saat itu disebut theatron. Theatron yang diartikan
sebagai “a place for
seeing” atau, tempat tontonan itu (Baranger, 1994; Yudiaryani,
2002: 1)
berbentuk bangku-bangku yang berputar setengah lingkaran dan
mendaki ke
arah lereng bukit yang berfungsi sebagai tempat duduk penonton
ketika
drama Yunani klasik berlangsung. Dengan demikian, kata teater
muncul
sesudah kata drama. Dalam pada itu, apabila kita merunut
asal-usul katanya,
kata drama dan teater berbeda artinya, yang satu perbuatan yang
dapat
ditonton, yang lainnya tempat untuk menonton perbuatan yang
dapat ditonton
itu.
D
-
1.4 Drama ⚫
Sumber: Situs Web/Blok Sastra, diunduh pada 24/4/2018.
Gambar 1.1
Salah Satu Sisa-sisa Theatron Yunani Kuno
Dalam perkembangan selanjutnya, pergeseran-pergeseran terus
terjadi.
Berangkat dari sebuah upacara keagamaan menjadi seni berbicara
yang enak
ditonton. Intonasi untuk memeroleh efektivitas komunikasi
mulai
dipertimbangkan, sehingga melahirkan dua kecenderungan besar. Di
satu
pihak menekankan seni berbicara yang sarat dengan musik, dan
nyanyian
sebagai elemen utamanya, di pihak lain muncul pula bentuk seni
berbicara
yang hanya mengandalkan dialog sebagai elemen utamanya. Yang
pertama
hingga sekarang kita sebut sebagai opera. Sementara yang kedua,
kelak kita
kenal sebagai drama.
Dua kecenderungan besar itu terus berkembang. Kata drama
terus
bertahan artinya, tetapi kata teater melebar artinya. Kata
teater diartikan
sebagai susunan tempat pementasan berlangsung, tetapi juga
dapat
dipergunakan untuk menunjukkan sebuah kejadian atau peristiwa
yang
sedang berlangsung. Dengan memakai kata teater, kita mampu
mengetahui
seluruh warisan budaya drama sebagai jenis sastra termasuk di
dalamnya
bentuk pementasan pantomim, pertunjukan rakyat, wayang kulit,
wayang
golek, monolog, dan kabaret (Judiaryani, 2002: 2). Pada masa
sekarang,
penggunaan kata teater pemakaiannya lebih luas lagi. Dapat
dipergunakan
untuk menyebut pertunjukan atau tempat-tempat yang terkait
dengan film,
-
⚫ PBIN4217/MODUL 1 1.5
radio, dan televisi. Dalam banyak hal (Dewojati, 2012:15), kata
'teater' dan
'drama' sering digunakan dalam makna yang sama, meskipun
sesungguhnya
esensinya berbeda.
Dalam perkembangannya, istilah ‘drama’ lebih sempit
pemakaiannya
daripada istilah ‘teater’. Dalam pengertiannya yang paling umum
drama
adalah setiap karya yang dibuat untuk dipentaskan di atas
panggung oleh para
aktor yang menggambarkan kisah hidup dan kehidupan manusia
yang
diceritakan dengan gerak dan laku. Sementara teater adalah
sebuah istilah
lain untuk “drama” dalam pengertian yang lebih luas, termasuk
pentas,
penonton, dan gedung pertunjukan. Elam dalam bukunya yang
berjudul The
Semiotics of Theatre and Drama (1984: 2; bandingkan juga
Dewojati, 2012:
15), mengartikan ‘drama’ sebagai “that mode of fiction designed
for stage
representation and constructed according to paticular dramatic
convention”,
atau drama merupakan rancangan fiksi untuk kepentingan
panggung
pertunjukkan dan dibangun berdasarkan konvensi dramatik.
Harymawan (1988) mencoba mencari jalan keluar dengan
memberikan
pengertian teater dalam arti sempit dan teater dalam arti luas.
Dalam arti
sempit, teater adalah drama, kisah kehidupan manusia yang
diceritakan di
atas pentas, disaksikan oleh banyak orang dan menggunakan
media
percakapan. Pementasan itu bisa menggunakan atau tanpa dekor
(layar dan
sebagainya), didasarkan pada teks yang tertulis (hasil seni
sastra), dengan
atau tanpa musik, nyanyian, dan tarian; sedangkan teater dalam
arti luas
adalah segala tontonan yang dipertunjukkan di depan orang
banyak.
Misalnya, wayang orang, ketoprak, ludruk, srandul, membai,
randai,
mahyong, arja, rangda, reog, lenong, topeng, dagelan, sulap,
akrobatik, dan
sebagainya. Maka dalam modul ini kata drama akan dipergunakan
untuk
menyebut pementasan yang menggunakan naskah, sementara kata
teater
dipergunakan lebih luas, termasuk untuk pementasan drama tanpa
naskah
seperti pada teater tradisional.
Dalam pada itu, kata drama sering bersinonim dengan
sandiwara
(Harymawan, 1988: 2-3). Menurutnya, kata sandiwara dipakai oleh
P.K.G.
Mangkunegara VII untuk menerjemahkan kata toneel (bhs Belanda);
‘sandi’
artinya rahasia, dan ‘wara’ dari ‘warah’ pengajaran. Maka kata
‘sandiwara’
pada awalnya diartikan sebagai pengajaran yang dilakukan dengan
rahasia.
Kata ‘rahasia’ diperjelas maksudnya oleh almarhum Ki Hadjar
Dewantara
sebagai ‘lambang’. Dengan demikian, kata sandiwara dimaksudkan
sebagai
pengajaran yang dilakukan dengan lambang. Dengan kata lain,
apabila kita
-
1.6 Drama ⚫
menonton drama/teater tradisional atau sandiwara diharapkan
akan
memeroleh pengajaran secara tidak langsung. Ajaran yang
diperoleh masih
berwujud lambang yang harus diartikan oleh para penonton.
Akan tetapi, dalam perkembangannya kata sandiwara memiliki
tiga
macam arti. Satu di antaranya (arti yang ketiga) memeroleh arti
negatif yaitu
kejadian (politik dan sebagainya) yang hanya dipertunjukkan
untuk
mengelabui mata alias tidak sungguh-sungguh (KBBI, 2008: 1219).
Apabila
ada seorang teman mengatakan, “Jangan main sandiwara, kamu!”,
ini jelas
teman kita marah karena kita menutup-nutupi sesuatu yang
seharusnya
transparan. Di samping itu, istilah sandiwara hanya terbatas
pada para
pemakai bahasa Jawa, misalnya untuk menyebut sandiwara radio,
atau
drama-drama tradisional seperti kethoprak dalam bahasa Jawa
yang
diudarakan secara periodik oleh stasiun radio khususnya di
Yogyakarta, Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Dalam bahasa Indonesia istilah sandiwara
kurang
begitu populer dibanding dengan istilah drama.
Sumber: Situs kemdikbud.go.id, diunduh pada 25/4/2018.
Gambar 1.2
Salah Satu Sandiwara Tradisional Kethoprak Lesung di DIY
-
⚫ PBIN4217/MODUL 1 1.7
B. CIRI-CIRI DRAMA
Di atas telah kita pelajari pengertian drama yang dirunut dari
asal-usul
katanya. Pertanyaan berikutnya adalah, apa sebenarnya drama itu.
Atau lebih
konkret, seperti apakah karakteristik drama itu? Untuk itu,
sebelum kita
menyimpulkan apakah drama dan bagaimana ciri-cirinya, silakan
Anda
membaca dan membandingkan dua penggalan teks, yang pertama,
penggalan
teks drama berjudul Bila Malam Bertambah Malam karya Putu
Wijaya;
sedangkan yang kedua, penggalan cerpen berjudul “Kado
Perkawinan” karya
Hamsad Rangkuti dari buku kumpulan cerpen Lukisan Perkawinan
yang
diterbitkan oleh Sinar Harapan, 1982, seperti berikut ini:
.......................................................................................................
Adegan III
GUSTI BIANG
Lubangnya terlalu kecil. Benangnya terlalu besar, sekarang ini
serba
terlampau. Terlampau tua, terlampau gila, terlampau kasar,
terlampau begini,
terlampau begitu. Sejak kemarin aku tidak berhasil memasukkan
benang ini.
Sekarang mataku berkunang-kunang. Oh, barangkali toko itu sudah
menipu
lagi. Atau aku terbalik memegang ujungnya? Wayaaaaan ....
NYOMAN (Muncul dengan baki di tangannya dan lampu teplok)
Bagaimana Gusti Biang? Sudah sehat rasanya.
GUSTI BIANG TIDAK MENGHIRAUKAN DAN TETAP
MEMASUKKAN BENANG KE JARUMNYA
NYOMAN
Gusti Biang, ini air daun belimbing, bubur ayam yang sengaja
tiyang buatkan
untuk Gusti.
(Melihat kesulitan Gusti Biang)
Mari tiyang tolong.
GUSTI BIANG
Waaayaaaaan ....
(Kaget karena sentuhan)
Ulaaaaar......
NYOMAN
Ya ya kenapa Gusti terkejut ini kan Nyoman ....
GUSTI BIANG
Kau? Kau.
-
1.8 Drama ⚫
(terbatuk)
NYOMAN
Nah, itu sebabnya kalau belum santap malam. Apalagi sejak
beberapa hari ini
Gusti sudah tidak mau minum jamu lagi, minum sekarang ya?
GUSTI BIANG
Kau … kau setan, kukira ular belang jatuh dari pohon, bikin
sakit jantungku
kumat lagi.
NYOMAN
Gusti Biang takut sekali dengan ular, kenapa?
GUSTI BIANG
Binatang itu menggigit dan menjijikkan.
NYOMAN
Tapi tidak semua ular berbahaya.
(Tersenyum)
Tiyang juga takut pada ular.
GUSTI BIANG
Aku tak peduli. Apa tugasmu di sini?
NYOMAN
Sekarang sudah saatnya Gusti Biang minum obat.
GUSTI BIANG
Hari ini aku tak mau minum obat.
NYOMAN
Oh ya, baik tiyang tolong dulu Gusti memasukkan benang ke
jarumnya.
GUSTI BIANG
Juga tidak. Kau tidak diperlukan di sini.
…………………………………………………………………
(http://naskahdrama-rps.blogspot.co.id//bila-malam-bertambah-malam-putu-wijaya.html.
Diunduh 27/4/2018)
………………………………………………………………………………
Sejak bisa mengingat sampai Rabiah tamat SMP, dia tetap
merasakan
ejekan yang sama, yang selalu dilontarkan orang kepadanya. Ia
selalu ingat
bahwa orang senantiasa berbisik di belakangnya kalau mereka lagi
tidak
senang terhadap dirinya. Bisikan itu selalu dapat didengarnya
walaupun dari
jarak jauh. Terkadang orang mungkin mengatakan yang lain, tetapi
ia seperti
mendengar ejekan yang sama dilontarkan kepadanya. Dia akan
tersinggung
http://naskahdrama-rps.blogspot.co.id/bila-malam-bertambah-malam-putu-wijaya.htmlhttp://naskahdrama-rps.blogspot.co.id/bila-malam-bertambah-malam-putu-wijaya.html
-
⚫ PBIN4217/MODUL 1 1.9
mendengar kata-kata itu diucapkan di depannya. Kata-kata yang
menyakitkan
itu seperti sembilu yang ditusukkan ke hulu hatinya di dalam
dada. Kata-kata
“gunting”, “pisau cukur”, “sisir”, “pengetam rambut”, adalah
semacam cuka
yang dicurahkan ke atas luka yang menggores permukaan hati di
dalam
dadanya itu.
