TUGAS AKHIR KONSELING LINTAS BUDAYA
Dec 05, 2014
TUGAS AKHIR
KONSELING LINTAS BUDAYA
NAMA : SEFTI RHOLANJIBANPM : 1213052041PRODI : BIMBINGAN KONSELINGJURUSAN : ILMU PENDIDIKAN (IP)MATAKULIAH : KONSELING LINTAS BUDAYA
OLEH
A. PENGERTIAN KONSELING LINTAS BUDAYA
Burn (1992) menjelaskan cross cultural counseling is the process of counseling individuals who are of different culture/cultures than that of the therapist.
Dedi Supriadi (2001:6) mengajukan alternatif untuk keefektifan konseling, setelah mengemukakan definisi konseling lintas budaya. Bagi Dedi, konseling lintas budaya melibatkan konselor dan konseli yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda, dan karena itu proses konseling sangat rawan oleh terjadinya bias-bias budaya pada pihak konselor yang mengakibatkan konseling tidak berjalan efektif.
B. Unsur-Unsur Konseling Lintas Budaya
Dalam pengkajian isu tentang budaya, Locke dalam Brown (1988) mengemukakan tiga unsur pokok dalam konseling lintas budaya, yaitu :Individu adalah penting dan khasKonselor membawa nilai-nilai yang berasal dari lingkungan budayanyaKlien yang datang menemui konselor juga membawa seperangkat nilai dan sikap yang mencerminkan budayanya.
Selanjutnya Brown menyatakan bahwa keberhasilan bantuan konseling sangat dipengaruhi oleh factor-faktor bahasa, nilai, stereotype, kelas sosial, suku, dan juga jenis kelamin. Menurut Sue, faktor-faktor budaya yang berpengaruh dalam dalam konseling adalah pandangan mengenai sifat hakikat manusia, orientasi waktu, hubungan dengan alam, dan orientasi tindakan.
C. Cara menjadi konselor yang efektif dalam konseling lintas budaya
Menurut Pedersen, Lonner dan Draguns (dalam Carter, 1991) dinyatakan bahwa beberapa aspek dalam konseling lintas budaya adalah:
• Latar belakang budaya yang dimiliki oleh konselor• Latar belakang budaya yang dimiliki oleh klien• Asumsi-asumsi terhadap masalah yang akan dihadapi
selama konseling• Nilai-nilai yang mempengaruhi hubungan konseling,
yaitu adanya kesempatan dan hambatan yang berlatar belakang tempat dimana konseling itu dilaksanakan.
Adapun faktor-faktor lain yang secara signifikan mempengaruhi proses lingkungan lintas budaya adalah:
• Keadaan demografi yang meliputi jenis kelamin, umur, tempat tinggal,
• Variable status, seperti pendidikan, politik-ekonomi,
• Variable etnografi, seperti agama, adat istiadat, system nilai (Arredondo & Gonsalves, 1980; Canary & Levin dalam Chinapah, 1997; Speight dkk, 1991; Pendersens, 1991; Lipton dalam Westbrook & Sedlacck, 1991).
Menurut Sue (dalam Arredondo & gonsalves, 1980) konselor lintas budaya yang efektif adalah konselor :
•Memahami nilai-nilai pribadi serta asumsinya tentang perilaku manusia dan memahami bahwa tiap manusia itu berbeda.•Sadar bahwa tidak ada teori konseling yang netral secara politik dan moral.•Memahami bahwa kekuatan sosiopolitik akan mempengaruhi dan menajanmkan perbedaan budaya dalam kelompok.•Dapat berbagi pandangan tentang dunia klien dan tidak tertutup•Jujur dalam menggunakan konseling eklektik, mempergunakan keterampilannya daripada kepentingan mereka untuk membedakan pengalaman dan gaya hidup mereka.
KOMPETENSI KONSELOR LINTAS BUDAYA• Kesadaran, konselor lintas budaya harus benar-benar
mengetahui adanya perbedaan yang mendasar antara dia dengan klien yang akan dibantunya. Selain itu, konselor harus menyadari benar-benar akan timbulnya konflik jika dia memberikan layanan konseling kepada klien yang berbeda latar belakang sosial budayanya. Hal ini menimbulkan konsekuensi bahwa konselor lintas budaya harus menegrti dan memahami budaya di Indonesia, terutama nilai-nilai budaya yang dimilikinya. Sebab budaya tidak mungkin macetnya proses konseling hanya karena konselor tidak menegtahui dengan pasti nilai-nilai apa yang dianutnya. Dengan demikian, kesadaran akan nilai-nilai yang dimiliki oleh konselor dan nilai-nilai yang dimiliki oleh klien, akan dijadikan landasan untuk melaksanakan konseling.
• Pengetahuan, konselor lintas budaya sebaiknya terus mengembangkan pengetahuannya mengenai budaya yang ada di Indonesia. Pengetahuan yang perlu dimiliki oleh konselor lintas budaya adalah sisi sosisopolitik dan sosisbudaya dari kelompok etnis tertentu. semakin banyak latar belakang etnis yang dipelajari oleh konselor, maka semakin beragam pula masalah klien yang dapat ditangani. Pengetahuan konselor terhadap nilai-nilai budaya yang ada dimasyarakat tidak saja melalui membaca buku atau hasil penelitian saja, tetapi dapat pula dilakukan dengan cara melakukan penelitian itu sendiri. Hal ini akan semakin mempermudah konselor untuk menambah penegtahuan mengenai suatu budaya tertentu.
• Keterampilan, konselor lintas budaya harus selalu mengembangkan keterampilan untuk berhubungan dengan individu yang berasal dari latar belakang etnis yang berbeda. Dengan banyaknya berlatih untuk berhubungan dengan masyarakat luas, maka konselor akan mendapatkan keterampilan (perilaku) yang sesuai dengan kebutuhan. Misalnya konselor banyak berhubungan dengan orang Jawa, maka konselor akan belajar bagaimana berperilaku sebagaimana orang Jawa.
Hambatan-Hambatan dalam Konseling Lintas Budaya
• Bahasa• Nilai• Stereotip• Kelas Sosial• Ras atau suku• Jenis kelamin(gender)• Usia• Preferensi Seksual/ Orientasi.• Gaya Hidup• Keadaan orang-orang cacat
Sue (1981:1) mencatat tiga hal yang menjadi sumber hambata atau kegagalan konseling lintas budaya, yaitu:• Program pendidikan dan latihan konselor• Literatur koneling dan kesehatan mental• Proses dan praktek
Di samping aspek-aspek diatas,Sue (1981:28) juga mencatat tiga hambatan konseling linyas budaya, yaitu:– Hambatan bahasa– Hambatan kelas, setatus antara konselor
dan klien– Hambatan perbedaa nilai budaya antara
konselor dengan klien
SEKIAN DAN TERIMA KASIH