Tadi siang, waktu dia mengantarkan surat undangan
perkawinannya
kepada Sri, teman bekas sekolahnya di SMP, dia mendengar orang
berbisik
waktu ia melintas hendak pulang. Ia dapat menangkap bisikan
itu.
“Anak tukang cukur itu mau menikah. Nasibnya baik. Dia
mendapatkan
jodoh seorang pegawai negri. Siapa mengira, anak si tukang
cukur, bisa
mendapatkan jodohnya seorang pegawai kantoran. Aku mau anakku
juga bisa
bernasib baik seperti dia, dapat jodoh seorang pegawai
negri.”
Begitulah bisik-bisik orang yang didengarnya. “Anak si tukang
cukur
mendapat jodohnya. Anak si gunting rambut menemukan jodohnya.
Anak si
gunting rambut akan menikah.”
…………………………………………………………………
(dari: Kumpulan Cerpen Lukisan Perkawinan, hlm. 154).
Dilihat dari segi bentuk visualnya, apa yang membedakan antara
teks drama
dengan teks cerpen? Masih ingatkah Anda bahwa menurut
Aristoteles secara
garis besar karya sastra dibedakan ke dalam tiga pokok genre
(dari bahasa
Prancis, ucapkan zyanre) yaitu: lirik, epik, dan dramatik; atau
lebih
mudahnya yang berbentuk puisi, prosa rekaan, dan drama? Anda
tentu saja
masih ingat bahwa dalam novel Belenggu karya Armijn Pane, atau
Burung-
Burung Manyar karya Y.B. Mangunwijaya, pengarangnya
menceritakan
kisahannya dengan melibatkan tokoh-tokoh Tono, Tini, Yah dalam
Belenggu,
atau tokoh Teto dan Larasati dalam Burung-Burung Manyar lewat
kombinasi
antara dialog dan narasi. Begitu juga dalam penggalan cerpen
berjudul “Kado
Perkawinan” narasi tentang ejekan dan bisikan yang dialamatkan
kepada
Rabiah hingga tamat SMP jauh lebih banyak daripada dialog
langsung yang
diarahkan kepadanya. Sementara itu, dalam teks drama di atas,
paparan
kisahannya apakah seperti itu? Apa yang lebih mendominasi dalam
teks
drama, dialog, atau narasi?
Dialog. Tepat jawaban Anda. Dialog (sering disebut sebagai teks
utama)
antara tokoh Gusti Biang dan tokoh Nyoman mendominasi penggalan
drama
tersebut. Pembaca ikut dibuat jengkel atas ucapan-ucapan Gusti
Biang yang
terasa seenak perutnya sendiri, yang menyiratkan konflik tajam
antarmereka
berdua. Sementara itu, narasi cukup dominan dalam cerpen;
sedangkan dalam
-
1.10 Drama ⚫
teks drama, narasi hanya terbatas berupa petunjuk pementasan
yang disebut
sebagai teks samping (nebentext). Lewat petunjuk
pementasan—yang
kebanyakan dicetak miring atau ditulis kapital semua —itulah
pengarang
naskah drama memberi arahan penafsiran agar tidak terlalu
melenceng dari
apa yang sebenarnya dikehendakinya.
Di samping itu, dibandingkan dengan cerpen dan novel, jumlah
tokoh-
tokohnya jauh lebih sedikit. Bisa Anda bayangkan jika dalam
panggung
muncul puluhan tokoh yang sekaligus tampil berkelebatan di sana.
Anda bisa
pusing. Dari sudut latar juga lebih terbatas. Dalam drama latar
harus dapat
divisualkan. Apalagi untuk pergantian latar, pementasan
membutuhkan
waktu dan peralatan yang tidak sedikit. Itu artinya juga
membutuhkan biaya
dan tenaga. Sementara dalam cerpen atau novel, pengarang dapat
sebebas-
bebasnya melukiskan latar kejadian sedetail dan seluas
mungkin.
Agar drama yang dipentaskan dapat ditonton dengan runtut dan
enak
diikuti, mirip dengan novel, drama pun dibagi-bagi dalam babak
dan adegan-
adegan. Babak merupakan bagian yang paling besar dalam naskah
drama,
dan biasanya dibagi-bagi dalam banyak adegan. Sementara itu,
adegan adalah
suatu unit lakuan drama yang mengaitkan hukum kausalitas.
Bentuk visual drama itu variatif. Ada yang setiap dialognya
diberi nomor
urut, ada yang tidak bernomor seperti contoh lakon tersebut di
atas. Ditulis
bernomor, salah satu alasannya adalah untuk memudahkan pada saat
berlatih.
Akan tetapi, bentuk visual teks drama kebanyakan seperti contoh
penggalan
drama berjudul “Sampek & Engtay” karya N. Riantiarno (2004,
97-99),
berikut ini.
..............................................................................................................
GURU: (MEMUKUL BEL BERKALI-KALI DAN
BARU BERHENTI KETIKA MURID-MURID
SUDAH BERKUMPUL SEMUA. DIA
MENATAP MURIDNYA SATU DEMI SATU)
Siapa di antara kalian yang kencing sambil
berdiri?
(SEMUA MURID MENGACUNGKAN
TANGAN. KECUALI ENGTAY)
GURU: Sejak kapan kalian kencing sambil berdiri?
MURID-
MURID: Sejak kami kecil, Guru.
-
⚫ PBIN4217/MODUL 1 1.11
GURU: Itu menyalahi peraturan. Apa bunyi peraturan
tentang kencing?
MURID-I: Seingat saya, sekolah kita tidak pernah membuat
peraturan tentang kencing, Guru. Yang ada hanya
peraturan yang bunyinya: Jaga Kebersihan.
GURU: (MEMBENTAK) Jaga kebersihan! Jaga
kebersihan! Bunyi peraturan itu bisa berlaku untuk
segala perkara, termasuk perkara kencing dan
berak. Paham?
MURID-
MURID: (KETAKUTAN) Paham, Guru.
GURU: Tapi coba lihat sekarang di tembok WC dan kamar
mandi. Hitamnya, kotornya. Bagaimana cara
kalian menjaga kebersihan? Dengan cara
mengotorinya? Itu akibat kalian kencing sambil
berdiri.
ENGTAY: (MENGACUNGKAN TANGAN)
GURU: Kenapa Engtay? Mau omong apa? Kamu satu-
satunya yang tadi tidak tergolong kepada para
kencing-berdiriwan ini. Apa kamu kencing sambil
berjongkok? Atau sambil tiduran?
ENGTAY: (MENAHAN SENYUM) Maaf, Guru. Saya kencing
sambil jongkok sejak saya kecil.
ENGTAY: Sudah kebiasaan. Kencing sambil berdiri, bukan
saja menyalahi peraturan sekolah kita, tapi juga
melanggar ujar kitab-kitab yang bunyinya:
“Jongkoklah Waktu Buang Air Kecil dan Besar,
Supaya Kotoran Tidak Akan Berceceran”.
..............................................................................................................
Selain cara penuturan dan bentuk visualnya, ciri khas apa yang
terdapat
dalam drama? Dari sepenggal kutipan drama “Sampek Engtay”
tersebut di
atas, tatkala kita membacanya tergambar di depan kita ulah
seorang guru
yang cukup galak sedang menanyakan kepada murid-muridnya
tentang
bagaimana mereka kencing sehingga WC dan kamar mandi sangat
kotor. Ada
gerak seperti mengacungkan tangan, membentak, dan ketakutan.
Dengan
demikian, penulis lakon membeberkan kisahannya tak cukup jika
hanya
-
1.12 Drama ⚫
dibaca. Dibutuhkan gerak. Itulah yang disebut action. Pementasan
di
panggung, penulis lakon membayangkan action para aktornya dalam
bentuk
dialog. Dan dialoglah bagian paling penting dalam drama. Lewat
dialoglah
kita bisa melacak emosi, pemikiran, karakterisasi, yang
kesemuanya itu
terhidang di panggung lewat action alias gerak. Oleh karena itu,
tidaklah
berlebihan apabila seorang pakar drama kenamaan Moulton menyebut
drama
sebagai “life presented in action”, alias drama adalah hidup
yang ditampilkan
dalam gerak.
Dengan demikian, secara lebih ringkas karakteristik drama
ialah
mengutamakan dialog daripada narasi. Drama adalah salah satu
bagian dari
genre sastra yang menggambarkan kehidupan dengan mengemukakan
tikaian
dan emosi lewat lakuan dan dialog, yang dirancang untuk
pementasan di
panggung (Sudjiman, 1990). Selain dialog, alur, tokoh, dan
latar, masih ada
satu karakteristik drama yaitu tema. Berkaitan dengan tema dalam
drama,
George R. Kernodle dalam bukunya berjudul The Invitation to The
Theatre
(1961) seperti dikutip oleh Dewojati (2012: 25) mengemukakan
bahwa tema
drama, sangat dekat dengan nilai-nilai dramatis sehingga
disimpulkan bahwa
tema sebuah lakon perlu perenungan yang dalam. Dalam drama, tema
pada
dasarnya adalah "pemikiran" dan argumen dari simpulan terhadap
karakter
tertentu, yang bisa jadi merupakan tema secara keseluruhan lakon
dan bisa
pula hanya merupakan tema sebagian lakon tersebut. Tema pada
lakon dapat
diungkapkan secara eksplisit maupun implisit. Tema implisit
didapatkan pada
karakter, latar, dan kekayaan tekstur nonverbal yang dapat
diamati di atas
panggung; sedangkan tema eksplisit diucapkan dalam dialog verbal
para
tokohnya.
Bacalah buku antologi drama berjudul Horison Sastra Indonesia,
Buku
Drama editor Taufiq Ismail, dkk.(2002), dan pilihlah satu atau
dua judul
kutipan drama yang ada di dalamnya, dan carilah satu atau dua
judul cerpen
yang terdapat dalam buku Horison Sastra Indonesia Kitab Cerita
Pendek
editor Taufiq Ismail, dkk. (2002); atau buku kumpulan drama
berjudul 5
LATIHAN
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
-
⚫ PBIN4217/MODUL 1 1.13
Naskah Drama Pemenang Sayembara Dewan Kesenian Jakarta 2003
terbitan Grasindo, Jakarta (2005), atau buku kumpulan cerpen
berjudul
Riwayat Negeri yang Haru, editor Radhar Panca Dahana, terbitan
Buku
Kompas, Jakarta (2006). Kedua buku tersebut yang pertama memuat
teks
drama dan yang kedua cerita pendek secara utuh. Sementara itu,
mintalah
teman lain yang kebetulan Anda kenal untuk mencari cerpen-cerpen
di surat-
surat kabar seperti Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta; Suara
Merdeka,
Semarang; Jawa Pos, Surabaya; Pikiran Rakyat, Bandung;
Republika,
Kompas, Media Indonesia yang terbit di Jakarta; dan majalah
sastra Horison
lama yang memuat naskah drama, kemudian bandingkanlah.
Diskusikan
bersama teman-teman Anda mengapa yang satu disebut sebagai
drama,
sedangkan yang lain dikategorisasikan sebagai cerita pendek.
Jelaskan
jawaban Anda. Dari penjelasan itu dapat dirumuskan pula apa
hakikat drama
dan bagaimana ciri-ciri drama itu.
Petunjuk Jawaban Latihan
Untuk menjawab tugas tersebut di atas, Anda perlu mempelajari
kembali
apa yang membedakan antara teks drama dengan teks cerita pendek,
dan apa
sebenarnya drama itu, dan bagaimana karakteristik drama itu.
Istilah drama dan teater seyogianya dibedakan artinya. Drama
dimaksudkan sebagai bentuk karya sastra yang dirancang untuk
dipentaskan di panggung oleh para aktor dan aktrisnya, sedangkan
teater
adalah istilah lain untuk drama dalam pengertian yang lebih
luas,
termasuk pentas, penonton, dan tempat lakon itu dipentaskan.
Di
samping itu, salah satu unsur penting dalam drama adalah gerak
dan
dialog. Lewat dialoglah, konflik, emosi, pemikiran, dan karakter
hidup
dan kehidupan manusia terhidang di panggung. Dengan
demikian,
hakikat drama sebenarnya adalah gambaran konflik kehidupan
manusia
di panggung lewat gerak.
RANGKUMAN
-
1.14 Drama ⚫
1) Jelaskan perbedaan antara drama dan teater!
2) Jelaskan perbedaan antara teks drama dan teks fiksi!
3) Jelaskan ciri-ciri drama itu!
4) Jelaskan pengertian drama!
Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1
yang
terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang
benar.
Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat
penguasaan
Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 1.
Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali
80 - 89% = baik
70 - 79% = cukup
< 70% = kurang
Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda
dapat
meneruskan dengan Kegiatan Belajar 2. Bagus! Jika masih di bawah
80%,
Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 1, terutama bagian
yang
belum dikuasai.
TES FORMATIF 1
Jawablah pertanyaan berikut sesuai dengan perintah!
Tingkat penguasaan = Jumlah Jawaban yang Benar
100%Jumlah Soal
-
⚫ PBIN4217/MODUL 1 1.15
Kegiatan Belajar 2
Jenis-jenis Drama
alam kegiatan belajar ini Anda akan menjelaskan satu
permasalahan
pokok yaitu jenis-jenis drama. Dengan demikian, setelah Anda
mempelajari Kegiatan Belajar 2 ini, Anda akan dapat menjelaskan
macam-
macam jenis drama berikut contohnya.
A. JENIS-JENIS DRAMA
Secara garis besar ada enam jenis ragam drama, yaitu: tragedi,
komedi,
komedi baru, melodrama, tragikomedi, dan farce (baca/fars).
Berikut akan
dipaparkan secara ringkas keenam jenis drama tersebut dengan
contoh karya
dan pengarangnya.
1. Tragedi
Anda tentu masih ingat kisah sedih dari Bali yang berjudul
“Jayaprana
dan Layonsari”, “Roro Mendut dan Pranacitra” dari Jawa, atau
“Layla dan
Majnun” dari sastra Arab dan tentunya juga drama Romeo dan
Juliet karya
dramawan Inggris yang terkenal William Shakespeare. Yang
terakhir ini,
beginilah kisah pendeknya.
Di Verona Italia, tinggal dua orang keluarga bangsawan Montaque
dan
Capulet yang saling bermusuhan. Awalnya mereka bersahabat karib.
Namun,
karena sesuatu hal yang menyinggung harga diri mereka
masing-masing,
persahabatan ini menjadi retak, dan menjelma menjadi musuh
bebuyutan
yang sulit untuk dirujukkan.
Montaque mempunyai seorang putra remaja bernama Romeo. Ia
menaruh hati pada Rosalina, tetapi Rosalina mengacuhkannya.
Romeo
mabuk kepayang. Merasa bertepuk sebelah tangan. Untunglah, dalam
suatu
pesta di rumah Capulet, Romeo nekat mengikutinya walaupun
tidak
menerima undangan. Di pesta itulah Romeo ketemu dengan Juliet
yang
sangat memesonakannya. Romeo meminta izin apakah boleh
mencium
tangan Juliet. Diizinkan. Juliet sangat terkesan. Kembali Romeo
minta izin
mencium bibirnya, Juliet mengiyakan. Ciuman sekilas ini
terganggu oleh
kehadiran pembantu Juliet. Dari pesta itu dua-duanya mengetahui
bahwa
mereka berasal dari dua keluarga yang bermusuhan.
D
-
1.16 Drama ⚫
Setelah pesta usai dan para tamu pulang, di rumah Romeo tak bisa
tidur.
Diam-diam ia kembali ke rumah Juliet dan menunggu di bawah kamar
Juliet.
Di luar dugaan Juliet juga berada di kamar itu. Romeo naik ke
kamarnya.
Juliet mengatakan bahwa ia akan dinikahi Pangeran Paris yang
tak
dicintainya. Kontan Romeo melamarnya. Mereka bersepakat. Paginya
Romeo
datang ke pendeta minta tolong untuk menikahkan mereka. Pendeta
sangat
terkesan. Bertolak dari keinginan untuk mendamaikan kedua
keluarga yang
saling bermusuhan itulah pendeta bersedia menikahkannya.
Pembantu
Julietlah yang akhirnya berperan menjembatani pernikahan
yang
dirahasiakan itu. Setelah menikah, keduanya harus segera
berpisah.
Sementara itu, ayah Juliet telah menerima lamaran pria kaya
bernama
Pangeran Paris. Juliet merahasiakan perkawinannya dengan Romeo,
sambil
berpikir bagaimana mengatasi persoalannya, ia menyetujui
permintaan
ayahnya. Ia meminta izin pada ayahnya untuk menemui pendeta di
biara. Di
sana ia mengemukakan masalahnya pada pendeta. Setelah berpikir,
pendeta
memberikan sebotol minuman yang dapat diminum dan akan
mengakibatkan
semacam kematian selama dua hari. Pendeta menyarankan agar
Juliet
meminumnya di malam pernikahannya dengan Paris. Pendeta berjanji
akan
mengirimkan surat pada Romeo yang sedang dibuang dari Verona
karena
suatu perkelahian. Rencananya mereka akan dipertemukan di
makam.
Malam pernikahan berjalan lancar, tetapi beberapa saat
kemudian
terjadilah kegemparan. Mempelai wanita terkulai mati. Sebelum
dimakamkan
jenazahnya disemayamkan dua malam di pemakaman. Malam kedua,
Romeo
yang belum sempat menerima surat dari pendeta, demi mendengar
Juliet
telah mati dan siap dikuburkan, ia segera menuju kuburan. Di
situ tubuh
Juliet terbujur di peti mati. Tanpa berpikir panjang Romeo
menegak racun,
bunuh diri di samping tubuh Juliet. Pagi harinya saat ramuan itu
sudah tak
bereaksi Juliet terbangun. Ia kaget melihat tubuh Romeo terbujur
kaku di
sampingnya. Ia segera mencium mulut Romeo yang masih
menyisakan
racun. Karena tak juga mati ia segera mencabut pisau Romeo dan
bunuh diri
dengan menusuk dadanya sendiri.
Akhir percintaan yang tragis, barangkali begitu reaksi Anda.
Benar
sekali. Dan dari reaksi penonton yang seperti itulah,
Aristoteles seperti
dikutip oleh Barranger (1994: 57) menamakan drama jenis ini
sebagai drama
tragedi.
-
⚫ PBIN4217/MODUL 1 1.17
Drama tragedi seperti tersebut di atas, tokoh protagonisnya
(Romeo dan
Juliet) mengalami nasib yang tragis. Tokoh-tokohnya—selain
Romeo, Juliet,
pendeta, kedua orang tua mereka masing-masing, pembantu setia
Juliet—
terlibat dalam suatu bencana yang besar. Pengarangnya
(Shakespeare) ingin
melukiskan tentang ketidaksempurnaan manusia. Maksud Pendeta
yang
menikahkan Romeo-Juliet, dan usahanya lewat ramuan yang diminum
Juliet
bermaksud baik, tetapi apa daya, usaha yang bisa dikatakan
“mulia” ini
kandas karena informasi tak sampai di tangan Romeo.
Aristoteles
menyebutnya sebagai hamartia alias tragic flaw, sebagai esensi
tragedi, alias
sumber konflik batin yang menampilkan tokoh besar menjadi
megah
sekaligus jalan kepada kehancurannya (Soemanto, 2001: 254).
Contoh seperti
ini dapat dilacak dalam drama-drama tragedi Shakespeare yang
lain, seperti
tokoh Hamlet dalam Hamlet bergulat melawan keragu-raguannya
sendiri,
Macbeth dalam Macbeth bergulat melawan ambisi atas dorongan
istrinya,
Othello dalam Othello bergulat melawan kecemburuannya, dan King
Lear
dalam King Lear bergulat melawan kepikunannya. Oleh karena itu,
drama
tragedi sering diartikan sebagai drama yang menampilkan tokoh
yang sedih
dan muram, tenggelam dalam situasi yang gawat disebabkan sesuatu
yang tak
menguntungkan, misalnya kecemburuan atau ambisi yang
keterlaluan.
Keadaan seperti itu mengantarkan sang tokoh kepada
keputusasaan,
kehancuran, malapetaka, dan kesedihan atau kematian (Sudjiman,
1990: 22).
Akan tetapi, menurut Aristoteles, drama-drama tragedi justru
bermanfaat bagi
penontonnya. Drama tragedi dapat membersihkan jiwa para
penontonnya.
Oleh Aristoteles disebutnya sebagai katharsis. Mengapa bisa
begitu? Dengan
menonton pementasan drama Oedipus Sang Raja karya Sophokles
misalnya.
Tatkala tokoh Gembala dengan terbata-bata membukakan bukti
bahwa
Oedipus lah pembunuh Laius, ayahnya sendiri; dan mengawini
Iocasta
ibunya sendiri, penonton ikut terhanyut oleh nasib yang dialami
oleh Oedipus
sang tokoh utama yang mengalami kegagalan ketika berusaha
mencari
kebenaran tentang dirinya. Penonton merasa diombang-ambingkan
oleh rasa
takut dan sekaligus belas kasihan. Setelah pulang, penonton
terkesan dengan
mendalam. Merenung, dan melakukan introspeksi sehingga jiwanya
seolah
dibersihkan dari noda dosa. Atau secara psikologis penonton
merasa lega
karena tekanan batinnya seolah terurai (Hartoko dan B. Rahmanto,
1998: 72).
Itulah yang dimaksud Aristoteles dengan katharsis.
-
1.18 Drama ⚫
Selain tragedi, jenis lainnya adalah drama komedi, tragikomedi,
komedi
baru, melodrama, parodi, dan farce (baca/fars/drama yang
bersifat
karikatural).
Sumber: dikutip dari WordPress.com, diunduh pada 21/5/2018.
Gambar 1.3
Rendra dalam Pentas “Oidipus Sang Raja”
2. Komedi
Drama komedi adalah lakon ringan yang sifatnya menghibur
walaupun
selorohan di dalamnya dapat bersifat menyindir, biasanya
berakhir dengan
bahagia (Sudjiman, 1990: 23). Akan tetapi, lelucon bukanlah
tujuan utama
dalam komedi. Nilai dramatik tidak dikorbankan demi mengejar
hal-hal yang
lucu. Memang, dalam drama komedi banyak ditampilkan tokoh-tokoh
yang
tolol, konyol, bijaksana, tetapi konyol dan cerdas. Kelucuan
yang
dihasilkannya tidak dibuat-buat, sangat wajar, dan merupakan
sejenis humor
yang serius. Karya-karya klasik William Shakespeare seperti A
Midsummer
Night’s Dream (“Impian di Tengah Musim”) dan The Merchant of
Venice
(“Saudagar Venesia”). Juga Moliere si raja komedi dari Prancis
abad ke-17,
melukiskan dengan sangat kocak seorang pelayan yang berpura-pura
menjadi
dokter agar dapat kawin dengan putri tuannya dalam drama komedi
berjudul
-
⚫ PBIN4217/MODUL 1 1.19
“Dokter Gadungan” (Le Medecin-Malgre Lui). Drama-drama karya
Bernand
Shaw sering dikategorisasikan sebagai drama komedi yang
monumental.
Begitu juga Lysistrata karya Aristophanes yang hidup di Yunani
(445-385
s.M), yang mengisahkan istri-istri prajurit Athena yang mogok
tidak mau
berhubungan seks dengan suami mereka masing-masing dalam
upayanya
untuk menghentikan peperangan yang terus-menerus, adalah contoh
drama
komedi yang masih sangat relevan sampai sekarang. Di Indonesia
contoh
drama-drama komedi dapat ditemukan misalnya dalam Opera
Kecoa,
Suksesi, dan Opera Sembelit karya N. Riantiarno.
Sumber: dokumen Image Dynamics, dikutip dari
www.saraswati.co.id, diunduh pada
20/5/2018.
Gambar 1.4
Tokoh Roima Bersama Julini dalam Opera Kecoa Karya N.
Riantiarno
3. Komedi Baru
Jenis komedi baru ini sangat populer, muncul tahun 338 SM
ketika
tragedi mulai hilang setelah tahun 400 SM (Dewojati, 2012: 50).
Komedi
baru ini banyak mengusung tema kehidupan rumah tangga kelas
menengah di
masyarakat Athena saat itu. Plot ceritanya mengungkapkan
identitas pribadi
para tokohnya dan berkutat pada kejadian-kejadian yang serba
kebetulan.
Menander (342—291 SM) termasuk penulis produktif ketika itu.
Karyanya
lebih dari 100 cerita komedi baru. Ceritanya romantis. Alur
ceritanya happy
ending, bergerak dari suasana yang tidak membahagiakan berubah
ke arah situasi yang penuh kebahagiaan.
http://www.saraswati.co.id/
-
1.20 Drama ⚫
Bagi Rendra (1993:108) komedi adalah drama yang
mengungkapkan
cacat dan kelemahan sifat manusia dengan cara yang lucu,
sehingga penonton
lebih bisa menghayati kenyataan kehidupan. Rendra menekankan
komedi
sesungguhnya bukan dimaksudkan untuk sajian guyonan. Komedi
harus
mampu membukakan mata penonton kepada kenyataan kehidupan
sehari-hari
yang lebih dalam. Komedi rendahan yang banyak muncul di
televisi, yang
hanya mengeksploitasi kekurangan fisik seseorang dan dengan
materi
banyolan yang kasar, dan ejekan yang tidak cerdas, hanya akan
menjadi
hiburan murahan yang tidak mampu meningkatkan kecerdasan
moral
penontonnya.
4. Melodrama
Istilah melodrama (Judiaryani, 2002: 150-151) pertama kali
muncul di
Prancis sekitar tahun 1800, dan digunakan untuk menamakan
pertunjukkan
yang menggabungkan unsur-unsur seperti: (1) menitikberatkan pada
masalah
moral bahwa kejahatan akan mendapatkan hukuman yang
setimpal;
(2) membangkitkan rasa benci pada tokoh jahat, dan rasa simpati
pada tokoh
baik; (3) tokoh pahlawan baik lelaki maupun perempuan adalah
tokoh yang
jujur dan lucu; (4) cerita yang menegang adalah tulang
punggungnya;
(5) merupakan gabungan antara musik dan drama; (6) di setiap
babaknya
mengandung beberapa lagu.
Pada abad ke-19 melodrama ini berkembang menjadi opera yang
melahirkan komponis-komponis besar seperti Claudio Monteverdi,
Mozart,
dan Richard Wagner. Pertunjukannya didominasi oleh orkestra,
dan
dipertunjukkan di gedung pertunjukan yang megah. Kesedihan
yang
mendalam dinyanyikan dengan suara nyaring indah, berhadapan
dengan
alunan koor yang lengkap, dan dilatarbelakangi dengan setting
lukisan yang
spektakuler.
Karena populernya jenis melodrama ini, kadang muncul
melodrama
yang terlalu mengeksploitasi emosi penonton yang kurang terdidik
dengan
suguhan adegan horor, memancing rasa belas kasihan secara
berlebihan
dengan tidak memperlihatkan kaitan logis dalam pembeberan
lakonnya. Hal
inilah yang mereduksi arti melodrama menjadi lakon yang
sangat
sentimental, dengan lakuan yang mendebarkan dan mengharukan,
tetapi
karena penggarapan alur dan lakuannya berlebih-lebihan maka
kurang
meyakinkan penontonnya.
-
⚫ PBIN4217/MODUL 1 1.21
5. Tragikomedi
Tragikomedi adalah gabungan antara tragedi dan komedi.
Menurut
sejarahnya (Barnet, 2001: 39-40; dan Barranger, 1994: 180-181)
tragikomedi
sudah mulai populer dipentaskan oleh dramawan Plautus dengan
lakon
berjudul Amphitryon pada masa kekaisaran Roma 186 SM. Pada abad
ke-17
Corneille yang kerap disebut sebagai bapak drama tragedi di
Prancis, lewat
karyanya yang terkenal Le Cid menyuguhkan kombinasi tragedi dan
komedi
yang sarat akan percintaan di tengah-tengah kengerian, tetapi
drama itu
diakhiri dengan kebahagiaan. Karya kontroversial ini ternyata
sangat
digemari saat itu. Begitu juga Anton Chekov dramawan dari Rusia,
dan
George Bernand Shaw, sampai berujung pada drama absurd Samuel
Beckett
Waiting for Godot (“Menunggu Godot”) pada dasarnya adalah
drama-drama
jenis tragikomedi.
Sumber: foto dari www.meanderite.com, diunduh pada
21/5/2018.
Gambar 1.5
Salah Satu Adegan dalam Menunggu Godot Karya Samuel Beckett
Ciri-ciri umum dari jenis drama tragikomedi ini antara lain
ialah apabila
bagian awal penuh dengan gelak tawa dan kelucuan pada bagian
akhir akan
disusul dengan peristiwa-peristiwa tragis. Sebaliknya, jika pada
awalnya
penuh dengan kesedihan, akan berakhir dengan suka cita.
http://www.meanderite.com/
-
1.22 Drama ⚫
6. Farce
Farce merupakan bentuk lakon komedi tertua (abad pertama
sebelum
Masehi) dalam drama Romawi klasik yang diadaptasi dari Atella
dekat kota
Napels, Italia (Yudiaryani, 2002: 85). Dalam pertunjukannya
drama ini selalu
menggunakan tokoh yang sama dan sangat tipikal. Maccus adalah
tokoh
badut yang bodoh. Bucco tokoh yang serakah dan rakus. Pappus
adalah tokoh
yang tua, bodoh, dan mudah ditipu. Dossenus adalah tokoh licik
dan
bertubuh bongkok. Plot cerita berupa tipuan-tipuan dan
hasutan-hasutan yang
dilakukan oleh para badut. Dialog dilakukan secara improvisasi.
Musik dan
tari menjadi unsur penting untuk menghadirkan jalan cerita
dengan setting
alam pedesaan.
Dalam perkembangannya, farce adalah drama yang bersifat komik
dan
penuh ejekan terhadap kondisi manusia. Di Prancis, apa saja
tambahan yang
disisipkan dalam pertunjukkan secara improvisasi, khususnya
untuk
memancing gelak tawa para penonton, disebut farce. Di Inggris,
pelawak
Charlie Chaplin memopulerkan farce lewat film-film bisu yang
pendek.
Sayangnya, seperti halnya melodrama, farce yang pada awalnya
memang
dimaksudkan sebagai sisipan jenaka dan cerdas dalam pertunjukkan
drama
karena makin digemari penonton, kejenakaan ini berubah menjadi
banyolan
yang cenderung konyol, kasar, dan vulgar. Aktivitas pemainnya
sering
dilebih-lebihkan, segala yang terjadi di pentas bukan karena
tokoh, tetapi
lebih karena situasi pertunjukan dan hanya mementingkan hasil
tertawa yang
diakibatkan oleh lakon yang dibuat selucu mungkin. Tokoh-tokoh
yang
serius dalam dunia wayang, seperti Arjuna dan Bima atau Aria
Penangsang
dan Ranggalawe dalam pentas ketoprak humor misalnya, dapat saja
tiba-tiba
menjadi sangat kocak hanya karena tuntutan kelucuan yang menjadi
tujuan
pertunjukan. Bahkan dalam lakon drakula pada pertunjukan
Srimulat
misalnya, si drakula yang akan menghisap calon korbannya masih
sempat
melawak sehingga penonton terbahak-bahak dan bukan ngeri
ketakutan.
Bacalah sembarang naskah drama yang Anda jumpai di majalah
Sastra
(sudah tidak terbit), Budaya Jaya (juga sudah tidak diterbitkan
lagi), Horison,
atau Kalam atau buku kumpulan drama berjudul 10 Lakon Indonesia
2017
LATIHAN
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
-
⚫ PBIN4217/MODUL 1 1.23
Pemenang Lomba Penulisan Naskah Lakon Teater 2017 terbitan
Direktorat
Kesenian Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan
(2017) atau buku-buku drama karya N. Riantiarno seperti Opera
Kecoa dan
sebagainya di perpustakaan kota/sekolah Anda. Cobalah diskusikan
dengan
teman Anda mengapa drama-drama yang Anda jumpai itu dapat
dikategorisasikan sebagai drama tragedi, drama komedi,
tragikomedi,
melodrama, atau farce. Jangan lupa alasan-alasan Anda mengapa
Anda
mengategorisasikannya sebagai drama tragedi misalnya.
Petunjuk Jawaban Latihan
Untuk menjawab tugas tersebut di atas, Anda perlu mempelajari
kembali
ciri-ciri drama tragedi, komedi, komedi baru, tragikomedi,
melodrama, dan
farce.
Secara pokok ada enam jenis drama, yaitu tragedi, komedi,
komedi
baru, tragikomedi, melodrama, dan farce. Drama tragedi adalah
lakuan
yang menampilkan sang tokoh dalam kesedihan, kemuraman,
keputus-
asaan, kehancuran, dan kematian. Drama komedi adalah lakon
ringan
yang menghibur, menyindir, penuh seloroh, dan berakhir
dengan
kebahagiaan. Komedi baru mengusung tema kehidupan rumah
tangga
kelas menengah di masyarakat, mengungkapkan identitas pribadi
para
tokohnya dan berkutat pada kejadian-kejadian yang serba
kebetulan.
Tragikomedi adalah gabungan antara tragedi dan komedi.
Melodrama
adalah lakuan tragedi yang berlebih-lebihan. Farce adalah komedi
yang
dilebih-lebihkan, kadang bersifat karikatural.
1) Jelaskan jenis-jenis drama itu!
2) Jelaskan jenis drama komedi dan berilah contohnya!
3) Jelaskan jenis drama tragedi dan berilah contohnya!
RANGKUMAN
TES FORMATIF 2
Jawablah pertanyaan berikut sesuai dengan perintah!
-
1.24 Drama ⚫
4) Jelaskan jenis drama tragikomedi dan berilah contohnya!
5) Jelaskan jenis drama farce dan berilah contohnya!
Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 2
yang
terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang
benar.
Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat
penguasaan
Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 2.
Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali
80 - 89% = baik
70 - 79% = cukup
< 70% = kurang
Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda
dapat
meneruskan dengan Kegiatan Belajar 3. Bagus! Jika masih di bawah
80%,
Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 2, terutama bagian
yang
belum dikuasai.
Tingkat penguasaan = Jumlah Jawaban yang Benar
100%Jumlah Soal
-
⚫ PBIN4217/MODUL 1 1.25
Kegiatan Belajar 3
Pembelajaran Drama
alam kegiatan belajar ini Anda akan menjelaskan tiga
permasalahan
pokok pembelajaran drama di SMP/SMA, yaitu tujuan
pembelajaran
drama, manfaat pembelajaran drama, dan cara memilih bahan
pembelajaran
drama untuk SMP/SMA. Dengan demikian, setelah Anda
mempelajari
kegiatan belajar tiga ini, Anda akan dapat menjelaskan tujuan
pembelajaran
drama, manfaat pembelajaran drama, dan cara memilih bahan
pembelajaran
drama untuk SMP/SMA.
A. TUJUAN PEMBELAJARAN DRAMA
Drama adalah salah satu bentuk karya sastra yang sekaligus
menggairahkan dan mengasyikkan bagi pemain dan penontonnya.
Selain
mudah disesuaikan untuk dimainkan dan dinikmati oleh warga
masyarakat
dalam segala umur, drama sangat tinggi nilai pendidikannya.
Bahkan, hampir
semua drama/teater tradisional sejak Aceh, Batak, Minangkabau,
Jambi,
Melayu, Dayak Raya, Bangka Belitung, Sunda, Jawa, Bali, Bugis,
Toraja,
Gorontalo, Minahasa, Flores, Timor, Ternate, Halmahera, Ambon,
sampai
Papua, selalu berpegang teguh pada semboyan “tontonan-tuntunan”
artinya
setiap pertunjukan drama selain layak untuk ditonton sekaligus
harus
mengandung pengajaran moral yang baik (bandingkan dengan
konsep
Horatio dulce et utile). Tak pelak lagi dengan melakonkan
berbagai macam
peran yang dihayatinya, drama merupakan wadah bagi peserta didik
untuk
menjalani proses menuju kedewasaannya. Dengan menghayati
berbagai
macam peran, para siswa akan memiliki wawasan yang lebih luas
tentang
hidup dan kehidupan yang kelak akan dihadapinya.
J.S. Bruner dalam bukunya berjudul Towards a Theory of
Instruction
(1976) memaparkan bahwa drama sebenarnya merupakan pelajaran
tentang
sebab akibat dari pilihan tokoh-tokohnya. Drama dapat
mengungkapkan
permasalahan dilematis, konflik-konflik, dan bahkan teror-teror
yang
membelit tokoh-tokohnya. (...) Dramatisasi merupakan suatu cara
yang baik
untuk menyampaikan hal itu. Oleh karena itu, drama perlu digarap
dengan
serius untuk mengungkap realitas manusia yang sebenarnya
sehingga drama
merupakan pelajaran tentang realitas kehidupan manusia.
D
-
1.26 Drama ⚫
Drama bukan hanya pemaparan atau diskusi tentang peristiwa
realitas
kehidupan yang nyata; drama sebenarnya lebih merupakan
’penciptaan
kembali’ realitas kehidupan atau ’peniruan gerak’ yang
memanfaatkan unsur-
unsur aktivitas nyata melalui bahasa. Bahasa merupakan unsur
utama dalam
drama, di samping gerak, posisi, isyarat dan ekspresi wajah.
Bahasa dalam
drama, bukan sekadar untuk menyampaikan pesan secara lisan,
tetapi lebih
dari itu. Dalam drama, bahasa mengandung aneka macam pengucapan
lisan
yang penting, seperti lagu kalimat, lafal, volume suara,
tekanan, dan masih
banyak aspek lain yang perlu dipertimbangkan agar dapat
menyampaikan
pesan secara sempurna.
Tujuan utama dalam mempelajari drama adalah memahami
bagaimana
suatu tokoh harus diperankan dengan sebaik-baiknya dalam
suatu
pementasan. Untuk mempelajari pementasan tidaklah mudah,
terutama bagi
siswa yang sama sekali belum mengenal suatu pentas drama.
Seorang guru
drama bertanggung jawab untuk memperkenalkan siswa-siswanya
pada
kondisi pementasan drama. Guru hendaknya dapat memberikan
gambaran
tentang proses dramatisasi berdasarkan pengalaman hidupnya
sehari-hari.
Mempelajari naskah drama di satu sisi dan pentas drama di pihak
lain
merupakan dua aktivitas yang berbeda. Namun, perbedaan aktivitas
tersebut
perlu ditekan seminimal mungkin. Pertama, perlu diingat bahwa
drama,
mengandung sejumlah bentuk dan gaya yang berbeda satu sama lain.
Kedua,
bentuk dan gaya itu mempunyai tujuan yang tidak sama. Jika
bentuk dan
gaya ini dicampuradukkan, akan sangat mengecewakan. Misalnya,
akan
terjadi suatu kesalahan besar apabila pementasan tragedi,
lantaran keliru
menafsirkannya, akan ditanggapi para penonton justru sebagai
bahan
tertawaan; sebaliknya bentuk komedi malahan ditanggapi penonton
dengan
tegang dan serius.
Diperlukan proses belajar yang cukup lama bagi para siswa untuk
dapat
memahami perbedaan bentuk dan gaya dalam drama tersebut.
Perbedaan ini
dapat dikenali lewat istilah kunci seperti misalnya tragedi
(tentang kesedihan
dan kemalangan) dan komedi (tentang lelucon dan tingkah laku
konyol).
Drama komedi sering dibagi menjadi melodrama dan farce (drama
olok-
olok) yang masing-masing memiliki ciri-ciri sendiri meskipun
ada
kesamaannya. Jenis drama macam ini sering masih dibedakan pula
ke dalam
drama-drama realis dan drama-drama simbolik. Untuk penyajian
drama yang
realis, pementasannya perlu disiapkan situasi yang mendekati
kenyataan
sebenarnya, misalnya penggunaan bahasa sehari-hari, tata rias,
pakaian, tata
-
⚫ PBIN4217/MODUL 1 1.27
panggung, dan sebagainya; sedangkan pada drama simbolik,
dialognya dapat
dibuat puitis, dibumbui dengan musik, tarian, kor, dan dengan
panggung
kosong tanpa hiasan yang melukiskan realitas. Lebih lanjut akan
dibahas
dalam Kegiatan Belajar 4.
B. MANFAAT PEMBELAJARAN DRAMA
Pembelajaran sastra (termasuk di dalamnya drama) memiliki
empat
manfaat (Moody dalam Rahmanto, 2002: 16-25) bagi para siswa,
yaitu
membantu keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan
budaya,
mengembangkan cipta dan rasa, serta menunjang pembentukan
watak.
Dengan demikian mempelajari drama dapat membantu para siswa
terampil
berbahasa, meningkatkan pengetahuan budayanya, mengembangkan
cipta
dan karsa, serta dapat menunjang pembentukan watak para
siswa.
Marilah kita bahas satu-persatu keempat manfaat mempelajari
drama itu.
Pertama, membantu siswa terampil berbahasa.
Bagaimana ini dapat terjadi? Masih ingatkah Anda bahwa ada 4
keterampilan berbahasa, yaitu (1) menyimak, (2) wicara, (3)
membaca, dan
(4) menulis. Lewat pembelajaran drama siswa akan sekaligus
berlatih
terampil membaca, menyimak, berbicara, dan menulis. Belajar
bermain
drama tidak bisa tidak akan mengaktifkan keterampilan membaca
para siswa,
yakni dengan berulang kali membaca teks drama sebelum tampil.
Dalam
membaca teks drama (atau mendengarkan drama radio yang diputar
lewat
pita rekaman, atau teks drama yang dibacakan oleh guru, atau
teman), itu
artinya juga mengaktifkan keterampilan membaca, menyimak, dan
berbicara.
Apalagi jika pementasan sudah dimulai, berbicara dan menyimak
merupakan
faktor penting. Karena pertunjukkan drama itu menarik, siswa
dapat
mendiskusikannya dan kemudian menuliskan hasil diskusinya
sebagai bahan
latihan keterampilan menulis.
Kedua, meningkatkan pengetahuan budaya para siswa.
Karya sastra (termasuk di dalamnya drama), tidaklah
menyuguhkan
pengetahuan dalam bentuk jadi. Setiap karya sastra selalu
menghadirkan
'sesuatu' dan kerap menyajikan banyak hal yang apabila dihayati
benar-benar
akan semakin menambah pengetahuan orang yang membacanya. Ada
banyak
fakta yang diungkapkan teks drama. Apabila kita dapat merangsang
para
-
1.28 Drama ⚫
siswa untuk memahami fakta-fakta itu, lama-kelamaan mereka
akan
menyadari bahwa fakta-fakta itu sendiri tidak lebih penting
dibanding dengan
keterkaitannya satu-sama-lain. Fakta-fakta yang perlu dipahami
dalam drama
bukan hanya sekadar fakta-fakta tentang benda, tetapi
fakta-fakta tentang
kehidupan yang bukan hanya mencakup jawaban atas pertanyaan, apa
dan
siapa atau siapa melakukan apa; tetapi juga merupakan jawaban
atas
pertanyaan seperti manusia itu apa; apa yang dapat diharapkan
darinya;
mengapa dia bisa begitu; bagaimana dia bergaul dengan orang
lain; dan
sebagainya.
Suatu bentuk pengetahuan khusus yang harus selalu dipupuk
dalam
masyarakat (termasuk di dalamnya para siswa) adalah pengetahuan
tentang
budaya yang dimilikinya (misalnya: etos kerja, hukum,
organisasi, lembaga,
kesenian, agama, dan sebagainya). Pemahaman budaya dapat
menumbuhkan
rasa bangga, rasa percaya diri, dan rasa ikut memiliki. Di
samping itu, salah
satu tugas pembelajaran drama adalah memperkenalkan anak didik
dengan
sederetan kemajuan yang dicapai manusia di seluruh dunia, tanpa
merusak
kebanggaan atas kebudayaan yang mereka miliki sendiri. Memang
kita tetap
akan hidup tanpa mengenal kebudayaan mereka, tetapi ini akan
menyebabkan
kita akan sering terkejut jika kita mendengar atau membaca apa
yang
dikatakan atau ditulis orang lain.
Ketiga, mengembangkan cipta dan rasa.
Dalam melaksanakan pembelajaran drama, kita tidak boleh berhenti
pada
penguraian pengertian keterampilan ataupun pemahaman. Setiap
pendidik
hendaknya selalu menyadari bahwa setiap siswa adalah individu
dengan
kepribadiannya yang khas, memiliki kemampuan yang berbeda-beda,
serta
memiliki masalah dan kadar perkembangannya masing-masing secara
khusus
pula. Dengan demikian, penting sekali kiranya memandang
pembelajaran
sebagai proses pengembangan individu secara utuh. Kita tahu
bahwa di
dalam diri siswa terkandung berbagai macam kecakapan yang
kadang-kadang
menunjukkan adanya kekurangan-kekurangan atau
kelebihan-kelebihan. Oleh
karena itu, hendaknya kekurangan dan kelebihan itu dikembangkan
secara
harmonis.
Dalam pembelajaran drama, kecakapan yang perlu dikembangkan
oleh
para siswa adalah kecakapan yang bersifat indrawi, penalaran,
perasaan,
sosial, dan religius. Pembelajaran drama dapat memperluas
pengungkapan
indra penglihatan, pendengaran, pengecapan, dan peraba. Dengan
mengikuti
-
⚫ PBIN4217/MODUL 1 1.29
penafsiran kata-kata yang diungkapkan pengarang, siswa akan
mengenali
berbagai pengertian dan mampu membedakan satu hal dengan yang
lain,
misalnya kuning dengan keemasan; bising dengan menggemparkan;
harum
dengan busuk, serta masih banyak yang lain. Dengan memahami
kepekaan
alat perasa, lebih lanjut siswa akan berusaha memahami berbagai
aktivitas
fisik yang dilakukan oleh bagian-bagian tubuh untuk
mengungkapkan
dirinya. Pengungkapan diri lewat aktivitas fisik ini tampak
jelas dalam
bidang pementasan drama.
Pembinaan penalaran sering dianggap termasuk bidang khusus
matematika yang ada di luar jangkauan pembelajaran sastra
(termasuk
drama). Meski benar bahwa pelajaran matematika itu menuntut
proses
berpikir tepat, logis, serta terkendali ketat; hendaknya kita
sadari bahwa
bukan hanya matematika yang menuntut proses berpikir demikian.
Dewasa
ini, banyak diterapkan metode-metode logis dan rasional untuk
memecahkan
masalah-masalah di luar jangkauan matematika. Proses berpikir
logis banyak
ditentukan oleh hal-hal seperti ketepatan pengertian, ketepatan
penafsiran
kebahasaan, klasifikasi dan pengelompokan data, penentuan
berbagai pilihan,
serta formulasi rangkaian tindakan yang tepat. Pembelajaran
drama jika
dilakukan dengan benar akan sangat membantu siswa berlatih
memecahkan
masalah-masalah berpikir logis semacam itu. Akan tetapi, sejak
awal para
guru sastra hendaknya melatih mereka memahami fakta-fakta,
membedakan
mana yang pasti dan mana yang dugaan, memberikan bukti untuk
mendukung suatu pendapat, serta mengenal metode argumentasi yang
betul
dan yang sesat.
Kepekaan rasa dan emosi juga terkait dengan pembelajaran
drama.
Sehubungan dengan ‘rasa’ ini, pembelajaran drama dapat
menghadirkan
berbagai problem atau situasi yang merangsang tanggapan
perasaan. Situasi
dan problem itu oleh penulis lakon drama diungkapkan dengan
cara-cara
yang memungkinkan penonton tergerak untuk menjelajahi dan
mengembangkan perasaan kita sesuai dengan kodrat kemanusiaan
kita.
Misalnya, apabila kita menonton sepak terjang seorang tokoh yang
dengan
semena-mena memukuli anak kecil, emosi kita akan bangkit dan
akan ikut
merasa kesal atau apabila kita melihat ombak besar menerpa
karang di pantai
yang indah dalam cerita film, kita akan merasa kagum.
Sikap dewasa terungkap dalam toleransi dan kesetiakawanan.
Pemahaman yang efektif atas orang lain, hanya dapat dicapai
dengan bertitik
tolak dari pemahaman diri. Para penulis kreatif memiliki daya
imajinasi dan
-
1.30 Drama ⚫
kesanggupan yang luar biasa untuk mengidentifikasikan dirinya
dengan
orang lain dan menerobos suatu masalah serta mengenali intinya.
Oleh
karena itu, seorang pengajar drama hendaknya memilih bahan
pembelajarannya yang dapat membantu siswa memahami dirinya
dalam
rangka memahami orang lain.
Hampir semua pengarang yang mempunyai daya imajinasi tinggi
biasanya berusaha untuk menghadirkan masalah-masalah yang hakiki
yang
berkaitan dengan rasa religius dalam karya-karya mereka. Oleh
karena itu,
guru yang melihat perlunya penjelajahan pertanyaan-pertanyaan
hakiki bagi
siswanya akan menemukan materi yang berlimpah dalam dunia
sastra. Akan
tetapi, hendaknya guru mengarahkan agar siswanya tidak
mempunyai
anggapan bahwa setiap pengarang mempunyai ‘kebenaran mutlak’.
Beberapa
pengarang berusaha perlahan-lahan membantah kepercayaan
tertentu, sedang
beberapa pengarang lain berusaha memperbaiki atau mengubahnya.
Jadi,
bagaimanapun tetap diperlukan adanya pemikiran kritis tentang
apa saja yang
dianjurkan oleh pengarang-pengarang dalam karya mereka.
Keempat, menunjang pembentukan watak.
Perilaku seseorang lebih banyak ditentukan oleh faktor-faktor
pribadinya
yang paling dalam. Tidak ada satu pun jenis pendidikan yang
mampu
menentukan watak manusia. Pendidikan hanya dapat berusaha
membina dan
membentuk, tetapi tidak dapat menjamin secara mutlak bagaimana
watak
manusia yang dididiknya. Meskipun demikian, sehubungan
dengan
pembentukan watak ini, ada dua hal yang dapat dipetik dari
pembelajaran
sastra (termasuk juga drama), yaitu mampu membina perasaan
dengan lebih
tajam, dan membantu pengembangan berbagai kualitas
kepribadian.
Dibanding pelajaran-pelajaran lainnya, pembelajaran sastra
memungkinkan lebih banyak untuk mengantar para siswa mengenali
hal-hal,
seperti kebahagiaan, kebenaran, kesetiaan, kebanggaan,
kelemahan,
kekalahan, keputusasaan, kebencian, perceraian, dan kematian.
Seorang
siswa yang banyak mendalami karya sastra biasanya mempunyai
perasaan
yang lebih peka untuk menunjuk mana yang bernilai dan mana yang
tak
bernilai. Dengan demikian, lebih lanjut dia akan mampu
menghadapi
masalah-masalah hidupnya dengan pemahaman, wawasan, toleransi,
dan rasa
simpati yang lebih mendalam.
-
⚫ PBIN4217/MODUL 1 1.31
Dalam usaha mengembangkan berbagai kualitas kepribadian
siswa,
seperti ketekunan, kepandaian, dan imajinasi, karya sastra
memuat berbagai
medan pengalaman yang sangat luas. Lewat pembelajaran sastra,
siswa
dipertemukan dengan berbagai kesempatan untuk menelusuri semacam
arus
pengalaman yang sangat kaya, segar, dan terus mengalir.
Pengalaman itu
merupakan persiapan yang baik bagi kehidupan siswa di masa
mendatang,
terutama dalam profesinya ketika dia harus selalu siap menilai
dan
mengambil keputusan untuk menghadapi berbagai macam masalah.
C. MEMILIH DRAMA UNTUK SMP/SMA
Prinsip penting dalam pembelajaran drama adalah bahan yang
akan
disajikan harus sesuai dengan kemampuan siswa dalam suatu
tahapan
tertentu. Drama yang akan disajikan hendaknya juga
diklasifikasikan
berdasarkan tingkat kesukaran dan kriteria-kriteria tertentu
lainnya, antara
lain berapa banyak teks drama yang tersedia di perpustakaan
sekolahnya,
kurikulum yang harus diikuti, persyaratan bahan yang harus
diberikan agar
dapat menempuh tes hasil belajar akhir tahun, dan sebagainya.
Dalam
memilih bahan pembelajaran (Moody via Rahmanto, 2002: 26-33),
perlu
dipertimbangkan dari sudut bahasa, kematangan jiwa (psikologi),
dan latar
belakang kebudayaan para siswa.
Pertama, dari sudut bahasa.
Aspek kebahasaan tidak hanya ditentukan oleh masalah yang
dibahas,
tetapi juga faktor-faktor lain, seperti bagaimana cara
penulisannya, ciri-ciri
karya sastra pada saat teks drama itu ditulis, dan usia pembaca
yang ingin
disasar oleh pengarang. Oleh karena itu, diperlukan kiat untuk
memilih
bahan pembelajaran yang bahasanya sesuai dengan tingkat
penguasaan
bahasa siswanya. Caranya dengan mempertimbangkan kosakatanya,
panjang
pendeknya kalimat, dan struktur ketatabahasaannya. Seorang guru
hendaknya
selalu berusaha memahami tingkat kebahasaan siswa-siswinya
sehingga
berdasarkan pemahaman itu guru dapat memilih materi yang cocok
untuk
disajikan.
Dalam usaha meneliti ketepatan teks yang terpilih, guru
hendaknya
mempertimbangkan juga isi teks drama, ungkapan-ungkapan,
referensi yang
ada, cara penulis menuangkan ide-idenya dan hubungan antardialog
sehingga
siswa dapat memahami kata-kata kiasan yang digunakan dalam
dialog. Dari
-
1.32 Drama ⚫
sudut bahasa ini ada 17 buah naskah drama yang terkumpul dalam
antologi
Kumpulan Drama Remaja suntingan A. Rumadi (1988), dapat dipilih
sebagai
lakon yang bahasanya mudah dijangkau oleh siswa sekolah
menengah. Selain
bahasanya mudah dipahami, drama-drama dalam kumpulan tersebut
dapat
dipergunakan sebagai latihan pementasan drama karena rata-rata
durasinya
kurang dari satu jam pementasan.
Kedua, dari sudut kematangan jiwa (psikologi).
Dalam memilih bahan pembelajaran, tahap-tahap perkembangan
psikologis siswa perlu diperhatikan. Tahap-tahap ini sangat
besar
pengaruhnya terhadap minat, keengganan, daya ingat, kemauan
mengerjakan
tugas, kesiapan bekerja sama, dan pemecahan problem yang
dihadapi. Secara
garis besar, ada empat tingkatan perkembangan psikologis
anak-anak sekolah
dasar sampai sekolah menengah, yaitu (1) pengkhayal (8-9 tahun),
tahapan
yang masih didominasi oleh berbagai macam fantasi kekanakan; (2)
romantik
(10-12 tahun), tahapan yang sudah mengarah ke realitas ketika
lakon-lakon
kepahlawanan, petualangan, dan bahkan kejahatan sudah mulai
disenangi;
(3) realistik (13-16 tahun), dalam tahapan ini anak-anak sangat
berminat pada
apa yang benar-benar terjadi, dan siap mengikuti dengan teliti
fakta-fakta
untuk memahami masalah-masalah dalam kehidupan yang nyata;
dan
(4) generalisasi (16 tahun dan selanjutnya), tahapan di mana
anak sudah
berminat untuk menemukan konsep-konsep abstrak dengan
menganalisis
suatu gejala, yang kadang-kadang mengarah ke pemikiran falsafati
untuk
menentukan keputusan-keputusan moral.
Tentu saja, tidak semua siswa dalam satu kelas mempunyai
tahapan
psikologis yang sama, tetapi guru hendaknya menyajikan naskah
drama yang
setidak-tidaknya secara psikologis dapat menarik minat sebagian
besar siswa
dalam kelas itu. Terlebih-lebih untuk tahapan terakhir, para
siswa di
Indonesia akan lebih mudah diajak memahami naskah drama yang
kental
aspek pertimbangan moralnya daripada yang filosofis.
Ketiga, dari sudut latar belakang budaya.
Latar belakang budaya karya sastra ini meliputi hampir semua
faktor
kehidupan manusia dan lingkungannya, seperti: geografi, sejarah,
topografi,
iklim, mitologi, legenda, pekerjaan, kepercayaan, cara berpikir,
nilai-nilai
masyarakat, seni, olahraga, hiburan, moral, etika, dan
sebagainya. Biasanya
siswa akan mudah tertarik pada karya-karya sastra dengan latar
belakang
-
⚫ PBIN4217/MODUL 1 1.33
yang erat hubungannya dengan latar belakang kehidupan mereka,
terutama
apabila karya sastra itu menghadirkan tokoh yang berasal dari
lingkungan
mereka dan mempunyai kesamaan dengan mereka atau dengan
orang-orang
di sekitar mereka. Dengan demikian, secara umum, guru sastra
hendaknya
memilih bahan pengajarannya dengan menggunakan prinsip
mengutamakan
karya-karya sastra yang latar ceritanya dikenal oleh para siswa.
Guru sastra
hendaklah memahami apa yang diminati oleh para siswanya sehingga
dapat
menyajikan suatu karya sastra yang tidak terlalu menuntut
gambaran di luar
jangkauan kemampuan pembayangan yang dimiliki oleh para
siswanya.
Meski demikian, guru hendaknya selalu ingat bahwa pendidikan
secara
keseluruhan bukan hanya menyangkut situasi dan masalah-masalah
lokal
saja. Sastra merupakan salah satu bidang yang menawarkan
kemungkinan
cara-cara terbaik bagi setiap orang yang ada dalam satu bagian
dunia untuk
mengenal bagian dunia orang lain. Oleh karena itu, seorang guru
sastra
hendaknya berpengalaman luas. Dia bertanggung jawab mengarahkan
siswa-
siswanya untuk mencerap berbagai pengetahuan sehingga memiliki
wawasan
yang luas untuk memahami berbagai macam peristiwa kehidupan.
1) Ada empat manfaat yang dapat dipetik dalam pembelajaran
drama. Satu
di antaranya bermanfaat untuk menunjang pembentukan watak
para
siswa dalam arti membina perasaan siswa dengan lebih tajam
dan
membantu pengembangan berbagai kualitas kepribadian.
Diskusikan
dengan teman-teman Anda khususnya yang pernah berpengalaman
melatih para siswa dalam bermain drama. Tunjukkan bahwa
berlatih
bermain drama memang dapat membantu pengembangan kualitas
perkembangan siswa.
2) Bacalah dua buah penggalan teks drama di bawah ini. Teks
pertama
dikutipkan dari drama Romeo dan Juliet karya William
Shakespeare
yang diterjemahkan oleh Trisno Sumardjo dan RM Palaka (2004:
91-92);
sedangkan yang kedua dikutipkan dari sandiwara berjudul Sampek
&
Engtay karya N. Riantiarno (2004: 29-31). Bacalah dengan
teliti,
LATIHAN
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
-
1.34 Drama ⚫
kemudian diskusikan dengan teman-teman Anda teks mana yang
dapat
dipergunakan sebagai bahan pembelajaran drama untuk sekolah
menengah.
Teks Pertama
…………………………………………………………………………….
ROMEO
Dia mengucapkan kata.
Terus dan teruslah berkata, bidadari!
Sebab malam ini engkau ratu yang terus berseri di
ubun-ubunku
laksana duta kayangan bersayap mendatangi makhluk yang tak
punya daya, hingga matanya memutih disebabkan takjub tak
tertanggungkan.
Ia jatuh terlentang untuk melihat tatkala dia naik ke pundakan
awan
yang berarak lalu melayang-layang di awan-awan tertinggi.
JULIET
O, Romeo, Romeo! Mengapa kau Romeo?
Jangan akui keturunanmu dan namamu!
Dan aku bukan lagi orang Capulet.
Dengan begitu, kau bisa menjadi kekasihku.
ROMEO
Akankah aku terus mendengar, atau menyela bicara?
JULIET
Hanya namamu yang menjadi musuhku.
Tapi engkau tetap dirimu sendiri di mataku, bukan Montague.
Apa itu “Montague?” Ia bukan tangan, bukan kaki, bukan
lengan,
bukan muka, atau apa pun dari tubuh seseorang.
Jadilah nama yang lain!
Apalah arti sebuah nama? Harum mawar tetaplah harum mawar,
andaikan mawar bersalin dengan nama lain.
Ia tetap bernilai sendiri, sempurna, dan harum mawar tanpa
harus
bernama mawar.
Romeo, tanggalkan namamu.
Untuk mengganti nama yang bukan bagian dari dirimu itu,
ambillah
diriku seluruhnya.
-
⚫ PBIN4217/MODUL 1 1.35
ROMEO
Janji itu mengikat dirimu!
Jadikan aku kekasihmu, dan kuubah namaku, tak lagi Romeo.
JULIET
Orang macam apa ini yang diselubungi malam mendengarkan
rahasiaku?
………………………………………………………………………
Teks Kedua
..............................................................................................................
(ENGTAY SUDAH BERPAKAIAN LELAKI, BERJENGGOT,
MENGETUK PINTU)
JINSIM : (RAGU-RAGU) Ya, ada perlu apa?
ENGTAY: Kamu siapa?
JINSIM : Saya pembantu kepala keluarga Ciok. Tuan siapa,
dari mana?
ENGTAY: Kamu, jangan banyak bicara. Lekas panggil
majikanmu ke luar. Aku datang untuk suatu
keperluan yang mendesak.
JINSIM : (RAGU-RAGU) Tapi ….
ENGTAY: Satu patah kata lagi, kamu akan saya seret ke
penjara.
JINSIM : (TAKUT) Baik, tuan, baik. Silakan tunggu dulu
barang sebentar dulu.
(BERGEGAS KE LUAR)
ENGTAY: (KETAWA TERTAHAN) Bahkan Jinsim,
pengasuhku sejak bayi, tidak mengenaliku. Oh,
aku tidak tahu bagaimana nanti kalau berhadapan
dengan ayah.
CIOK : (BERGEGAS MENYAMBUT DIIRINGI NYONYA
CIOK, SUHIANG DAN JINSIM) Silakan duduk,
Tuan, ada perlu apakah? Kata pembantuku tadi,
Tuan menyebut-nyebut penjara. Siapakah tuan,
dari mana?
ENGTAY: Dengar saja baik-baik, tidak usah memotong
pembicaraan. Waktuku tidak banyak. Aku buru-
buru. Kamu, betul bernama Ciok?
-
1.36 Drama ⚫
CIOK : Benar, Tuan.
ENGTAY: Di dalam catatanku, kamu asal Banten. Pindah ke
Serang delapan belas tahun yang lalu. Istrimu satu,
anakmu satu, perempuan bernama Engtay. Betul?
………………………………………………………………………
Petunjuk Jawaban Latihan
Untuk menjawab latihan tersebut di atas, Anda perlu
mempelajari
kembali manfaat mempelajari drama, dan bagaimana cara memilih
drama
yang sesuai dengan siswa sekolah menengah.
Hampir semua drama/teater tradisional di Indonesia, selalu
berpegang teguh pada semboyan “tontonan – tuntunan”, artinya
setiap
pertunjukan drama selain layak untuk ditonton sekaligus
harus
mengandung pengajaran moral yang baik. Drama sangat tinggi
nilai
pendidikannya. Dengan melakonkan berbagai macam peran yang
dihayatinya, drama merupakan wadah bagi peserta didik untuk
menjalani
proses menuju kedewasaannya. Dengan menghayati berbagai
macam
peran, para siswa akan memiliki wawasan yang lebih luas tentang
hidup
dan kehidupan yang kelak akan dijalaninya. Itulah tujuan
pembelajaran
drama di sekolah menengah.
Apabila dilakukan dengan benar, pembelajaran sastra memiliki
empat manfaat bagi para siswa yaitu: membantu keterampilan
berbahasa,
meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan
rasa,
serta menunjang pembentukan watak. Oleh karena drama, termasuk
satu
di antara tiga jenis pokok karya sastra, maka mempelajari drama
pun
dapat membantu para siswa terampil berbahasa, meningkatkan
pengetahuan budayanya, mengembangkan cipta dan karsa, serta
dapat
menunjang pembentukan watak para siswa.
Dalam memilih bahan pembelajaran drama yang akan disajikan
perlu dipertimbangkan dari sudut bahasa, kematangan jiwa
(psikologi),
dan latar belakang kebudayaan para siswa, di samping itu perlu
pula
diklasifikasikan berdasarkan tingkat kesukaran dan
kriteria-kriteria
RANGKUMAN
-
⚫ PBIN4217/MODUL 1 1.37
tertentu lainnya, seperti berapa banyak teks drama yang tersedia
di
perpustakaan sekolahnya, kurikulum yang harus diikuti, dan
persyaratan
bahan yang harus diberikan agar dapat menempuh tes hasil belajar
akhir
tahun.
1) Jelaskan tujuan pembelajaran drama!
2) Jelaskan manfaat pembelajaran drama!
3) Jelaskan bagaimana cara pemilihan bahan pembelajaran drama
di
SMP/SMA!
Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 3
yang
terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang
benar.
Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat
penguasaan
Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 3.
Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali
80 - 89% = baik
70 - 79% = cukup
< 70% = kurang
Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda
dapat
meneruskan dengan modul selanjutnya. Bagus! Jika masih di bawah
80%,
Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 3, terutama bagian
yang
belum dikuasai.
TES FORMATIF 3
Jawablah pertanyaan berikut sesuai dengan perintah!
Tingkat penguasaan = Jumlah Jawaban yang Benar
100%Jumlah Soal
-
1.38 Drama ⚫
Kunci Jawaban Tes Formatif
Tes Formatif 1
No. Jawaban Skor
1) Drama berasal dari kata draomai (Bahasa Yunani) yang
berarti berbuat, berlaku, atau bertindak. Kata “teater”
berasal dari kata theatron (bahasa Yunani) yang diartikan
sebagai a place for seeing atau tempat tontonan. Dalam
sejarahnya kata teater muncul sesudah kata drama. Dilihat
dari asal usul katanya kata drama dan teater berbeda
artinya, tetapi saling mengait. Drama adalah suatu
perbuatan yang dapat ditonton, sedangkan teater adalah
tempat untuk menonton perbuatan yang dapat ditonton.
Jika jawaban sesuai, skor 20.
Jika jawaban kurang sesuai, skor 10.
Jika jawaban tidak sesuai, skor 0.
20
2) Perbedaan antara teks drama dan teks cerpen sebagai
berikut.
a. Teks drama
- Didominasi dialog, narasi hanya terbatas berupa
petunjuk pementasan yang disebut sebagai teks
sampingan.
- Jumlah tokoh-tokohnya jauh lebih sedikit.
- Latarnya terbatas.
b. Teks cerpen
- Ada dialog dan narasi.
- Jumlah tokoh tergantung panjang pendeknya cerpen.
- Latarnya jauh lebih kompleks, pengarang dapat
sebebas-bebasnya melukiskan latar kejadian sedetail
dan seluas mungkin.
Jika jawaban sesuai, skor 40.
Jika jawaban kurang sesuai, skor 30.
Jika jawaban tidak sesuai, skor 0.
40
-
⚫ PBIN4217/MODUL 1 1.39
3) Ciri-ciri teks drama: mengutamakan dialog daripada
narasi, menggambarkan kehidupan dengan
mengemukakan tikaian dan emosi lewat lakuan dan
dialog, dan dirancang untuk pementasan di panggung.
Jika jawaban sesuai, skor 20.
Jika jawaban kurang sesuai, skor 10.
Jika jawaban tidak sesuai, skor 0.
20
4) Drama adalah gambaran konflik kehidupan manusia di
panggung lewat gerak.
Jika jawaban sesuai, skor 20.
Jika jawaban kurang sesuai, skor 10.
Jika jawaban tidak sesuai, skor 0.
20
Total Skor 100
Tes Formatif 2
No. Jawaban Skor
1) Jenis-jenis drama sebagai berikut: tragedi, komedi,
komedi baru, tragikomedi, melodrama, dan farce.
Jika semua jawaban benar, skor 20.
Jika hanya dua yang benar, skor 10.
Jika semua jawaban salah, skor 0 .
20
2) Drama tragedi ialah drama yang menampilkan tokoh yang
sedih, muram, mengalami situasi yang gawat karena
sesuatu yang tidak menguntungkan, yang menyebabkan
tokoh mengalami keputus-asaan, kehancuran, malapetaka,
dan kesedihan atau kematian. Contohnya: drama-drama
tragedi karya William Shakespeare seperti: tokoh Hamlet
dalam Hamlet bergulat melawan keragu-raguannya
sendiri, Macbeth dalam Macbeth bergulat melawan ambisi
atas dorongan istrinya, Othello dalam Othello bergulat
melawan kecemburuannya, dan King Lear dalam King
Lear bergulat melawan kepikunannya.
Jika semua jawaban benar dan lengkap dengan
contohnya, skor 20.
20
-
1.40 Drama ⚫
Jika jawaban tak langkap dan contohnya hanya dua yang
benar, skor 10.
Jika semua jawaban salah, skor 0.
3) Drama komedi ialah lakon ringan yang sifatnya
menghibur, selorohanya bersifat menyindir, dan berakhir
dengan kebahagiaan. Contohnya: drama “Impian di
Tengah Musim” dan “Saudagar Venesia” karya William
Shakespeare”; “Dokter Gadungan” karya Moliere;
“Lysistrata” karya Aristophanes; “Opera Kecoa”,
“Suksesi”; dan “Opera Sembelit” karya N. Riantiarno.
Jika semua jawaban benar, dan lengkap dengan
contohnya, skor 20.
Jika jawaban tak langkap, dan contohnya hanya dua yang
benar, skor 10.
Jika semua jawaban salah, skor 0.
20
4) Drama tragikomedi ialah gabungan antara tragedi dan
komedi yang sarat akan percintaan di tengah-tengah
kengerian, tetapi diakhiri dengan kebahagiaan. Contohnya
lakon “Amphitryon” 186 SM; “Le Cid” karya Corneille;
dan “Menunggu Godot” karya Samuel Beckett.
Jika semua jawaban benar dan lengkap dengan
contohnya, skor 20.
Jika jawaban tak langkap dan contohnya hanya dua yang
benar, skor 10.
Jika semua jawaban salah, skor 0.
20
5) Drama farce ialah lakon komedi yang menggunakan
tokoh yang sama dan sangat tipikal, bersifat komik dan
penuh ejekan terhadap kondisi manusia, alur kisahannya
berupa tipuan-tipuan dan hasutan-hasutan yang dilakukan
oleh para badut. Dialog dilakukan secara improvisasi.
Musik dan tari menjadi unsur penting untuk menghadirkan
jalan cerita dengan setting alam pedesaan. Contohnya,
pelawak Charlie Chaplin memopulerkan farce lewat film-
film bisu yang pendek. Di Indonesia banyak dipentaskan,
baik dalam panggung maupun televisi oleh kelompok
Srimulat.
20
-
⚫ PBIN4217/MODUL 1 1.41
Jika semua jawaban benar dan lengkap dengan
contohnya, skor 20.
Jika jawaban tak langkap dan contohnya hanya dua yang
benar, skor 10.
Jika semua jawaban salah, skor 0.
Total Skor 100
Tes Formatif 3
No. Jawaban Skor
1) Tujuan pembelajaran drama adalah memahami bagaimana
suatu tokoh harus diperankan dengan sebaik-baiknya
dalam pementasan, dan dengan melakonkan berbagai
macam peran yang dihayatinya, peserta didik menjalani
proses menuju kedewasaannya, sehingga para siswa akan
memiliki wawasan yang lebih luas tentang hidup dan
kehidupan yang kelak akan dihadapinya.
Jika jawaban benar, dan lengkap, skor 30
Jika jawaban tak lengkap, skor 10
Jika jawaban salah, skor 0
30
2) Empat manfaat pembelajaran drama bagi para siswa,
yaitu: membantu keterampilan berbahasa, meningkatkan
pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa,
serta menunjang pembentukan watak para siswa.
Jika jawaban benar dan lengkap, skor 30.
Jika jawaban tak langkap, dan hanya dua yang benar,
skor 10.
Jika semua jawaban salah, skor 0.
30
3) Cara pemilihan bahan pembelajaran drama untuk
SMP/SMA, dengan mempertimbangkan: (a) dari sudut
bahasa, dipertimbangkan: kosakatanya, panjang
pendeknya kalimat, struktur ketatabahasaannya,
ungkapan-ungkapan, referensi dan cara penulis
menuangkan ide-idenya, dan hubungan antardialog
sehingga siswa dapat memahami kata-kata kiasan yang
digunakan dalam dialog; (b) tahap-tahap kematangan jiwa
(psikologi) siswa, yang berpengaruh terhadap minat, daya
ingat, kemauan mengerjakan tugas, kesiapan bekerja sama,
40
-
1.42 Drama ⚫
dan pemecahan problem yang dihadapi); serta (c) latar
belakang kebudayaan para siswa, misalnya geografi,
topografi, mitologi, kepercayaan, cara berpikir, nilai-nilai
masyarakat, moral, etika, dan sebagainya. Para siswa akan
mudah tertarik pada teks drama dengan latar belakang
yang erat hubungannya dengan latar belakang kehidupan
mereka.
Jika semua jawaban benar, dan lengkap dengan
penjelasannya, skor 40.
Jika jawaban benar, tetapi penjelasannya kurang lengkap,
skor 30.
Jika jawaban dan penjelasannya salah, skor 0.
Total Skor 100
-
⚫ PBIN4217/MODUL 1 1.43
Glosarium
Adegan : bagian dari babak dalam drama yang
merupakan suatu unit lakuan drama yang
menghasilkan suatu akibat tertentu.
Alur : rangkaian peristiwa di dalam drama yang
dijalin dan direka dengan saksama serta yang
menggerakkan jalan cerita melalui
penggawatan sampai klimaks dan selesaian.
Babak : bagian dalam drama yang terdiri atas sejumlah adegan.
Dalam drama gaya Aristoteles setiap
drama terdiri atas lima babak, yaitu babak
pertama disebut paparan, kedua rumitan, ketiga
klimaks, keempat leraian, dan kelima selesaian.
Drama : karya sastra yang bertujuan menggambarkan kehidupan
dengan mengemukakan tikaian dan
emosi lewat lakuan dan dialog; lazimnya
dirancang untuk pementasan di panggung.
Dramaturgi : mengacu pada keseluruhan seni dramatik, termasuk
penulisan, pementasan, dan
permainan drama.
Farce : merujuk pada adegan, adegan lucu yang ditampilkan dalam
drama-drama liturgi kuno
(pada drama yang memancing tawa dengan
menggunakan sarana murahan dan tidak
berhubungan dengan penokohan atau alur
cerita).
Fragmen : penggalan, misalnya dari sebuah sajak atau cerita.
Sebuah antologi dapat terdiri atas
fragmen yang menarik dari berbagai novel.
Genre : istilah dalam bahasa Prancis yang berarti jenis. Dalam
dunia sastra dibedakan tiga pokok
genre, ialah lirik, epik, dan dramatik.
Melodrama : melukiskan konflik antara kejahatan yang mengerikan
dan kebaikan yang sangat mulia
yang berwujud dalam tokoh utama yang
sempurna seperti malaikat dan lawannya yang
luar biasa jahat.
-
1.44 Drama ⚫
Opera : drama yang hampir seluruh catatan atau dialognya
berwujud nyanyian.
Novel : prosa rekaan yang panjang, yang menyuguhkan tokoh-tokoh
dan menampilkan serangkaian
peristiwa dan latar secara tersusun.
Sandiwara : dibentuk dari kata “sandi” (dari bahasa Jawa yang
berarti rahasia), dan “wara” (dalam
bahasa Jawa warah yang artinya pengajaran).
Kata ini dibuat oleh almarhum P.K.G.
Mangkunegara VII untuk mengganti istilah
toneel (bahasa Belanda), pertunjukan drama
yang sudah mulai mendapat perhatian di
kalangan kaum terpelajar di Indonesia pada
saat zaman penjajahan Belanda. Oleh
almarhum Ki Hadjar Dewantara kata sandiwara
diartikan sebagai pengajaran yang dilakukan
dengan lambang.
Teater : sebuah istilah lain untuk drama, tetapi dalam
pengertian yang lebih luas, termasuk pentas,
penonton, dan gedung pertunjukan.
Toneel : dari bahasa Belanda yang artinya pertunjukan Tragedi :
lakon yang menampilkan tokoh yang sedih dan
muram yang terlibat dalam situasi gawat
karena sesuatu yang tak menguntungkan
misalnya cemburu atau ambisi yang
keterlaluan.
Tragikomedi : drama yang alurnya tampak mengarah menuju ke akhir
yang menyedihkan, tetapi berbalik
menjadi akhir yang membahagiakan.
-
⚫ PBIN4217/MODUL 1 1.45
Daftar Pustaka
Achmad, A.K. (1981). Teater rakyat di Indonesia. Analisis
Kebudayaan, 1(2).
Barranger, M.S. (1994). Understanding plays. Boston: Allyn and
Bacon.
Dewojati, C. (2012). Drama, sejarah, teori, dan penerapannya.
Tt: Javakarsa
Media.
Elam, K. (1984). The semiotics of theatre and drama. New York:
Metheun &
Co.
Gani, R. (1981). Pengajaran apresiasi puisi. Jakarta: P3G.
Gani, R. (1988). Pengajaran sastra Indonesia respon dan
analisis. Jakarta:
Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.
Harymawan, R.M.A. (1988). Dramaturgi. Bandung: Rosda.
Hoa K.N. (1981). Pengajaran apresiasi drama. Jakarta: P3G
Depdikbud.
Hartoko, D., & Rahmanto, B. (1998). Kamus istilah sastra.
Yogyakarta:
Kanisius.
Kernodle, G.R. (1966). The invitation to the theatre. New York:
Harcourt,
Brace & World.
Moody, H.L.B. (1971). The teaching of literature. London:
Longman.
Rahmanto, B. (2000). Metode pengajaran sastra. Yogyakarta:
Kanisius.
Rumadi, A. (Ed.). (1988). Kumpulan drama remaja. Jakarta:
Gramedia.
Sarumpaet, R.K.T. (2010). Pedoman penelitian sastra anak.
Jakarta: Obor.
Soemanto, B. (2001). Jagat teater. Yogyakarta: Media
Pressindo.
-
1.46 Drama ⚫
Sumardjo, J. (1986). Ikhtisar sejarah teater Barat. Bandung:
Angkasa.
Sudjiman, P. (1990). Kamus istilah sastra. Jakarta: UI
Press.
Wardani, I.G.A.K. (1981). Pengajaran sastra. Jakarta: P3G.
Waluyo, H.J. (2001). Drama: Teori dan pengajarannya.
Yogyakarta:
Hanindita Graha Widia.
Yudiaryani. (2002). Panggung teater dunia, perkembangan dan
perubahan
konvensi. Yogyakarta: Pustaka Gondho Suli.